KETERKAITAN HARGA LAHAN TERHADAP LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI HULU SUNGAI CILIWUNG KABUPATEN BOGOR DESI IRNALIA ASTUTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERKAITAN HARGA LAHAN TERHADAP LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI HULU SUNGAI CILIWUNG KABUPATEN BOGOR DESI IRNALIA ASTUTI"

Transkripsi

1 KETERKAITAN HARGA LAHAN TERHADAP LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI HULU SUNGAI CILIWUNG KABUPATEN BOGOR DESI IRNALIA ASTUTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN DESI IRNALIA ASTUTI. Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian di Hulu Sungai Ciliwung Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Dibimbing Oleh PINI WIJAYANTI Harga lahan merupakan alasan utama penduduk dalam menjual lahan pada Kecamatan Cisarua. Penjualan lahan dilakukan karena penduduk tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aktivitas penjualan lahan tersebut juga diikuti oleh perubahan penggunaan lahan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya konversi lahan. Perubahan tata guna lahan yang sangat tinggi di hulu Sungai Ciliwung meningkatkan peluang terjadinya banjir pada daerah hilir. Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk memberikan informasi mengenai pengaruh harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian di hulu Sungai Ciliwung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sedangkan, tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua, (2) menganalisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan, (3) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk dalam mengkonversi lahan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua. Penelitian ini dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Cisarua merupakan hulu Sungai Cilwung. Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret- April Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuisioner. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, Kecamatan Cisarua, Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua. Data sekunder yang diperlukan merupakan data time series dari tahun , meliputi data harga lahan per meter persegi, jumlah penduduk, vila, obyek wisata, luas konversi lahan, serta studi literatur atau referensi lainnya berupa jurnal dan penelusuran data melalui internet. Laju konversi lahan dianalisis dengan persamaan laju parsial dan kontinu, pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan menggunakan metode linier berganda, sedangkan pengaruh harga lahan terhadap laju konversi lahan menggunakan metode korelasi Pearson. Pengolahan data dilakukan secara manual serta komputer dan melalui program Microsoft Office Excel 2007, SPSS 15, dan Minitab. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tren laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua tahun terus meningkat. Konversi lahan tertinggi terjadi pada tahun Laju konversi lahan pertanian dan pemukiman masingmasing sebesar 2.28 % dan 3.94 %. Keterkaitan harga lahan di tingkat Kecamatan Cisarua pada tahun berhubungan positif terhadap konversi lahan. Laju konversi lahan semakin tinggi karena kenaikan harga lahan di Kecamatan Cisarua lebih murah dibandingkan dengan daerah asal pembeli yaitu Jakarta. Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk pada tingkat rumah tangga dalam mengkonversi lahan adalah harga lahan, jumlah tanggungan, pendapatan, dan luas lahan yang dimiliki saat menjual. Kata kunci : Konversi lahan, Harga lahan, Laju parsial, dan Laju kontinu i

3 KETERKAITAN HARGA LAHAN TERHADAP LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI HULU SUNGAI CILIWUNG KABUPATEN BOGOR DESI IRNALIA ASTUTI H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii

4 Judul Skripsi : Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Nama : Desi Irnalia Astuti NRP : H Disetujui Pini Wijayanti, SP, M.Si Pembimbing I Nuva, SP, M.Sc Pembimbing II Diketahui Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen Tanggal Lulus: 24 Juni 2011 ii

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Desi Irnalia Astuti H iii

6 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ayah (Muchlis Abbas), Ibu (Mami Kustini, AMa), dan kakak-kakak penulis (Deni Oktarian, Edi Candra, SH, Risma Feny, SPd dan Ade Christi) atas segala dukungan, doa, semangat, dan kasih sayang. 2. Pini Wijayanti, SP, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Nuva, SP, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ir. Nindyantoro, M.Sp, selaku dosen penguji utama. 5. Adi Hadianto, SP, M.Si, selaku dosen perwakilan departemen dan pembimbing akademik. 6. Kecamatan Cisarua, Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua atas data dan informasinya. 7. Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Kabupaten Bogor atas data dan informasinya. 8. Rekan satu bimbingan, Andrian Irwansyah, Andika Lesmana, Dina Berina, dan Nasya Fathiras atas bantuan, semangat, dan motivasinya. 9. Teman-teman ESL 44 atas kebersamaannya selama ini. iv

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-nya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kajian yang dilakukan meliputi tren laju konversi lahan dengan persamaan laju parsial dan kontinu dan analisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian dengan metode korelasi Pearson. Selain itu, juga dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah, perkebunan, dan hutan dengan metode linier berganda. Penulis menyadari bahwa skripsi jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya pihak yang terkait dengan penelitian ini. Bogor, Juni 2011 Desi Irnalia Astuti v

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Fungsi Utama Lahan Harga Lahan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Dampak Konversi Lahan III. KERANGKA PENELITIAN Kerangka Teoritis Laju Konversi Lahan Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Hipotesis Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode dan Prosedur Analisis Laju Konversi Lahan Model Laju Konversi Lahan Analisis Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju vi

9 Konversi Lahan Pertanian Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Umum Responden Jenis Kelamin dan Usia Pendidikan Formal Responden Luas dan Status Kepemilikan Lahan Tingkat Pendapatan Lama Menetap di Lokasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Konversi Lahan Keterkaitan Harga Lahan Terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP vii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Matriks Metode Analisis Data Luas Pemukiman dan Jalan di Kecamatan Cisarua Tahun Hasil Analisis Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian Tahun dengan Korelasi Pearson viii

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 1961dan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur Tahun Diagram Alur Berpikir Peta Guna Lahan Kecamatan Cisarua Tahun 2000 dan Karakteristik Responden di Kecamatan Cisarua Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Karakteristik Responden di Kecamatan Cisarua Berdasarkan Lama Menetap Tahun Laju Luasan Lahan Pemukiman dan Lahan Pertanian di Kecamatan Cisarua Tahun Tren Jumlah Penduduk Kecamatan Cisarua Tahun Harga Lahan Rata-Rata Kecamatan Cisarua dan Jakarta Tahun ix

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuisioner Penelitian Data Jumlah Penduduk Kecamatan Cisarua Tahun Data Luasan Lahan Pertanian Kecamatan Cisarua Tahun Data Luasan Pemukiman Kecamatan Cisarua Tahun Data Harga Lahan Rata-Rata Kecamatan Cisarua dan Jakarta Tahun Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penduduk dalam Mengkonversi Lahan Laju Luasan Lahan Pertanian dan Pemukiman Kecamatan Cisarua Tahun Laju Konversi Lahan Kontinu Kecamatan Cisarua Tahun x

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dikonversi menjadi lahan non RTH akan menimbulkan dampak negatif dalam berbagai aspek. Namun, potensi dampak konversi lahan tersebut seringkali kurang disadari, sehingga masalah konversi lahan tidak menjadi perhatian masyarakat dan upaya pengendalian konversi lahan terkesan terabaikan. Sala et al. (2000) menyatakan bahwa konversi lahan terjadi di berbagai jenis lahan. Konversi lahan bisa terjadi di lahan sawah dan hutan, dataran rendah maupun dataran tinggi dengan risiko yang berbedabeda. Dataran tinggi atau pun area puncak memiliki risiko yang cukup besar, khususnya di hulu sungai dimana konversi lahan berdampak pada peningkatan aliran dari dataran tinggi dan volume run off. Kegiatan konversi lahan yang sangat tinggi di hulu sungai meningkatkan peluang terjadinya banjir di daerah hilir. Salah satu bentuk konversi lahan adalah pembangunan di daerah resapan air. Semakin banyak ruang RTH yang dikonversi menjadi non RTH mengakibatkan semakin rendahnya daya resap air di daerah tersebut. Bertambahnya wilayah terbangun (built up area) menyebabkan muka tanah yang merupakan peresapan akan jauh berkurang luasannya (Achard et al. 1987) dalam (Barbier 1999). Rendahnya daya resapan air menyebabkan peningkatan aliran permukaan. Tingginya tingkat aliran permukaan tersebut memicu peningkatan volume air yang menyebabkan terjadinya banjir. Penyebab tingginya aliran permukaan di antaranya adalah hilangnya fungsi hutan sebagai penahan aliran permukaan akibat adanya curah hujan di daerah hulu. Salah satu kejadian banjir akibat curah hujan di daerah hulu Sungai 1

14 Ciliwung yang mengakibatkan banjir di daerah Jakarta. Curah hujan di hulu Sungai Ciliwung terjadi pada bulan April tahun 2006, yaitu 268 mm dalam satu bulan. Hal ini terbukti pada bulan April 2006 penduduk Jakarta yang terkena dampak banjir sebanyak Kepala Keluarga atau setara dengan jiwa. Jumlah pengungsi terbanyak dan berasal dari Jakarta Timur yaitu sebanyak jiwa dengan ketinggian banjir paling parah mencapai 250 cm. Ketinggian banjir di Kotamadya Jakarta Timur merupakan yang tertinggi 1. Hal ini membuktikan bahwa konversi lahan di daerah hulu akan mengakibatkan dampak hingga ke hilir. Salah satu faktor yang menyebabkan konversi lahan yaitu adanya laju pertumbuhan penduduk. Perubahan penggunaan lahan ditandai dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan konversi lahan yang signifikan, kedua proses tersebut saling terkait (Barbier 1999). Adanya jumlah penduduk yang meningkat menyebabkan konversi lahan di Kabupaten Bogor mayoritas untuk perumahan, usaha, vila, dan lain-lain. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor cenderung mengalami peningkatan. Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor adalah jiwa sedangkan angka sementara pada sensus penduduk tahun 2010 jumlahnya mencapai jiwa. Namun, pada tahun 1990 ke tahun 2000 terjadi penurunan jumlah penduduk dikarenakan adanya pemekaran wilayah Kabupaten Bogor menjadi Kota Bogor pada tahun 1995 berdasarkan PP No. 02/1995 dan Kota Depok di tahun 1999 berdasarkan UU RI No. 15/1999. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor dalam kurun waktu sepuluh tahun adalah Artinya, pertambahan penduduk di Kabupaten 1 asp/index.asp. diakses tanggal 4 Januari

15 Bogor setiap tahun rata-rata meningkat sebesar 3.13 persen. Pertambahan tersebut akan menimbulkan pengaruh terhadap konversi lahan. Adapun gambaran tren peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Jiwa jumlah penduduk Tahun Sumber: BPS, 2010 Gambar 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun Pertambahan penduduk di Kabupaten Bogor mempengaruhi penggunaan tata guna lahan yang ada, khususnya di daerah hulu Sungai Ciliwung. Perubahan tata guna lahan dapat menaikkan ataupun mengurangi volume run off dan waktu konsentrasi suatu area (Viessman 1977). Faktor yang paling besar mempengaruhi volume aliran adalah laju infiltrasi dan tampungan permukaan. Berdasarkan data BPS (2006), jenis penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 2001 berupa pemukiman, jasa, dan industri sebesar ha dan pada tahun 2006 meningkat menjadi ha. Seiring adanya pertumbuhan penduduk maka penggunaan lahan untuk pemukiman dan sektor industri di daerah hulu Sungai Ciliwung juga meningkat. Sektor industri yang sangat diminati di daerah hulu Sungai Ciliwung adalah industri pariwisata. Daerah dataran tinggi di hulu sungai ini memiliki pesona alam yang indah. Kondisi udara yang sejuk dan jauh dari keramaian kota sangat menarik minat pengunjung. Hal ini terlihat dari banyaknya wisatawan 3

16 domestik yang datang untuk berlibur bersama keluarga, teman, maupun kerabat. Terdapat berbagai macam obyek wisata yang tersedia, di antaranya kebun binatang, wahana outbond, rumah makan, dan tempat wisata lainnya. Selain itu masih banyak terdapat objek wisata alam lainnya. Banyaknya wisatawan yang datang menarik minat investor untuk mendirikan penginapan seperti vila, hotel, dan wisma di daerah tersebut sebagai sumber investasi. Hal tersebut diduga termasuk menjadi salah satu penyebab konversi lahan Perumusan Masalah Konversi lahan terjadi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahun. Salah satu wilayah yang mengalami pertambahan jumlah penduduk yang tinggi adalah Kabupaten Bogor. Jumlah penduduk yang tinggi terlihat lebih signifikan jika dibandingkan dengan dua kabupaten lain yaitu Sukabumi dan Cianjur. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2005 mencapai jiwa, sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi jiwa, dan jumlah penduduk Kabupaten Cianjur sebesar jiwa. Adapun perbandingan jumlah penduduk Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini Jiwa Cianjur Sukabumi Bogor Tahun Sumber: BPS, 2010 Gambar 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur Tahun

17 Laju pertambahan penduduk Kabupaten Bogor rata-rata sebesar jiwa setiap tahun. Kabupaten Sukabumi rata-rata sebesar jiwa per tahun dan Kabupaten Cianjur sebesar jiwa per tahun. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor yang tinggi menyebabkan penyebaran pemukiman di berbagai wilayah DAS. Kabupaten bogor dilalui dua wilayah DAS, yaitu Ciliwung dan Cisadane. Wilayah DAS yang menjadi perhatian khusus dalam hal menyumbangkan debit air pada peristiwa banjir di Jakarta adalah DAS Ciliwung. Daerah yang mempunyai peran penting dalam peristiwa ini adalah daerah hulu. Hulu Ciliwung terletak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Tugu Utara sedangkan Kelurahan Cisarua merupakan daerah yang memiliki pemukiman yang padat. Daerah tersebut memiliki tingkat kegiatan konversi RTH menjadi non RTH yang tinggi. Konversi lahan ini didukung dengan pertambahan penduduk setiap tahun yang mengakibatkan kebutuhan pemukiman yang tinggi. Penduduk di daerah hulu menjual lahan yang ada kepada pembeli, kemudian pembeli menggunakan wilayah tersebut untuk membangun usaha tempat tinggal sebagai tempat bermukim, hotel, vila, rumah makan, dan tempat usaha lainnya. Hal lain yang diindikasikan sebagai penyebab konversi adalah daya tarik lokasi penelitian sebagai daerah tujuan wisata. Berdasarkan uraian tersebut beberapa masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua? 2. Bagaimana keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian? 3. Faktor faktor apakah yang mempengaruhi penduduk Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua dalam mengkonversi lahan? 5

18 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua. 2. Menganalisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Cisarua. 3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk dalam mengkonversi lahan di hulu sungai Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dan para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan penggunaan lahan yang dikonversi dan melakukan perbaikan tata guna lahan di Kabupaten Bogor pada umumnya dan Kecamatan Cisarua pada khususnya. 2. Para pengguna lahan dan pemilik lahan untuk memperoleh gambaran mengenai prospek dan peluang pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor pada umumnya dan Kecamatan Cisarua pada khususnya. 3. Para akademisi sebagai bahan tambahan dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan menghadapi keterbatasan sebagai berikut: 1. Faktor pendorong terjadinya konversi lahan hanya pada level mikro pada tingkat rumah tangga yang sudah pernah menjual lahan yang dimiliki. 6

19 2. Konversi lahan yang dibahas dalam penelitian ini hanya dilihat dari luasan sawah, perkebunan dan hutan. 3. Variabel-variabel yang diteliti pada penelitian ini berupa data harga lahan setiap meter, luasan lahan hijau (sawah, hutan, dan perkebunan), pemukiman, penduduk masing-masing desa, DAS hulu Ciliwung, serta data konversi lahan berupa lahan hijau dan pemukiman di hulu Ciliwung. 4. Dampak konversi lahan terhadap lingkungan hanya dilihat dari hilangnya lahan hijau menjadi pemukiman dan hilangnya daya resapan air yang dapat mengakibatkan banjir. 7

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Utomo et al. 1992). Menurut Houghton (1991) terdapat tujuh tipe perubahan tata guna lahan dalam perubahan stok karbon, yaitu konversi ekosistem alami menjadi ladang, konversi ekosistem alami menjadi lahan pertanian budidaya, ladang terbengkalai, peternakan terbengkalai, hutan produksi kayu, dan daerah penghijauan. Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dijelaskan bahwa konversi lahan dipengaruhi dua faktor utama, yaitu: 1. Faktor pada aras makro yang meliputi perubahan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan kemiskinan ekonomi. 2. Faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga), dan strategi bertahan hidup rumah tangga. 8

21 Perubahan penggunaan RTH menjadi non RTH berlangsung dengan cepat tanpa dilakukan upaya pengendalian. Artinya, peraturan atau kebijakan yang ditetapkan tidak mampu menekan laju perubahan penggunaannya, tujuan pemanfaatan lahan untuk mencapai optimalisasi produksi, keseimbangan penggunaan, dan kelestarian pemanfaatan lahan akan terancam Fungsi Utama Lahan Jayadinata (1999) memaparkan bahwa tanah berarti bumi, sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukan dan umumnya ada pemiliknya. Luas lahan dipengaruhi oleh pendapatan individu. Utomo et al. (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan, memiliki dua fungsi dasar, yaitu: 1. Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan, perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain. 2. Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecendrungan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemanfaatan atau pengaturan estetika (Munir 2008). Sehubungan dengan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Jayadinata (1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori yaitu: 9

22 1. Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas. 2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat 3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Fungsi lahan yaitu digunakan untuk pemukiman, perkebunan, industri, perkotaan maupun pedesaan, serta sebagai nilai budaya dan kelestarian lingkungan. Kategori lahan berupa nilai keuntungan, nilai kepentingan umum, dan nilai sosial. Ketiga kategori tersebut menunjukan bahwa alasan setiap individu menggunakan lahan dipengaruhi oleh tujuan yang berbeda-beda Harga Lahan Nilai lahan secara definisi diartikan sebagai kekuatan nilai dari lahan untuk dipertukarkan dengan barang lain yang dapat didefinisikan sebagai harga (diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli. Nilai lahan merupakan harga lahan yang diukur dalam satuan uang per meternya (Michalski et al. 2010) Pesatnya perkembangan suatu kota dan tingginya laju pertumbuhan jumlah penduduk, secara langsung membuat kebutuhan lahan akan menjadi tinggi. Ketersediaan lahan yang semakin terbatas dan jumlahnya relatif tetap membuat nilai lahan juga akan meningkat pula. Nilai lahan juga menentukan penggunaan lahan, karena penggunaan lahan ditentukan oleh kemampuan untuk membayar lahan yang bersangkutan. Peningkatan nilai lahan terjadi di pusat kota dan 10

23 mengalami penurunan secara teratur menjauhi pusat kota (Berry 2008) dalam (Yunus 2006). Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan. Faktor-faktor penentu harga lahan antara lain adalah kondisi dan lokasi lahan. Kondisi lahan dapat menentukan tingkat harga lahan, semakin baik kondisi lahan yang ada, semakin mahal harga lahan tersebut. Lokasi juga menentukan harga lahan yang ditentukan oleh jarak lokasi lahan terhadap akses umum seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, tempat wisata, dan lain-lain Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan. Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Rusli (2005) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antara manusia dan lahan menjadi semakin besar, sekali pun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan 11

24 kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan persediaan lahan semakin kecil. Persediaan lahan akan semakin kecil seiring dengan adanya alih fungsi lahan yang terus terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ismail (2010) mengenai konversi lahan di Kota Medan, diketahui bahwa konversi lahan mengakibatkan: (1) penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar ha atau berkurang sebesar 36.5 % dari luas lahan pertanian tahun 2001, (2) hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5 %, sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan dan luas lahan, sedangkan untuk faktor kebijakan dan pajak tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahannya. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Hal ini mendorong penjualan lahan yang dilakukan oleh penduduk dan petani. Faktor utama yang mendorong penduduk dan petani menjual lahan yang dimiliki karena produktivitas hasil pertanian yang dihasilkan terlalu kecil sehingga pendapatan yang diperoleh petani menjadi rendah dan tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga petani tertarik untuk mengubah fungsi dan menjual lahan yang dimiliki Dampak Konversi Lahan Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi 12

25 indikator kesejahteraan masyarakat desa. Antara (2002) menyatakan bahwa konversi lahan sawah untuk kepentingan non pertanian (pariwisata, pemukiman, industri kecil, dan prasarana bisnis) saat ini sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Tahun 1977 luas lahan sawah di Bali ± ha dan tahun 1998 tinggal ha. Ini berarti dalam kurun waktu ± 20 tahun terjadi penyusutan lahan seluas ha, atau 11.5 %. Bahkan selama lima tahun terakhir, penyusutan seluas 727 ha/tahun. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga menjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non pertanian (sektor informal). Hal ini menjadi ancaman bagi keberadaan budaya pertanian. 13

26 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi konsep dasar dari faktor-faktor pengaruh konversi lahan, laju konversi lahan, dan keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan. Selain itu, berisi penjelasan mengenai keterkaitan antara ketiga tujuan tersebut Laju Konversi Lahan Panuju (2009) menjelaskan konversi lahan memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda setiap tahun. Hal ini dinyatakan dengan laju konversi lahan. Laju konversi lahan merupakan perbandingan tingkat perubahan luas penggunaan lahan tertentu terhadap penggunaan lahan sebelumnya, dimana pertambahan tersebut berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan luas wilayah dapat diwakilkan dengan pertambahan jumlah penduduk. Laju konversi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu (Sutandi 2009). Adapun laju konversi secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut: V= L L L dimana: 100%...(3.1) V = Laju konversi lahan (%) L t = Luas lahan saat ini/tahun ke-t (ha) = Luas lahan tahun sebelumnya (ha) L t-1 Laju konversi lahan secara kontinu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: 14

27 y(t) = a + b t y(t) = a e bt ln y(t) = ln a + b t (3.2) dimana: y(t) a t b e = Luas lahan yang dikonversi pada tahun ke-t (ha) = Nilai intersep (ha) = Tahun = Laju konversi lahan = Error term Besarnya laju konversi lahan dapat dilihat dari persentase nilai yang diperoleh. Berdasarkan nilai yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai persentase, maka semakin tinggi tingkat konversi lahan yang terjadi di wilayah tersebut Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian Keterkaitan antara harga lahan dengan laju konversi lahan merupakan gambaran tentang dugaan kegiatan konversi yang dipengaruhi variabel-variabel. Irianto (2008) menyatakan bahwa model statistik merupakan alat bantu untuk memberikan gambaran atas suatu kejadian melalui bentuk yang sederhana, baik berupa angka-angka maupun grafik-grafik Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Kegiatan konversi lahan sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengararuhi tindakan tersebut. Faktor konversi lahan terdiri dari dua jenis yaitu faktor makro dan mikro. Faktor makro berupa data yang diperoleh dari kecamatan Cisarua terkait perubahan industri, pertumbuhan jumlah penduduk, harga lahan, jumlah vila, jumlah obyek wisata, dan luas konversi lahan. Faktor kedua yaitu faktor mikro, berupa data dari kepala rumah tangga yaitu harga jual 15

28 lahan yang dimiliki, tingkat pendapatan, lama menetap, dan luas lahan yang dimiliki. Perubahan industri merupakan salah satu faktor makro yang berkembang pesat di daerah hulu Sungai Ciliwung yaitu industri pariwisata. Pemanfaatan lahan oleh industri pariwisata cukup besar. Hal ini terbukti dari bertambahnya jumlah vila akhir-akhir ini. Tingginya tingkat permintaan pariwisata secara tidak langsung mempengaruhi sektor lain, seperti penginapan, tempat makan, peristirahatan, dan lain-lain. Faktor makro lainnya yaitu pertumbuhan penduduk yang dapat menyebabkan perubahan tata guna lahan. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal. Secara tidak langsung ruang terbuka hijau yang ada di wilayah tersebut dikonversi menjadi tempat tinggal. Selain itu, kemiskinan ekonomi juga merupakan faktor makro yang mempengaruhi konversi lahan. Kemiskinan ekonomi dalam hal ini disebabkan karena kesejahteraan petani cukup rendah. Produktivitas petani sangat rendah, sehingga petani beralih profesi dan berusaha mendapatkan modal dengan cara menjual lahan pertanian sebagai modal untuk berusaha di bidang lain. Faktor mikro merupakan faktor yang mempengaruhi konversi lahan dalam skala kecil berupa nilai ekonomi rumah tangga. Nilai ekonomi rumah tangga diperoleh dari penghasilan masing-masing kepala keluarga. Besar kecilnya penghasilan kepala keluarga akan menentukan seberapa besar tingkat konversi yang dilakukan oleh individu kepala keluarga tersebut. Apabila nilai ekonomi keluarga tersebut sangat rendah, maka kemungkinan untuk melakukan tindakan konversi lahan akan semakin besar. 16

29 Hipotesis Berdasarkan persamaan regresi sederhana di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Harga lahan berpengaruh positif terhadap konversi lahan. Apabila harga lahan semakin tinggi, maka pemilik lahan akan semakin tertarik untuk menjual lahan yang dimiliki, akibatnya konversi lahan akan semakin tinggi. 2. Lama menetap berpengaruh positif terhadap konversi lahan. Semakin lama pemilik lahan tinggal di daerah tersebut maka kebutuhan rumah tangga tersebut akan meningkat dikarenakan adanya pertambahan anggota keluarga maupun adanya peningkatan keperluan hidup sehari-hari. Sehingga kecenderungan untuk menjual lahan menjadi besar dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, akibatnya konversi lahan menjadi tinggi. 3. Jumlah tanggungan berpengaruh positif terhadap konversi lahan. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga maka konversi lahan akan semakin tinggi. 4. Tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap konversi lahan. Apabila tingkat pendapatan suatu rumah tangga tinggi, maka konversi lahan semakin rendah. 5. Luas lahan yang dimiliki berpengaruh positif terhadap konversi lahan. Semakin besar luas lahan yang dimiliki maka lahan yang dijual semakin tinggi Kerangka Pemikiran Operasional Hulu sungai merupakan salah satu penyumbang aliran air ke daerah hilir. Adanya konversi lahan di daerah hulu dapat mengakibatkan berbagai macam ancaman, terutama peristiwa banjir di hilir. Tidak adanya penyerapan akibat lahan 17

30 terbuka hijau yang telah rusak merupakan salah satu penyebab kejadian tersebut. Selain itu, pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya pembangunan luas pemukiman juga diduga menjadi pemicu kurangnya daya resapan air di daerah hulu sehingga menyebabkan debit air yang dialirkan ke hilir menjadi semakin besar. Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Peneliti melakukan analisis laju konversi lahan dari data konversi lahan yang diperoleh dari Kecamatan untuk menjawab tujuan pertama dalam penelitian ini. Kajian mengenai laju konversi lahan tersebut bertujuan untuk melihat persentase untuk mengetahui seberapa besar lahan yang dikonversi. Berikutnya peneliti melakukan analisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian di hulu sungai yang merupakan daerah resapan air. Analisis menggunakan salah satu model statistik yaitu metode korelasi Pearson. Tahapan selanjutnya dan merupakan tahapan terakhir yang dilakukan peneliti untuk menjawab tujuan ketiga dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk dalam mengkonversi lahan dengan metode survei dengan unit analisis penduduk hulu sungai. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui hal apa saja yang mendorong penduduk melakukan konversi lahan. Selanjutnya dari hasil penelitian ini dirumuskan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah setempat dalam mengatur tata guna lahan di hulu sungai. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 3. 18

31 Konversi Lahan di Daerah Hulu Potensi Banjir di Daerah Hilir Perubahan Tutupan Lahan Pertambahan Jumlah Penduduk yang Semakin Meningkat Kecamatan Cisarua sebagai Tujuan Wisata Peningkatan Aliran Permukaan (run-off) Perubahan Tata Guna Lahan Pembangunan Pemukiman dan Vila Diperlukan Kajian Secara Komprehensif Faktor-Faktor Pengaruh Konversi Lahan Laju Konversi Lahan Rekomendasi Kebijakan Keterkaitan Harga Lahan terhadap Konversi Lahan Gambar 3. Diagram Alur Berpikir 19

32 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Cisarua merupakan letak hulu Sungai Ciliwung. Lokasi tersebut saat ini telah mengalami konversi lahan dan diduga menjadi salah satu penyebab banjir di daerah hilir. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Maret hingga April Data diperoleh melalui survei lapang dan wawancara yang dilakukan terhadap penduduk dan aparat kecamatan dan aparat kedua wilayah tersebut. Ada pun perubahan tata guna lahan di kawasan Cisarua pada tahun 2000 ke tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Tahun 2000 Tahun 2009 Sumber: Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, 2010 Gambar 4. Peta Guna Lahan Kecamatan Cisarua Tahun 2000 dan Tahun

33 Peta guna lahan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dari tahun 2000 hingga tahun Warna hijau tua pada gambar menunjukkan luas hutan yang ada, sedangkan warna hijau muda menunjukkan kawasan perkebunan. Berdasarkan gambar tersebut, luas perkebunan dari tahun 2000 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang dapat menyebabkan tingginya pemukiman yang didirikan. Warna merah pada gambar tersebut menunjukkan pemukiman dan bangunan yang terdapat di kawasan Kecamatan Cisarua. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pemukiman di Kecamatan Cisarua cenderung bertambah. Hal ini ditunjukkan oleh kawasan berwarna merah yang semakin meluas di tahun Perubahan tersebut menunjukkan telah terjadi konversi lahan di Kecamatan Cisarua dan hal tersebut menjadi latar belakang dari penelititan ini Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuisioner. Data primer meliputi data mengenai faktor-faktor yang menjadi alasan utama penduduk mengkonversi lahan serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitan. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) RI Jakarta, BPS Provinsi Jawa Barat, dan BPS Kabupaten Bogor, Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, Kecamatan Cisarua, Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua. Data sekunder yang diperlukan merupakan data time series dari tahun , meliputi data harga lahan per meter persegi, jumlah 21

34 penduduk, jumlah vila, jumlah obyek wisata, luas jalan, dan luas konversi lahan yang diperoleh dari pemerintah dan aparat di Kecamatan Cisarua Metode Pengambilan Sampel Penentuan desa dilakukan secara purposive, sedangkan untuk penentuan lokasi pengambilan data primer yaitu rukun warga (RW) dilakukan dengan cara justified. RW yang dipilih di Desa Tugu Utara merupakan tempat terdekat dengan stasiun pengamatan aliran sungai (SPAS) yang memantau besarnya debit air sungai. Sedangkan untuk Kelurahan Cisarua dipilih RW yang memiliki jumlah penduduk terpadat yang menjadi salah satu penyumbang debit air pada DAS hulu Sungai Ciliwung. Penentuan responden dilakukan dengan stratified random sampling, yaitu membagi populasi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu, atau dalam strata. Anggota sampel ditarik dari setiap strata (Nazir 1988). Sampling frame dari penelitian adalah penduduk yang pernah menjual lahan yang dimiliki. Responden telah menetap lebih dari lima tahun, pernah menjual lahan yang dimiliki, serta dapat berkomunikasi dengan baik. Hal ini dilakukan agar peneliti memperoleh responden yang berpengalaman sehingga diperoleh informasi yang mendalam mengenai laju konversi lahan serta hubungannya terhadap harga lahan. Responden diambil sebanyak 40% persen dari sampling frame tersebut Metode dan Prosedur Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual serta komputer dan melalui program Microsoft Office Excel 2007, SPSS 15, dan MiniTab. Tabel 22

35 1 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data. Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Mengidentifikasi laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua Data sekunder Persamaan laju konversi lahan (parsial dan kontinu) 2 Menganalisis pengaruh harga lahan terhadap laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua 3 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk mengkonversi lahan Data sekunder Data primer (wawancara menggunakan kuisioner) Metode Korelasi Pearson Analisis regresi linier berganda Laju Konversi Lahan Terdapat tiga tahapan dalam menentukan laju konversi lahan. Tahap pertama mengidentifikasi luas wilayah pada tahun ke-t yang berarti tahun saat terjadinya konversi lahan. Tahap kedua, mengidentifikasi luas wilayah pada kondisi awal atau kondisi sebelum tahun ke-t- 1. Tahap terakhir adalah mengkalkulasikan perubahan luas wilayah lahan dengan melihat perbandingan antara perubahan luas wilayah lahan tahun ke-t terhadap luas wilayah lahan tahun ke-t Model Laju Konversi Lahan Laju konversi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu (Sutandi 2009). Analisis dengan persamaan ini dapat melihat persentase laju konversi lahan yang terjadi di Kecamatan Cisarua setiap tahunnya dari tahun 2001 hingga Laju konversi lahan tertinggi selama 10 tahun dapat dilihat dengan menggunakan metode ini. 23

36 Laju konversi parsial: V= L L x100%...(4.2) L dimana: V = Laju konversi lahan ( %) L t = Luas lahan saat ini/ tahun ke-t (ha) = Luas lahan tahun sebelumnya (ha) L t-1 Laju konversi lahan (%) dapat ditentukan dengan nilai selisih luas lahan pada tahun ke-t dengan luas lahan tahun sebelumnya, dibagi luas lahan tahun sebelumnya, kemudian dikalikan dengan 100 %. Apabila laju konversi lahan yang akan di analisis pada tahun 2002, maka luas lahan pada tahun 2002 dikurangi dengan luas lahan tahun 2001, kemudian dibagi dengan luas lahan pada tahun 2001, lalu dikalikan dengan 100 %. Hal ini dapat dilakukan pada tahun-tahun berikutnya, dengan demikian kita dapat memperoleh hasil bahwa pada tahun berapa yang terjadi laju konversi lahan tertinggi terjadi. Selain laju konversi lahan secara parsial, analisis juga dapat dilakukan dengan melihat laju konversi secara kontinu. Metode ini berfungsi untuk melihat laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua selama 10 tahun. Sehingga apabila hasil analisis ini diperoleh maka dapat diketahui bagaimana perkembangan tata guna lahan dari wilayah tersebut. Metode laju konversi lahan secara kontinu dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Nazir 1988): y(t) y(t) = a e bt dimana: y(t) = a + b t ln y(t) = ln a + b t (4.3) = Luas lahan yang dikonversi pada tahun ke-t (ha) 24

37 a t b e = Nilai intersep (ha) = Tahun = Laju konversi lahan = Error term Analisis Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila terjadi perubahan variabel satu terhadap variabel lainnya, baik dalam arah yang sama maupun sebaliknya. Metode korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi harga lahan terhadap laju konversi lahan secara makro di Kecamatan Cisarua. Korelasi Pearson merupakan metode yang digunakan untuk melihat korelasi antara variabel-variabel yang terkait. Metode ini menggunakan data-data interval maupun rasio. Pengambilan sampel dari populasi harus random, dengan variasi yang skor kedua variabel yang akan dicari memiliki korelasi sama, dan diduga memiliki hubungan linier. Korelasi Pearson dapat dihitung dengan rumus (Santoso 2007):... (4.4) Atau dapat dihitung dengan rumus Pearson yang lain, yaitu:..... (4.5) dimana: = Rata-rata data variabel X X = Data variabel X = Rata-rata data variabel Y Y = Data variabel Y 25

38 Hasil perhitungan korelasi di atas berada pada selang -1 r 1, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Pertama, korelasi positif kuat, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati +1 atau sama dengan +1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor atau nilai pada variabel X akan diikuti dengan kenaikan skor atau nilai variabel Y. Sebaliknya, jika variabel X mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan penurunan variabel Y. Kedua, korelasi negatif kuat, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati -1 atau sama dengan - 1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor atau nilai pada variabel X akan diikuti dengan penurunan skor atau nilai variabel Y. Sebaliknya, jika variabel X mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan kenaikan variabel Y. Ketiga, tidak ada korelasi, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati 0 atau sama dengan 0. Hal ini berarti bahwa naik turunnya skor atau nilai satu variabel tidak mempunyai kaitan dengan naik turunnya skor atau nilai variabel yang lainnya. Apabila skor atau nilai variabel X naik tidak selalu diikuti dengan naik atau turunya skor atau nilai variabel Y, demikian juga sebaliknya. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu standarisasi. Salah satu keterbatasan kovarian sebagai ukuran kekuatan hubungan linier adalah arah/besarnya gradien yang tergantung pada satuan dari kedua variabel tersebut. Misalnya, kovarian antara serapan N (%) dan hasil padi (ton) akan jauh lebih besar apabila satuan % (1/100) kita konversi ke ppm (1/sejuta). Agar nilai kovarian tidak tergantung kepada unit dari masing-masing variabel, maka kita harus membakukannya terlebih dahulu yaitu dengan cara membagi nilai kovarian tersebut dengan nilai standar deviasi dari kedua variabel tersebut sehingga nilainya akan terletak antara -1 dan +1. Ukuran statistik tersebut dikenal dengan Pearson product moment 26

39 correlation yang mengukur kekuatan hubungan linier (garis lurus) dari kedua variabel tersebut. Koefisien korelasi linear kadang-kadang disebut sebagai koefisien korelasi Pearson untuk menghormati Karl Pearson ( ), yang pertama kali mengembangkan ukuran statistik ini. Variabel-variabel yang akan dilihat hubungannya antara lain harga lahan per meter persegi, jumlah penduduk, jumlah vila, jumlah obyek wisata, dan luas konversi lahan tahun 2001 hingga Melalui variabel-variabel tersebut kita dapat melihat bagaimana hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain. Interpretasi hasil perhitungan Pearson meyatakan jika hasil tersebut negatif, positif, maupun nol akan menunjukan pola hubungan antar variabel tersebut, apakah saling mempengaruhi atau tidak Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor pengaruh konversi lahan adalah analisis regresi linier berganda. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta. Analisis regresi linier berganda melalui beberapa tahapan dalam menentukan nilai a dan b pada koefisien-koefisien di atas maka digunakan perumusan sebagai berikut: Y = a + β 1 X 1 + β 2X 2 + β 3X 3 + β 4X 4 + β 5X 5 + ε.. (4.1) dimana: Y = Luas lahan yang dikonversi (Ha) a = Intersep X 1 = Variabel harga lahan yang dijual (Rp/m 2 ) X 2 X 3 X 4 = Variabel lama menetap (tahun) = Variabel jumlah tanggungan dalam keluarga (orang) = Variabel pendapatan (Rp/bulan) 27

40 X 5 = Variabel luas lahan yang dimiliki (m 2 ) β 1, β 2, β 5 = Koefisien regresi ε = Error term Analisis regresi linier berganda merupakan alat untuk memperoleh suatu prediksi di masa lalu maupun yang akan datang dengan dasar keadaan saat ini. Prediksi dalam hal ini bukanlah merupakan hal yang pasti, namun mendekati kebenaran. Tahapan penentuan nilai a dan b dapat dicari dengan teknik eliminasi dimana dilakukan dengan cara menghilangkan satu demi satu bagian sehingga diperoleh nilai pernilai. Regresi linier sederhana dengan variabel ganda adalah analisis statistik yang mencakup hubungan banyak variabel. Apabila dijumpai satu variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat itu bermacam, sehingga bentuk hubungannya pun tentunya berbeda-beda. Sifat hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Variabel lain menjembatani pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dengan variabel antara. Variabel bebas itu sendiri mempunyai pola hubungan yang tidak tetap. Artinya bisa benar-benar bebas, berkorelasi tetapi tidak signifikan atau mempunyai hubungan yang tidak erat. Metode regresi linier berganda memiliki beberapa asumsi. Asumsi model regresi dikaitkan dengan pengujian parameter model dimana pengujian dikatakan sah jika asumsi pengujian dipenuhi. Asumsi tersebut menyangkut sifat dari distribusi residual. Residual harus menyebar di sekitar 0, memiliki varians konstan (identik) dan independen (tidak berkorelasi satu sama lain). Salah satu syarat untuk mencapai ini yaitu data tidak bersifat time series. Regresi linier berganda dibutuhkan kondisi antar variabel X tidak saling berkorelasi (independent). 28

41 Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Menurut Sutandi (2009), model yang baik haruslah memenuhi beberapa uji asumsi pelanggaran, seperti: 1. Kriteria Ekonomi Model yang diuji berdasarkan kriteria ekonomi akan dilihat tandan dan besaran tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut memenuhi kriteria ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi, namun, apabila kriteria tersebut tidak memenuhi standar ekonomi maka model tersebut tidak dapat dikatakan baik secara ekonomi. 2. Kriteria Statistik dan Ekonometrika Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji tersebut adalah sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji Normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 60 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov- Smirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di atas 5 % bearti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal. 29

42 b. Uji Multikolinieritas Model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah Multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini berarti bebas uji asumsi pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang baik dan tidak terdapat pelanggaran. c. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah Homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi Homoskedastisitas adalah Heteroskedastisitas. Masalah Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji glejser dilakukan dengan meregresikan variabelvariabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji gletser lebih besar dari α (5 %) maka tidak terdapat Heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin Watson Test), dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi (Sutandi 2009). 30

43 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Cisarua terletak di kaki Gunung Gede-Pangrango tepatnya di selatan wilayah Kabupaten Bogor pada 06 o 42 LS dan 106 o 56 BB. Ketinggian dari permukaan laut antara m dpl dengan curah hujan rata-rata mm/th dan suhu udara antara o C o C. Secara administratif Kecamatan Cisarua terdiri atas sembilan desa dan satu kelurahan, 33 dusun, 73 RW, dan 260 RT, dengan luas wilayah ha. Batas wilayah Kecamatan Cisarua sebelah utara dan barat adalah Kecamatan Megamendung, sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cisarua merupakan wilayah yang menjadi salah satu obyek wisata nasional. Kecamatan ini dekat dengan lokasi wisata andalan Provinsi Jawa Barat, seperti Puncak, Taman Wisata Matahari, dan Taman Safari Indonesia. Wilayah ini memiliki kondisi alam yang masih asri, udara yang sejuk, dan pemandangan yang indah. Hal ini menimbulkan minat wisatawan untuk menjadikan wilayah ini sebagai tempat peristirahatan dan rekreasi. Banyaknya wisatawan yang datang ke wilayah tersebut mengakibatkan tingginya pembangunan tempat-tempat peristirahatan seperti vila, perhotelan, dan rumah singgah. Wilayah yang menjadi lokasi pengambilan contoh dalam penelitian ini adalah Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara. Kelurahan Cisarua terletak di o LS dan o BT dengan luas wilayah sebesar 200 ha. Batas wilayah Kelurahan Cisarua sebelah utara yaitu Desa Leuwimalang atau Jogjogan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa 31

44 Cibeureum, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Citeko dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Batulayang. Keempat wilayah tersebut masih berada dalam kawasan Kecamatan Cisarua. Curah hujan sebesar mm/tahun, kelembaban dengan suhu rata-rata 26 o C-14 o C, serta bentuk wilayah yang berbukit. Kelurahan Cisarua merupakan wilayah yang paling padat penduduknya di antara desa yang ada di Kecamatan Cisarua, Letak geografis Desa Tugu Utara terletak pada 6.67 o LS dan o BT dengan luas wilayah sebesar ha. Wilayah ini terletak paling dekat dengan hulu Sungai Ciliwung jika dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Kecamatan Cisarua. Batas wilayah sebelah utara dan barat berbatasan dengan Desa Batulayang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tugu Selatan, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciloto. Desa ini terletak di ketinggian m dari permukaan laut. Suhu maksimum/minimum o C o C. Curah hujan rata-rata mm/tahun Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden di Kecamatan Cisarua diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 50 orang penduduk asli yang sudah pernah menjual lahan yang dimiliki. Karakteristik umum responden ini dilihat dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin dan usia, pendidikan formal, luas lahan, dan status kepemilikan lahan, tingkat pendapatan, serta lama menetap di lokasi Jenis Kelamin dan Usia Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang berasal dari dua wilayah yaitu Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua. masing-masing sebanyak 25 responden. Responden yang diambil dari Desa Tugu 32

45 Utara terdiri dari 52 % pria dan 48 % wanita sedangkan di Kelurahan Cisarua terdiri dari 44 % pria dan 56 % wanita. Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi. Kisaran usia tersebut dimulai dari 23 hingga 85 tahun. Ada pun usia rata-rata responden secara keseluruhan adalah 51 tahun. Dominics (2009) menyatakan bahwa kategori usia dibagi tiga, yaitu usia muda (0-35 tahun), usia paruh baya (35-58 tahun), dan usia tua (>58 tahun). Responden dengan tingkat usia paruh baya sangat mendominasi di kedua wilayah tersebut. Kelurahan Cisarua dengan tingkat usia paruh baya sebanyak 76 %, usia tua sebanyak 20 %, dan sisanya 4 % tingkat usia muda. Sedangkan Desa Tugu Utara berusia paruh baya sebanyak 56 %, usia tua sebanyak 36 %, dan usia muda sebanyak 8 % Pendidikan Formal Responden Tingkat pendidikan responden di kedua wilayah berbeda-beda. Responden di Desa Tugu Utara memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Kelurahan Cisarua. Hal ini ditunjukkan oleh responden di Desa Tugu Utara yang tidak bersekolah sebanyak 16 %, berpendidikan SD sebanyak 60 %, dan berpendidikan SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 4 % dan 20 %, sedangkan tidak ada yang berpendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Sementara itu di Kelurahan Cisarua semua responden bersekolah, hal ini ditunjukkan dengan responden yang berpendidikan SD sebanyak 40 %, SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 12 % dan 36 %, serta perguruan tinggi sebanyak 12 %. Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat bahwa Kelurahan Cisarua memiliki sumberdaya manusia yang lebih baik dibandingkan dengan desa Tugu Utara. Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 5. 33

46 SD SMP SLTA SMP SD SLTA Tidak Sekolah Perguruan Tinggi Desa Tugu Utara Kelurahan Cisarua Sumber: Data Primer (diolah) Gambar 5. Karakteristik Responden di Kecamatan Cisarua Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Tingkat pendidikan responden di kedua wilayah berbeda disebabkan karena perbedaan tingkat usia dan pendapatan rumah tangga yang cukup jauh. Tingkat pendapatan responden di Desa Tugu Utara jauh lebih kecil dibandingkan dengan Kelurahan Cisarua. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan responden untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Adanya responden yang tidak bersekolah di Desa Tugu Utara disebabkan karena pada saat responden berusia sekolah belum tersedia sarana pendidikan di wilayah tersebut, mengingat pada saat itu responden berada pada zaman penjajahan Belanda Luas dan Status Kepemilikan Lahan Luas lahan yang dimiliki oleh responden saat menjual lahan sangat bervariasi. Kisaran luas lahan yang dimiliki responden Desa Tugu Utara mulai dari sampai dengan satu hektar dengan rata-rata kepemilikan lahan sebesar ha. Persentase penduduk yang memiliki luas lahan di bawah rata-rata sebesar 72 %. Sementara kepemilikan lahan di Kelurahan Cisarua jauh lebih sedikit dibandingkan di Desa Tugu Utara yaitu mulai dari sampai ha dengan rata-rata kepemilikan lahan seluas ha. Sebanyak 84 % responden memiliki lahan di bawah ha. Umumnya luas lahan yang 34

47 dimiliki responden di Tugu Utara lebih luas jika dibandingkan dengan kepemilikan lahan yang dimiliki responden di Kelurahan Cisarua. Hal ini disebabkan karena lahan yang dimiliki responden Desa Tugu Utara merupakan lahan pengalihan dari lahan pemerintah menjadi lahan garapan milik rakyat. Sebanyak 76 % dari responden memiliki tanah dengan status garapan dan sisanya telah memiliki surat tanah. Selain itu, sebanyak 80 % responden di Kelurahan Cisarua memiliki status lahan berupa girik dan sisanya memiliki surat tanah Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden di kedua wilayah termasuk rendah. Pendapatan penduduk per bulan di Desa Tugu Utara rata-rata sebesar Rp dan Kelurahan Cisarua sebesar Rp Pendapatan penduduk di Desa Tugu Utara cenderung lebih rendah mengingat banyak penduduk yang tidak memiliki mata pencaharian tetap. Selain itu banyak responden yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup untuk mendapatkan penghasilan lebih. Rendahnya penghasilan responden di Desa Tugu Utara disebabkan oleh rendahnya pilihan lapangan kerja. Hal tersebut menyebabkan responden yang pada mulanya bekerja sebagai pemillik lahan, menjual lahan yang dimiliki. Setelah lahan dijual, responden berganti pekerjaan menjadi penjaga vila yang dibangun di lahan yang telah dijual tersebut. Tingkat pendapatan responden di Kelurahan Cisarua lebih tinggi jika dibandingkan dengan Desa Tugu Utara. Hal ini disebabkan oleh banyaknya responden yang mengikuti tingkat pendidikan formal dari SMP hingga perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi latar belakang responden 35

48 memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih layak. Responden di Desa Tugu Utara pada umumnya bekerja sebagai penjaga vila dan di Kelurahan Cisarua sebagian besar responden bekerja sebagai wiraswasta Lama Menetap di Lokasi Responden sebagian besar merupakan penduduk asli yang sudah sejak lahir tinggal di kedua wilayah tersebut dan merupakan penduduk asli. Responden di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua sebagian besar telah menetap selama 41 hingga 85 tahun, masing-masing sebesar 48 % dan 40 %, sisanya telah menetap di bawah 40 tahun. Persentase lama menetap dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini. <20 tahun tahun <20 tahun tahun tahun tahun Desa Tugu Utara Kelurahan Cisarua Sumber: Data Primer (diolah) Gambar 6. Karakteristik Responden di Kecamatan Cisarua Berdasarkan Lama Menetap Tahun

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITAN. Penelitian dilakukan di objek wisata Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

IV. METODOLOGI PENELITAN. Penelitian dilakukan di objek wisata Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta IV. METODOLOGI PENELITAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di objek wisata Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Penelitian lapang dilakukan selama dua bulan, yaitu Maret-April

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kawasan wisata ini meliputi wisata outbound (yang berada di Lembah Pertiwi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor FENNY KURNIAWATI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Korelasi Pearson. Pendahuluan

Korelasi Pearson. Pendahuluan Korelasi Pearson Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua veriabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

IV. METODE PENELITIAN. Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPA Pasir Sembung yang berada di Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Batu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

METODE PENELITIAN. Batu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) pertimbangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Situ Cipondoh yang terletak di Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai obyek

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang IV. METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang Menurut UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang di dalam

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi. Dalam kenyataannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh 20 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini meliputi teknik penjelasan tentang jenis penelitian; jenis data, lokasi dan waktu penelitian; kerangka sampling, pemilihan responden dan informan; teknik pengumpulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kota Solo. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

IV. METODE PENELITIAN. Kota Solo. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Grojogan Sewu yang terletak di Kelurahan Kalisoro dan Tawangmangu, Kecamatan Tawangmangu,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur Surabaya sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-65 Penilaian Tingkat Keberlanjutan Kawasan Pantai Timur sebagai Kawasan Konservasi Berkelanjutan Yani Wulandari dan Rulli Pratiwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2013, pengambilan sampel sudah dilaksanakan di Pantai Patra Sambolo, Kecamatan Anyer Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODI PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Bali pada tahun

BAB III METODI PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Bali pada tahun BAB III METODI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia dengan maksud, memberikan kejelasan tentang keterkaitan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. lakukan dapat terselesaikan dengan baik dan benar serta terarah dan fokus

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. lakukan dapat terselesaikan dengan baik dan benar serta terarah dan fokus BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, seorang peneliti harus dapat menentukan objek penelitiannya. Ini dimaksudkan agar setiap penelitian yang

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Bank adalah lembaga keuangan yang merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia. Sebagai lembaga Intermediasi, bank memiliki

Lebih terperinci

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 34 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, dengan luas 5400 m 2. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi statistik yang akurat dan tepat waktu. Informasi tersebut selain menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 53 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah Risk Based Capital dan profitabilitas. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah PT. Takaful

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani sebagai indikator kesejahteraan petani padi di Kabupaten Sragen menggunakan metode

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Variabel X merupakan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Variabel X merupakan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti serta penting untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Musiduga terletak di tiga

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Musiduga terletak di tiga IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan wisata Musiduga terletak di tiga kenagarian (struktur pemerintahan setingkat desa) Kenagarian Muaro, Kenagarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR 32 III. METODE PENELITIAN A. Profil Lokasi Penelitian Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 29 Oktober 2008, sebagai pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Kabupaten ini

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup 39 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitiannya adalah para pengunjung di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka. Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka terletak di Jl. Kebun

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN Oleh : Ratri Hanindha Majid A14303031 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Bangunjiwo, Tirtonirmolo, Tamantirto dan Ngetisharjo dan Kecamatan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Bangunjiwo, Tirtonirmolo, Tamantirto dan Ngetisharjo dan Kecamatan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari hingga April 2016 di Kasihan dengan daerah studi terdiri dari 4 Desa, yakni Bangunjiwo, Tirtonirmolo,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci