Putri Immi Rizky Budiyani 1, Renti Mahkota 2 ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Putri Immi Rizky Budiyani 1, Renti Mahkota 2 ABSTRAK"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN PADA PENGGUNA NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) SUNTIK YANG MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TIMUR TAHUN 2013 Putri Immi Rizky Budiyani 1, Renti Mahkota 2 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2 Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ABSTRAK Maraknya penyalahgunaan NAPZA suntik, membuat pemerintah mendirikan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) untuk mengurangi dampak buruk akibat pemakaian NAPZA suntik, sehingga diharapkan meningkatnya derajat kesehatan penasun. Namun salah satu permasalahan dalam penerapan PTRM adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan hal itu, dilakukan penelitian cross sectional terhadap 51 sampel agar diketahui faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi metadon di RSKO Cibubur. Hasil penelitian menunjukkan ketidakpatuhan sebesar 37,3%. Diketahui penasun dengan umur <30 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki-laki (40%), pendidikan tinggi (37,5%), tidak bekerja (44,4%), pengetahuan kurang (54,5%), sikap kurang (60%), jauh dari tempat pelayanan (38,7%), dukungan keluarga kurang (46,7%), dukungan petugas kesehatan kurang (50%), dukungan teman kurang (37,5%) dan keterpaparan informasi baik (41,7%) memiliki proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi. Hasil uji Chi Square menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-value 0,026; PR 2,261). Kata kunci : Ketidakpatuhan, Program Terapi Rumatan Metadon, RSKO Cibubur ABSTRACT The rise of injecting drug use makes government build Methadone Maintenance Treatment program (MMT), in order to harmful reduction so that IDU s health increased. But one of problems in applying MMT is adherence injection drug users. Based on that, cross sectional study carried out to 51 samples in order to know the factors related to disobedience in IDU who following MMT program in RSKO Cibubur. The result shows disobedience is 37,3%. IDU with age less than thirty (66,7%), male (40%), high education (37,5%), didn t have a job (44,4%), less knowledge (54,5%), less attitude (60%), far from health care (38,7%), less of family support (46,7%), less of health worker s support (50%), less of friend support (37,5%) and have good exposure information (41,7%). Chi Square test results stated that there is a significant relationship between knowledge of the noncompliance following the MMT (p-value 0.026; PR 2,261). Keywords : noncompliance, MMT, RSKO Cibubur

2 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain atau yang biasa kita kenal sebagai NAPZA menjadi masalah di dunia maupun di Indonesia karena efeknya yang merugikan di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekitar 23 juta orang atau 5% dari total populasi dunia pernah menggunakan NAPZA, dan kini ada sekitar 27 juta orang yang kecanduan dan mengalami masalah terkait penggunaan NAPZA. Dalam survei Badan Narkotika Nasional (BNN), prevalensi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia pada tahun 2009 adalah 1,99% dari penduduk Indonesia yang berumur tahun atau sekitar 3,6 juta orang. Pada tahun 2010, prevalensi penyalahgunaan NAPZA berjumlah sekitar 4,02 juta orang (2,21%). Jumlah ini meningkat pada tahun 2011 dengan prevalensi penyalahgunaan menjadi 2,8% atau sekitar 5 juta orang. Bentuk penyalahgunaan NAPZA yang paling berbahaya adalah penggunaan NAPZA suntik, karena merupakan faktor resiko terkena Hepatitis C, HIV/AIDS dan penyakit lain yang menular melalui darah. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan pada tahun 2003 terdapat orang pengguna NAPZA suntik (Triadi RD, 2008), dan pada tahun 2006 jumlah pengguna NAPZA suntik di Indonesia berkisar antara s.d orang (Depkes RI & KPAN, 2006 dalam Heri 2008). Pengguna NAPZA suntik (penasun) memerlukan perhatian lebih. Selain karena NAPZA jenis ini (heroin) mengakibatkan ketergantungan berlebihan, penyakit yang ditimbulkan akibat pemakaian jarum suntik bersama dan jarum suntik yang tidak steril seperti Hepatitis C dan HIV/AIDS kerap terjadi. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan program pemerintah untuk mengurangi dampak akibat pemakaian NAPZA suntik golongan opioda seperti heroin, dengan cara mengalihkan pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman. Obat lain yang dimaksud di sini adalah metadon. PTRM merupakan program jangka panjang, dengan dosis individual. Artinya setiap klien diberi dosis metadon sesuai tingkat keparahannya hingga sembuh. Pemakaian metadon akan berbahaya jika disertai pemakaian NAPZA lain (P,Okvianus, 2010). Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin dan efek yang ditimbulkan metadon hampir mirip dengan yang ditimbulkan heroin. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan adalah faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Adapun variabel-variabel pada faktor predisposisi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan, dan sikap. Variabel faktor

3 pemungkin seperti jarak ke tempat pelayanan. Variabel-variabel faktor penguat seperti dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan teman dan keterpaparan informasi pada penasun yang mengikuti PTRM. Penelitian yang dilakukan Rodiyah di Puskesmas Manahan Surakarta tahun 2011 menghasilkan angka ketidakpatuhan pasien yang mengikuti program terapi rumatan metadon sebesar 32,6%, angka tersebut termasuk cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik terapi metadon sebagai salah satu cara untuk meningkatkan derajat kesehatan penasun di rumah sakit ketergantungan obat yang terletak di Cibubur. Penulis tertarik melakukan penelitian di RSKO Cibubur sebab belum pernah diadakan penelitian kuantitatif tentang faktor-faktor apa yang dapat membuat pengguna NAPZA suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon tidak patuh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pada pengguna NAPZA suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSKO Cibubur Jakarta Timur tahun 2013 TINJAUAN TEORITIS Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM) antara lain faktor predisposisi yang terdiri dari variabel umur, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, dan nilai-nilai. Faktor pemungkin terdiri dari variabel jarak ke tempat pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, efek samping obat, dan rujukan. Faktor penguat yang terdiri dari variabel dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan LSM pendamping, dukungan teman, dan keterpaparan informasi (adaptasi teori Lawrence Green, Health and Educational Planning, 1980). METODE PENELITIAN Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi cross sectional (potong lintang). Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Timur. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret April Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna NAPZA yang ada di RSKO Cibubur tahun Sampel adalah pengguna NAPZA suntik (penasun) yang mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, yakni mengambil seluruh pasien

4 yang mengikuti program terapi rumatan metadon. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara. Kuesioner dalam penelitian ini mengadopsi kuesioner yang digunakan pada penelitian sebelumnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh Okvianus yang berjudul Perilaku Pengguna NAPZA Suntik di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan yaitu data rekam medik pengguna NAPZA suntik yang mengikuti PTRM di RSKO Cibubur tahun Dari data medik dapat diketahui apakah responden melewatkan dosis harian metadon, menggunakan NAPZA lain yang tidak dilegalkan selama mengikuti terapi, dan membuat keributan di lingkungan klinik PTRM RSKO Cibubur. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ketidakpatuhan Penasun yang Mengikuti PTRM Ketidakpatuhan Frekuensi (n) Persentase (%) Tidak Patuh 19 37,3 Patuh 32 62,7 Total Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat penasun yang tidak patuh mengikuti program terapi rumatan metadon sebanyak 19 orang (37,3%) dengan rincian yang melewatkan dosis harian 11 orang (21,6%), memakai NAPZA lain 9 orang (17,6%) dan yang ribut di PTRM 2 orang (3,9%).Yang patuh mengikuti terapi sebanyak 31 orang (62,7%). Dapat disimpulkan proporsi penasun yang tidak patuh mengikuti PTRM lebih sedikit dibanding yang patuh. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Umur < 30 tahun 6 11,8 30 tahun 45 88,2 Jenis Kelamin Laki-laki 45 88,2 Perempuan 6 11,8 Tingkat Pendidikan Dasar-Menengah 35 68,6

5 Tinggi 16 31,4 Pekerjaan Tidak Bekerja 9 17,6 Bekerja 42 82,4 Tingkat Pengetahuan Rendah 12 23,5 Tinggi 39 76,5 Sikap Kurang 10 19,6 Baik 41 80,4 Berdasarkan tabel 2, penasun yang berumur <30 tahun hanya 6 orang (11,8%). Sementara penasun dengan kelompok umur lebih dari 30 tahun berjumlah 45 orang (88,2%). Sebagian besar penasun berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 45 orang (88,2%) dan terdapat 6 penasun (11.8%) yang berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu tingkat pendidikan dasar sampai menengah dan tinggi. Dari kelompok pendidikan dasar sampai menengah, terdapat satu penasun yang menamatkan pendidikannya hanya sekolah dasar dan satu penasun yang menamatkan pendidikannya sampai sekolah menengah pertama. Sementara sisanya terdapat 33 penasun yang menamatkan sekolah menengah akhir. Kelompok pendidikan tinggi diisi oleh penasun yang menamatkan pendidikannya sampai perguruan tinggi. Berdasarkan tabel 5.4, penasun yang tingkat pendidikannya dasar sampai menengah sebanyak 35 orang (68,6%) dan yang pendidikannya tinggi sebanyak 16 orang (31,4%). Pekerjaan penasun yang diwawancarai terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta dan wiraswasta. Penasun yang bekerja sebagai PNS ada 1 orang, yang bekerja sebagai pegawai swasta ada 14 orang dan yang berwiraswasta ada 27 orang. Merujuk pada tabel 5.5 diperoleh gambaran penasun yang tidak bekerja ada 9 penasun (17,6%), sedangkan penasun yang bekerja sebanyak 42 penasun (82,4%) Pertanyaan terkait pengetahuan yang diajukan kepada penasun meliputi pengetahuan mengenai definisi narkoba, jenis-jenis narkoba, manfaat narkoba, dampak buruk narkoba, definisi metadon, definisi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), tujuan PTRM, alasan metadon digunakan sebagai terapi, efek samping metadon, akibat penyalahgunaan metadon, pelayanan yang disediakan di PTRM, pemberian metadon pada orang yang overdosis, dan peningkatan dosis metadon. Berdasarkan tabel 5.6, diketahui penasun yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 12 orang (23,5%) dan yang berpengetahuan tinggi sebanyak 39 orang (76,5%).

6 Sikap yang diukur dalam penelitian ini mencakup tanggapan penasun untuk setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan peneliti yang berkaitan dengan program terapi rumatan metadon. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa penasun yang memiliki sikap kurang terkait ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon sebanyak 10 orang (19,6%), sedangkan yang memiliki sikap baik sebanyak 41 orang (80,4%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Faktor Pemungkin ke Tempat Pelayanan Penasun yang Mengikuti PTRM Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Jarak Jauh 20 31,2 Dekat 31 60,8 Variabel jarak dikategorikan menjadi dua, yaitu jarak dekat dan jauh. Jarak terdekat antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan yang diperoleh peneliti adalah 500 meter dan jarak terjauhnya 27 kilometer. Tabel 5.8 menunjukkan penasun yang menempuh jarak ke tempat pelayanan yang dapat dikategorikan jauh sebanyak 20 orang (31,2%), dan yang dekat sebanyak 31 orang (60,8%) Tabel 4 Distribusi Frekuensi FaktorPenguat ke Tempat Pelayanan Penasun yang Mengikuti PTRM Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Dukungan keluarga Kurang 15 29,4 Baik 36 70,6 Dukungan Petugas Kesehatan Kurang 6 11,8 Baik 45 88,2 Dukungan Teman Kurang 32 62,7 Baik 19 37,3 Keterpaparan Informasi Kurang 39 76,5 Baik 12 23,5 Dukungan keluarga yang ditanyakan kepada penasun dalam penelitian ini meliputi keikutsertaan keluarga memberi informasi mengenai PTRM, frekuensi pemberian saran kepada penasun untuk mengikuti terapi, frekuensi pemberian dana kepada penasun untuk mengikuti terapi, dan keikutsertaan keluarga mendampingi penasun ke tempat pelayanan PTRM. Selanjutnya dukungan keluarga dapat dikategorikan menjadi kurang dan baik. Tabel 5.9

7 menggambarkan dukungan keluarga penasun yang dukungan keluarganya kurang sebanyak 15 orang (29,4%) dan yang dukungan keluarganya baik sebanyak 36 orang (70,6%). Dukungan petugas kesehatan yang ditanyakan dalam penelitian ini meliputi pernah tidaknya petugas memberikan penyuluhan dan konseling kepada penasun, frekuensi memberikan anjuran untuk rutin mengikuti PTRM dalam seminggu, dan pernah tidaknya petugas menghubungi penasun jika tidak datang ke PTRM. Selanjutnya dukungan petugas dikategorikan menjadi dua, kurang dan baik. Tabel 5.10 menggambarkan terdapat 6 penasun (11,8%) yang kurang mendapat pelayanan petugas kesehatan dan 45 penasun (88,2%) menyatakan dukungan petugas kesehatan baik. Dukungan teman yang ditanyakan peneliti kepada penasun meliputi pernah tidaknya mendapat informasi PTRM dari teman, perrnah tidaknya teman menyarankan untuk mengikuti PTRM, frekuensi ditemani teman ke PTRM, dan frekuensi diingatkan teman untuk rutin mengikuti PTRM. Selanjutnya dukungan teman dikategorikan menjadi kurang dan baik. Tabel 5.11 menunjukkan bahwa terdapat 32 penasun (62,7%) yang menyatakan dukungan dari teman kurang, dan terdapat 19 penasun (37,3%) yang menyatakan dukungan dari teman baik. Penasun yang kurang terpapar informasi mengenai terapi rumatan metadon sebanyak 39 orang (76,5%) dan 12 penasun (23,5%) yang keterpaparan informasinya baik. Penasun mayoritas mendapat informasi mengenai PTRM hanya dari temannya saja (39,2%). 2. Analisis Bivariat Tabel 5 Tabulasi Silang Faktor Presdiposisi dengan Variabel Ketidakpatuhan Mengikuti PTRM Tidak Patuh Patuh N % N % Nilai p PR 95% CI Umur < ,7 2 33, , ,7 0,129 2,000 0,993-4,030 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 1 16,7 5 83,3 0,263 2,400 0,387-14,881 Tingkat Pendidikan Dasar-Menengah 13 37, ,9 Tinggi 6 37, ,5 0,609 0,990 0,461-2,129 Status Pekerjaan Tidak Bekerja 4 44,4 5 55,6 0,447 1,244 0,540-2,870

8 Bekerja 15 35, ,3 Pengetahuan Kurang 12 54, ,5 Baik 7 24, ,9 0,026 2,261 1,068-4,782 Sikap Kurang ,099 1,892 0,962-3,723 Baik 13 31, ,3 Berdasarkan tabel 5, penasun tidak patuh lebih banyak usia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan usia 30 tahun (33,3%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,129, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Pada sampel ini penasun yang berusia kurang dari 30 tahun 2,000 kali lebih besar peluangnya untuk tidak patuh dibanding yang berusia 30 tahun ke atas. Selanjutnya, penasun tidak patuh lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (40%) dibandingkan berjenis kelamin perempuan (16,7%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,263 yang berarti Ho ditolak karena tidak ada hubungan antara jenis kelamin penasun dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang berjenis kelamin laki-laki 2,4 kali lebih besar peluangnya untuk tidak patuh dibanding penasun yang berjenis kelamin perempuan. Tidak ada perbedaan proporsi yang mencolok, walau penasun yang tidak patuh lebih banyak yang berpendidikan tinggi (37,5%) dibanding yang berpendidikan dasar-menengah (37,1%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,609 yang berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon. Sementara itu, nilai prevalence rate (PR) sebesar 0,990 menunjukkan bahwa pada sampel ini, penasun yang berpendidikan tinggi memiliki peluang tidak patuh 1 per 0,990 kali atau 1,01 kali yang berarti penasun yang berpendidikan tinggi memiliki peluang yang hampir sama untuk tidak patuh dengan yang pendidikan dasar sampai menengah. Berdasarkan tabel 5, penasun tidak patuh lebih banyak yang tidak bekerja (44,4%) dibandingkan yang bekerja (35,7%). Berdasarkan analisis dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,447 (p-value > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang tidak bekerja memiliki peluang untuk tidak patuh sebesar 1,244 kali dibanding yang bekerja.

9 Penasun tidak patuh lebih banyak yang pengetahuannya kurang (54,5%) dibandingkan yang pengetahuannya baik (24,1%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,026 (nilai p <0,05), yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang 2,261 kali untuk tidak patuh dibanding yang berpengetahuan baik. Pada tabel 5, penasun tidak patuh lebih banyak yang sikapnya kurang (60%) dibanding yang sikapnya baik (31,7%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,099 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang sikapnya kurang memiliki peluang 1,892 kali lebih besar untuk tidak patuh dibanding penasun yang sikapnya baik. Tabel 6 Tabulasi Silang Faktor Pemungkin dengan Variabel Ketidakpatuhan Mengikuti PTRM Tidak Patuh Patuh n % N % Jarak Jauh 12 38, ,3 Dekat Nilai p PR 95% CI 0,514 1,106 0,526-2,326 Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil penasun tidak patuh lebih banyak yang tempat tinggalnya jauh dari tempat pelayanan (38,7%) dibanding yang tempat tinggalnya dekat (35%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,514 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang tempat tinggalnya jauh dengan tempat pelayanan memiliki peluang 1,106 kali untuk tidak patuh dibanding yang tempat tinggalnya dekat.

10 Tabel 7 Tabulasi Silang Faktor Penguat dengan Variabel Ketidakpatuhan Mengikuti PTRM Tidak Patuh Patuh N % n % Dukungan Keluarga Kurang 7 46,7 8 53,5 Baik 12 33, ,7 Dukungan Petugas Kesehatan Kurang Baik 16 35, ,4 Dukungan Teman Kurang 12 37, ,5 Baik 7 36, ,2 Keterpaparan Informasi Kurang 14 35, ,1 Baik 5 41,7 7 58,3 Nilai p PR 95% CI 0,280 1,402 0,687-2,851 0,396 1,404 0,576-3,430 0,602 1,019 0,486-2,132 0,486 0,861 0,391-1,898 Berdasarkan tabel 7, penasun yang mersakan dukungan keluarga kurang (46,7%) lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang merasakan dukungan keluarga baik (33,3%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,280 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang kurang merasakan dukungan dari keluarga berisiko 1,402 kali untuk tidak patuh dibanding penasun yang merasakan dukungan keluarga baik. Selanjutnya, penasun yang merasakan dukungan petugas kesehatan kurang (50%) lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang merasakan dukungan petugas kesehatan baik (35,6%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,396 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang merasakan dukungan petugas kesehatan kurang memiliki peluang 1,404 kali untuk tidak patuh dibanding penasun yang merasakan dukungan petugas kesehatan sudah baik. Penasun yang merasakan dukungan teman kurang (37,5%) lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang merasakan dukungan teman baik (36,8%). Uji statistik menghasilkan p-value 0,602 yang berarti tidak ada hubungan yang spesifik antara dukungan teman dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang kurang merasakan dukungan dari teman berpeluang 1,019 kali untuk tidak patuh dibanding penasun yang merasakan dukungan dari temannya baik.

11 Berdasarkan tabel 7, penasun yang keterpaparan informasinya baik (41,7%) justru lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang keterpaparan informasinya kurang (35,9%). Nilai PR yang dihasilkan 0,861 (95%CI = 0,391-1,898; p-value = 0,486) menunjukkan pada sampel ini penasun yang keterpaparan informasinya baik justru memiliki peluang untuk tidak patuh 1 per 0,861 kali atau 1,161 kali lebih besar dibanding yang keterpaparan informasinya kurang. Namun, hubungan ini secara statistik tidak bermakna. PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (potong lintang) yang melihat kejadian pada saat waktu tertentu dan hanya menunjukkan hubungan asosiasi, sehingga tidak dapat melihat hubungan sebab akibat. Jumlah sampel yang tidak banyak dalam penelitian ini juga menjadi pemungkin banyaknya hasil penelitian yang tidak bermakna secara statistik. Hubungan antara Faktor Predisposisi dengan Ketidakpatuhan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Umur Penggunaan NAPZA pada umumnya kerap dijumpai pada golongan usia produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ketidakpatuhan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) pada penasun kelompok usia 30 tahun (60%) lebih besar dibandingkan pada penasun di kelompok umur lebih dari 30 tahun (31,7%). Menurut Syafrizal (2011), pada usia < 30 tahun atau usia dewasa muda seseorang dapat bersikap tidak peduli terhadap dirinya dan hanya fokus pada pekerjaannya masing-masing sehingga dapat menyebabkan ketidakpatuhan dalam terapi. Uji statistik menghasilkan nilai p 0,099 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara umur dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM. Hubungan antara umur dengan patuh tidaknya seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi patuh tidaknya seseorang di antaranya kekhususan penyakit yang diderita, waktu terjangkit penyakit, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar seseorang dapat dikatakan patuh menjalani perawatan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa patuh tidaknya seseorang dapat meningkat atau menurun seiring bertambahnya usia (Widyanti, 2008)

12 Jenis Kelamin Berdasarkan tabel 2 diketahui jumlah penasun laki-laki yang mengikuti terapi sebanyak 45 orang dan penasun perempuan sebanyak 6 orang. Penelitian yang dilakukan Okvianus tahun 2010 juga mendapatkan proporsi penasun laki-laki lebih besar dibanding yang perempuan (96,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ketidakpatuhan mengikuti PTRM pada penasun laki-laki (88,2%) lebih besar dibandingkan yang perempuan. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Tampubolon di Puskesmas Tanjung Morawa, di mana proporsi ketidakpatuhan terbesar pada penasun laki-laki (76,7%). Hasil penelitian yang peneliti lakukan memperlihatkan penasun laki-laki memiliki peluang 2,4 kali untuk tidak patuh dibanding perempuan. Terdapat anggapan di masyarakat yang menyatakan laki-laki cenderung tidak patuh dalam berobat dengan asumsi / beberapa alasan seperti laki-laki cenderung tidak rajin dan telaten, cenderung lupa karena kesibukan bekerja dan lain-lain (Wuryanto, 2005). Beberapa penelitian menemukan bahwa pria dan wanita kurang lebih memiliki tendensi yang sama untuk tidak menjalankan program latihan mereka. Walau begitu, wanita menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih baik pada diet untuk kesehatan dan menjalankan beberapa tipe pengobatan tertentu (Brannon dan Feist, 1997). Penelitian ini menghasilkan nilai p 0,263 yang berarti hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Ketidakpatuhan seseorang tidak hanya berdasarkan jenis kelaminnya, tetapi berdasarkan pemahaman/pengetahuan mengenai pentingnya patuh mengikuti program terapi rumatan metadon. Tingkat Pendidikan Perubahan yang terjadi tidak hanya dari proses belajar saja, melainkan juga karena proses kematangan (Notoatmodjo, 2003). Semakin tinggi pendidikan yang dicapai seseorang, semakin tinggi pula harapan yang diberikan kepada orang tersebut dalam mempertimbangkan perilaku atau perbuatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Berdasarkan tabel 2 diketahui penasun yang mengikuti terapi dengan tingkat pendidikan dasar-menengah sebanyak 35 orang dan yang pendidikan tinggi sebanyak 16 orang. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa proporsi penasun yang berpendidikan tinggi cenderung tidak patuh (37,5%). Pada penelitian Tampubolon tahun 2011 juga didapatkan penasun yang pendidikannya tinggi lebih tidak patuh (80%). Melihat proporsi ini dapat diketahui penasun yang pendidikannya tinggi belum tentu memiliki pemahaman/pengetahuan yang baik mengenai pentingnya patuh mengikuti program

13 terapi rumatan metadon. Namun secara statistik, penelitian ini tidak menghasilkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon (nilai p 0,609). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah tahun 2010 yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (nilai p 0,127). Pekerjaan Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ketidakpatuhan yang lebih besar terjadi pada kelompok penasun yang tidak bekerja. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Wahdiyah tahun Ia mendapatkan proporsi penasun yang bekerja namun tidak patuh lebih besar dibanding yang tidak bekerja (65,8%). Namun dalam penelitian ini tidak dihasilkan uji statistik yang bermakna p-value 0,447. Penelitian yang dilakukan Wahdiyah juga tidak menghasilkan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (nilai p 0,749). Pengetahuan Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ketidakpatuhan lebih besar pada kelompok responden yang pengetahuannya kurang (54,5%) dibanding yang pengetahuannya baik (24,1%). Pada penelitian yang dilakukan Wahdiyah tahun 2011 juga didapatkan proporsi ketidakpatuhan terbesar pada penasun yang memiliki pengetahuan kurang (64,7%). Uji statistik penelitian ini menghasilkan nilai p = 0,026, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM. Dalam hal ini pengetahuan yang kurang dapat membuat seseorang tidak patuh dalam mengikuti terapi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tampubolon di Puskesmas Tanjung Morawa tahun 2011 (p-value 0,000). Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah di Puskesmas Manahan Surakarta tahun 2011 yang menyebutkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value 0,149). Pengetahuan membutuhkan proses yang cukup kompleks dalam proses pembentukan perilaku. Namun demikian, pengetahuan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan (Wahdiyah, 2011). Upaya-upaya peningkatan pengetahuan perlu dilakukan untuk meningkatkan derajat kepatuhan.

14 Sikap Pada penelitian ini didapatkan proporsi penasun yang sikapnya kurang cenderung tidak patuh (60%) dibanding penasun yang sikapnya baik (31,7%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,099 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Tampubolon tahun 2011 yang menyatakan adanya hubungan antara sikap dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-value 0,000). Berdasarkan wawancara seluruh penasun menjawab setuju untuk tidak menggunakan NAPZA lain saat mengikuti terapi metadon, namun saat ditelaah melalui rekam medis terdapat 9 penasun (17,6%) yang menggunakan NAPZA seperti shabu dan ganja. Selain itu mayoritas penasun juga menjawab setuju untuk rutin mengikuti PTRM, namun terdapat 21,6% penasun yang tidak datang untuk minum metadon di klinik PTRM, dan terdapat 3,9% yang bertengkar di PTRM. Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku berbeda dengan sikap. Sikap adalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Selain itu sikap manusia dapat berubah seiring pemahaman dia terhadap suatu objek. Hubungan antara Faktor Pemungkin dengan Ketidakpatuhan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Jarak Hasil penelitian ini memperlihatkan proporsi ketidakpatuhan pada penasun yang rumahnya jauh sebesar 38,7% dan yang rumahnya dekat sebesar 35%. Pada penelitian ini, penasun yang tempat tinggalnya jauh dari tempat pelayanan berpeluang 1,10 kali untuk tidak patuh. Akan tetapi, diperoleh hubungan yang tidak bermakna secara statistik antara jarak tempat tinggal dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM. Penelitian yang dilakukan Rodiyah juga tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara jarak tempat tinggal ke tempat pelayanan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value = 0,296). Tetapi proporsi penasun yang tidak patuh pada penelitian Rodiyah lebih besar pada penasun yang rumahnya dekat dengan tempat pelayanan (37,1%) dibanding dengan penasun yang tempat tinggalnya jauh (18,7%).

15 Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan sering dikarenakan oleh faktor jarak antara fasilitas kesehatan dengan masyarakat yang terlalu jauh. Setiap orang memiliki penilaian sendiri terhadap jarak. Jarak yang jauh akan terasa dekat jika ditunjang dengan mudahnya menakses sarana transportasi. Sebaliknya jika sarana transportasi sulit didapat, namun jarak temapt tinggal hanya beberapa kilometer saja tetap akan dianggap terasa jauh. Hubungan antara Faktor Penguat dengan Ketidakpatuhan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Dukungan Keluarga Hasil pada penelitian ini menghasilkan proporsi ketidakpatuhan pada penasun yang kurang merasakan dukungan dari keluarganya lebih besar dibanding penasun yang merasakan dukungan dari keluarga sudah baik. Uji statistik menghasilkan nilai p 0,280 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan antara ketidakpatuhan dengan dukungan dari keluarga (p-value 0,003). Penelitian yang dilakukan Tampubolon juga menghasilkan hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value 0,000). Perbedaan hasil ini dapat terjadi mungkin kerena perbedaan metode pengambilan sampel dan jumlah sampel. Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Kesehatan, Neil Niven mengemukakan bahwa keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga sebagai orang terdekat yang awam terhadap masalah penanggulangan kecanduan NAPZA dituntut untuk belajar memahami kondisi anggota keluarganya yang mengalami ketergantungan tersebut (Quraesyin,2009). Pengguna narkoba suntik secara psikologis membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya dalam hal ini keluarga, agar tetap termotivasi untuk patuh mengikuti terapi rumatan metadon (Tampubolon, 2011). Dukungan Petugas Kesehatan Empati dari petugas pelayanan kesehatan dapat memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien yang melakukan pengobatan atau terapi. (BPOM RI, 2006). Hasil tabulasi silang menghasilkan proporsi penasun yang mendapat dukungan kurang dan tidak patuh sebesar 50%,

16 namun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-value 0,396). Hal serupa juga diperoleh pada hasil penelitian Rodiyah tahun 2011 dengan nilai p 0,100. Tinjauan di lapangan menunjukkan petugas melayani penasun yang hendak minum metadon dengan ramah. Selain itu peneliti juga sering mendapati petugas kesehatan memberikan konseling kepada penasun. Dari hasil wawancara pasien juga menginginkan adanya penyuluhan yang lebih sering mengenai program terapi rumatan metadon, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Joenoes (1998) dalam Okvianus (2010) menyatakan penyuluhan yang efektif diberikan petugas kesehatan akan memberikan motivasi untuk patuh oleh penderita. Dukungan Teman Hasil penelitian menunjukan responden mendapat dukungan kurang dari teman lebih tinggi (62,7%) dibandingkan yang mendapat dukungan baik dari teman (37,3%). Hasil penelitian ini menghasilkan proporsi ketidakpatuhan pada penasun yang kurang merasakan dukungan dari temannya lebih besar (37,5%) dibanding penasun yang merasakan dukungan temannya sudah baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan teman dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p value 0,602). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah, ia mendapatkan hubungan yang bermakna antara dukungan teman dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value 0,001). Keterpaparan Informasi Informasi merupakan hal yang dapat disampaikan dengan bermacam-macam cara. Banyak media yang menyajikan informasi secara cepat dan tepat. Begitu pula seharusnya dengan informasi mengenai metadon untuk pengguna NAPZA suntik (Wahdiyah 2011). Namun berdasarkan hasil pada tabel 5.12, terdapat 76,5% penasun yang sebelumnya kurang terpapar mengenai PTRM. Mayoritas responden mengaku sebelumnya mendapat informasi mengenai PTRM hanya dari temannya saja (39,2%). Penelitian yang dilakukan Liu di beberapa klinik PTRM di Cina tahun 2008 juga menyatakan penasun umumnya mendapatkan informasi dari teman. Penelitian yang dilakukan Okvianus di RSUP H. Adam Malik, Medan tahun 2010 juga mendapatkan sebagian besar penasun memiliki sumber informasi kurang (68,4%). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Wahdiyah, di mana hampir seluruh responden memiliki keterpaparan informasi yang baik mengenai metadon (98,2%). Pada analisis bivariat

17 (tabel 7) antara variabel keterpaparan informasi dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM didapatkan hubungan statistik yang tidak bermakna. Namun diperoleh hasil responden yang keterpaparan informasinya baik justru berpeluang 1,161 kali lebih besar untuk tidak patuh dibanding yang keterpaparan informasinya kurang. Informasi yang banyak diperoleh namun bila tidak dipahami secara baik tidak akan mengubah seseorang untuk menjadi patuh. Menyikapi kurangnya informasi mengenai metadon, perlu digalakan penyebaran informasi mengenai keberadaan PTRM. Baik melalui media elektronik, cetak dan sebagainya. Sehingga diharapkan penasun yang belum terjamah PTRM dapat mengetahui adanya PTRM dan dapat mengikuti program tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatannya. KESIMPULAN Tingkat proporsi penasun yang tidak patuh mengikuti program terapi rumatan metadon lebih sedikit (37,3%) dibanding yang patuh (62,7%), dengan rincian ketidakpatuhan lebih tinggi terjadi pada usia < 30 tahun (66,7%), jenis kelamin laki-laki (40%), tingkat pendidikan tinggi (37,5%), tidak bekerja (44,4%), pengetahuan kurang (54,5%), sikap kurang (60%), jauh dari tempat pelayanan (38,7%), dukungan keluarga kurang (46,7%), dukungan petugas kesehatan kurang (50%), dukungan teman kurang (37,5%) dan keterpaparan informasi baik (41,7%) Faktor predisposisi yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon adalah variabel pengetahuan. Sementara variabel yang tidak berhubungan adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sikap. Tidak ada hubungan antara faktor pemungkin (Jarak ke tempat pelayanan kesehatan) dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon. Tidak ada hubungan antara faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan teman, dan keterpaparan informasi) dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon. SARAN Dari penelitian didapatkan hubungan yang bermakna dan proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi terjadi pada penasun yang pengetahuannya kurang, oleh karena itu petugas kesehatan PTRM di RSKO Cibubur perlu memberikan penyuluhan yang rutin, yang mudah untuk dipahami penasun seperti dengan menyertakan video maupun tampilan visual yang menarik, dapat pula dengan diberikan permainan yang menarik di sela-sela penyuluhan. Penyuluhan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan penasun sehingga dapat termotivasi untuk patuh mengikuti PTRM.

18 Proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi terjadi pada penasun yang kurang merasakan dukungan keluarga dan teman sebaya, oleh karena itu penasun juga perlu dimotivasi untuk lebih membuka diri kepada keluarga dan teman. Motivasi ini dapat dilakukan pada saat konseling kesehatan. Selain itu pengawasan dari orang tua/keluarga juga perlu dilakukan agar tidak kembali menggunakan NAPZA. Kualitas pelayanan yang sudah baik yang diberikan petugas PTRM harap dipertahankan dan bahkan ditingkatkan guna membuat penasun yang mengikuti PTRM semakin termotivasi untuk patuh. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan adanya hirarki penelitian dengan desain yang yang lebih tinggi (misal case control) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. DAFTAR REFERENSI Green, Lawrence Health Education Planning, A Diagnostic Approach. The John Hopkins University: Mayfield Publishing Co. Haris, Nunung Nuryanti dan Kiftiawati Sulistyo. Materi Kuliah Penulisan Ilmiah. Depok : Universitas Indonesia, Harjon, Ariescha. Gambaran Perilaku Keteraturan Minum Metadon pada Klien PTRM UPTD Puskesmas Bogor Timur Tahun Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok,2009. Hatu, Wenny. Dinamika Program Rumatan Metadon di RSKO Jakarta Studi Kasus Tahun Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS. Situasi HIV & AIDS di Indonesia. dalam Analisis%20Situasi%20HIV%20dan%20AIDS%20di%20Indonesia.pdf. Diakses 7 Juni 2013 pukul Kompas. BNN: 5 Juta Pengguna Narkoba di Indonesia, dalam Diakses pada Kamis, 10 Januari :11 WIB.

19 Kompas. Pelaksanaan Pengurangan Dampak Ketergantungan Opiat Melalui Program Terapi Rumatan Methadone. dalam Diakses 9 Januari Kompas Cyber Media, Waspadai Peningkatan Jumlah Pengguna Narkoba Suntikan. dalam diakses 9 Januari 2013, pukul 20:52 Mitchell, Timothy B. et al. Subjective and Physiological Responses among Racemic Methadone Maintenance Patients in Relation to Relative (S)-vs. (R)-Methadone Exposure. London : British Journal of Clinical Pharmacology. 22 Juni Mustikawati, Dyah Erti, dkk. Analisis Kecenderungan Perilaku Berisiko Terhadap HIV di Indonesia Laporan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku Tahun Jakarta : Sub-dit HIV/PMS Departemen Kesehatan, Niven, Neil. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC, 2002 Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta, Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2003 P, Okvianus P. Perilaku Pengguna NAPZA Suntik di dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan, Radio Australia. Jumlah Pecandu Narkoba di Dunia Mencapai 27 Juta Orang. diakses 9 Januari 2013, pukul 20:42 RD, Triadi. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Suntik di Kalangan Tahanan dan Narapidana Rutan Klas I Jakarta Pusat. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

20 Rodiyah, Kusniyawati. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Terapi Rumatan Metadon pada Pengguna NAPZA Suntik (Penasun). Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2011 Tampubolon, Duma Roslina Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Pengguna Narkoba Suntik dengan Kepatuhan Berobat ke Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan, Wahdiyah, N. Gambaran Perilaku Keteraturan Minum Metadon pada Klien Program Terapi Rumatan Metadon Puskesmas Kecamatan Koja Jakarta Utara Februari April Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2011.

NASKAH PUBLIKASI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENASUN DALAM MENGIKUTI PTRM DI RSJD SUNGAI BANGKONG PONTIANAK 2015

NASKAH PUBLIKASI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENASUN DALAM MENGIKUTI PTRM DI RSJD SUNGAI BANGKONG PONTIANAK 2015 NASKAH PUBLIKASI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENASUN DALAM MENGIKUTI PTRM DI RSJD SUNGAI BANGKONG PONTIANAK 2015 NASTITI FATIMAH NIM I11108057 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BNN dan Puslitkes UI pada 10 kota besar di Indonesia

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 I. INFORMASI WAWANCARA 1. Nomor Urut Responden... 2. Nama Responden...

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia 14 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi ini semakin banyak masalah yang dihadapi oleh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali dengan negara kita. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus penyakit HIV/AIDS masih merupakan masalah di DKI Jakarta, dimana strategi penanggulangan laju peningkatan penyakit ini belum mampu mengatasi problem secara komprehensive.

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR Factors Associated With Methadone Maintenance Therapy Treatment Compliance, In Kassi Kassi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di seluruh dunia, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbidilitas. WHO telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang Lampiran 4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia masih menjadi permasalahan nasional yang tidak kunjung tuntas bahkan semakin memprihatinkan dan mengancam

Lebih terperinci

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH Latar Belakang: Kualitas merupakan indikator penting dari keberhasilan sebuah terapi. Program terapi metadon adalah salah satu pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA (Narkotika dan bahan/obat berbahaya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terapi rumatan metadon adalah sebuah terapi dimana terdapat substitusi yang mengantikan narkotika jenis heroin yang menggunakan jarum suntik yang berbentuk cair yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet

Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet Tri Rahayu, Syahrizal Syarif Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan (Sari Dwi Martiani, dkk) 1 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan jenis obat-obatan terlarang yaitu, seperti Dadah (Malaysia/Brunei), Drugs (Inggris), Shabu-shabu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Responden dalam penelitian ini adalah pasien LBP yang sebagian besar berjenis kelamin

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN Putri Eka Hidayati, Indarwati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk hak azazi manusia (Declaration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON 45 GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON DESCRIPTION 0F THERAPY DOSAGES FOR THE PATIENT OF METHADONE TREATMENT PROGRAM IN RSUD GUNUNG JATI CIREBON

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI (Studi Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Kabupaten Banjar Tahun 2017) Elsa Mahdalena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung Abstrak Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung 1 Ega Kusmawati 2 Antonius Ngadiran 3 Tri Sulastri 1,2,3 Program Studi Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Catatan Kebijakan # 3 Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Stigma terhadap penggunaan narkoba di masyarakat selama ini telah membatasi para pengguna narkoba untuk memanfaatkan layananlayanan

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : 2302-8254 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang ketersediaannya diperlukan terus-menerus dalam beberapa kasus penyakit.

Lebih terperinci

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA 1999-2011 "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL" Inang Winarso Asisten Deputi Program / Pembina Wilayah Sekretariat KPA Nasional Pengertian HR Adalah cara praktis

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR Nur Alam Fajar * dan Misnaniarti ** ABSTRAK Penyakit menular seperti diare dan ISPA (Infeksi

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 4 (3) (2015) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS sebagai salah satu epidemik yang paling menghancurkan pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health Organization (WHO) 2012 menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan data dimulai 14 september 2015 sampai 24 september 2015. Sumber penelitian diambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah remaja usia 10-19 tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik saat ini mencapai 62 juta jiwa, yang merupakan 28,5%

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 21 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 5.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : o Penularan melalui darah o Penggunaan

Lebih terperinci

Pengaruh Karakateristik Terhadap Terbentuknya Perilaku Peserta Terapi Rumatan Metadon (TRM) di Klinik Rumatan Metadon Puskesmas Manahan Surakarta

Pengaruh Karakateristik Terhadap Terbentuknya Perilaku Peserta Terapi Rumatan Metadon (TRM) di Klinik Rumatan Metadon Puskesmas Manahan Surakarta Pengaruh Karakateristik Terhadap Terbentuknya Perilaku Peserta Terapi Rumatan Metadon (TRM) di Klinik Rumatan Metadon Puskesmas Manahan Surakarta Risnawati * ), Dwi Astuti ** ), * ) Akademi Kebidanan Ar-Rum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lampiran 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengguna Narkoba Suntik Pengguna narkoba suntik (penasun) atau Injecting Drug User (IDU) adalah individu yang menggunakan obat terlarang atau narkotika dengan cara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA Jurnal ISSN Farmasetis : Cetak 2252-9721 Volume 2 No 1, Hal 13-18, Mei 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA Itsna Diah Kusumaningrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh tingginya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO Yosprinto T. Sarampang 1), Heedy

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN RETENSI PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN RETENSI PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI-KASSI HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN RETENSI PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI-KASSI Relationship Between Behavioral Factors With Retention Of Patient Methadone Maintenance Treatment

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional, BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional, yang didukung oleh data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui pengisian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI Dian Pratitis, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI, 2013) Program Terapi Rumatan Metadon atau yang disingkat PTRM adalah rangkaian kegiatan terapi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan keselamatan manusia, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA Elisa Putri D. Siahaan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU **Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan

Lebih terperinci

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit diantaranya adalah penyakit infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat. Masyarakat yang

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge

Lebih terperinci

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2) HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG Meity Asshela 1), Swito Prastiwi 2), Ronasari Mahaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari segi medis maupun psikologi sosial. Peredaran narkoba pada saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 Noorhidayah 1, Asrinawaty 2, Perdana 3 1,2,3 Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan gobal. Menurut data dari United Nations

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 Yurida Olviani Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Lebih terperinci

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90 PENGARUH PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGAWI KABUPATEN NGAWI Erwin Kurniasih, Hamidatus Daris Sa adah Akademi Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS (Studi Pada Pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dokter Soekardjo Tasikmalaya) Andina Dea Priatna 1) Nur Lina dan Siti Novianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian masyarakat Indonesia agar dapat hidup sejahtera lahir batin dan berkualitas. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas upaya kesehatan pada setiap periode kehidupan sepanjang siklus hidup, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN USIA PERTAMA KALI PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBOKEN Giovanny V. Wereh*, Shirley E.S Kawengian**,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Putu Rivan Gregourian Budiarta 1), Chreisye K. F. Mandagi 1),

Lebih terperinci

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village Arief AR, Dewiarti AN, Sibero HT Medical Faculty of Lampung University Abstract The rate

Lebih terperinci

Wenny Chartika. Andri Dwi Hernawan dan Abduh Ridha

Wenny Chartika. Andri Dwi Hernawan dan Abduh Ridha HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP, AKSES INFORMASI HIV/AIDS DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHANHIV/AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI KOTA PONTIANAK 1 2 2 Wenny Chartika. Andri Dwi Hernawan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang bermarkas besar di United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. jangka panjang terutama terhadap kesehatan, salah satunya perilaku berisiko NAPZA

BAB 1 : PENDAHULUAN. jangka panjang terutama terhadap kesehatan, salah satunya perilaku berisiko NAPZA 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini seseorang cenderung mencari jati diri, memiliki rasa ingin tahu yang besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung The Relation Of Socially With Friends Againts Act Of Smoking Elementary School Students In District Panjang Bandar Lampung Firdaus, E.D., Larasati, TA., Zuraida, R., Sukohar, A. Medical Faculty of Lampung

Lebih terperinci

OUT-OF-POCKET PASIEN HIV/AIDS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA TAHUN 2012

OUT-OF-POCKET PASIEN HIV/AIDS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA TAHUN 2012 OUT-OF-POCKET PASIEN HIV/AIDS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA TAHUN 2012 Zaki Dinul, Kurnia Sari, Mardiati Nadjib Universitas Indonesia Outline 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) PADA MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI KABUPATEN BANYUMAS RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization remaja merupakan mereka yang berada pada tahap transisi antara anak-anak dan dewasa pada rentang usia 10-19 tahun dan menurut Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwa narkoba di Indonesia sudah merajalela. Kepala Badan Narkotika Nasional, menyatakan Indonesia darurat narkoba sejak tahun 2015 (Rachmawati

Lebih terperinci

ANISA NURUL HANIFAH J

ANISA NURUL HANIFAH J FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU WANITA USIA SUBUR DALAM MELAKUKAN DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA METODE SADARI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NUSUKAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Di Susun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) 2.1.1 Pengertian PTRM Metadon pertama kali dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1937. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang

Lebih terperinci

13 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

13 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DBD Riska Ratnawati (Prodi Kesehatan Masyarakat) STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK Penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien...

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien... 9 PERBEDAAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP PEMBERIAN TERAPI ORAL DAN INJEKSI DENGAN TERAPI INJEKSI SAJA Differences in Perception Of Patients on Giving Oral Treatment And Injection With Injection Therapy Only

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Harm Reduction (pengurangan dampak buruk narkoba) di Indonesia telah lahir sejak 1999 pertamakali di Bali dan telah digunakan dalam berbagai cara untuk mengatasi persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10

Lebih terperinci

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( ) GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 (633-646) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PERILAKU PRIA DALAM BERPARTISIPASI MENGGUNAKAN METODE KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci