BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hepar Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah (Sloane, 2004). Beratnya gram, dengan permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis (Amirudin, 2009). Gambar 2.1. : Anatomi Hepar Sumber : Netter, 2006

2 Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan ligamentum teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum venosum (Hadi, 2002). Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Menurut Sloane (2004), diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya (Hadi, 2002). Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan (Hadi, 2002). Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika (Sherwood, 2001). Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati (Amirudin, 2009). Plexus (saraf) hepaticus mengandung serabut dari ganglia simpatis T7-T10, yang bersinaps dalam plexuscoeliacus, nervus vagus dexter dan sinister serta phrenicus dexter (Sherlock, 1995).

3 2.2. Fungsi Hepar Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi empedu. Hati menghasilkan empedu sekitar satu liter per hari, yang diekskresi melalui duktus hepatikus kanan dan kiri yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus komunis. Selain sekresi empedu, hati juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut : 1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah penyerapan mereka dari saluran cerna. 2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya. 3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah. 4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin. 5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal. 6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang. 7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang merupakan produk penguraian yang berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah usang. Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap sel hati atau hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik diatas, kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen atau yang lebih dikenal sebagai sel Kupffer (Sherwood, 2001). Sel Kupffer, yang meliputi 15% dari massa hati serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit (Amiruddin, 2009).

4 2.3. Sirosis Hepatis Definisi Sirosis hepatis merupakan keadaan yang menggambarkan akhir dari perjalanan histologi pada berbagai macam penyakit hepar kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec tahun Istilah ini diambil dari bahasa Yunani yaitu scirrhus yang digunakan untuk mendeskripsikan permukaan hepar yang berwarna oranye jika dilihat pada saat autopsi. Tapi karena kemudian arti kata sirosis atau scirrhus banyak yang salah menafsirkannya akhirnya istilah ini berubah artinya menjadi pengerasan. Berbagai bentuk dari kerusakan sel hepar ditandai dengan adanya fibrosis. Fibrosis merupakan peningkatan deposisi komponen matriks ekstraseluler (kolagen, glikoprotein, proteoglikan) di hepar. Respon terhadap kerusakan sel hepar ini sering bersifat irreversibel. Secara histologis sirosis merupakan proses yang difus pada hepar ditandai adanya fibrotisasi dan konversi dari struktur arsitektur hepar normal menjadi struktur nodul yang abnormal. Progresi dari kerusakan sel hepar menuju sirosis dapat muncul dalam beberapa minggu sampai dengan bertahuntahun. Pasien dengan hepatitis C dapat mengalami hepatitis kronik selama 40 tahun sebelum akhirnya menjadi sirosis (Doubatty, 2009) Insidens Menurut Sutadi (2003), penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur tahun dengan puncaknya sekitar tahun Klasifikasi Menurut laporan GALAMBOS (1975) klasifikasi sirosis hepatis dibagi dalam dua golongan (Hadi, 2002), yaitu :

5 1. Klasifikasi menurut morfologi a. Sirosis mikronoduler Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : ireguler, septal, uniform monolobuler, nutrisional dan Laennec. Gambaran mikroskopis terlihat septa yang tipis. b. Sirosis makronoduler Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : postnekrotik, ireguler, postkolaps. Biasanya septa lebar dan tebal. c. Kombinasi antara mikro dan makronoduler Sirosis hepatis jenis ini sering ditemukan. d. Sirosis septal (multilobuler) yang tak lengkap. Fibrous septa sering prominent dan parenkim mungkin mempunyai gambaran asini yang normal. 2. Klasifikasi menurut etiologinya a. Cirrhosis of genetic disorders b. Chemical cirrhosis c. Sirosis alkoholik d. Sirosis infeksius e. Sirosis biliaris f. Sirosis kardiak g. Sirosis metabolik h. Sirosis kriptogenik Etiologi Menurut Hadi (2002), penyebab sirosis hepatis bermacam-macam. Ada penyebab didapat maupun genetik. Di Amerika Serikat alkoholisme kronis dan hepatitis C merupakan penyebab terbanyak dari sirosis hepatis. Sedangkan di Indonesia penyebab terbanyak adalah karena virus hepatitis tipe B dan C.

6 Berikut ini berbagai macam penyebab sirosis hepatis : 1. Alkohol 2. Hepatitis virus tipe B, ± Delta; non-a non-b 3. Metabolik, misanyal hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensiα1-antitripsin, diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia, tirosinosis kongenital. 4. Kolestasis kronik intra- dan ekstra-hepatik. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita biliary atresia berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat dan terluka akibat primary biliary sirosis atau primary sclerosing cholangitis. Secondary biliary cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Obstruksi vena hepatika misalnya penyakit veno-oklusif, Sindroma Budd-Chiari, Perikarditis konstriktif. 6. Gangguan imunitas hepatitis lupoid. 7. Toksin dan obat, misalnya metotreksat, amiodaron. 8. Malnutrisi. 9. Kelemahan jantung kronik yang menyebabkan sirosis kardiak. 10. Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dan digolongkan dalam kriptogenik Gejala Klinis Beberapa pasien dengan sirosis hepatis tidak menampakkan gejala klinis pada fase awal penyakit. Gejala-gejala yang nampak dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kegagalan hati dalam menjalankan fungsi nutrisi serta

7 perubahan struktur dan ukuran hepar yang disebabkan oleh proses fibrotisasi (Doubatty, 2009). Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Nurdjannah, 2009). Menurut Sutadi (2003), manifestasi klinis dari sirosis hepatis disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini : 1. Kegagalan Prekim hati 2. Hipertensi portal 3. Asites 4. Ensefalophati hepatitis Menurut Sherlock (1995) secara klinis sirosis hepatis dibagi atas dua tipe, yaitu : 1. Sirosis kompensata atau sirosis laten Gejala klinis yang dapat terlihat adalah pireksia ringan, spider vaskular, eritema palmaris atau epistaksis yang tidak dapat dijelaskan, edema pergelangan kaki. Pembesaran hepar dan limpa merupakan tanda diagnosis yang bermanfaat pada sirosis kompensata. Dispepsia flatulen dan salah cerna pagi hari yang samar-samar bisa merupakan gambaran dini dari pasien sirosis alkoholik. Sebagai konfirmasi dapat dilakukan tes biokimia dan jika perlu dapat dilakukan biopsi hati aspirasi. 2. Sirosis dekompensata atau sirosis aktif

8 Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta. Biasanya pasien sirosis dekompensata datang dengan asites atau ikterus. Gejala-gejala yang nampak adalah kelemahan, atrofi otot dan penurunan berat badan, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam ringan kontinu (37,5º- 38ºC), gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai dengan koma Patogenesis Peningkatan atau gangguan sintesis kolagen dan komponen jaringan ikat atau membran basal lain matriks ekstrasel diperkirakan berperan dalam terjadinya fibrosis hati dan dengan demikian berperan juga dalam patogenesis sirosis. Fibrosis hati tampaknya terjadi pada tiga situasi : (1) sebagai suatu respon imun, (2) sebagai bagian dari proses penyembuhan luka dan (3) sebagai respon terhadap agen yang memicu fibrogenesis primer. Virus hepatitis B adalah contoh agen yang menyebabkan fibrosis dengan dasar imunologis. Agen seperti karbon tetraklorida atau hepatitis A yang menyerang dan mematikan hepatosit secara langsung adalah contoh agen yang menyebabkan fibrosis sebagai bagian dari penyembuhan luka. Agen tertentu seperti etanol dan besi dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan secara langsung meningkatkan transkripsi gen kolagen sehingga juga meningkatkan jumlah jaringan ikat yang diekskresikan oleh sel (Nguyen, 2011). Penyebab utama dari semua mekanisme peningkatan fibrogenesis ini mungkin adalah sel penyimpan-lemak di sistem retikuloendotel hati. Sebagai respons terhadap sitokin, sel-sel ini berdiferensiasi dari sel inaktif dengan vitamin A yang disimpan ke dalam miofibroblas, yang kehilangan kemampuannya menyimpan vitamin A dan menjadi aktif menghasilkan matriks ekstrasel. Fibrosis hati tampaknya berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama ditandai oleh perubahan komposisi matriks ekstrasel dari

9 kolagen yang tidak berikatan silang dan tidak membentuk fibril menjadi kolagen yang lebih padat dan mudah membentuk ikatan silang. Pada tahap ini cedera hati masih reversibel. Tahap kedua melibatkan pembentukan ikatan-silang kolagen sub-endotel, proliferasi sel mioepitel dan distorsi arsitektur hati disertai kemunculan nodul-nodul regenerasi (Nguyen, 2011). Tahap kedua ini bersifat ireversibel. Perubahan komposisi matriks ekstrasel dapat memprerantarai perubahan fungsi hepatosit dan sel lain. Karena itu, perubahan pada keseimbangan kolagen mungkin berperan penting dalam perkembangan cedera hati kronik reversibel menjadi bentuk ireversibel dengan ikut mempengaruhi fungsi hepatosit (Nguyen, 2011). Secara histopatologis semua bentuk sirosis ditandai oleh tiga temuan: (1) distorsi berat arsitektur hati, (2) pembentukan jaringan parut akibat meningkatnya pengendapan jaringan fibrosa dan kolagen dan (3) nodul-nodul regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan parut (Nguyen, 2011). Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III dan IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan kadangkadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus san sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenetrasinya. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi saluran vaskular tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu (Crawford, 2007). Infeksi virus hepatitis B dan C akan menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis yang meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan kolagen. Tingkat awal yang terjadi adalah terbentuknya septa yang pasif oleh jaringan retikulum penyangga yang mengalami kolaps dan kemudian

10 berubah bentuk menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis). Pada tahap berikut kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi pada sel duktus, sinusoid dan sel retikulo endotelial di dalam hati, akan memacu terjadinya fibrogenesis sehingga terbentuk septa aktif. Sel limfosit T dan makrofag juga mungkin berperan dengan mengeluarkan limfokin yang dianggap sebagai mediator dari fibrogenesis (Crawford, 2007). Septa aktif ini akan menjalar menuju kedalam parenkim hati dan berakhir di daerah portal. Pembentukan septa tingkat kedua ini yang sangat menentukan perjalanan progresivitas dari sirosis hepatis. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis jaringan parenkim akan memacu proses regenerasi selsel hati. Regenerasi yang timbul akan mengganggu pembentukan susunan jaringan ikat tadi. Keadaan ini yaitu fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi terus menerus dalam hubungannya peradangan dan perubahan vaskular intrahepatik serta gangguan kemampuan faal hati, pada akhirnya menghasilkan susunan hati yang dapat dilihat pada sirosis hepatis. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis hati sama atau hampir sama (Hadi, 2002) Diagnosis Pemeriksaan laboratorium untuk menilai penyakit hati. Pemeriksaan tersebut antara lain: A. Diagnosa Sirosis hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 1. Urine Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal. 2. Tinja Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak

11 terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman. 3. Darah Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Jika penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal baru akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni. 4. Tes Faal Hati Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dl. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini. B. Sarana Penunjang Diagnostik 1. Radiologi Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah, pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP). 2. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan

12 sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal. 3. Peritoneoskopi (laparoskopi) Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa. Gambaran klinik dan gambaran laboratorium biasanya cukup untuk mengetahui adanya kerusakan hepar. Walaupun biopsi jarum percutan pada hati tidak biasa dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis sirosis hepatis, tetapi dapat membantu membedakan pasien sirosis hepatis dengan pasien penyakit hati lain dan menyingkirkan diagnosis bentuk lain dari kerusakan hati seperti hepatitis virus. Biopsi juga dapat menjadi alat untuk mengevaluasi pasien sirosis dengan gambaran klinik sirosis alkoholik namun menyangkal telah mengkonsumsi alkohol. Pada pasien sirosis dengan kolestasis, USG dapat menyingkirkan diagnosa adanya obstruksi biliaris (Doubatty, 2009) Penatalaksanaan Menurut Doubatty (2009), penatalaksanaan pasien sirosis hepatis sangat tergantung dengan etiologi maupun keadaan klinis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Pada pasien sirosis hepatis kompensata terapi ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, pasien diminta untuk menghilangkan etiologi (alkohol dan bahan-bahan lainnya). Sedangkan pada pasien sirosis hepatis dekompensata terapi definitifnya adalah transplantasi hepar. Namun sebelum dilakukan transplantasi, resipien harus memepenuhi beberapa

13 kriteria terlebih dahulu. Dalam terapi ini dibutuhkan penentuan prognosis yang akurat sehingga dapat dilakukan pada saat yang tepat. Pengobatan sirosis hepatis pada prinsipnya berupa : 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hepatis akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti : a) kombinasi IFN dengan ribavirin Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 kali seminggu dan RIB mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu minggu. b) terapi induksi IFN Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. c) terapi dosis IFN tiap hari Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV- RNA negatif di serum dan jaringan hati.

14 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hepatis akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti : 1. Asites 2. Spontaneous bacterial peritonitis 3. Hepatorenal syndrome 4. Ensefalophaty hepatic Komplikasi Menurut Hadi (2002), komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: 1. Perdarahan Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada sorosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni. 2. Koma Hepatikum Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolisme tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.

15 3. Ulkus Peptikum Kemungkinan timbul karena adanya hiperplasia noduler yang akan berubah menjadi adenoma multipel dan akhirnya menjadi karsinoma yang multipel. 4. Karsinoma hepatoselular 5. Infeksi Misalnya : peritonitis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru, glomerulo nephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas, septikema Prognosis Menurut Doubatty (2009), prognosis sirosis hepatis dipengaruhi beberapa faktor : 1. Etiologi Pasien dengan sirosis alkoholik prognosisnya lebih baik daripada sirosis kriptogenik. 2. Sirosis dekompensata yang mengikuti perdarahan, infeksi atau alkoholisme lebih baik prognosisnya dibanding sirosis yang muncul secara spontan, sebab faktor pencetusnya dapat dikoreksi. 3. Respon terhadap terapi 4. Ikterus Ikterus yang menetap merupakan suatu pertanda yang serius. 5. Komplikasi neurologi Jika berkembang menahun dan disertai sirkulasi kolateral maka prognosis akan lebih baik. Ensefalopati hepatikum merupakan komplikasi neurologi paling sering pada sirosis hepatis. Patogenesis ensefalopati hepatikum adalah hiperamonemia dan penurunan kadar neurotransmitter sentral. 6. Ukuran hati Jika ukuran besar maka prognosisnya akan lebih baik karena mungkin masih terdapat lebih banyak sel-sel yang berfungsi.

16 7. Perdarahan dari varises esofagus Jika keadaan sel-sel hati baik maka perdarahan bisa ditoleransi. 8. Asites Penimbunan cairan pada rongga peritoneum yang disebabkan oleh hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Asites dapat menyebabkan gangguan pernafasan sekunder karena menurunnya ekspansi paru, herniasi dinding abdomen dan wound dehiscence. Asites dapat memperburuk keadaan terutama jika diperlukan dosis diuretik yang besar untuk mengontrolnya, terdapat sindroma hepatorenal dan asites dengan peritonitis bakterialis spontan. Dikenal 3 hipotesis pembentukan asites yaitu teori underfilling yang mengemukakan bahwa kelainan primer yang menyebabkan terjadinya asites adalah sekuesterisasi cairan yang berlebihan karena hipertensi portal, teori overflow yang mengatakan bahwa retensi air dan garam yang berlebihan tanpa disertai penurunan volume darah elektif, dan yang terakhir adalah teori vasodilatasi arteri perifer yang menyatukan kedua teori di atas. 9. Tes biokimia Jika albumin serum kurang dari 2,5 g, maka prognosis akan buruk. Hiponatremi yang berat juga mempunyai prognosis buruk. Bila rasio bilirubin serum total terhadap gamma glutamil transpeptidase melebihi satu, maka prognosisnya sangat buruk. 10. Hipoprotrombinemia menetap dan hipotensi menetap mempunyai prognosis buruk. 11. Perubahan histologi hati. Perlemakan hati mempunyai respon yang baik terhadap terapi Perangkat Prognostik Menurut Doubatty (2009), dari faktor-faktor prognosis di atas terdapat modifikasi berupa beberapa perangkat prognostik untuk sirosis hepatis, yaitu:

17 1. Skor Child- Pugh Pertama kali diperkenalkan oleh C.G. Child dan J.G. Turcotte pada tahun Kriteria asites dan ensefalopati menggambarkan tingkat beratnya hipertensi portal, sedangkan kriteria lainya yaitu ikterus, albumin, dan status nutrisi menggambarkan fungsi metabolisme hepar. Kemudian pada tahun 1973 R.N.H. Pugh mengubah kriteria status nutrisi menjadi Prothrombin Time (PT) atau International Normalized Ratio (INR), sehingga menghilangkan kriteria yang paling subjektif. Skor ini semula dibuat untuk memperkirakan kematian pada tindakan bedah dan sekarang digunakan juga untuk menentukan prognosis yang diperlukan untuk transplantasi hepar dan menilai prognosis serta staging secara klinis pada sirosis hepatis. Tabel Perhitungan skor Child-Pugh Skor/parameter Bilirubin (mg%) < < 3 > 3.0 Albumin (gr%) > < 3.5 < 2.8 INR < > 2.20 Asites 0 minimal sedang banyak (+) (++) (+++) Hepatic encephalopathy tidak ada std I dan II std III dan IV Kelas A = 5-6 Kelas B = 7-9 Kelas C = Tabel Interpretasi hasil perhitungan skor Child-Pugh Poin kelas one yearsurvival two year survival 5-6 A 100% 85% 7-9 B 81% 57% C 45% 35%

18 2. Skor Mayo End-Stage Liver Disease (MELD) Skor MELD ditemukan pada tahun 1999 di klinik Mayo sebagai prediktor ketahanan hidup 12 minggu yang lebih objektif pada pasien dengan penyakit hepar kronik. Skor ini digunakan untuk memprediksi pasien yang akan menjalani terapi Transjugular Intrahepatic Portosystem (TIPS) dan sebagai alat untuk menentukan prioritas pasien sirosis hepatis yang menunggu transplantasi hepar. Pada tahun 2001 Kamath PS et al yang membuat dan melakukan validasi MELD melaporkan bagaimana MELD dapat diaplikasikan dan mengkaji kelebihan serta kekurangannya. Pada umumnya skor MELD lebih baik jika dibandingkan dengan skor Child- Pugh. Sebab sebagai prediktor ketahanan hidup, skor MELD dianggap lebih objektif daripada skor Child-Pugh. Skor MELD digunakan untuk menyeleksi pasien yang akan menjalani transplantasi hepar. Namun pertanyaan apakah skor MELD ini cukup valid atau tidak dalam memprediksi ketahanan hidup pasien masih belum terjawab. Sampai saat ini skor Child-Pugh lah yang dianggap sebagai prediktor yang valid dalam meprediksi ketahanan hidup pada pasien sirosis hepatis. Rumus : 3,8 x log(e)(total bilirubin, mg/dl) + 11,2 x log(e)(inr) + 9,6 x log(e)(kreatinin, mg/dl) Ketahanan hidup pasien sirosis hepatis dengan skor MELD </= 11 lebih baik daripada pasien sirosis hepatis dengan skor MELD > Hubungan hepatitis viral dengan sirosis hepatis Sheila sherlock (1995) menyatakan suatu spektrum penyakit peradangan menahun hati yang terbentang dari hepatitis akut ke hepatitis kronik dan akhirnya ke sirosis. Hepatitis kronik didefinisikan sebagai reaksi peradangan kronik dalam hati yang berlanjut tanpa perbaikan paling kurang selama enam bulan. Progresivitas tergantung atas kombinasi berkelanjutan

19 replikasi virus didalam hati dan keadaan imunologi pasien. Virus tidak langsung sitopatik dan lisis hepatosit terinfeksi dengan progresivitas ke kronik tetapi tergantung atas respon imun hospes. Jika respon imun selular terhadap virus buruk, maka terjadi sedikit atau tidak ada kerusakan hati dan virus kontinu berproliferasi dengan adanya fungsi hati yang normal. Keadaan tersebut akan menjadi carrier yang terlihat sehat. Pasien dengan respon imun seluler yang sedikit lebih baik memperlihatkan nekrosis sel hati kontinu, tetapi respon tak cukup untuk membersihkan virus dan timbul hepatitis kronik. Virus penyebab hepatitis pertama kali menginfeksi hepatosit. Selama masa tunas, terjadi replikasi virus yang intens di sel-sel hati yang menyebabkan munculnya komponen-komponen virus dalam urine, tinja dan cairan tubuh lain. Kemudian terjadi kematian sel hati dan respons peradangan terkait, yang diikuti oleh perubahan-perubahan pada uji laboratorium fungsi hati dan munculnya berbagai gejala dan tanda penyakit hati (Sherlock, 1995) Virus Hepatitis B (VHB) Ada tiga antigen yang dihubungkan dengan virus hepatitis B dua diantaranya HBcAg dan HbeAg yang berkaitan dengan inti virus, yang ketigaantigen hepatitis permukaan (HBsAg) merupakan antigen penentu utama dari permukaan luar mantel virus (Kumar, 1995). Antigen yang berhubungan dengan virus hepatitis B akan menimbulkan antibodi yang spesifik : anti-hbs, anti-hbc dan anti-hbe. Antigen dan antibodi merupakan tanda imunologik yang penting dari infeksi virus dalam perjalanan penyakitnya (Kumar, 1995). HBsAg adalah yang pertama-tama dideteksi dalam darah, pada masa inkubasi. Mengikuti antigen permukaan, partikel virus dan HbeAg terdapat dalam darah. HbeAg kemudian cepat menghilang pada fase akut dari penyakit ini 2-3 minggu sebelum HBsAg menghilang. Kadar HBsAg mulai menurun setelah serangan penyakit dan biasanya tidak terdeteksi setelah 3 bulan masa infeksi. Bila tetap ada selama lebih dari 6 bulan, maka biasanya

20 menunjukkan penyakit menahun. Meskipun antigen inti bebas HBcAg tidak pernah ditemukan dalam serum, antibodinya yaitu anti-hbc merupakan antibodi antivirus yang pertama-tama dapat dideteksi setelah kontak dengan virus Hepatitis B. anti-hbc timbul menjelang masa akhir inkubasi dan tetap ada selama fase akut dari penyakit. Respon awal anti-hbc adalah IgM diikuti 6-18 bulan kemudian oleh antibodi IgG. Antibodi-antibodi ini tidak melindungi dan dapat dideteksi pada penyakit menahun. Anti-Hbe timbul dalam serum saat HBeAg mulai menghilang, pada awal dari fase resolusi dari hepatitis akut. Anti-HBs dapat dideteksi selama fase penyembuhan dan ini biasanya tetap bertahan seumur hidup. Interval antara hilangnya HBsAg dengan timbulnya anti-hbs disebut sebagai periode jendela (window period) (Kumar, 1995). Menurut Crawford (2007), HBsAg muncul sebelum onset gejala, memuncak selama gejala penyakit muncul, kemudian menurun sampai tidak terdeteksi dalam 3 hingga 6 bulan. HbeAg, HBV-DNA dan DNA polimerase muncul dalam serum segera setelah HbsAg dan semuanya menandakan replikasi virus aktif. Menetapnya HbeAg merupakan indikator penting terjadinya replikasi virus yang berkelanjutan, daya tular dan kemungkinan perkembangan menuju hepatitis kronis. IgM anti-hbc mulai terdeteksi dalam serum segera sebelum onset gejala, bersamaan dengan mulai meningkatnya kadar aminotransferase serum (menunjukkan kerusakan hati). Dalam beberapa bulan, IgM anti-hbc digantikan oleh IgG anti-hbc. Munculnya antibodi anti-hbe mengisyaratkan infeksi akut telah memuncak dan sekarang mulai mereda. IgG anti-hbs belum meningkat sampai penyakit akut berlalu dan biasanya tidak terdeteksi selama beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah hilangnya HbsAg. Anti-HBs dapat menetap seumur hidup, memberikan perlindungan; ini merupakan dasar bagi strategi vaksinasi saat ini. Infeksi HBV berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, HBV-DNA terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan semua antigen terkait. Ekspresi HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai dengan molekul MHC kelas 1 menyebabkan

21 pengaktivan limfosit T CD8+ sitotoksik. Kemudian fase integratif, yang DNA virusnya mungkin menyatu ke dalam genom penjamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi antivirus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun, risiko terjadinya karsinoma hepatoselular menetap (Crawford, 2007). Terdapat beberapa alasan untuk hipotesis bahwa HBV tidak secara langsung menyebabkan cedera hepatosit. Yang terutama, banyak pembawa virus kronis memiliki virion didalam hepatosit mereka tanpa memperlihatkan tanda cedera sel. Kerusakan hepatosit diperkirakan terjadi akibat kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel T sitotoksik CD8+ (Crawford, 2007). Untuk proses eradikasi virus hepatitis B (VHB) lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik, yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding antigen presenting cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan VHB-MHC kelas II pada dinding APC. VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respon imun adalah HBcAg atau HbeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon Gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (Crawford, 2007). Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi antara lain anti-hbs, anti-hbc dan anti-hbe. Fungsi anti- HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-hbs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel (Soemodihardjo, 2009).

22 Virus Hepatitis C (VHC) Masa inkubasi hepatitis C berkisar dari 2 hingga 26 minggu. RNA HCV dapat dideteksi dalam darah selama 1 hingga 3 minggu dan disertai oleh peningkatan kadar aminotransferase serum. Perjalanan klinis hepatitis C akut biasanya lebih ringan daripada hepatitis B dan asimptomatik pada 75% orang. Meskipun antibodi netralisasi anti-hcv terbentuk dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, RNA-HCV tetap berada dalam darah pada banyak pasien. Oleh karena itu, gambaran khas infeksi HCV adalah peningkatan episodik kadar aminotransferase serum walaupun tidak ada gejala klinis dan ini mungkin mencerminkan serangan berulang nekrosis hepatoselular. Sirosis terjadi pada 20% orang yang mengalami infeksi persisten. Selain itu, pasien mungkin terbukti mengidap infeksi HCV kronis selama berpuluh tahun tanpa berkembang menjadi sirosis (Crawford, 2007). Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh Virus Hepatitis C (VHC) pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas limfosit sel T-helper (Th) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th1 menjadi Th2 berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respon CTL. Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-alfa, TGF-beta1 akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang Disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan tenang kemudian berproliferasi dan menjadi aktif, menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati (Gani, 2009).

23 Hepatitis Virus Akut Apapun penyebabnya, penyakit kurang lebih sama dan dapat dibagi menjadi empat fase : (1) masa inkubasi, (2) fase praikterus simtomatik, (3) fase ikterus simtomatik dan (4) pemulihan (Crawford, 2007). Masa inkubasi merupakan puncak daya tular yang berkaitan dengan keberadaan partikel virus infeksiosa dalam darah. Fase praikterus berkaitan dengan hepatitis yang diisyaratkan oleh menigkatnya kadar aminotransferase serum. Pemeriksaan fisik hanya memperlihatkan hati yang sedikit membesar dan nyeri tekan. Fase ikterus simtomatik terutama disebabkan oleh hiperbilirubinemia. Dengan rusaknya hepatosit terjadi defek dalam konjugasi bilirubin, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi juga dapat terjadi. Fase ikterus sering terjadi pada orang dewasa dengan hepatitis A, tetapi tidak terjadi pada sekitar separuh kasus hepatitis B dan tidak ditemukan pada sebagian besar kasus hepatitis C. dalam beberapa minggu hingga mungkin beberapa bulan, ikterus dan sebagian besar gejala sistemik lain menghilang seiring dengan dimulainya fase pemulihan (Crawford, 2007) Hepatitis Virus Kronis Perjalanan penyakit sangat bervariasi. Pasien mungkin mengalami remisi spontan atau mengalami penyakit indolen tanpa perkembangan selama bertahun-tahun. Sebaliknya, sebagian pasien mengalami penyakit yang progresif cepat dan menderita sirosis dalam beberapa tahun. Pasien dengan infeksi virus hepatitis B kronis atau virus hepatitis C berisiko cukup besar mengalami karsinoma hepatoselular (Crawford, 2007) Hubungan alkohol dengan sirosis hepatis Alkohol tak dapat disimpan dan mutlak harus terjadi oksidasi, terutama didalam hati. Individu sehat tidak dapat memetabolisme lebih dari g alkohol perhari. Alkohol menginduksi enzim yang digunakan

24 dalam katabolismenya dan pecandu alkohol mampu memetabolisme lebih banyak (Sherlock, 1995). Etanol setelah dikonsumsi, diserap tanpa diubah dalam lambung dan usus halus. Zat ini kemudian tersebar ke semua jaringan dan cairan tubuh sesuai kadar di dalam darah. Kurang dari 10 % alkohol diekskresikan tanpa diubah melalui urine, keringat dan napas (Sherlock, 1995). Sebagian besar alkohol di dalam darah mengalami biotransformasi menjadi asetaldehida oleh alkohol dehidrogenase dalam sitosol sel hati dan mukosa lambung. Dalam reaksi tersebut, nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) mengalami reduksi menjadi NADH. Asetaldehida kemudian diubah menjadi asam asetat. Biotransformasi ini menimbulkan sejumlah konsekuensi metabolik antara lain (1) etanol adalah sumber energi yang substansial (kalori kosong) dan hal ini menyebabkan malnutrisi dan defisiensi, terutama vitamin B. (2) Kelebihan NADH berperan menyebabkan asidosis, penurunan ekskresi asam urat, menghambat glukoneogenesis dan menghambat oksidasi asam lemak sehingga terjadi efek sekunder di hati. (3) Asetaldehida memiliki banyak efek samping dan mungkin merupakan penyebab kerusakan dalam banyak organ (terutama hati dan otak) pada alkoholisme kronik (Sherlock, 1995). Efek samping etanol dibagi menjadi efek akut dan konsekuensi alkoholisme kronik (Kumar dkk, 2007). Alkoholisme akut berefek terutama di sistem saraf pusat, juga dapat menyebabkan kelainan hati dan lambung yang reversibel apabila konsumsi alkohol dihentikan. Di sistem saraf pusat, alkohol bersifat depresan, pertama-tama mempengaruhi struktur subkorteks yang memodulasi aktivitas korteks serebrum. Akibatnya terjadi stimulasi dan kekacauan perilaku korteks, motorik dan intelektual (Kumar dkk, 2007). Alkoholisme kronik merupakan penyebab perubahan morfologik di hampir semua organ dan jaringan tubuh, terutama hati dan lambung. Asetaldehida, metabolit utama etanol, merupakan senyawa yang sangat reaktif dan diperkirakan berfungsi sebagai mediator kerusakan organ dan jaringan. Walaupun katabolisme asetaldehida lebih cepat daripada

25 katabolisme alkohol, konsumsi etanol kronis mengurangi kapasitas oksidatif hati sehingga kadar asetaldehida darah meningkat; peningkatan ini diperparah oleh meningkatnya laju metabolisme etanol pada para peminum. Mekanisme lain yang diperkirakan menyebabkan cedera adalah peningkatan aktivitas radikal bebas dan reaksi imun terhadap neoantigen hati yang terbentuk oleh asetaldehida atau perubahan protein yang dipicu oleh radikal bebas (Kumar dkk, 2007). Konsumsi alkohol kronis menimbulkan berbagai efek samping. Namun, yang dampaknya besar adalah tiga bentuk penyakit hati yang tersendiri, walaupun juga bertumpang tindih : (1) steatosis hati (perlemakan hati), (2) hepatitis alkoholik dan (3) sirosis yang secara bersama-sama disebut sebagai penyakit hati alkoholik. Paling sedikit 80% dari para peminum berat mengalami perlemakan hati (steatosis), 10% hingga 35% mengalami hepatitis alkoholik dan sekitar 10% terjangkit sirosis (Crawford, 2007). Steatosis hati mungkin bermanifestasi sebagai hepatomegali disertai peningkatan ringan kadar bilirubin dan fosfatase alkali serum. Akan tetapi mungkin juga tidak timbul bukti klinis atau biokimiawi adanya penyakit hati. Jarang terjadi gangguan hati yang parah. Penghentian alkohol dan pemberian diet yang adekuat sudah memadai sebagai terapi (Crawford, 2007). Untuk timbulnya hepatitis alkoholik diperkirakan diperlukan waktu 15 hingga 20 tahun minum alkohol dalam jumlah berlebihan. Namun, pada keadaan ini gambaran hepatitis alkoholik relatif akut, biasanya setelah minum dalam jumlah besar. Terdapat gejala nonspesifik berupa malaise, anoreksia, penurunan berat badan, rasa tidak enak di perut bagian atas, hepatomegali dengan nyeri tekan dan demam serta temuan laboratorium berupa hiperbilirubinemia, peningkatan fosfatase alkali dan sering leukositosis neutrofilik. Kadar alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) meningkat tetapi biasanya tetap dibawah 500 u/ml. Dengan nutrisi yang sesuai dan penghentian total konsumsi alkohol, hepatitis alkoholik dapat mereda secara perlahan. Namun pada sebagian

26 pasien, hepatitis menetap walaupun alkohol sudah dihentikan dan berkembang menjadi sirosis (Crawford, 2007). Pada sirosis alkoholik umumnya tanda pertama berkaitan dengan hipertensi porta. Selain itu pasien dapat juga datang pertama kali dengan perdarahan varises yang membahayakan nyawa. Pada kasus yang lain secara perlahan timbul malaise, tubuh lemah, penurunan berat badan dan hilangnya nafsu makan yang mendahului munculnya ikterus, asites dan edema perifer. Temuan laboratorium menunjukkan terjadinya gangguan hati dengan peningkatan kadar aminotransferase serum, hiperbilirubinemia, peningkatan bervariasi fosfatase alkali, hipoproteinemia (globulin, albumin dan faktor pembekuan) dan anemia. Yang terakhir, sirosis mungkin tidak menimbulkan gejala klinis, ditemukan hanya saat autopsi atau jika timbul stress seperti infeksi atau trauma yang menggoyahkan keseimbangan kearah insufisiensi hati (Crawford, 2007). Reaksi imunologik lebih berperan dalam memulai atau menguatkan terjadinya fibrosis yang menandai fase lanjut dari penyakit hati akibat alkohol. Selain itu etanol sendiri atau metabolitnya dapat langsung memicu kerusakan sel-sel hati dengan kemampuan fibrogenik (Sherlock, 1995). Secara klasik sirosis alkoholik dari jenis mikronodular. Dengan nekrosis dan fibrosis yang berkelanjutan, maka sirosis bisa berlanjut dari pola mikro- ke makronodular (Sherlock, 1995). Alkohol bisa meningkatkan kerusakan hati yang disebabkan oleh hepatitis B. Selain itu kadang-kadang kanker sel hati berkembang dalam sirosis alkoholik, biasanya setelah masa berhenti alkohol, sewaktu sirosis makronodular telah berkembang. Ada hubungan erat antara hepatitis B dan kanker yang berkembang dalam pecandu alkohol (Sherlock, 1995).

Portal Hypertension. Penyebab

Portal Hypertension. Penyebab Portal Hypertension Portal hypertension adalah peningkatan tekanan darah pada sistem pembuluh darah yang disebut sistem vena porta. Vena yang berasal dari lambung, usus, limpa, dan pankreas bergabung menjadi

Lebih terperinci

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. Sirosis Hepatis Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirosis Hati 2.1.1 Definisi Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah PERBANDINGAN VALIDITAS MADDREY S DISCRIMINANT FUNCTION DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah Diajukan

Lebih terperinci

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering ASKEP HEPATITIS TINJAUAN TEORITIS Defenisi Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai macam penyakit hati kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. 19 Sirosis hati merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. 19 Sirosis hati merupakan 2.1 Pengertian Sirosis Hati BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Istilah sirosis pertama kali diberikan oleh Laennec pada tahun 1819, yang berasal dari kata kirhoss yang berarti kuning orange (orange yellow), karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan disorganisasi dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis. Secara lengkap sirosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & Hoofnagle, 2004). Hati memiliki beberapa fungsi metabolik, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat rata-rata 1500 gram pada badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sirosis Hepatis 1. Definisi Sirosis hepatis merupakan penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi susunan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah penyakit hati kronik merupakan suatu kondisi yang memiliki etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis kronik dan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya ASKEP CA. HEPAR DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya sebagian besar fungsi hepar. Kanker

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B.

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. Mengenal Hepatitis C dan B Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. 1 3 Pengantar H E P A T I T I S C 4 5 5 5 6 7 8 10 11 13 14 14 15 15 16 16 17

Lebih terperinci

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL PENDAHULUAN VARIASI HEP.VIRUS TERGANTUNG JENIS A,B.C KLINIS TERGANTUNG RINGAN-BERAT DARI TIPIKAL S/D ATIPIK HEPATITIS VIRAL AKUT : 1. BENTUK KHAS / SIMPTOMATIK

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan. BAB I PENDAHULUAN Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN OBAT HERBAL X Bahan obat herbal X merupakan hasil fraksinasi fase etil asetat dari daun sukun (Artocarpus altilis). Tanaman sukun memiliki klasifikasi sebagai berikut yaitu

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sirosis hati merupakan tahap ahir proses difus fibrosis hati progresif yang di tandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009)

portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang normal menjadi nodul-nodul yang abnormal (Dipiro et al., 2015). Perubahan

Lebih terperinci

HEPATITIS FUNGSI HATI

HEPATITIS FUNGSI HATI HEPATITIS Hepatitis adalah istilah umum untuk pembengkakan (peradangan) hati (hepa dalam bahasa Yunani berarti hati, dan itis berarti pembengkakan). Banyak hal yang dapat membuat hati Anda bengkak, termasuk:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang berfungsi sebagai pusat metabolisme, hal ini menjadikan fungsi hepar sebagai organ vital. Sel hepar rentan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat 1500 gr atau 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hati adalah organ dari sistem pencernaan terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat komplek. Beberapa fungsi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan meliputi kemandirian atau kolaboratif dalam merawat individu, keluarga, kelompok dan komunitas, baik sakit atau sehat dengan segala kondisi yang meliputinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 EPIDEMIOLOGI HEPATITIS Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia, yang terdiri dan Hepatitis A, B,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi Hati Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata rata 1500 g atau 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis 2.1.1. Definisi Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci