LAPORAN KEGIATAN TIM KOORDINASI PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEGIATAN TIM KOORDINASI PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI TAHUN 2014"

Transkripsi

1

2

3 LAPORAN KEGIATAN TIM KOORDINASI PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI TAHUN 2014

4 Daftar Isi Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Pokok- Pokok Laporan Pelaksanaan Tugas... ii ii iii v Bab 1 Evaluasi Pencapaian Sasaran Inflasi Perkembangan Inflasi Tahun Evaluasi Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun Bab 2 Pelaksanaan Tugas TPI Tahun Evaluasi Kegiatan TPI Tahun Bauran Kebijakan yang Telah Diambil Terkait Pengendalian Inflasi Boks 2.1 Evaluasi Efektivitas Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Bab 3 Prakiraan Inflasi Asumsi yang Digunakan Prakiraan Inflasi Bab 4 Program Kerja Tahun Rencana Kegiatan TPI Tahun Arah Kebijakan Pengendalian Inflasi Tahun Daftar Tabel Tabel 1.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food... 8 Tabel 1.2. Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices Tabel 2.1. Pertemuan TPI dan Rekomendasi yang Dihasilkan Tabel 2.2. Rekomendasi Mitigasi Dampak Kebijakan Energi Tabel 2.3. Sasaran Inflasi Tabel 2.4. Kebijakan Fiskal Tahun Tabel 2.5. Rangkuman Kebijakan Administered Prices Tahun Tabel Boks Evaluasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan dan Rekomendasi Tabel 4.1. Jadwal Program Kegiatan TPI Tahun Tabel 4.2. Upah Minimum Provinsi (UMP) ii

5 Daftar Grafik Grafik 1.1. Perkembangan Inflasi... 2 Grafik 1.2. Sumbangan Disagregasi Inflasi Grafik 1.3. Pola Inflasi Pada Kenaikan Harga BBM Subsidi... 3 Grafik 1.4. Inflasi IHK Negara Kawasan... 3 Grafik 1.5. Inflasi Bahan Pangan Negara Kawasan... 3 Grafik 1.6. Inflasi IHK di Daerah... 4 Grafik 1.7. Inflasi Volatile Food di Daerah... 4 Grafik 1.8. Dekomposisi Inti Traded- Non Traded... 4 Grafik 1.9. Dekomposisi Inti Traded... 4 Grafik Inflasi Inti dan Faktor Eksternal... 5 Grafik Perkembangan Inflasi Industri Pengolahan... 5 Grafik Inflasi Sektor Jasa... 6 Grafik Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential... 6 Grafik Pertumbuhan Penjualan Eceran dan Indeks Keyakinan Konsumen... 6 Grafik Pertumbuhan M1 dan Inflasi... 6 Grafik Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti... 6 Grafik Kapasitas Utilisasi Sektor Industri Pengolahan... 6 Grafik Ekspektasi Harga Pedagang Eceran... 7 Grafik Ekspektasi Harga Konsumen... 7 Grafik Ekspektasi Inflasi Consencus Forecast... 8 Grafik Ekspektasi Inflasi (SPIME)... 8 Grafik Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food... 8 Grafik Perubahan Harga Bawang Merah... 9 Grafik Perubahan Harga Daging Ayam Ras... 9 Grafik Perubahan Harga Cabai Merah... 9 Grafik Perubahan Harga Beras... 9 Grafik Inflasi Administered Prices Grafik 2.1. Harga Gabah/Beras vs HPP iii

6 Daftar Bagan Bagan 1.1. Storyline Inflasi Bagan 4.1. Kebijakan Umum Pembangunan Pertanian Lampiran A. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 674/KM.1/2014 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Tahun iv

7 POKOK - POKOK LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Tahun 2014 Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 674/KM.1/2014 tentang pembentukan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Tahun 2014, Tim bertanggungjawab dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Keuangan. Secara umum, pokokpokok laporan pelaksanaan tugas TPI tahun 2014 meliputi: (i) evaluasi pencapaian sasaran inflasi tahun 2014, (ii) pelaksanaan tugas serta bauran kebijakan pengendalian inflasi tahun 2014, (iii) prakiraan inflasi 2015, dan (iv) rencana program kerja serta bauran kebijakan pengendalian inflasi tahun Evaluasi Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2014 Realisasi inflasi IHK tahun 2014 mencapai 8,36% (yoy), lebih tinggi dari target inflasi yang ditetapkan sebesar 4,5±1%. Meskipun di atas target inflasi, inflasi tahun 2014 tetap dapat dikendalikan pada single digit dan masih lebih rendah dari laju inflasi tahun lalu sebesar 8,38% (yoy). Capaian inflasi single digit ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan inflasi kelompok administered prices dan masih tingginya tekanan inflasi kelompok volatile food. Secara spasial, sampai dengan triwulan III-2014, terdapat tren perlambatan inflasi di hampir keseluruhan kawasan dengan perlambatan inflasi yang paling dalam tercatat di Kalimantan dan Sumatera. Hal ini tidak terlepas dari terjaganya inflasi inti dan semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Seiring dengan reformasi struktural di bidang energi yang sedang dilakukan oleh Pemerintah, pada tahun 2014 terjadi kenaikan tarif pada beberapa komoditas energi. Sebagai konsekuensinya, inflasi administered prices tahun 2014 mencapai 17,57% (yoy), meningkat dari tahun lalu sebesar 16,65% (yoy), yang bersumber dari kenaikan harga BBM bersubsidi, dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap tarif angkutan, kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) rumah tangga golongan 1300 VA ke atas dan TTL industri, kenaikan harga LPG 12 kg dan kenaikan tarif angkutan udara. Pada kelompok bahan makanan, perkembangan laju inflasi volatile food masih relatif terkendali sampai triwulan III Namun memasuki akhir tahun terjadi peningkatan inflasi yang terutama didorong oleh terbatasnya pasokan, khususnya untuk komoditas aneka cabai dan beras akibat anomali cuaca serta tidak adanya penyaluran beras untuk masyarakat miskin (Raskin) di bulan November dan Desember. Di samping hal tersebut, kenaikan inflasi pangan v

8 yang tinggi juga didorong oleh peningkatan biaya distribusi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November Di tengah kenaikan berbagai biaya hidup tersebut, inflasi inti mengalami perlambatan, yakni dari 4,98% (yoy) pada tahun lalu menjadi 4,93% (yoy) pada tahun ini. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar Rupiah yang meskipun cenderung melemah mengikuti kondisi fundamentalnya tetapi volatilitasnya relatif terjaga, harga komoditas global yang masih menurun, lebih terkendalinya kenaikan ekspektasi inflasi terkait kenaikan harga BBM dibandingkan episode kenaikan harga BBM di masa lalu, serta permintaan domestik yang melambat. Keempat faktor tersebut dapat meredam naiknya tekanan biaya yang bersumber dari kelompok energi dan bahan makanan, serta melemahnya rupiah. Perkembangan ini tercermin dari melambatnya inflasi inti kelompok nontraded nonfood, sementara inflasi inti kelompok nontraded food dan kelompok traded masih mengalami kenaikan. Sejak awal tahun laporan, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam rangka pengendalian inflasi. Untuk stabilisasi harga pangan, Pemerintah melakukan percepatan penyaluran Raskin menghadapi tekanan harga yang meningkat akibat banjir di awal tahun serta melakukan Operasi Pasar Khusus (OPK) di akhir tahun akibat tidak adanya alokasi Raskin di bulan November dan Desember. Pemerintah juga melanjutkan penerapan kebijakan harga referensi untuk bawang merah, cabai merah, cabai rawit dan daging sapi yang sejauh ini cukup dapat meredam tekanan inflasi, khususnya untuk bawang merah. Untuk mengurangi gejolak harga cabai, Pemerintah juga mendorong pengembangan industri pengolahan cabai segar menjadi cabai olahan serta mendorong peningkatan preferensi konsumsi masyarakat dari cabai segar ke cabai olahan. Sementara untuk meredam dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM, Pemerintah Pusat melakukan pengendalian tarif angkutan antar kota, memberikan kompensasi kepada sektor angkutan dan menghimbau Pemerintah daerah untuk mengendalikan tarif angkutan dalam kota. Selain itu, untuk mengurangi beban masyarakat, Pemerintah menyediakan program perlindungan sosial antara lain melalui penerbitan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera. Dari sisi kebijakan moneter, untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, Bank Indonesia menerapkan bauran kebijakan dalam bentuk: (1) menetapkan tingkat suku bunga kebijakan yang konsisten dengan lintasan sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang difokuskan pada upaya meredam second-round effect dari kenaikan harga BBM, mempertahankan suku bunga riil pada tingkat yang memadai, sambil tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan likuiditas perekonomian; (2) menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap memperhatikan kecukupan cadangan devisa; (3) melakukan manajemen lalu lintas devisa untuk memitigasi risiko tekanan capital outflow yang meningkat; (4) menjaga kecukupan likuiditas yang konsisten dengan kebutuhan perekonomian; (5) mengarahkan potensi pembiayaan ekonomi ke sektor-sektor yang dapat mendorong proses penyesuaian perekonomian dan menurunkan defisit transaksi berjalan; (6) memperkuat koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dengan Pemerintah guna menyelaraskan kebijakan makroekonomi dan memitigasi dampak kenaikan harga BBM melalui pemanfaatan layanan keuangan digital dalam penyaluran program bantuan sosial; (7) memperkuat komunikasi sinyal vi

9 kebijakan untuk menjaga keyakinan pelaku pasar terhadap prospek perekonomian; dan (8) mendorong reformasi struktural menuju struktur ekonomi yang lebih sehat, berimbang, dan berkelanjutan. Pengendalian inflasi juga dilakukan dengan memperkuat koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang di tingkat pusat dilakukan melalui forum TPI, sedangkan di tingkat daerah melalui TPID. Sepanjang tahun 2014, TPI telah menyusun rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan dan rekomendasi pengendalian dampak kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap inflasi dan kemiskinan. Terkait stabilisasi harga pangan, rekomendasi yang disampaikan meliputi penguatan aspek kelembagaan yang diperlukan agar kebijakan stabilisasi harga pangan dapat lebih efektif, usulan komoditas yang perlu distabilkan harganya oleh Pemerintah, usulan instrumen kebijakan dan mekanisme stabilisasi serta sumber pembiayaan bagi upaya stabilisasi tersebut. Sementara itu, terkait pengendalian dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, kajian ditujukan untuk memberikan masukan kepada Pemerintah mengenai usulan tenggat waktu kebijakan reformasi energi dalam jangka menengah yang sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi serta langkah yang perlu dilakukan untuk meminimalkan dampaknya terhadap inflasi dan kemiskinan. Ke depan, rencana kegiatan strategis TPI untuk tahun 2015 meliputi penyusunan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan yang meliputi upaya stabilisasi harga dalam jangka pendek, serta rekomendasi kebijakan yang lebih struktural dalam rangka mengatasi permasalahan gejolak harga pangan yang masih terus berulang. Di bidang energi, program kerja direncanakan berupa usulan rekomendasi kebijakan reformasi subsidi energi yang memuat tinjauan dan rekomendasi terhadap kebijakan harga beberapa komoditas energi yang telah mengikuti harga keekonomian serta rekomendasi pengendalian dampaknya ke inflasi. 2. Pelaksanaan Tugas TPI Tahun 2014 Pada tahun 2014 terdapat dua permasalahan utama yang menjadi sumber tekanan inflasi, yaitu tekanan inflasi administered prices dan inflasi bahan pangan terutama pada paruh kedua tahun Pelaksanaan tugas TPI pada tahun 2014 difokuskan pada upaya pengendalian kedua tekanan inflasi tersebut. a. Rekomendasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Kajian ini merupakan amanat dari High Level Meeting TPI tahun 2013 untuk melakukan review kebijakan stabilisasi harga pangan dan menyusun rekomendasi penguatan kelembagaan BULOG. Program kerja ini dipilih mengingat pelaksanaan kebijakan stabilisasi harga pangan saat ini cenderung bersifat reaktif, adhoc dan berdampak jangka pendek sehingga diperlukan kebijakan yang bersifat struktural dari hulu hingga hilir. Selain itu, kajian ini juga ditujukan untuk memberi masukan kepada Pemerintah yang tengah menindaklanjuti UU No. 18/2012 tentang Pangan. Rekomendasi yang dihasilkan dari kajian tersebut mencakup penguatan kelembagaan, kebijakan dan dukungan penganggaran. vii

10 Terkait kelembagaan regulator, terdapat beberapa alternatif bentuk kelembagaan regulator pangan yang dapat memperkuat stabilisasi harga pangan. Berdasarkan kajian terhadap beberapa aspek (antara lain kesesuaian dengan UU, kewenangan, koordinasi dan fokus pelaksanaan tugas), bentuk kelembagaan regulator pangan yang dipandang paling sesuai adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) baik yang bersifat mandiri atau melekat dengan Kementerian. Opsi yang terakhir memiliki kelebihan dalam hal koordinasi dan keikutsertaan dalam sidang kabinet. Untuk kelembagaan operator, UU Pangan pasal 127 dan 128 menegaskan penugasan pada Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) di bidang pangan dengan cakupan dari tahap produksi sampai dengan distribusi. BUMN yang selama ini ditugaskan untuk melakukan fungsi stabilisasi harga pangan adalah BULOG dan hasil evaluasi atas kinerja BULOG dalam stabilisasi harga pangan (beras) sejauh ini menunjukkan kinerja yang baik. Dengan mempertimbangkan jaringan BULOG di seluruh Indonesia dan kapasitas fisik pergudangannya yang cukup memadai, maka jenis komoditas yang dapat dikelola oleh BULOG adalah sejenis biji-bijian (grains) dan gula pasir. Oleh karena itu, Pemerintah diusulkan untuk menugaskan BULOG melakukan stabilisasi harga beras, gula pasir dan kedelai. Dalam pelaksanaan tugasnya, jika anggaran pemerintah terbatas untuk membiayai pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang dikelola oleh BULOG, maka perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan fungsi komersial BULOG sehingga BULOG dapat memiliki stok dalam jumlah yang cukup dan dapat digunakan untuk melakukan fungsi stabilisasi. Upaya mendukung fungsi komersial BULOG tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberikan pengutamaan untuk melakukan impor komoditas beras, gula dan kedelai. Terkait dengan jenis komoditas yang perlu dijaga stabilitas harganya, dilakukan evaluasi terhadap kebijakan stabilisasi harga pangan dengan melihat efektivitas pengendalian harga pada komoditas pangan strategis yang ada saat ini. Berdasarkan kajian, jenis komoditas prioritas utama yang perlu dijaga stabilitas harganya adalah beras, gula, kedelai, daging sapi, bawang merah, dan cabai merah. Penentuan jenis komoditas tersebut mempertimbangkan aspek ekonomi (bobot dalam pengeluaran rumah tangga, jumlah petani dan kemiskinan, dampak inflasi), aspek sosial politik, dan keterkaitan dengan program Pemerintah seperti rencana Aksi Bukit Tinggi untuk ketahanan pangan yang dicanangkan pada tanggal 29 Oktober Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pengendalian harga pada masing-masing komoditas pangan tersebut sebagai berikut: (a) Untuk komoditas beras, gula dan kedelai diperlukan penambahan alokasi anggaran untuk menambah Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dan kebijakan pengaturan impor yang berorientasi pada stabilisasi harga; (b) Untuk komoditas daging sapi, bawang merah dan cabai merah, kebijakan harga referensi perlu dilanjutkan dan dalam jangka pendek perlu menyesuaikan harga referensi daging sapi menjadi Rp85.000/kg dari yang berlaku saat ini sebesar Rp76.000/Kg. Selain itu, juga diperlukan evaluasi terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang membatasi distribusi ternak antar daerah dan mendorong integrasi antara petani produsen cabai merah dan bawang merah dengan industri pengolahan. Terkait pembiayaan, selain penambahan alokasi anggaran untuk CPP, syarat penggunaan dana stabilisasi harga pangan dalam APBN juga perlu dipermudah dan ditujukan untuk stabilisasi harga baik di tingkat produsen maupun konsumen. Kajian ini telah disampaikan dalam rapat TPI tingkat Pengarah pada 24 November viii

11 b. Rekomendasi Paket Kebijakan Energi dan Pengendalian Dampak Inflasi Kajian ini dilatarbelakangi oleh masih besarnya perbedaan antara harga jual dengan harga keekonomian pada sejumlah komoditas energi seperti BBM, tarif listrik dan LPG yang menjadi beban fiskal sehingga ke depan berpotensi untuk disesuaikan harganya. Kajian ini juga memberikan rekomendasi langkah yang perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak penyesuaian harga tersebut terhadap inflasi dan kemiskinan. Kajian ini disusun dan disampaikan kepada Pemerintah sebelum kenaikan harga BBM dilakukan pada 18 November Kajian yang dihasilkan adalah sebagai berikut: (a) Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan langkah yang perlu ditempuh pemerintah, terkait dengan beban fiskal yang sangat besar sehingga berdampak pada terbatasnya ruang gerak fiskal untuk membiayai kegiatan produktif; (b) Pilihan besaran kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan konsekuensi pada kondisi makroekonomi (PDB, fiskal, neraca pembayaran, inflasi dan kemiskinan) yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan penyesuaian harga BBM bersubsidi di akhir tahun tidak terlalu berdampak pada PDB dan neraca pembayaran pada tahun yang bersangkutan, tetapi berdampak cukup signifikan terhadap inflasi dan kemiskinan. Langkah antisipasi dan mitigasi dampak kenaikan harga BBM perlu dilakukan. Rekomendasi yang diberikan mencakup sebagai berikut: (a) Terhadap kemiskinan, terdapat dua program yang dapat segera dilakukan, yaitu melanjutkan penyaluran subsidi beras untuk rakyat miskin (Raskin) dan dikombinasikan dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang anggarannya sudah terdapat dalam APBNP 2014 dan APBN 2015 masing-masing sebesar Rp5 triliun. Namun apabila kenaikan harga BBM melebihi Rp1000/liter, program tersebut diperkirakan tidak cukup untuk mengembalikan angka kemiskinan sebagaimana target; (b) Terhadap inflasi, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengendalikan dampak inflasi, antara lain mengendalikan kenaikan tarif angkutan darat, komunikasi yang efektif untuk mengelola ekspektasi inflasi serta mengatur tenggat waktu implementasi kebijakan administered prices lainnya. Langkah serupa perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah; (c) Terkait reformasi energi, jika tahun 2014 dilakukan kenaikan harga BBM bersubsidi sehingga perbedaan dengan harga keekonomian mengecil, maka kondisi ini memberikan peluang untuk menerapkan kebijakan fixed subsidy BBM di tahun Opsi kebijakan tersebut memberikan keuntungan berupa kepastian jumlah alokasi subsidi dalam APBN dan dampak minimal terhadap inflasi. Hal yang perlu diantisipasi adalah terkait penyesuaian tarif angkutan akibat harga BBM yang kemungkinan berubah setiap bulan. Selain itu, mengingat masih besarnya disparitas antara harga jual dan harga keekonomian untuk BBM, TTL dan Gas, maka Pemerintah perlu melakukan pengaturan timing dan magnitude implementasi kebijakan administered prices (khususnya energi) di tahuntahun mendatang. Rekomendasi ini telah disampaikan ke Pemerintah melalui rapat TPI tingkat pengarah pada tanggal 28 Oktober 2014 dan diikuti oleh kenaikan harga BBM pada 18 November 2014 dan implementasi subsidi tetap untuk Solar dan harga pasar untuk Premium mulai Januari Setelah kenaikan harga BBM subsidi pada 18 November 2014, TPI kembali mengadakan rapat di tingkat pimpinan Kementerian/Lembaga pada tanggal 20 November 2014 untuk antisipasi pengendalian dampak dari kenaikan harga tersebut. ix

12 c. Penerbitan Publikasi Inflasi secara Bulanan TPI mempublikasikan secara periodik analisis inflasi bulanan yang telah berjalan sejak awal tahun 2012 dan ditujukan kepada seluruh anggota TPI dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) serta beberapa stakeholders dari pemerintahan yang terkait dengan stabilitas harga. Selain sebagai sarana diseminasi dalam rangka meningkatkan pemahaman atas sumber-sumber pendorong inflasi, publikasi analisis singkat inflasi juga dimaksudkan sebagai sarana koordinasi dalam pengendalian inflasi terkait berbagai risiko ke depan dan langkah-langkah antisipasinya. Berdasarkan kesepakatan TPI dan Pokjanas TPID, mulai awal 2014 publikasi inflasi bulanan tersebut juga mencakup asesmen inflasi daerah. Adanya publikasi tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan efektivitas koordinasi kebijakan pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah. d. Penetapan Sasaran Inflasi Tahun Sasaran inflasi diperlukan sebagai dasar pengambilan kebijakan moneter dan untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Sasaran inflasi yang berlaku saat ini adalah berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi Tahun , dengan besaran masing-masing 4,5%±1%, 4,5%±1% dan 4,0%±1%. Dengan mempertimbangkan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi sasaran akhir inflasi dengan efek tunda yang optimal sekitar 1 s.d. 2 tahun ke depan, maka dalam perumusan kebijakan moneter di tahun 2014, Bank Indonesia membutuhkan target inflasi tahun 2016 dan beberapa tahun sesudahnya. Dalam kaitan ini, pada akhir tahun 2013 TPI telah melakukan pembahasan terkait sasaran inflasi untuk periode tahun Pembahasan mencakup aspek-aspek yang digunakan sebagai dasar penetapan sasaran inflasi, yaitu proyeksi inflasi serta berbagai risiko ke depan terutama dari administered prices dan volatile food serta kebijakan-kebijakan pendukung yang diperlukan dalam rangka mencapai sasaran inflasi. Usulan Sasaran Inflasi tahun telah dibahas dalam High Level Meeting TPI di bulan Desember Selanjutnya di tahun 2014, Sasaran Inflasi tersebut telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui PMK nomor 093/011/PMK/2014, tanggal 14 Mei 2014 dengan besaran masing-masing sebesar 4%±1%, 4%±1% dan 3,5%±1%. e. Kegiatan Pendukung: Memperkuat Kapasitas Sumber Daya Manusia Upaya memperkuat kapasitas sumber daya manusia anggota TPI senantiasa dilakukan setiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi dalam mendukung pelaksanaan tugas terkait pengendalian inflasi. Hal ini penting dilakukan karena adanya perubahan anggota TPI yang berasal dari berbagai Kementerian/Lembaga. Melalui kegiatan ini, sumber daya manusia yang ditugaskan di TPI diharapkan memiliki kompetensi yang semakin baik yang diperlukan dalam perumusan kebijakan pengendalian inflasi di masing-masing lembaga. Pada tahun 2014, penguatan kapasitas SDM tersebut antara lain mencakup diseminasi x

13 informasi mengenai metodologi perhitungan inflasi di kota non inflasi dengan narasumber dari BPS. Kegiatan ini dilakukan bekerja sama dengan Pokjanas TPID dalam rangka antisipasi terus bertambahnya TPID di kota-kota non inflasi. 3. Bauran Kebijakan Untuk Pengendalian Inflasi Kebijakan Bank Indonesia Bank Indonesia melanjutkan kebijakan suku bunga bias ketat yang telah ditempuh sejak pertengahan 2013 untuk menjangkar inflasi yang sesuai dengan lintasan sasaran inflasi dan mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Sejak awal tahun 2014 Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang bias ketat dengan mempertahankan BI Rate sebesar 7,50% selama 11 bulan hingga pertengahan November Tingkat BI Rate ini dipandang masih konsisten dengan upaya mencapai sasaran inflasi 2014 sebesar 4,5±1% dan 2015 sebesar 4,0±1% serta mengendalikan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Namun demikian, di tengah perbaikan stabilitas ekonomi makro yang berjalan, sejumlah risiko masih mengemuka antara lain terkait dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi dan berakhirnya program quantitative easing dari the Fed pada Oktober Menyikapi kenaikan ekspektasi inflasi paska kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November 2014 dan meningkatnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah, Bank Indonesia pada tanggal 18 November 2014 telah menaikkan BI Rate menjadi 7,75%. Upaya stabilisasi ekonomi makro juga didukung oleh kebijakan nilai tukar yang difokuskan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar bergerak sesuai kondisi fundamentalnya yang masih diwarnai oleh defisit transaksi berjalan. Dalam rangka mendukung kebijakan moneter yang bias ketat, sampai dengan pertengahan November 2014 Bank Indonesia terus melanjutkan kebijakan makroprudensial yang difokuskan pada upaya memperkokoh stabilitas sistem keuangan (SSK) yang telah ditempuh sejak pertengahan Kebijakan tersebut tercermin dengan dipertahankannya GWM LDR dan GWM sekunder serta dilanjutkannya kebijakan Loan to Value (LTV) yang dipandang masih sesuai dengan upaya Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi moneter dan mendukung stabilitas sistem keuangan antara lain dengan mengurangi risiko kredit dan meningkatkan daya tahan likuiditas perbankan. Dalam perjalanannya, seiring dengan kebijakan kenaikan BI Rate pada pertengahan November 2014 di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kredit, Bank Indonesia mempersiapkan langkah langkah untuk merelaksasi kebijakan makroprudensial guna mengurangi risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam. Bauran kebijakan Bank Indonesia juga diperkokoh dengan penguatan koordinasi dengan Pemerintah baik Pusat dan Daerah serta dengan berbagai instansi lain yang terkait. Koordinasi dengan Pemerintah dalam mengelola dampak lanjutan dari kenaikan BBM bersubsidi terhadap inflasi dilaksanakan melalui mekanisme koordinasi TPI dan TPID yang ditujukan pada pengendalian harga tarif angkutan dan harga pangan. Bauran kebijakan Bank Indonesia yang didukung oleh koordinasi yang kuat dengan Pemerintah telah berkontribusi positif terhadap xi

14 perbaikan makro ekonomi. Pada penghujung 2014, laju inflasi meskipun berada di atas kisaran sasaran yang telah ditetapkan, namun tetap berada di single digit dan bergerak sesuai yang diprakirakan. Di sisi lain, defisit transaksi berjalan juga terus menunjukkan penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai sekitar 3% terhadap PDB selama tahun Kebijakan di Bidang Pangan Di bidang pangan, kebijakan Pemerintah diarahkan untuk meningkatkan produksi serta menjaga ketersediaan pasokan, stabilisasi harga dan kelancaran distribusi. Untuk stabilisasi harga pangan, langkah pengendalian yang dilakukan Pemerintah antara lain berupa intervensi langsung yang dilakukan terhadap komoditas beras, cabai, bawang merah, daging sapi, gula dan kedelai. Khusus untuk komoditas beras, stabilisasi harga dilakukan oleh BULOG baik pada tingkat produsen maupun konsumen secara terintegrasi melalui kegiatan penyerapan gabah/beras, penumpukan stok serta penyaluran beras melalui Raskin dan Operasi Pasar (OP). Penyerapan gabah/beras BULOG pada tahun 2014 mencapai 2,4 juta ton. Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan tahun lalu, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir. Penurunan penyerapan pada tahun 2014 disebabkan oleh turunnya produksi dan lebarnya selisih antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dengan harga gabah/beras di pasaran. Di tengah turunnya angka penyerapan, harga di tingkat produsen sepanjang tahun 2014 secara umum cukup terkendali, meskipun rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) sepanjang tahun 2014 berada diatas HPP. Hal ini memberikan insentif dan keuntungan bagi petani padi agar terus berproduksi dan juga memberikan insentif pada peningkatan kesejahteraan petani. Di tingkat konsumen, upaya stabilisasi harga beras dilakukan melalui penyediaan stok, OP dan melanjutkan penyaluran Beras untuk orang miskin (Raskin). Jumlah stok sepanjang tahun 2014 terus dijaga untuk berada dalam posisi aman diatas 1,5 juta ton sehingga dapat memberikan efek psikologi yang cukup besar kepada pedagang beras untuk tidak melakukan spekulasi. Pelaksanaan OP pada pada tahun 2014 dilaksanakan melalui dua model yaitu OP beras jenis medium dan OP beras jenis premium. OP Beras jenis medium menggunakan beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang penggunaannya diatur dalam peraturan Menteri Perdagangan No. 04/M-DAG/PER/1/2012 tentang Penggunaan CBP untuk stabilisasi harga. Sementara itu, OP beras jenis premium menggunakan stok beras murni milik BULOG di luar CBP yang kewenangannya sepenuhnya diatur oleh BULOG sendiri. Selama tahun 2014, realisasi OP CBP mencapai ton sementara OP premium mencapai ton. Jumlah Raskin yang disalurkan pada tahun 2014 mencapai 2,76 juta ton atau kurang lebih 9% dari konsumsi nasional Indonesia. Dengan jumlah tersebut Raskin memberikan efek signifikan terhadap stabilisasi harga dengan menekan permintaan beras ke pasar. Pengaruh Raskin ini sangat terlihat terutama pada akhir tahun 2014 dimana di bulan November Desember tidak ada penyaluran Raskin. Untuk menstabilkan harga yang sempat meningkat akibat tidak adanya penyaluran Raskin November Desember, penurunan produksi padi, dan juga kenaikan harga BBM maka dikembangkan operasi pasar dengan sasaran khusus. xii

15 Pada dasarnya operasi pasar ini dilaksanakan sebagaimana Raskin yaitu melalui intervensi dari sisi permintaan dengan berkurangnya permintaan ke pasar oleh 15,5 juta RTS. Namun, operasi pasar dengan model ini tidak cukup efektif mengingat volume beras yang disalurkan ke masyarakat justru lebih kecil dari yang dibutuhkan, atau hanya sebesar 230 ribu ton/bulan. Untuk komoditas hortikultura, Pemerintah melanjutkan kebijakan pengamanan harga dan pasokan melalui penetapan harga referensi produk hortikultura. Berdasarkan Keputusan Dirjen PDN Nomor 118 tahun 2013, harga referensi ditetapkan sebagai berikut: Bawang Merah segar untuk konsumsi sebesar Rp25.700,-/kg; Cabe Merah Besar/Keriting sebesar Rp26.300,-/ kg dan Cabe Rawit Merah sebesar Rp28.000,-/kg. Selain itu Pemerintah juga mendorong pengembangan industri pengolahan cabai segar menjadi cabai olahan serta meningkatkan preferensi konsumsi masyarakat dari cabai segar ke cabai olahan. Dalam perkembangannya, menjelang akhir tahun kenaikan harga aneka cabai mencapai 40-60%, jauh lebih tinggi dari historisnya, yang disebabkan oleh anomali cuaca di sejumlah sentra produksi dan pola tanam yang tidak dikelola dengan baik. Untuk stabilisasi harga daging sapi, Pemerintah melakukan pengawasan penyerapan sapi lokal dan pemantauan stok, pasokan dan harga daging sapi di Rumah Potong Hewan (RPH); melakukan sinkronisasi kebijakan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta sinkronisasi Permendag dan Permentan terkait izin pemasukan dan pengeluaran sapi, bibit, indukan maupun bakalan; memfasilitasi kemitraan antara pelaku usaha sapi dari daerah sentra produksi (Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan) dengan pelaku usaha dari daerah sentra konsumsi (Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat). Berbagai upaya tersebut mampu menjaga stabilitas harga daging meskipun belum dapat menurunkan levelnya. Untuk komoditas gula, pengendalian harga gula kristal putih dilakukan melalui penetapan Permendag Nomor 45/M-DAG/PER/8/2014 tentang Penetapan HPP Gula Kristal Putih (GKP) sebesar Rp8.500/kg, yang dilakukan secara periodik (setahun sekali); instruksi kepada 11 produsen gula rafinasi untuk hanya mendistribusikan gula secara langsung kepada industri makanan minuman; menyusun pengaturan penyaluran gula rafinasi kepada industri kecil menengah melalui mekanisme penyalur terdaftar; melakukan audit/verifikasi distribusi gula rafinasi terhadap 11 produsen, 52 distributor, 88 sub distributor, 108 industri makanan minuman; dan melakukan pemantauan terhadap pengecer gula di 366 pasar di 34 provinsi. Untuk kedelai, pengendalian harga dan ketersediaan kedelai dilakukan melalui penetapan Permendag Nomor 62/M-DAG/PER/8/2014 tentang Penetapan Harga Pembelian Kedelai Petani (HBP) Dalam Rangka Pengamanan Harga Kedelai di tingkat Petani periode Oktober Desember 2014 sebesar Rp7.600/kg. HBP ditetapkan setiap 3 bulan secara periodik. Pemerintah juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian dalam menetapkan HBP Kedelai. Pemerintah juga mengatur distributor kedelai menjadi distributor terdaftar untuk memudahkan pengawasan supply chain mulai dari importir, distributor sampai dengan pengrajin. Selain itu, Kementerian Perdagangan bersama Asosiasi Importir Kedelai (AKINDO) siap melakukan operasi pasar kedelai jika harga kedelai tiba-tiba naik tinggi. xiii

16 Intervensi secara tidak langsung juga dilakukan oleh Pemerintah antara lain melalui pemantauan dan publikasi harga barang kebutuhan pokok yang dilakukan di 165 pasar rakyat di 33 ibukota provinsi, sebagai salah satu upaya untuk mengantisipasi secara dini bila terjadi lonjakan atau fluktuasi harga yang dapat mengakibatkan inflasi barang kebutuhan pokok; penerapan iklim usaha yang sehat; menyelenggarakan pasar murah bagi masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di pusat dan daerah bekerja sama dengan para pelaku usaha dan Pemerintah Daerah. Kebijakan di Bidang Fiskal dan Energi Pada tanggal 18 November 2014, Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ratarata sebesar 33,57% melalui Keputusan Menteri ESDM No. 34.PM/11/MEM/2014 tentang Penyesuaian Harga Jual Eceran BBM Bersubsidi, dengan rincian harga bensin premium (gasoline ron 88) dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter dan minyak solar (gas oil) dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini dilaksanakan pemerintah dalam upaya untuk: (i) mengurangi beban fiskal mengingat jumlah beban subsidi energi semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat; (ii) memperbaiki posisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang terus mengalami tekanan sejak sembilan kuartal terakhir sebagai dampak meningkatnya defisit neraca minyak dan gas bumi; (iii) mengalihkan beban alokasi subsidi energi kepada peningkatan alokasi belanja modal dan alokasi pembangunan infrastruktur sehingga mendukung upaya pemerintah dalam rangka peningkatan pembangunan sarana, prasarana serta konektivitas antar wilayah di Indonesia; serta (iv) peningkatan insentif bagi pengembangan sumber energi alternatif, khususnya sumber energi baru dan terbarukan. Dalam upaya untuk meminimalkan dampak negatif kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah telah menyiapkan beberapa paket kebijakan dan program perlindungan sosial. Program ini dirancang untuk mengurangi peningkatan jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin yang terdampak oleh kebijakan di bidang energi serta mempertahankan daya beli masyarakat. Sebagai tahap awal, pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran setara Rp5 triliun di APBN-P 2014 serta Rp5 triliun tambahan dari APBN 2015 yang merupakan program perlindungan sosial diantaranya melalui penerbitan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), serta Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS). Program ini mencakup pemberian perlindungan sosial kepada sekitar 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) dengan besaran masing-masing diberikan sebesar Rp200 ribu per keluarga per bulan selama empat bulan. Pemerintah juga menetapkan kebijakan kenaikan TTL secara bertahap sebagai bagian dari kebijakan reformasi subsidi energi. Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2014 menetapkan kenaikan tarif TTL industri secara bertahap setiap dua bulan mulai 1 Mei 2014 untuk golongan Industri menengah terbuka (I-3) dengan kenaikan sebesar 8,6% dan industri besar (I-4) dengan kenaikan sebesar 13,3%. Selain itu, Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No.19/2014, menetapkan kenaikan TTL secara bertahap selama tiga kali (setiap dua bulan) mulai 1 Juli 2014 untuk enam golongan tarif pelanggan PT PLN yaitu golongan industri menengah non-go public (I-3) sebesar 11,57%; golongan rumah tangga (R-2) daya xiv

17 VA sebesar 5,7%; golongan Rumah Tangga (R-1) TR VA sebesar 10,43%; golongan rumah tangga (R-1) berdaya VA sebesar 11,36%; golongan pelanggan pemerintah (P2) dengan daya di atas 200 KVA sebesar 5,36%; dan golongan penerangan jalan umum (P-3) sebesar 10,69%. Dengan kebijakan kenaikan TTL secara bertahap tersebut diharapkan PT PLN dapat melanjutkan dan meningkatkan rasio elektrifikasi sehingga dapat melakukan tambahan penyambungan pelanggan baru sekitar 3,2 juta pelanggan untuk tahun Setelah sempat mengalami gejolak pada awal tahun, Pemerintah menyetujui proposal PT Pertamina untuk melaksanakan reformasi subsidi dengan kenaikan secara bertahap harga jual gas elpiji 12 kg. Kebijakan kenaikan dilaksanakan pada tanggal 7 Januari sebesar Rp1.000 per kg atau rata-rata sebesar Rp per tabung. Pada tanggal 10 September PT Pertamina kembali melaksanakan kebijakan kenaikan harga jual gas elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 per kg atau Rp per tabung. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok bagi PNS, TNI dan Polri. Kenaikan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014 rata-rata sebesar 6%. Selain itu, pemerintah juga menetapkan kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kotamadya (UMK) dengan kenaikan rata-rata nasional sebesar 17,44% atau sekitar 95,96% dari rata-rata komponen hidup layak (KHL) nasional. 4. Prakiraan Inflasi 2015 Inflasi tahun 2015 diprakirakan dapat diturunkan kembali dalam rentang sasaran sebesar 4%±1% sejalan dengan telah berlalunya dampak dari kenaikan harga BBM di akhir tahun Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan tidak terlalu besar. Meskipun perekonomian global diperkirakan meningkat yang utamanya didorong oleh pulihnya ekonomi A.S., harga minyak dan komoditas lainnya diprakirakan masih berada pada level yang rendah. Tekanan inflasi dari sisi domestik juga diprakirakan relatif moderat. Setelah mengalami deselerasi pertumbuhan sejak 2011, ekonomi Indonesia 2015 diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi. Meskipun demikian, risiko inflasi diperkirakan akan tetap ada, terutama di paro pertama seiring dengan perkiraan mundurnya panen raya yang diiringi curah hujan yang cukup tinggi serta dampak dari kebijakan harga berbagai komoditas yang masih diatur harganya. Tarif kereta api ekonomi jarak menengah dan jauh serta batas bawah tarif angkutan udara mengalami kenaikan di awal tahun. Sementara itu penetapan kebijakan mengikuti harga keekonomian (tariff adjustment) untuk TTL rumah tangga golongan 1300VA ke atas dan TTL industri akan mendorong kenaikan tarif di awal tahun. Harga LPG 12 kg juga telah ditetapkan meningkat di awal tahun meskipun kemudian sedikit dikoreksi di bulan yang sama. Dengan telah ditetapkannya harga premium, solar, TTL dan LPG 12 kg mengikuti harga keekonomiannya, maka risiko gejolak nilai tukar dan harga minyak internasional diperkirakan akan lebih cepat tertransmisikan ke ekonomi domestik. Risiko lain yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi adalah perkiraan majunya musim kemarau xv

18 5. Program Kerja TPI Tahun 2015 dan Bauran Kebijakan Menghadapi berbagai tekanan inflasi sejak awal tahun dan risiko yang masih mengemuka di tahun 2015, maka program kerja TPI tahun 2015 difokuskan untuk menyusun rekomendasi kebijakan pengendalian inflasi volatile food dan menyusun rekomendasi paket kebijakan reformasi energi. Dari kelompok pangan, mengingat cukup besarnya potensi tekanan inflasi beras di awal tahun akibat perkiraan mundurnya musim panen raya yang diikuti oleh curah hujan yang tinggi dan menyebabkan prognosa defisit di awal tahun yang lebih besar dari periode sama tahun lalu, maka program kerja TPI difokuskan pada pengendalian inflasi beras di jangka pendek. Namun, dengan masih besarnya gejolak harga komoditas lainnya di tahun lalu, khususnya hortikultura, maka TPI juga akan melakukan asesmen terhadap kebijakan stabilisasi harga pangan secara umum yang saat ini diimplementasikan. Di bidang energi, dengan telah dilaksanakannya penerapan harga komoditas energi mengikuti harga keekonomiannya, maka TPI akan menyusun rekomendasi paket kebijakan energi untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan khususnya pada inflasi. Dari aspek kebijakan, Bank Indonesia akan mengupayakan tingkat inflasi secara bertahap dapat menurun dan terjangkar pada laju yang semakin rendah. Untuk itu, kebijakan moneter berbasis sasaran inflasi (inflation targeting framework) akan terus dilanjutkan dan diperkuat dan didukung oleh penguatan koordinasi melalui forum TPI/TPID dan komunikasi kebijakan. Sementara itu, kebijakan fiskal dalam APBN 2015 diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap penguatan dan peningkatan daya saing dan daya tahan perekonomian domestik serta mendukung upaya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pemerintah akan melanjutkan kebijakan reformasi subsidi energi serta realokasi anggaran subsidi energi ke sektor yang lebih produktif. Hal ini antara lain ditempuh melalui peningkatan alokasi belanja modal serta alokasi program ketahanan pangan dan energi. Pada tahun 2015 Pemerintah juga akan memprioritaskan pencapaian swasembada beberapa komoditas pangan yakni padi, jagung dan kedelai sehingga pada gilirannya akan berdampak positif pada pengendalian inflasi pangan. Melalui serangkaian kegiatan yang terkoordinasi dan selaras tersebut, diharapkan upaya pengendalian inflasi dapat dilakukan dengan lebih terintegrasi dan efektif. Jakarta, Mei 2015 Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi PENGARAH, Suahasil Nazara Ketua I Juda Agung Ketua II xvi

19 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 BAB 1 EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Dalam 10 bulan pertama di tahun 2014, tekanan inflasi terkendali dan terus menurun menuju pada lintasan sasaran inflasinya. Implementasi kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi pada pertengahan November 2014 dan gejolak harga pangan yang dipicu oleh kenaikan harga beras dan cabai kemudian menyebabkan inflasi untuk keseluruhan tahun 2014 berada di atas sasaran yang ditetapkan. Meski demikian, realisasi inflasi 2014 masih lebih rendah dari tahun lalu. Terkendalinya inflasi 2014 tersebut didukung oleh perkembangan inflasi inti yang tetap terjaga. Hal ini didorong oleh berbagai faktor seperti stabilitas nilai tukar yang terjaga, harga global yang masih menurun, ekspektasi inflasi yang terkendali, dan pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat. Capaian ini juga tidak terlepas dari semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. 1

20 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Grafik 1.1 Perkembangan Inflasi 1.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 2014 Inflasi IHK pada tahun 2014 sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang juga mengalami kenaikan harga BBM. Secara tahunan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 8,36% (yoy). Kendati berada di atas kisaran sasarannya sebesar 4,5% ± 1%, namun sedikit menurun dari tahun sebelumnya (8,38%, yoy). Tingginya realisasi inflasi IHK didorong oleh meningkatnya ketiga komponen inflasi: i) inflasi Administered Prices yang meningkat tinggi terutama terkait kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar ±33%, dampak 2nd round kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap tarif angkutan (±20%, yoy), dan kenaikan TTL yang dilakukan secara bertahap pada 1 Mei untuk rumah tangga golongan 6600VA ke atas dan kenaikan bertahap pada 1 Juli, 1 September, dan 1 November untuk rumah tangga golongan 1300VA-5500 VA (±16%, yoy); ii) peningkatan inflasi volatile food pada triwulan IV 2014, didorong oleh permasalahan gangguan pasokan, khususnya untuk komoditas aneka cabai dan beras akibat anomali cuaca dan tidak adanya penyaluran Raskin di bulan November dan Desember. Selain itu, kenaikan tekanan inflasi volatile food juga disebabkan oleh kenaikan biaya distribusi akibat dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada 18 November 2014; dan iii) inflasi inti yang meningkat secara terbatas. Peningkatan inflasi inti terutama bersumber dari cost-push domestik yaitu dampak kenaikan biaya input volatile food ke processed food dan dampak second-round kenaikan harga BBM. Tekanan eksternal dari pelemahan Rupiah terhadap inflasi inti masih minimal dan termitigasi oleh pelemahan harga global. Meski meningkat signifikan namun secara umum inflasi IHK pada tahun ini terkendali dan tidak mencapai double digits. 2

21 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Grafik 1.2 Sumbangan Disagregasi Inflasi 2014 Grafik 1.3 Pola Inflasi Pada Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Dibandingkan dengan negara negara sekawasan, inflasi IHK Indonesia kembali tercatat paling tinggi di kawasan. Selama 10 tahun terakhir, inflasi Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan. Namun demikian, di tahun 2011 dan 2012 capaian inflasi Indonesia sempat berada di level yang cukup rendah, setara dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Kembali tingginya inflasi Indonesia dikhawatirkan dapat kembali memperlambat konvergensi inflasi dengan negara negara kawasan yang pada tahun 2015 memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Grafik 1.4 Inflasi IHK Negara Kawasan Grafik 1.5 Inflasi Bahan Pangan Negara Kawasan Secara spasial, tren melambatnya inflasi terjadi di hampir keseluruhan daerah. Pada tahun 2014, perlambatan inflasi yang paling dalam tercatat di Kalimantan dan Sumatera, diikuti oleh Jawa. Perlambatan inflasi terutama didukung oleh relatif lebih moderatnya dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi, ketersediaan pasokan pangan, respons penanggulangan bencana yang terkelola dengan baik, melambatnya permintaan domestik, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Sementara itu, realisasi inflasi di KTI justru tercatat lebih tinggi pada Peningkatan inflasi di KTI dipengaruhi oleh faktor gagal panen sebagai dampak kekeringan di sejumlah sentra produksi pangan. Di sisi pasokan ikan yang menjadi salah satu komoditas pangan utama penyumbang inflasi di KTI, terdapat permasalahan kelangkaan pasokan dan pengurangan kuota solar bagi nelayan di

22 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Grafik 1.6 Inflasi IHK di Daerah Grafik 1.7 Inflasi Volatile Food di Daerah Inflasi Inti Inflasi inti pada tahun ini tercatat sebesar 4,93% (yoy) sedikit menurun dari tahun sebelumnya sebesar 4,98% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh melambatnya inflasi inti kelompok nontraded, sementara inflasi inti kelompok traded mengalami kenaikan dari tahun lalu. Melambatnya perekonomian domestik dan terkendalinya ekspektasi inflasi mendorong perlambatan inflasi inti nontraded. Perlambatan ini terjadi meskipun terdapat kenaikan biaya yang didorong oleh kenaikan harga berbagai komoditas energi maupun bahan makanan. Sementara itu, dari sisi eksternal, peningkatan inflasi inti kelompok traded terutama disebabkan oleh transmisi depresiasi tahun 2013 yang masih berlangsung di awal tahun Tekanan dari eksternal berlanjut seiring dengan pelemahan nilai tukar sementara harga-harga global terus mengalami penurunan harga. Grafik 1.8 Dekomposisi Inti: Traded Non traded Grafik 1.9 Dekomposisi Inti: Traded Tekanan faktor eksternal terhadap inflasi inti bersumber dari depresiasi nilai tukar yang lebih tinggi dibandingkan penurunan harga global. Inflasi inti traded meningkat dari 2,6% (yoy) pada tahun sebelumnya menjadi 4,3% (yoy) pada tahun ini. Tekanan eksternal di awal tahun bersumber dari transmisi passthrough depresiasi rupiah tahun 2013 yang masih berlangsung 4

23 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 di awal tahun ini yang kembali meningkat pada penghujung 2014 seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah yang dipicu oleh menguatnya isu tapering off dari The Fed dan perbaikan ekonomi Amerika Serikat. Sepanjang tahun 2014, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat secara rata-rata terdepresiasi sebesar ±12% (yoy). Tekanan eksternal ini sedikit termitigasi oleh penurunan harga global yang tercermin pada pergerakan indeks harga imported inflation (IHIM) yang secara rata-rata tahunan mengalami penurunan sebesar 9,24% (yoy) yang terutama didorong oleh koreksi harga yang cukup dalam pada harga minyak global dan emas. 1 Grafik 1.10 Inflasi Inti dan Faktor Eksternal Grafik 1.11 Perkembangan Inflasi Industri Pengolahan Tekanan inflasi inti dari sisi domestik moderat terutama didorong oleh tekanan permintaan yang melambat dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Moderatnya tekanan inflasi domestik tercermin pada inflasi inti nontraded yang melambat dari 6,6% (yoy) menjadi 5,4% (yoy). Perlambatan terutama terjadi pada inflasi inti nontraded nonfood (barang dan jasa). Tekanan inflasi dari sektor jasa perumahan juga menunjukkan penurunan seiring dengan pertumbuhan kredit yang melambat, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai dampak kebijakan Loan to Value (LTV) yang ditempuh Bank Indonesia. Terkendalinya cost-push dari dampak lanjutan kebijakan energi pemerintah (LPG 12 kg, TTL industri 2, dan BBM bersubsidi) juga ikut mendorong moderatnya tekanan domestik. Di sisi lain, tekanan inti core nontraded meningkat dari tahun lalu. Hal ini tercermin dari kontribusi inflasi core nontraded food yang mencapai 9,4% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi core nontraded nonfood yang tercatat sebesar 3,7% (yoy). Tingginya tekanan pada inflasi core nontraded food disebabkan oleh tekanan pada komoditas volatile food tahun ini. 1 Emas sepanjang tahun 2014 mengalami penurunan harga sebesar -3,57% (yoy). 2 Penyesuaian tarif mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2014 untuk golongan Industri menengah go public (I3) dengan kenaikan sebesar 8,6% dan industri besar (I4) dengan kenaikan sebesar 13,3% mulai 1 mei Selanjutnya, melalui Peraturan Menteri ESDM No.19/2014, Pemerintah menetapkan kenaikan TTL secara bertahap mulai 1 Juli 2014 untuk 6 golongan, termasuk golongan industri menengah non go public (I-3) sebesar 11,57%. 5

24 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Grafik 1.12 Inflasi Sektor Jasa Grafik 1.13 Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential Tekanan permintaan melambat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang kembali termoderasi dari tahun Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 kembali melambat dari 5,8% pada 2013 menjadi 5,02%. Moderasi permintaan domestik ini juga dikonfirmasi oleh perkembangan beberapa indikator yang cenderung menurun. Indikator seperti retail sales dan kapasitas terpakai menunjukkan perlambatan sejalan dengan daya beli masyarakat yang menurun. Selain itu, besaran moneter seperti kredit konsumsi juga menunjukkan perlambatan. Grafik 1.14 Pertumbuhan Penjualan Eceran dan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.15 Pertumbuhan M1 dan Inflasi Grafik 1.16 Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti Grafik 1.17 Kapasitas Utilisasi Sektor Industri Pengolahan 6

25 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Ekspektasi inflasi yang terjaga mendorong terkendalinya inflasi inti. Hal ini tercermin pada berbagai hasil survei ekspektasi kepada pelaku pasar. Survei Consensus Forecast (CF) menunjukkan bahwa peningkatan ekspektasi inflasi sebelum kenaikan harga BBM bersubisidi hanya terjadi pada triwulan II (Survei Juni). 3 Terkendalinya ekspektasi inflasi ini tidak terlepas dari dampak kebijakan moneter bias ketat yang ditempuh oleh Bank Indonesia melalui BI Rate yang dipertahankan pada level 7,50% hingga 17 November Kenaikan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014 kemudian direspons oleh Bank Indonesia melalui kenaikan BI Rate serta koordinasi pengendalian inflasi yang intensif dengan Pemerintah. Respons kebijakan ini terlihat cukup efektif dalam mengendalikan ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya mampu menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari hasil survei CF Desember yang menunjukkan terbatasnya peningkatan ekspektasi inflasi dibandingkan episode kenaikan harga BBM sebelumnya. 4 Hasil survei SPIME juga menunjukkan perkiraan inflasi akhir tahun yang terkendali yakni sebesar 7,35%, lebih rendah dari realisasi IHK sebesar 8,36%. 5 Ekspektasi inflasi dalam 1 tahun ke depan juga terkendali yang terlihat dari penurunan perkiraan inflasi untuk akhir tahun Berbeda dengan pola historisnya 6, hasil survei CF Desember menunjukkan ekspektasi inflasi untuk akhir tahun 2015 sebesar 5,6%, lebih rendah dari hasil survei CF September sebesar 6,0%. Hal ini juga mengindikasikan bahwa keberhasilan pengendalian inflasi di tahun 2013, termasuk respon kebijakan moneter, berkontribusi terhadap ekspektasi inflasi yang terjangkar. Sejalan dengan hasil tersebut, survei SPIME juga menunjukkan penurunan dimana perkiraan inflasi satu tahun ke depan melambat ke level 5,43%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 6,46%. Berbagai kebijakan yang ditempuh terkait pengendalian inflasi termasuk kenaikan BI Rate mampu menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan tekanan inflasi paska kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali dan diyakini segera kembali pada lintasan sasaran inflasi yang ditetapkan. Grafik 1.18 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 1.19 Ekspektasi Harga Konsumen 3 Peningkatan ekspektasi inflasi ini pun lebih dipengaruhi oleh ketidakpastian timing kenaikan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah. 4 Pada tahun ini, 1% kenaikan BBM bersubsidi (average) hanya direspons dengan kenaikan ekspektasi inflasi sebesar 0,03. Peningkatan ini jauh lebih rendah dibandingkan episode kenaikan BBM sebelumnya. 5 Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 6 Hasil survei CF setelah kenaikan BBM selalu menunjukkan peningkatan ekspektasi inflasi pada akhir tahun pada 1 tahun ke depan. 7

26 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 Grafik 1.20 Ekspektasi Inflasi Consencus Forecast Grafik 1.21 Ekspektasi Inflasi (SPIME) Inflasi Volatile Food Inflasi volatile food 2014 relatif terkendali sampai triwulan III Hal ini didukung oleh pasokan yang melimpah untuk beberapa komoditas dan upaya koordinasi pengendalian inflasi oleh Bank Indonesia dan Pemerintah yang semakin kuat dan dilakukan sejak awal tahun. Inflasi volatile food tercatat sebesar 10,88% (yoy), melambat dibandingkan tahun lalu sebesar 11,83% (yoy). Berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi volatile food yang melambat terutama disebabkan oleh perkembangan inflasi daging sapi, daging ayam, dan bawang merah yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Bawang merah menyumbang deflasi pada kelompok volatile food secara tahunan karena tingginya pasokan tahun ini. Tabel 1.1 Penyumbang Inflasi/Deflasi kelompok Volatile Food Grafik 1.22 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Rendahnya harga daging ayam ras pada triwulan I-2014, mendorong upaya stabilisasi harga yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Sebagai respon atas rendahnya harga daging ayam karena tingginya pasokan, Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan pemangkasan suplai anak ayam umur sehari atau day old chick (DOC) sebesar 20% dan pembatasan impor grand parents stock (GPS) sebagai upaya stabilisasi harga daging ayam 8

27 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 yang mulai berlaku sejak April Kebijakan tersebut dipandang mampu menstabilkan harga daging ayam pada kisaran harga indikatifnya. Hal tersebut tercermin dari perkembangan harga ayam yang mulai meningkat paska kebijakan tersebut. Setelah harga daging ayam stabil di kisaran harga indikatif, pada Oktober 2014, besaran pemotongan DOC tidak lagi dipatok sebesar 20%, tetapi diserahkan kepada peternak dengan tetap mengacu agar harga ayam di sekitar harga indikatifnya. Harga daging ayam kembali meningkat pada Desember 2014 didorong oleh peningkatan permintaan akibat faktor musiman menjelang Natal dan tahun baru. Grafik 1.23 Perubahan Harga Bawang Merah Grafik 1.24 Perubahan Harga Daging Ayam Ras Sementara itu, inflasi volatile food pada triwulan IV meningkat lebih tinggi dari ratarata historisnya. Peningkatan inflasi volatile food terutama didorong oleh terbatasnya pasokan, khususnya untuk komoditas aneka cabai dan beras akibat anomali cuaca (kekeringan pada akhir September sampai awal November serta curah hujan yang tinggi pada akhir November sampai Desember). Di samping hal tersebut, tekanan harga volatile food pada akhir 2014 juga didorong oleh peningkatan biaya distribusi akibat cost-push dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November 2014 serta kekosongan penyaluran Raskin pada November dan Desember. Grafik 1.25 Perubahan Harga Cabai Merah Grafik 1.26 Perubahan Harga Beras 9

28 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI Inflasi Administered Prices Sepanjang tahun 2014, kenaikan inflasi administered prices terutama didorong oleh sejumlah kebijakan reformasi subsidi energi. Kebijakan ini ditempuh oleh Pemerintah sebagai salah satu upaya dalam rangka realokasi beban subsidi energi yakni TTL golongan Rumah Tangga, Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) dan Bahan Bakar Minyak ke pembiayaan pembangunan untuk sektor yang lebih produktif. Kenaikan harga pada tiga komoditas ini kemudian mendorong inflasi pada administered prices mencapai 17,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 16,65% (yoy). Kebijakan Pemerintah terkait harga BBRT dan TTL menyumbang inflasi yang cukup signifikan. Tekanan inflasi pada BBRT bersumber dari kebijakan pemerintah untuk menaikan harga LPG 12 kg sebanyak 2 kali (Januari dan September). 7 Kenaikan ini diperkirakan berdampak pada perubahan pola konsumsi sebagian masyarakat yang beralih ke LPG 3 kg akibat adanya disparitas harga yang lebar antara LPG 3 kg dengan LPG 12 kg. Perilaku ini kemudian mendorong peningkatan permintaan terhadap LPG 3 kg sehingga ikut menyebabkan kenaikan harga LPG 3 kg. Secara keseluruhan tahun, kelompok bahan bakar rumah tangga menyumbang inflasi sebesar 0,37%. Terkait TTL, Pemerintah menerapkan kebijakan tariff adjustment untuk pelanggan golongan rumah tangga yang sudah mencapai tarif keekonomiannya 8 dan kenaikan tarif listrik untuk kelompok pelanggan tertentu yang diarahkan secara bertahap menuju tarif keekonomiannya. Secara total, tarif listrik menyumbang tambahan inflasi sebesar 0,64%. 9 Tabel 1.2 Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices Grafik 1.27 Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices kemudian melonjak di penghujung tahun yang didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi dan dampak lanjutannya terhadap penyesuaian tarif angkutan. Bensin dan Solar secara total menyumbang inflasi sebesar 1,09%, sementara dampak 2 nd round-nya kepada tarif angkutan relatif terkendali yakni sebesar 0,66%. Dengan 7 Bahan bakar rumah tangga pada keranjang SBH 2012 terdiri dari LPG 12 kg, LPG 3 kg, dan minyak tanah. 8 Penerapan tariff adjustment dipengaruhi oleh tiga variabel yakni perubahan harga minyak dunia (ICP), nilai tukar (Rp/USD), dan inflasi. 9 Sebagaimana tahun 2013, kebijakan kenaikan TTL ini masih mengecualikan golongan tarif dengan daya tersambung 450 VA dan 900 VA yang secara nasional berjumlah 79% dari total pelanggan PT PLN. 10

29 BAB 1 - EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2014 perkembangan ini, pengaruh kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2014 kepada inflasi tercatat masih lebih rendah jika dibandingkan episode kenaikan BBM sebelumnya yakni pada Maret 2005, Oktober 2005, Mei 2008, dan Juni EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI TAHUN 2014 Inflasi IHK Tahun 2014 terjaga di single digit di tengah tingginya tekanan inflasi kelompok administered prices. Laju inflasi 2014 mencapai 8,36% (yoy), di atas target inflasi tahun 2014 (4,5±1%). Meskipun di atas target inflasi, pencapaian inflasi tahun 2014 tetap dapat dikendalikan pada single digit dan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (8,38%, yoy). Deviasi realisasi inflasi dari sasarannya pada tahun 2014 terutama bersumber dari tingginya tekanan kelompok administered prices. Inflasi kelompok administered prices tercatat sebesar 17,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 16,65% (yoy). Tingginya tekanan tersebut bersumber dari kebijakan pemerintah dalam hal penyesuaian harga energi (BBM, TTL, LPG 12 kg) dan tarif angkutan udara. Secara umum, tekanan inflasi dari kelompok volatile food melambat dibandingkan tahun lalu (11,83%). Hal ini didukung oleh pasokan yang melimpah untuk beberapa komoditas dan upaya koordinasi pengendalian inflasi oleh Bank Indonesia dan Pemerintah yang semakin kuat. Berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi volatile food yang melambat terutama disebabkan Melimpah Pasokan DN untuk beberapa Komoditas Dukungan Pasokan Impor Tekanan Domestik Moderat Permintaan Domestik Melambat Ekspektasi Inflasi Terjaga Tekanan Eksternal Moderat Harga Komodotas Global Menurun Nilai Tukar Terkendali Inflasi Mitra Dagang Menurun Cost push Inti Melambat 4,93% (yoy) Volatile Food Terkendali 10,88% (yoy) IHK 8,36% (yoy) Cost push Cost push Inflasi IHK 2014 sedikit lebih rendah dari tahun 2013 dan kembali terkendali di single digit RESPONS KEBIJAKAN Administered Prices Meningkat 17,57% (yoy) Upaya Reformasi Struktural Fiskal di bidang Subsidi Energi LPG 12 kg Tarif Tenaga Listrik BBM Bersubsidi Kebijakan Bank Indonesia 1. Kebijakan moneter ketat: penyesuaian BI Rate dan koridor suku bunga untuk mengendalikan dampak tidak langsung kenaikan BBM terhadap ekspektasi inflasi. 2. Pengelolaan nilai tukar dalam rangka meminimalkan risiko imported inflation. 3. Kebijakan makroprudensial untuk mengelola permintaan DN. 4. Komunikasi kebijakan dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi masyarakat. Koordinasi Pengendalian Inflasi dengan Pemerintah (Pusat & Daerah) dalam TPI/TPID Kebijakan Pemerintah (Tk. Pusat & Daerah) 1. Mengendalikan kenaikan tarif angkutan darat 2. Memberikan kompensasi kepada sektor transportasi 3. Menyiapkan program perlindungan sosial, diantaranya melalui penerbitan Kartu Indonesia Piintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera 4. Percepatan raskin di awal tahun Dampak Tidak Langsung Bagan 1.1. Storyline Inflasi

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID Harga Pangan Dorong Inflasi Oktober 2017 Tetap Rendah INFLASI IHK Inflasi IHK sampai dengan Oktober 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi April 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,09% (mtm) di bulan April (Tabel 1). Inflasi IHK

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Panen Dorong Deflasi Maret 2017 Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi 0,02% (mtm) di bulan Maret (Tabel 1). Deflasi bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan Pola Inflasi Ramadhan 1 Tracking bulan Juni 2014 2 Risiko Inflasi s.d Akhir 2014 3 Respon Kebijakan 4 Pola Inflasi Ramadhan Bila mengamati pola historis inflasi selama periode Ramadhan-Idul Fitri, umumnya

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan September 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI)

TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) (TPI) LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Bagan dan Daftar Lampiran Pokok- Pokok Laporan Pelaksanaan Tugas iii iv v vi vii BAB I EVALUASI PENCAPAIAN

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 Yang kami hormati, Gubernur Jawa Tengah, Bapak H. Ganjar Pranowo, Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Pangan dan Pertanian 2016 Permasalahan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN & HARI RAYA IDUL FITRI

PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN & HARI RAYA IDUL FITRI HIGH LEVEL MEETING PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN & HARI RAYA IDUL FITRI Denpasar, 18 Mei 2017 PERKEMBANGAN INFLASI NASIONAL 2 PERKEMBANGAN INFLASI NASIONAL 3 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 Inflasi

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Pada Desember 2011, inflasi 1 tahunan Aceh tercapai di angka 3,43% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi Desember 2010 yang sebesar 5,86% (yoy). Penurunan tekanan inflasi

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai Rupiah, yang salah satunya adalah dalam bentuk

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK STRATEGI KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI DI DAERAH PASCA KEBIJAKAN BARU SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) : Studi di Provinsi D.I.Yogyakarta

Lebih terperinci

SEKRETARIAT DAERAH PROVlNSl DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. NOTA DlNAS

SEKRETARIAT DAERAH PROVlNSl DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. NOTA DlNAS SEKRETARIAT DAERAH PROVlNSl DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOTA DlNAS Kepada Yth Dari : Bapak Gubernur Provinsi DKI Jakarta : Asisten Perekonomian dan Administrasi Sekda Provinsi DKI Jakarta Nomor :, 3137/-1.823

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL 2015 INFLASI 0,39 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL 2015 INFLASI 0,39 PERSEN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 29/05/35/Th.XIII, 4 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL INFLASI 0,39 PERSEN Pada bulan April Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,39 persen. Semua

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011

INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011 INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011 Sekretariat Negara Republik Indonesia Tahun 2010 telah terlewati dan memberi catatan inflasi diatas yang ditargetkan yakni mencapai 6,96%. Inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

Laporan Analisis Pengendalian Inflasi Daerah RINGKASAN. INFLASI IHK SULUT (mtm) INFLASI FEBRUARI 2017 IHK BULANAN KOMODITAS UTAMA FEBRUARI 2017

Laporan Analisis Pengendalian Inflasi Daerah RINGKASAN. INFLASI IHK SULUT (mtm) INFLASI FEBRUARI 2017 IHK BULANAN KOMODITAS UTAMA FEBRUARI 2017 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Okt-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Okt-13 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Okt-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Okt-15 Jan-16 Apr-16 Jul-16 Okt-16 Jan-17 Kantor Perwakilan Bank Indonesia INFLASI IHK SULUT (mtm)

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

Grafik 1. Perkembangan Inflasi Secara Bulanan di Pekanbaru dan Nasional. Nasional (data mulai tahun 2005)

Grafik 1. Perkembangan Inflasi Secara Bulanan di Pekanbaru dan Nasional. Nasional (data mulai tahun 2005) Boks 2 PERKEMBANGAN INFLASI DI PROVINSI RIAU 1 Perkembangan inflasi di kota Pekanbaru menunjukkan kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan nasional. Hal ini antara lain disebabkan karena kelompok

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan

Lebih terperinci

DAMPAK INFLASI KEBIJAKAN PENYESUAIAN TTL 900 VA UNTUK RUMAH TANGGA MAMPU

DAMPAK INFLASI KEBIJAKAN PENYESUAIAN TTL 900 VA UNTUK RUMAH TANGGA MAMPU 1 DAMPAK INFLASI KEBIJAKAN PENYESUAIAN TTL 900 VA UNTUK RUMAH TANGGA MAMPU DR. Juda Agung Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Disampaikan dalam Acara Coffee Morning Kementerian

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2014

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2014 Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (POKJANAS TPID) LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2014 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah Gubernur Bank Indonesia Laporan Pengendalian Inflasi Daerah Rakornas VI TPID 2015, Jakarta 27 Mei 2015 Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia Yth. Para Menteri Kabinet Kerja Yth. Para Gubernur Provinsi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Penugasan. PERUM BULOG. Ketahanan Pangan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Laporan Analisis Pengendalian Inflasi Daerah

Laporan Analisis Pengendalian Inflasi Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia INFLASI DI AWAL TAHUN 2017 DIPICU OLEH KENAIKAN TARIF YANG DIATUR PEMERINTAH INFLASI IHK SULUT (% mtm) mtm 1,10 % 1,6 % ytd 1,10 % avg (2012-2016) 5,20 % Inflasi Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global, kinerja perekonomian domestik selama tahun

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;. Bab V INFLASI Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang, harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai tukar uang selalu turun dibandingkan nilai

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KEMENTAN REALISASI FISIK KEGIATAN BKP April REALISASI (Rp) Mei Juni KETERANGAN

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO I. Latar Belakang Dalam keranjang IHK, komoditas cabai direpresentasikan oleh komoditas cabai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Agus D. W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia. Jakarta, 29 April 2015

Agus D. W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia. Jakarta, 29 April 2015 Agus D. W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia Jakarta, 29 April 2015 Perkembangan Inflasi di Kawasan 2 Inflasi negara kawasan cenderung menurun dan terjaga di bawah 5% (yoy) dlm 5 tahun terakhir Inflasi

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter 1997-1998, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter di Indonesia. Salah satu bentuk nyata dalam restrukturisasi sistem

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA 131 132 STABILISASI HARGA DAN PASOKAN PANGAN POKOK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia

Lebih terperinci