STUDI PENGARUH MASUKAN PANAS PENGELASAN GTAW TERHADAP BENTUK HASIL LASAN DAN STRUKTUR MIKRO SS 316L
|
|
- Inge Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 STUDI PENGARUH MASUKAN PANAS PENGELASAN GTAW TERHADAP BENTUK HASIL LASAN DAN STRUKTUR MIKRO SS 316L Muhammad Hibbatullah Al Fajri, Muhammad Anis Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Abstrak STUDI PENGARUH MASUKAN PANAS PENGELASAN GTAW TERHADAP BENTUK HASIL LASAN DAN STRUKTUR MIKRO SS 316L. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh masukan panas terhadap bentuk hasil lasan, struktur mikro, dan karaktristik mekanis baja tahan karat austenitik 316L. Pada penelitian ini dilakukan pengelasan metode GTAW dengan logam induk adalah baja tipe 316L ketebalan 8 mm, menghasilkan lasan bead-on-plate. Proses pengelasan tanpa menggunakan logam pengisi, dan menggunakan gas argon sebagai gas pelindung. Pengaturan masukan panas divariasikan dengan mengatur arus, tegangan, dan kecepatan pengelasan. Setelah proses pengelasan dilakukan pengukuran geometri lasan, pengujian metalografi dengan mikroskop optik, dan uji kekerasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatnya masukan panas berpengaruh terhadap bentuk hasil las, menghasilkan penetrasi las semakin dalam dan melebar sehingga menaikkan rasio D/W. Daerah HAZ mengalami pertumbuhan butir yang meningkat seiring dengan kenaikan masukan panas. Sampel dengan masukan panas tinggi terjadi penurunan nilai kekerasan pada daerah logam las dan HAZ karena perubahan struktur mikro. Kata kunci : Masukan Panas, Baja Tahan Karat Austenitik 316L, GTAW, Bentuk Hasil Lasan, Struktur Mikro Abstract A Study on Influence of Heat Input on The Weld Shape and The Microstructure of Gas Tungsten Arc Welded 316L Stainless Steel. The purpose of this research is to study of influence on heat input of GTAW process on the weld shape, microstructure, and hardness. This research use GTAW method on SS 316L materials with 8 mm thickness to produce bead-on-plate welded, using no filler metal and argon as shielding gas. Heat input varied by adjusting the current, voltage, and welding speed. After welding process the weld geometry was measured, metallographic examination using optical microscopy, and hardness test. The results shown that with increasing heat input affects to weld shape, produce more width and depth penetration hence increasing D/W ratio. HAZ was found that the extent of grain coarsening in the heat affected zone increased with increase in the heat input. The specimen with the high heat input has decreased hardness in weld metal and HAZ due to change on microstructure. Keywords : Heat input, Austenitic Stainless Steel 316L, GTAW, Weld Shape, Microstructure
2 Pendahuluan Latar Belakang Masalah Material SS 316L merupakan baja tahan karat yang telah banyak dipergunakan dalam dunia industri baik dalam perminyakan, distribusi gas maupun dalam manufaktur. Material SS 316L memiliki sifat ketahanan korosi dan sifat mekanis yang baik. Selain itu, SS 316L juga lebih banyak diminati karena harganya yang lebih murah dibandingkan baja tahan karat duplex atau superduplex. Baja tahan karat juga harus memiliki sifat mampu las yang baik, karena pengelasan merupakan proses yang sangat penting dalam manufaktur. Pada proses pengelasan, panas las mencairkan ujung permukaan logam induk yang dilas menyatu dengan leburan logam pengisi mengakibatkan adanya perubahan struktur mikro pada daerah lasan dan sekitarnya serta memberikan dampak perubahan sifat mekanik dan geometri logam lasan [1]. Faktor yang berpengaruh pada sifat mekanik dari lasan dipengaruhi oleh komposisi kimia lasan dan struktur mikro yang terbentuk. Struktur mikro dan kekerasan dari hasil pengelasan pada daerah HAZ sangat tergantung pada laju pendinginan, dimana laju pendinginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tebal pelat, kondisi pengelasan, preheat, masukan panas dan lingkungan [2]. Masukan panas merupakan satu parameter yang memberikan kontribusi terhadap distorsi dan tegangan sisa. Semakin banyak pertambahan lapisan las maka distorsi yang terjadi semakin besar. Pada pelat-pelat tipis seringkali terjadi distorsi yang berdampak pada perubahan ukuran dimensi yang tidak diinginkan. Tetapi pada pelat-pelat tebal dengan penampang yang luas, distorsi tidak tampak namun tegangan sisa yang terbentuk sangat besar jika dilakukan suatu pengukuran. Perubahan bentuk geometri lasan terjadi karena pemanasan secara lokal dengan sumber panas las dimana distribusi temperatur tidak merata dan berubah, serta perubahan kecepatan las [3]. Panas las mengakibatkan terjadinya perubahan struktur mikro pada daerah lasan dan sekitarnya yang juga menyebabkan perubahan sifat mekanik logam las. Masukan panas yang berlebih dapat mengurangi kandungan ferit [4]. Masukan panas yang tinggi akan menyebabkan material berada pada temperatur puncak untuk waktu yang lama, menyebabkan pertumbuhan butir yang nantinya akan mempengaruhi sifat mekaniknya [5]. Pada proses pengelasan multipass, HAZ dari siklus pertama dapat dipanasi oleh pass selanjutnya ke derajat yang besarnya tergantung dari posisi HAZ terhadap sumber panas. Hal ini berarti tidak semua daerah HAZ terpengaruh oleh siklus kedua. Daerah HAZ yang terpengaruh siklus kedua akan mengalami perubahan struktur mikro yang signifikan.
3 Besarnya masukan panas yang berbeda pada proses pengelasan akan menghasilkan sifat mekanik dan bentuk hasil lasan yang berbeda. Jika masukan panas yang diberikan cukup tinggi maka laju pendinginan akan semakin lambat. Laju pendinginan yang lambat, terjadi transformasi ferit-austenit dengan waktu yang cukup. Dengan mengontrol masukan panas, laju pendinginan yang cukup dapat tercapainya pembentukan austenit yang stabil, namun juga untuk mencegah terbentuknya presipitasi. Kontrol masukan panas pada proses pengelasan sangat penting dan perlu pertimbangan untuk menghasilkan struktur mikro dan sifat mekanik yang baik. Perumusan Masalah Salah satu masalah dalam pengelasan terdapat kemungkinan terbentuknya cacat pada struktur mikro yakni terbentuknya fasa intermetalik dan presipitat krom karbida yang akan membuat material mengalami kegagalan lebih awal dari waktu yang seharusnya. Pada material baja tahan karat austenitik, mempunyai koefisien termal yang tinggi dan konduktivitas termal yang rendah dibandingkan dengan baja karbon, mengakibatkan terjadi distorsi setelah proses pengelasan. Kualitas dari sambungan las dipengaruhi oleh parameter input pengelasan. Hasil geometri las seperti penetrasi kedalaman yang dangkal dapat menyebabkan kegagalan struktur karena penetrasi las menentukan besar tegangan yang diterima dari sambungan las. Masukan panas dalam pengelasan GTAW merupakan salah satu faktor terpenting untuk menghasilkan hasil pengelasan yang baik. Bentuk hasil lasan dapat dikontrol dengan pengaturan besarnya masukan panas. Pengaturan masukan panas divariasikan dengan mengatur arus, tegangan, dan kecepatan pengelasan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masukan panas terhadap bentuk hasil lasan, struktur mikro, dan kekerasan pada material SS 316L. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh besarnya masukan panas terhadap bentuk hasil lasan yang diukur berdasarkan geometri lasan yang terbentuk. 2. Memahami karakteristik struktur mikro yang terbentuk setelah pengelasan pada daerah logam induk, HAZ, dan logam las. 3. Mengetahui pengaruh masukan panas terhadap karakteristik nilai kekerasan pada daerah logam induk, HAZ, dan logam las.
4 Ruang Lingkup Penelitian Untuk dapat memenuhi tujuan penelitian yang baik maka perlu dilakukan suatu batasan ruang lingkup penelitian sehingga penelitian menjadi lebih terfokus dan tidak berubah dari tujuan awal. Material uji SS 316L dengan komposisi kimia dianggap homogen untuk seluruh spesimen. Pengelasan dengan metode GTAW tanpa menggunakan kawat las dan penggunaan gas argon sebagai gas pelindung. Pengaruh masukan panas berdasarkan kenaikan arus dan kenaikan tegangan, serta penurunan kecepatan pengelasan yang dibedakan pada masing-masing spesimen. Pengujian kekerasan, struktur mikro, dan fasa yang terbentuk dilakukan pada daerah logam las, HAZ dan di daerah logam induk. Tinjauan Teorities Baja Tahan Karat Austenitik Baja tahan karat merupakan baja paduan tinggi dengan unsur paduan utama minimal 16%wt krom dan 10%wt nikel dengan sedikit unsur paduan lain seperti molibdenum dan mangan. Kadar kromium tersebut merupakan kadar minimum untuk pembentukan permukaan pasif oksida yang dapat mencegah serangan korosi dan ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi. Salah satu kelompok baja tahan karat yang banyak digunakan adalah baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat austenitik mempunyai kandungan 16-18%wt unsur krom dan 10-14%wt unsur nikel [6]. Strukturnya akan tetap austenitik bila unsur nikel dalam logam paduan diganti oleh mangan, dan juga setelah proses annealing dari suhu tinggi tertentu ke suhu ruang. Hal ini karena sifat stabilisasi struktur austenitik pada suhu ruang. Jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat austenitiknya pada suhu ruang, memiliki keuletan, dan ketahanan korosi yang lebih baik daripada baja tipe feritik dan martensitik sehingga pemakaiannnya lebih banyak pada lingkungan korosi berat. Baja tahan karat austentik umumnya digunakan pada industri kimia, pharmaceutical, gas, dan offshore untuk berbagai jenis peralatan seperti pipa, heat exchanger, tanks, roda gigi, pressure vessels, dan valve [7]. Pengelasan GTAW Pengelasan merupakan ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas, dengan atau tanpa menggunakan tekanan, atau hanya tekanan, dengan atau tanpa menggunakan kawat las. Pengelasan yang dilakukan tanpa menggunakan kawat las yang dikenal dengan autogeneous welding.
5 Hasil las dikatakan baik apabila lasan yang dihasilkan dapat memberikan kontinuitas yang lengkap antara bagian yang disambung dengan setiap bagian sambungan sehingga sambungan dan logam induknya tidak menunjukkan perbedaan yang jelas. Kondisi yang harus dipenuhi dalam proses pengelasan, yaitu adanya suplai energi, bebas dari kontaminasi seperti oksida, proteksi terhadap atmosfir, dan metalurgi las yang terkontrol. Las busur listrik adalah suatu proses pengelasan dimana panas dihasilkan oleh busur listrik diantara elektroda dengan benda kerja. Keduanya dihubungkan ke suplai dan busur terbentuk dengan menyentuhkan elektroda ke benda kerja. Waktu elektroda menyentuh benda kerja, arus singkat terbentuk melalui titik kontak ujung elektroda, listrik mengalir, dan sewaktu elektroda ditarik dari benda kerja, arus listrik tetap mengalir tetapi dalam bentuk percikan bunga api. Salah satu proses las busur listrik yang paling umum digunakan adalah Gas Tungsten Arc Welding (GTAW), sering disebut pula dengan Tungsten Inert Gas (TIG). GTAW dapat dikerjakan secara manual atau otomatis. Kawat las ditambahkan ke dalam daerah las dengan cara mengumpankan sebatang kawat polos. Busur listrik dan kawat las dilindungi dari pengaruh atmosfir oleh gas inert. Gas inert disemburkan dari torch dan daerah-daerah disekitar elektroda tungsten. Tungsten digunakan dalam keadaan murni atau paduan sebagai elektroda tak terumpan dalam las GTAW. Arus yang digunakan tergantung pada jenis elektroda yang digunakan, diameter elektroda, dan polaritas arus. Hasil pengelasan dengan proses GTAW mempunyai permukaan halus, tanpa slag, dan kandungan hidrogen yang rendah. Hal yang harus diperhatikan dalam pengelasan baja tahan karat adalah memberikan kondisi bebas retak pada lasan dan menjaga lasan pada daerah HAZ agar tetap memiliki sifat ketahanan korosi sama dengan logam induk. Pengontrolan material kawat las, masukan panas, permukaan lasan, dan menjaga kandungan delta ferit di struktur mikro lasan dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Deposit lasan austenitik sering digunakan untuk menggabungkan berbagai paduan besi. Deposit lasan austenitik memadat sebagai ferit primer, yang juga dikenal sebagai (δ) delta ferit. Logam lasan baja tahan karat austenitik umumnya mengandung 2 10% fasa delta ferit, agar terhindar dari masalah retak akibat pembekuan. Struktur Mikro Logam Baja Tahan Karat Komposisi logam las ditentukan dalam terminologi Ni ekivalen dan Cr ekivalen dan hasilnya di plot pada diagram untuk memperkirakan struktur mikro akhir. Baja tahan karat austenitik secara termomekanik memiliki struktur mikro austenit primer. Transformasi baja tahan karat austenitik dapat dijelaskan menggunakan diagram pseudo-biner Fe-Cr-Ni [8].
6 Gambar 1. Diagram pseudo-biner Fe-Cr-Ni Diagram Schaeffler menunjukkan hubungan kuantitatif antara komposisi dengan kandungan ferit logam lasan [9]. Komposisi berdasarkan nikel ekuivalen dan krom ekuivalen yang masing-masing ditentukan oleh unsur penstabil austenit yaitu Ni, C, dan Mn, dan unsur penstabil ferit yaitu Cr, Si, Mo, dan Nb. Diagram tersebut selanjutnya dimodifikasi De-Long dengan menambahkan unsur nitrogen yang merupakan unsur penstabil austenite [10]. Penambahan unsur nitrogen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan ferit pada logam lasan. Gambar 2. Diagram Schaeffler (kiri) dan Diagram DeLong (kanan) Kotecki dan Siewert memodifikasi diagram dengan menambahkan unsur tembaga yang merupakan unsur penstabil austenit. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan komposisi baja pada kondisi aktual. Diagram ini dikenal dengan diagram WRC-1992 [11].
7 Gambar 3. Diagram WRC-1992 Struktur mikro logam lasan baja tahan karat dapat dikontrol melalui proses pembekuan dan transformasi dalam keadaan padat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Proses pembekuan dan transformasi menunjukkan adanya perbedaan morfologi ferit pada logam lasan seiring dengan peningkatan rasio Cr ek /Ni [12] ek. Gambar 4. Skematik solidikasi dan transformasi logam lasan dengan variasi morfologi ferit pada baja tahan karat Solidifikasi pada baja tahan karat terdiri dari empat jenis mode yaitu mode feritik (F), feritik-austenitik (FA), austenitik-feritik (AF), dan austenitik (A) [13]. Mode F, pembekuan fasa tunggal ferit. Mode FA, fasa ferit sebagai pembekuan primer selanjutnya fasa austenit. Mode AF, fasa austenit sebagai pembekuan primer selanjutnya fasa ferit. Mode A, pembekuan hanya fasa tunggal austenit. Rasio Cr ek /Ni ek <1,5 termasuk dalam pembekuan mode A, rasio 1,5<Cr ek /Ni ek <1,95 termasuk pembekuan mode AF ata FA, dan rasio Cr ek /N ek >1,95 termasuk dalam pembekuan mode F [14].
8 Metodologi Penelitian Persiapan Spesimen Material uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah material SS 316L berbentuk plat dengan dimensi panjang 100 mm, lebar 50 mm dan dengan ketebalan 8 mm. Komposisi kimia material SS 316L ditunjukkan pada Tabel 1 [6]. Tabel 1. Komposisi spesimen Komposisi %wt Tipe C Mn Si Cr Ni Mo P S 316L 0,03 max 2,0 1, ,0 0,045 0,03 Proses Pengelasan Proses pengelasan dilakukan sesuai WPS yang sudah tersedia dengan menggunakan metode pengelasan GTAW. Pengelasan dilakukan tanpa menggunakan kawat las dengan gas argon sebagai gas pelindung dan polaritas DCEN. Efisiensi pengelasan berkisar 70% [15]. Parameter proses pengelasan ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2. Parameter pengelasan Arus (A) Volt (V) Speed (mm/s) Masukan Panas (kj/mm) ,86 1,23 1, ,19 1,89 1,37 2,23 0,49 0,34 0,62 0,40 0,82 0,52 0,92 0,57 Karakterisasi dan Pengujian Sampel Pengamatan Bentuk Hasil Lasan Pengamatan bentuk hasil lasan (weld shape) bertujuan untuk mengetahui penetrasi setelah pengelasan. Bentuk hasil lasan dapat berupa semakin mendalam atau melebar bergantung pada besarnya masukan panas saat dilakukan pengelasan. Bentuk hasil lasan diukur berdasarkan geometri lasan yang diperoleh. Pengujian Metalografi Pengujian metalografi dilakukan untuk mengamati hasil lasan secara makro dan mikro, struktur mikro serta fasa-fasa yang terbentuk. Spesimen untuk uji metalogarafi diambil
9 pada hasil pengelasan berbentuk plat dengan dimensi spesimen panjang 50 mm, lebar 10 mm dan ketebalan 8 mm. Kemudian, dilakukan pengamplasan dengan menggunakan kertas amplas, urutan pengamplasan dilakukan dengan nomor mesh yang rendah ke nomor mesh yang tinggi. Selanjutnya, dilakukan pemolesan menggunakan mesin poles dengan TiO 2 dan kain beludru/wool. Proses elektro etsa spesimen ke dalam larutan etsa asam oksalat 15 gram ml aquades dan tegangan 6 volt lalu disiram dengan air yang mengalir dan alkohol, kemudian dikeringkan dengan menggunakan hair dryer. Pemeriksaan dengan mikroskop optik untuk pengamatan struktur mikro, ukuran butir, dan fasa yang terbentuk pada daerah logam lasan (weld metal), heat affected zone (HAZ), dan logam induk (base metal). Pengujian Kekerasan Metode pengujian kekerasan mikro digunakan uji kekerasan Vickers, sesuai standard ASTM E384 dari daerah pengaruh terkena panas hingga di daerah logam induk yang tidak terpengaruh oleh panas pengelasan. Pembebanan dilakukan dengan menggunakan indentor intan berbentuk piramid dengan beban sebesar 300 gf, dengan sudut puncak antara dua bidang yang berhadapan sebesar 135 o dan waktu pembebanan indentor dilakukan selama 10 detik. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Bentuk Lasan Pemberian masukan panas yang berbeda menghasilkan bentuk lasan yang berbeda pula seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Perbedaan bentuk hasil las (a) HI= 0,34 (b) HI= 0,40 (c) HI= 0,49 (d) HI= 0,52 (e) HI= 0,57 (f) HI= 0,62 (g) HI= 0,82 (h) HI= 0,92 (kj/mm)
10 Pada Gambar 5. menunjukkan masukan panas mempengaruhi hasil lasan yang terbentuk. Pada masukan panas rendah, bentuk las menghasilkan luas area yang lebih kecil dibanding masukan panas besar. Pada HI= 0,34 kj/mm dan HI= 0,52 kj/mm, terjadi perbedaan bentuk las dimana masukan panas rendah menghasilkan luas area yang lebih kecil. Pada masukan panas tinggi, HI= 0,92 kj/mm, bentuk las cenderung lebih dalam dan melebar. Hal ini disebabkan karena pada masukan panas tinggi, daerah yang terkena pengaruh panas lebih besar sehingga bentuk las cenderung lebih dalam dan melebar. Bentuk lasan dengan pemberian masukan panas yang berbeda, dipengaruhi oleh parameter dari masukan panas yakni penggunaan arus, tegangan, dan kecepatan pengelasan. Hal ini terlihat pada HI= 0,57 kj/mm, menghasilkan bentuk lasan yang lebih dalam dan lebar dibandingkan HI= 0,62 kj/mm. Perbedaan bentuk lasan dapat terjadi karena penggunaan arus yang lebih besar dan kecepatan pengelasan rendah. Dengan demikian, pemberian masukan panas yang berbeda menghasilkan bentuk lasan yang berbeda pula. Untuk mengetahui perubahan bentuk las yang terbentuk, maka dilakukan pengukuran terhadap geometri lasan. Geometri lasan dapat diukur berdasarkan dimensi kedalaman (depth) dan lebar (width) dari bentuk lasan yang diperoleh. Data geomteri hasil lasan yang terbentuk dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengukuran geometri lasan Masukan Panas (kj/mm) Depth (mm) Width (mm) Depth/Width Ratio 0,34 0,40 0,49 0,52 0,57 0,62 0,82 0,92 0,5 0,7 0,7 0,9 1,3 0,8 1,1 1,4 6,0 7,5 7,0 9,5 10,5 8,0 10,0 11,0 0,08 0,09 0,10 0,09 0,12 0,10 0,11 0,13 Dari data tersebut, rasio D/W terkecil dimiliki pada HI=0,34 kj/mm dan rasio D/W terbesar dimiliki pada HI=0,92 kj/mm. Pada masukan panas tinggi menghasilkan rasio D/W lebih besar dibandingkan masukan panas rendah. Geometri lasan dapat dibuat hubungan rasio kedalaman berbanding lebar pemukaan las yang dihasilkan terhadap masukan panas, yang ditunjukkan pada Gambar 6. Rasio D/W merupakan faktor yang menjadi ukuran distribusi panas ke permukaan logam yang akan dilas berdasarkan geometri las yang terbentuk. Rasio D/W dapat berpengaruh terhadap kualitas hasil sambungan las.
11 Gambar 6. Grafik pengaruh masukan panas terhadap rasio D/W Pada grafik tersebut, ditunjukkan bahwa kenaikan masukan panas menyebabkan rasio D/W meningkat. Semakin besar masukan panas maka semakin besar pula rasio D/W. Rasio D/W dapat meningkat karena penetrasi las yang dihasilkan lebih dalam. Hal ini yang menyebabkan terjadi peningkatan rasio. Semakin tinggi rasio D/W maka penetrasi las semakin baik, namun bila rasio terlalu besar dapat menimbulkan distrosi dan retak pada sambungan las [16]. Faktor yang mempengaruhi geometri lasan seperti komposisi logam lasan, gas pelindung, dan penambahan aktivasi fluks di permukaan lasan [17]. Parameter pengelasan diperlukan pertimbangan agar menghasilkan rasio D/W yang optimum sehingga kualitas sambungan las tidak menimbulkan kegagalan pada saat penggunaannya. Hasil Uji Metalografi Hasil uji metalografi dengan mikroskop optik dilakukan untuk pengamatan struktur mikro, ukuran butir, dan fasa yang terbentuk pada logam induk (base metal), heat affected zone (HAZ), dan logam las (weld metal). Daerah Logam Induk (Base Metal) Hasil struktur mikro logam induk yang diperoleh seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Hasil struktur mikro logam induk menggunakan mikroskop optik etsa secara elektrolitik dengan larutan asam oksalat (perbesaran 500x)
12 Hasil struktur mikro logam induk seperti pada Gambar 7 terlihat adanya fasa austenit sebagai fasa yang dominan dan fasa ferit. Fasa austenit ditunjukkan oleh warna putih sedangkan ferit dalam bentuk delta ferit berupa garis hitam putus-putus. Selain itu, terlihat pula adanya presipitat berupa bintik hitam yang tersebar pada daerah batas butir atau batas ferit-austenit. Presipitat tersebut diduga adalah presipitat karbida. Hasil struktur mikro yang diperoleh di daerah logam induk menunjukkan tetap berstruktur mikro ferit dan austenit yang terdistribusi secara acak dan tersebar merata. Struktur mikro logam induk setelah proses pengelasan memiliki struktur mikro yang sama dengan material sebelum terkena pengaruh pengelasan. Hal ini disebabkan karena temperatur yang dicapai pada daerah ini terletak jauh dibawah 723 C (garis transformasi), dengan demikian struktur mikronya tidak berubah dan tetap sama seperti sebelum dilakukan pengelasan. Daerah Terkena Pengaruh Panas (HAZ) Hasil struktur mikro dengan mikroskop optik daerah HAZ ditunjukkan oleh Gambar 8, perbesaran 200x dan Gambar 9, perbesaran 500x Gambar 8. Struktur mikro HAZ perbesaran 200x (a) HI= 0,34 (b) HI= 0,40 (c) HI= 0,49 (d) HI= 0,52 (e) HI= 0,62 (f) HI= 0,82 (kj/mm)
13 Gambar 9. Struktur mikro HAZ perbesaran 500x (a) HI= 0,57 (b) HI= 0,92 (kj/mm) Hasil pengamatan struktur mikro daerah HAZ dengan mikroskop optik, Gambar 8, terlihat bahwa adanya pertumbuhan butir dengan struktur terdiri dari struktur butir kasar dan struktur butir halus. Selama proses pengelasan, daerah HAZ mengalami serangkaian siklus termal yakni pemanasan hingga mencapai suhu tertentu yang kemudian dilanjutkan dengan pendinginan, sehingga daerah ini merupakan daerah yang paling kritis pada sambungan las. Panas dari pengelasan merubah ukuran butir pada daerah dekat logam las. Pengamatan struktur mikro Gambar 8 dengan masukan panas tinggi, HI= 0,82 kj/mm, menghasilkan ferit dengan butiran yang relatif lebih kasar bila dibandingkan masukan panas rendah, HI= 0,34 kj/mm. Pada penggunaan masukan panas, HI= 0,62 kj/mm, tampak pula adanya kombinasi antara butiran ferit kasar dan ferit halus. Hal ini disebabkan karena perbedaan proses pembekuan dan laju pendinginan yang kurang merata pada bagian tertentu. Pertumbuhan butir semakin meningkat seiring dengan kenaikan masukan panas. Pada batas lebur dengan logam las, struktur butir mengalami pertumbuhan yang berawal dari logam induk menuju pusat inti las. Seiring dengan meningkatnya temperatur pada logam las, butir tumbuh menuju pusat inti las dengan stuktur mikro memiliki bentuk struktur berbutir panjang (columnar grains). Pada garis lebur ini hanya sebagian dari logam induk yang mencair dan diikuti oleh transformasi fasa ferit-austenit selama proses pembekuan. Dengan semakin tinggi masukan panas yang dihasilkan maka delta ferit pada daerah HAZ mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 9, terlihat bahwa pada masukan panas tinggi, HI= 0,92 kj/mm, delta ferit yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan masukan panas rendah, HI= 0,57 kj/mm. Struktur mikro yang terjadi pada masukan panas tinggi di daerah HAZ dengan laju pendinginan lambat maka lebih cenderung terjadi pembentukan fasa austenit dan pengurangan delta ferit.
14 Daerah Logam Las (Weld Metal) Hasil pengamatan struktur mikro logam las dengan menggunakan mikroskop optik perbesaran 500x ditunjukkan oleh Gambar 10. Gambar 10. Struktur mikro logam las perbesaran 500x (a) HI= 0,52 (b) HI= 0,57 (c) HI= 0,82 (d) HI= 0,92 (kj/mm) Pada logam las terjadi proses pembekuan yang memunculkan struktur butir kasar berbentuk columnar grain diiringi dengan timbulnya segregasi sebagai akibat adanya laju pendinginan yang relatif cepat. Struktur mikro yang terbentuk pada sebagian besar sampel di daerah logam las adalah ferit vermicular atau skeletal dan lathy atau kombinasi keduanya. Pada masukan panas rendah, HI= 0,52 kj/mm, menghasilkan delta ferit berbentuk vermicular atau skeletal terlihat pada Gambar 10. Begitu pula sampel lain yakni HI= 0,57 kj/mm dengan HI= 0,82 kj/mm. Pada masukan panas tinggi yakni HI= 0,92 kj/mm, menghasilkan delta ferit berbentuk vermicular dengan struktur butiran kasar dan ditemukan adanya ferit lathy. Perbedaan yang signikan pada Gambar 10 adalah perbedaan pada ukuran dendrit dan jarak antar dendrit dengan penggunaan masukan panas yang berbeda, bila dilakukan suatu pengukuran. Pada masukan panas tinggi, menyebabkan ukuran dendrit membesar dan jarak antar dendrit bertambah dibandingkan dengan masukan panas rendah, seperti yang terjadi pada masukan panas HI= 0,52 kj/mm dengan HI= 0,92 kj/mm. Hal ini disebabkan karena
15 pada masukan panas tinggi, butir terpapar dalam proses pemanasan yang cukup lama sehingga mengakibatkan perubahan ukuran dendrit menjadi lebih besar. Pada masukan panas tinggi, diikuti oleh laju pendinginan rendah, butir memiliki waktu yang relatif lama untuk tumbuh membesar sehingga berakibat pada perubahan ukuran dendrit dan jarak antar dendrit. Sedangkan pada masukan panas rendah, diikuti oleh laju pendinginan tinggi dengan waktu yang relatif cepat, butir tidak sempat untuk tumbuh sehingga menghasilkan ukuran dendrit lebih kecil dan jarak antar dendrit menjadi lebih rapat. Hasil Uji Kekerasan Hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan kekerasan mikro Vickers didapat setelah melakukan perhitungan kekerasan rata-rata pada daerah logam induk, daerah terkena pengaruh panas, dan logam las. Hasil pengukuran kekerasan Vickers yang diperoleh ditunjukkan oleh Tabel 4. Dengan penggunaan masukan panas yang berbeda akan menghasilkan nilai kekerasan yang berbeda pula. Tabel 4. Hasil pengukuran kekerasan Vickers Masukan Panas (kj/mm) 0,34 0,40 0,49 0,52 0,57 0,62 0,82 0,92 Daerah SS 316L Logam Induk HAZ Logam Las Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada SS 316L di daerah logam induk, HAZ, dan logam las yang dihasilkan oleh sampel masukan panas rendah, sedangkan kekerasan terendah dihasilkan oleh sampel masukan panas tinggi. Pengujian kekerasan Vickers pada daerah HAZ dan logam las pada material uji menunjukkan adanya penurunan kekerasan setelah proses pengelasan. Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan kekerasan benda uji yang mengalami pengaruh panas dari pengelasan. Hasil uji kekerasan di daerah logam induk lebih keras dibandingkan dengan daerah HAZ dan logam las. Daerah HAZ menunjukkan nilai kekerasan lebih besar dibandingkan logam las. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengaruh pemanasan dan laju pendiginan dengan pemberian masukan panas yang berbeda.
16 Proses pengelasan mengakibatkan ukuran butir menjadi besar pada daerah HAZ dan logam las. Pada proses pendinginan cepat dengan udara, mengakibatkan terjadi rekristalisasi dan pertumbuhan butir pada daerah dekat logam las. Semakin menjauh dari logam las maka pertumbuhan butir berkurang. Pertumbuhan besar butir karena proses pengelasan di masingmasing daerah adalah sesuai dengan nilai kekerasannya, dimana daerah HAZ dan logam las dengan hasil pengujian kekerasan mengalami penurunan setelah proses pengelasan. 280 Hardness Vickers (HV) Masukan Panas (kj/mm) Base Metal HAZ Weld Metal Gambar 11. Grafik pengaruh masukan panas terhadap kekerasan Vickers Hubungan masukan panas terhadap kekerasan benda uji ditunjukkan pada Gambar 11. Dengan meningkatnya penggunaan masukan panas, nilai kekerasan pada masing-masing daerah mengalami penurunan setelah proses pengelasan. Masukan panas tinggi maka laju pendinginan semakin rendah. Laju pendinginan rendah mengakibatkan semakin banyak pembentukan fasa austenit dan lebih sedikit delta ferit yang terbentuk, ditunjukkan pada Gambar 9. Hal ini disebabkan karena transformasi ferit menjadi austenit dengan memiliki waktu yang relatif lebih lama sehingga pembentukan austenit lebih banyak. Korelasi komposisi antara kandungan ferit dengan austenit berhubungan terhadap nilai kekerasan pada masing-masing daerah pengelasan. Ferit merupakan struktur bcc yang memiliki kekuatan mekanik lebih baik dibandingkan struktur fcc, dimana semakin banyak ferit mengakibatkan peningkatan kekerasan benda uji. Pada masukan panas tinggi, diikuti oleh laju pendinginan rendah, butir memiliki waktu yang relatif lama untuk tumbuh membesar sehingga berakibat pada perubahan ukuran dendrit dan jarak antar dendrit. Pada masukan panas rendah menghasilkan ukuran dendrit lebih kecil dan jarak antar dendrit menjadi lebih rapat. Dengan ukuran dendrit membesar dan jarak antar dendrit bertambah menyebabkan penurunan kekerasan pada sampel masukan panas tinggi.
17 Selain kekerasan, hal ini dapat berdampak pula terhadap sifat mekanik seperti penurunan kekuatan tarik dan impak. Pada pengamatan stuktur mikro HAZ, kekerasan daerah HAZ dapat menurun disebabkan karena pertumbuhan butir dimana ukuran butir menjadi lebih besar. Pertumbuhan butir meningkat seiring dengan naiknya masukan panas, Gambar 8. Pada masukan panas tinggi cenderung memunculkan struktur butir lebih kasar dibandingkan masukan panas rendah yang menghasilkan struktur butir halus. Struktur butir halus dihasilkan dari laju pendinginan yang relatif cepat pada masukan panas rendah, dimana struktur butir halus memiliki kekerasan lebih tinggi dibandingkan struktur butir kasar. Dengan adanya struktur butiran halus di daerah HAZ, menyebabkan kekerasan HAZ lebih tinggi dibandingkan logam las. Pada daerah logam las dengan pemberian masukan panas rendah menghasilkan delta ferit berbentuk vermicular, sedangkan pada masukan panas tinggi menghasilkan delta ferit berbentuk vermicular dengan struktur butiran lebih kasar dan sebagian adanya ferit berbentuk lathy, terlihat pada Gambar 10. Perbedaan struktur ferit ini berpengaruh terhadap kekerasan logam las dengan pemberian masukan panas yang berbeda. Delta ferit berbentuk lathy memiliki kekerasan lebih rendah dibandingkan delta ferit berbentuk vermicular. Hal ini pula yang mengakibatkan kekerasan pada sampel dengan masukan panas tinggi mengalami penurunan setelah proses pengelasan. Kesimpulan Berdasarkan data penelitian, pengamatan, dan analisis terhadap data diperoleh dari pengujian yang dilakukan tentang Pengaruh Masukan Panas Pengelasan GTAW terhadap Bentuk Hasil Lasan dan Struktur Mikro SS 316L, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Masukan panas memiliki pengaruh terhadap bentuk hasil lasan. Geometri lasan dan rasio D/W menjadi ukuran terhadap bentuk hasil lasan. Dengan meningkatnya masukan panas, geometri lasan cenderung lebih dalam dan melebar yang mengakibatkan naiknya rasio D/W. 2. Semakin besar masukan panas maka pertumbuhan butir akan semakin tinggi pada daerah HAZ. Pada masukan panas tinggi menghasilkan struktur butir lebih kasar dibandingkan masukan panas rendah menghasilkan struktur butir halus. 3. Pada daerah logam las menghasilkan struktur ferit vermicular dan lathy atau kombinasi keduanya. Dengan meningkatnya masukan panas, menyebabkan ukuran
18 dendrit membesar dan jarak antar dendrit bertambah dibandingkan dengan masukan panas rendah. 4. Seiring dengan naiknya masukan panas, maka kekerasan akan semakin menurun pada daerah HAZ maupun inti las. Menurunnya kekerasan daerah HAZ disebabkan karena pertumbuhan butir, sedangkan menurunnya kekerasan daerah logam las disebabkan oleh menurunnya delta ferit dan ditemukan delta ferit berbentuk lathy. Daftar Referensi [1] Huang, H.Y., Shyu, S.W., Tseng, K.H., & Chou, C.P. (2006). Study of the process parameters on austenitic stainless steel by TIG-flux welding. Journal of Material Science and Technology 22, 8, [2] Lippold, J.C., Damian, J.K. (2005). Welding metallurgy and weldability of stainless steel. Wiley-Interscience Publication. [3] Burgardt, P., & Heiple, C.R. (1986). Interaction between impurities and welding variables in determining GTA weld shape. Welding Journal 65, 6, [4] Arif, F.S. (2012). Perbedaan karakteristik hasil pengelasan metode GTAW dan SMAW terhadap baja tahan karat 316L. Tesis, Program Sarjana Universitas Indonesia, Depok. [5] Arivazhagan, B., Srinivasan, G., Albert, S.K., & Bhaduri, A.K. (2011). A study on influence of heat input variation on microstructure of reduced ferritic martensitic steel weld metal produced by GTAW process. Journal of Fusion Engineering and Design 86, 6, [6] ASM Handbook, Vol. 1. (1993). Properties and selection: Irons, steels and highperformance alloys. American Society For Metals International. [7] Welding Handbook, Vol. 4. (1982). Metals and their weldability (7th ed.). American Welding Society. [8] Lippold, J.C., & Savage, W.F. (1979). Solidification of austenitic stainless steel weldments: Part I A proposed mechanism. Welding Journal 58, 12, [9] Schaeffler, A.L. (1949). Constitution diagram for stainless steel weld metal. Metals Progress 56, 5, b.
19 [10] DeLong, W.T. (1974). Ferrite in austenitic stainless steel weld metal. Welding Journal 53, 7, 273s-286s. [11] Kotecki, D. J., & Siewert, T.A. (1992). Welding Journal 71, 171s. [12] Brooks, J.A., & Thompson A.W. (1991). Microstructural development and solidification cracking susceptibility of austenitic stainless steel welds. Int. Met. Reviews 36, 29, [13] Suutala, N. (1982). Solidification studies on austenitic stainless steels. Acta Universitatis Ouluensis, Series C, Technica No. 23, Metallurgica No. 3. [14] Erick, T.K. (1984). Steel and Its Heat Treatment (2nd ed.). Butterword and Co. [15] Kou, S. (2002). Welding Metallurgy (2nd ed.). John Wiley and Sons. [16] Kuang, H.T., & Chih, Y.H. (2011). Performance of activated TIG process in austenitic steel welds. Journal of Materials Processing Technology 211, 10, [17] Huang, H.Y. (2009). Effects of shielding gas composition and activating flux on GTAW weldments. Materials and Design 30, 6,
STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L
EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 1 Januari 2017; 10-14 STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L Ojo Kurdi Departement Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciGambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)
BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN ANALISA
BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si
Lebih terperinciKeywords : Schaeffler, DeLong, WRC-1992, dissimilar metal weld.
VALIDASI DIAGRAM SCHAEFFLER, DELONG DAN WRC-1992 DALAM MEMPREDIKSI STRUKTUR MIKRO PADA PENGELASAN LOGAM BERBEDA ANTARA BAJA KARBON RENDAH DENGAN BAJA TAHAN KARAT Triyono 1, Zainal Arifin 2, Sutaryono 3
Lebih terperinciPENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER
PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER Wisma Soedarmadji*), Febi Rahmadianto**) ABSTRAK Tungsten Innert Gas adalah proses
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka
BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.
Lebih terperinciPENGARUH ARUS PENGELASAN LAS TIG TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS STAINLESS STEEL TYPE 304 ABSTRAK
PENGARUH ARUS PENGELASAN LAS TIG TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS STAINLESS STEEL TYPE 304 Antonius Widyatmoko 1, Muh Amin 2 dan Solechan 3 ABSTRAK Stainless steel merupakan baja paduan tinggi karena
Lebih terperinciAvailable online at Website
Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh PWHT dan Preheat pada Kualitas Pengelasan Dissimilar Metal antara Baja Karbon (A-106) dan Baja Sri Nugroho, Wiko Sudiarso*
Lebih terperinciIr. Hari Subiyanto, MSc
Tugas Akhir TM091486 METALURGI Budi Prasetya Awab Putra NRP 2104 100 018 Dosen Pembimbing: Ir. Hari Subiyanto, MSc ABSTRAK Austenitic stainless steel adalah suatu logam paduan yang mempunyai sifat tahan
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI SUHU PREHEAT TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL SA 516 GRADE 70 YANG DISAMBUNG DENGAN METODE PENGELASAN SMAW
Abstrak PENGARUH VARIASI SUHU PREHEAT TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL SA 516 GRADE 70 YANG DISAMBUNG DENGAN METODE PENGELASAN SMAW Gathot DW1*, Nur H 2* Budi LS 3*,Abdillah GB 4* Prodi D-3 Teknik Mesin
Lebih terperinciProsiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN:
PENGARUH ARUS LISTRIK DAN FILLER PENGELASAN LOGAM BERBEDA BAJA KARBON RENDAH (ST 37) DENGAN BAJA TAHAN KARAT (AISI 316L) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Bambang Teguh Baroto 1*, Petrus Heru Sudargo
Lebih terperinciPENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201
PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201 Heru Danarbroto 1*, A.P.Bayu Seno 2, Gunawan Dwi Haryadi 2, Seon Jin Kim 3 1 Jurusan Teknik Mesin,
Lebih terperinciPengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 8, No.2, Mei 2017 27 Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083 Satrio Hadi 1, Rusiyanto
Lebih terperinciPENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4
PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4 Petrus Heru Sudargo 1*, Sarwoko 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Akademi Teknologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.
Lebih terperinciFakhril Maula, Muhammad Anis. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424
Studi Pengaruh Variasi Temperatur dan Waktu Tahan Solution Treatment terhadap Mikrostruktur dan Kekerasan Hasil Pengelasan Baja Tahan Karat AISI 316 dengan Metode GTAW Fakhril Maula, Muhammad Anis Departemen
Lebih terperinciSKRIPSI / TUGAS AKHIR
SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik
Lebih terperinciPENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36
PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36 Saifudin 1, Mochammad Noer Ilman 2 Jurusan Teknik Mesin dan Industri,
Lebih terperinciIr Naryono 1, Farid Rakhman 2
PENGARUH VARIASI KECEPATAN PENGELASAN PADA PENYAMBUNGAN PELAT BAJA SA 36 MENGGUNAKAN ELEKTRODA E6013 DAN E7016 TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2 Lecture
Lebih terperinciPENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4
PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4 Petrus Heru Sudargo 1), Triyono 2), Kuncoro Diharjo 2) 1) Pasca Sarjana Jurusan
Lebih terperinciDimas Hardjo Subowo NRP
Dimas Hardjo Subowo NRP. 2706 100 011 Dosen Pembimbing : Budi Agung K, ST, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOHI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Abstrak Dalam proses pengelasan seringkali dijumpai
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Identitas : 1 : SMAW 1,5 mm 2 : SMAW 3 mm 3 : GTAW 1,5 mm Tanpa Gas Back Purging 4 : GTAW 3 mm Tanpa Gas Back Purging 5 : GTAW 1,5 mm 6 : GTAW 3 mm 7 : GTAW 1,5 mm
Lebih terperinciPERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41
C.8 PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 Fauzan Habibi, Sri Mulyo Bondan Respati *, Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin
Lebih terperinciPERBANDINGAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS PENGELASAN ASTM A790 DAN ASTM A106 Gr. B HASIL PROSES PENGELASAN GTAW YANG DIAPLIKASIKAN PADA PIPA GEOTHERMAL
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS PENGELASAN ASTM A790 DAN ASTM A106 Gr. B HASIL PROSES PENGELASAN GTAW YANG DIAPLIKASIKAN PADA PIPA GEOTHERMAL Pathya Rupajati 1), Hengky Fernando 2), Dwita Suastiyanti
Lebih terperinciPengaruh Parameter Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik Lasan Dissimilar Metal AISI 1045 dan AISI 304
Pengaruh Parameter Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik Lasan Dissimilar Metal AISI 1045 dan AISI 304 Meilinda Nurbanasari 1*), Djoko Hadiprayitno 2), Yulius Erwin Tandiayu 3) Dosen Tetap T.
Lebih terperinciAnalisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun
Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG Baja SS 400 sebagai baja karbon rendah Dapat dilakukan proses pengelasan dengan metode
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur
Lebih terperinciPengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 3 No.2. Oktober 2009 (144-149) Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon I Made Gatot Karohika Jurusan Teknik
Lebih terperinciKata Kunci: Pengelasan Berbeda, GMAW, Variasi Arus, Struktur Mikro
B.8 PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK PENGELASAN LOGAM TAK SEJENIS BAJA (AISI 1045) DENGAN BAJA TAHAN KARAT (AISI 316L) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Petrus Heru Sudargo *, Bambang Teguh Baroto
Lebih terperinciPENGARUH HEAT TREATMENT
TUGAS AKHIR PENGARUH HEAT TREATMENT SESUDAH PENGELASAN (POST WELD) PADA BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KOMPOSISI KIMIA Disusun : CATUR WIDODO YUNIANTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus
Lebih terperinciPENGARUH SUHU PREHEAT DAN VARIASI ARUS PADA HASIL LAS TIG ALUMINIUM PADUAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN
Pengaruh Suhu Preheat Dan Variasi Arus Pada Hasil Las Tig Aluminium Paduan PENGARUH SUHU PREHEAT DAN VARIASI ARUS PADA HASIL LAS TIG ALUMINIUM PADUAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN Nurfi Ahmadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses pengelasan. Pada proses pengelasan terdapat berbagai jenis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan semakin berkembangnya teknologi maka industri pada saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Karena pesatnya kemajuan teknologi, maka banyak sekali
Lebih terperinciVARIASI ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT MEKANIK MIKRO SAMBUNGAN LAS BAJA TAHAN KARAT AISI 304
ISSN 2338-8102 VARIASI ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT MEKANIK MIKRO SAMBUNGAN LAS BAJA TAHAN KARAT AISI 304 Yunus Yakub dan Media Nofri Program Studi Teknik Mesin FTI ISTN Email: yunus_yakub@yahoo.com Abstrak:
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja Baja adalah paduan antara unsur besi (Fe) dan Carbon (C) serta beberapa unsur tambahan lain, seperti Mangan (Mn), Aluminium (Al), Silikon (Si) dll. Seperti diketahui bahwa,
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017) ISSN: ( Print)
F209 Abstrak HP Heater adalah sebuah peralatan Heat Exchanger yang terdiri dari Shell & Tube yang digunakan untuk menaikkan temperatur feed water sesuai temperatur yang dipersyaratkan oleh Boiler.Material
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah salah satu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau non ferrous dengan memanaskan sampai suhu pengalasan, dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi ( filler metal ).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah proses penyambungan material ferrous atau non ferrous dengan memanaskan sampai suhu pengalasan, dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi ( filler
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan manusia. Perkembangannya
Lebih terperinciJurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN
PENGARUH MASUKAN PANAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KETANGGUHAN PADA PENGELASAN SHIELD METAL ARC WELDING (SMAW) DARI PIPA BAJA DIAMETER 2,5 INCHI Susri Mizhar, Ivan Hamonangan Pandiangan Jurusan
Lebih terperinciPERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PANAS AWAL DAN TANPA PEMBERIAN PANAS AWAL PENGELASAN GTAW PADA BAJA TAHAN KARAT 316L TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS
JURNAL PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PANAS AWAL DAN TANPA PEMBERIAN PANAS AWAL PENGELASAN GTAW PADA BAJA TAHAN KARAT 316L TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS DIFFERENCES EFFECT OF EARLY SUMMER AND WITHOUT
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Material yang digunakan adalah baja AISI 1045 berupa pelat yang memiliki komposisi kimia sebagai berikut : Tabel 7.
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH NORMALISING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA PLAT JIS SM 41B MENGGUNAKAN ELEKTRODA E 7016 DAN E 6013
Studi Pengaruh Normalising terhadap Karakteristik (Muhammad Romdhon dkk.) STUDI PENGARUH NORMALISING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA PLAT JIS SM 41B MENGGUNAKAN ELEKTRODA
Lebih terperinciJurnal Teknik Mesin UNISKA Vol. 02 No.02 Mei 2017 ISSN
PENGARUH VARIASI ARUS LISTRIK TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS TITIK (SPOT WELDING) LOGAM DISSIMILAR STAINLESS STEEL DAN BAJA KARBON RENDAH NSTRUCTION TO AUTHORS (Times New Roman,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia industri, bahan-bahan yang digunakan kadang kala merupakan bahan yang berat. Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi,
Lebih terperinciKAJIAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON TINGGI DENGAN VARIASI MASUKAN ARUS LISTRIK
KAJIAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON TINGGI DENGAN VARIASI MASUKAN ARUS LISTRIK Wijoyo Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Mesin Universitas Surakarta Email:
Lebih terperinciPengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG
NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciSimposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN
PENGARUH PENGELASAN GAS TUNGTEN ARC WELDING (GTAW) DENGAN VARIASI PENDINGINAN AIR DAN UDARA PADA STAINLESS STEEL 304 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN UJI IMPACT Agus Sudibyo
Lebih terperinciPenelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG
TUGAS AKHIR Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG Disusun : MUHAMMAD SULTON NIM : D.200.01.0120 NIRM
Lebih terperinciTeknik Pembuatan Baja Duplek pada Baja Karbon Rendah Sa dengan Pelapisan Elektroda
Teknik Pembuatan Baja Duplek pada Baja Karbon Rendah Sa 516-7 dengan Pelapisan Elektroda Sidiq Ruswanto Jurusan Teknik mesin Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru UI Depok 16422 Abtract SA 516-7 is a low
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIFAT FISIS DAN MEKANIS SAMBUNGAN LAS SMAW BAJA A-287 SEBELUM DAN SESUDAH PWHT
ISSN 0853-8697 KARAKTERISASI SIFAT FISIS DAN MEKANIS SAMBUNGAN LAS SMAW BAJA A-287 SEBELUM DAN SESUDAH PWHT Yustiasih Purwaningrum Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia
Lebih terperinciGambar 4.1 Penampang luar pipa elbow
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin
Lebih terperinciBAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan
II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI STUDI METALOGRAFI PENGARUH ARUS DAN HOLDING TIME PADA PENGELASAN SPOT WELDING MATERIAL STAINLESS STEEL
NASKAH PUBLIKASI STUDI METALOGRAFI PENGARUH ARUS DAN HOLDING TIME PADA PENGELASAN SPOT WELDING MATERIAL STAINLESS STEEL Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata Satu Pada Jurusan Teknik
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-20 BAHAN TEKNIK MEKANIKA BAHAN
Pengaruh Kromium dan Perlakuan Panas pada Baja Fe-Ni-Cr terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Meilinda Nurbanasari 1, Dodi Mulyadi 2 1 Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin, FTI, Institut Teknologi Nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena
Lebih terperinciPENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS
PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Joko Waluyo 1 1 Jurusan Teknik Mesin Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Lebih terperinciEFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37
EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37 Subardi 1), Djoko Suprijanto 2), Roza Lyndu R. Mahendra 3) Abstract The present study aims to investigate the effect
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH BESARNYA ARUS LISTRIK TERHADAP DISTRIBUSI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KEKUATAN IMPAK PADA BAJA KARBON RENDAH JENIS SB 46
STUDI PENGARUH BESARNYA ARUS LISTRIK TERHADAP DISTRIBUSI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KEKUATAN IMPAK PADA BAJA KARBON RENDAH JENIS SB 46 ABSTRACT Dedi Priadi 1 dan Selvinus M 2 This paper presents a
Lebih terperinciDUPLEX STAINLESS STEEL
DUPLEX STAINLESS STEEL Oleh: Mohamad Sidiqi Pendahuluan Stainless Steel (SS) adalah baja dengan sifat ketahanan korosi yang sangat tinggi di berbagai kondisi lingkungan, khususnya pada atmosfer ambient
Lebih terperinciPENGARUH PWHT TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS TAK SEJENIS AUSTENITIC STAINLESS STEEL DAN BAJA KARBON
PENGARUH PWHT TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS TAK SEJENIS AUSTENITIC STAINLESS STEEL DAN BAJA KARBON Agus Duniawan 1, Mochammad Noer Ilman 2 1 Jurusan Teknik Mesin Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Lebih terperinciPersentasi Tugas Akhir
Persentasi Tugas Akhir OLEH: MUHAMMAD RENDRA ROSMAWAN 2107 030 007 Pembimbing : Ir. Hari Subiyanto,MSc Program Studi Diploma III Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Lebih terperinciJl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *
ANALISA PENGARUH KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKUATAN TARIK PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN LAS SMAW MENGGUNAKAN JENIS ELEKTRODA E7016 Anjis Ahmad Soleh 1*, Helmy Purwanto 1, Imam Syafa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN SAMBUNGAN PADA PROSES PENGELASAN ALUMINIUM DENGAN METODE MIG
PENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN SAMBUNGAN PADA PROSES PENGELASAN ALUMINIUM DENGAN METODE MIG Tri Widodo Besar Riyadi 1, Lastono Aji 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Lebih terperinci16 Media SainS, Volume 4 Nomor 1, April 2012 ISSN 2085-3548
16 PENGARUH BESAR ARUS TEMPER BEAD WELDING TERHADAP KETANGGUHAN HASIL LAS SMAW PADA BAJA ST37 (Effect Large Current of Temper Bead Welding Against Toughness of SMAW Welding Results ST37 Steel) Ahmadil
Lebih terperinciPENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP HASIL PENGELASAN TIG PADA BAJA KARBON RENDAH
Pengaruh Media.. Baja Karbon Rendah PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP HASIL PENGELASAN TIG PADA BAJA KARBON RENDAH Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra INTISARI Las TIG adalah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Karakteristik Austenitic Stainless Steel 316L Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan tinggi yang berdasarkan pada sistem Fe-Cr, Fe-Cr-C, dan Fe-Cr-Ni dengan unsur paduan
Lebih terperinciPengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF
TUGAS AKHIR Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF Disusun : DIDIT KURNIAWAN NIM : D.200.03.0169 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciLAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)
Page : 1 LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) 1. PENDAHULUAN. Las busur listrik elektrode terbungkus ialah salah satu jenis prose las busur listrik elektrode terumpan,
Lebih terperinciPengaruh Preheat Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanis Sambungan Las GTAW Material Baja Paduan 12Cr1MoV yang Digunakan pada Superheater Boiler
Pengaruh Preheat Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanis Sambungan Las GTAW Material Baja Paduan 12Cr1MoV yang Digunakan pada Superheater Boiler Achmad Arifin 1, Heru Santoso B.R 2, dan M. Noer Ilman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah proses penyambungan material ferrous atau non ferrous dengan memanaskan sampai suhu pengelasan, dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi ( filler
Lebih terperinciINFO TEKNIK Volume 14 No. 2 Desember 2013 ( ) PENGARUH ARUS TERHADAP KEKERASAN HASIL PENGELASAN BAJA ST 60 MENGGUNAKAN PENGELASAN SMAW
INFO TEKNIK Volume 14 No. 2 Desember 2013 (211-218) PENGARUH ARUS TERHADAP KEKERASAN HASIL PENGELASAN BAJA ST 60 MENGGUNAKAN PENGELASAN SMAW Ma ruf Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat.
Lebih terperinciREVIEW METALURGI LAS BAJA TAHAN KARAT
REVIEW METALURGI LAS BAJA TAHAN KARAT Rodesri Muliadi (1) (1) Staf Pengajar Politeknik Negeri Payakumbuh ABSTRACT Stainless steel, including steel blend of high resistand to corrosion, high and low temperature.
Lebih terperinciPENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)
PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian
Lebih terperinciVolume 13 No.1 Maret 2012 ISSN :
PENGARUH WAKTU DAN ARUS LISTRIK PENGELASAN RSW TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK PADA SAMBUNGAN LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA TAHAN KARAT SS316 DAN BAJA KARBON ST37 Achmad Nurhidayat 1, Triyono 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciPENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (100%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 390 G
PENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (1%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 39 G Ir.Soegitamo Rahardjo 1, Dwiki Darmansyah 2 Lecture 1,College student
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Sidoarjo, Desember Fakultas. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 1
KATA PENGANTAR Puji beserta syukur panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena berkat rahmat, hidayahnya, telah mampu menyelesaiakan sebuah makalah tentang pengaruh pengelsan FCAW tanpa dan dengan
Lebih terperinciPENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL
PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL Cahya Sutowo, Arief Sanjaya Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAK Pengelasan adalah proses
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. waktu pengelasan dan pengaruh penambahan filler serbuk pada
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai sifat mekanik pengaruh arus pengelasan, waktu pengelasan dan pengaruh penambahan filler serbuk pada sambungan las titik dengan material feritik Stainless
Lebih terperinciPENGARUH KUAT ARUS LISTRIK DAN JENIS KAMPUH LAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTURMAKRO PADA PENGELASAN STAINLESS STEEL AISI 304
PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK DAN JENIS KAMPUH LAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTURMAKRO PADA PENGELASAN STAINLESS STEEL AISI 304 Eriek Wahyu Restu Widodo 1, Suheni 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi
Lebih terperinciC. RUANG LINGKUP Adapun rung lingkup dari penulisan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Kerja las 2. Workshop produksi dan perancangan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan dibuatnya laporan ini, sebagai hasil praktikum yang sudah dilakukan dan berberapa pengalaman maupun temuan semasa praktikum, kita dapat mengevaluasinya secara
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN PENELITIAN Baja karbon rendah lembaran berlapis seng berstandar AISI 1010 dengan sertifikat pabrik (mill certificate) di Lampiran 1. 17 Gambar 3.1. Baja lembaran SPCC
Lebih terperinciARI BUDIANTO N I M : D
NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PERLAKUAN PENDINGINAN PADA PROSES PENGELASAN SMAW(SHIELDED METAL ARC WELDING) STAINLESS STEEL AUSTENITE AISI 201 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, UJI STRUKTUR MIKRO, UJI KEKERASAN
Lebih terperinciMENINGKATKAN KEKUATAN SAMBUNGAN LAS Q&T STEEL LOKAL DENGAN MGMAW TANPA PENERAPAN PH DAN PWHT
MENINGKATKAN KEKUATAN SAMBUNGAN LAS Q&T STEEL LOKAL DENGAN MGMAW TANPA PENERAPAN PH DAN PWHT Yurianto 1), Pratikto 2), Rudy Sunoko 3) Wahyono Suprapto 4) 1),2),3),4) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil
Lebih terperinciPENGARUH ARUS, KANDUNGAN SULFUR, DAN GAS PELINDUNG TERHADAP MORFOLOGI LASAN PADA PENGELASAN GTAW DENGAN BUSUR DIAM.
PENGARUH ARUS, KANDUNGAN SULFUR, DAN GAS PELINDUNG TERHADAP MORFOLOGI LASAN PADA PENGELASAN GTAW DENGAN BUSUR DIAM. Disusun Oleh : IGede Angga Wiradharma NRP. 2103 100 003 Dosen Pembimbing Dr. Ir Abdullah
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU DAN JARAK TITIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP KEKUATAN GESER HASIL SAMBUNGAN LAS
UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH WAKTU DAN JARAK TITIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP KEKUATAN GESER HASIL SAMBUNGAN LAS TUGAS SARJANA Disusun oleh: ERI NUGROHO L2E 604 208 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciLEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN (Studi Kasus: PT.FREEPORT INDONESIA, Papua) Oleh : NAMA : PETRUS KADEPA NIM
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL
PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL Mahasiswa Febrino Ferdiansyah Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.
Lebih terperinciAnalisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,
Lebih terperinciANALISA KUAT LENTUR DAN PENGELASAN PADA PEMEGANG KURSI MOBIL
ANALISA KUAT LENTUR DAN PENGELASAN PADA PEMEGANG KURSI MOBIL Syawaluddin, Thifti Ardiyansyah Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAK Penelitian ini menggunakan bahan baja karbon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu ini teknik las telah banyak dipergunakan secara luas dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang (cast iron), besi dan baja. Luasnya
Lebih terperinci