HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juni 2011 dalam kondisi terkontrol di rumah plastik. Penyiraman dilakukan secara manual untuk menggantikan kehilangan air oleh tanaman dengan cara pemberian air pada masing-masing polibag hingga mencapai kadar air kapasitas lapang secara berkala dua hari sekali. Data iklim mikro di lokasi penelitian meliputi suhu rata-rata selama penelitan sekitar C, kelembaban relatif sekitar 65%. Daya berkecambah benih dari kedua genotipe kurang dari 80% sehingga penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST untuk mempertahankan populasi. Hama dan penyakit yang ditemui saat pelaksanaan penelitian berlangsung cenderung tidak banyak, hal ini disebabkan kondisi lingkungan penelitian yang cukup terkontrol dengan adanya rumah plastik. Beberapa hama yang dijumpai diantaranya adalah belalang dan kutu putih. Tidak ada penyakit yang dijumpai pada saat penelitian. Pengendalian hama dilakukan pada saat pertama kali ditemukan adanya hama dan kemudian dilakukan secara teratur selama satukali dalam seminggu. Penyemprotan insektisida digunakan untuk menekan perkembangan hama belalang dan melindungi populasi tanaman kedelai. Pengendalian hama belalang menggunakan insektisida kontak Decis 25EC dengan dosis 0.5 ml/l. Gulma yang dijumpai saat pelaksanaan penelitian diantaranya adalah Mimosa pudica, Boreria Laevis, Phyllantus niruri, Oxlalis barerieli. Pengendalian gulma dilakukan secara manual seminggu sekali. Secara umum, kondisi per tanaman selama penelitian cukup baik. Kedelai yang ditanam dalam naungan paranet 50% mengalami etiolasi. Pada 3 MST pengajiran dilakukan untuk mencegah tanaman rebah. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap karakter agronomi, analisis pertumbuhan tanaman dan fisiologi disajikan pada Tabel 1.

2 20 Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Karakter Agronomi, Analisis Pertumbuhan Tanaman dan Fisiologi Peubah Umur (MST)/Fase Pertumbuhan (N) (G) A. Agronomi: Tinggi tanaman 1 ** tn tn ** ** tn ** tn tn ** ** tn 1.46 a) 5 ** ** tn 3.42 Jumlah Daun Trifoliat 3 tn tn tn ** tn tn * tn tn 9.33 Waktu Berbunga * tn tn 9.66 Fase Pertumbuhan B. Analisis Pertumbuhan Tanaman: Indeks Luas Daun V3 ** tn tn 4.11 Mulai Berbunga ** tn tn 5.22 Berbunga Penuh ** * * 2.35 Mulai Berpolong ** tn tn 2.61 Berpolong Penuh tn tn tn 6.16 Nisbah Luas Daun V3 ** tn tn a) Mulai Berbunga ** tn tn Berbunga Penuh ** tn tn Mulai Berpolong ** tn tn Berpolong Penuh * tn tn a) Laju Asimilasi Bersih VC - V3 tn tn tn 0.21 a) V3 - Mulai Berbunga ** tn tn Mulai Berbunga - Berbunga Penuh tn tn tn 0.02 a) Berbunga Penuh - Mulai Berpolong tn tn tn a) Mulai Berpolong - Berpolong Penuh tn tn tn 0.03 a) Laju Tumbuh Relatif VC - V3 tn tn tn 5.00 a) V3 - Mulai Berbunga * tn tn Mulai Berbunga - Berbunga Penuh tn tn tn 4.71 a) Berbunga Penuh - Mulai Berpolong tn * * 0.51 a) Mulai Berpolong - Berpolong Penuh * tn tn 3.72 a) C. Fisiologi Klorofil a V3 tn tn tn Mulai Berbunga tn tn tn Berbunga Penuh * ** * 2.33 Mulai Berpolong * ** * 0.66 Berpolong Penuh * ** tn 1.24 Klorofil b V3 * tn tn Mulai Berbunga tn tn tn Berbunga Penuh * ** tn 2.31 Mulai Berpolong tn tn tn 3.79 Berpolong Penuh tn ** * 1.61 Rasio Klorofil a/b V3 ** tn tn 2.36 Mulai Berbunga * tn tn 6.39 Berbunga Penuh tn tn tn 1.18 Mulai Berpolong tn tn tn 3.33 Berpolong Penuh tn tn tn 2.28 Keterangan: KK : Koefisien Keragaman * : Berbeda Nyata pada α = 5% tn : tidak berbeda nyata a) : Hasil Transformasi ( + 0.5) ** : Berbeda Nyata pada α = 1% N G KK

3 21 Karakter Agronomi Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman mulai dari 1 MST hingga 5 MST (awal pembungaan), genotipe berpengaruh sangat nyata pada 1 MST dan berpengaruh nyata pada 2 dan 5 MST, sedangkan genotipe tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 4 MST, tidak terdapat interaksi antara naungan dengan genotipe. Analisis ragam peubah tinggi tanaman ditampilkan pada Tabel Lampiran 1. Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman dua genotipe kedelai kedelai disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Terhadap Tinggi Tanaman Dua Kedelai Kedelai Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST cm % 7.79b 13.75b 21.95b 8.80b (42.75b) 77.16b 50% 13.26a 21.27a 43.16a 10.86a (71.58a) a cm Godek (G1) 9.30a 16.00b 30.70a 9.45a (57.50a) 89.75b Ceneng (G2) 11.75a 19.02a 34.41a 10.20a (56.83a) a Keterangan: angka dalam tanda kurung ( ) merupakan nilai rata-rata sebelum transformasi. Angkaangka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa naungan meningkatkan tinggi tanaman. Tanaman kedelai yang di tanam pada kondisi ternaungi dengan naungan buatan sebesar 50% lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kedelai yang ditanam pada kondisi cahaya penuh (tanpa naungan) untuk kedua genotipe. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mulyana (2006); Soverda et al. (2009); Anggraeni (2010) menunjukkan bahwa pemberian naungan 50%-55% pada tanaman kedelai memberikan pengaruh berupa pertambahan tinggi tanaman dibandingkan dengan tanaman kedelai yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Kondisi ini terjadi karena tanaman yang berada di bawah naungan mengalami etiolasi. Kaufman, et. al. (1989) menjelaskan bahwa proses pemanjangan batang melibatkan sel yang membelah dan memanjang secara aktif. Proses tersebut mungkin dipicu oleh hormon, seperti giberelin.

4 22 Weafer dan Clements (1938) menyatakan bahwa batang dari tanaman yang ternaungi biasanya tumbuh lebih panjang daripada daun dari tanaman yang ditanam pada cahaya penuh sebagai akibat dari usaha untuk mendapatkan cahaya. Ciri khas pemanjangan batang pada tanaman yang ternaungi terutama akibat peningkatan panjang dari sel-sel tanaman. Fuller (1955) menyatakan bahwa etiolasi merupakan kondisi dimana tanaman tidak mendapat cukup cahaya kemudian tanaman tersebut gagal membentuk klorofil sehingga daun menjadi berwarna kekuningan dan menunjukkan beberapa struktur khusus seperti mudah rebah, batang yang sukulen, dan daun yang tidak berkembang. Kedua genotipe (Ceneng dan Godek) yang ditanam dibawah naungan memiliki batang yang kecil, panjang, dan mudah rebah. Karamoy (2009) menjelaskan bahwa tanaman yang ditanam di bawah naungan hingga 40% mengakibatkan penurunan diameter batang. Menurut Crawley (1986) tanaman ternaungi dengan jarak daun dalam kanopi menjadi lebih rapat membuat tanaman meningkatkan pertumbuhan batang yang lebih tinggi untuk mendapatkan cahaya yang cukup guna bersaing. Tanaman yang demikian mengalokasikan sumberdaya secara proporsional kearah batang dan biasanya akan semakin bertambah tinggi selama diperlukan. Hasil penelitian oleh Lakitan (1993) menunjukkan bahwa peningkatan pemanjangan batang sering menguntungkan bagi tumbuhan yang berkompetisi untuk mendapatkan cahaya. Lambers et al. (1998) menjelaskan bahwa tanaman dengan mekanisme penghindaran naungan (shade-avoiding) yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang ternaungi akan meningkatkan pemanjangan batang dan tangkai, mengurangi jumlah cabang (meningkatkan dominasi apikal). Oosting (1958) menyatakan bahwa cahaya menghalangi produksi auksin maupun beberapa substansi pengontrol pertumbuhan pada tanaman. Tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang gelap, menghasilkan auksin maksimum sehingga tumbuh memanjang secara cepat dan sukulen. Kedua genotipe yang ditanam dalam naungan paranet juga menunjukkan warna daun yang lebih hijau dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan. Langenheim dan Thimann (1982) menyatakan bahwa

5 23 daun dari tanaman yang ternaungi berwarna hijau tua jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak ternaungi. Jumlah Daun Trifoliat Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan tidak berpengaruh nyata pada 3 MST, berpengaruh pada 4 dan 5 MST. Pengaruh genotipe dan interaksi antara naungan dan genotipe tidak menunjukkan pengaruh nyata mulai 3 MST hingga 5 MST (awal pembungaan). Analisis ragam peubah jumlah daun trifoliate disajikan pada Tabel Lampiran 2. Pengaruh naungan terhadap jumlah daun trifoliat dua varietas kedelai disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh terhadap Jumlah Daun Trifoliat Dua Varietas Kedelai Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST helai % 1.00a 3.00a 4.88a 10.16a 50% 1.00a 2.50a 3.66b 7.33b helai Godek (G1) 1.00a 2.83a 4.33a 8.50a Ceneng (G2) 1.00a 2.66a 4.16a 9.00a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah daun trifoliat pada kedua genotipe yang ditanam pada kondisi lingkungan yang ternaungi lebih sedikit daripada genotipe yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Daun pada tanaman yang ternaungi menjadi lebih lebar jika dibandingkan dengan daun pada tanaman yang mendapat cahaya penuh (tanpa naungan). Hal serupa juga dilaporkan oleh Tamaki dan Naka (1972); Mulyana (2006); Anggraeni (2010) bahwa pada tanaman yang ternaungi akan menurunkan jumlah daun, daun menjadi lebih tipis, dan lenih lebar. Oosting (1958) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang gelap tumbuh menjadi tinggi, kurus, dengan jarak antar buku yang panjang, dan relatif memiliki jumlah daun yang sedikit. Langenheim dan Thimann (1982) menyatakan bahwa daun dari tanaman yang ternaungi berwarna hijau tua dan berkembang menjadi luas dan tipis.

6 24 Dijelaskan lebih lanjut oleh Lambers et al. (1998), bahwa tanaman dengan mekanisme penghindaran naungan (shade-avoiding) yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang ternaungi akan meningkatkan total luas daun dan mengurangi ketebalan daun. Kaufman et al. (1989) menyatakan bahwa cahaya merah mendukung perluasan daun, dengan meningkatkan pembelahan sel dan pembesaran sel. Hormon berperan dalam mengatur proses perluasan daun tersebut, khususnya sitokonin dan auksin. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh cahaya merah bertindak untuk meningkatkan sintesis sitokinin dan auksin sehingga menyebabkan pelepasan satu atau kedua hormon tersebut maupun untuk meningkatkan sensitivitas dalam sel. Daun pada kedua genotipe yang ditanam pada kondisi lingkungan tanpa naungan memiliki daun yang lebih sempit. Oosting (1958) menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi cahaya penuh (full sunlight) adalah lebih kecil, tebal, dan lebih keras dibandingkan dengan daun dari tanaman yang tumbuh pada naungan. Weafer dan Clements (1938) menjelaskan bahwa akibat dari tanaman yang ditanam pada kondisi ternaungi adalah daun yang lebih tipis dengan satu lapis selsel palisade. Pada kondisi naungan yang sangat rapat, ketika sedikit sekali intensitas cahaya yang diterima oleh daun, seringkali jaringan palisade tidak dapat terbentuk dan sebagai akibatnya hanya terbentuk jaringan spons yang seragam. Kaufman et al. (1989) menyatakan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi perluasan daun. Secara umum daun yang berada pada kondisi intensitas cahaya yang rendah akan cenderung memiliki permukaan yang luas, tipis, dan lebih hijau (lebih banyak klorofil per unit luas daun) jika dibandingkan dengan daun pada tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya matahari penuh. Daun yang lebar pada daun tanaman yang hanya mendapat sedikit intensitas cahaya digunakan agar daun tersebut dapat mendapatkan cahaya lebih banyak, hal ini merupakan ekspresi dari adaptasi lingkungan oleh daun. Menurut Lakitan (1993) pada tumbuhan dikotil, daun yang ternaungi biasanya lebih tipis dan lebar, sedangkan daun yang mendapat cahaya matahari

7 25 penuh, lebih tebal karena daun tersebut membentuk sel-sel palisade yang lebih panjang dan terdiri dari beberapa lapisan. Ehleinger (1988) dalam BjÖrkman dan Adams (1995) menyatakan bahwa secara umum daun pada tanaman yang berkembang di bawah naungan memiliki orientasi horizontal dan tersusun dalam satu lapisan, sedangkan daun dari tanaman yang mendapat cahaya matahari penuh memiliki sudut daun lebih tajam. Waktu Berbunga Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi waktu berbunga pada tanaman kedelai. dan interaksi tidak menunjukkan pengaruh terhadap waktu berbunga. Analisis ragam peubah waktu berbunga ditampilkan pada Tabel Lampiran 3. Pengaruh naungan terhadap peubah waktu berbunga dua varietas kedelai disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh terhadap Peubah Waktu Berbunga Dua Varietas Kedelai Perlakuan Rata-Rata (HST) 0% 32.00a 50% 30.66b Godek (G1) 32.00a Ceneng (G2) 30.66a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa naungan mempercepat waktu berbunga pada kedelai yang ditanam pada kondisi ternaungi. Kaufman (1989) menjelaskan bahwa tanaman yang dengan batang yang mengalami pemanjangan, biasanya diikuti dengan pembungaan yang cepat. Parker (2004) menjelaskan bahwa tanaman tomat yang ditanam pada naungan memiliki lebih sedikit bunga, batang yang memanjang, daun menjadi lebih sedikit, lebih sedikit cabang, pada struktur internal daun dijumpai sedikit sel dan selapis sel pelindung yang tipis. Karamoy (2009) menjelaskan bahwa pembungaan terjadi karena adanya pigmen yang tanggap terhadap rangsangan cahaya. Pigmen tersebut adalah protein yang mudah larut dan dikenal dengan istilah fitokrom. Fitokrom memiliki dua

8 26 bentuk yang mudah berganti tergantung pada kualitas cahaya. Cahaya dengan panjang gelombang 660 nm dapat mengubah pigmen menjadi bentuk yang mengawali kejadian kearah terbentuknya induksi pembungaan. Karakter Fisiologi Klorofil a Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan tidak berpengaruh nyata pada fase vegetatif ketiga dan fase mulai berbunga, berbeda nyata pada fase berbungapenuh, mulai berpolong, dan berpolong penuh. tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a pada fase vegetatif ketiga dan mulai berbunga, namun berpengaruh sangat nyata pada fase berbunga penuh, mulai berpolong, dan berpolong penuh. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa secara umum naungan meningkatkan jumlah klorofil a pada fase berpolong penuh. Interaksi (Tabel 6 dan 7) antara naungan dan genotipe pada fase berbunga penuh dan fase mulai berpolong menunjukkan bahwa naungan menyebabkan peningkatan klorofil a pada genotipe kedua, yaitu genotipe Ceneng sedangkan pada genotipe G1, yaitu Godek, tidak menunjukkan kenaikan. Pengaruh naungan terhadap jumlah klorofil a pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 5. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap jumlah klorofil a tanaman kedelai pada fase berbunga penuh disajikan pada Tabel 6 dan pada fase mulai berpolong disajikan pada Tabel 7.. Tabel 5. Pengaruh terhadap Jumlah Klorofil a pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Berbunga Berpolong Penuh µmol/100cm % 1.93a 3.27a 4.17b 50% 1.98a 3.03a 4.38a µmol/100cm Godek (G1) 2.08a 3.19a 4.01b Ceneng (G2) 1.84a 3.11a 4.47a nyata pada uji lanjut DMRT 5%.

9 27 Tabel 6. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Jumlah Klorofil a Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh 0% 50% Rata-Rata µmol/100cm Godek (G1) 2.47Bb 2.80Ba 2.64b Ceneng (G2) 3.02Ab 3.12Aa 3.07a Rata-Rata 2.75B 2.96A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom Tabel 7. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Jumlah Klorofil a Tanaman Kedelai pada Fase Mulai Berpolong 0% 50% Rata-Rata µmol/100cm Godek (G1) 3.39Bb 3.44Ba 3.42b Ceneng (G2) 3.52Ab 3.65Aa 3.58a Rata-Rata 3.45B 3.55A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom Kaufman et al. (1989) menyatakan bahwa klorofil a terdapat pada panjang gelombang 430 dan 662 nm, sedangkan klorofil b pada panjang gelombang 453 dan 642 nm. Klorofil a biasanya terdapat dalam jumlah dua kali lebih banyak daripada klorofi b. klorofil a dapat ditemukan pada hampir semua organisme fotosintetik. Graham et al. (2006) menyatakan bahwa klorofil a merupakan klorofil yang paling banyak terdapat pada kloroplas daun. Klorofil a memantulkan cahaya hijau sehingga daun tanaman selalu tampak hijau. Spektrum cahaya yang diserap oleh klorofil a adalah merah dan biru-violet. Peningkatan jumlah klorofil a ini menandakan bahwa jumlah klorofil pada daun dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang diterima daun pada setiap fase pertumbuhannya. Oosting (1958) menyatakan bahwa produksi klorofil, pembukaan dan penutupan stomata, dan pembentukan auksin merupakan contoh dari akibat yang ditumbulkan oleh adanya perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh individu tanaman. Produksi klorofil ditentukan oleh intensitas cahaya.

10 28 Jumlah klorofil a yang tinggi pada tanaman ternaungi dijelaskan oleh Langenheim dan Thimann (1982) yang menyatakan bahwa komposisi klorofil pada daun yang ternaungi lebih tinggi dan perbandingan klorofil dan karotenoid tinggi daripada daun pada tanaman dengan cahaya penuh. Hasil penelitian Muhuria et al. (2006); Mulyana (2006); Kisman et al. (2007); dan Anggraeni (2010) menunjukkan bahwa genotipe Ceneng yang ditanam pada naungan 50% memiliki lebih banyak klorofil a daripada yang ditanam pada kondisi tanpa naungan. Muhuria (2006) menyatakan bahwa daun yang ternaungi memiliki lebih banyak grana per volume kloroplas, kloroplas lebih besar, dan rasio klorofil yang lebih besar daripada daun yang berkembang pada kondisi cahaya matahari penuh. Klorofil b Berdasarkan hasil rekapitulasi sidk ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh terhadap jumlah klorofil b pada fase vegetatif ketiga dan pada fase berbunga penuh. berpengaruh sangat nyata pada fase berbunga penuh dan fase berpolong penuh. Interaksi antara naungan dan genotipe berpengaruh nyata pada saat fase berpolong penuh. Analisis ragam peubah klorofil b ditampilkan pada Tabel Lampiran 5. Pengaruh naungan terhadap jumlah klorofil b pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 8. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksi terhadap jumlah klorofil b tanaman kedelai fase berpolong penuh disajikan pada Tabel 9. Tabel 8. Pengaruh terhadap Jumlah Klorofil b pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Berbunga Berbunga Penuh Mulai Berpolong µmol/100cm % 0.58b 1.009a 0.85b 1.13a 50% 0.67a 1.037a 0.93a 1.14a µmol/100cm Godek (G1) 0.67a 1.022a 0.82b 1.11a Ceneng (G2) 0.58a 1.024a 0.97a 1.17a nyata pada uji lanjut DMRT 5%.

11 29 Tabel 9. Pengaruh naungan,, dan Interaksi terhadap Jumlah Klorofil b Tanaman Kedelai Fase Berpolong Penuh 0% 50% Rata-Rata -----µmol/100cm Godek (G1) 1.27Ba 1.39Ba 1.33b Ceneng (G2) 1.43Aa 1.47Aa 1.45a Rata-Rata 1.35A 1.43A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom Berdasarkan Tabel 8 Dapat dilihat bahwa secara umum naungan meningkatkan pembentukan klorofil b. Hal ini sejalan dengan penjelasan Weafer dan Clements (1966) bahwa tanaman ternaungi akan memiliki komponen klorofil yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya penuh. Salisbury dan Ross (1991) menyatakan bahwa tanaman ternaungi lebih banyak mengandung klorofil b karena tiap kloroplas mempunyai lebih banyak grana dibandingkan dengan daun pada tanaman tanpa naungan. Graham et al. (2006) menyatakan bahwa klorofil b dan karotenoid merupakan pigmen asesoris. Korofil b dan karotenoid menyerap cahaya yang berbeda dengan klorofil a. Klorofil b dan karotenoid meningkatkan penyerapan dari cahaya tampak (visible light) yang berguna untuk fotosintesis. Klorofil b dan karotenoid mentrasfer energi yang telah diserap ke klorofil a. Baik klorofil a, klorofil b, dan karotenoid menyerap energi dari cahaya tampak untuk fotosintesis. Rasio Klorofil a/b Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh sangat nyata pada fase vegetatif ketiga dan berpengaruh nyata pada fase mulai berbunga. dan interaksi antara genotipe dan naungan tidak berpengaruh nyata terhadap rasio klorofil a/b. Analisis ragam peubah rasio klorofil a/b disajikan pada Tabel Lampiran 6. Pengaruh naungan terhadap rasio klorofi a/b pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rasio klorofil a/b pada kondisi naungan lebih rendah daripada kondisi cahaya penuh. Hal yang serupa juga di-

12 30 sampaikan oleh Jufri (2006); Muhuria (2006); Mulyana (2006); Kisman (2007) bahwa naungan menurunkan rasio klorofil a/b. Tabel 10. Pengaruh terhadap Rasio Klorofi a/b pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Berbunga Berbunga Penuh Mulai Berpolong Berpolong Penuh 100% 3.34a 3.24a 3.21a 3.04a 3.02a 50% 2.93b 2.92b 3.15a 3.09a 3.05a Godek (G1) 3.08a 3.12a 3.19a 3.08a 3.01a Ceneng (G2) 3.20a 3.04a 3.16a 3.05a 3.07a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Penjelasan mengenai rendahnya rasio antara klorofil a dengan klorofil b dikemukakan oleh Lambers et al. (1998) bahwa rasio antara klorofil a dan klorofil b rendah pada daun dari tanaman yang ternaungi. Daun-daun tersebut memiliki klorofil lebih banyak untuk berasosiasi dengan Light Harvesting Complex (yang mengandung lebih sedikit klorofil a daripada klorofil b) dibanding dengan fotosistem. Penurunan rasio klorofil a/b adalah karena refleksi dari pembentukan pada sistem LHC. Proporsi terbanyak dari LHC terdapat di grana terbesar dari grana daun-daun yang ternaungi. Secara umum lebih lanjut dijelaskan bahwa daun yang ternaungi akan lebih banyak mengandung klorofil per kloroplas, klorofil per berat kering, dan rasio klorofil a/b dibandingkan dengan daun tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya penuh. Analisis Pertumbuhan Tanaman Indeks Luas Daun Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks luas daun pada fase vegetatif ketiga hingga fase mulai berpolong, tidak nyata pada fase berpolong penuh. berpengaruh nyata hanya pada fase berbunga penuh. Interaksi antara naungan dan genotipe berpengaruh nyata pada fase berbunga penuh. Analisis ragam peubah indeks luas daun ditampilkan pada Tabel Lampiran 7. Pengaruh naungan terhadap indeks luas

13 31 daun pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 11. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap indeks luas daun pada fase berbunga penuh disajikan pada Tabel 12. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa indeks luas daun merupakan perbandingan luas daun total dengan luas tanah yang ditutupi atau luas daun diatas suatu luasan tanah. Harga indeks luas daun >1 menggambarkan adanya saling menaungi diantara daun yang mengakibatkan daun yang ternaungi pada lapisan bawah tajuk mendapat cahaya yang kurang dan karenanya mempunyai laju fotosintesis yang lebih rendah dari daun yang tidak ternaungi. Secara umum, tanaman kedelai akan meningkat nilai indeks luas daunnya sesuai dengan tahap perkembangan hingga mencapai luas daun maksimum. Bila dilihat pada Tabel 11, peningkatan maksimum indeks luas daun terjadi pada fase pertumbuhan berpolong penuh. Menurut Gardner et al. (1991) dalam tajuk tanaman dengan nilai indeks luas daun yang tinggi, daun yang muda pada pucuk tanaman menyerap radiasi paling banyak, memiliki laju asimilasi CO 2 yang tinggi, dan mentranslokasikan sejumlah besar hasil asimiasi ke bagian tumbuhan yang lain. Sebaliknya, daun-daun yang lebih tua pada dasar tajuk dan terlindung mempunyai laju asimilasi CO2 yang rendah dan memberikan lebih sedikit asimilasi kepada bagian tumbuhan yang lain. Tabel 11. Pengaruh terhadap Indeks Luas Daun pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Mulai Berpolong Berbunga Berpolong Penuh m 2 /m % 0.67a 0.96b 4.96b 5.73a 50% 0.48b 1.35a 5.41a 6.21a m 2 /m Godek (G1) 0.55b 1.16a 5.11a 6.09a Ceneng (G2) 0.60a 1.15a 5.26a 5.85a nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa naungan meningkatkan indeks luas daun pada tanaman kedelai pada fase berbunga penuh sebesar 14.5%, yaitu dari 1.79 cm menjadi 2.05 cm. Secara statistik genotipe Godek mengalami perubahan yang nyata pada peubah indeks luas daun namun genotipe Ceneng tidak demikian.

14 32 Tetapi jika dilihat dari perbedaan rata-rata indeks luas daun pada kondisi tanpa naungan dan kondisi ternaungi, genotipe Ceneng juga mengalami kenaikan indeks luas daun. Tabel 12. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Indeks Luas Daun pada Fase Berbunga Penuh 0% 50% Rata-Rata m 2 /m Godek (G1) 1.69Ab 2.05Aa 0.55b Ceneng (G2) 1.90Aa 2.05Aa 0.60a Rata-Rata 1.79B 2.05A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa indeks luas daun pada kebanyakan tanaman di lapangan adalah nol untuk tanaman yang ditanam dengan biji, dan selama beberapa minggu kemudian dapat berada dibawah 1.0 selanjutnya peningkatan indeks luas daun secara cepat hingga mencapai maksimum dapat bervariasi diantara spesies tanaman dan lingkungan. Laju Asimilasi Bersih Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi laju asimilasi bersih pada saat fase berbunga. dan interaksi antara naungan dan genotipe tidak berpengaruh nyata. Analisis ragam peubah laju asimilasi bersih ditampilkan pada Tabel Lampiran 8. Pengaruh naungan terhadap laju asimilasi bersih pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 13. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap laju asimilasi bersih tanaman kedelai pada fase berbunga penuh-mulai berpolong disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa naungan menurunkan laju asimilasi bersih pada tanaman kedelai. Laju asimilasi bersih tanaman tertinggi pada fase vegetatif ketiga, kemudian terus menurun hingga akhir pengamatan, yaitu pada fase berpolong penuh. Shibles dalam Jeufrroy dan Ney (1997) menyatakan bahwa biasanya karbon ditranslokasikan dari daun yang telah tua kepada bagian terdekat

15 33 yang masih aktif, namun pola umum seperti ini dapat berubah jika daun-daun gugur atau ternaungi. Tabel 13. Pengaruh terhadap Laju Asimilasi Bersih pada Dua Kedelai Perlakuan V1 - V3 V3 - Mulai Berbunga Mulai Berbunga - Berbunga Penuh Berbunga Penuh - Mulai Berpolong Mulai Berpolong - Berpolong Penuh g/m 2 /hari % 0.77a(0.10) 0.05a 0.72a(0.02) 0.010a 0.75a(0.06) 50% 0.74b(0.06) 0.02b 0.71a(0.01) 0.009a 0.73a(0.03) g/m 2 /hari Godek (G1) 0.78a(0.11) 0.038a 0.72a(0.02) 0.012a 0.74a(0.06) Ceneng (G2) 0.73b(0.04) 0.037a 0.71a(0.01) 0.008b 0.73a(0.04) nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Hasil pengamatan nilai laju asimilasi bersih pada fase vegetatif ketiga, berbunga penuh, mulai berpolong dan berpolong penuh tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sutoro et al. (2008) bahwa laju asimilasi bersih diantara varietas yang ditanam unutk mengetahui hasil kedelai tidak ada perbedaan yang nyata. Hal ini mungkin diakibatkan oleh laju senesen daun. Berdasarkan perhitungan laju asimilasi bersih, komponen yang mempengaruhi besar kecilnya nilai laju asimilasi bersih ini adalah luas daun dan berat kering tanaman. Pada tanaman kedelai yang ternaungi, daun tanaman kedelai menjadi semakin lebar dan tipis, hal ini akan mengurangi penerimaan cahaya oleh daun yang letaknya dibawah tajuk. Menurut Gardner et al. (1991) makin banyak daun yang terlindung menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih sepanjang musim pertumbuhan. Khumaida (2002) dalam Jufri (2006) menyatakan bahwa kekurangan cahaya dapat menurunkan laju fotosintesis dan akumulasi karbohidrat yang berakibat pada terganggunya proses metabolisme dan produksi tanaman. Perlakuan gelap menyebabkan gangguan perkembangan membran tilakoid kedelai toleran maupun peka.

16 34 Tabel 14. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Laju Asimilasi Bersih Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh- Mulai Berpolong 0% 50% Rata-Rata ----g/m 2 /hari---- Godek (G1) 0.011Aa 0.013Aa 0.012a Ceneng (G2) 0.010Aa 0.005Ba 0.008b Rata-Rata 0.010A 0.009A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Kapital: kolom. Tamaki dan Naka (1972) menyatakan bahwa tanaman Vicia faba yang ditanam pada kondisi ternaungi akan memiliki tingkat asimilasi yang rendah. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa laju asimilasi bersih paling tinggi nilainya pada saat tumbuhan masih kecil dan sebagian besar daunnya terkena sinar matahari langsung. Dengan bertumbuhnya tanaman budidaya dan dengan meningkatnya indeks luas daun, makin banyak daun terlindung, menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih sepanjang musim pertumbuhan. Laju asimilasi bersih merupakan ukuran rata-rata efisiensi fotosintesis daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya. Penurunan nilai laju asimilasi bersih setelah fase mulai berpolong sejalan dengan peningkatan indeks luas daun pada fase yang sama. Gardner et al.(1991) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan tanaman budidaya dan dengan meningkatnya indeks luas daun yang terlindung, menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih sepanjang musim pertumbuhan. Penelitain Ghulamahdi et al. (2008) tentang tanaman Daun Dewa yang ternaungi, mendapatkan hasil bahwa rendahnya LAB pada perlakuan naungan disebabkan karena jumlah bahan kering yang dihasilkan melalui fotosintesis per satuan luas daun lebih rendah dibanding bahan kering yang dihasilkan pada cahaya 100%. Nisbah Luas Daun Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi nisbah luas daun sangat nyata pada fase vegetatif ketiga hingga fase mulai berpolong, berpengaruh nyata pada fase berpolong penuh. dan interaksi

17 35 antara naungan dan genotipe tidak mempengaruhi nisbah luas daun. Analisis ragam peubah nisbah luas daun ditampilkan pada Tabel Lampiran 9. Pengaruh naungan terhadap nisbah luas daun pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 15. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap nisbah luas daun tanaman kedelai pada fase berbunga penuh disajikan pada Tabel 16. Tabel 15. Pengaruh terhadap Nisbah Luas Daun pada Dua Kedelai Perlakuan V3 Mulai Mulai Berpolong Berbunga Berpolong Penuh m 2 /g % 1.64b(2.36) 2.00b 1.45b 1.03b(0.57) 50% 2.09a(3.95) 5.11a 3.05a 1.28a(1.18) m 2 /g Godek (G1) 1.61a(2.24) 3.22a 2.09a 1.16a(0.72) Ceneng (G2) 2.11a(4.07) 3.90a 2.41a 1.21a(1.03) nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa naungan menaikkan nisbah luas daun. Kenaikan nilai nisbah luas daun ini diakibatkan oleh nilai berat kering yang lebih kecil daripada nilai luas daun. Djukri dan Purwoko (2003) melaporkan hasil penelitian terhadap tanaman talas (Colocasia esculenta(l.) Schott) yang ternaungi bahwa berat kering umbi menurun secara nyata. Hasil penelitian Tamaki dan Naka (1972); Mulyana (2006); Anggraeni (2010) bahwa pada tanaman yang ternaungi akan menurunkan jumlah daun, daun menjadi lebih tipis dan lebar, sedangkan tanaman mengalami etiolasi, sehingga biomassa yang dihasilkan tanaman yang ternaungi menjadi lebih rendah. Tabel 16. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Nisbah Luas Daun Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh 0% 50% Rata-Rata m 2 /g Godek (G1) 1.69Aa 3.20Ba 2.44b Ceneng (G2) 1.59Ab 4.34Aa 2.96a Rata-Rata 1.64B 3.77A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Kapital: kolom.

18 36 Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa tanaman yang berada pada lingkungan yang ternaungi secara relatif mengalokasikan lebih banyak hasil fotosintesis dan sumberdaya lainnya pada daun sehingga daun tersebut memiliki luas area yang lebar. Daun pada tanaman ternaungi menjadi lebar namun memiliki densitas massa daun yang rendah. Daun pada tanaman yang ternaungi memiliki lebih banyak klorofil per unit area namun mengandung lebih sedikit protein per unit klorofil. Laju Pertumbuhan Relatif Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) naungan mempengaruhi laju tumbuh relatif tanaman kedelai pada fase mulai berbunga dan fase berpolong penuh, genotipe mempengaruhi secara nyata pada fase mulai berpolong, interaksi antara naungan dan genotipe berpengaruh secara nyata pada fase mulai berpolong. Analisis ragam peubah laju pertumbuhan relatif disajikan pada Tabel Lampiran 10. Pengaruh naungan terhadap laju pertumbuhan relatif pada dua genotipe kedelai disajikan pada Tabel 17. Pengaruh naungan, genotipe, dan interaksinya terhadap laju pertumbuhan relatif tanaman kedelai pada fase berbunga penuh hingga fase mulai berpolong disajikan pada Tabel 18. Tabel 17. Pengaruh terhadap Laju Pertumbuhan Relatif pada Dua Kedelai Perlakuan V1 - V3 V3 - Mulai Mulai Berbunga - Mulai Berpolong - Berbunga Berbunga Penuh Berpolong Penuh g/g/hari % 0.833a(0.199) 0.108a 0.746a (0.04) 0.75b(0.06) 50% 0.830a(0.190) 0.940b 0.740a (0.05) 0.78a(0.12) g/g/hari Godek (G1) 0.847a(0.222) 0.088a 0.745a (0.05) 0.77a(0.099) Ceneng (G2) 0.814a(0.166) 0.115a 0.741a (0.04) 0.76a(0.090) nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa naungan menurunkan laju pertumbuhan relatif tanaman kedelai. Greulach dan Adams (1962) menyatakan bahwa faktor klimatik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman diantaranya adalah temperatur, cahaya, kelembaban udara, komposisi gas di atmosfir,

19 37 pergerakan udara, tekanan udara, dan presipitasi. Lingkungan fisik mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam tiga cara: mempengaruhi laju pertumbuhan dan pola perkembangan, juga menentukan bagaimana tanaman menurunkan sifat potensial tertentu untuk dapat bertahan dan tumbuh, sehingga mempengaruhi distribusi geografi tanaman tersebut. Greulach dan Adams (1962) menjelaskan lebih lanjut bahwa cahaya mempengaruhi tanaman pada fotosintesis, sintesis klorofil, fototropisme, dan pembukaan stomata. Semua hal yang diakibatkan oleh perbedaan penerimaan cahaya oleh tumbuhan mempengaruhi pertumbuhan. Fotosintesis yang dipengaruhi oleh kehadiran cahaya berpengaruh terhadap produksi dari bahan makanan untuk tanaman tersebut. Pada tanaman yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang gelap, tanaman tidak dapat mensintesis klorofil dan karenanya berubah warna menjadi pucat. Batang dan hipokotil berubah menjadi panjang dan kurus, dengan sedikit sekali jaringan vaskuler yang berkembang. Hipokotil dan plumula tumbuh tidak lurus (membelok) dan gagal untuk tumbuh lurus keatas. Ciri ini disebut etiolasi. Tabel 18. Pengaruh,, dan Interaksinya terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh hingga Fase Mulai Berpolong 0% 50% Rata-Rata g/g/hari Godek (G1) (0.018)0.71Aa (0.037)0.73Aa (0.027)0.72a Ceneng (G2) (0.153)0.71Aa (0.018)0.71Ba (0.016)0.71b Rata-Rata (0.016)0.71A (0.027)0.72A nyata pada uji lanjut DMRT 5%. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai tengah sebelum ditransformasi. Kapital: kolom. Tamaki dan Naka (1972) melaporkan bahwa tanaman kacang-kacangan yang ditanam pada kondisi ternaungi memiliki laju pertumbuhan relatif yang rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Menurunnya laju pertumbuhan relatif ini terutama pada dua stadium, yaitu pada awal sampai berakhirnya pembungaan dan dari berakhirnya pembungaan hingga stadium pemasakan polong.

20 38 Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa laju pertumbuhan relatif dari spesies toleran naungan Impatiens parviflora yang ditanam pada kondisi naungan lebih rendah jika dibandingkan dengan yang ditanam pada kondisi cahaya penuh. Poorter dan Garnier (2007) menyatakan bahwa laju pertumbuhan relatif berubah secara kontinyu dengan ontogeni. Selama perkecambahan terdapat transisi bertahap dari pertumbuhan yang bergantung pada cadangan makanan pada biji menjadi autrotop lengkap. Ketika tanaman menjadi semakin tua dan besar, daun-daun bagian atas mulai menutupi daun bagian bawah. Kemudian tanaman yang telah dewasa akan mengalokasikan hasil fotosintesis kepada akar dan batang. Konsekuensi atas mekanisme tersebut adalah laju pertumbuhan relatif yang meningkat bersamaan dengan ukuran tanaman dan waktu. Di lapang, dimana tanaman mendapatkan fluktuasi dari lingkungannya, pertumbuhan dibatasi oleh perubahan abiotik (cahaya, temperatur, nutrisi, dan air) dan dipengaruhi pula oleh interaksi biotik (kompetitor, herbivora, patogen, dan juga simbiosis). Poorter dan Garnier (2007) lebih lanjut menyatakan bahwa pada akhirnya ketika pengaturan tingkat cahaya ditentukan, spesies dari habitat ternanungi mempunyai laju pertumbuhan relatif yang rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi lingkungan cahaya penuh. Pearcy (2007) menyatakan bahwa respon fotosintetik dari daun pada tanaman yang ditanam pada kondisi cahaya penuh adalah kapasitas fotosintetik per unit area yang lebih besar, ketebalan daun yang besar, dan massa daun yang lebih besar per unit area. Lingkungan yang sangat ternaungi mungkin mempengaruhi perkembangan daun pada spesies peka naungan, menurunkan kapasitas fotosintetik per unit area. Keuntungan ekologi bagi tanaman naungan yang memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada tanaman yang tidak ternaungi dijelaskan oleh Lambers et al. (1998) bahwa nilai laju pertumbuhan yang tinggi memungkinkan untuk tanaman ternaungi dapat mendapatkan sumberdaya yang membatasi pertumbuhannya. Nilai laju pertumbuhan yang tinggi mungkin juga memaksimalkan hasil reproduktif.

21 39 Luas Daun Spesifik 5,00 4,00 LDS m 2 /g 3,00 2,00 1,00 0,00 Godek 0% Godek 50% Ceneng 0% Ceneng 50% Gambar 1. Luas Daun Spesifik (LDS) Dua Kedelai pada Kondisi Tanpa (0%) dan (50%) Fase Berpolong Penuh Gambar 1 diatas menunjukkan nilai luas daun spesifik (SLA) dua genotipe kedelai pada kondisi tanpa naungan dan dengan naungan 50%. Pada kondisi tanpa naungan genotipe Ceneng cenderung memiliki nilai luas daun spesifik yang lebih besar dibandingkan dengan genotipe Godek. Pada kondisi naungan 50% nilai luas daun spesifik meningkat untuk kedua genotipe. Peningkatan nilai luas daun spesifik untuk genotipe Godek sebesar 45.37% sedangkan peningkatan nilai luas daun spesifik untuk genotipe Ceneng sebesar 49.13%. Hasil tersebut sama dengan hasil penelitian Anggraeni (2010) bahwa naungan sebesar 50% meningkatkan nilai luas daun spesifik, terutama untuk genotipe Ceneng dengan nilai peningkatan luas daun spesifik terbesar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan luas daun spesifik pada perlakuan naungan diduga sebagai respon terhadap cekaman intensitas cahaya rendah. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa tanggapan luas daun spesifik kepada perubahan kuanta radiasi adalah berlawanan dengan tanggapan biomassa tanaman. Luas daun spesifik dari tanaman yang ditanam pada kondisi ternaungi lebih tinggi dan meningkat tajam, namun nilai luas daun spesifik pada tanaman yang ditanam dengan kuanta radiasi yang tinggi adalah semakin kecil dengan peningkatan berat kering tanaman total yang semakin besar dengan pertambahan umur tanaman.

22 40 Sitompul dan Guritno (1995) menjelaskan bahwa tanaman yang berada pada tingkat radiasi yang rendah (25%) dengan nilai luas daun spesifik yang tinggi dipindahkan ke tingkat radiasi yang tinggi, nilai luas daun spesifiknya menunjukkan penurunan dengan peningkatan berat kering total, demikian juga sebaliknya. Data tersebut menunjukkan bahwa tanaman memilih pembentukan daun yang lebih luas pada kondisi radiasi yang rendah sekalipun dengan produksi biomassa yang rendah. Hal tersebut merupakan strategi yang diterapkan tanaman dalam menghadapi keadaan lingkungan yang mungkin ditujukkan untuk dapat mengintersepsi cahaya lebih banyak pada keadaan kuanta radiasi yang rendah. Pada kuanta radiasi yang tinggi, daun sempit (tapi tebal) yang dimaksudkan untuk mengurangi penyerapan cahaya atau penguapan. Lambers et al. (1998) menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang ternaungi menginvestasikan relatif lebih banyak produk fotosintesis dan sumberdaya lain pada daun, diantaranya yaitu dengan memiliki nilai nisbah luas daun yang lebih tinggi, dengan daun yang relatif lebih tipis, memiliki nilai luas daun spesifik yang tinggi dengan densitas massa daun yang rendah. Hasil penelitian terhadap tanaman toleran naungan Impatiens parviflora dan peka naungan Helianthus anuus, menunjukkan bahwa nilai luas daun spesifik kedua tanaman tersebut berbeda pada kondisi ternaungi 50%. Perbedaan terletak pada lebih tingginya nilai luas daun spesifik pada tanaman Impatiens parviflora jika dibandingkan dengan nilai luas daun spesifik pada tanaman Helianthus anuus. Biomassa Tanaman Best dalam Chang (1968) menjelaskan bahwa pengaruh radiasi surya pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi proses fotoenergi, yaitu fotosintesis dan proses fotostimulus, yaitu proses penggerakan (movement processes) dan pembentukan seperti pemanjangan batang, perluasan daun, pembentukan pigmen, klorofil, dan sebagainya. Pada umumnya proses-proses fotoenergi (fotosintesis) memerlukan intensitas radiasi yang lebih besar daripada proses untuk merangsang pergerakan tanaman. Elmore et al. (1967) dan Knipmeyer et al. (1962) dalam Darmijati (1992) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang rendah mempengaruhi pembagian

23 41 fotosintat. Pada tanaman yang mendapat naungan laju fotosintesis rendah dan berat kering tanaman berkurang. Intensitas cahaya yang rendah dan jarak tanam yang sempit meningkatkan daya saing antar tanaman. Hal ini akan mempengaruhi pembagian fotosintat. Kapasitas atau daya saing suatu tanaman ditentukan oleh efisiensi tanaman di dalam menangkap cahaya matahari. Karamoy (2009) menyatakan bahwa produksi bahan kering dipengaruhi oleh banyaknya cahaya yang diserap oleh tanaman tersebut. Sumarsono (2010) menyatakan bahwa bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan intergrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Tabel 19. Data Radiasi, Selisih Radiasi, dan Biomassa masing-masing Bagian Tanaman Kedelai pada Fase Berpolong Penuh Selisih Radiasi Atas-Bawah Tajuk Berat Total Berat Akar Berat Batang Berat Daun Berat Polong 0% Kal/cm 2 /hari g/tanaman Godek Ceneng % Kal/cm 2 /hari g/tanaman Godek Ceneng Tabel 19 menunjukkan selisih radiasi matahari pada masing-masing genotipe tanaman kedelai pada dua kondisi lingkungan. Pada lingkungan tanpa naungan genotipe Godek menyerap radiasi paling banyak, yaitu ditunjukkan dengan selisih radiasi atas-bawah tajuk sebesar kal/cm 2 /hari jika dibandingkan dengan genotipe Ceneng yang memiliki selisih atas-bawah tajuk sebesar kal/cm 2 /hari. Pada kondisi lingkungan ternaungi, genotipe Ceneng lebih banyak menyerap radiasi matahari, ditunjukkan dengan selisih radiasi atas-bawah tajuk sebesar kal/cm 2 /hari, sedangkan genotipe Godek hanya sebesar kal/cm 2 /hari. Terjadi perbedaan biomassa total untuk kedua genotipe pada kondisi tanpa naungan dan dengan naungan 50%. Pada kondisi tanpa naungan biomassa total terbesar terdapat pada genotipe G2 yaitu genotipe Ceneng, sebesar g,

24 42 sedangkan biomassa G1, yaitu genotipe Godek, sebesar g. Pada kondisi naungan 50%, terjadi penurunan biomassa untuk kedua genotipe. Hasil yang sama juga disampaikan oleh Anggarani (2005) dan Mulyana (2006) bahwa terjadi penurunan biomassa pada tanaman kedelai yang ternaungi sebagai akibat adanya penurunan jumlah daun, jumlah cabang dan adanya etiolasi pada batang akibat cekaman naungan. Hal ini menjelaskan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi pertambahan berat kering tanaman. Daubenmire (1974) menyatakan bahwa naungan menyebabkan kadar air yang tinggi pada semua bagian tanaman sehingga menyebabkan bobot kering biomassa tajuk menurun. Pada kondisi naungan 50%, genotipe Godek merupakan genotipe dengan penurunan biomassa terbesar, yaitu sebesar 33.39% sedangkan genotipe Ceneng penurunan berat kering biomassa hanya sebesar 19.36%. Penelitian Mulyana (2006) dan Anggraeni (2010) menyatakan hal yang sama bahwa penurunan biomassa tajuk pada genotipe Ceneng lebih sedikit dibanding penurunan biomassa pada genotipe Godek. Hal ini karena genotipe Ceneng merupakan genotipe yang toleran terhadap cekaman intensitas rendah dibandingkan dengan genotipe Godek. 50% cenderung menurunkan berat kering akar pada kedua genotipe. Salisbury dan Ross (1991) menyatakan bahwa pada tumbuhan dikotil yang ternaungi, tanaman akan membentuk daun yang lebar dan tipis dengan pengorbanan berkurangnya sistem perakaran. Penurunan terbesar terjadi pada genotipe Ceneng dengan penurunan sebesar 37.68%, sedangkan genotipe Godek mengalami penurunan berat kering akar sebesar 28.57%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anggraeni (2010) bahwa penurunan berat kering akar terbesar terjadi pada genotipe Ceneng yang ditanam pada naungan 50%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal ini diduga karena tanaman yang ditanam pada kondisi intensitas cahaya rendah akan mampu memanfaatkan cahaya yang diserap untuk pertumbuhan tajuk. Kondisi naungan 50% mempengaruhi berat kering batang dan daun. Pada kondisi naungan 50% berat kering batang dan daun juga cenderung menurun. Penurunan berat kering batang terbesar pada genotipe Godek, yaitu sebesar 44.22% sedangkan genotipe Ceneng mengalami penurunan berat kering batang hanya 5.99%. Penurunan berat kering daun terbesar pada genotipe Ceneng yaitu

25 43 sebesar 45.37% sedangkan penurunan genotipe Godek hanya sebesar 42.65%. Hal ini dijelaskan oleh Daubenmire (1974) menyatakan bahwa naungan menyebabkan batang lebih kecil dengan xylem yang kurang berkembang, jumlah cabang yang lebih sedikit, dan helai daun yang lebih tipis. Menurut Muhuria (2007) penurunan berat kering daun ini menunjukkan respon terhadap inttensitas cahaya rendah dan merupakan mekanisme untuk meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya. Pada kondisi naungan buatan 50% penurunan berat kering polong juga terjadi pada kedua genotipe. Penurunan terbesar pada genotipe Ceneng yaitu sebesar 5.04% sedangkan penurunan berat polong pada genotipe Godek hanya sebesar 4.01%, namun demikian, berat kering polong genotipe Ceneng lebih tinggi daripada genotipe Godek, yang merupkan genotipe yang peka terhadap intensitas cahaya rendah. Soverda et al. (2009) menyatakan bahwa biomassa polong genotipe toleran, lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe peka pada kondisi naungan 50% diduga karena pendistribusian hasil ke bulir lebih besar dibandingkan dengan varietas yang peka. Penurunan produksi naungan 50% disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman. Berat kering polong genotipe Ceneng lebih tinggi 19.95% daripada genotipe Godek. Hal ini diduga karena jumlah klorofil genotipe Ceneng yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan genotipe Godek sesuai dengan hasil analisis klorofil yang telah dilakukan (Tabel 5, 6, 7). Pada kondisi ternaungi genotipe Ceneng menghasilkan total biomassa lebih besar dibandingkan dengan total biomassa genotipe Godek. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa hasil berat kering total merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang musim pertumbuhan oleh tajuk tanaman budidaya. Gambar 2 menunjukkan pembagian biomassa kedua genotipe pada dua kondisi lingkungan, yaitu kondisi tanpa naungan (0%) dan kondisi ternaungi (50%). Pada lingkungan tanpa naungan genotipe Godek cenderung mentranslokasikan sebagian besar asimilatnya ke bagian batang. Hal ini dapat dilihat pada persentase terbesar biomassa genotipe Godek terdapat pada bagian batang sebesar 36.76% dari total seluruh biomassa, kemudian akumulasi biomassa selanjutnya pada bagian daun 28.92%, polong 28.51% dan pada akar sebesar 5.71%. Hal ini

26 44 berbeda dengan genotipe Ceneng yang ditanam pada kondisi yang sama. Ceneng cenderung mentraslokasikan sebagian besar hasil fotosintesisnya pada bagian polong. Hal ini dapat dilihat pada persentase biomassa terbesar pada bagian polong yaitu sebesar 33.90% dari total biomassa, sedangkan pada bagian batang sebesar 33.74%, bagian daun sebesar 26.90%, dan bagian akar sebesar 5.36%. Persentase dari total biomassa 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 28,51% 41,46% 33,90% 39,92% 28,92% 25,12% 26,90% 18,22% 36,76% 31,06% 33,74% 39,34% 5,71% 2,47% 5,36% 2,51% Godek Godek Ceneng Ceneng 0% 50% 0% 50% Berat Polong Berat Daun Berat Batang Berat Akar Gambar 2. Persentase Pembagian Biomassa Dua Kedelai pada Kondisi Tanpa (0%) dan (50%) Fase Berpolong Penuh Pada kondisi naungan 50% cenderung tidak terjadi perbedaan dalam persentase pembagian biomassa pada masing-masing bagian tanaman. Baik genotipe Godek maupun Ceneng, sama-sama memiliki persentase biomassa terbesar pada bagian polong, kemudian pada bagian batang, daun dan persentase terkecil pada bagian akar. Pada naungan 50% partisi biomassa genotipe Ceneng pada bagian daun lebih rendah daripada genotipe Godek namun bila dilihat dari biomassa, maka genotipe Ceneng memiliki biomassa polong yang cenderung lebih besar. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa proporsi hasil asimilasi yang dibagikan kepada organ tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Penginvestasian hasil asimilasi ke perkembangan luas daun yang lebih besar berakibat penyerapan cahaya yang lebih besar pula. Pembagian hasil asimilasi mempengaruhi hasil panen total tergantung dari banyaknya tambahan luas daun tersebut menyumbang pada hasil panen yang dapat dipanen.

27 45 Partisi biomassa pada kondisi tenraungi 50% di daerah batang menunjukkan perbedaan untuk kedua genotipe. Pada genotipe Ceneng partisi alokasi asimilat ke daerah batang cenderung meningkat sebesar 14.23%, sedangkan pada genotipe Godek cenderung menurun sebesar 15.5%. Karamoy (2009) menjelaskan bahwa produksi bahan kering selain dipengaruhi oleh banyaknya cahaya yang diserap tanaman juga dipengaruhi oleh tingkat efisiensi penggunaanya. Alokasi bahan kering selama pertumbuhan sangat menentukan besarnya hasil. Pada akhir pembungaan dengan berhentinya pertumbuhan vegetatif terjadi penimbunan karbohidrat pada batang kedelai yang kemudian digunakan untuk pengisian polong. Bobot kering biji meningkat perlahan-lahan mulai sekitar 10 hari setelah pembungaan dan lebih cepat seminggu kemudian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia pertumbuhan yang berbeda memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan penelusuran studi pustaka dan percobaan. Penelusuran studi pustaka dimulai bulan April 2010 sampai dengan Juni 2011. Percobaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan anggota dari famili Leguminosae, subfamili Papilionideae, dan termasuk ke dalam genus Glycine L. (Johnson and Bernard,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Pertumbuhan Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot segar akar, dan bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tinggi Tanaman (cm ) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak tanam yang berbeda serta interaksi antara kedua perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman kacang hijau pada umur 3 MST Hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 3 MST dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 2. Hasil analisis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam lampiran 3a menunjukan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata pada seluruh pengamatan tinggi tanaman yakni dari 1, 2,

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Menurut Fachrudin (2000) di dalam sistematika tumbuhan, tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung manis nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 sampai 8 dan rataan uji BNT 5% pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN 1979 5777 55 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) VARIETAS LOKAL MADURA PADA BERBAGAI JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK FOSFOR Nurul Hidayat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG Pengairan dilakukan untuk membuat keadaan kandungan air dalam tanah pada kapasitas lapang, yaitu tetap lembab tetapi tidak becek.

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN WIDYA MERITA NINGRUM A

ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN WIDYA MERITA NINGRUM A ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN WIDYA MERITA NINGRUM A24070108 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Growth

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 39 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Hidup Eksplan Jumlah eksplan jelutung yang ditanam sebanyak 125 eksplan yang telah diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 11 minggu setelah masa tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk daun berbeda konsentrasi berpengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

yang dapat ditangkap lebih tinggi karena selain bidang tangkapan lebih besar, jumlah cahaya yang direfleksikan juga sedikit. Peningkatan luas daun

yang dapat ditangkap lebih tinggi karena selain bidang tangkapan lebih besar, jumlah cahaya yang direfleksikan juga sedikit. Peningkatan luas daun PEMBAHASAN UMUM Tanaman kedelai (Glycine max (L) Merrill) termasuk kelompok tanaman C-3 yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan cahaya penuh (McNellis dan Deng 1995). Namun dalam pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.3 1. Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... A. Air cahaya CO 2 O 2 Kunci Jawaban : D Bahan-bahan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

Lebih terperinci

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGAIRAN KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGAIRAN KEDELAI Tujuan Berlatih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas

BAB I PENDAHULUAN. letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (G. max L.) dapat dibudidayakan di daerah katulistiwa sampai letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas permukaan laut. Suhu di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon PERKECAMBAHAN 1. Pengertian Perkecambahan merupakan proses metabolism biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikal). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat

Lebih terperinci

Tim Dosen : Dr.H.Saefudin, M.Si Drs.Amprasto,M.Si

Tim Dosen : Dr.H.Saefudin, M.Si Drs.Amprasto,M.Si Tim Dosen : Dr.H.Saefudin, M.Si Drs.Amprasto,M.Si Tujuan Perkuliahan Memiliki pemahaman tentang konsep dan prinsip ekofisiologi, Menerapkan prinsip-prinsip ekofisiologi baik pada tumbuhan maupun hewan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diamati dan diukur untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif pada suatu tanaman. Hasil sidik ragam terhadap tinggi tanaman padi ciherang pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisa sidik ragam untuk parameter tinggi tanaman pada 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah tanam (MST) yang disajikan pada Lampiran 3a, 3b, 3c dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung vareitas bisi-2 pada pengamatan minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 disajikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN Zamriyetti 1 dan Sawaluddin Rambe 2 1 Dosen Kopertis Wilayah I dpk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan penunjang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan penunjang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal yang berpengaruh selama penelitian. Pengamatan ini meliputi data curah hujan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis sidaik ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa jarak tanam dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Mengembangkan dan membudidayakan tanaman tomat membutuhkan faktor yang mendukung seperti pemupukan, pengairan, pembumbunan tanah, dan lain-lain. Pemberian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stadia Pertumbuhan Kedelai Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci