KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO"

Transkripsi

1 KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konservasi Labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, 2012 Sunyoto E

3 ABSTRACT SUNYOTO. Conservation of The Asiatic Soft-Shell Turtle Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) in The Belawa Village, Lemah Abang District, Cirebon, West Java. Under direction of AGUS PRIYONO KARTONO and MIRZA DIKARI KUSRINI. Asian soft-shell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert,1770) has been considered as sacred turtle by the community of Belawa Village. In the village, they are found in the irrigation channels and fish ponds, as well as in special holding ponds in Cikuya recreation area built by the community. In 2010 a disease outbreak caused by bacteria had caused mass deaths of turtles in the holding ponds. Two years has passed since the outbreaks, and the number of the survived A. cartilaginea is not known. This study aimed to obtain data on recent population of A. cartilaginea, activity patterns and time allocation and management efforts and public perception of the existence A. cartilaginea in the Belawa Village. The study was conducted on March-May 2012, by inventory of turtles population occuring in water bodies in the village. Management efforts and public perception information was obtained by interview and questionnaires. Result of census found 177 A. cartilaginea in Belawa Village mostly concentrated at the holding pond at Cikuya recreation area with a complete structure of the hatchlings, adolescents, young adults and adults. Sex ratio of adults was 1:2,22 and young adults was 1:0,67. A. cartilaginea is usually stay inside mud in the mud and rest at night until noon and will actively breathe and swim in the afternoon. They allocated more time to stay in the mud as much as %. Missmanagement of A. cartilaginea by holding almost all population in the community s pond has threathened the population of A. cartilaginea in Belawa Village. Fortunately, the people of Belawa Village have positive perception that A. cartilaginea is a sacred animal and know that is existence in an alarming situation. Keyword: Asian soft-shell turtle, activity pattern, management, perception, Belawa

4 RINGKASAN SUNYOTO. Konservasi Labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan MIRZA DIKARI KUSRINI. Kerusakan habitat mendorong spesies dan bahkan seluruh komunitas menuju ambang kepunahan. Kerusakan habitat dan fragmentasi habitat merupakan faktor utama menurunnya keragaman amfibi dan reptil di Indonesia. Efek urbanisasi terhadap populasi satwa sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok taksonomi. Pengaruh urbanisasi pada populasi kura-kura air tawar sedikit sekali informasinya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kura-kura dapat bertahan dan lebih melimpah di daerah urban dibandingkan di kawasan yang terganggu. Salah satu jenis kura-kura yang dapat bartahan hidup di daerah urban adalah labilabi (A. cartilaginea). Salah satu lokasi yang menjadi tempat berkembangnya labi-labi adalah di Desa Belawa Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Labi-labi yang ada di desa ini berjumlah 226 individu yang hidup di kolam-kolam dan parit milik masyarakat lokal. Tahun 2010, terjadi wabah penyakit yang menyerang labi-labi Belawa dan menyebabkan penurunan populasi secara tajam. Labi-labi yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan dalam satu kolam yang terletak di Kawasan Obyek Wisata Cikuya. Kawasan tersebut dikelola oleh Kelompok Masyarakat Pengawas binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Data populasi labi-labi pasca terjadinya wabah penyakit hingga saat ini belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang populasi labi-labi, meliputi jumlah individu, nisbah kelamin, struktur umur, pola aktivitas dan alokasi penggunaan waktu serta upaya pengelolaan yang telah dilakukan dan persepsi masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan labi-labi di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon serta penetapan kebijakan-kebijakan terkait Amyda cartilaginea. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana satwa liar dapat hidup bersama dengan kehidupan manusia di daerah urban. Pengumpulan data dilaksanakan di Desa Belawa pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012, diawali dengan observasi lapangan pada Februari Keadaan populasi diketahui dengan melakukan inventarisasi secara sensus. Inventarisasi dilakukan dengan menangkap labi-labi, mengukur panjang dan lebar lengkung kerapas serta jenis kelaminnya. Analisis jumlah individu, sek rasio dan struktur umur dilakukan terhadap seluruh individu yang tertangkap. Data pola aktivitas dan alokasi penggunaan waktu dikumpulkan melalui pengamatan dengan metode focal animal sampling yakni pengamatan empat individu labi-labi yang mewakili setiap kelas umur (tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa). Pengamatan dilakukan selama 24 jam dari jam 05:00 pagi hingga 05:00 pagi hari berikutnya. Data yang terkumpul kemudian dilakukan perhitungan persentase waktu untuk setiap jenis perilaku.

5 Informasi terkait upaya pengelolaan dilakukan dengan wawancara terhadap pengelola, perangkat desa, dinas terkait serta tokoh masyarakat yang ada di Desa Belawa. Data persepsi masyarakat terhadap keberadaan labi-labi dikumpulkan melalui pengisian kuisioner yang dibagikan kepada 97 responden. Responden dipilih secara acak yang menyebar di seluruh wilayah desa. Responden merupakan kepala keluarga atau yang mewakili. Pada penelitian ini ditemukan 177 individu labi-labi yang sebagian besar terkonsentrasi di kolam-kolam obyek wisata Cikuya yaitu kolam penetasan, kolam pembesaran 1-3 dan kolam Cikuya. Jumlah labi-labi di kawasan obyek wisata Cikuya berjumlah 166 individu, sedangkan yang ditemukan di habitat alami yakni kolam-kolam masyarakat dan parit sebanyak 11 individu yang tersebar dalam 6 lokasi. Keenam lokasi tersebut yaitu di kolam masyarakat, Sungai Cikuya 1, Sungai Cikuya 2 (Curug/jumbleng), Sungai Cipinang, Sungai Legon Bulan dan Sungai Kopo. Nisbah kelamin labi-labi dewasa di Desa Belawa 1:2,22 dan dewasa muda 1:0,67. Nisbah kelamin dewasa menunjukkan bahwa jumlah labi-labi betina lebih banyak dibandingkan dengan labi-labi jantan. Perbandingan ini menunjukkan kondisi yang baik karena labi-labi jantan tidak perlu melakukan perkelahian untuk mendapat pasangannya. Perkelahian dapat menyebabkan terjadinya luka dan kematian pada labi-labi. Struktur umur labi-labi di Desa Belawa dibedakan atas kelas umur tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa dengan jumlah labi-labi di setiap kelas umur tersebut secara berurutan 88, 54, 7 dan 28 individu. Labi-labi tidak banyak melakukan aktivitas. Labi-labi lebih banyak berdiam diri dalam lumpur dan istirahat pada waktu malam hingga siang hari dan akan bernafas dan berenang pada sore hari. Labi-labi lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk berdiam diri dalam lumpur yaitu sebanyak 54,20%. Pengelolaan labi-labi belum dilakukan secara optimal dan upaya pengumpulan labi-labi dari berbagai habitat untuk dijadikan satu dalam kolam Cikuya mengancam populasi labi-labi di Desa Belawa. Masyarakat Desa Belawa memiliki persepsi bahwa labi-labi merupakan hewan yang dikeramatkan dan saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Hal ini menjadi asset untuk konservasi labi-labi di masa datang. Kata kunci: labi-labi, pola aktivitas, pengelolaan, persepsi, Belawa

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

7 KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.

9

10 Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada: Istriku (Samkhah Azizah) dan kedua anakku (Muhammad Kharis Wiro Khuseno dan Humairoh Stylosa Sunyoto)

11 PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Konservasi labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati dari Institut Pertanian Bogor. Tesis ini ditulis dengan susunan yang terdiri atas beberapa bab, yakni Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Hasil dan Pembahasan serta Simpulan dan Saran. Penulis berharap dengan susunan tersebut keterkaitan antara latar belakang, tujuan, metode, dan hasil yang diperoleh dapat lebih mudah dipahami. Topik penelitian ini penting untuk dikaji karena hasilnya dapat diaplikasikan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan labi-labi khususnya di Desa Belawa guna mendukung upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, yang telah memberikan kesempatan dan sekaligus sebagai sponsor penulis mengikuti pendidikan pada Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati di Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku ketua komisi dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku Anggota Komisi atas curahan pemikiran, waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. 3. Istri tercinta Samkhah Azizah dan sepasang anakku Muhammad Kharis Wiro Khuseno dan Humairoh Stylosa Sunyoto atas dukungan, pengertian, dan pengorbanan selama ini. Kepada kedua orang tua Bapak H. Giman Wirodihardjo dan Hj. Ngadinah serta kedua mertua Bapak H. Dasimanudin Harahap dan Ibu Hj. Marchamah diucapkan terima kasih atas motivasi, dukungan dan do a yang diberikan. 4. Ir. Mangaraja Gunung Nababan dan Ir. Kurung, MM, selaku kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa atas rekomendasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti beasiswa program pendidikan S2 yang disediakan oleh Kementerian Kehutanan. 5. Asosiasi Pengusaha Eksportir Kura-kura dan Labi-labi (APEKLI) atas dukungan dana dalam penelitian yang penulis lakukan. 6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon berserta stafnya atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama penelitian. 7. Ibu Yuli selaku Kepala Seksi pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon atas bantuan dan arahannya. 8. Bapak Zuhud selaku kepala Desa Belawa beserta perangkatnya yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Pengurus Kelompok Masyarakat Pengawas Kuya Asih Mandiri khususnya Mas Dadan beserta keluarga atas bantuan, kasih sayang serta kerjasamanya.

12 10. Riki, Toto, Pak Kusna dan segenap masyarakat Turtle Bodast atas bantuannya dalam pengambilan data di lapangan. 11. Seluruh teman-teman mahasiswa KKH-2010 atas suasana kekeluargaan, kekompakan, kerjasama dan kebersamaan yang tak terlupakan. 12. Kepada Pak Sofwan, Bi Umi dan Pak Udin atas segala bantuan dan pelayanan yang diberikan. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya demi kelancaran penyusunan tesis ini. Penulis menyadari, bahwa manusia tidak pernah luput dari kekhilafan, begitu pula dalam tulisan ini. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan atas kekurangan, kekeliruan dan kelemahan yang terdapat dalam tesis ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Kiranya hanya Allah SWT yang mampu memberi balasan berkah kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Amin. Bogor, 2012 Sunyoto

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Juli 1974 di kota Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Giman Wirodihardjo dan Hj. Ngadinah. Pada tahun 1987 penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Bajing VIII, Kroya, Cilacap. Penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Kroya Cilacap pada tahun 1990 dan pada tahun 1993 penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri Banyumas dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang ditamatkan pada tahun Pada saat ini penulis masih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kementerian Kehutanan sejak tahun 2000 sebagai pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Ahli di Balai Taman Nasional Karimunjawa. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi, penulis melakukan penelitian tentang Konservasi labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat yang dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Priyono Kartono M.Si sebagai Ketua dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

14 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Habitat Labi-labi Strategi Perkembang-biakan Satwa Manajemen Labi-labi di Daerah Urban... 7 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Jenis Data Metode Pengumpulan Data Keadaan Populasi Labi-labi Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Pengelolaan Populasi Labi-labi Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Labi-labi Metode Analisis Data Populasi Labi-labi Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Pengelolaan Populasi Labi-labi Persepsi Masyarakat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Jumlah Individu, Nisbah kelamin dan Struktur Umur Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Pengelolaan Populasi Persepsi Masyarakat Pembahasan Jumlah Individu, Nisbah kelamin dan Struktur Umur Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Pengelolaan Populasi Persepsi Masyarakat Strategi Pengelolaan Populasi dan Habitat Labi-labi (i)

15 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN (ii)

16 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Karakteristik satwa strategi-r dan strategi-k Ukuran labi-labi yang menjadi obyek penelitian perilaku Klasifikasi kelas ukuran labi-labi Komposisi labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umur Penggunaan waktu aktivitas harian berdasarkan kelas umur Kematian labi-labi akibat wabah penyakit pada tahun (iii)

17 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Skema Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian Peta lokasi penelitian Mekanisme penandaan pada karapas labi-labi yang sekaligus sebagai penomoran individu Perbedaan bentuk dan panjang ekor labi-labi Belawa jantan dan betina Penandaan obyek pengamatan perilaku labi-labi Sebaran populasi labi-labi pada setiap lokasi di Desa Belawa Penyebaran labi-labi di Desa Belawa Persentase labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umur Pola aktivitas labi-labi di Desa Belawa Persentase waktu yang digunakan labi-labi untuk setiap perilaku Persentase waktu yang digunakan setiap kelas umur labi-labi untuk setiap jenis perilaku Beberapa posisi labi-labi beristirahat di tempat yang panas Tahapan labi-labi dewasa kawin Rata-rata waktu bernafas labi-labi Posisi tukik bernafas Tahapan kegiatan labi-labi membersihkan tubuhnya Persentase sumber informasi keberadaan labi-labi di Desa Belawa Struktur organisasi Kelompok Masyarakat Pengawas Kuya Asih Mandiri Rancangan kolam indukan labi-labi di Cikuya Desa Belawa Rancangan kolam penangkaran tukik umur 0-1 tahun Gejala kematian tukik Tempat penetasan telur labi-labi di Desa Belawa Piramida umur labi-labi di Desa Belawa tahun 2007 dan Beberapa lokasi penumpukan sampah masyarakat (iv)

18 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Sebaran populasi labi-labi di Desa Belawa berdasarkan lokasi pengamatan Komposisi umur dan nisbah kelamin labi-labi dewasa muda dan dewasa di setiap lokasi pengamatan Jumlah labi-labi berdasarkan kelas umur di setiap lokasi pengamatan Persentase alokasi waktu pada setiap jenis perilaku Kebutuhan pakan labi-labi di kawasan Cikuya Panjang lebar lengkung karapas (PLK) dan lebar lengkung karapas (LLK) labi-labi (v)

19 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan habitat mendorong spesies dan bahkan seluruh komunitas hidupan liar menuju ambang kepunahan (Indrawan et al. 2007). Ancaman utama keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan spesies berlebihan, invasi spesies-spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit (Indrawan et al. 2007). Hal tersebut mengakibatkan ekosistem alamiah menjadi habitat yang lebih kecil dan terpecah-pecah. Daerah urban yang banyak dihuni oleh manusia dilihat sebagai area buatan dan bukan area yang alami (Collins et al. 2000). Kerusakan habitat dan fragmentasi habitat merupakan faktor utama menurunnya keragaman amfibi dan reptil di Indonesia (Iskandar & Walter 2006). Kelangsungan hidup spesies dalam berbagai lingkungan tergantung pada kemampuan adaptasinya yang mencirikan sejarah hidupnya (Stearns 1977). Adaptasi ini termasuk usia dan ukuran kedewasaan, fekunditas, ketahanan hidup dan mortalitas (Williams 1966). Efek urbanisasi terhadap populasi satwa sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok taksonomi (Plummer & Nathan 2008). Pengaruh urbanisasi pada populasi kura-kura air tawar sedikit sekali informasinya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kura-kura dapat bertahan dan lebih melimpah di daerah urban dibandingkan di kawasan yang terganggu (Plummer et al. 2008). Menurut Kusrini et al. (2007), salah satu jenis kura-kura yang dapat hidup di daerah urban adalah labi-labi (Amyda cartilaginea). Salah satu lokasi yang menjadi tempat berkembangnya labi-labi adalah di Desa Belawa Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat (Kusrini et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Kusrini et al. (2007) menemukan 226 individu labi-labi yang hidup di kolam-kolam dan parit milik masyarakat lokal. Keberadaan labi-labi semakin terancam dengan adanya pengambilan telur oleh masyarakat dan pengurangan habitat labi-labi (Kusrini et al. 2007).

20 2 Pada tahun 2010, terjadi wabah penyakit yang menyerang labi-labi dan menyebabkan terjadinya penurunan populasi secara tajam (Antaranews 2010). Labi-labi yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan dalam satu kolam yang berada di Kawasan Obyek Wisata Cikuya. Kawasan tersebut dikelola oleh Kelompok Masyarakat Pengawas binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Data populasi labi-labi pasca terjadinya wabah penyakit hingga saat ini belum ada. Keberadaan labi-labi di Desa Belawa yang ada di obyek wisata Cikuya dan lahan masyarakat merupakan dua habitat labi-labi yang potensial untuk pengembangan labi-labi. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan satu kajian mengenai populasi labi-labi dan upaya pengelolaannya di Desa Belawa sehingga dapat memprediksi kelestarian A. cartilaginea di tempat tersebut Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendapatkan data dan informasi tentang populasi labi-labi (Amida cartilaginea) setelah kasus kematian masal tahun 2010 yang meliputi jumlah individu, nisbah kelamin dan struktur umur. b. Memperoleh data dan informasi tentang pola aktivitas dan alokasi waktu harian yang digunakan oleh labi-labi. c. Mengidentifikasi upaya pengelolaan yang telah dilakukan serta persepsi masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi sebagai bahan masukan bagi stakeholders dalam pengelolaan labi-labi di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon serta penetapan kebijakankebijakan terkait Amyda cartilaginea. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana satwaliar dapat hidup bersama dengan kehidupan manusia di daerah urban.

21 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran Penelitian Ancaman utama keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan spesies berlebihan, invasi spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit (Indrawan et al. 2007). Fragmentasi habitat mengakibatkan ekosistem alamiah terbagi menjadi habitat yang lebih kecil dan terpecah-pecah. Salah satu penyebab fragmentasi adalah pembangunan perumahan dan perkotaan. Daerah urban yang banyak dihuni oleh manusia dilihat sebagai area buatan dan bukan area yang alami (Collins et al. 2000). Keberadaan daerah urban tidak selalu bersifat negatif bagi satwa liar yang mampu hidup berdampingan dengan manusia, salah satunya labi-labi di Desa Belawa (Kusrini et al. 2007). Pada tahun 2010, terjadi wabah penyakit yang menyerang labi-labi Belawa dan menyebabkan terjadinya penurunan populasi secara tajam. Data populasi labi-labi di Desa Belawa pasca terjadinya wabah penyakit hingga saat ini belum ada. Perhatian dan pengelolaan labi-labi pasca terjadinya wabah penyakit semakin intensif agar populasi labi-labi di Desa Belawa dapat pulih kembali. Salah satu bentuk keseriusan tersebut adalah adanya pembangunan sarana penetasan telur dan renovasi kolam obyek wisata Cikuya serta upaya pengelolaannya. Kebijakan pengelolaan labi-labi di kawasan Cikuya dan Desa Belawa merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pemulihan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan guna menjawab hal-hal sebagai berikut : a. Bagaimanakah parameter populasi labi-labi yang meliputi jumlah individu, nisbah kelamin dan struktur umur labi-labi di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon. b. Bagaimanakah pola aktivitas dan alokasi waktu harian yang digunakan labilabi c. Bagaimanakah upaya pengelolaan yang telah dilakukan serta persepsi masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi. Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa sifat-sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian

22 4 (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi). Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari nisbah kelamin, distribusi kelas umur, tingkat kepadatan dan kondisi fisik. Kerangka pemikiran penelitan ini disajikan pada Gambar 1. Daerah Urban Desa Belawa Habitat Labi-labi Fragmentasi Habitat Persepsi Masyarakat Populasi Perilaku Kondisi Habitat Pengelolaan Populasi Labi-labi Ukuran Populasi, Sex Rasio, Struktur Umur Pola Aktivitas Harian Lingkungan Fisik Pemanfaatan Jasa Wisata Inventarisasi, Observasi, dan Wawancara Kelestarian Populasi Labi-labi di Desa Belawa Analisis Kuantitatif dan Deskriptif Gambar 1 Skema kerangka pemikiran yang melandasi penelitian.

23 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Habitat Labi-labi Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran dan produktivitas satwa liar. Habitat yang mempunyai kualitas yang tinggi nilainya akan menghasilkan kehidupan satwa liar yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, habitat yang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi satwaliar yang rapuh dengan daya reproduksi rendah dan mudah terserang penyakit (Alikodra 2010). Menurut Iskandar (2000), labi-labi umumnya dijumpai di daerah yang tenang dan berarus lambat. Selain itu hewan ini banyak ditemukan di kolam yang berhubungan dengan sungai atau danau. Menurut Amri & Khairuman (2002), labi-labi lebih menyukai perairan yang tergenang dengan dasar perairan berpasir dan sedikit berlumpur. Sungai yang menjadi habitat labi-labi adalah sungi-sungai kecil dan sungai-sungai besar. Labi-labi hidup di sungai yang memiliki lebar hingga 25 meter dengan kedalaman hingga 10 meter (Kusrini et al. 2009). Pada beberapa tempat di Jawa dijumpai labi-labi di kolam alami dengan jumlah yang besar dan dianggap keramat. Labi-labi selalu bersembunyi di dalam lumpur atau di dalam pasir di dasar kolam atau sungai sehingga sulit ditemukan (Iskandar 2000). Di sisi lain, labi-labi kadang-kadang menampakkan diri di atas batu-batuan atau bagian yang tidak terendam air untuk berjemur (Amri & Toguan 2007). Menurut Liat & Das (1999), makanan labi-labi terdiri atas serangga air, kepiting, udang, ikan, bangkai, serta buah dan biji. Selain itu ada pula yang makan siput (Dijk 2000). Iskandar (2000) menambahkan bahwa makanan utama labi-labi adalah ikan tetapi tidak menolak sisa makanan manusia. Suhu merupakan faktor penting dalam kehidupan labi-labi karena dapat mempengaruhi metabolisme dimana pada suhu air rendah maka derajat metabolisme akan rendah, begitu pula sebaliknya. Perubahan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan stres pada labi-labi. Suhu yang paling cocok untuk kehidupan labi-labi adalah 22-32ºC (Amri & Khairuman 2002).

24 6 Derajat keasaman atau ph (puisanche of the Hidrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Pada siang hari, ph air akan lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari karena adanya proses respirasi fitoplankton. Nilai ph air yang ideal untuk kehidupan labi-labi adalah 7-8 (Amri & Khairuman 2002). Kekeruhan merupakan suatu ukuran kisaran biasan cahaya dalam perairan. Kekeruhan tidak langsung membahayakan kehidupan labi-labi tetapi dapat menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air. Kekeruhan yang baik untuk labi-labi berkisar antara 20 cm hingga 40 cm (Amri & Khairuman 2002). Kualitas habitat diduga akan mempengaruhi penyebaran kura-kura jenis Graptemys geographica (Conner et al. 2005). Dalam penelitiannya dijumpai perbedaan komposisi satwa tersebut di berbagai lokasi. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya distribusi yang tidak merata dari moluska air yang merupakan mangsa utama satwa tersebut Strategi Perkembangbiakan Satwa Menurut Tarumingkeng (1994), pada dasarnya populasi dibatasi oleh dua faktor. Faktor tersebut adalah faktor fisik lingkungan yang bekerja tidak tergantung kerapatan seperti adanya perubahan cuaca yang mematikan sebagian populasi. Faktor lainnya adalah pengaturan oleh kerapatan populasi itu sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan populasi antara lain adalah adanya kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), imigrasi dan emigrasi (Krebs 2005). Emigrasi dan kematian merupakan faktor yang menyebabkan penurunan populasi, sedangkan imigrasi dan kelahiran berdampak pada peningkatan populasi. Strategi spesies dalam persaingan dengan spesies-spesies lain di habitatnya dan untuk bertahan di lingkungannya menentukan keberhasilan spesies tersebut mempertahankan populasinya. Secara umum spesies satwa dalam melangsungkan hidupnya dapat dikelompokkan kedalam strategi-r dan strategi-k. Karakteristik satwa dengan strategi-r dan strategi-k disajikan pada Tabel 1.

25 Tabel 1 Karakteristik satwa strategi-r dan strategi-k Seleksi-r Seleksi-K Iklim Beragam, tak menentu Konstan, dapat diramalkan Kerapatan populasi Persaingan intra dan antar populasi Seleksi mengarah ke Sangat berfluktuasi menurut waktu, tidak dalam keseimbangan, dibawah K, tiap tahun berkolonisasi Umumnya lamban a. perkembangan yang cepat b. r tinggi c. reproduksi lebih awal d. ukuran badan relatif lebih kecil e. reproduksi per generasi satu kali Konstan, dalam keadaan keseimbangan, dekat K, tidak berkolonisasi Umumnya gesit a. perkembangan lambat b. r rendah c. reproduksi lambat d. ukuran badan relatif lebih besar e. reproduksi berulang Lamanya hidup Pendek, kurang dari satu tahun Lebih dari satu tahun Strategi Produktivitas Efisiensi Sumber: Pianka (1970, diacu dalam Krebs 1978) 2.3. Manajemen Labi-labi di Daerah Urban Pengelolaan kura-kura di beberapa wilayah telah dilakukan terutama di daerah urban. Hal itu ditujukan untuk memperbaiki populasi kura-kura di habitat yang dekat dengan kehidupan manusia. Salah satu strategi untuk meningkatkan ukuran populasi adalah dengan introduksi satwa (Spink et al. 2002). Salah satu contoh yang dilakukan Spink et al. (2002) adalah introduksi kura-kura muda jenis Emys marmorata yang sebagian dapat bertahan dan telah berubah morfologisnya menjadi individu dewasa yang siap bereproduksi. Hal ini dibuktikan dengan membedah dua kura-kura yang mati dan menemukan folikel yang telah berkembang pada indung telur mereka. Menurut Spink et al. (2002), elemen kunci untuk mempertahankan populasi yang sehat E. marmorata di saluran air perkotaan tampaknya mudah dan dapat dicapai. Elemen-elemen kunci tersebut yaitu habitat kura-kura harus dipertahankan agar sesuai dengan persyaratan hidup kura-kura. Habitat bersarang dan berjemur adalah dua elemen kunci yang sering hilang, dan kedua habitat tersebut harus selalu ada dalam ekosistem yang dikelola. Kedua, adalah strategi manajemen yang layak sehingga kematian dapat dihindari. Ketiga adalah kontrol 7

26 8 terhadap populasi kura-kura yang mungkin merupakan langkah penting dalam melindungi E. marmorata. Kontrol tersebut dapat berupa aturan pelarangan penjualan kura-kura hidup untuk bahan makanan, penyadaran masyarakat dan pelarangan pelepasan hewan peliharaan yang tidak diinginkan. Plummer et al. (2008) menyarankan bahwa untuk mengkonservasi labi-labi jenis Apalone spinifera adalah sebagai berikut: (a) memelihara kolam dan sungai sealami mungkin, (b) memelihara koridor yang menjadi penyebaran satwa, (c) mempertahankan proporsi daratan dan perairan, (d) menentukan langkah-langkah untuk melindungi populasi labi-labi terutama untuk melindungi dan mengurangi kematian labi-labi dewasa. Menurut Mitchell (1988), aktivitas manusia di daerah urban tidak boleh mengakibatkan perbedaan stuktur dan perilaku kura-kura air tawar dengan di daerah non urban. Tindakan sederhana seperti mempertahankan koridor penyebaran labi-labi dari dan ke hilir sungai dapat mengurangi dampak gangguan dari bahaya dan gangguan (Plummer et al. 2008).

27 9 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai Juni 2012, diawali dengan observasi lapangan pada bulan Februari Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 di sekitar wilayah Desa Belawa yang terdiri dari perairan mengalir (parit/sungai) dan kolam-kolam milik masyarakat serta kolam pengelolaan labi-labi di Desa Belawa, Cirebon, Jawa Barat. Analisis data hasil penelitian dan penyusunan tesis dilaksanakan dari Mei sampai Juni 2012 di Kampus IPB Dramaga Bogor. PETA LOKASI PENELITIAN Desa Belawa Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

28 Alat dan Bahan Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Peta Desa Belawa, peralatan inventarisasi populasi labi-labi dan peralatan pengukuran morfometri (pita meter, benang bangunan, penggaris, seser, Global Positioning System (GPS), kamera digital, tongkat bambu, lampu senter, stop watch dan kutek untuk tagging). Peralatan wawancara berupa alat perekam dan alat tulis menulis. Peralatan pengolahan dan analisis data terdiri atas note book, kalkulator, serta perlengkapan alat tulis menulis Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil antara lain: a. Parameter populasi yang meliputi jumlah individu, jenis kelamin, panjang dan lebar karapas labi-labi. b. Jumlah waktu yang digunakan labi-labi dalam setiap aktivitasnya. c. Manajemen pengelolaan labi-labi meliputi sarana dan prasarana pengelolaan labi-labi (meliputi luas dan bentuk kolam, luas dan kapasitas tempat peneluran), pengelolaan pakan, penanganan telur, aturan-aturan yang terkait pengelolaan labi-labi. d. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan labi-labi. Data sekunder yang diambil berupa: a. Data dan informasi hasil penelitian sebelumnya b. Peta kawasan dan kondisi umum lokasi c. Informasi dari instansi terkait dan masyarakat yang ada di lokasi penelitian mengenai pengelolaan yang meliputi sejarah adanya labi-labi di Desa Belawa, perkembangan populasi dari sebelum terjadi wabah penyakit hingga saat ini, jumlah dan struktur umur labi-labi yang mati akibat wabah penyakit.

29 Metode Pengumpulan Data Keadaan Populasi Labi-labi Jumlah Individu Labi-labi Pengambilan data populasi dilakukan secara sensus pada seluruh habitat labi-labi di Desa Belawa yakni: kolam milik masyarakat, kolam wisata Cikuya dan parit atau sungai. Data yang diambil meliputi panjang dan lebar karapas serta jenis kelamin labi-labi. Inventarisasi dilakukan dengan cara menangkap labi-labi Belawa yang ada di kolam dan parit. Penangkapan individu di kolam Cikuya dengan membuang air kolam dan penangkap masuk ke kolam untuk mencari keberadaan labi-labi. Labilabi yang ditemukan ditangkap dengan menggunakan seser. Pencarian di kolam masyarakat dilakukan dengan pengamatan dan menunggu munculnya labi-labi ke permukaan air. Inventarisasi di parit dilakukan dengan cara menyisir parit dan menggunakan batang bambu untuk menakut-nakuti sehingga labi-labi keluar dari lumpur atau tempat persembunyiannya. Labi-labi yang terlihat diambil dengan menggunakan seser, diukur karapasnya, ditandai dan dilepaskan kembali di tempat ditemukan labi-labi tersebut. Penandaan pada karapas menggunakan kutek dengan membuat garis tebal di bagian-bagian karapas. Penandaan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penghintungan ganda (double counting) pada saat inventarisasi. Penandaan labilabi dikombinasikan berdasarkan jumlahnya (Kusrini et al. 2007). Penomoran dimulai dari karapas bagian atas seperti pada penomoran jam. Tanda pada sudut 30 menyatakan nomor 1, sudut 60 menyatakan nomor 2. Tanda pada sudut 90, 120, 150, dan 180 secara berturut-turut menyatakan nomor 3,4,5 dan 10. Tanda garis pada karapas sebelah kiri yakni sudut 210, 240, 270, 300, 330 dan 360 secara berturut-turut untuk penandaan nomor 20, 30, 40, 50, 100 dan 200. Mekanisme penomoran ini dapat digunakan untuk penomoran individu sampai urutan ke-465 (Gambar 3).

30 Gambar 3 Mekanisme penandaan pada karapas labi-labi yang sekaligus sebagai penomoran individu Nisbah Kelamin Nisbah kelamin diperoleh dari perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin labi-labi didasarkan atas bentuk dan ukuran ekor (Kusrini et al. 2007). Individu jantan memiliki ekor yang lebih panjang dan ramping sedangkan labi-labi betina memiliki ekor yang lebih pendek dan tebal. Menurut Oktaviani (2007), perbedaan bentuk dan ukuran ekor antara jantan dan betina lebih jelas pada individu dewasa yakni yang mempunyai Panjang Lingkar Karapas (PLK) 25 cm. Penentuan jenis kelamin labi-labi seperti disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Perbedaan bentuk dan panjang ekor labi-labi Belawa jantan dan betina (Diambil dari Kusrini et al. 2007).

31 Struktur Umur Panjang karapas merupakan indikator yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan dengan lebar karapas (Prey 1981, diacu dalam Alviola 2003). Pengukuran panjang dan lebar karapas labi-labi dilakukan dengan metode curveline (Nuitja 1992). Pada metode ini pengukuran dilakukan mengikuti lekung karapas labi-labi. Untuk memudahkan dalam pengukuran karapas maka kepala labi-labi dimasukkan kedalam karapasnya (theca) agar tidak menggigit. Pengukuran karapas menggunakan benang yang kemudian dikonversi pada penggaris Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Pengambilan data aktivitas harian dan distribusi waktu labi-labi dengan menggunakan metode focal animal sampling (Colgan 1978). Metode ini merupakan metode pengamatan perilaku satwa dengan cara mengamati satu individu untuk mewakili kelompoknya. Satwa yang menjadi obyek pengamatan adalah empat individu labi-labi yang terdiri dari tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa yang mewakili setiap kelas umur labi-labi. Ukuran Panjang Lengkung Karapas (PLK) dan Lebar Lengkung Karapas (LLK) untuk setiap obyek pengamatan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ukuran labi-labi yang menjadi obyek penelitian perilaku Kelas Umur PLK (cm) LLK (cm) Jenis Kelamin Dewasa 37,3 28,8 Betina Dewasa Muda 22,3 17,4 Jantan Remaja 13,7 11,6 Belum diketahui Tukik 5,8 4,7 Belum diketahui Penandaan labi-labi dengan cara memberikan kutek pada karapas bagian atas, hidung dan lehernya (Gambar 5). Penandaan ini dilakukan sebelum pengamatan perilaku dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan dalam mengenali obyek sehingga obyek dapat diamati dan berbeda dari individu lainnya. Pengamatan dilaksanakan selama 24 jam mulai pukul 05:00 sampai pukul 05:00 hari berikutnya. Aspek perilaku yang diamati adalah alokasi waktu

32 14 labi-labi untuk melakukan aktivitas makan, berendam di lumpur, berenang, bernafas, membersihkan tubuh, kawin, berkelahi dan istirahat. Aktivitas makan didasarkan pada aktivitas mengambil makanan pertama kali hingga kegiatan mengambil makanan berhenti. Aktivitas berendam di lumpur adalah aktivitas labi-labi di dasar kolam dimana labi-labi tidak berada di darat maupun permukaan air. Aktivitas berenang adalah aktivitas di dalam air tanpa mengeluarkan hidungnya ke udara untuk bernafas. Aktivitas bernafas adalah aktivitas labi-labi di permukaan air atau di dalam lumpur dengan cara mengeluarkan hidungnya ke luar air dimana perhitungan lama waktu bernafas dimulai dari labi-labi mengeluarkan hidung hingga memasukakan hidungnya kembali ke air. Aktivitas istirahat didefinisikan sebagai aktivitas labi-labi di dalam air tanpa mengeluarkan hidung atau berlumpur. a) b) c) d) Gambar 5 Penandaan obyek pengamatan perilaku labi-labi a) tukik, b) remaja, c) dewasa muda dan d) dewasa. Aktivitas membersihkan tubuh adalah aktivitas labi-labi untuk membuang lumpur di karapas dengan cara membalikan tubuhnya sehingga bagian karapas atas berada di bawah. Aktivitas kawin yaitu aktivitas labi-labi jantan naik ke karapas betina untuk melakukan perkawinan hingga keduanya terpisah. Aktivitas berkelahi adalah aktivitas menggigit atau mengejar labi-labi lain untuk menggigitnya. Dalam pengamatan perilaku labi-labi, diamati pula lokasi dimana labi-labi beraktivitas. Lokasi tersebut dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu daratan dekat taman kolam, pinggir tembok, permukaan air dan dasar kolam. Pengamatan pola aktivitas harian dan distribusi penggunaan waktu dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari 5 orang. Hal ini dilakukan agar semua lokasi dapat teramati sehingga tidak terjadi keadaan dimana labi-labi target tidak terpantau keberadaannya.

33 Pengelolaan Populasi Labi-labi Data dan informasi pengelolaan labi-labi di Desa Belawa dan obyek wisata Cikuya diperoleh dari wawancara mendalam dengan para informan dan observasi lapangan. Didalam pelaksanaan wawancara peneliti tidak terlampau terikat pada aturan-aturan yang ketat seperti adanya kuisioner. Peneliti hanya menggunakan alat berupa pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok yang ditanyakan (Ashshofa 2007). Wawancara dimulai dari informan pangkal dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah pelaku baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap informan dari orang-orang yang menurut informan sebelumnya merupakan orang yang mengetahui informasi yang dibutuhkan (snowball sampling). Beberapa informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Kuwu/Kepala Desa Belawa, perangkat Desa Belawa (5 orang), sesepuh desa (5 orang) dan pengelola obyek wisata Cikuya (5 orang). Observasi di lapangan dilakukan terhadap sarana dan prasarana seperti kolam pemeliharaan dan penetasan telur labi-labi di kawasan Cikuya. Pengamatan bentuk kolam dilakukan dengan cara pengamatan bentuk luar dan dalam kolam. Luas kolam dilakukan dengan mengukur sisi-sisi kolam yang berbentuk heksagonal. Selain itu juga diukur luas daratan di dalam kolam tersebut. Data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumendokumen hasil penelitian, laporan serta data pendukung lainnya yang berkaitan dengan populasi labi-labi Belawa Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Labi-labi Persepsi masyarakat Desa Belawa terkait keberadaan labi-labi diketahui dengan membuat kuisioner yang dibagikan ke responden-responden. Wilayah desa dibagi dalam 3 blok yaitu blok timur, tengah dan barat. Responden dipilih secara acak yang menyebar di seluruh blok. Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah responden yaitu (Slovin 1960, diacu dalam Sevilla et al. 1993).

34 16 Notasi n n = N 1 Ne 2 = Jumlah responden, N = ukuran populasi (kepala keluarga) dalam waktu tertentu, e = nilai kritis (batas ketelitian 0,1). Jumlah responden mengacu pada data Desa Belawa tahun 2010 yaitu terdapat 1700 kepala keluarga (kk) yang dikompilasi dengan rumus di atas. Berdasarkan rumus di atas sampel yang harus diambil minimal sebanyak: n = x(0,1) = 94,44 95 Jumlah responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 97 responden dimana satu kuisioner diisi oleh kepala keluarga atau yang mewakilinya Metode Analisis Data Populasi Labi-labi Jumlah Populasi Perhitungan jumlah populasi menggunakan persamaan: N = k i x i Notasi N = jumlah populasi (individu), k =jumlah kolam yang terdapat labi-labi, x i = jumlah labi-labi pada kolam ke- i (individu) Perbandingan Jenis Kelamin (Nisbah kelamin) Nisbah kelamin yang diperoleh kemudian dianalisis dari perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Untuk memperoleh nisbah kelamin menggunakan persamaan sebagai berikut (Kartono 2000): 2 Rˆ Z / 2. ( y 2 i 2R x x 2 i y i R.( n 1) n 2 x 2 i ) Notasi R = jumlah jantan:jumlah betina, x = rata-rata jumlah betina, y i = jumlah jantan pada ku ke-i, x i = jumlah betina pada ku ke-i, n = banyaknya kolam.

35 Struktur Umur Struktur umur labi-labi diklasifikasikan berdasarkan kelas ukuran panjang karapas labi-labi. Menurut Kusrini et al. (2007), labi-labi (Amyda cartilaginea) dapat diklasifikasikan kedalam empat kelas umur yakni tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi kelas ukuran labi-labi Kelasa Umur Panjang Lengkung Karapas (cm) Tukik 5,9 Remaja 6-19,9 Dewasa Muda 20-24,9 Dewasa Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Analisis data dilakukan dengan cara menyusun tabulasi data hasil pengamatan. Hal ini untuk menghitung persentase aktivitas harian dan alokasi waktu yang digunakan untuk aktivitas harian labi-labi. Persentase masing-masing aktivitas dihitung dengan rumus sebagai berikut (Walpole 1993, Johnson & Gouri 1987): F i = x i k x100% Notasi F i = persentase jenis aktivitas ke-i (%), x i = aktivitas jenis ke-i (menit), k = jumlah waktu untuk seluruh aktivitas (menit). Persentase setiap aktivitas pada setiap individu target, selanjutnya dihitung persentase waktu rata-rata aktivitas labilabi dengan menggunakan rumus: F i = n i 1 N F i Notasi F i = persentase aktivitas obyek pengamatan ke-i (%), n = jumlah obyek pengamatan (ind.), N = jumlah total obyek pengamatan (ind.).

36 Pengelolaan Populasi Labi-labi Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan pengelolaan populasi labi-labi di Desa Belawa dan Taman Wisata Cikuya. Hasil observasi dan wawancara dengan informan dibandingkan dengan literatur yang ada. Perhitungan luas kolam dengan menggunakan rumus: AxT L = 6 2 Notasi L = luas segi enam (m²), A = panjang alas / sisi heksagonal (m), t = jarak sisi dari pusat heksagonal (m). Luas daratan di dalam kolam yang berbentuk lingkaran diperoleh dengan menggunakan rumus : A = πr 2 Notasi A = luas lingkaran/daratan (m²), π = 3,14, r = jarak tepi daratan ke pusat lingkaran (m) Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Labi-labi Analisis data kuisioner tentang persepsi masyarakat dilakukan dengan cara menyusun tabulasi data hasil pengamatan. Hal ini untuk menghitung persentase masyarakat dari pertanyaan-pertanyaan kuisioner yang dibagikan dengan rumus sebagai berikut (Walpole 1993, Johnson & Gouri 1987): F i = n N x100% Notasi F i = persentase masyarakat yang menjawab pertanyaan ke-i (%), n = jumlah responden yang memilih jawaban sesuai pertanyaan ke-i (KK), N = jumlah responden (KK).

37 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Jumlah Individu, Nisbah Kelamin dan Struktur Umur Pada penelitian ini ditemukan 177 individu labi-labi yang sebagian besar terkonsentrasi pada kolam-kolam di obyek wisata Cikuya yaitu pada kolam penetasan, kolam pembesaran 1-3 dan kolam Cikuya. Jumlah labi-labi di kawasan obyek wisata Cikuya berjumlah 166 individu, sedangkan yang ditemukan di habitat alami yakni kolam-kolam masyarakat dan parit sebanyak 11 individu yang tersebar dalam 6 lokasi. Keenam lokasi tersebut yaitu di kolam masyarakat, Sungai Cikuya 1, Sungai Cikuya 2 (Curug/jumbleng), Sungai Cipinang, Sungai Legon Bulan dan Sungai Kopo (Gambar 6) Kolam Penetasan Kolam Pembesaran 1 37 Kolam Pembesaran 2 Kolam Pembesaran 3 48 Kolam Cikuya Kolam Masyarakat 12 Sungai Cikuya 1 Sungai Cikuya 2 (curug) Sungai Cipinang Sungai Legon Bulan 50 Sungai Kopo Gambar 6 Sebaran populasi labi-labi pada setiap lokasi di Desa Belawa. Labi-labi di Desa Belawa berdasarkan informasi dari masyarakat sebenarnya lebih banyak dari yang ditemukan, namun setelah dilakukan pengamatan di lokasi-lokasi tersebut tidak semuanya ditemukan labi-labi. Penyebaran labi-labi di Desa Belawa disajikan pada Gambar 7. Labi-labi yang ditemukan saat ini relatif terisolasi antar satu sub populasi dengan populasi lainnya dengan jumlah sub populasi berkisar 1-3 individu kecuali untuk labi-labi yang ada di kawasan

38 20 Obyek Wisata Cikuya yang iumlahnya berkisar individu. Kolam-kolam yang terdapat di dalam Obyek Wisata Cikuya telah dibuat permanen dengan dikelilingi tembok yang tidak dapat dinaiki oleh labi-labi, demikian juga sebagian besar dari kolam-kolam ikan masyarakat. Cikelepuh Gumulung Tonggoh Traman Gaok Munjul Geger Kemuning Tonggoh Garawuan Cikembang Legon Bulan Mungkal Cangkir Garawuan Kidul Indra Mukti Cigayam Cipeujeh Kulon Panongan Lor Kopo Pangadegan Wetan Kedung Banteng Kikamar Ciawi Asih S. Ciwadok Legenda: : Lokasi ditemukan labi-labi : Keberadaan labi-labi berdasarkan informasi dari masyarakat : Ditemukan jejak labi-labi : Kolam Cikuya : Sungai : Jalan Raya Wangkelang- Cipeujeuh Kulon Gambar 7 Penyebaran labi-labi di Desa Belawa. Labi-labi yang hidup di sungai Cikuya (curug) berjumlah dua individu dan hanya satu yang diketahui jenis kelaminnya. Labi-labi tersebut berjenis kelamin betina dan satu individu lainnya masih remaja. Nisbah kelamin labi-labi dewasa di Desa Belawa (1:2,22) ± 0,19 dan dewasa muda (1:0,67) ± 0,00. Nisbah kelamin dewasa menunjukkan bahwa labi-labi betina lebih banyak dibandingkan dengan labi-labi jantan. Di sisi lain, labi-labi dewasa muda jantan lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa muda betina.

39 Struktur umur labi-labi di Desa Belawa dibedakan atas kelas umur tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa. Jumlah labi-labi di setiap kelas umur tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umur Kelas Umur PLK (cm) Jumlah Labi-labi di (ind.) 21 Kolam Penangkaran Alam Total Tukik 5, Remaja 6-19, Dewasa Muda 20-24, Dewasa Jumlah: Jumlah labi-labi pada kelas umur tukik sebanyak 88 individu, remaja 54 individu, dewasa muda 7 individu dan labi-labi dewasa sebanyak 28 individu. Persentase labi-labi didominasi oleh kelas umur tukik dan remaja yakni sebanyak 49,72% dan 30,51% (Gambar 8). Tukik yang ada sebagian besar berada di kolam penangkaran, sedangkan di alam hanya satu individu saja. Labi-labi dewasa muda mempunyai jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan kelas umur lainnya yakni hanya sebanyak 3,95%. Kelas umur dewasa muda merupakan kelas umur terganggu. 15,82% 3,95% Tukik 49,72% Remaja Dewasa Muda 30,51% Dewasa Gambar 8 Persentase labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umurnya Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Pengamatan perilaku labi-labi dilakukan pada empat individu labi-labi yang terdiri dari tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa yang mewakili setiap kelas

40 22 umur labi-labi. Pola aktivitas labi-labi di keempat obyek pengamatan disajikan pada Gambar 9. Berenang Bernafas Istirahat Berdiam diri dalam lumpur Gambar 9 Pola aktivitas labi-labi di Desa Belawa. Aktivitas labi-labi cenderung lebih banyak berdiam diri dalam lumpur serta istirahat pada waktu malam hingga siang hari. Ketika sore hari, labi-labi mulai beraktivitas untuk mencari makan. Labi-labi dewasa dan dewasa muda lebih banyak melakukan kegiatan istirahat dan berdiam diri dalam lumpur pada malam hingga pagi hari yakni pukul 22:00 hingga 15:00 WIB. Ketika labi-labi dewasa berdiam diri dalam lumpur, labi-labi remaja banyak melakukan istirahat di tempat yang panas pada siang hingga sore hari. Pada saat labi-labi dewasa mulai beraktivitas dengan melakukan perpindahan dari tempat satu ke tempat lainnya, labi-labi remaja cenderung berdiam diri di dalam lumpur. Tabel 5 Penggunaan waktu aktivitas harian berdasarkan kelas umur KU Lama Perilaku (detik) Istirahat Berlumpur Makan Berenang Kawin Bernafas Berkelahi Bersih Tubuh Tukik Remaja Dewasa Muda Dewasa Jumlah

41 23 Distribusi waktu yang digunakan labi-labi selama satu hari pada setiap kelas umur di setiap jenis perilaku berbeda-beda (Tabel 5). Aktivitas labi-labi bisa dikelompokkan dalam delapan jenis perilaku yaitu berlumpur, istirahat, makan, berenang, kawin, bernafas, berkelahi dan bersih tubuh. Satwa ini mengalokasikan waktunya secara tidak merata. Jenis perilaku dominan adalah berlumpur, istirahat, bernafas dan berenang. Alokasi waktu yang digunakan labi-labi untuk masing-masing jenis aktivitas disajikan pada Gambar 10. 0,257% 2,662% 0,082% 13,014% 0,003% 0,004% 29,782% Istirahat Berlumpur Makan Berenang Kawin Bernafas Berkelahi 54,196% Bersih Tubuh Gambar 10 Persentase waktu yang digunakan labi-labi untuk setiap perilaku. Labi-labi dewasa, dewasa muda dan remaja lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk aktivitas istirahat, berlumpur berenang dan bernafas (Gambar 11), sedangkan tukik hanya mengalokasikan waktunya untuk dua jenis kegiatan yaitu berlumpur dan bernafas. Kegiatan berlumpur mencapai 65,66%, sedangkan perilaku bernafas hanya 34,34%. Gambar 11 Persentase waktu yang digunakan setiap kelas umur labi-labi untuk setiap jenis perilaku.

42 24 Labi-labi remaja melakukan aktivitas hariannya sebanyak empat jenis perilaku. Perilaku tersebut yaitu berlumpur, berenang, bernafas dan istirahat. Di sisi lain labi-labi dewasa muda melakukan lima jenis perilaku. Kelima jenis perilaku tersebut yaitu berlumpur, istirahat, makan, berenang dan bernafas. Perilaku yang ditunjukkan oleh labi-labi dewasa merupakan perilaku yang lengkap yakni terdiri dari delapan jenis perilaku. Perilaku-perilaku tersebut yaitu, istirahat, berlumpur, makan, berenang, kawin, bernafas dan berkelahi. Jenis perilaku yang dominan yaitu istirahat, berlumpur, bernafas dan berenang dengan alokasi waktu 98,66%. Keempat perilaku lainnya yakni kawin, makan, berkelahi dan bersih tubuh dilakukan hanya sebanyak 1,34% Perilaku Istirahat Labi-labi dewasa muda lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk beristirahat yaitu berdiam diri di dalam air dibandingkan dengan labi-labi dewasa, remaja dan tukik. Labi-labi dewasa muda dan dewasa mengalokasikan lebih dari 40% waktunya untuk beristirahat. Di sisi lain, labi-labi kelas umur tukik tidak mengalokasikan waktunya untuk beristirahat. Tukik lebih banyak berdiam diri dalam lumpur sambil bernafas. Labi-labi remaja dan dewasa muda cenderung istirahat di dinding tembok dan pinggir taman kolam pada waktu pagi hari. Diduga hal ini dilakukan untuk menghindari labi-labi dewasa yang berukuran lebih besar. Labi-labi remaja beristirahat selama 83 hingga detik. Di sisi lain, kegiatan istirahat merupakan kegiatan yang paling dominan dilakukan oleh labi-labi dewasa muda yaitu selama detik dalam sehari atau sebesar 55,05%. Kegiatan ini dilakukan di dinding kolam dengan cara mencengkeramkan kakinya di dinding kolam. Pada saat pagi hingga sore hari labi-labi dewasa cenderung untuk berlumpur. Labi-labi tersebut berada di tempat yang dangkal dengan kedalaman air 12,8-13,1 cm sehingga tubuhnya mendapat cahaya yang lebih banyak guna menghangatkan tubuhnya. Perilaku istirahat dilakukan labi-labi setelah berenang atau ketika menjelang tidur. Labi-labi dewasa muda tidur dengan posisi kepala kebawah dan kakikakinya dicengkeramkan ke dinding tembok. Perilaku ini dilakukan pada pukul

43 25 02:41 sampai pukul 05:00. Labi-labi dewasa lebih banyak istirahat pada waktu siang hari yakni pukul 14:04 hingga pagi hari pukul 05:00 labi-labi. Kegiatan beristirahat disertai kegiatan berenang dan bernafas. Perilaku beristirahat juga ditunjukkan oleh labi-labi remaja yang hidup di parit (habitat alami). Labi-labi remaja pada pagi hari jam 09:00 terlihat berada di tempat dangkal. Labi-labi berada di atas batu atau daratan yang dangkal agar mudah bernafas (Gambar 12). Terdapat 2 ekor labi-labi dewasa yang dan 1 ekor labi-labi remaja yang lebih sering menghangatkan tubuhnya dengan naik ke daratan taman kolam. Satwa tersebut naik dan mencari lokasi yang kering. Labi-labi terkadang juga hanya naik ke daratan dan langsung turun ke air lagi. Selain itu, kegiatan beristirahat juga dilakukan di pinggir daratan taman yang ada di dalam kolam. Hal ini dilakukan agar labi-labi mudah untuk bernafas dan menghindari labi-labi yang lebih besar. a) b) c) d) Gambar 12 Beberapa posisi labi-labi beristirahat di tempat yang panas; a) labilabi remaja di kolam Cikuya, b) labi-labi remaja di parit, c) & d) labi-labi di kolam Cikuya yang beristirahat di darat Perilaku Berdiam Diri Dalam Lumpur Labi-labi banyak mengalokasikan waktunya untuk berdiam diri dalam lumpur. Alokasi waktu yang digunakan labi-labi sebanyak 54,196%. Ini menunjukkan bahwa labi-labi banyak berdiam diri, bahkan labi-labi remaja lebih dari 70% waktunya untuk berlumpur. Labi-labi dewasa berlumpur dari pagi hari hingga sore hari.

44 26 Labi-labi remaja berlumpur di tempat yang dangkal, sementara labi-labi dewasa berlumpur di tempat yang lebih dalam. Pemilihan lokasi tersebut diduga untuk kenyamanan labi-labi dalam berlumpur. Saat labi-labi berlumpur tidak hanya menenggelamkan tubuhnya ke lumpur, namun sesekali harus bernafas dengan mengeluarkan hidungnya ke udara atau keluar dari lumpur dan air. Diduga ukuran panjang leher labi-labi menjadi faktor penentu pemilihan kedalaman air tertentu untuk berlumpur. Tanda-tanda awal ketika labi-labi berlumpur terlihat dari masuknya labi-labi ke lumpur. Kegiatan ini menciptakan adanya gelembung-gelembung udara yang cukup besar hingga labi-labi tidak melakukan pergerakan lagi untuk menenggelamkan diri di lumpur. Semakin besar ukuran labi-labi, maka gelembung udara juga makin banyak dan besar. Labi-labi tukik dan remaja dalam berlumpur sedikit mengeluarkan gelembung. Kegiatan berlumpur labi-labi berfungsi pula untuk perlindungan labi-labi dari bahaya. Labi-labi remaja berlumpur lebih lama dibandingkan dengan labilabi dewasa dan dewasa muda. Hal ini untuk menghindari dari penyerangan labilabi lebih tua. Fungsi berlumpur untuk menyembunyikan diri, juga terlihat ketika kolam dikuras dimana tidak terlihat satu indvidupun labi-labi karena menenggelamkan diri ke dalam lumpur sehingga seolah-olah dalam kolam tersebut tidak ada labi-labi. Labi-labi akan keluar dari lumpur bila merasa terancam, atau jika lumpur mengering dan tidak ada airnya lagi. Hal ini disebabkan labi-labi membutuhkan air untuk menjaga kelembabannya. Pemilihan lokasi berlumpur diduga untuk menjaga keamanan dari labi-labi yang lebih besar. Tukik dalam melakukan kegiatan sekali berlumpur tanpa bernafas selama 25 hingga detik. Rata-rata waktu yang digunakan tukik untuk melakukan kegiatan berlumpur adalah 766,6 detik. Lama waktu tukik untuk melakukan sekali perilaku bernafas adalah 4 hingga detik dengan lama waktu rata-rata 406,45 detik. Labi-labi remaja banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan berlumpur yaitu selama detik dalam satu hari atau sebanyak 77,70%. Kegiatan ini dilakukan labi-labi remaja pada sore hari hingga siang hari yaitu pada pukul 16:19

45 27 sampai pukul 11:12. Labi-labi dalam berlumpur diselingi dengan kegiatan bernafas, kecuali pada pukul 23:43 hingga 05:05 labi-labi tidak bernafas. Hal ini diduga labi-labi tidur dimana kepala labi-labi disandarkan ke lumpur dan badannya masuk ke dalam lumpur. Kegiatan berlumpur labi-labi remaja lebih banyak dilakukan di tempat yang dangkal yaitu di lumpur yang digenangi sedikit air dengan ketinggian air 5 cm. Hal ini dengan tujuan agar labi-labi akan mudah untuk bernafas. Lokasi berlumpur labi-labi remaja terlindungi oleh bebatuan yang diduga untuk melindungi tubuhnya dari serangan labi-labi yang lebih besar. Kegiatan berlumpur labi-labi dewasa muda dilakukan selama detik atau sebanyak 37,07%. Kegiatan ini dicirikan dengan keluarnya gelembung udara saat labi-labi masuk ke dasar kolam. Labi-labi dewasa muda berlumpur dua kali yaitu pada pagi sampai siang hari yaitu pada pukul 05:00 sampai 11:48 dan pukul 18:10 sampai 21:48. Labi-labi dewasa berlumpur sebanyak dua kali yaitu pagi dari pukul 05:00 sampai 14:02 dan malam hari pada pukul 19:49 sampai 19:57. Kegiatan berlumpur dilakukan dengan memasukkan badannya ke dalam lumpur dan sesekali menjulurkan lehernya ke atas agar hidungnya keluar air untuk bernafas. Setelah berlumpur, tubuh labi-labi dewasa banyak dipenuhi lumpur terutama pada karapas bagian atas sehingga labi-labi melakukan kegiatan bersih tubuh Perilaku Makan Labi-labi di kolam Cikuya makan pada waktu sore hari yaitu sekitar pukul karena pada jam ini pengelola memberi makanan berupa ayam mentah sebanyak 0,5 kg. Secara serentak labi-labi datang ke lokasi tempat makanan. Labi-labi dewasa lebih berani untuk datang mendekati tempat makanan dibandingkan dengan labi-labi dewasa muda dan remaja. Labi-labi dewasa mendekati makanan walaupun masih ada orang yang sedang memotong-motong makanan tersebut. Pengamatan menunjukkan pada sore hari yakni pada pukul 17:49 labi-labi makan selama 242 detik. Perilaku makan dilakukan dengan cara labi-labi naik ke daratan dimana pengelola meletakkan ayam mentah yang telah dipotong-potong kecil. Setelah

46 28 makan labi-labi istirahat diselingi dengan aktivitas berenang dan bernafas. Makanan diambil labi-labi dengan mulutnya secara cepat lalu dibawa ke air atau tempat lain yang aman sebelum ditelan utuh. Hal ini dikarenakan untuk menghindari makanan direbut oleh labi-labi lainnya. Labi-labi dewasa mengambil lebih banyak makanan daripada labi-labi dewasa muda. Labi-labi remaja tidak makan bersamaan dengan labi-labi dewasa, namun terlihat makan sisa-sisa makanan yang jatuh ke air dan sela-sela batu yang tidak dimakan oleh labi-labi dewasa dan dewasa muda. Hal ini diduga karena labi-labi remaja takut kepada labi-labi yang lebih besar. Walaupun demikian, labi-labi remaja lainnya yang bukan menjadi obyek pengamatan terlihat berani untuk berebut makanan bersama labi-labi dewasa. Perilaku makan tukik tidak teramati dan makanan yang diberikan masih banyak hingga pengamatan berakhir. Satu hari setelah pengamatan makanan tersebut habis dan diduga tukik makan pada waktu malam hari Perilaku Berenang Labi-labi berenang dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas. Labi-labi akan berenang ke tempat yang lebih dangkal dan terkena sinar matahari untuk berjemur atau berenang ke pinggir taman kolam dan dinding pagar kolam untuk beristirahat. Labi-labi berenang selain untuk memilih tempat tertentu, juga untuk menghindari dari ancaman atau bahaya dari labi-labi yang lebih besar. Labi-labi remaja dan dewasa muda bahkan labi-labi dewasa akan berenang dengan cepat untuk menghindari labi-labi yang lebih besar. Hal ini ditunjukkan oleh labi-labi remaja yang mengubah aktivitas beristirahat menjadi berenang saat didekati labilabi yang lebih besar. Labi-labi dewasa yang sedang berlumpur, tiba-tiba berenang karena ada labi-labi besar yang mau menggigit lehernya. Labi-labi dewasa lebih sering berenang pada pukul 16:00 hingga 17:00 dibandingkan waktu lainnya. Selama 60 menit, labi-labi berenang hingga 12 kali. Di sisi lain, labi-labi dewasa hanya berenang 1-8 kali setiap jamnya, bahkan dalam beberapa jam labi-labi tidak berenang.

47 29 Labi-labi remaja lebih aktif pada waktu siang hingga sore hari yaitu pada pukul 11:12 hingga pukul 16:19. Labi-labi melakukan kegiatan pergerakan yakni berenang dan kegiatan istirahat yang disertai dengan bernafas dengan mengeluarkan hidungnya ke udara Perilaku Kawin Labi-labi akan melakukan perkawinan di saat memasuki musim kawin. Labi-labi di Desa Belawa kawin pada bulan April dan Mei. Tiga obyek pengamatan yaitu labi-labi tukik, remaja dan dewasa muda tidak melakukan kegiatan perkawinan, hanya satu obyek pengamatan yaitu labi-labi dewasa yang melakukan perkawinan. Perilaku kawin labi-labi yang teramati sebanyak 3 kali, namun dari tiga kali pengamatan perilaku kawin hanya satu kali saja sang jantan berhasil mengawini labi-labi betina. Labi-labi betina menghindar atau berlari saat labi-labi jantan sudah menaiki karapas betinanya sebanyak dua kali. Perilaku kawin terkadang didahului dengan pengejaran labi-labi betina oleh labi-labi jantan jika sang betina menghindar. Perilaku kawin diawali dengan naiknya labi-labi jantan ke atas karapas labilabi betina. Labi-labi jantan sesekali menggigit karapas atas labi-labi betina untuk pegangan. Labi-labi betina sebelum dinaiki oleh labi-labi jantan menyandarkan tubuhnya ke di dinding kolam. Perilaku ini diamati pada pukul 15:49 hingga 16:03. Aktivitas ini diakhiri dengan lepasnya gigitan labi-labi jantan dan memasukkan kepalanya ke lehernya yang disertai dengan kegiatan berputar-putar. Akibat gigitan ini maka pada karapas akan terdapat bekas-bekas gigitan berwarna putih. Tahapan labi-labi kawin disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Tahapan labi-labi dewasa kawin.

48 Lama Aktivitas (detik) 30 Lama waktu labi-labi untuk melakukan aktivitas kawin yaitu 836 detik. Selama waktu pengamatan, labi-labi menunjukkan aktivitas kawin sebanyak 3 kali namun pada pukul 14:25 dan 17:31, labi-labi jantan tidak berhasil mengawini labi-labi betina karena labi-labi betina lari menghindari labi-labi jantan walaupun labi-labi jantan telah naik ke karapas labi-labi betina Perilaku Bernafas Labi-labi bernafas dengan cara mengeluarkan hidungmya ke luar permukaan air. Labi-labi akan lebih lama bernafas ketika tidak ada gangguan. Hal ini ditunjukkan oleh labi-labi tukik yang berada dalam kolam pembesaran dimana dalam satu kolam berisi hanya satu kelas ukuran saja. Rata-rata waktu bernafas tukik adalah 106,45 detik. Labi-labi dewasa bernafas sebanyak 101 kali, dewasa muda 68 kali dan remaja 44 kali. Rata-rata waktu yang digunakan labi-labi dewasa, dewasa muda dan remaja disajikan pada Gambar 14. Rata-rata waktu yang digunakan labi-labi dewasa lebih banyak dibandingkan labi-labi dewasa muda dan remaja. Semakin besar ukuran labi-labi maka akan semakin merasa tidak takut untuk bernafas. Hal ini disebabkan dalam bernafas labi-labi mengeluarkan lehernya yang terkadang digigit oleh labi-labi yang lebih besar , ,47 Tukik Remaja Dewasa Muda Kelas Umur 100,72 Dewasa Gambar 14 Rata-rata waktu bernafas labi-labi.

49 31 Waktu yang digunakan labi-labi dalam sekali bernafas selama beberapa detik hingga ribuan detik bahkan labi-labi dewasa bernafas hingga 2408 detik. Lama waktu bernafas dipengaruhi juga oleh keadaan sekeliling labi-labi. Jika terdapat gangguan seperti keberadaan orang maka labi-labi akan bernafas dalam beberapa detik saja. Selama pengamatan perilaku, tukik tidak melakukan perpindahan tempat. Tukik berlumpur dengan menenggelamkan tubuhnya ke pasir dan membuat lubang untuk mengeluarkan hidungnya ke air. Diantara waktu berlumpur, tukik melakukan kegiatan bernafas yaitu dengan mengeluarkan hidungnya ke udara. Cara ini lebih banyak dilakukan oleh beberapa tukik, namun terdapat tukik yang mengeluarkan hidung dan kepalanya saat bernafas (Gambar 15). (a) (b) (c) (d) Gambar 15 Posisi tukik bernafas; (a) mengeluarkan kepala, (b) hanya mengeluarkan hidung, labi-labi dewasa bernafas; (c) dalam posisi berlumpur, (d) istirahat Perilaku Berkelahi Labi-labi di kolam Cikuya akan melakukan perkelahian jika bertemu dengan labi-labi yang lain yang hampir sama ukurannya. Perilaku ini ditujukan untuk merebut tempat yang dikehendaki oleh labi-labi secara bersamaan. Mereka saling bersaing untuk memperebutkan atau memperoleh ruang yang dibutuhkan.

50 32 Perilaku berkelahi lebih ditunjukkan oleh labi-labi dewasa. Hal ini dikarenakan labi-labi dewasa hampir memiliki ukuran karapas yang sama. Labilabi remaja dan dewasa muda yang ukurannya lebih kecil akan memilih menghindar bila datang labi-labi dewasa sehingga tidak digigit oleh labi-labi yang lebih besar Perilaku Membersihkan Tubuh Perilaku membersihkan tubuh adalah perilaku labi-labi untuk menghilangkan lumpur yang ada di karapasnya. Labi-labi setelah berlumpur dan keluar ke air dipenuhi oleh lumpur yang banyak. Lumpur-lumpur tersebut bahkan menempel di karapas labi-labi terutama di karapas bagian atas. Lumpur yang menempel tersebut tentunya mengganggu pergerakan labi-labi dan labi-labi merasa lebih berat sehingga perlu dibuang. Labi-labi dewasa muda, remaja dan tukik tidak melakukan kegiatan membersihkan diri. Di sisi lain, labi-labi dewasa melakukan aktivitas ini. Labilabi dewasa muda, remaja dan tukik setelah berlumpur terdapat lumpur yang menempel, namun ketika keluar dari lumpur dan berenang dalam air lumpurlumpur tersebut terkikis oleh air sehingga lumpur tersebut jatuh ke air. Lumpur yang menempel dan terbawa oleh labi-labi dewasa jumlahnya banyak sehingga sebelum melakukan aktivitas lainnya labi-labi membuang lumpur tersebut dengan membalikan tubuhnya sehingga lumpur tersebut jatuh ke air. Kegiatan bersih tubuh dilakukan labi-labi dewasa selama 14 detik. Kegiatan membersihkan tubuh dilakukan dengan membalikan badan labi-labi dimana karapas bagian atas terletak dibawah dan ventralnya (plastron) di bawah, sehingga lumpur-lumpur yang berada di karapas labi-labi berjatuhan ke dalam air (Gambar 16). (a) (b) (c) Gambar 16 Tahapan kegiatan labi-labi membersihkan tubuhnya; (a) labi-labi dipenuhi lumpur, (b) Labi-labi memiringkan tubuhnya, (c) Labi-labi membalikan tubuhnya.

51 Pengelolaan Populasi Sejarah Keberadaan Labi-labi di Desa Belawa Awal mula keberadaan labi-labi di Desa Belawa banyak dipercaya masyarakat merupakan jelmaan dari Alquran yang disobek-sobek oleh santri yang sedang kecewa. Pada awalnya mitos ini menceritakan adanya seseorang yang memiliki wajah dengan dua warna yaitu hitam dan merah sehingga pemuda tersebut berguru di pesantren di desa ini. Oleh gurunya agar wajahnya dapat normal maka diperintahkan untuk banyak membaca Alquran. Pada saat gurunya pergi santri tersebut membaca di atas batu yang sebelahnya terdapat sumur. Setelah lama membaca ternyata wajah santri tersebut tidak berubah dan akhirnya Alquran tersebut disobek-sobek dan dibuang ke air. Menurut mitos sobekan Alquran tersebut berubah menjadi labi-labi kecil yang banyak dan wajah santri tersebut telah berubah menjadi normal. 3,28% 1,64% 1,64% 6,56% 31,15% 55,74% Orang Tua Kakek/Nenek Paman Teman Sesepuh Desa Internet Gambar 17 Persentase sumber penyebaran cerita adanya labi-labi di Desa Belawa. Ada mitos lain yang juga dipercaya oleh masyarakat bahwa keberadaan labilabi di Desa Belawa merupakan jelmaan Alquran kecil yang dibuang oleh seorang Kyai. Kyai tersebut membuang Alquran yang sering dipakai untuk mengajarkan ilmu kepada santri-santrinya. Suatu hari sang Kyai membuang Alquran kecil tersebut karena telah hafal Alquran dan tidak memerlukannya dalam mendidik murid-muridnya. Alquran kecil tersebut dipercaya berubah menjadi labi-labi.

52 34 Keberadaan labi-labi di Desa Belawa dipercaya merupakan jelmaan dari Alquran yang disobek-sobek. Cerita ini diketahui oleh sebanyak 62,89% masyarakat desa. Di sisi lain, terdapat 37,11% masyarakat desa yang tidak mengetahuinya. Cerita adanya labi-labi di Desa Belawa diketahui masyarakat dari orang tua, teman, sesepuh desa, kakek/nenek, paman dan internet. Persentase sumber informasi penyebaran cerita adanya labi-labi di Desa Belawa disajikan pada Gambar 17. Masyarakat tidak mengetahui secara pasti kapan mulai adanya labi-labi di Desa Belawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan sesepuh desa bahwa sejak mereka kecil sudah terdapat labi-labi di desa tersebut. Menurut informasi dari kepala desa Belawa yang bertanya kepada orang yang paling tua di desa tersebut sejak lahirnya yakni pada tahun 1900-an sudah ada labi-labi di Desa Belawa. Kepercayaan bahwa labi-labi keramat membuat labi-labi tidak dimanfaatkan dan banyak pengunjung yang mencari berkah dengan minum air sumur yang dipercaya keberadaan labi-labi putih. Labi-labi hidup di daerah Cikuya baik di kolam Cikuya, kolam-kolam masyarakat atau sungai. Labi-labi yang berada di kolam masyarakat hidup berdampingan dengan ikan-ikan peliharaan masyarakat sedangkan yang di sungai hidup dan makan dari sisa-sisa makanan orang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung, labi-labi hidup di kolam-kolam ikan masyarakat dan tidak memakan ikan yang dipelihara. Labi-labi makan makanan yang diberikan pemilik kolam untuk ikannya seperti pellet, nasi sisa makanan orang, limbah manusia serta ikan-ikan yang hampir mati ataupun sudah mati. Jumlah labi-labi pada tahun 1980-an masih melimpah bahkan labi-labi sering datang menghampiri masyarakat ketika mereka sedang mencuci makanan seperti ubi, ayam dan makanan lainnya. Jika ada yang memotong ayam, banyak labi-labi yg berada di kolam akan naik karena mencium bau darah. Pada saat panen ikan di kolam, labi-labi yang berada di kolam juga ikut makan ikan-ikan kecil yang sudah tidak berenang karena tidak ada airnya. Berdasarkan informasi dari masyarakat, pada tahun 1950 hingga 1980-an banyak labi-labi di Desa Belawa yang memiliki panjang lengkung karapas (PLK) hingga 1 meter. Labilabi yang besar dijadikan hewan mainan yang dapat dinaiki oleh anak usia 6

53 35 tahun. Jumlah labi-labi pada masa tersebut sangat banyak dan bertelur di lahanlahan penduduk. Diinformasikan pula bahwa karena terlalu banyaknya jumlah labi-labi di Desa Belawa, satwa ini berpindah-pindah hingga ke jalan raya dan banyak labi-labi yang tertabrak mobil. Labi-labi yang kini masih hidup di kolam masyarakat serta sungai-sungai di Desa Belawa merupakan sisa-sisa labi-labi yang dulu hidup secara alami di kolam-kolam masyarakat. Pada tahun 2008 kuya-kuya yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan di satu kolam Cikuya. Kolam ini merupakan kolam yang dikeramatkan sehingga masyarakat tidak akan berani mengambilnya. Labilabi yang terkumpul berjumlah 117 ekor. Selain labi-labi lokal, pada kolam ini dimasukkan juga kura-kura Brasil (Trachemys scripta elegans) dan labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis). Keberadaan labi-labi di kolam Cikuya dijadikan sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi pengunjung. Para pengunjung sering member makanan berupa kerupuk dan ikan asin kepada labi-labi. Kios-kios makanan banyak dibangun di dekat kolam untuk melayani pengunjung. Untuk menambah ramainya obyek wisata maka didekat kolam Cikuya dibangun kandang-kandang satwa lainnya seperti beruk, monyet, ular dan beberapa jenis burung. Berdasarkan data yang ada di POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Kuya Asih Mandiri, pada bulan Pebruari 2010 terjadi kematian labilabi sebanyak 212 individu yang disebabkan oleh serangan jamur dan bakteri (Tabel 6). Kematian massal tersebut diduga disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda, Saprolegnia sp. dan Aspergilus sp. Labi-labi yang paling banyak mati adalah kelas umur tukik. Labi-labi yang masih hidup yaitu sebanyak 30 ekor dipindahkan ke kolam masyarakat. Dari 30 ekor labi-labi yang dipindahkan hanya 9 ekor saja yang dapat bertahan. Akibat serangan dan jamur tersebut, kolam Cikuya dikeringkan selama 3 bulan. Pengisian labi-labi ke kolam Cikuya dilakukan secara bertahap. Mula-mula kolam diisi dengan 1 ekor labi-labi, setelah labi-labi tersebut tidak mati secara bertahap labi-labi yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan kembali. Pada saat ini labi-labi yang ada di kolam Cikuya berjumlah 37 ekor. Pada saat terjadinya wabah penyakit, tukik yang tersisa berjumlah 39 ekor yang terdiri 25 ekor tukik sakit yang ditebar ke

54 36 kolam-kolam masyarakat dan 14 ekor tukik sehat yang saat ini berada di kolam pembesaran 3. Berdasarkan keterangan dari pengelola bahwa pada tahun 2011, labi-labi yang bertelur di kolam cikuya sedikit dan hanya ada 9 ekor tukik. Tukik-tukik tersebut dilepas ke kolam-kolam masyarakat karena ada indikasi terserang jamur. Labi-labi remaja yang ditemukan di sungai-sungai diduga merupakan labi-labi yang dulu dilepas pada tahun 2010 dan Tabel 6 Kematian labi-labi akibat wabah penyakit pada tahun 2010 Kelas Umur Labi-labi Perkiraan Umur Banyaknya (tahun) Kematian (ind.) Dewasa > 80 7 Produktif Tukik Jumlah: 212 *Data diambil dari catatan Dadan Hendrawan (Pengurus POKMASWAS) Selain labi-labi lokal (Amyda cartilaginea) ditemukan juga labi-labi jenis lain yakni labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis) sebanyak satu individu. Labi-labi ini memiliki Panjang Lengkung Karapas (PLK) 22,9 cm dan Lebar Lengkung Karapas (LLK) 19,9 cm. Labi-labi Cina ditemukan di salah satu kolam masyarakat yang berdekatan dengan kolam Cikuya. Berdasarkan informasi dari masyarakat labi-labi Cina tersebut merupakan labi-labi yang dulu pernah dipelihara oleh pengelola namun telah dibuang ke parit Struktur Organisasi Pengelola Labi-labi (Amyda cartilaginea) yang kerap disebut kura-kura belawa ditetapkan sebagai fauna identitas Kabupaten Cirebon berdasarkan Surat Keputusan Bupati No /SK.29-PEREK/1993 tentang Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah Kabupaten Tingkat II Cirebon. Kabupaten Cirebon berkeinginan untuk melindungi keanekaragaman dan keunikan labi-labi di Desa Belawa sehingga melalui Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Cirebon nomor 13 tahun 1997 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menetapkan Desa Belawa sebagai Kawasan Suaka Margasatwa.

55 Pengelolaan labi-labi di Desa Belawa dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Kuya Asih Mandiri. Kelompok ini dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati Cirebon Nomor 523/Kep.596-Dislakan/2008 tentang Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Susunan pengurus POKMASWAS Kuya Asih Mandiri disajikan pada Gambar 18. Tujuan pembentukan kelompok ini adalah sebagai pelaksana pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan khususnya labi-labi, menampung usulan dan membina kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian labi-labi serta untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan jenis labi-labi. Pembina: Kadin Kelautan & Perikanan Kab. Cirebon Muspika Lemah Abang Kuwu Belawa 37 Ketua: Dudi Fathurohman Bendahara: Dadan Hendarman Sekretaris: Oo Sugiartu Bidang Pengawasan: Koordinator: Eya DS Anggota : Kartim Saryam Nano S Adih Gambar 18 Bidang Pelestarian: Koordinator: Kusna Anggota : Abidin Yayat Darnya Riki Bidang Usaha: Koordinator: Asep D. Anggota : Yayat S. Ahyadi Iman N. Irfan Dedi Struktur organisasi Kelompok Masyarakat Pengawas Kuya Asih Mandiri. Pengurus Pokmaswas menjalankan tugas-tugasnya antara lain dengan meningkatkan fungsi kolam Cikuya sebagai tempat wisata labi-labi hingga tahun Masyarakat juga menyewa kios-kios yang dibangun oleh pengelola. Para pengunjung yang masuk ke kawasan Cikuya dikenakan tarif retribusi sebesar Rp

56 ,00. Pada tahun 2010 kegiatan wisata di desa ini terhenti akibat jumlah populasi labi-labi yang menajdi obyek wisata turun drastis akibat serangan penyakit. Pengurus Pokmaswas juga tidak semuanya aktif lagi. Pada saat ini hanya 3 orang pengurus POKMASWAS yang masih aktif yaitu Dadan, Kusna dan Riki. Kepedulian mereka kepada pelestarian labi-labi sangat tinggi. Riki bertugas untuk merawat labi-labi yang ada di kolam Cikuya dan menarik retribusi kepada pengunjung, Kusna bertugas melakukan survey labi-labi di kolam-kolam masyarakat dan Dadan sebagai pengambil kebijakan jika ada permasalahan terkait pengelolaan labi-labi. Pencarian labi-labi di kolam-kolam masyarakat dan parit dilakukan pengelola secara kontinyu. Labi-labi yang ditemukan akan ditangkap dan dimasukan ke kolam-kolam di kawasan Cikuya. Pengelola juga akan melakukan survey jika ada masyarakat yang melaporkan keberadaan labi-labi di tempat lain. Pokmaswas Kuya Asih Mandiri dibawah binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Dua orang pengurus yaitu Dadan dan Kusna mendapatkan honor setiap bulannya sebesar Rp ,00 dan bantuan pemberian pakan labi-labi sebanyak Rp ,00 per bulan. Pengelola mencari tambahan dana pengelolaan melalui penarikan tiket retribusi Pengelolaan Kolam Kolam Cikuya Kolam Cikuya adalah kolam pemeliharaan yang dibangun oleh Yayasan Bina Lingkungan pada tahun Pembangunan kolam pemeliharaan ditujukan agar labi-labi tidak berkeliaran serta untuk menjaga keamanannya. Labi-labi yang ada di kolam-kolam masyarakat mulai dikumpulkan dan dimasukkan dalam kolam ini. Pengumpulan labi-labi dimulai tahun 2008 hingga akhirnya terjadi kematian masal pada tahun Pengumpulan labi-labi dilakukan kembali setelah terjadinya wabah penyakit. Kolam ini berbentuk segi enam dengan luas total 192,75 m² yang terdiri dari luas daratan 71,11 m² dan luas perairan 121,64 m² (Gambar 19). Kolam ini dikelilingi oleh pohon-pohon yang besar sehingga kolam menjadi teduh. Kolam Cikuya dialiri air secara langsung dari mata air didekat kolam tersebut. Pada sisi

57 39 kolam lainnya terdapat saluran pembuangan sehingga air tetap mengalir. Ditengah-tengah kolam terdapat daratan seperti taman dalam kolam yang berbentuk lingkaran yang berfungsi untuk tempat berjemur labi-labi dan lokasi bertelur. Vegetasi yang menyusun taman kolam meliputi beringin (Ficus benjamina) sebanyak sebanyak 3 batang, Srirejeki (25 batang), talas (3 batang), talas hitam (1 batang) dan tanaman padi-padian 1 (batang). Kolam Pemeliharaan Cikuya merupakan kolam utama dalam pelestarian labi-labi di Desa Belawa. Pengelolaan kolam ini meliputi pembersihan sampah dan serasah yang masuk ke kolam, pembersihan tempat peneluran dari rumputrumputan serta penggantian air kolam. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh pengurus Pokmaswas Kuya Asih Mandiri, namun dalam intensitas yang tidak pasti. Selain itu, pengelola juga memberikan pakan kepada labi-labi secara rutin. Gambar 19 Rancangan kolam Cikuya Desa Belawa. Pemberian pakan dilakukan sehari sekali berupa ayam sebanyak 0,5 kg per hari. Pemberian pakan biasanya dilakukan pada sore hari jam atau pada pagi hari jam Selain itu, diberikan pula singkong sebagai pakan tambahannya. Hal ini dilakukan karena anggaran untuk pemberian pakan sebanyak Rp per bulan.

58 Kolam Penangkaran Kolam penangkaran adalah kolam yang dibangun oleh Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon pada tahun Kolam ini berfungsi untuk memelihara labi-labi yang berumur 0-3 tahun. Kolam penangkaran terdiri dari 3 kolam yang saat ini 2 kolam untuk pembesaran tukik yang berumur 0-1 tahun dan 1 kolam untuk pembesaran labi-labi berumur 2-3 tahun. Ukuran bagian dalam ketiga kolam tersebut adalah 285 cm x 22 cm. Kolam 1 dan 2 digunakan untuk pemeliharaan tukik. Kolam ini terdiri dari 3 bagian yaitu pasir yang tidak tergenang air (tinggi pasir lebih tinggi dari tinggi air), pasir yang terendam air dan bagian yang hanya berisi air. Bagian yang berisi pasir yang tidak tergenang berukuran 175 cm x 78 cm sedangkan yang tergenang berukuran 230 cm x 47 cm (Gambar 20). Gambar 20 Rancangan kolam penangkaran tukik usia 0-1 tahun. Ketinggian air di kolam 1 dan 2 adalah 6,3 cm. Ketinggian pasir di bagian yang terendam air adalah 4,3 cm dan yang tidak terendam adalah 7,2 cm. Bagian kolam yang berisi pasir yang tidak terendam ditujukan untuk tempat berjemur labi-labi sedangkan yang terendam air untuk tempat berlumpur. Ketiga kolam tersebut ternaungi atap asbes dan tidak terdapat sinar matahari yang langsung ke kolam tersebut. Pembersihan atau penggantian air di kolam penangkaran dilakukan rata-rata 1 minggu sekali agar air terbebas dari jamur dan bakteri, namun bila terdapat

59 41 tukik yang teridentifikasi terserang jamur atau bakteri, maka dilakukan pembersihan dan penggantian air. Pembersihan kolam biasanya hanya mengganti air namun jika ada labi-labi yang terserang jamur, maka kolam dikuras dan dibersihkan dengan menggunakan pembasmi kuman. Pembersihan kolam dan penggantian air memerlukan waktu yang cukup lama yaitu hingga 2 jam. Hal ini disebabkan saluran pembuangan air kolam yang kecil sehingga air tidak cepat habis. Tukik yang sakit atau terserang jamur dan bakteri dibersihkan dan direndam dalam PK (Pembasmi Kuman) yang telah dicampur dengan air. Pembasmi kuman yang digunakan adalah Kalium Permanganat. Tukik-tukik yang terserang jamur atau bakteri dijadikan satu kolam untuk dikarantinakan atau dipisah dari yang sehat. Biasanya pengelola memisahkannya di bak plastik dan membawanya pulang. Hal ini dikarenakan tidak adanya tempat/kolam untuk karantina. Selain itu, bila dirumah dapat dilakukan penanganan secara intensif. a) b) c) Gambar 21 Gejala kematian tukik; a) luka berwarna putih, b) luka berwarna kemerahan, b) tukik direndam dalam larutan air dan pembasmi kuman. Kematian tukik terjadi setiap tahunnya dan pada tahun 2012 terdapat 35 ekor tukik yang mati. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Cirebon bahwa pada tukik yang mati terdapat serangan jamur Saprolegniaceae serta bakteri Citrobacter freundii dan Aeromonas hydrophila. Gejala adanya luka-luka di tubuhnya, luka berlendir dengan warna luka putih dan kemerahan, aktivitas lemah dan sering berada di darat (Gambar 21). Kolam Penangkaran 3 merupakan kolam pembesaran labi-labi yang berumur 2-3 tahun. Kolam 3 ini berisikan pasir yang dicampur dengan tanah sebagai dasar kolam. Ketinggian lumpur di kolam 3 adalah 6,2 cm dan ketinggian air 7,3 cm.

60 42 Pembersihan dan penggantian air di kolam 3 tidak dilakukan dalam jangka waktu yang pasti. Penggantian air dilakukan hanya ketika dirasa air sudah kotor dan berbusa Penanganan Telur Labi-labi Labi-labi bertelur di kolam Cikuya (kolam induk) yakni di daratan kolam yang berisi campuran pasir dan tanah. Telur labi-labi yang ada di kolam Cikuya dibawa ke tempat penetasan. Tempat penetasan telur labi-labi merupakan ruangan yang tertutup dimana dalam ruangan tersebut terdapat 3 bak penetasan yang berukur 64 cm x 56 cm. Bak penetasan tersebut berisikan ember/baskom berdiameter 50 cm yang berisikan pasir yang digenagi air. Ember tempat meletakkan telur berdiameter 37 cm yang berisikan pasir murni dengan ketinggian pasir 20,8 cm (Gambar 22). Gambar 22 Tempat penetasan telur labi-labi di Desa Belawa. Pengambilan telur labi-labi dilakukan secara langsung jika pengelola mengetahui adanya labi-labi yang bertelur, namun bila telur tersebut baru diketahui keesokan harinya maka telur tersebut dibawa pada hari disaat ditemukannya telur. Pengelola membawa telur-telur labi-labi dengan menggunakan ember yang berisi pasir atau keresek untuk diletakkan di ember tempat penetasan telur. Telur-telur tersebut dimasukkan kedalam ember yang telah diisi pasir kemudian ditata secara memutar dan ditutupi pasir yang tipis.

61 43 Setelah tertutup, kemudian pasir tersebut disirami air untuk menjaga kelembaban. Penyiraman pasir penetasan telur dilakukan 2 hari sekali yang dilakukan pada sore atau pagi hari menggunakan botol air mineral yang telah dilubangi bagian atasnya. Pada bagian atas ember penetasan diterangi dengan lampu 5 watt untuk memberikan suhu yang diinginkan. Suhu pasir pada bak penetasan adalah 27,9 C. Labi-labi bertelur tidak dalam waktu yang bersamaan, sehingga bila terdapat labi-labi yang menetas lagi maka telur-telur tersebut diletakkan di sebelah telur yang lama. Telur-telur yang lama dirapatkan agar dapat menampung telur yang baru. Pada bak penetasan terdapat 3 ember penetasan dan jika banyak telur-telur yang baru, maka telur-telur yang lama disatukan dalam satu ember. Hal ini bertujuan agar telur-telur yang akan menetas berada dalam satu ember sehingga akan mudah diketahui ember mana yang telurnya akan menetas. Pengelola secara rutin yaitu setiap hari akan memonitor bak penetasan. Dibawah ember penetasan terdapat baskom yang lebih besar berisikan pasir dan air agar tukik labi-labi yang baru menetas dapat langsung bersentuhan dengan air. Bila pada keesokan harinya telah diketahui menetas maka tukik dipindahkan ke kolam tukik yang berukuran 68 cm x 56 cm hingga plasenta yang menempel pada tukik terlepas. Setelah plasenta terlepas tukik-tukik tersebut dipindahkan ke kolam penangkaran. Kegiatan penetasan telur labi-labi biasanya dilakukan di rumah-rumah pengelola, namun sejak adanya kolam penetasan yang dibangun pada tahun 2011 penetasan telur dilaksanakan di areal Cikuya. Pada tahun ini labi-labi mulai bertelur pada bulan Agustus sampai februari dengan jumlah total telur labi-labi sebanyak 187 butir. Telur-telur yang berhasil menetas sebanyak 115 butir Persepsi Masyarakat Masyarakat Desa Belawa mengetahui keberadaan labi-labi atau yang sering disebut kuya atau kura-kura secara langsung. Seluruh responden yang berjumlah 97 responden pernah melihat labi-labi secara langsung. Mereka melihat labi-labi di kolam baik kolam masyarakat maupun kolam Cikuya. Terdapat 3,09 % yang pernah melihat labi-labi di kolam dan parit/sungai yang ada di Desa Belawa.

62 44 Masyarakat Desa Belawa mempunyai kepercayaan bahwa labi-labi merupakan satwa yang dikeramatkan. Namun berdasarkan hasil quisioner sebanyak 5,15 % masyarakat pernah mengkonsumsi daging labi-labi. Mereka memperolehnya dari sungai/parit, kolam dan diberi neneknya sewaktu masih kecil. Selain itu mereka juga ada yang pernah mengkonsumsi telur labi-labi. Masyarakat yang pernah mengkonsumsi telur labi-labi adalah sebanyak 10,31%. Mereka mendapatkan telur labi-labi dari kolam atau kebun mereka sendiri. Selain itu ada pula yang membelinya dari teman atau tetangga dengan harga yang bervariasi yakni berkisar antara Rp 2.000,00 hingga Rp ,00 per butir. Masyarakat Desa Belawa sangat mempercayai manfaat mengkonsumsi telur labi-labi. Manfaat atau khasiat yang paling dipercayai adalah dapat meningkatkan stamina dan vitalitas. Selain itu khasiat yang lain adalah dapat menyuburkan kandungan, menghilangkan pegal-pegal dan sakit pinggang serta berkhasiat sebagai obat untuk segala macam penyakit. Keberadaan labi-labi di Desa Belawa dirasakan masyarakat telah membawa manfaat bagi masyarakat desa. Adanya labi-labi di Desa Belawa telah menjadikan desa mereka banyak dikunjungi pendatang, sehingga suasana desa menjadi ramai. Manfaat lain yang dirasakan adalah terciptanya peluang usaha di Desa belawa yaitu dapat berdagang untuk memenuhi kebutuhan pengunjung serta dapat meningkatan pendapatan desa. Labi-labi di Desa Belawa ada yang hidup di kolam-kolam masyarakat. Mereka (62,51%) lebih banyak bersikap untuk membiarkannya berada di kolam mereka. Ada pula masyarakat yang ingin mengeluarkan dari kolam mereka (29,17%) dan ada pula yang akan menyerahkan ke pengelola untuk dimasukkan ke kolam Cikuya (8,33%). Sikap masyarakat desa bila menemukan labi-labi di kolam orang lain atau di parit/sungai sangat bervariasi. Sebagian besar mereka memilih untuk membiarkannya. Selain itu ada pula yang akan menangkapnya untuk dipelihara atau diserahkan ke pengelola. Ada pula sikap masyarakat yang memilih untuk melaporkan saja ke pengelola yakni POKMASWAS Kuya Asih Mandiri. Masyarakat tidak ada yang berkeinginan untuk menjualnya.

63 45 Seluruh masyarakat menghendaki agar keberadaan labi-labi di Desa Belawa dapat dipertahankan. Sebanyak 93,81 % menghendaki adanya aturan untuk melindungi labi-labi dari pemanfaatan telur dan daging labi-labi, sedangkan 5,15% tidak setuju adanya aturan tersebut. Mereka berkeinginan agar labi-labi dapat berkembangbiak, meningkatnya kepedulian dan perhatian dari masyarakat, perangkat desa dan pemerintah terhadap keberadaan labi-labi, perbaikan sarana dan prasarana pengelolaan serta adanya sangsi-sangsi terhadap orang yang mengambil/mencuri labi-labi. Terdapat pula masyarakat yang menginginkan agar labi-labi di habitatnya dibiarkan saja. Di sisi lain, masyarakat juga setuju bila ada pemanfaatan labi-labi. Terdapat 63,92% masyarakat yang setuju adanya pemanfaatan tersebut Pembahasan Jumlah Individu, Nisbah kelamin dan Struktur Umur Populasi labi-labi di Desa Belawa saat ini berjumlah 177 individu terdiri atas 166 individu berada di kolam buatan di kawasan Cikuya dan 11 individu di habitat alami yaitu di kolam dan parit masyarakat. Penelitian Kusrini et al. (2007) menemukan 226 individu dimana 6 individu terdapat di kolam Cikuya dan 220 individu berada di kolam masyarakat. Jumlah populasi labi-labi di Desa Belawa berpotensi untuk dapat berkembang pesat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, labi-labi bertelur sebanyak 7 butir dalam satu kali peneluran. Menurut Liat & Das (1999), jumlah telur labi-labi antara 5-30 butir, sedangkan menurut Iskandar (2000) sekitar 40 butir. Dalam satu tahun, satu individu betina dapat bertelur hingga empat kali (Iskandar 2000). Labi-labi dapat bertelur dengan mudah bahkan Shepherd (2000) menyatakan bahwa labi-labi (Amyda cartilaginea) sering bertelur di dalam kontainer ketika akan diekspor. Labi-labi pada tahun 2007 sebagian besar berada di habitat alaminya yaitu di kolam-kolam masyarakat, namun saat ini telah berubah. Labi-labi lebih banyak terkonsentrasi di kawasan Cikuya dibandingkan dengan yang di alam. Sedikitnya hasil inventarisasi labi-labi di kolam-kolam masyarakat dan di parit/sungai diduga

64 46 disebabkan oleh sulitnya menemukan tukik di alam karena tukik berukuran kecil dan mudah bersembunyi. Parameter populasi yang penting untuk menentukan keberhasilan perkembangbiakan adalah nisbah kelamin. Jika labi-labi di Desa Belawa semuanya jantan, maka tidak akan terjadi kelahiran/natalitas. Pembedaan jenis kelamin labi-labi dapat dilakukan setelah masuk usia dewasa dan dewasa muda yaitu yang memiliki panjang lengkung karapas lebih dari 20 cm. Labi-labi yang ada di Desa Belawa tidak semuanya dapat diketahui jenis kelaminnya. Labi-labi yang berada di kawasan Obyek Wisata Cikuya (kolam Cikuya) dapat dibedakan jenis kelaminnya, sedangkan labi-labi yang hidup di kolam penetasan dan pembesaran belum dapat dibedakan karena masih berusia tukik dan remaja. Labilabi yang hidup di tempat lainnya tidak dapat diketahui jenis kelaminnya dari panjang dan bentuk ekornya karena tidak dapat ditangkap. Hal ini disebabkan kolam-kolam masyarakat banyak diberi bambu dan ranting-ranting untuk menjaga agar ikan tidak dicuri orang. Selain itu kolam masyarakat masih banyak ikannya sehingga tidak diijinkan untuk dikuras atau ditangkap labi-labinya karena akan mengganggu ikan peliharaannya. Pendugaan jenis kelamin dilakukan dengan melihat permukaan karapas. Berdasarkan pengalaman masyarakat setempat, labilabi jantan cenderung memiliki karapas yang relatif datar sedangkan betina memiliki karapas yang cembung. Nisbah kelamin labi-labi dewasa di Desa Belawa (1:2,22) ± 0,19 dan dewasa muda (1:0,67) ± 0,00. Nisbah kelamin dewasa menunjukkan bahwa labi-labi betina lebih banyak dibandingkan dengan labi-labi jantan. Perbandingan ini mengindikasikan kondisi yang baik karena potensi untuk memperoleh keturunan lebih tinggi yang akan dihasilkan dari individu betina. Labi-labi betina bahkan mempunyai mekanisme untuk menyimpan sel sperma dalam saluran perkembangbiakannya. Sel-sel sperma tersebut dapat bertahan hingga satu tahun dalam kondisi yang fertil (Iskandar 2000). Selain itu, labi-labi jantan tidak perlu melakukan perkelahian jika mau mengawini betinanya yang dapat menyebabkan terjadinya luka dan kematian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jantan dewasa jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan betina dewasa (Alviola et al. 2003, Plummer & Nathan 2008). Nisbah kelamin pada Apalone spinifera adalah 2:1 dan pada

65 47 Coura amboinensis 1:0,875. Di sisi lain, Spink et al. (2002) menyatakan bahwa nisbah kelamin Emys marmorata di daerah urban berdasarkan hasil penelitiannya adalah 13:19. Nisbah kelamin labi-labi dewasa muda di Desa Belawa menunjukkan jumlah jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan betina. Kondisi ini akan berdampak di masa yang akan datang ketika labi-labi dewasa mati sedangkan generasi dibawahnya lebih banyak jantannya maka perebutan betina akan terjadi jika labi-labi memiliki system perkawinan monogami. Selain itu, jumlah telur yang dihasilkan akan lebih sedikit karena jumlah betina yang relatif sedikit dan tentunya akan mengancam kelestarian labi-labi. Untuk meningkatkan jumlah betina, dapat dilakukan dengan pengelolaan sistem penetasan telur yaitu pengaturan suhu penetasan. Penetasan telur dilakukan dengan suhu di atas 29 C, sehingga diperoleh tukik betina. Menurut Ewert & Nelson (1991), penetasan telur kura-kura pada suhu sekitar 29 C akan menghasilkan tukik dengan jenis kelamin jantan dan betina yang sama. Penetasan telur pada suhu dibawah 29 C akan menghasilkan tukik berjenis kelamin jantan dan di atas suhu 29 C akan menghasilkan tukik betina. Di sisi lain Iskandar (2000) menyatakan bahwa suhu pengeraman dibawah 25 C akan menghasilkan hewan jantan, di atas 30 C akan menghasilkan betina dan diantara C akan menghasilkan kedua jenis kelamin dengan perbandingan tertentu. Struktur umur labi-labi di Desa Belawa dibedakan atas kelas umur tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa. Pembagian ini seiring dengan penelitian Kusrini et al. (2007) yang membagi distribusi umur labi-labi dalam empat kelas umur yakni tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa. Distribusi umur pada tahun 2012 berbeda dengan distribusi umur pada tahun Jika digambarkan dalam sebuah piramida, maka labi-labi di Desa Belawa disajikan pada Gambar 23. Pada tahun 2012, labi-labi di Desa Belawa mempunyai struktur umur seperti piramida yang tidak terbalik dimana jumlah labi-labi pada kelas umur yang lebih muda lebih banyak dibandingkan kelas umur di atasnya. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kelestarian labi-labi. Pada usia lebih muda jumlah populasi harus lebih banyak karena labi-labi tersebut masih rentan terhadap kematian.

66 48 Keterangan: : Dewasa : Dewasa Muda : Remaja : Tukik Tahun 2007 Tahun 2012 Gambar 23 Piramida umur labi-labi di Desa Belawa tahun 2007 dan Dari piramida umur tersebut (Gambar 23) terlihat bahwa pada kelas umur dewasa muda memiliki jumlah yang sedikit sehingga dapat dikatakan bahwa labilabi pada kelas umur ini memiliki struktur umur yang terganggu. Menurut Alikodra (2002), struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi. Perbandingan tersebut dapat juga dibedakan menurut jenis kelaminnya. Struktur umur dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwa liar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwa liar. Menurut Tarumingkeng (1994), struktur umur populasi labi-labi di atas termasuk kedalam struktur umur menurun yaitu struktur umur yang memiliki kerapatan populasi kecil pada kelas umur dewasa muda. Di sisi lain Alikodra (2002) menyatakan bahwa struktur umur labi-labi seperti di atas merupakan struktur dalam keadaan populasi yang mengalami gangguan sehingga terjadi kematian yang tinggi pada kelas umur tertentu. Labi-labi pada kelas umur dewasa muda lebih sedikit dibandingkan dengan labi-labi dewasa. Hal ini akan berpengaruh terhadap komposisi umur labi-labi di masa yang akan datang. Jumlah labi-labi dewasa di masa yang akan datang akan jauh lebih sedikit sehingga reproduksinya akan terganggu. Menurut Indriyanto (2006), sebaran umur merupakan salah satu karakteristik populasi yang mempengaruhi mortalitas dan natalitas, karena perbandingan dari berbagai golongan umur individu-individu didalam populasi akan menetukan status reproduktif yang sedang berlangsung pada populasi dan menyatakan kondisi yang dapat diharapkan pada masa mendatang. Pada piramida umur tahun 2007 terlihat bahwa terjadi gangguan populasi pada kelas umur tukik. Pada kelas umur ini jumlah labi-labi paling lebih sedikit

67 49 dibandingkan dengan kelas umur remaja dan dewasa muda. Sedikitnya jumlah tukik yang ada diduga disebabkan oleh sulitnya inventarisasi labi-labi pada kelas umur ini. Labi-labi banyak menyembunyikan dirinya di dalam lumpur sehingga tidak terlihat. Hal ini dibuktikan ketika pengurasan kolam di kawasan Cikuya walaupun air kolam sudah surut yang terlihat hanya hamparan tanah atau lumpur. Labi-labi banyak bersembunyi di dalam lumpur sehingga untuk mendeteksi keberadaannya harus menggunakan kaki atau bambu. Faktor lain yang menyebabkan sedikitnya tukik pada tahun 2007 dibandingkan 2012 adalah tingkat pengelolaan labi-labi. Pengelolaan labi-labi pada tahun 2007 belum dilakukan melalui penetasan telur sehingga jumlah dan keberadaan tukik tidak diketahui, sedangkan pada tahun 2012 telah dilakukan penetasan telur dan pengumpulan tukik. Kemungkinan lainnya adalah adanya tukik yang dimakan oleh predator seperti biawak Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian Secara umum, labi-labi di Desa Belawa tidak banyak melakukan aktivitas hanya berdiam diri dalam lumpur. Labi-labi remaja cenderung beraktivitas pada saat labi-labi dewasa dan dewasa muda sedang berdiam diri dalam lumpur yakni pada waktu pagi hingga sore hari. Ketika labi-labi dewasa keluar dari lumpur dan beraktivitas di permukaan air, labi-labi remaja cenderung untuk menghindar dan berdiam diri dalam lumpur. Labi-labi remaja takut bila bertemu dengan labi-labi yang lebih besar karena akan dikejar dan digigit karapasnya. Labi-labi beraktivitas dalam delapan jenis perilaku yaitu berlumpur, istirahat, makan, berenang, kawin, bernafas, berkelahi dan membersihkan tubuh. Jenis perilaku yang dominan dilakukan labi-labi yaitu berdiam diri dalam lumpur, istirahat dan bernafas. Sebagian besar waktunya yakni 54,196% digunakan labilabi untuk berdiam diri dalam lumpur, sehingga tidak terlihat oleh manusia dan seolah-olah tidak ada di lokasi tersebut. Menurut Priyono et al. (1999), labi-labi menggunakan sebagian besar waktunya untuk berdiam diri di dasar kolam atau perairan yang berlumpur. Pergerakan hanya dilakukan untuk mencari makan dan berpindah tempat.

68 50 Bila merasa terancam, labi-labi akan masuk kedalam lumpur dan menahan untuk tidak bernafas. Labi-labi dapat bertahan untuk tidak bernafas dalam waktu yang relatif lama yakni hingga detik. Menurut Cogger & Zweifel (1998), labi-labi memiliki tenggorokan yang mampu mengekstrak oksigen dari air dan yang dapat memungkinkan mereka untuk menunda ke permukaan untuk bernapas. Kulitnya juga dapat menyerap oksigen dari air di sekitarnya, sehingga labi-labi dapat berbaring di bawah air untuk periode yang lebih lama dibandingkan dari kura-kura lainnya. Perilaku labi-labi yang banyak berada di bawah air menyebabkan satwa ini sulit terdeteksi keberadaannya terutama bila di habitat alaminya. Masyarakat di Kalimantan Timur untuk memperoleh labi-labi hanya menggunakan pancing di tempat yang diduga terdapat labi-labi, bahkan berdasarkan penelitian Kusrini et al. (2009) bahwa peluang untuk dapat menangkap labi-labi cukup kecil. Hasil pemancingan selama 17 hari dengan rata-rata pemancingan 8 jam per hari dan rata-rata jumlah mata pancing sebanyak 19 buah hanya menghasilkan 7 individu Pengelolaan Populasi Kegiatan pengumpulan labi-labi dalam satu kolam yakni di kolam Cikuya tanpa disadari pengelola telah menyebabkan terjadinya pemusatan penyebaran labi-labi. Pemusatan keberadaan labi-labi menjadikan satwa ini akan rentan terhadap kepunahan. Serangan wabah penyakit dapat menyebabkan kematian yang mengakibatkan penurunan populasi (Indrawan et al. 2007). Hal tersebut telah terbukti pada tahun 2010 dimana bakteri dan jamur menyerang kolam ini yang menyebabkan kematian labi-labi sebanyak 212 individu. Pengumpulan labi-labi juga berdampak kepada penyebaran umur dan jenis kelamin yang tidak seimbang di beberapa lokasi di alam. Populasi labi-labi di alam yakni di parit atau kolam terdiri dari 1-3 individu dan terkadang hanya terdapat 1 individu dewasa. Kondisi ini menyebabkan tidak terjadinya proses perkawinan antara jantan dan betina. Populasi labi-labi di Desa Belawa yang tidak berada pada satu kesatuan tempat yang bisa saling berinteraksi mengurangi peluang terjadinya perkembangbiakan labi-labi di alam. Labi-labi hidup di 11 lokasi tidak berhubungan satu sama lain sehingga labi-labi tidak dapat melakukan

69 51 perpindahan dari tempat satu ke tempat lainnya. Labi-labi di tempat-tempat tersebut dapat dikatakan merupakan populasi tersendiri dengan jumlah individu yang kecil. Kolam-kolam masyarakat sebagian besar sudah dibuat permanen dengan dikelilingi tembok yang tidak dapat dinaiki oleh labi-labi. Bila labi-labi masuk ke kolam masyarakat maka labi-labi tidak dapat keluar kolam. Hal ini menyebabkan ancaman terhadap kelestarian labi-labi di habitat alaminya. Sungai di Desa Belawa tidak seluruhnya digenangi air hanya sebagian kecil saja sehingga ketika melakukan perpindahan akan terlihat oleh masyarakat/manusia. Menurut Plummer et al. (2008), tindakan sederhana yang perlu dilakukan untuk dapat mengurangi dampak gangguan dari bahaya dan gangguan adalah dengan mempertahankan koridor penyebaran labi-labi dari dan ke hilir sungai. Strategi lain adalah dengan menyambungkan kembali landskap yang memungkinkan labilabi dapat berinteraksi (Hamer & Mark 2008). Populasi labi-labi dikolam sudah menunjukkan gejala populasi berlebih yang ditandai adanya luka-luka pada karapas yang ada di seluruh labi-labi. Satwa liar untuk mempertahankan hidupnya membutuhkan pakan dan ruang. Labi-labi di kolam Cikuya diberi makan berupa ayam mentah sebanyak 0,5 kg per hari untuk 37 individu. Jumlah ini dirasakan sangat kurang karena labi-labi yang besar saja dapat menghabiskan seluruh makanan. Berat badan ke-37 individu labi-labi dikolam Cikuya bila dikalikan dengan berat badan rata-rata labi-labi disetiap kelas umur menurut Kusrini (2007) adalah 79,75 kg. Menurut Amri & Khairuman (2002), jumlah pakan yang diberikan untuk labi-labi sebanyak 3-5% dari berat tubuhnya, sehingga kebutuhan pakan labi-labi di Cikuya adalah 2,693 4,489 kg per hari. Kekurangan pakan ini menyebabkan labi-labi berebut makanan. Labilabi yang berumur lebih muda akan mengalah dan tidak berani berebut makanan dengan yang lebih dewasa sehingga akan menunggu kesempatan untuk mengambil makanan. Kekurangan pakan ini juga ditunjukkan dengan perilaku labi-labi yang sering naik ke daratan untuk mengecek makanan walaupun makanan sudah habis. Kebutuhan ruang atau tempat untuk labi-labi adalah 10 m² (Soewarno 1996, diacu dalam Amri & Khairuman 2002). Luas kolam Cikuya adalah 192,75 m², sehingga kapasitas kolam ini idealnya hanya dapat menampung 19 individu saja

70 52 padahal terdapat 37 individu labi-labi. Hal ini berdampak labi-labi ketika bergerak akan selalu bertemu dengan labi-labi lain sehingga terjadi perebutan ruang. Perkelahiaan antar labi-labi disebabkan sedikitnya ruang yang ada dibandingkan dengan jumlah labi-labi yang ada di kolam Cikuya. Luas perairan kolam cikuya seluas 121,64 m², sedangkan jumlah labi-labi di kolam tersebut sebanyak 37 individu sehingga ruang rata-rata untuk 1 individu adalah 3,29 m². Setiap labi-labi bergerak akan bertemu dengan labi-labi lainnya. Akibat over populasi ini menyebabkan labi-labi sering berkelahi. Semua labi-labi banyak yang terluka karena terkena gigitan. Seluruh karapas labi-labi mengalami gigitan terutama dibagian belakang hingga mengeluarkan darah, bahkan ada satu individu labi-labi dewasa muda yang sobek karapas belakangnya. Labi-labi di kolam Cikuya melakukan adaptasi dengan keadaan ini dengan melakukan aktivitas yang menyimpang. Terdapat satu ekor labi-labi yang berperilaku menyimpang. Labi-labi tersebut berada di darat taman kolam yaitu dibawah pohon beringin dari malam hingga sore hari. Hal ini diduga guna menghindari perkelahian atau bertemu labi-labi yang lebih besar. Lokasi labi-labi di parit atau kolam yang hanya terdiri dari 1 individu dewasa sebaiknya diberi lawan jenisnya. Labi-labi di kolam Cikuya dapat dikurangi jumlahnya dan dilepasliarkan di kolam-kolam masyarakat atau parit. Beberapa tukik hasil penetasan hendaknya di lepasliarkan untuk menjamin keberadaannya di habitat alaminya. Pengelolaan telur labi-labi telah menunjukkan hasil yang cukup baik walaupun ditangani secara sederhana. Tingkat keberhasil penetasan telur labi-labi di Desa Belawa sebesar 61,50%. Angka ini dapat ditingkatkan dengan mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya keberhasilan penetasan terutama meminimalisir adanya guncangan pada telur labi-labi yang akan ditetaskan dari proses pengambilan telur, pengangkutan telur dari sarang telur ke bak penetasan dan selama proses penetasan. Penanganan telur labi-labi di Desa Belawa belum dilakukan dengan standar yang sama. Pemindahan telur labi-labi ke bak penetasan tidak selalu menggunakan ember yang berisi pasir, namun terkadang dengan menggunakan

71 53 kresek plastik saja. Cara ini dapat meningkatkan goncangan pada telur sehingga akan mempengaruhi presentase keberhasilan penetasan telur labi-labi (Kuswadi et al. 2010). Fasilitas tempat penetasan telur labi-labi berupa ember besar berjumlah 3 buah saja. Telur-telur yang dihasilkan dari beberapa indukan dicampur kedalam 3 ember tersebut dan digeser-geser ketika ada telur baru. Labi-labi sekali bertelur berjumlah 7-15 buah. Ukuran ember seharusnya disesuaikan dengan jumlah telur tersebut, sehingga satu ember berisi satu jenis telur yang berasal dari satu induk. Pendataan telur terkait tanggal bertelur, asal telur (indukan), jumlah telur dan perkiraan menetas belum dilaksanakan. Pendataan ini sebenarnya sangat diperlukan, karena pengelola dapat mempersiapkan diri ketika ada informasi mengenai waktu menetasnya telur. Permasalahan yang ada yakni pada peluang hidup tukik menjadi remaja. Kolam penangkaran untuk pembesaran tukik di Desa Belawa tidak mendapatkan sinar matahari secara langsung. Sinar matahari tertutup asbes bangunan. Substrat dasar kolam berupa pasir murni tanpa campuran tanah dan air kolam di desain tidak ada sirkulasinya atau tidak adanya aliran air. Keadaan ini berbeda dengan kondisi habitat labi-labi di parit. Substrat di parit tersusun dari pasir dan tanah. Air tergenang dengan arus yang lambat namun selalu mengalir. Sinar matahari dapat langsung masuk ke air yang berfungsi untuk fotosintesis dan penghasil oksigen dalam air. Perbedaan kondisi tersebut diduga yang menyebabkan adanya jamur dan bakteri yang mengakibatkan kematian tukik. Terdapat 35 ekor tukik labi-labi yang mati yang diduga disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila dan jamur dari famili Saprolegniaceae. Menurut Yardimci & Yilmas (2011), Aeromonas hydrophila merupakan salah satu jenis bakteri yang sering menimbulkan penyakit yang menyerang ikan air tawar seperi mujair. Gejala yang ditunjukkan jika terserang bakteri ini adalah lemah, kulit kemerahan dan perut buncit. Masa inkubasi bervariasi 2-4 hari yang tergantung dari kondisi dan perlawanan ikan, kondisi lingkungan dan musim. Dalam kondisi akut dapat menyebabkan kematian secara cepat. Meskipun bakteri ini dikenal sebagai pathogen namun bakteri ini juga membuat mikroflora usus agar ikan sehat. Keberadaan bakteri ini sendiri tidak menyebabkan penyakit.

72 54 Perubahan suhu secara tiba-tiba, pakan yang tidak memadai dan kondisi oksigen merupakan faktor predisposisi yang berkontribusi adanya infeksi A. hydrophila. Hal ini juga disampaikan oleh Saparianto (2012) bahwa bakteri A. hydrophila tidak selalu menimbulkan wabah, tetapi sifatnya laten dan akan menyerang pada saat kondisi lingkungan atau ikan memburuk. Uzbilek & Yildiz (2002) mengemukakan bahwa dalam waktu 2 bulan tingkat kematian ikan mas yang terserang oleh bakteri ini mencapai 70%. Menurutnya, kematian ikan didukung oleh adanya stress pada ikan dan faktor makanan. Bakteri ini jarang menyerang pada ikan yang sehat tetapi dapat menginfeksi pada saat system pertahanan tubuh ikan sedang menurun akibat stess. Ikan dapat mengalami stres apabila terkondisikan pada penanganan yang kurang baik, kepadatan yang terlalu tinggi, nutrisi yang tidak memadai dan kualitas air yang buruk. Beberapa faktor kualitas air yang dapat menyebabkan ikan rentan terserang A. hydrophila antara lain tingginya kandungan nitrit, rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air atau tingginya kandungan karbon dioksida terlarut. Berdasarkan hasil uji laboratorium kandungan nitrit di kolam pemeliharaan tukik sebesar 1,15 ppm. Nilai ini jauh melebihi batas baku mutu untuk budidaya sebesar 0,03. Tukik yang sakit (terserang jamur dan bakteri) telah ditangani dengan direndam dalam larutan pembasmi kuman serta pembersihan kolam. Tukik-tukik tersebut dikembalikan lagi ke kolam dan ada yang dibawa pulang ke rumah-rumah pengelola. Tukik yang dibawa ke rumah ternyata tidak ditangani lebih intensif karena kesibukan pengelola dalam pekerjaannya. Labi-labi tidak dipisahkan dalam satu kolam karantina karena kapasitas kolam yang tidak memadai. Hal ini dapat berdampak adanya penularan jamur atau bakteri ke tukik lainnya. Menurut Sari (2011), pencegahan infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan nila dengan cara pemberian ekstrak etil asetat rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa). Ikan nila direndam dalam air yang telah dicampur bakteri A. hydrophila dan ekstrak etil asetat rimpang temu ireng konsentrasi 40 ml/l. Selama perendaman, ikan nila akan mengalami stress, sering ke permukaan air, dan selanjutnya diam di dasar akuarium. Respon makan ikan nila menurun hingga

73 55 50% setelah perendaman, namun setelah 2-3 hari dari waktu perendaman, nafsu makan akan pulih kembali. Jamur dari famili Saprolegniaceae merupakan jamur yang sering menjadi kendala dalam budidaya ikan. Beberapa faktor yang sering memicu terjadinya infeksi jamur adalah penanganan yang kurang baik sehingga menimbulkan luka pada tubuh ikan, kekurangan gizi, suhu dan oksigen terlarut yang rendah. Menurut Saparianto (2012), jamur jenis ini menyerang pada bagian yang mengalami luka dan akan merambat ke jaringan yang tidak terluka. Penyakit ini menular terutama melalui spora di air. Gejala-gejalanya dapat dilihat secara klinis adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada luka (Saparinto 2012). Tukik-tukik yang dulu terkena penyakit pada tahun 2010 dan 2011 masih dijumpai di parit-parit. Hal ini mengindikasikan bahwa labi-labi dapat bertahan di parit-parit dan habitat alami yang berupa parit dan kolam masyarakat lebih baik dibandingkan dengan kolam pembesaran. Menurut Spink et al (2002), salah satu strategi untuk meningkatkan ukuran populasi adalah dengan intoduksi satwa, namun untuk Desa Belawa kegiatan restocking atau penambahan stock labi-labi di alam lebih tepat. Masalah lain yang dapat mengurangi kerhasilan konservasi labi-labi di Desa Belawa adalah tenaga pengelola. Pengelolaan kolam-kolam dilakukan oleh POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Kuya Asih Mandiri. Kelompok ini telah berjalan selama 4 tahun, namun semenjak kematian labi-labi pada tahun 2010 kelompok ini kurang aktif lagi. Ketua dan beberapa pengurus sudah tidak aktif lagi. Pengelolaan pelestarian labi-labi di kolam-kolam dilaksanakan oleh beberapa orang saja yang didasarkan oleh kepedulian mereka. Honor dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon sebanyak Rp ,00 per orang untuk 2 orang pengurus saja dirasakan kurang. Nilai ini dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehingga mereka melakukan kegiatan pengelolaan sebagai pekerjaan sambilan saja. Pengelolaan labi-labi seharusnya menjadikan parit-parit dan kolam-kolam yang ada di desa merupakan kesatuan habitat labi-labi dan pengelolaan secara terpadu. Kebersihan parit perlu diperhatikan karena saat ini kesadaran masyarakat

74 56 termasuk pengelola dalam membuang sampah-sampah masih rendah (Gambar 24). a) b) c) Gambar 24 Beberapa lokasi penumpukkan sampah masyarakat; a) dan c) parit dekat kolam Cikuya, b) curug. Sampah-sampah plastik yang ada di parit/sungai dapat menjadi ancaman bagi labi-labi. Menurut informasi dari masyarakat labi-labi yang kecil ada yang terperangkap dalam plastik sehingga labi-labi tersebut mati. Pengelolaan kurakura di beberapa wilayah telah dilakukan terutama di daerah urban. Hal itu ditujukan untuk memperbaiki populasi kura-kura di habitat yang dekat dengan kehidupan manusia. Menurut Spink (2002) elemen kunci untuk mempertahankan populasi yang sehat E. marmorata di saluran air perkotaan tampaknya mudah dan dapat dicapai. Elemen-elemen kunci tersebut yaitu habitat kura-kura harus dipertahankan agar sesuai dengan persyaratan hidup kura-kura. Habitat bersarang dan berjemur adalah dua elemen kunci yang sering hilang, dan kedua habitat tersebut harus selalu ada dalam ekosistem yang dikelola. Penelitian yang dilakukan oleh Plummer et al. (2008) merekomendasikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonservasi labi-labi. Rekomendasi tersebut yaitu memelihara kolam dan sungai sealami mungkin, memelihara koridor yang menjadi penyebaran satwa, mempertahankan proporsi daratan dan perairan, menentukan langkah-langkah untuk melindungi populasi labi-labi terutama untuk melindungi dan mengurangi kematian labi-labi dewasa. Kolam-kolam masyarakat yang saat ini telah berubah menjadi permanen tentunya harus diberi koridor berupa jalan keluar kolam, sehingga labi-labi dapat berpindah dari kolam satu ke kolam lainnya bahkan ke parit. Lokasi-lokasi yang menjadi tempat hidup labi-labi dapat terhubungkan sehingga labi-labi dewasa dapat melakukan perkawinan.

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON ABSTRAK

UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON ABSTRAK UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Sentosa Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN KETAPANG

III. METODE PENELITIAN KETAPANG III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua lokasi tangkapan labi-labi (Amyda cartilaginea) yaitu di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang untuk tingkat pemancing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1

PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1 PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1 Agus Arifin Sentosa 2, Danu Wijaya 2 dan Astri Suryandari 2 ABSTRAK Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

3 METODE Jalur Interpretasi

3 METODE Jalur Interpretasi 15 2.3.5 Jalur Interpretasi Cara terbaik dalam menentukan panjang jalur interpretasi adalah berdasarkan pada waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi 2.1.1 Taksonomi Menurut Ernst dan Barbour (1989), klasifikasi labi-labi (Amyda cartilaginea) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptillia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 6 BAB III METODE PENELITIAN 3. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Taman Wisata Alam Punti Kayu, Palembang, Sumatera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Juli-Agustus

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Januari 2010 Februari 2010 di Harapan Rainforest, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kalimantan Tengah bagian selatan dengan rincian lokasi: a. Lokasi habitat tangkap labi-labi di kelompok anak Sungai Kahayan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati di suatu negara memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Keanekaragaman hayati merupakan sumber penghidupan dan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, dan menggunakan data populasi rusa timor di Taman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci