PERUBAHAN EFISIENSI KERJA AIR COOLER DENGAN SPONGE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN EFISIENSI KERJA AIR COOLER DENGAN SPONGE"

Transkripsi

1 PERUBAHAN EFISIENSI KERJA AIR COOLER DENGAN SPONGE SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Teknik Mesin Diajukan oleh: ANASTASIA PUJI ASTUTI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

2 PERUBAHAN EFISIENSI KERJA AIR COOLER DENGAN SPONGE SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Teknik Mesin Diajukan oleh: ANASTASIA PUJI ASTUTI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i

3 CHANGES WORK EFFICIENCY OF AIR COOLER USING SPONGE FINAL PROJECT As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering by ANASTASIA PUJI ASTUTI Student Number: MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2016 ii

4 iii

5 iv

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak dapat terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 18 Januari 2016 Anastasia Puji Astuti v

7 ABSTRAK Kondisi cuaca yang semakin panas sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan lingkungan, hal ini tentunya akan menimbulkan suatu permasalahan baru dalam bidang teknologi. Teknologi sendiri sangat berperan penting untuk memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungan dalam kehidupan sehari - hari. Salah satu teknologi yang dibutuhkan dan berhubungan erat dengan permasalahan tersebut adalah mesin pendingin ruangan yang tentunya bebas dari pencemaran lingkungan yaitu Air Cooler. Air Cooler merupakan sebuah mesin pendingin yang menggunakan prinsip evaporative cooling, yaitu suatu proses pengkondisian udara yang dilakukan dengan membiarkan kontak langsung antara udara dengan uap air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya penurunan suhu dan besarnya kenaikan efisiensi Air Cooler dalam berbagai variasi penelitian. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan kecepatan udara yang mengalir didalam Air Cooler : (1) kecepatan kipas low (2) kecepatan kipas medium (3) kecepatan kipas high. Beberapa kondisi Air Cooler yang diteliti sebagai berikut: (a) Fluida Air Cooler : air dengan cooling pad standar (b) Fluida Air Cooler : air + es dengan cooling pad standar (c) Fluida Air Cooler : air dengan cooling pad tambahan (d) Fluida Air Cooler : air + es dengan cooling pad tambahan. Penelitian menggunakan mesin pengering dilakukan dengan perlakuan yang sama. Dari penelitian didapatkan: Suhu udara kering keluar (TdBout) terendah dari variasi cooling pad sponge adalah menggunakan cairan pendingin air es dengan kecepatan udara low, dengan TdBout = 22,5 o C. Suhu udara basah keluar (TwBout ) terendah dari variasi cooling pad sponge adalah menggunakan balok es dengan kecepatan udara low, medium dan high dengan TwBout = 21 o C. Hasil terendah dari udara kering dan udara basah yang dihasilkan diperoleh dari kondisi udara kering masuk (TdBin) sebesar 31,5 o C dan kondisi udara basah masuk (TwBin) sebesar 21 o C. Suhu udara kering keluar (TdBout) terendah dari variasi cooling pad sponge dan mesin pengering adalah menggunakan balok es dengan kecepatan udara high, dengan TdBout = 32,95 o C. Suhu udara basah keluar (TwBout ) terendah dari variasi cooling pad sponge dan mesin pengering adalah 29 o C. Hasil terendah dari udara kering dan udara basah yang dihasilkan diperoleh dari kondisi udara kering masuk (TdBin) sebesar 54,03 o C dan kondisi udara basah masuk (TwBin) sebesar 29 o C. Dari semua penelitian didapatkan efisiensi terbaik yang dihasilkan oleh variasi cooling pad sponge adalah dengan menggunakan balok es yaitu sebesar 97,37% dengan kecepatan low dengan kondisi udara kering masuk (TdBin) sebesar 31,5 o C dan kondisi udara basah masuk (TwBin) sebesar 22 o C. Kata kunci: pendingin, evaporative cooler, air cooler vi

8 ABSTRACT Weather condition that is getting hotter very influence human life and environment. It surely will create a new problem in technology field. Technology itself has very important role to meet human needs and the environment in daily life. One of the technologies that is needed and closely linked to those problems is an air conditioner which certainly free from environmental pollution, Air Cooler. Air Cooler is a cooling machine that uses evaporative cooling principle, an air conditioning process done by letting direct contact between air and water vapor. The aim of this study is to know the magnitude of the drop in temperature and the magnitude of the increase in Air Cooler efficiency in a wide variety of research. The study is conducted by varying the speed of air flowing inside the Air Cooler : (1) low fan speed (2) medium fan speed (3) high fan speed. Some Air Cooler conditions studied as follows: (a) Fluid Air Cooler : water with standard cooling pad (b) Fluid air cooler: water + ice with standard cooling pad (c) Fluid air cooler : water with additional cooling pad (d) Fluid air cooler : water + ice with additional cooling pad. The research that use drying machine is done by same treatment. From the research's result: The lowest dry air temperature out (TdBout) of cooling pad sponge variation use ice water cooler liquid with low air speed, with TdBout = 22,5oC. The lowest wet air temperature out (TwBout) of cooling pad sponge variation use ice block with low, medium and high air speed with TwBout = 21 C. The lowest result of dry air and wet air produced is obtained from the condition of dry air in (TdBin) of 31,5oC and wet air condition in (TwBin) of 21 C. The lowest dry air temperature out (TdBout) of the cooling pad sponge variation and drying machine use ice block with high speed air, with TdBout = 32,95oC. The lowest wet air temperature out (TwBout) of cooling pad sponge variation and drying machine is 29oC. The lowest result of dry air and wet air produced is obtained from the dry air condition in (TdBin) of 54,03oC and wet air condition in (TwBin) of 29oC. From all of the research, it is obtained that the best efficiency produced by cooling pad sponge variation use ice block of 97.37% at low speed with dry air condition in (TdBin) of 31,5oC and wet air conditions in (TwBin) of 22oC. Keywords: cooler, evaporative cooler, air cooler vii

9 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama : Anastasia Puji Astuti NIM : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta skripsi saya yang berjudul: Perubahan Efisiensi Kerja Air Cooler dengan Sponge Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 18 Januari 2016 Yang menyatakan, (Anastasia Puji Astuti) viii

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala Rahmat dan Anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini membahas mengenai kondisi udara keluar Air Cooler dan efisiensi Air Cooler dengan dan tanpa menggunakan sponge. Informasi terkait Air Cooler ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi para peneliti yang ingin ingin melanjutkan penelitian mengenai Air Cooler. Penulis menyadari bahwa penyusunan skrispi ini melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi. 3. Budi Setyahandana, S.T., M.T. sebagai Dosen Pembimbing Akademik. 4. Toni Sugiarto dan Suharyati selaku orang tua yang memberikan motivasi dan semangat paling kuat serta membiayai penulis dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini. ix

11 5. Anatalia Dwi Astuti dan Antonio Tri Baskoro sebagai adik kandung penulis. 6. Yohanes Ragil Purnomo sebagai teman seperjuangan penulis. 7. Arnold Ardhika Christi yang selalu memberikan penghiburan penulis. 8. Teman-teman Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan Teman-teman kos yang sangat membantu dalam bentuk nasihat dan motivasi serta penghiburan. 10. Seluruh staff pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis. 11. Serta semua pihak yang telah terlibat dan ikut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Terima kasih. Yogyakarta, 18 Januari 2016 Penulis x

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i TITLE PAGE... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv HALAMAN PERNYATAAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian... 3 BAB II DASAR TEORI Dasar Teori... 4 xi

13 2.1.1 Air Cooler (Evaporative Cooler) Tipe Desain Air Cooler (Evaporative Cooler) Bagian Bagian Air Cooler Pendinginan Evaporative Kondisi Udara Efisiensi Pendinginan Evaporative Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara Tinjauan Pustaka BAB III RANCANGAN PEMBUATAN VARIASI AIR COOLER Persiapan Bahan dan Alat Pembuatan Air Cooler Bahan-Bahan Yang Digunakan Dalam Pembuatan Variasi Air Cooler Alat-Alat Yang Dipergunakan Dalam Pembuatan Variasi Air Cooler Proses Pengerjaan Variasi Air Cooler Cara Kerja Air Cooler (Evaporative Cooler) Tabel Hasil Penelitian Kesulitan Dalam Pengerjaan Pengujian Variasi Cooling Pad Sponge Air Cooler BAB IV METODOLOGI PENELITIAN xii

14 4.1 Objek Penelitian Skematis Pengujian Variasi Penelitian Peralatan Pengujian Cara Memperoleh Data Cara Mengolah Data Cara Menyimpulkan Dan Memberi Saran BAB V HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN SERTA PEMBAHASAN Hasil Pengujian Perhitungan Perhitungan RH Air Cooler Perhitungan Efisiensi Air Cooler Perhitungan Efisiensi Air Cooler Menggunakan Cooling Pad Honey Comb Dan Cooling Pad Sponge Dengan Fluida Air Perhitungan Efisiensi Air Cooler Menggunakan Cooling Pad Honey Comb Dan Fluida Air Dengan Balok Es Perhitungan Efisiensi Air Cooler Menggunakan Cooling Pad Honey Comb Dan Cooling Pad Sponge Dengan Fluida Air Dan Balok Es Analisa Data Pengaruh Tambahan Variasi Cooling Pad Sponge Terhadap Efisiensi Air Cooler xiii

15 5.3.2 Pengaruh Variasi Cooling Pad Sponge Dan Balok Es Terhadap Efisiensi Air Cooler Pengaruh Tambahan Variasi Cooling Pad Sponge Terhadap Efisiensi Air Cooler Dengan Pengkondisian Udara Menggunakan Mesin Pengering Pengaruh Tambahan Variasi Cooling Pad Sponge Dan Balok Es Terhadap Efisiensi Air Cooler Dengan Pengkondisian Udara Menggunakan Mesin Pengering Membandingkan Efisiensi Air Cooler BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiv

16 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dengan Kecepatan Kipas Low Tabel 5.2 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dengan Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.3 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dengan Kecepatan Kipas High Tabel 5.4 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.1 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.5 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Balok Es Dengan Kecepatan Kipas Low Tabel 5.6 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Balok Es Denga Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.7 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Balok Es Dengan Kecepatan Kipas High Tabel 5.8 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.5 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.9 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan Tambahan Modifikasi Cooling Pad sponge Dengan Kecepatan Kipas Low Tabel 5.10 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan Tambahan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Kecepatan Kipas Medium. 61 Tabel 5.11 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan Tambahan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Kecepatan Kipas High Tabel 5.12 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.9 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.13 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan 2 Liter Balok Es Dengan Tambahan Modifikasi Cooling Pad Sponge, Kecepatan Kipas Low xv

17 Tabel 5.14 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan 2 Liter Balok Es Dengan Tambahan Modifikasi Cooling Pad Sponge Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.15 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan 2 Liter Balok Es Dengan Tambahan Modifikasi Cooling Pad Sponge Kecepatan Kipas High Tabel 5.16 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low Medium Dan High pada Tabel 5.13 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.17 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Low Tabel 5.18 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.19 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dengan Pengkondisian Suhu Mesin pengering Kecepatan Kipas High Tabel 5.20 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.17 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.21 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan 2 Liter Balok Es Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Low Tabel 5.22 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan 2 Liter Balok Es Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.23 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan 2 Liter Balok Es Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas High Tabel 5.24 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.21 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.25 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Low xvi

18 Tabel 5.26 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.27 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air Dan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas High Tabel 5.28 Rata-Rata suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.25 Sampai Dengan Tabel Tabel 5.29 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air, 2 Liter Balok Es Dan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Low Tabel 5.30 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air, 2 Liter Balok Es Dan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas Medium Tabel 5.31 Hasil Pengujian Air Cooler Menggunakan Air, 2 Liter Balok Es Dan Modifikasi Cooling Pad Sponge Dengan Pengkondisian Suhu Mesin Pengering Kecepatan Kipas High Tabel 5.32 Rata-Rata Suhu Dengan Kecepatan Low, Medium Dan High Pada Tabel 5.29 Sampai Dengan Tabel xvii

19 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Unit Air Cooler... 4 Gambar 2.2 Skema Air Cooler... 5 Gambar 2.3 Direct Evaporative Cooling... 6 Gambar 2.4 Indirect Evaporative Cooling... 7 Gambar 2.5 Casing... 8 Gambar 2.6 Blower... 8 Gambar 2.7 Cooling Pad Honey Comb... 9 Gambar 2.8 Pompa Air... 9 Gambar 2.9 Water Distribution Line Gambar 2.10 Motor Penggerak/Motor Listrik Gambar 2.11 Tangki Penampungan Air Gambar 2.12 Proses Pendinginan Evaporative Gambar 2.13 Pengukur Temperatur Bola Kering Gambar 2.14 Rangka Diagram Psychometric Chart Gambar 2.15 Delapan Proses Thermodinamika Dasar Gambar 2.16 Proses Pendinginan Evaporative Gambar 3.1 Unit Air Cooler Tampak Depan Dan Belakang Gambar 3.2 Strimin Dan Gunting Gambar 3.3 Sponge Gambar 3.4 Selang Air Diameter 4/8 Inch Gambar 3.5 Pompa Air Gambar 3.6 Cable Tie xviii

20 Gambar 3.7 Es Batu Gambar 3.8 Baut Puntir Gambar 3.9 Isolasi Gambar 3.10 Papan Triplek Gambar 3.11 Sterofom Gambar 3.12 Roda Gambar 3.13 Paku Gambar 3.14 Mesin Pengering Gambar 3.15 Anemometer Gambar 3.16 Thermometer Dry Bulb And Wet Bulb Gambar 3.17 Thermocouple Gambar 3.18 Gunting Kawat Gambar 3.19 Palu Gambar 3.20 Cutter Gambar 3.21 Pipa Alumunium Gambar 3.22 Stopwatch Gambar 3.23 Penggaris Besi Gambar 3.24 Obeng Plus Gambar 3.25 Rancangan Rumah Sponge dan Sponge Gambar 3.26 Pemasangan Selang Tambahan Gambar 3.27 Rangkaian Air Cooler Dan Mesin Pengering Gambar 3.28 Level Maksimal Dan Minimal Pada Tangki Gambar 4.1 Skematik Air Cooler xix

21 Gambar 4.2 Thermometer Bola Basah Dan Bola Kering Gambar 4.3 Roll Kabel Listrik Gambar 4.4 Kalkulator Gambar 4.5 Alat Tulis Gambar 4.6 Stopwatch Gambar 4.7 Anemometer Gambar 5.1 Psychometric Chart Gambar 5.2 Grafik Pengaruh Variasi Cooling Pad Sponge Terhadap Efisiensi Air Cooler Gambar 5.3 Grafik Pengaruh Variasi Cooling Pad Sponge Dan 2 Liter Balok Es Terhadap Efisiensi Air Cooler Gambar 5.4 Grafik Pengaruh Variasi Cooling Pad Sponge Terhadap Efisiensi Air Cooler Dengan Penambahan Mesin Pengering Sebagai Pengkondisian Udara Gambar 5.5 Grafik Pengaruh Variasi Cooling Pad Sponge Dan 2 Liter Balok Es Terhadap efisiensi Air Cooler Apabila Dengan Penambahan Mesin Pengering Sebagai Pengkondisian Udara xx

22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi cuaca saat ini yang semakin panas sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan lingkungan, hal ini tentunya akan menimbulkan suatu permasalahan baru dalam bidang teknologi. Teknologi sendiri sangat berperan penting untuk memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungan dalam kehidupan sehari - hari. Salah satu teknologi yang dibutuhkan dan berhubungan erat dengan permasalahan tersebut adalah mesin pendingin ruangan yang tentunya bebas dari pencemaran lingkungan. Permasalahan tersebut menuntut para engineer untuk selalu melakukan inovasi inovasi terbaru dibidang teknologi dalam hal ini berkaitan dengan mesin pendingin udara. Macam macam mesin pendingin udara yang sudah ada diantaranya : AC (Air Conditioning), AC portable, Air Cooler, Coil Unit dll. Membicarakan mengenai pendingin udara yang ada pada saat ini adalah AC, tentunya AC yang ramah lingkungan. AC sangat bermanfaat apabila ditempatkan pada kondisi yang benar, seperti rumah sakit, perkantoran atau ruang kerja, karena tempat tempat tersebut harus dibuat senyaman mungkin untuk kenyamanan dalam bekerja. Penempatan AC menjadi tidak efektif apabila dalam suatu ruang yang besar dengan penghuni tidak lebih dari 2 orang, dalam rumah, kamar juga ruang keluarga. Penempatan AC pada ruang ruang tersebut sangat tidak efektif karena sebagian besar kegiatan dilakukan di luar rumah, artinya ada kemungkinan AC didalam ruang ruang tersebut selalu dinyalakan walau tanpa penghuni didalamnya, kemungkinan lain yaitu AC tersebut sering dinyalakan dan dimatikan, keadaan itu akan membuat ketidak-stabilan daya listrik dalam rumah dan ini akan menjadikan satu permasalahan baru yaitu pemborosan energi listrik. Alternatif lain selain menggunakan AC (Air Conditioning) yaitu dengan menggunakan Air Cooler. Air Cooler merupakan salah satu mesin pendingin udara yang sangat ramah lingkungan dan sangat direkomendasikan sebagai 1

23 pemecahan masalah di atas. Secara garis besar dalam proses pendinginannya Air Cooler hanya menggunakan air yang dipompa melalui kisi - kisi, kemudian fan dalam komponen Air Cooler tersebut akan menghisap sekaligus menghembuskan udara melalui kisi kisi yang basah. Hal ini menyebabkan udara yang dihembuskan keluar menjadi dingin. Daya Air Cooler yang lebih rendah dibandingkan dengan AC yang bekerja dengan siklus kompresi uap Air Cooler lebih unggul dalam hal penghematan listrik dibanding AC, juga sangat efektif dalam penggunaanya sebagai pendingin udara yang bersifat personal. Berdasar atas informasi di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Air Cooler. 1.2 Rumusan Masalah Air cooler yang dijual dipasaran, tidak begitu lengkap memberikan informasi tentang karakteristik Air Cooler. Diperlukan suatu penelitian untuk dapat mengetahui karakteristik Air Cooler. Bagaimanakah karakteristik Air Cooler yang ada di pasaran dan bagaimanakah karakteristik Air Cooler yang sudah dilakukan modifikasi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya penurunan suhu dan besarnya penurunan efisiensi Air Cooler dalam berbagai variasi penelitian. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang dilakukan di dalam penelitian - ini adalah: a. Mempergunakan salah satu Air Cooler yang dijual di pasaran. b. Memberikan modifikasi pada Air Cooler dengan memberikan peralatan tambahan : sponge, selang air dan pompa mini. c. Posisi sponge diletakkan dibagian depan dari Cooling Pad Honey Comb. d. Ukuran sponge: 8,5 cm x 11,5 cm x 1,5 cm ukuran lubang pada sponge: 0,5 cm 2

24 e. Jumlah sponge yang dipergunakan adalah 4 buah. f. Penggunaan mesin pengering sepatu sebagai pengkondisian suhu udara. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : a. Bagi penulis, mampu memahami karakteristik dan mekanisme mesin pendingin udara khususnya Air Cooler. b. Bagi penulis, mendapat pengalaman membuat variasi dalam penelitian Air Cooler. c. Bagi penulis, mampu mengetahui secara bijak mana yang lebih efektif dalam penggunaan pendingin udara dibeberapa kondisi. d. Dapat digunakan sebagai referensi atau tolok ukur bagi peneliti lain yang ingin meneliti terkait mesin pendingin udara. e. Hasil penelitian dapat untuk menambah kasanah ilmu pengetahuan yang dapat ditempatkan di perpustakaan. 3

25 BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Air Cooler Air Cooler merupakan sebuah mesin pendingin yang menggunakan prinsip evaporative cooling. Pendinginan evaporative atau secara teknik disebut dengan pendinginan adiabatik adalah suatu proses pengkondisian udara yang dilakukan dengan membiarkan kontak langsung antara udara dengan uap air sehingga terjadi perubahan dari panas sensibel menjadi panas laten. Pada daerah yang beriklim panas dan kering seperti Amerika Serikat dan beberapa negara lain, penggunaan air cooler dapat dilihat pada sebagian atau seluruh bangunan yang ada pada daerah tersebut karena air cooler dapat mereduksi seperempat dari penggunaan energi refrigerant air conditioner. (Althouse, Bracciano, and Turnquist, 2005). Gambar 2.1 Unit Air Cooler 4

26 Gambar 2.2 Skema Air Cooler Tipe Desain Air Cooler (Evaporative Cooler) a. Direct evaporative cooling Direct evaporative cooling merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendinginkan udara dengan sangat sederhana. Sistem ini menambahkan uap air langsung ke uap air yang sudah ada di udara sehingga meningkatkan kelembaban spesifik udara (w). Prinsip kerja evaporative cooling dapat dilihat pada Gambar 2.3 dimana udara dari luar (outdoor air) dialirkan secara paksa menggunakan blower atau fan melalui cooling pad yang dijaga tetap lembab dengan mengalirkan air dari bagian atas cooling pad sehingga sebagian panas sensibel dari udara dipergunakan untuk menguapkan sebagian air yang ada diudara sehingga suhu udara menjadi dingin. (Karpiscak, 1994, p.3) 5

27 Gambar 2.3 Direct evaporative cooling a. Indirect evaporative cooling Indirect evaporative cooling merupakan proses mendinginkan tanpa meningkatkan kelembaban spesifik udara (RH). Menggunakan sistem indirect, lebih mahal dan mengkonsumsi energi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan menggunakan sistem direct evaporative cooler. Prinsip kerja dari sistem ini ditunjukkan pada Gambar 2.4. Supplay fan mengalirkan udara luar (outdor air) hingga bersentuhan dengan satu sisi permukaan heat exchanger yang dingin, yang didalamnya mengalir udara (secondary air) yang suhunya relatif rendah. Setelah terjadi perpindahan panas antara udara yang mengalir di luar heat exchanger dengan udara yang berada di dalam melalui heat exchanger, udara yang di dalam suhunya menjadi naik dan pada saat bersamaan pada sisi lain heat exchanger bersentuhan dengan cooling pad sehingga terjadi proses direct evaporative cooling. (Karpiscak, 1994, p.3) 6

28 Gambar 2.4 Indirect evaporative cooling Bagian-Bagian Air cooler Air Cooler terdiri dari beberapa bagian antara lain : a. Rumah atau Casing b. Blower c. Cooling Pad d. Pompa e. Water Distribution Line f. Motor Penggerak g. Tangki Air a. Rumah atau casing Bagian yang merupakan frame atau rangka dari sebuah air cooler dan berfungsi sebagai tempat melekatnya cooling pad, pompa, dan instalasi water distribution. 7

29 Gambar 2.5 Casing b. Blower atau fan Blower atau fan merupakan peralatan yang berfungsi mengalirkan udara luar dengan prinsip perbedaan tekanan yang terjadi pada inlet dan outlet. Gambar 2.6 Blower c. Cooling pad Cooling pad merupakan bagian yang berfungsi sebagai filter dan media pendingin. Umumnya cooling pad terbuat dari bahan fiberglass, serat selulosa, atau aspen wood fiber. 8

30 Gambar 2.7 Cooling pad honey comb d. Pompa Pompa berfungsi mensirkulasi air dari water tank (tempat penampungan air). Pompa bekerja ketika udara dialirkan oleh fan melewati cooling pad dimana pompa mengalirkan air dari water tank ke bagian atas cooling pad. Gambar 2.8 Pompa air e. Water distribution line Water distribution line merupakan peralatan yang tepat terletak di bagian atas dari cooling pad. Peralatan ini berfungsi mendistribusikan air agar seluruh permukaan dari cooling pad dapat menerima aliran air sehingga seluruh permukaan dapat dijaga tetap lembab (E-source, 1995) 9

31 Gambar 2.9 Water Distribution Line f. Motor penggerak/motor listrik adalah alat yang dapat merubah energi listrik menjadi energi gerak. Dalam hal ini motor listrik menggerakkan blower. Gambar 2.10 Motor penggerak/motor listrik g. Tangki air berfungsi untuk menampung air yang akan disirkulasikan dalam sistem. 10

32 Gambar 2.11 Tangki penampungan air Pendinginan Evaporative Proses pendinginan evaporative atau secara teknik disebut dengan proses pendinginan adiabatik adalah suatu proses pengkondisian udara yang dilakukan dengan membiarkan kontak langsung antara udara dengan air, sehingga terjadi perpindahan panas dan perpindahan massa antara keduanya. Temperatur bola kering udara akan menurun dalam proses ini, dan panas sensibel yang dilepaskan digunakan untuk menguapkan sebagian butiran air. Apabila selang waktu kontak air dan udara mencukupi, maka udara akan mencapai kondisi saturasi. Ketika kondisi equilibrium tercapai, temperatur air menurun hingga sama dengan temperatur bola basah udara. Secara umum akan diperoleh bahwa temperatur bola bas ah udara sebelum dan sesudah proses adalah sama karena proses semacam ini terjadi di sepanjang garis olah basah (wb) yang konstan. Berikut ini adalah fakta yang terjadi dalam proses pendinginan udara dengan cara saturasi adiabatik : a. Hanya terjadi perpindahan panas internal, jumlah panas sensibel yang dilepaskan adalah sama dengan jumlah panas laten yang diterima, dan jumlah panas total dari udara yang melalui pendinginan adalah konstan. b. Temperatur bola basah adalah konstan, temperatur bola kering turun, dan temperatur dew point naik. c. Titik-titik air pada pad basah pada air cooler akan dengan sendirinya menyesuaikan pada temperatur bola basah. Apabila titik-titik air yang masuk pada pendinginan memiliki temperatur lebih rendah daripada 11

33 temperatur bola basah, maka mula-mula temperatur titik-titik air tersebut akan naik hingga mencapai temperatur bola basah kemudian baru menguap. Apabila titik-titik air yang masih pada pendingin memiliki temperatur lebih tinggi daripada temperatur bola basah, maka temperatur titik-titik air itu akan turun hingga mencapai temperatur bola basah karena terjadinya penguapan. Temperatur air yang akan masuk ke pendingin hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap efisiensi pendinginan karena panas untuk pendingin 1 kg air hingga mencapai temperatur bola basah biasanya kurang dari 23,29 kj, sedangkan panas yang akan diserapnya ketika menguap adalah sebesar 1118,3 kj. d. Kuantitas pendinginan udara yang dihasilkan adalah berbanding lurus terhadap jumlah air yang menguap. e. Apabila kondisi udara jenuh tercapai, maka temperatur bola kering dari udara yang keluar dari pendingin adalah sama dengan temperatur bola basah dan sama dengan temperatur dew-point. Namun bagaimanapun juga, kondisi udara 100% jenuh jarang sekali dapat dicapai, dan udara yang meninggalkan pendingin walaupun memiliki batas temperatur bola basah sebagai batas peling rendah, namun sesungguhnya tidak benar-benar mampu mencapai temperatur tersebut. Dari pengertian di atas, dapat diturunkan persamaan untuk menyatakan proses saturasi adiabatik dari campuran udara uap air, yaitu jumlah panas sensibel yang dilepas adalah sama dengan jumlah panas laten yang diserap, atau secara matematis untuk satu satuan massa udara, dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.1) : (C a + C a )(T db T db ) = L v (w s w s ) (2.1) pada Persamaan (2.1) ca = panas jenis udara kering, kj/kg.k cw = panas jenis uap air, kj/kg.k w = kelembaban spesifik udara sebelum proses, kg/kg T db = temperatur bola kering, K 12

34 T db = temperatur bola basah, K L v = panas laten penguapan air, kj/kg ws = kelembaban spesifik udara setelah proses, kg/kg Syarat agar proses pendinginan evaporative dapat berlangsung dengan baik adalah kondisi lingkungan yang panas dan kering, yaitu lingkungan yang memiliki suhu tinggi dan temperatur bola basah yang relatif rendah. Dibandingkan dengan pendinginan sistem refrigerasi, pendinginan evaporative jauh lebih murah. Biaya awal yang dikeluarkan untuk membuat sebuah sistem pendinginan refrigerasi untuk ukuran yang sama, dan energi listrik yang dibutuhkan untuk pengoprasian alat pendingin evaporative pada umumnya kurang dari satu per lima kali dari energi yang dibutuhkan untuk alat pendingin refrigerasi. Hal inilah yang membuat alat pendingin evaporative menjadi pilihan yang disukai di daerah dengan kondisi udara lingkungan yang menjajikan. Gambar 2.12 Proses pendinginan evaporative Kondisi Udara Kondisi udara dapat dinyatakan: a. Temperatur Bola Kering (dry bulb temperature) (db) Temperatur bola kering adalah temperatur udara yang ditunjukkan oleh termometer biasa. Informasi ini cukup sederhana, namun tidak mampu memberikan keterangan yang lengkap karena temperatur bola kering hanya menyatakan derajat kandungan panas sensibel dari suatu substansi, tidak menyatakan kandungan panas laten di dalam udara. 13

35 Gambar 2.13 Pengukur temperatur bola kering b. Temperatur Bola Basah (wet bulb temperature) (wb) Penjelasan sederhana mengenai temperatur bola basah adalah temperatur paling rendah yang mampu ditunjukkan oleh termometer yang bola nya dililit dengan kain atau sumbu basah ketika termometer diletakkan di tempat yang dilalui aliran udara. Panas laten penguapan ditentukan oleh temperatur bola basah, bukan temperatur bola kering karena penguapan aktual terjadi pada pembacaan temperatur bola basah. Ketika udara yang tidak jenuh berhembus melalui termometer bola basah, air dari permukaan yang dibasahi akan menguap, dan panas laten yang diserap oleh proses penguapan air menyebabkan turunnya temperatur yang ditunjukkan oleh termometer. Pada kondisi kesetimbangan, temperatur yang ditunjukkan oleh termometer akan konstan. Temperatur inilah yang disebut dengan temperatur bola basah ( lihat Gambar 2.13 ). c. Kelembaban Spesifik (spesifik humidity) (w) Kelembaban spesifik (w) didefinisikan sebagai massa uap air tiap satuan massa udara kering dalam campuran tertentu pada temperatur bola kering (db) 14

36 tertentu saat menyatakan kandungan uap air sebenarnya dalam udara. Untuk mengetahui besar kelembaban spesifik (w) dapat ditentukan dengan melihat Psychrometric Chart dinyatakan dengan skala vertikal yang terletak pada batas kanan dari diagram. d. Kelembaban Relatif (relatife humidity) (RH) Udara bebas akan selalu mengandung uap air, dan apabila udara tersebut mengandung seluruh uap air yang mampu dibawanya, maka dikatakan bahwa udara tersebut mengalami kondisi jenuh. Pada temperatur yang rendah, sangat sedikit uap air yang dibutuhkan untuk membuat udara menjadi jenuh, dan pada temperatur yang tinggi diperlukan banyak uap air untuk membuat udara menjadi jenuh. Dengan demikian, apabila tiba-tiba temperatur udara turun maka sebagian uap air tersebut akan mengembun. Akan tetapi udara tidak selalu berada pada kondisi jenuh, udara pada umumnya berada pada keadaan dibawah titik jenuh. Kelembaban relatif merupakan ukuran dreajat kejenuhan udara pada temperatur bola kering (db) tertentu. Besaran ini menyatakan prosentase kejenuhan udara. RH = 100% berarti udara dalam keadaan jenuh dan RH = 0% berarti udara dalam keadaan kering sempurna. RH didefinisikan sebagai rasio antara tekanan parsial aktual uap air dengan tekanan parsial saturasi uap air pada temperatur bola kering tertentu. Untuk mengetahui nilai RH dapat dilihat pada Psychrometric Chart. e. Temperature Dew-point (Ta) Jika udara didinginkan, maka kemampuan udara untuk mempertahankan uap air yang dikandungnya akan menurun. Pada penurunan temperatur yang lebih lanjut akan menyebabkan kondensasi atau terjadinya embun. Temperatur dewpoint didefinisikan sebagai temperatur dimana uap air dalam udara yang didinginkan mulai mengembun. Hal ini berarti udara harus didinginkan mencapai temperatur dew-point untuk mengurangi kandungan uap air yang ada didalamnya. 15

37 f. Volume Spesifik (v) Untuk menghitung volume spesifik campuran udara-uap air, digunakan persamaan gas ideal. Volume spesifik adalah volume udara campuran dengan satuan meter-kubik per kilogram udara kering. Dapat juga dikatakan sebagai meter-kubik udara kering atau meter kubik campuran per kilogram udara kering, karena volume yang diisi oleh masing-masing substansi sama. Dari persamaan gas ideal, volume spesifik v dapat dinyatakan dengan melihat Psychrometric Chart. g. Entalpi Udara (h) Entalpi campuran udara kering dan uap air adalah jumlah dari entalpi udara kering dan entalpi uap air. Harga entalpi selalu didasarkan pada bidang data (datum plane), dan harga entalpi nol untuk udara kering dipilih pada 0 0 C. Harga entalpi nol untuk uap air berada pada air jenuh bersuhu 0 0 C, yang bidang datanya sama dengan yang digunakan untuk tabel-tabel uap (steam). Suatu persamaan untuk entalpi dapat dinyatakan dengan melihat Psychrometric Chart. h. Psychrometric Chart Psikometrik adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat termodinamika dari udara basah. Secara umum digunakan untuk mengilustrasikan dan menganalisis perubahan sifat termal dan karakteristik dari proses dan siklus sistem penyegaran udara (air conditioning). Diagram psikometrik adalah gambaran dari sifat-sifat termodinamika dari udara basah dan variasi proses sistem penyegaran udara dan siklus sistem penyegaran udara. Dari diagram psikometrik akan membantu dalam perhitungan dan menganalis kerja dan perpindahan energi dari proses dan siklus sistem penyegaran udara. Gambar 2.4. Psychrometric chart dapat dilihat pada lampiran. Temperatur bola kering (db) ditunjukkan oleh garis-garis vertikal yang ditarik dari sumbu horisontal diagram. Temperatur bola kering adalah ukuran dari panas sensibel, dan perubahan dari temperatur bola kering menyatakan perubahan dari panas sensibel. 16

38 Temperatur bola basah (wb) ditunjukkan oleh garis-garis yang ditarik dari garis saturasi kemudian menurun ke arah kanan bawah sehingga membentuk gradien negatif. Temperatur bola basah adalah merupakan indikator dari panas total (jumlahan dari panas sensibel dan panas laten). Temperatur dew-point (DP) ditunjukkan dengan titik-titik yang ada di sepanjang garis saturasi. Pada saat kondisi jenuh (saturasi), temperatur dew-point (DP) = temperatur bola basah (TwB) = temperatur bola kering (TdB). Temperatur dew-point adalah ukuran panas laten, dan perubahan dari temperatur dew-point menyatakan perubahan panas laten. Kelembaban spesifik (W) dinyatakan dengan skala vertikal yang terletak pada batas kanan dari diagram. Kelembaban relatif (RH) dinyatakan dengan garis yang ditarik dari sebelah kiri bawah diagram yang kemudian membelok ke arah kanan atas dengan kelengkungan yang menyerupai garis saturasi (100% RH). Volume spesifik (v) adalah kebalikan dari massa jenis dan dinyatakan dalam volume campuran udara-uap air dalam setiap satu satuan udara kering. Volume spesifik dinyatakan dengan garis yang ditarik mulai dari sumbu db kemudian miring tajam ke arah kiri atas, membentuk gradien negatif. Entalpi atau kandungan panas total (h) dinyatakan dalam jumlah panas yang dikandung oleh setiap satuan massa udara kering. Nilai dari entalpi dapat dilihat di sepanjang skala yang terdapat di garis saturasi pada sisi sebelah kiri diagram. Gambar 2.14 Rangka diagram psychometrict chart 17

39 Proses yang biasa dilakukan untuk mengkondisikan udara meliputi : pemanasan sensibel, pendinginan sensibel, humidifikasi dan dehumidifikasi, namun seringkali dua proses di atas digabung untuk memperoleh temperatur dan kelembaban yang diharapkan. Gambar 2.15 menyajikan delapan proses thermodinamika dasar yang digambarkan dalam psychrometric chart. Gambar 2.15 Delapan proses thermodinamika dasar Proses-proses tersebut adalah : a. Pemanasan sensibel (OA) b. Pendinginan sensibel (OB) c. Humidifikasi (OC) d. Dehumidifikasi (OD) e. Pemanasan dan humidifikasi (OE) f. Pendinginan dan dehumidifikasi (OF) g. Pendinginan dan humidifikasi (OG) h. Pemanasan dan dehumidifikasi (OH) Efisiensi Pendinginan Evaporative Perpindahan panas konveksi secara umum dinyatakan dengan Persamaan (2.2) : dq s = h c da (T s T) (2.2) Laju aliran panas sensibel dinyatakan dengan Persamaan (2.3) : dq s = m ac p dt (2.3) 18

40 pada Persamaan (2.3) ma adalah laju aliran massa udara. Dengan menggabungkan kedua Persamaan (2.2) dan (2.3) diperoleh : h c da(t s T) = m ac p dt (2.4) Dengan mengintegralkan pada batas-batas tertentu, diperoleh Persamaan (2.5). h c A da = m a c p 0 menghasilkan, T2 dt T1 (T s T) (2.5) 1 T 1 T 2 T 1 T s = exp ( h ca m ac p ) (2.6) Gambar 2.16 Proses pendinginan Evaporative Efisiensi dari alat pendingin evaporative disebut juga efisiensi saturasi yang dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.7). 19

41 (2.7) Dari persamaan (2.7) maka Persamaan (2.6) dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.8). (2.8) Efisiensi dapat didefinisikan sebagai : penurunan temperatur bola kering yang dihasilkan dibagi dengan selisih temperatur bola kering dan temperatur bola basah udara yang memasuki sistem. η evap = Tdb in Tdb out Tdb in Twb in (2.9) pada Persamaan (2.9) Tdb,in = temperatur bola kering udara yang memasuki sistem Tdb,out = temperatur bola kering udara yang keluar sistem Twb,in = temperatur bola basah udara yang memasuki sistem Penurunan temperatur bola kering yang mampu dicapai dengan proses pendinginan evaporative tidak dapat lebih rendah daripada temperatur bola basah aliran udara yang memasuki sistem. Pada daerah yang memiliki kelembaban tinggi, udara bebas telah membawa kandungan uap air yang cukup tinggi sehingga hal ini sangat membatasi jumlah pendinginan sensibel yang mampu dicapai dengan proses evaporasi Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara Sistem penyegaran udara untuk kenyamanan manusia dirancang agar temperatur, kelembaban, kebersihan dan pendistribusian udara dapat dipertahankan pada keadaan yang diinginkan. Oleh sebab itu, perancangan harus mempertimbangkan faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara meliputi: 20

42 a. Faktor kenyamanan Kenyamanan pada sistem penyegaran udara yang dirancang ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain: aliran udara, kebersihan udara, bau, kualitas ventilasi, tingkat kebisingan dan interior ruangan. Tingkat keadaan pada sistem penyegaran udara dirancang dapat diatur dengan sistem pengaturan yang ada pada mesin penyegar udara. b. Faktor ekonomi Dalam proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem pengaturan yang digunakan harus diperhitungkan pula segi-segi ekonominya. Oleh sebab itu, dalam percancangan sistem penyegaran udara harus mempertimbangkan biaya awal, operasional dan biaya perawatan yaitu sistem tersebut dapat beroperasi maksimal dengan biaya total yang serendah-rendahnya. c. Faktor operasi dan perawatan Pemilihan sistem penyegaran udara yang paling disukai adalah sistem yang mudah dipahami konstruksi, susunan dan cara menjalankannya. Beberapa faktor pertimbangan operasi dan perawatan meliputi: Konstruksi sederhana Tahan lama Mudah direparasi jika terjadi kerusakan Mudah perawatannya Dapat fleksibel melayani perubahan kondisi operasi Efisiensi tinggi 2.2 Tinjauaan Pustaka Miske (2009) telah melakukan penelitian air cooler berjudul Rancang Bangun Evaporative Cooler yang bertujuan untuk mendapatkan evaporative cooler yaitu evaporative cooler portable yang dapat dipakai di tempat-tempat yang panas dan kering. Penelitian meliputi : (a) Studi literatur, dilakukan untuk 21

43 mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang dapat menunjang proses pembuatan evaporative cooler. (b) Desain evaporative cooler meliputi desain kebutuhan udara pada ventilasi, casing dan pad, pressure drop, pompa. (c) Pembuatan evaporative cooler. (d) Eksperimen, dengan mengambil data yang meliputi tempertur bola kering udara lingkungan (db in), temperatur bola basah lingkungan (wb in), tempertur bola kering yang dihasilkan (db out) dan temperatur bola basah yang dihasilkan (wb out). (e) Analisa, yang meliputi pengaruh jumlah pad pada efektifitas evaporative cooler; pengaruh kecepatan udara terhadap efektifitas evaporative cooler; pangaruh peletakan pad terhadap efektifitas evaporative cooler; pengaruh kecepatan udara terhadap waktu penguapan air. Kesimpulan yang diambil secara keseluruhan dari hasil penelitian tersebut adalah : (a) Evaporative cooler hasil rancangan memiliki efektifitas maksimum 91,43%. (b) Efektifitas evaporative cooler akan semakin meningkat apabila jumlah pad lebih banyak dan kecepatan udara semakin rendah. (c) Efektifitas evaporative cooler akan semakin meningkat jika pad diletakkan dekat dengan cerobong. (d) Laju penguapan air meningkat jika kecepatan udara semakin tinggi. Selrianus (2008) telah melakukan penelitian air cooler yang bertujuan : (a) Mencari dan memilih bahan bersifat alamiah yang bisa digunakan sebagai bahan untuk cooling pad pada evaporative cooler. (b) Meningkatkan efisiensi pendinginan dari evaporative cooler. (c) Mempelajari pengaruh kecepatan aliran udara, ketebalan, temperatur bola kering (db) udara masuk, dan temperatur air yang mengalir di cooling pad terhadap efisiensi pendinginan. Penelitian menggunakan metode : (a) Mencari dan menentukan cooling pad dengan cara penentuan kriteria bahan yang akan dipilih, membandingkan sifat pad (penyerapan air, ukuran pori, durability, sifat reaktif terhadap bahan lain, kekakuan pada keadaan lembab dari setiap alternatif bahan). (b) Merancang sistem pengujian untuk pengukuran tekanan. (c) Membuat pad yang digunakan untuk pengujian. (d) Melakukan pengujian untuk mengukur penurunan tekanan. (e) Pembuatan cooling pad. (f) Pengujian yang meliputi mencatat sifat udara (db in, wb in, db out, wb out), mengukur kecepatan udara, mengukur temperatur air 22

44 pada water tank, mengukur laju penguapan dengan cara mencatat waktu yang diperlukan untuk menguapkan air ke udara pada volume tertentu dan mengulang kembali langkah pertama dengan tingkat kecepatan yang berbeda. (g) Analisa meliputi hubungan kecepatan udara terhadap efisiensi pendinginan, laju penguapan setiap cooling pad, pengaruh RHin terhadap efisiensi pendinginan, pengaruh suhu air pada water tank dengan efisiensi pendinginan dan membandingkan efisiensi dan kecepatan yang dihasilkan alternatif cooling pad. (h) kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah (a) Efisiensi yang dihasilkan oleh cooling pad yang terbuat dari bahan ijuk dan serabut kelapa kurang maksimal karena tidak seluruh permukaan cooling pad basah. Hal ini diakibatkan oleh water distribution line yang tidak bekerja dengan baik dalam mengatur air yang membasahi cooling pad. (b) Efisiensi pendinginan ijuk maksimal 50% dan serabut kelapa 51%. Tetapi efisiensi rata-rata cooling pad yang terbuat dari serabut kelapa lebih baik dari pada cooling pad yang terbuat dari bahan ijuk. (c) dari kedua bahan alternatif cooling pad yang dianalisa, efisiensi yang dihasilkan tidak lebih baik daripada cooling pad asli dari evaporative cooler. Efisiensi maksimal dari cooling pad asli sebesar 55% sedangkan ijuk hanya 50% dan serabut kelapa 51%. (d) Suhu air pada water tank yang lebih dingin meningkatkan efisiensi pendinginan. Ekadewi 1), Fandi 2), Selrianus 3) (2007) telah melakukan penelitian air cooler berjudul Penggunaan Serabut Kelapa Sebagai Bantalan Pada Evaporative Cooler yang bertujuan : (a) Pengujian dilakukan untuk mengetahui kinerja air cooler, yang meliputi penurunan temperatur bola kering-db udara, efektifitas air cooler dan laju penguapan air. Penelitian menggunakan metode : (a) Pengujian dilakukan untuk mengetahui kinerja evaporative cooler, yang meliputi penurunan temperatur bola kering udara, efektifitas evaporative cooler dan laju penguapan air, dengan bantalan serabut dan bantalan asli dari manufaktur. (b) Variabel yang diukur selama pengujian adalah temperatur udara (bola basah dan bola kering) pada masukan dan keluaran, temperatur air, kecepatan aliran udara, waktu 100 ml air habis selama pengujian. Bantalan serabut kelapa yang diuji memiliki beberapa ketebalan yaitu 1 cm, 1.5 cm dan 2.4 cm. Bantalan ditata dalam wire mess dan sebagian dalam jala-jala. (c) Dari hasil pengujian dilakukan analisa yang meliputi: 23

45 pengaruh kecepatan udara, pengaruh temperatur bola kering udara masuk, temperatur air terhadap kinerja air cooler. Kesimpulan yang diambil secara keseluruhan dari hasil penelitian tersebut adalah : (a) Kecepatan aliran udara yang lebih rendah menghasilkan penurunan temperatur db dan efektifitas lebih tinggi, serta memerlukan laju penguapan air lebih rendah.. (b) Semakin tinggi temperatur bola kering dan semakin rendah RH udara masuk, semakin besar penurunan temperatur db dan semakin tinggi efektifitas evaporative cooler. (c) Semakin rendah temperatur air yang membasahi bantalan, semakin sedikit laju penguapan air. (d) Semakin tebal bantalan semakin bagus kinerja air cooler. (e) Serabut kelapa dapat digunakan sebagai bantalan dalam air cooler. 24

46 BAB III RANCANGAN PEMBUATAN VARIASI AIR COOLER 3.1 Persiapan Pembuatan variasi Air Cooler ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi kerja dari Air Cooler sebelum dan sesudah ditambah modifikasi pada bagian Cooling Pad nya. Hal - hal yang perlu dipersiapkan dari awal adalah dengan mengidentifikasi bagian - bagian Air Cooler yang akan dimodifikasi kemudian mempelajari sistem kerja dari Air Cooler itu sendiri setelah itu menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan. Proses persiapan selanjutnya adalah pengukuran - pengukuran terhadap variasi Air Cooler meliputi suhu keluaran dari Air Cooler yaitu suhu basah dan suhu kering, kelembaban udara, kecepatan angin dan sirkulasi air. 3.2 Bahan dan Alat Pembuatan Air Cooler Bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan variasi Air Cooler ini adalah : a. 1 Unit Air Cooler b. Kawat strimin ukuran 25cm x 30cm c. Sponge 4 buah ukuran 11,5cm x 8,5cm x 1,5cm d. Selang air diameter 4/8 inch e. Pompa air kecil f. Cable tie g. Es Batu ukuran 1 liter 2 buah h. Baut puntir i. Isolasi j. Papan triplek ukuran 45 cm x 60 cm 4 lembar k. Sterofom ukuran 45 cm x 60 cm 4 lembar l. Roda 4 buah m. Paku 25

47 Gambar 3.1 Unit Air Cooler tampak depan dan belakang Gambar 3.2 Strimin dan gunting Gambar 3.3 Sponge 26

48 Gambar 3.4 Selang air diameter 4/8 inch Gambar 3.5 Pompa air 27

49 Gambar 3.6 Cable Tie Gambar 3.7 Es Batu Gambar 3.8 Baut Puntir 28

50 Gambar 3.9 Isolasi Gambar Papan triplek Gambar 3.11 Sterofom 29

51 Gambar 3.12 Roda Gambar 3.13 Paku Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan variasi Air Cooler ini antara lain : a. 1 unit mesin pengering sepatu b. Anemometer c. Thermometer bola kering dan bola basah d. Thermocouple dan Penampil Digital e. Gunting f. Palu g. Cuter h. Pipa alumunium diameter ½ cm i. Stopwatch j. Penggaris besi k. Obeng Plus 30

52 Gambar 3.14 Mesin pengering Gambar 3.15 Anemometer 31

53 Gambar 3.16 Thermometer Dry bulb and Wet bulb Gambar 3.17 Thermocouple 32

54 Gambar 3.18 Gunting Kawat Gambar 3.19 Palu Gambar 3.20 Cutter 33

55 Gambar 3.21 Pipa Alumunium Gambar 3.22 Stopwatch Gambar 3.23 Penggaris Besi 34

56 Gambar 3.24 Obeng Plus 3.3 Proses Pengerjaan variasi Air Cooler Proses pengerjaan variasi Air Cooler terdapat tahap tahap pembuatan sebagai berikut : a. Menyiapkan bahan dan alat pembuatan variasi Cooling Pad sponge. Pembuatan desain dilakukan dengan proses manual dan sederhana. Hal - hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Memotong strimin dengan ukuran 25cm x 30cm ( 2 lembar ) sebagai wadah dari sponge ( lihat gambar 3.25 ). 3. Melubangi sponge menggunakan pipa alumunium dengan diameter 8mm. 35

57 Gambar 3.25 Rancangan rumah sponge dan sponge 4. Melubangi selang air dengan menggunakan baut puntir berdiameter 2mm sepanjang 20cm dan diletakkan diatas variasi cooling pad sponge. 5. Menyambungkan pompa air dengan selang air kemudian memasangnya pada bagian atas variasi cooling pad sponge. 6. Variasi cooling pad sponge diletakkan didepan cooling pad honey comb. Gambar 3.26 Pemasangan selang tambahan 36

58 b. Merakit mesin Air Cooler dengan mesin pengering sepatu Membuat ruang antara mesin pengering sepatu dan air cooler dengan triplek kayu yang dilapisi sterofom kemudian diberi jarak sebagai tempat untuk meletakkan thermometer bola basah dan kaca agar dapat melihat suhu pada thermometer. Memasang roda pada sebuah meja kecil sebagai penyangga air cooler. Lihat gambar 3.27 Gambar 3.27 Rangkaian Air Cooler dan mesin pengering c. Menyiapkan Thermometer dan Anemometer Setelah pembuatan variasi cooling pad sponge dan perakitan air cooler terhadap mesin pengering selesai dilaksanakan maka, perlu menyiapkan alat ukur kecepatan angin (Anemometer) dan suhu (Thermometer) juga Thermocouple pada proses selanjutnya untuk proses pengambilan data. d. Menyiapkan Keperluan Lainnya Setelah menyiapkan Thermometer, Thermocouple dan Anemometer, selanjutnya menyiapkan stopwatch dan balok es lalu mengisi air diantara level max dan min pada tangki penampungan air. 37

59 Gambar 3.28 Level maksimal dan minimal pada tangki air e. Pengambilan data Pengambilan data dilakukan setiap 15 menit pada kecepatan 1 sampai kecepatan 3. Mesin pengering digunakan sebagai pengkondisian suhu udara. Thermometer bola basah dan thermocouple diletakkan dalam ruang antara mesin pengering dan Air Cooler, kemudian Anemometer dan Thermometer bola kering diletakkan didepan blower. 3.4 Cara Kerja Air Cooler (Evaporative Cooler) Cara Kerja dari Air Cooler ini sebenarnya sangat sederhana yaitu sama seperti cara kerja kipas angin biasa. Perbedaanya ada pada sirkulasi air didalamnya, yang bertujuan untuk mendinginkan udara. Sebenarnya ada beberapa cara untuk mendinginkan udara akan tetapi jika dilihat dari segi ekonomi dan efek untuk lingkungan, Air Cooler lebih baik dibandingkan dengan AC (Air Conditioner) ataupun jenis mesin pendingin udara yang lain. Mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada Air Cooler yaitu menggunakan penguapan air untuk mendinginkan dan menambah kadar air atau kelembaban pada aliran udara, sehingga temperatur bola kering menjadi lebih rendah daripada sebelum mengalami proses penguapan. Temperatur bola kering 38

60 menjadi lebih rendah karena udara dari luar (outdoor air) dialirkan secara paksa menggunakan blower atau fan melalui Cooling Pad Honey Comb yang dijaga tetap lembab dengan mengalirkan air dari bagian atas cooling pad sehingga sebagian panas sensibel dari udara dipindahkan ke air dan menjadi panas laten dan menyebabkan suhu udara menjadi dingin. Penambahan variasi sponge pada bagian depan Cooling Pad Honey Comb diharapkan dapat menambah suhu dingin yang dikeluarkan, dengan meningkatnya TwB maka meningkat pula RH nya, sedangkan TdB menurun. Hal ini dapat dilihat melalui tabel hasil pengambilan data. 3.5 Tabel Hasil Penelitian lampiran. Tabel hasil penelitian variasi sponge Air Cooler dapat dilihat pada 3.6 Kesulitan Dalam Pengerjaan Adapun kesulitan-kesulitan dalam pengerjaan Air Cooler antara lain sebagai berikut : a. Peletakan modifikasi cooling pad. b. Pemasangan selang sebagai penyalur air menuju cooling pad tambahan. c. Membuat sirkulasi air agar sederhana namun optimal. 3.7 Pengujian Variasi Cooling Pad Sponge Air Cooler Pada pengujian ini, Air Cooler menggunakan 2 Cooling Pad, 2 pompa air dan 2 saluran sirkulasi air yang salah satu diantaranya adalah komponen asli dari Air Cooler itu sendiri sedangkan yang lain merupakan modifikasi yang dilakukan pada bagian Cooling Pad dengan menggunakan sponge. Pada sirkulasi ini tiap selang saluran dialiri air, hal ini dimaksudkan agar kedua Cooling Pad tetap teraliri oleh air. Pada proses selanjutnya adalah menyalakan Air Cooler, kecepatan putar fan/kipas dapat diatur terhadap hasil pendinginan udara yang dihasilkan. Perhitungan dilakukan setelah data yang diperlukan didapat. Data yang 39

61 dibutuhkan adalah data temperatur bola kering (TdB in) udara lingkungan (db in), data temperatur bola basah lingkungan (TwB in), data temperatur temperatur bola kering yang dihasilkan (TdB out), kelembaban udara (RH) dan data temperatur bola basah yang dihasilkan (TwB out) dan data kecepatan udara yang dikeluarkan. Data temperatur lingkungan diambil di sekitar air cooler dan data temperatur yang dihasilkan diambil di depan hembusan air cooler. Semua data diambil menggunakan termometer bola kering dan termometer bola basah. 40

62 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Objek Penelitian Objek yang diteliti didalam penelitian ini adalah Air Cooler, seperti terlihat pada gambar Skematis Pengujian Skematis alat uji dan penempatan alat ukur saat pengujian pada air cooler disajikan pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Skematik Air Cooler 41

63 Keterangan : a. Unit Air Cooler b. Thermometer Bola Kering dan Bola Basah c. Anemometer d. Stopwatch e. Thernocouple Untuk mengoperasikan Air Cooler yang telah dimodifikasi dibagian cooling pad-nya diperlukan 2 unit stop kontak untuk menghubungkan dengan sumber energi listrik. Termometer bola basah dan termometer bola kering digunakan untuk mengukur temperatur bola kering lingkungan (TdB in), temperatur bola basah lingkungan (TwB in), temperatur bola kering yang dihasilkan (TdB out) dan temperatur bola basah yang dihasilkan (TwB out) saat pengambilan data. Stop watch digunakan untuk mengatur waktu tiap tahap pengambilan data. Anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara yang dihembuskan oleh Air Cooler melalui blower Variasi Penelitian Penelitian dilakukan dengan memvariasikan kecepatan udara yang mengalir didalam Air Cooler untuk beberapa kondisi Air Cooler : 1. Kecepatan kipas low 2. Kecepatan kipas medium 3. Kecepatan kipas high Beberapa kondisi Air Cooler yang diteliti sebagai berikut : 1. Fluida Air Cooler : Air dengan Cooling Pad standar 2. Fluida Air Cooler : Air + es dengan Cooling Pad standar 3. Fluida Air Cooler : Air dengan Cooling Pad tambahan 4. Fluida Air Cooler : Air + es dengan Cooling Pad tambahan 42

64 4.4. Peralatan Pengujian Pada pengujian variasi air cooler, diperlukan beberapa alat bantu, adapun peralatan tersebut adalah: a. Termometer bola kering (dry bulb thermometer), sebagai alat pengukur temperatur udara kering. b. Termometer bola basah (wet bulb thermometer), sebagai alat pengukur temperature basah. c. Anemometer, sebagai alat pengukur kecepatan udara. d. Roll kabel listrik, digunakan untuk menyalurkan listrik dari pusat. e. Kalkulator dan alat tulis, digunakan untuk menulis dan mengolah data. f. Stopwatch, sebagai pengukur waktu. Gambar 4.2 Termometer bola basah dan bola kering Gambar 4.3 Roll kabel listrik 43

65 Gambar 4.4 Kalkulator Gambar 4.5 Alat tulis Gambar 4.6 Stopwatch 44

66 Gambar 4.7 Anemometer 4.5. Cara Memperoleh Data Data yang diperoleh dicatat didalam table yang tersaji pada Tabel 4.1. No t (menit) Tabel 4.1 Data penelitian untuk variasi kecepatan. Kondisi Udara Masuk Kondisi Udara Keluar V TdB TwB RH TdB TwB RH ( o C) ( o C) (%) ( o C) ( o C) (%) Udara (m/s) 4.6. Cara Mengolah Data Data yang telah diperoleh dari penelitian, kemudian diolah dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu, pengolahan data kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Untuk mengetahui kelembaban relative (RH) dilakukan dengan melihat pada Psychrometric Chart setelah semua data diperoleh. Untuk menghitung efisiensi pendinginan udara, mempergunakan Persamaan (2.9) dilakukan dengan η evap = Tdb in Tdb out Tdb in Twb in (2.9) 45

PENINGKATAN EFISIENSI AIR COOLER DENGAN SERABUT KELAPA

PENINGKATAN EFISIENSI AIR COOLER DENGAN SERABUT KELAPA PENINGKATAN EFISIENSI AIR COOLER DENGAN SERABUT KELAPA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin Diajukan oleh: YOHANES RAGIL PURNOMO NIM: 115214051 PROGRAM

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EFISIENSI AIR COOLER SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Diajukan oleh: RAYMUNDUS CAHYA NUGRAHA JATI NIM: 105214030 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Udara Pengering udara adalah suatu alat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air pada udara terkompresi (compressed air). Sistem ini menjadi satu kesatuan proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

AIR COOLER DENGAN MEMPERGUNAKAN AIR YANG DIDINGINKAN MESIN PENDINGIN

AIR COOLER DENGAN MEMPERGUNAKAN AIR YANG DIDINGINKAN MESIN PENDINGIN AIR COOLER DENGAN MEMPERGUNAKAN AIR YANG DIDINGINKAN MESIN PENDINGIN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin Diajukan oleh : Jerry Gustaaf Talarima NIM : 115214059

Lebih terperinci

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH *Feliks Lou Meno Sitopu 1, Bambang Yunianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Tata Udara Secara umum pengkondisian udara adalah suatu proses untuk mengkondisikan udara pada suatu tempat sehingga tercapai kenyamanan bagi penghuninya. Tata udara meliputi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS SPRAYER TERHADAP EFEKTIVITAS DIRECT EVAPORATIVE COOLING DENGAN COOLING PAD SERABUT KELAPA

PENGARUH JENIS SPRAYER TERHADAP EFEKTIVITAS DIRECT EVAPORATIVE COOLING DENGAN COOLING PAD SERABUT KELAPA PENGARUH JENIS SPRAYER TERHADAP EFEKTIVITAS DIRECT EVAPORATIVE COOLING DENGAN COOLING PAD SERABUT KELAPA *Rizky Pratama Rachman 1, Bambang Yunianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Pendingin Sistem pendingin merupakan sebuah sistem yang bekerja dan digunakan untuk pengkondisian udara di dalam ruangan, salah satunya berada di mobil yaitu

Lebih terperinci

Analisa performansi cooling pad dengan penambahan saluran berbentuk silinder dan balok

Analisa performansi cooling pad dengan penambahan saluran berbentuk silinder dan balok Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. No. 31, Januari 17 (1 6) Analisa performansi cooling pad dengan penambahan saluran berbentuk silinder dan balok I Made Yudha Permata 1), Hendra Wijaksana ) dan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

UJI PRESTASI PENDINGINAN EVAPORASI KONTAK TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVAPORATIVE COOLING) DENGAN VARIASI TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN AIR

UJI PRESTASI PENDINGINAN EVAPORASI KONTAK TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVAPORATIVE COOLING) DENGAN VARIASI TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN AIR Jurnal Teknik Mesin S-1, Vol. 3, No. 3, Tahun 2015 UJI PRESTASI PENDINGINAN EVAPORASI KONTAK TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVAPORATIVE COOLING) DENGAN VARIASI TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN AIR *Cahyo Hardanto

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

PENINGKATAN UNJUK KERJA PERALATAN AIR WASHER

PENINGKATAN UNJUK KERJA PERALATAN AIR WASHER PENINGKATAN UNJUK KERJA PERALATAN AIR WASHER Fandi D. Suprianto, Ekadewi A Handoyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl Siwalankerto 142-144, 236 fandi@peter.petra.ac.id

Lebih terperinci

Analisa performansi cooling pad tanpa saluran udara dan dengan saluran udara

Analisa performansi cooling pad tanpa saluran udara dan dengan saluran udara Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol 6 No 1 Februari 17 (1-6) Analisa performansi cooling pad tanpa saluran udara dan dengan saluran udara A A Dwi Swantika 1), Hendra Wijaksana ) dan Ketut Astawa 3)

Lebih terperinci

Analisa Performansi Cooling Pad Tanpa Saluran Udara dan dengan Saluran Udara

Analisa Performansi Cooling Pad Tanpa Saluran Udara dan dengan Saluran Udara Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol.6 No.1, Januari 217 (41-46) Analisa Performansi Cooling Pad Saluran Udara dan dengan Saluran Udara A A Dwi Swantika, Hendra Wijaksana, Ketut Astawa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 5 No. 3, September 2016 (1-6)

Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 5 No. 3, September 2016 (1-6) Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 5 No. 3, September 2016 (1-6) Studi eksperimental performansi pendingin ice bunker menggunakan media ice dengan variasi massa berbeda Richardus I G.N. Dima D.,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Penyejuk Udara Menggunakan Termoelektrik dan Humidifier

Rancang Bangun Sistem Penyejuk Udara Menggunakan Termoelektrik dan Humidifier Rancang Bangun Sistem Penyejuk Udara Menggunakan Termoelektrik dan Humidifier Irnanda Priyadi #1, Khairul Amri Rosa #2, Rian Novriansyah #3 #1,2,3 Program Studi Teknik Elektro, Universitas Bengkulu Jalan

Lebih terperinci

BAB 9. Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya

BAB 9. Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya BAB 9 Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya a. Terminologi Kelembaban Ҥ (specific humidity) merupakan massa uap air (dalam lb atau kg) per unit massa udara kering (dalam lb atau kg) (beberapa

Lebih terperinci

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract ANALISIS EVAPORATIVE AIR COOLER DENGAN TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA Hendra Listiono 1, Azridjal Aziz 2, Rahmat Iman Mainil 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR DENGAN PENAMBAHAN VARIASI DUCTING BERBENTUK SILINDER DAN BALOK ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR DENGAN PENAMBAHAN VARIASI DUCTING BERBENTUK SILINDER DAN BALOK ABSTRAK STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR DENGAN PENAMBAHAN VARIASI DUCTING BERBENTUK SILINDER DAN BALOK Oleh Dosen Pembimbing : I Made Yudha Permata : Ir. Hendra Wijaksana, MSc

Lebih terperinci

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. KAJIAN EKSPERIMEN ENERGI KALOR, LAJU KONVEKSI, dan PENGURANGAN KADAR AIR PADA ALAT PENGERING KERIPIK SINGKONG Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A413749 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN BERLAWANAN ARAH

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN BERLAWANAN ARAH PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN BERLAWANAN ARAH *Ruben 1, Bambang Yunianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Sprayer Terhadap Efektivitas Pendinginan Evaporasi Kontak Langsung

Pengaruh Jenis Sprayer Terhadap Efektivitas Pendinginan Evaporasi Kontak Langsung Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh Jenis Sprayer Terhadap Efektivitas Pendinginan Evaporasi Kontak Langsung *Bambang Yunianto a, Nugroho Epri Isnandi b a

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4 BAB II TEORI DASAR Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara dan

Lebih terperinci

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN Flywheel: Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. IV, No., April 208, hal. 34-38 FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KINERJA SUATU MENARA PENDINGIN

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KINERJA SUATU MENARA PENDINGIN UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KINERJA SUATU MENARA PENDINGIN Lalu Mustiadi, Mochtar Asroni Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Malang Kampus II, Jl. Karanglo

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pendahuluan Pengeringan merupakan salah satu metode pengawetan pangan paling kuno yang dikenal oleh manusia. Pengawetan daging, ikan, dan makanan lain dengan pengeringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor 2 2016 ISSN 1412-7350 INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN PK Purwadi*, Wibowo Kusbandono** Teknik Mesin Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PENGARUH PENGGUNAANMEDIABAHANPENGISI( FILLER) PVC DENGANTINGGI45CM DAN DIAMETER 70CM TERHADAPKINERJAMENARAPENDINGINJENIS INDUCED- DRAFT COUNTERFLOW SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN MESIN PENGERING KAPASITAS LIMAPULUH BAJU SISTEM TERTUTUP Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 2 2017 ISSN 1412-7350 PK Purwadi 1* 1 Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata

Lebih terperinci

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad sarjana S-1 Diajukan oleh : P. Susilo Hadi NIM : 852146 Kepada PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART Psychrometric Chart atau Chart psikrometrik merupakan hasil karya jenius peninggalan kakek moyang kita yang berhubungan dengan karakteristik udara. Dengan adanya chart ini maka

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN PENDINGIN (AC SPLIT) 1PK DENGAN PENAMBAHAN ALAT AKUMULATOR MENGGUNAKAN REFRIGERAN MC-22 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR TANPA DUCTING DAN DENGAN DUCTING ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR TANPA DUCTING DAN DENGAN DUCTING ABSTRAK STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR TANPA DUCTING DAN DENGAN DUCTING Oleh Dosen Pembimbing : A A Dwi Swantika : Ir. Hendra Wijaksana, MSc : Ketut Astawa,ST.MT ABSTRAK Pendinginan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

PENGARUH DEBIT AIR SEMBURAN TERHADAP EFEKTIVITAS DIRRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI HORISONTAL

PENGARUH DEBIT AIR SEMBURAN TERHADAP EFEKTIVITAS DIRRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI HORISONTAL Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi PENGARUH DEBIT AIR SEMBURAN TERHADAP EFEKTIVITAS DIRRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI HORISONTAL Bambang Yunianto Departemen Teknik

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Performansi Penndingin Evaporative Portable Dengan Pad Berbahan Spon Dengan Ketebalan Berbeda

Studi Eksperimental Performansi Penndingin Evaporative Portable Dengan Pad Berbahan Spon Dengan Ketebalan Berbeda Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 1 No. 1, (xx xx) Studi Eksperimental Performansi Penndingin Evaporative Portable Dengan Pad Berbahan Spon Dengan Ketebalan Berbeda I Nyoman Suryana, I Nengah Suarnadwipa,

Lebih terperinci

MESIN PENGERING PAKAIAN ENERGI LISTRIK DENGAN MEMPERGUNAKAN SIKLUS KOMPRESI UAP

MESIN PENGERING PAKAIAN ENERGI LISTRIK DENGAN MEMPERGUNAKAN SIKLUS KOMPRESI UAP Banjarmasin, 7-8 Oktober 215 MESIN PENGERING PAKAIAN ENERGI LISTRIK DENGAN MEMPERGUNAKAN SIKLUS KOMPRESI UAP PK Purwadi 1,a*, Wibowo Kusbandono 2,b 1, 2 Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

MESIN PENGHASIL AIR AKI MENGGUNAKAN MESIN SIKLUS KOMPRESI UAP DILENGKAPI DENGAN HUMIDIFIER

MESIN PENGHASIL AIR AKI MENGGUNAKAN MESIN SIKLUS KOMPRESI UAP DILENGKAPI DENGAN HUMIDIFIER MESIN PENGHASIL AIR AKI MENGGUNAKAN MESIN SIKLUS KOMPRESI UAP DILENGKAPI DENGAN HUMIDIFIER SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Derajat Sarjana S-1 Teknik Mesin Oleh EKO ROMADHONI NIM :

Lebih terperinci

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan alahan yang diteliti, sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Volume Nomor September MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Kurniandy Wijaya PK Purwadi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Indonesia Email : kurniandywijaya@gmail.com

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin BELLA TANIA Program Pendidikan Fisika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya May 9, 2013 Abstrak Mesin

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN SIKLUS KOMPRESI UAP DIBANTU DENGAN SATU BUAH PENUKAR KALOR SKRIPSI

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN SIKLUS KOMPRESI UAP DIBANTU DENGAN SATU BUAH PENUKAR KALOR SKRIPSI MESIN PENGERING HANDUK DENGAN SIKLUS KOMPRESI UAP DIBANTU DENGAN SATU BUAH PENUKAR KALOR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin Oleh : KURNIANDY WIJAYA NIM

Lebih terperinci

Salah satu jenis pengering udara adalah regenerative desiccant air dryer. Gambar 2.2 merupakan salah satu contoh dari alat pengering udara jenis

Salah satu jenis pengering udara adalah regenerative desiccant air dryer. Gambar 2.2 merupakan salah satu contoh dari alat pengering udara jenis BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Alat Pengering Udara Pengering udara adalah suatu alat yang digunakan untuk mengurangi bahkan menghilangkan kandungan uap air dalam udara. Pengering udara yang banyak

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA COOLING TOWER 8330 CT01 PADA WATER TREATMENT PLANT-2 PT KRAKATAU STEEL (PERSERO). TBK

ANALISIS KINERJA COOLING TOWER 8330 CT01 PADA WATER TREATMENT PLANT-2 PT KRAKATAU STEEL (PERSERO). TBK 25 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 3, Juni 207 ANALISIS KINERJA COOLING TOWER 8330 CT0 PADA WATER TREATMENT PLANT-2 PT KRAKATAU STEEL (PERSERO). TBK Hutriadi Pratama Siallagan Program Studi Teknik

Lebih terperinci

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009 AIR CONDITIONING SYSTEM Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009 Fungsi dan Klasifikasi Air Conditioning System Fungsi : sistim yang dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO.. iv PERSEMBAHAN.. v KATA PENGANTAR.... vi ABSTRAK/ABSTRACT viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI..... vii DAFTAR TABEL.. xii DAFTAR GAMBAR... xiii

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN 1 Amrullah, 2 Zuryati Djafar, 3 Wahyu H. Piarah 1 Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Bosowa, Makassar 90245,Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

HUMIDIFIKASI DEHUMIDIFIKASI

HUMIDIFIKASI DEHUMIDIFIKASI HUMIDIFIKASI DEHUMIDIFIKASI HUMIDITY (SPECIFIC HUMIDITY) Humidity (specific humidity) : perbandingan antara massa uap air (lb atau kg) dengan massa (lb atau kg) = m H 2 O 18p H2 O 18n H2 O = = m dry air

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Menara Pendingin Menurut El. Wakil [11], menara pendingin didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI MESIN PENDINGIN 1-PK DENGAN PENAMBAHAN SUBCOOL MENGGUNAKAN REFRIGERANT R-22

ANALISA PERFORMANSI MESIN PENDINGIN 1-PK DENGAN PENAMBAHAN SUBCOOL MENGGUNAKAN REFRIGERANT R-22 ANALISA PERFORMANSI MESIN PENDINGIN 1-PK DENGAN PENAMBAHAN SUBCOOL MENGGUNAKAN REFRIGERANT R-22 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik RIKARDO GOODLAS MANURUNG

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perancangan Dan Pembuatan Alat Peraga Praktikum AC (Air Conditioner) Mobil. Disusun Oleh : : Salim Agung Musofan NIM :

TUGAS AKHIR. Perancangan Dan Pembuatan Alat Peraga Praktikum AC (Air Conditioner) Mobil. Disusun Oleh : : Salim Agung Musofan NIM : TUGAS AKHIR Perancangan Dan Pembuatan Alat Peraga Praktikum AC (Air Conditioner) Mobil Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK Ahmad Wisnu Sulaiman 1, Azridjal Aziz 2, Rahmat Iman Mainil 3 Laboratorium Rekayasa Termal, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI Selama percobaan dilakukan beberapa modifikasi atau perbaikan dalam rangka usaha mendapatkan air kondensasi. Semenjak dari memperbaiki kebocoran sampai penggantian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii SURAT PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Analisa Kinerja Cooling Tower Induced Tipe Induced Draft Cross Flow Sebelum menganalisa kinerja cooling tower akan dibahas mengenai data sfesifikasi desain cooling tower tipe

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN

MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN Ekoyanto Pudjiono, Gunowo Djojowasito, Ismail Jurusan Keteknikan Pertanian FTP, Universitas Brawijaya Jl. Veteran

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER DAN TANPA AIR HEATER UNTUK BEJANA PENGUAP PIPA API

TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER DAN TANPA AIR HEATER UNTUK BEJANA PENGUAP PIPA API TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER DAN TANPA AIR HEATER UNTUK BEJANA PENGUAP PIPA API Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dehumidifier Dehumidifier adalah perangkat yang menurunkan kelembaban dari udara. Alat ini menggunakan kipas untuk menyedot udara lembab, yang berhembus menyeberangi serangkaian

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN Mochtar Asroni, Basuki Widodo, Dwi Bakti S Program Studi Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER )

BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER ) BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER ) A. Pengertian Dasar Tentang AC (Air Conditioner) Secara umum pengertian dari AC (Air Conditioner) suatu rangkaian mesin yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci