BAB VII. RESPON HOSPES TERHADAP PARASIT. A. Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII. RESPON HOSPES TERHADAP PARASIT. A. Pendahuluan"

Transkripsi

1 BAB VII. RESPON HOSPES TERHADAP PARASIT A. Pendahuluan Pada hubungan dua organisme yang bersifat simbiosis parasitik, parasit adalah pasangan yang mendapat keuntungan sedang hospesnya, pasangan yang cenderung mendapat kerugian. Keuntungan organisme yang bersimbiosis parasitik antara lain adalah keuntungan miliu hidup, pakan, tempat untuk reroduksi dan tempat untuk berlindung. Namun, parasit bagi hospesnya merupakan agresor fisik, multiflikatif, kimiawi, toksik, enzimatik dan antigentik. Karena hospes adalah organisme hidup maka adanya parasit di dalam tubi.thnya akan menimbulkan respon yang akan tidak menguntungkan bagi parasit. Pokok bahasan ini membahas tentang berbagai respon hospes terhadap adanya parasit dalam tubuhnya. Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan berbagai respoil hospes terhadap adanya parasit di dalam tubuhnya baik respon yang spesifik maupun yang non spesifik. Pokok bahasan ini terdiri dan 5 sub pokok bahasan yaitu fagosistosis, keradangan, pertiimbuhan abnormal, reaksi imunologis dan reaksi alergi. Pokok bahasan ini diberikan selama 6 jam tatap muka. B. Penyajian adalah: Respon-respon hospes terhadap adanya parasit di dalam tubuhnya antara lam Fagositosis Reaksi pertama hospes terhadap invasi mikroorganisme asing adalah usaha untuk menelan mereka dan memfagositnya untuk dthancurkan. Dua sel fagosit yang terlibat dalam proses tersebut yaitu makrofag dan sel-sel polinuklear (yang kadang-kadang elisebut sebagai mikrofag). Makrofag yang berada di dalam darah yang bersirkulasi dikenal sebagai monosit sedang makrofag yang berada di janngan-jaringan ikat disebut dengan histiosit dan yang berada di lien, thimus dan nodus limfatikus disebut dengan sel-sel retikulum. Makrofag permukaan sinus terdapat pada sinusoid hati, kapiler dan sebagainnya. Fagosit-fagosit tersebut termasuk retikulo-endotelial yang sekarang disebut dengan sistim limfoid-makrofag. Universitas Gadjah Mada 1

2 Peranan fagosit dalam menelan mikroorganisme dan mencernaknya melibatkan kerja lisosim atau bila yang ditelan tersebut maten yang tidak tercerna (misalnya partikel-partikel karbon), materi tersebut akan disimpan sehingga tidak bersifat iritatif dalain waktu yang lama. Walalupun fagositosis dapat berlangsung tanpa adanya antibodi, namun proses tersebut dapat sangat difasilitasi oleh kerja antibodi yang mengopsonisasi mikroorganisme asing yang caranya tidak diketahui sehingga mikroorganisme tersebut lebih mudah dicerna. Bila ada antibodi, fagosistosis juga dipermudah komponen serum yang dikenal dengan komplemen Keradangan Bila jumlah agen asing yang masuk kedalam tubuh hospes kecil, maka tersebut akan dikelilingi sel-sel fagosit dan secara bertahap akan tergencet bergerak oleh adanya deposisi jaringan kolagen disekitarnya. Bila iya besar, reaksi hospes lebih besar dengan timbulnya radang. Kondisi Ltandai dengan timbulnya udim sebagai akibat dilatasi kapiler lokal (vasokarena meningkatnya suplai darah ke daerah yang terinvasi agen asing. Gambar 6. Skema reaksi jaringan terhadap rangsangan peradangan Mengalirnya leukosit kedaerah terinvasi biasanya diikuti dengan migrasi limfosit yang beberapa darinya akan mentramsformasikan menjadi sel-sel ionuklear atau fibroblas. Fibroblas mempunyai peranan penting dalam,membentuk kapsul.-kapsul fibrosa yang mengelilingi banyak parasit janngan larva cacing (Trichinella spfralis). Bila kapsul berada dalam waktu terjadi kalsifikasi (pengapuran). Pertumbuhan abnormal Salah satu gambaran yang menarik respon jaringan hospes terhadap parasit adalah munculnya perubahan pertuibuhan jaringan yang andung parasit. Pertumbuhan-pertumbuhan abnormal jaringan dengan adanya parasit adalah: Universitas Gadjah Mada 2

3 1. Hiperplasia. Fliperplasia adalah peningkatan adanya pembelahan sel. Pada kondisi ini jumlah sel meningkat tetapi ukurannya tetap. Pertumbuhan ormal ini sering akibat iritasi seperti pada hati kelinci yang terinfeksi oleh E. stidae. Harus dibedakan antara hiperplasi dan hipertrofi. Kalau hipertrofi yang meningkat ukuran sel bukan jumlahnya. 2. Metaplasia. Metaplasia adalah transformasi satu jenis jaringan ke jaringan yang lain. Abnormalitas ini tidak umum berkaitan dengan adanya parasit, walaupun dapat terjadi pada infestasi cacing paru Paragonimus westermani. 3. Neoplasia. Neoplasia merupakan suatu pertumbuhan sel jaringan baru dan sel-sel yang ada dan pertumbuhan semacam itu secara umum disebut sebagai tumor. Suatu neoplasma atau tumor dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan baru yang muncul dan jaringan yang ada sebelumnya, tidak tergantung dari kebutuhan organisme dan kemunculannya tidak memiliki tujuan yang berguna, tetapi sebaliknya malah sering merugikan. Dalam istilah kedokteran kita kenal dengan kanker yang biasanya sinonim dengan inoma yaitu suatu tumor maligna dan jaringan epitel, sedang istilah ia merupaka istilah untuk tumor maligna jaringan ikat. Cacing parasit salah satu diantara banyak agen penyebab tumor. Misalnya: Gongylonema neoplasticum berkait dengan pembentukan tumor pada lidah, Schistosoma japonicum berkait dengan tumor usus, Paragonimus westermani dan Clonorchis sinehsis berkait dengan tumor paru masing-masing pada paru macan dan manusia dan lain sebagainya. Namun demikian hanya larva dan Hydatiera taeniaefonnis yang ( Cysticercus fasciolarts) parasit hati rodensia dan cacing Spirocerca lupi dewasa parasit esofagus anjing yang benar-benar dituduh berkait dengan terbentuknya sarkoma diorgan predileksinya. Reaksi imunologis Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa parasit merupakan agresor antigenik bagi hospesnya. Antigen parasit dapat berasal dari jaringan parasit itu sendiri atau yang dikenal dengan antigen somatik atau endoantigen ada yang berasal dari sekret dan ekskret parasit atau yang dikenal dengan antigen. Selain antigen-antigen tersebut di parasit juga dikenal dengan antigen komun, komun antar spesies yang berdekatan, komun antar parasit, komun dengan mikroorganisme lain dan bahkan komun dengan hospesnya. Secara khusus masalah reaksi imunologi ini dibicarakan dalam bidang parasit. Pada garis besarnya dengan adanya parasit yang bersifat tersebut menimbulkan respon reaksi imunologis dari hospes. Kita kenal dua reaksi imunologi yaitu: Universitas Gadjah Mada 3

4 1. Reaksi seluler. Reaksi seluler atau dikenal dengan CMI ( cell mediated inity) adalah reaksi imunologis yang dimediasi oleh sel-sel pertahanan tubuh hospes. Reaksi tersebut biasanya berlangsungnya lambat yang memerlukan waktu paling tidak 24 jam (maka sering disebut delayed hypersensitivity) dibandingkan dengan reaksi lain yaitu reaksi humoral yang berlangsung hanya beberapa menit atau jam (misalnya reaksi anafilaksis). Terbentuknya granuloma disekitar telur Capillaria hepatica dalam jaringan hati, telur Schistosoma dalam dincting usus atau ginjal, Leishmania dalam lien merupakan manifestasi reaksi imunologis yang seluler. 2. Reaksi humoral. Reaksi humoral adalah teaksi dimana dengan adanya antigen, tubuh memproduksi imuniglobulin (antibodi). Kita kenal 5 kelas antibodi yaitu IgG, 1gM, IgA, IgD dan IgE. a. IgG merupakan imunoglobulin yang protektif, memiliki kemampuan lewat plasenta ( kekebalan pasif ), berperan dalam reaksi presipitasi dan tetap eksis dalam waktu yang lama sehingga sering digunakan sebagai indikator adanya infeksi sebelumnya dan biasanya digunakan sebagai dasar setiap serodiagnosis. b. IgM adalah Imunoglobulin yang muncul segera setelah infeksi sehingga sebagai imunoglobulin primer dan biasanya diikuti dengan munculnya imunoglobulin G. 1gM molekulnya cukup besar ( pentamer) sehingga tidak dapat melewati plasenta. IgM berguna dalam reaksi aglutinasi dan pengikatan komplemen. c. IgA adalah antibodi yang hanya sedikit dalam serum darah dan terutarna dapat di dalam part.1 dan saluran pencernaan ( imunoglobulin sekresi) L (tah, mukus dan air susu dan tidak penting dalam imunologi parasit. d. IgD adalah imuniglobulin yang.sama sekali tidak penting dalam imunologi parasit. e. IgE adalah imunoglobulin yang sering berkaitan dengan reaksi imunologis dengan parasit. Pertama kali ditemukan pada tahun IgE tidak memfiksasi komplemen dan tidak dapat melewati plasenta, bersifat termolabil homositotrop (hanya dapat terfiksasi pada sel dan organisme yang spesiesnya sama) dan dapat terifikasi pada mast cell dan basoffi. Reaksi antigen dan antibodi secara in vitro dapat dilihat dengan adanya presipitasi atau aglutinasi sedang secara in vivo dapat dilihat dengan aglutinasi atau lisis sel yang mengandung antigen dan sel yang mengadung antigen mudah difagositosis. Secara klinis manifestasi reaksi antigen dan antibodi adalah steril, kebal, resisten atau alergi. Bagi hospes dengan timbulnya kekebalan atau resistensi sangat menguntungkan Universitas Gadjah Mada 4

5 apalagi kalau sampai tingkat steril (jarang sekali), tetapi kalau yang muncul adalah reaksi hiperserisibilitas merugikan hospes walaupun ada yang menguntungkan. Salah satu sifat yang menguntungkan dan adanya reaksi imunologis itu secara klinis tampak sebagai adanya kekebalan. Secara umum diketahui bahwa kekebalan suatu individu itu terdiri dari kekebalan alami atau bawaan dan kekebalan perolehan. Kekebalan alami atau bawaan mungkin didapat dari : 1. Spesifitas parasit. Satu hospes tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan untuk ngàn hidup semua jeriis parasit. Sebagai contoh : Trypanosoma evansi jarang ditemukan dalam darah ayam, Taenia sagmata tidak mungkin hidup dalam usus kambing, Eimeria tenella tidak mungkin hidup dalam usus dan lain sebagainnya. Bahkan spesifitas parasit tersebut ada pada level spesies, misalnya Schistosoma hematobium hanya dapat hidup pada manusia, tosoma bovis hanya dapat hidup pada sapi sedangkan Schistosoma hematobium dapat hidup baik pada manusia dan hewar. Di dalam spesifitas parasit maka dikenal dengan beberapa istilah seperti parasit oioksenosä yaitu satu spesies parasit hanya dapat hidup pada satu spesies hospes seperti pada kasus Schistosoma hematobium, parasit stenokenosa adalah parasit yang dapat hidup pada sekelompok hospes yang berdekatan, misalnya Haemonchus contortus dapat hidup pada domba dan sapi dan parasit yang dapat hidup pada berbagai jenis hewan seperti Toxoplasma gondli disebut dengan parasit euniksenosa. Di alam bebas semua hewan pada dasarnya dapat menjadi calon hospes parasit. Namun demikian dari sekian calon hospes yang dapat menjadi hospes potensial dan dan hospes potensial mungkin hanya beberapa atau bahkan hanya satu spesies hospes t menjadi hospes efektif untuk satu spesies parasit. 2. Sifat khas fisik hospes. Kemampuan menjilat, menelan parasit dapat kekebalan bawaan, demikian pula bulu yang lembut dan rapat Zebu putih dapat menyulitkan serangan caplak, kutu dan lain-lain ektoparasit kimiawi. 3. Sifat Hospes sering memproduksi enzim lisosim, laktorun dan ainya yang dapat mencegah kelangsungan hidup parasit dalam usus ambing. HCl lambung yang membuat rendahnya ph lingkungan dan basa dalam usus halus bagian anterior dan asam lemak dalam serum, masing-masing dapat mencegah parasit dalarn lambung, usus halus dan kulit terdiri dapat menghancurkan Trypanosoma sp. dalam hospes yang tidak sesuai. 4. Kebiasaan hospes. Sapi zebu dan sapi keturunan brahman pada umumnya tahan berdiri di panas terik matahani. Kebiasaan ini membantu untuk mengurangi atau mencegah infestasi caplak dan serangan ektoparasit lainnya. Kerbau yang suka mandi di kubangan dapat membantu hewan itu terhindar dari serangan serangga. Universitas Gadjah Mada 5

6 Kekebalan perolehan. Kekebalan perolehan dikenal ada dua bentuk kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Contoh kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dan induknya melalui air susu. Kolostrum adalah air susu yang disekresikan kelenjar air susu beberapa hari sebelum dan sesudah melahirkan mengandung laktalbumin yang tinggi dan globulin yang mengandung benda pelawan yang dapat diserap oleh usus anak yang dilahirkannya sehingga tahan terhadap invasi agen asing. Penggunaan serum kebal dan hewan yang kebal dan parasit tertentu seperti Piroplasma, Toxoplasma gondii untuk tujuan pengebalan hewan lain termasuk kekebalan prolehan. Kekebalan yang diperoleh secara aktif. Kekebalan aktif biasanya diperoleh setelah sembuh dan sakit atau karena divaksinasi. Kekebalan pada parasit biasanya bukan respon kebal yang efektif sehingga ada istilah kekebalan premunisi yaitu hospes kebal terhadap parasit tetapi di dalam tubuhnya masih ada parasit tetapi dalam jumlah kecil, kekebalan seperti ini biasanya akibat sembuh dan sakit karena infeksi parasit. Pengaruh adanya reaksi imunologis pada parasit antara lain: 1. Penurunan potensi biologis parasit. Penurunan potensi biologis parasit dapat dilihat pada Eimenia dan Plasmodium yang ditandai dengan menurunnya produksi merozoit. Pada cacing penurunan biotik potensial ditandai dengan penurunan produksi telur. Pada cacing pita, dengan adanya sista hidatida yang steril ( tidak ada skolek) juga merupakan penurunan poterisi biologis. 2. Kematian parasit yang diikuti dengan dismtegrasi dan lisis atau diikuti eliminasi parasit (lihat pada hipersensibffitas dan parasit), sehingga terjadi penurunan jumlah parasit dewasa. 3. Terhambatanya pertumbuhan parasit. Disini pertumbuhan fisik terhambat gga parasit dewasa ukurannya kurang dan pada ukuran normal. 4. Terhambatanya migrasi parasit. Ada beberapa parasit untuk sampai di lokasi etnya harus migrasi lewat jaringan tubuhnya. Namun karena terhambat parasit muda tidak sampai di lokasi target. 5. Fenomena seperti self cure dan spring rise pada infeksi cacmg nematoda pada iomba juga merupakan efek reaksi imunolgis dan hospesnya. Reaksi alergi (hijoersensibiitas) Akibat lain dan reaksi imi.mologi adalah timbulnya hipersensibilitas hospes. Adanya reaksi hiperserisibilitas ini biasanya munculnya ada yang cepat sehingga disebut hipersensibilitas cepat (immediate), ada yang agak lambat atau disebut hipersensibffitas Universitas Gadjah Mada 6

7 agak lambat ( semi-.retard(e) atau semi delayed dan hipersensibilitas lambat (retard(e) atau delayed. Seperti yang kita ketahui bahwa ada 4 type reaksi hipersensibifitas. 1. Hipersensibilitas cepat tipe I (HSI I) adalah sensibilitas yang tergantung dengan adanya antibodi IgE. 2. Hipersensibffitas cepat tipe II ( HIS II ) adalah hipersensibilitas yang tergarltung dengan adanya antibodi dengan intervensi komplemen. 3. Hipersibiiitas agak lambat ( HS Ill ) atau fenomena Arthus, adalah ibilitas yang terkait dengan adanya antibodi yag bertipe presipitan arau memfikasasi komplemen dan dengan pembentukan kompleks imun dengan jumlah yang cukup. 4. Hipersensibilitas lambat ( HS IV). Hipersensibilitas ini tidak terkait dengan antibodi tetapi terkait dengan sel-sel limfomonositer. Gambar 7. Skema umum proses hipersensibilitas tipe cepat Penjelasan yang mendetail reaksi hipersensibilitas ini dapat imunologi parasit. Sebenarnya, alergi merupakan manifestasi dan hipersensibilitas cepat tipe I yaitu dengan adanya mteraksi antara alergen (termasuk parasit) dan IgE yang terfiksasi pada mast cell dan basofil akan menstimulir degranulasinya ehingga dihasilkan substansi mediator (misalnya histamin) yang bertanggung awab terhadap manifestasi klinik lokal atau umum. Skema umum hipersensibilitas tipe I dapat dilihat pada gambar di alaman 76 (Gambar 7). Mediator atau histamin yang dibebaskan oleh granula-granula mast-cell riemiliki banyak efek, misalnya dapat meningkatkan kontraksi otot polos, sehingga dapat Universitas Gadjah Mada 7

8 mengecilkan atau mempersempit lumen berbagai saluran seperti bronkus, arteri dsbnya, meningkafkan perineabilitas pembuluh darah yang berefek dengan timbulnya udim, penebalan pleura dan hipersekresi kelenjar bidung. Manifestasi klinis efek histamin tersebut bervariasi seperti timbulnya kegatalan, pilek, asma dsbnya. Ada dua manifestasi dari peranan hipersensibilitas dalam pertahanan imunitas antihelmin: Merugikan hospes itu sendiri. Kerugian hospes karena hipersensibilitas adalah bisa bersifat lokal, loko-regional dan umum. Reaksi lokal. Penetrasi serkania Bilharzia dapat menyebabkan reaksi hipersensibilitas lokal seperti timbulnya entrema dan urtikaria. Invasi tersebut mengaktifkan pembebasan mediator (histamin) yang dapat menyebabkan kegatalan. Pembebasan histamin tersebut dapat membantu penetrasi serkaria kedalam sirkulasi dengan cara meningkatkan permeabilitas vaskuler. Reaksi loko-regional. Adanya stadium larva yang lama dalam paru seperti larva Ascaris manusia atau hewan, larva Ancylostoma dapat meningkatkan jumlah eosinofil dalam darah (hipereosmofil) dan dalam ekpektoran dan peningkatan total IgE. Reaksi umum. Pada kasus pecahnya sista hidatida dalam peritonium dapat dimanifestasikan dengan bisul menyeluruh, kolaps kardiovaskuler dan penyempitan bronkus. Menguntungkan hospes. Adanya reaksi hipersensibilitas dapat menguntungkan hospes yaitu terjadinya ekpulsi cadng keluar dan hospes. Cacing tertentu dieliminasi secara spontan beberapa minggu setelah infeksi. Mekanisme imunologis dalam ekpulsi cacing terdiri dan dua tahap (lihat skemas ekspulsi cacing). Pertama dengan adanya intervensi IgG1, yang aktif tanpa adanya komplemen. IgGi bersifat melukai atau menyakiti cacing tetapi tidak menyebabkan eliininasi cacing dan dilanjutkan dengan tahap yang kedua yaitu dengan adanya respon produksi sekrit yang tergantung Sel-T. Sel-T tidak menempel langsung pada cacing. Antigen cacing akan merangsang pembebasan faktor non spesifik yang mengaktifkan sekresi mukus dan sel-sel calciformis epitel usus dan juga merangsang produksi IgE yang merangsang meningkatnya histamin dalam darah. Hipersekresi mukus itulah yang akan mengeliminasi caring bersama dengan meningkatnya kontraksi usus (kontraksi otot polos ) Universitas Gadjah Mada 8

9 Gambar 8. Skema ekspulsi cacmg nematoda usus C. Penutup Latihan : 1. Sebutkan 5 respon hospes terhadap adanya parasit di dalam tubuhnya 2. Sebutkan 2 contoh parasit yang dapat menimbulkan respon radang dan hospesnya 3. Sebutkan 3 jenis reaksi hospes yang berupa pertumbuhan abnormal dan sebutkan 3 parasit penyebabnya. 4. Jelaskan bentuk-bentuk reaksi alergi dalam tubuh hospes. 5. Jelaskan bagainiana parasit cacing dapat dikeluarkan dan hospesnya 6. Jelaskan pengaruh respon imunologis bagi parasit. Universitas Gadjah Mada 9

10 BAB VIII. ADAPTASI DAN KIAT PARASIT MENGHINDARI RESPON IMUN HOSPESNYA A. Pendahuluan Lebih khusus atau lebih spesifik habitat suatu organisme maka lebih nyata adaptasi organisme tersebut terhadap habitanya. Adaptasi merupakan suatu cara atau kiat dan suatu organisme hidup agar dapat eksis di dalam lingkungannya. Kita tahu bahwa parasit hidup dalarn suatu habitat yang khusus yaitu organisme hidup. Agar supya parasit dapat eksis di dalam hospesnya yang memiliki faktor-faktor yang menguntungkan bagi parasit namun hospes tarnpaknya juga memeliki kecenderungan menolak terhadap adanya parasit di dalam tubuhnya, maka parasit hams selain meniiliki kemampuan beradaptasi untuk dapat hidup dalam lingkungan fisik, fisiologis, biokemis tubuh hospesnya juga harus memiliki kemampuan menghindarkan diri dan respon negatif hospesnya. Pokok bahasan ini membahas berbagai adaptasi parasit dan kiat parasit untuk menghindarkan diri dan respon imun hospesnya. Setelah mempelajani pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan adaptasi-adaptasi morfologi, anatomi, reproduksi, biologis maupun dapat menjelaskan bagaimana cara parasit mampu bertahan terhadap respon imun hospesnya. Pokok bahasan ini terdiri dari 5 subpokok bahasan yang diberikan selama 6 jam tatap muka. Subpokok-subpokok bahasan tersebut adalah adapatasi morfologi, adaptasi anatorni, adaptasi reproduksi, adaptasi biologi dan subpokok bahasan mengenai kiat parasit menghindari respon imun hospes. B. Penyajian Adapasi morfologi 1. Ukuran. Dibandingkan dengan hospesnya ukuran parasit selalu lebih kecil, tetapi bila dibandingkan dengan suatu spesies hidup bebas yang secara sistimatik sejenis, pada umuinnya spesies parasit ukurannya lebih besar. Sebagai contoh adalah cacmg nematoda. Cacing nematoda hidup bebas pada umumnya ukurannya kecil tidak Iebih dan 0,5 cm. Sebaliknya nematoda yang hidup berparasit ukurannya lebth besar, misalnya Parascaris equorum betina ukurannya bisa mencapai 30 cm. Drancunculus medinensis dapat mencapai 1 m. Demikian pula golongan acarian, acarian yang hidup di tanah biasanya berukuran mmuskul, sedang acarian yang berparasit seperti Ornhitodorus moubata sehabis menghisap darah ukurannya > 2 cm. Universitas Gadjah Mada 10

11 2. Bentuk. Bentuk parasit secara umum tampaknya berkaitan dengan lokasi parasit. Ektoparasit adalah parasit yang memiliki kontak dengan milliu luar yang bisa aquatik atau aerian ( udara bebas ). Ektoparasit aquatik yang biasanya berlokasi pada kuiit atau insang bentuknya cenderung memipih dorsoventral dengan membentuk barn isap (misalnya, Monogen ) atau memanjang seperti Lernea sp. Ektoparasit yang hidup pada hospes di darat, miliu luar yang berupa udara bebas tampak tidak berpengaruh terhadap bentuk parasit, tetapi yang berpenaruh adalah sifat dan substratnya. Pemipihan bentuk seperti pada kutu dan pmjal yang disertai modifikasi apendiks-apendiks merupakan adaptasi morfologis pada suatu kehidupan dalam bulu hospes. Demikian juga pada mesoparasit, adaptasi bentuk tubuhnya juga cenderung memipih dan memanjang seperli pada ektoparasit. Disini pengaruh gerakan usus punya efek seperti gerakan air pada ektoparasit akuatik. Sebagai contoh adalah benthk cacing nematoda yang cenderung memanjang dan cacng pita yang memanjang dan memipth. Sedangkan endoparasit tampaknya rnempunyai kecenderungan bentuk yang membulat. Sebagai contoh adalah stadium-stadium cacing Cestoda seperti metaserkania, sistiserkoid, sistiserkus bentuknya cenderung membulat. Contoh yang menanik adalah cacing Tetrameres. Tetrameres adalah cácing nematoda dimana yang jantan sebagai mesoparasit pada proventrikulus ayam bentuknya memanjang sedang yang betina dewasa bentulcnya membulat sebagai endoparasit dalam dmdmg pro ventrikulus. Adaptasi anatomi Selain parasit melakukan adaptasi morfologi parasit juga melakukan adaptasi anatomi. Adaptasi anatomi parasit bisa modifikasi degeneratif atau modifikasi neoformatif. Adaptasi anatomi Selain parasit melakukan adaptasi morfologi parasit juga melakukan adaptasi anatomi. Adaptasi anatomi parasit bisa modifikasi degeneratif atau modifikasi neoformatif. 1. Modifikasi degeneratif. Modifikasi ini terjadi reduksi atau bahkan terjadi degenerasi alat tubuh atau bagian alat tubuh dan jaringan di sekitarnya yang memiliki hubungan faali dengan alat tubuh tersthut. Misalnya pada. kasus ektoparasit Demodex. Pada kasus.demodex terjadi degenerasi saraf pada kaki sehingga otot kaki mengalanti atrofi yang berakibat semua kaki Demodex berubah hanya berbentuk tonjolan-tonjolan. Demikian juga pada kasus Sarcoptes dan Psoroptes bentuk kaki yang sempurna hanya kaki 1 dan ke 2 sedang kaki ke 3 dan ke 4 mereduksi. Modifikasi degeneratif juga dapat terjadi hilanya organ tertentu, misalnya mata. Beberapa serkari yang hidup di alam bebas ada yang memiliki bintik mata sedang dewasanya yang hidup berparasit bintik Universitas Gadjah Mada 11

12 mata tersebut hilang ( Serkaria Monostorna-hospes intermediernya Lymnae peregra). Tidak adanya saluran pencernaan pada cacing Cestoda juga merupakan modifikasi degeneratif parasit untuk adaptasi dalam lumen usus hospesnya. 2. Modifikasi neoformatif. Modifikasi neoformatif adalah modifikasi parasit dengan terbentuknya alat atau organ baru pada parasit. Sebagai contoh adalah parasit-parasit yang hidup pada rambut di kakinya terbentuk kait Adaptasi reproduksi Dalam kehidupan parasit reproduksi merupakan masalah utama. Reproduksi merupakan mesm pencetak generasi baru bagi parasit. Generasi baru bagi parasit berbeda dengan generasi barn dan organisme hidup bebas karena miliu generasi barn parasit ( diluar hospes) berbeda dengan miliu induknya, sedang miliu generasi baru organisme hidup bebas sama dengan miliu induknya. Di alam bebas calon-calon generasi baru parasit mengalami tantangan yang hebat baik berupa faktor cuaca juga faktor kesempatan calon parasit tersebut menemukan hospes barunya. Sehingga disini akan terjadi banyak kematian parasit. Selain masalah faktor iingkungan dan kesempatan penemuan hospes barunya tersebut, kehidupan parasit di dalam hospesnya sendiri sering menimbulkan masalah dalam hal reproduksinya salaht satu masalah tersebut antara lain ketemunya individu jantan dan individu betina. Ada beberapa adaptasi parasit dalam hal reproduksinya yaitu antara lain: 1. Kesuburan yang luar biasa. Biasanya parasit itu sangat subur. Kesuburan ini digambarkan baik dengan produksi telur yang tinggi maupun kemainpuan parasitt untuk melakukan reproduksi aseksual. Sebagai contoh, cacing T saginata dapat bertelur butir tiap harinya atau dalam 1 tahun belum terhitung dengan reproduksi aseksualnya seperti pembentukan skoleks dan proglotisasinya. Cacing Dipyiobothrium latum dapat menghasilkan 4000 proglotid dan butir telur. Proglotisasi caing pita dapat dianggap sebagai bentuk lain dan kesuburan karena setiap proglotid merupakan individu yang lengkap (memiliki organ kelamin jantan dan organ kelamin betina). Demikian pula untuk cacing trematoda selain bertelur yang cukup banyak cacmg tersebut juga punya mesin pencetak generasi baru secara aseksual seperti pada produksi sporosista, redia dan serkariannya. Fasciola hepatica bertelur sebanyak butir per han dan selama hidupnnya, sedang satu mirasidiumnya dapat menghasilkan 600 serkaria. Untuk Echinostoma, satu mirasidium dapat menghasilkan 1724 redia/ keong. Untuk cacing nematoda kesuburan hanya di manifestasikan dengan produksi telur, seperti pada cacing Ascaris lumbritoides mampu bertelur ± butir tiap harinya selama satu tahun, Haemonchus contortus mampu bertelur per harinya, Ancylostoma Universitas Gadjah Mada 12

13 duodenale mampu bertelur (45 ribu butir per hari. Untuk protozoa parasit kesuburan parasit digambar kan dengan kemampuannya untuk melakukan reproduksi seksual maupun reproduksi aseksualnya seperti pada sporogoni dan skizogoni. Sebagai contoh pada Eimeria teneila, satu spoiozoit protozoa tersebut dapat menghasilkan 900 merozoit generasi pertama dan satu oosista E. tenella dapat menghasilkan 2, merozoit sampai generasi kedua. Siklus mi terjadi berulang-ulang. Reproduksi yang dikenal dengan poliembrional juga termasuk peningkatan kesuburan. Poliembrional adalah model reprodulcsi dimana satu telur akan menghasilkan banyak larva. Sebagai contoh adalah parasit protelien ( Hymenopter ) yang berparasit pada insekta lain yaitu Lepidopter. Hymenopter meletakkan telurnya di dalam telur Lepidopter. Telur Hymenopter berkembang dengan membentuk para nukleus dimana flap nukleus akan berkembang jadi satu larva Hymenopter sehingga satu telur parasit tersebut akan menghasilkan banyak larva Hymenopter. Perkembangan parasit tersebut paralel dengan perkembangan telur hospesnya sehingga nantinya larva dan Lepidopter (sebagai hospesnya) bisa mati karena banyak mengandung larva parasit. Larva parasit yang bebas akan menjadi Hymenopter dewasa hidup bebas. 2. Hidup semi hermaprodit. Kehidupan berparasit berbeda dengan kehidupan bebas dan segi individu jantan dan betina. Pada organisme hidup bebas pergerakan setiap individu sangat leluasa sehingga ketemunya individu jantan dan betina sangat mudah. Sebaliknya, pada kehidupan parasitik pergerakan setiap individu lebih terbatas sehingga ketemunya parasit jantan dan betina juga tidak seleluasa seperti organisme hidup bebas. Untuk mengatasi hal tersebut beberapa parasit melakukan adaptasi seperti individu yang bensifat hermaprodit dimana individu jantan selalu berdekatan dengan individu betina. Sebagai contoh parasit yang selalu berdekatan dengan paracit dengan jenis kelamin yang berlawanan adalah Syngamus fracheali Scbistosoma sp, Diplozoon sp., Wedlia sp. 3. Hermaproditisme. Hermaproditisme adalah suatu keadaan sistim reproduksi dimana satu individu memiliki dua macam sistim reproduksi yaitu reproduksi jantan dan reproduksi betina. Cacing-cacing Trematoda dan Cestoda parasit pada umumnya alat reproduksinya bersifat hermaprodit. Hermaproditisme memungkinkan individu tunggal dapat mengekalkan jenis spesiesnya. Tampaknya parasit yang dalam siklus hidupnya sangat ringkih (misalnya, memerlukan banyak hospes perantara) umumnya bersifat hermaprodit. Universitas Gadjah Mada 13

14 Adaptasi biologis Dari siklus hidup parasit dapat kita ketahui bahwa untuk kelangsungan hidupnya, parasit harus hidup dan satu lingkungan ke Iingkungan lainnya yang satu sama lain kondisinya sangat berbeda. Ada parasit yang harus hidup di alam bebas lalu harus hidup dan tubuh hewan satu ke tubuh hewan lain sebelum mencapai hospes targetnya. Sehingga, simbiosis parasitik merupakan suatu fenomena adaptasi yang mengagumkan. 1. Hidup diluar hospes. Beberapa parasit untu.k menjaga menemukan hospes barunya hams melewati suatu kehidupan di miliu bebas. Miliu bebas berbeda dengan miliu hidup, di miliu bebas banyak faktor yang dapat mempengaruhi kehidupannya seperti panas, kelembaban, kekeringan dsbnya. Untuk mempertahankan hidupnya beberapa parasit membentuk selubung atau sista sehingga dapat hidup lebih lama. Mirasidium dan serkaria yang tidak merniliki seluburg hanya mampu hidup masing-masing 24 jam dan 11 jam. Bandingkan dengan larva Haemonchus yang berselubung mampu hidup 6 bi di padangan, oosista Eimeria juga dapat hidup selama 6 bi di padangan, acantor cacing kepala berduri dapat Kidup 3,5 tahun, sedang metaserkaria Diplostomum spathaecum dapat tahan hidup sampai 5 tahun. 2. Kiat parasit menemukan hospes baru. Stadium hidup bebas parasit tidak begitu saja langsung menemukan hospes barunya, karena hospesnya biasanya sangat mobil. Untuk itu beberapa parasit memiliki kiat-kiat agar pertemuan dengan hospesnya lebth cepat misalnya terjadinya agregasi stadium infektif. Agresi stadium infektif adalah menyamakan waktu antara adanya stadium infektif parasit dalain juinlah besar dengan waktu aktivitas hospes dengan harapan kontak antara parasit dengan calon hospesnya semakin cepat. Sebagai contoh adalah agregasi serkaria Schistosoma mansoni yang paling banyak ditemukan disiang hari pukul bersamaan dengan banyaknya aktivitas manusia (calon hospes) termasuk aktivitas kontak manusia dengan air. Sebaliknya, cacing Ribeiroia agregasi serkaria dalam air teijadi pada malam hari sekitar pukul bersamaan dengan tingginya akitivitas tikus (calon hospes) termasuk kontak tikus dengan air (lihat skema) 3. Stadium infektif berpengaruh terhadap hospes intermediernya. Sebagai contoh adalah cacing kepala berduri itik Polyrnorphus sp. Cacing tersebut HI nya adalah udang Gamarus. Udang Gamarus schat selalu hidupnya di dasar air, tetapi Gamarus yang mengandung sistakan Polymorphus hidupnya dipermukaan air. Dengan hidup dipermukaan, itik (calon hospes barunya) lebih mudah memakan udang yang ada di permukaan dan pada di dasar air. Universitas Gadjah Mada 14

15 Gambar 9. Skema contoh agregasi serkaria cacing Trematoda Parasit selain memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa, parasit juga memiliki kemampuan untuk menghindari reaksi negatif dan hospesnya, sehingga menurut Baer, parasit bukanlah suatu orgarnsme yang abnormal atau eksepsional tetapi parasit cenderung suatu organisme yang spesialis. Reaksi hospes yang bersifat negatif terhadap parasit adalah adanya reaksi imunologis dalam tubuh hospes yang dapat mengakibatkan sampai kematian suatu parasit. Untuk menghadapi suatu reaksi negatif tersebut parasit harus mampu melawannya atau menghindarinya sehingga parasit dapat hidup. Dengan demikian tampaknya ada suatu kompetisi antara hospes dan parasitnya untuk saling mengembangkan daya tahannya agar satu sama lain dapat eksis. Kalau terjadi hal demikian apakah simbiosis parasitik itu merupakan suatu simbiosis yang masih sementara dan masth dapat berkembang menjadi simbiosis yang lain?. Tampaknya ada banyak kiat atau strategi dan parasit untuk menghindar atau melawan reaksi imuniter yang antara lain adalah: 1. Mimikri. Terjadinya reaksi imunologis dalam suatu hospes karena hospes memiliki kemampuan membedakan suatu agen yang bersifat antara self dengan yang bersifat nonseif Pada tingkat molekuler yaitu membedakan antara molekul organik asing (antigen) dengan molekul organik dan tubuhnya sendiri. Mimikri adalah kemampuan parasit yang sedemikian rupa sehmgga molekulmolekul organik pada permukaan tubuhnya tidak dikenal sebagai nonselfoleh hospesnya, maka mimikri seperti itu disebut dengan mimikri molekuler. Universitas Gadjah Mada 15

16 Ada tiga hipotesis tentang numikri pada parasit yaitu mimikri seleksi alami, mimikri karena induksi hospes dan mimikri karena penyatuan atau penggabungan dengan antigen hospes. a. Mimikri karena seleksi alami Menurut hipotesis ini antigen yang berasal dan parasit melalui proses normal seleksi alami akan beradaptasi makin mendekati antigen hospes. Ini berarti bahwa makin lama hubungan antara parasit dengan hospes, antigen parasit makin mendekati kesamaan dengan antigen hospesnya. Dengan demikian parasit tidak dianggap lagi sebagai nonself oleh hospesnya. b. Mimikri karena induksi hospes. Menurut hipotesis ini, hospes dengan berbagai cara, mampu merangsang parasit untuk memproduksi molekul antigen parasit seperti molekul antigen hospesnya. Mekanisme induksi mi tidak diketahui, tetapi diduga bahwa parasit memiliki kemampuan menggunakan mrna dan jaringan hospes untuk mensmtesa molekul seperti molekul antigen hospesnya. c. Mimikri dengan penggabungan antigen hospes. Pada mimikri ini dihipotesiskan bahwa parasit mampu mengabsorbsi antigen hospes sehingga antigen parasit dipermukaan tubuh tertutup ( termasker ) oleh antigen hospes. Akibatnya bahwa hospes tidak mampu mengenal parasit sebagai nonself. 2. Antigen sharing. Antigen sharing adalah antigen hasil andil beberap determinan antigen dan hospes dan parasit. Untuk helmin, antigen sharing tidak hanya share dengan hospesnya tetapi juga dengan spesies lain dalam kelasnya dan bahkan share dengan spesies yang berbeda kelas. Sebagai contoh adalah adalah cacing Dicrocoelwn dendriticum memiliki 19 antigen dimana 6 diantaranya merupakan antigen sharing dengan Fasciola hepatica dan Fasciola hepatica sendiri memiliki 5 antigenya share dengan Schistosoma mansoni Taenia saginata memiliki 1 antigen sharing dengan hospes manusia dan 6 antigen sharing denga hospes intermedier sapi. Universitas Gadjah Mada 16

17 Gambar 10. Skema hipotesis mimikri molekuler pada parasit Universitas Gadjah Mada 17

18 Antigen variasi Di dalam reaksi imunologis, terbentuknya kompleks antigen-antibodi terjadi bila antibodi sesuai dengan antigen yang menstimulir terbentuknya antibodi tersebut. Ada beberapa parasit yang memiliki kemampuan atau strategi dengan setiap subpopulasinya membentuk antigen baru sehingga antibodi yang produksinya terstimulir oleh antigen subpopulasi sebelumnya sudah tidak sesual lagi dengan antigen baru tersebut demikian seterusnnya terjadi bila terbentuk subpopulasi baru dan parasit sehingga parasit selalu eksis di dalam tubuh hospesnya. Sebagai contoh strategi parasit dengan antigen vaniasi adalah terjadi pada Trypanosoma (lihat skema). Gambar 11. Skema variasi antigenik pada Trypanosoma Universitas Gadjah Mada 18

19 C. Penutup Latihan: 1. Sebutkan 3 contoh adaptasi suatu organisme yang hidupnya bersifat parasitik 2. Jelaskan yang dimaksud dengan adaptasi morfologi beserta contohnya 3. Jelaskan yang dimaksud dengan modifikasi degeneratif dan modifikasi neoformatif 4. Sebutkan suatu contoh cara parasit menemukan calon hospes barunya 5. Berilah dua contoh parasit menghindarkan diri dari respon imun hospes. Universitas Gadjah Mada 19

20 DAFTAR PUSTAKA Baer, J.G., Ecology of Animal Parasites. The University of Illinois Press, Urbana :1-38 Cheng, T.C., General Parasitology. 2 nd. Academic Press College Division. Harrout Brace Javanovich Publisher: 1-7 Georgy, J.R., Parasitological and Veterinarians 5 th ed. W.B. Saunders company Kennedy, C.R., Ecology Aspects of Parasitologv. North Holland Publishing Company. Amsterdam / Oxford Lemaire, M. N., Traite d Heminthologie Medicale et Veterinaire. Paris. Vigot. Freres. Editeur: Levine,N.D.,1938. Textbookof Veterinary Parasitology 1 st ed. CBS. Publisher & Distributors. Noble, E.Rand G.Noble, Parasitology : The Biology of Animal Parasites.5 th ed. Lea & Febriger. Philadelphia. Pennsylvania. USA Richardsons, U.F ands.b. Kendal.1936.Veterinary Protozoology.Oliver& Boyd. London. Roberts,L.S and J.Javony, Foundations of Parasitology. 6 th ed. McGraw-Hill Higher Education. Schaperclaus,W.1992.Fish Disease Vol 1.A.A. Balkema/Rotterdam: 3-19 Smyth,J.D.,1976.Introduction to Animal Parasitology. A Halsted Press Book. John Willey & Sons. New York Soulsby,E.Y.L., Helminths, Arthropodsand Protozoa of Domesticated Animals 7 th ed. The English Language Book Society and Bailliere Tindall-London Universitas Gadjah Mada 20

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB IV. STADIUM-STADIUM DAN SIKLUS HIDUP PARASIT. A. Pendahuluan

BAB IV. STADIUM-STADIUM DAN SIKLUS HIDUP PARASIT. A. Pendahuluan BAB IV. STADIUM-STADIUM DAN SIKLUS HIDUP PARASIT A. Pendahuluan Siklus hidup parasit adalah rangkaian tahapan pertumbuhan suatu parasit yang langsung atau tidak langsung dari satu stadium parasit ke stadium

Lebih terperinci

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 PARASTOLOGI Tugas 1 Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1 Editor : Vivi Pratika NIM : G0C015098 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I. SIMBIOSIS DAN PARASITISME. A. Pendahuluan

BAB I. SIMBIOSIS DAN PARASITISME. A. Pendahuluan BAB I. SIMBIOSIS DAN PARASITISME A. Pendahuluan Parasitologi adalah suatu ilmu cabang biologi yang membatasi diri untuk pelajari organisme yang hidupnya tergolong bersifat parasitisme yaitu parasit. Kehidupan

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena :

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena : HOST Pendahuluan Definisi Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi Penting dalam terjadinya penyakit karena : Bervariasi : geografis, sosekbud, keturunan Menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr Sistem Imun A. PENDAHULUAN Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh. Fungsi sistem imun: 1) Pembentuk kekebalan tubuh. 2) Penolak

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda Hasil pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan terhadap 90 ekor sampel ikan nila (Oreochromis nilotica),

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

Gambar: Struktur Antibodi

Gambar: Struktur Antibodi PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, secara otomatis tubuh akan memberi tanggapan berupa respon imun. Respon imun dibagi menjadi imunitas

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminth Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa nematoda yang menginfeksi usus manusia ditularkan melalui tanah dan disebut dengan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI OLEH: TUTI NURAINI, SKp, M.Biomed. DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR PENDAHULUAN Asal kata bahasa latin: immunis: bebas dari beban kerja/ pajak, logos: ilmu Tahap perkembangan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik A. Karakteristik PLATYHELMINTHES 1.Tubuh terdiri atas 3 lapisan sel: ektodermis, mesodermis, dan endodermis (triploblastik) 2. Hidup bebas atau parasit 3. Alat ekskresi berupa sel api 4. Alat pencernaan

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Dasar-dasar Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Departemen Mikrobiologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Unair Pokok Bahasan Sejarah Imunologi Pendahuluan Imunologi Komponen Imunologi Respons Imun Imunogenetika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt. SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit. Bab 10 Sumber: Biology: www. Realm nanopicoftheday.org of Life, 2006 Limfosit T termasuk ke dalam sistem pertahanan tubuh spesifik. Pertahanan Tubuh Hasil yang harus Anda capai: menjelaskan struktur dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus.

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai

Lebih terperinci

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari serangan epidemi cacar dapat menangani para penderita dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL MEKANISME PERTAHANAN IMUN DAN NON IMUN SALIVA SALIVA Pembersihan secara mekanik Kerja otot lidah, pipi dan bibir mempertahankan kebersihan sisi-sisi mulut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner Penyisihan Osteologi 1. Mengetahui tentang osteologi pada bagian kepala beberapa hewan 2. Mengetahui tentang osteologi pada bagian ekstremitas cranial pada beberapa hewan 3. Mengetahui tentang osteologi

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. Merozoit generasi ke- 2 yang diperoleh mempunyai ukuran 11.5 pm, Perbedaan yang dijumpai baik mengenai ukuran, waktu sporulasi ookista

V. PEMBAHASAN. Merozoit generasi ke- 2 yang diperoleh mempunyai ukuran 11.5 pm, Perbedaan yang dijumpai baik mengenai ukuran, waktu sporulasi ookista V. PEMBAHASAN Dari isolasi sel tunggal, diperoleh ookista E. tenella yang berbentuk bulat lonjong, dengan ukuran 21,9-26,4 x 16,6-21,6 pm, sedangkan menurut Conway dan Mc Kenzie (1991), ukuran ookista

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

IMUNOLOGI DASAR. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired

IMUNOLOGI DASAR. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired IMUNOLOGI DASAR Sistem Imun Antigen (Ag) Antibodi (Ab) Reaksi Hipersensitivitas Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN

BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN Sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat menimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. Editor: SALIS SETYAWATI G1C PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

PARASITOLOGI. Editor: SALIS SETYAWATI G1C PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN 1 PARASITOLOGI Editor: SALIS SETYAWATI G1C015009 PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 2 A. Pengertian Parasitologi Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

DEFINISI TENTANG PARASITOLOGI BIOLOGI. Editor : Nama : Supriyanti NIM : G1C015021

DEFINISI TENTANG PARASITOLOGI BIOLOGI. Editor : Nama : Supriyanti NIM : G1C015021 1 DEFINISI TENTANG PARASITOLOGI BIOLOGI Editor : Nama : Supriyanti NIM : G1C015021 PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2015/2016

Lebih terperinci

Terdiri dari 1. Nemathelminthes ( Cacing gilik / nema = benang) 2. Platyhelmintes (Cacing pipih) A. Trematoda (Cacing daun) B. Cestoda (Cacing pita)

Terdiri dari 1. Nemathelminthes ( Cacing gilik / nema = benang) 2. Platyhelmintes (Cacing pipih) A. Trematoda (Cacing daun) B. Cestoda (Cacing pita) Ani Radiati MKes Terdiri dari 1. Nemathelminthes ( Cacing gilik / nema = benang) 2. Platyhelmintes (Cacing pipih) A. Trematoda (Cacing daun) B. Cestoda (Cacing pita) NEMATODA USUS - Ascaris lumbricoides

Lebih terperinci

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi dan Materi Kuliah Hewan 1 Homeostasis Koordinasi dan Pengendalian Kuliah Kontinuitas Kehidupan

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) 1.Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS 2. Waktu Pertemuan Pertemuan minggu ke SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) Parasitologi Veteriner KHP-225 3-1-2 2 x 50 menit 1 3. Capaian Pembelajaran Memahami

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis i ii Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis iii iv Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis IMONOLOGI DASAR DAN IMONOLOGI KLINIS Penulis:

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci