BAB II TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DIREKTUR PT DALAM UU NO. 40 TAHUN yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DIREKTUR PT DALAM UU NO. 40 TAHUN yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam"

Transkripsi

1 BAB II TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DIREKTUR PT DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007 A. Kewajiban Untuk Menyelenggarakan RUPS RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 butir 4 UUPT yang menyatakan 11 : Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Akan tetapi, bila melihat pada bunyi kalimat memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris, maka apa yang dimaksud di Pasal 1 butir 3 UUPT tersebut di atas sebenarnya kekuasaan RUPS adalah tidak mutlak. Artinya, kekuasaan yang tertinggi yang diberikan oleh undang-undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS tidak dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada Direksi dan komisaris. Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris, dengan dermikian 11 Lihat Pasal 1 ayat (4) UUPT

2 dapat disimpulkan pula bahwa Direksi atau Komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS. 12 Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan Direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. 13 Wewenang RUPS yang tidak dapat diserahkan kepada organ lain, yang ditetapkan dalam UUPT antara lain adalah sebagai berikut 14 : 1. Penetapan Perubahan Anggaran Dasar 2. Penerapan pengurangan modal 3. Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan 4. Penetapan penggunaan laba 5. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris. Direksi dan Komisaris mempunyai kekuasaan berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Direksi dibebani berbagai kewajiban dalam melaksanakan tugasnya sehubungan dengan pengurusan Perseroan, termasuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. RUPS 12 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal Ibid, hal Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 66

3 Tahunan wajib dilakukan di mana Direksi menyampaikan laporan tahunan mengenai jalannya Perseroan. Menurut pasal 78 UUPT, RUPS dapat diselenggarakan dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitusebagai berikut : RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. 2. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentinghan Perseroan. Penyelenggara RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah Direksi, kecuali Direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara Direksi dan perseroan, maka pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Selanjunya, menurut Pasal 78 ayat (3) dalam RUPS tahunan, Direksi harus mengajukan semua dokumen dari laporan tahunan perseroan sesuai dengan Pasal 66 ayat (2). Pasal 66 ayat (2) terdiri atas pokok-pokok berikut : a. Laporan keuangan b. Laporan mengenai kegiatan perseroan c. Laporan mengenai pelaksanaan TJSL 15 Lihat Pasal 78 angka 1 UUPT

4 d. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan e. Laporan tugas pengawasan yang dilaksanakan dewan komisaris f. Nama anggota direksi dan dewan komisaris g. Gaji dan tunjangan anggota direksi dan dewan komisaris Oleh karena itu, RUPS tahunan mesti dilaksanakan oleh direksi dalam batas jangka waktu yang ditentukan undang-undang, yakni paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan alat perlengkapan perseroan yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan Undang-undang perseroan atau anggaran dasar perseroan. Di sini yang harus menjadi perhatian adalah bahwa para pemegang saham sebagai perseorangan bukanlah merupakan alat atau organ dari perseroan, melainkan yang menjadi alat atau organ adalah RUPS. 16 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan wajib dilakukan sekali dalam setahun, kerena itu diminta atau tidak diminta oleh siapapun adalah sudah merupakan kewajiban pihak Direksi perseroan untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun Chaidir Ali, Badan Hukum, (Bandung,: Alumni, 1996), hal. 96

5 Apabila tidak menyelenggarakan RUPS Tahunan, Direksi dianggap telah melalaikan fiduciary duty-nya terhadap Perseroan. RUPS Luar Biasa tidak wajib diadakan, namun dapat diadakan jika kepentingan Perseroan menghendakinya. Permintaan RUPS Luar Biasa ini dapat muncul dari Dewan Komisaris ataupun juga atas permintaan pemegang saham yang memenuhi syarat berdasarkan Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).. Pada Pasal 78 ayat (1) maupun ayat (4) menyebutkan RUPS lainnya. Akan tetapi penjelasan Pasal 78 ayat (1) mengatakan, yang dimaksud dengan RUPS lainnya dalam praktik, sering dikenal sebagai Rapat Umum Pemegang Sahan Luar Biasa (RUPSLB) yang diadakan setiap waktu dan digantungkan berdasar kebutuhan untuk kepentingan perseroan Jadi, kapan saja kepentingan perseroan membutuhkan diadakan RUPS, Direksi dapat menyelenggarakan RUPSLB, asal benar-benar secara objektif kepentingan perseroan membutuhkannya. 17 Lain halnya dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa yang tidak wajib dilakukan kecuali ada alasan lain untuk itu. Yang menjadi pertanyaan penting dan sering timbul percekcokan dalam praktek adalah tentang siapakah yang memutuskan suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa harus 17 M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 316

6 dilakukan atau tidak, dan siapakah yang berhak meminta untuk diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. 18 Yang behak untuk meminta dilakukannya suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terlepas disebutkan atau tidak dalam anggaran dasar adalah sebagai beriku : Pihak Direksi atas inisiatif sendiri Hal ini sudah sewajarnya mengingat Direksi sebagai pihak pelaksana kegiatan perseroan, jika melihat adanya keperluan untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk kepentingan perseroan, dia dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas inisiatifnya sendiri 2. Pemegang dari minimal 10 % (sepuluh persen) saham dengan hak suara yang sah. Pemegang dari minimal 10 % (sepuluh persen) saham dengan hak suara yang sah juga (di samping direksi) dapat meminta dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hak dari pemegang 10 % (sepuluh persen) saham tersebut tetap ada meskipun anggaran dasar tidak menyebutkan secara eksplisit. 3. Pihak Komisaris setelah dia melakukan pemberhentian Direksi untuk sementara. 18 Munir Fuadi, Perseroan Terbatas Paradigma baru, (Bandung: Citra Adiya Dakti, 2003), hal Ibid, hal. 152

7 Kembali kepada pertanyaan di tangan siapakah terletak kewenangan untuk menentukan diselenggarakan atau tidak suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terutama Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa. Jawabannya adalah di tangan Direksi atau Komisaris jika Direksi berhalangan atau mempunyai konflik kepentingan. Dengan demikian, meskipun penjelasan Pasal 81 ayat (2) UUPT dengan tegas menentukan bahwa pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan kewajiban Direksi, Direksi atau Komisaris dapat menolak diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) jika dia melihat tidak ada alasan yang kuat untuk itu. Jika Direksi atau Komisaris menolak diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pihak pemegang saham yang meminta diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat mengajukan ke Pengadilan Negeri untuk memberi izin agar pihak pemegang yang meminta diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memanggil sendiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. Dalam hal ini, Pengadilan Negeri dalam tingkat pertama dan terakhir dapat member izin pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut, sekaligus bila perlu menetapkan bentuk, isi dan jangka waktu penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menunjuk ketua rapat tanpa terikat dengan ketentuan dalam undang-undang dan anggaran dasar, bahkan

8 dapat pula memerintahkan Direksi dan atau Komisaris untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. 20 Pada dasarnya yang befungsi dan berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang Sahan Luar Biasa (RUPSLB) adalah Direksi. Hal itu ditegaskan oleh Pasal 79 ayat (1) UUPT. Penyelengara diadakan RUPS, sepenuhnya merupakan inisiatif dari Direksi. Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penyelenggaraan RUPS tahunan dan RUPSLB dilakukan atas permintaan, sebagaimana diatur pada Pasal 79 ayat (1) UUPT. 21 Direksi selaku penyelenggara menurut Pasal 79 ayat (2) UUPT dapat pula terjadi karena dimohon oleh satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (sepersepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan yang bersangkutan. 22 Apabila ada permintaan dari pemegang saham atau dari Dewan Komisaris yang memenuhi syarat kepada Direksi agar diadakan RUPS, maka menurut Pasal 79 ayat (5) Direksi wajib melakukan pemangilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus dilakukan 20 Ibid 21 Lihat Pasal 79 ayat (1) UUPT 22 Lihat Pasal 79 ayat (2) UUPT

9 Direksi paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diterima Direksi. 23 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan Direksi berdasarkan pangilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas permintaan, pada prinsipnya hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang dikemukakan pada surat permintaan. Namun demikian Pasal 79 ayat (8), membolehkan membicarakan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi. Jika Direksi tidak melakukan pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dari tanggal permintaan diterimanya maka pemegang saham dapat mengajukan kembali permintaan itu kepada Dewan Komisaris atau jika yang meminta kepada Direksi adalah Dewan Komisaris, maka Dewan Komisaris melakukan panggilan sendiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bahkan menurut pasal 80 ayat (1) UUPT pemohon dapat diberi izin oleh pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk : 23 M.Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 317

10 a. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS atas permohonan pemegang saham apabila direksi atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; b. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas permohonan satu atau lebih pemegang saham seperti tersebut diatas jika direksi atau komisaris setelah lewat waktu 30 hari, terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya. Yang berhak memanggil para pemegang saham untuk menghadiri RUPS itu biasanya/umumnya dilakukan oleh Direksi ataupun oleh Dewan Komisaris. Hal ini biasanya dinyatakan dengan tegas dalam Anggaran Dasar suatu perseroan kecuali RUPS tersebut dilakukan dengan campur tangan hakim, maka hakim dapat menentukan cara pemanggilan. 24 Menurut cara yang lazim dipakai untuk pemanggilan RUPS ini, dilakukan dengan pengumuman dalam mass media dari kota mana perseroan tersebut berkedudukan, kecuali didalam anggaran dasar ditetntukan cara pemanggilan lain. Direksi serta Dewan Komisaris dalam melakukan pemanggilan untuk RUPS tersebut harus memberitahukan juga acara rapat dalam RUPS yang akan diadakan atau setidak-tidaknya diberitahukan bahwa soal-soal yang akan dirundingkan dalam rapat dilihat di kantor perseroan. 24 Rahmat Soemitro, Penuntun Perseroan Terbatas dan Undang-undang Pajak Perseroan, (Bandung: PT Erosco, 1982), hal. 65

11 1. RUPS dapat dilakukan dengan memenuhi syarat formil dan syarat materil, yaitu : 25 Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS 2. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan iklan dalam surat kabar. 3. Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. 4. Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara Cuma-cuma jika diminta. 5. Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3). Keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir ataw diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat. 1. Syarat Formil Suatu keputusan sah jika syarat-syarat formil yang tercantum dalam Undang- Undang dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) tidak terpenuhi, seperti dalam hal pemanggilan para pemegang saham atau jangka waktu pemanggilan tersebut tidak dilakukan menurut yang ditentukan dalam anggaran dasar Perseroann Terbatas (PT) dan Undang-undang. 2. Syarat Materil Suatu keputusan batal jika keputusan bertentang dengan ketentuan meteril dalam Undang-Undang maupun dalam anggaran dasar. 25 Ibid

12 Selanjutnya guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, Direksi melakukan pemanggilan kepada para pemegang saham dengan mengacu pada ketentuan pasal 82 UUPT yang menentukan sebagai berikut : 26 Setiap penyelenggaran RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh RUPS. Maksud pembuatan risalah dengan penandatanganan tersebut dimaksudkan adalah untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut, kalau risalah RUPS tersebut dibuat oleh notaris maka kewajiban untuk menandatangani sebagaiman dimaksud di atas tidak diperlukan. 27 Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam pasal 83 UUPT, sebelum dilakukan pemanggilan RUPS, wajib didahului pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam 2 (dua) surut kabar harian. Pengumuman ini dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS. B. Kewajiban Untuk Menyelenggarakan Pembukuan. Perihal pembukuan diatur dalam buku I Bab II Pasal 6 KUHD. Pembukuan itu dimaksudkan, agar siapa saja yang mempunyai suatu perusahaan yang ingin mempunyai pengertian baik tentang perjalanan perusahaannya, maka ia harus 26 Lihat Pasal 82 UUPT 27 I.G Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin, 2000), hlm. 265

13 membuat pembukuan yang baik dan teratur. Keharusan pembukuan ini bertujuan untuk kepentingan pengusaha itu sendiri. Kewajiban membuat pembukuaan adalah kewajiban dan keharusan setiap pengusaha dari persekutuan atau perseroan membuat pembukuan. Jadi setiap yang menjalankan perusahaan diwajibkan membuat catatan-catatan tentang harta kekayaannya, sehingga setiap saat diketahui dari padanya segala hak-hak dan kewajiban si pengusaha. Apabila pengurus tidak menyelenggarakan catatan pembukuan akan diberikan sanksi yang bersifat administratif misalnya dicabut izin usahanya, pajaknya dinaikkan samapai batas maksimum dan lain-lain. 28 Menurut Pasal 6 ayat (2) KUHD, setiap perusahaan pada tiap-tiap tahunnya dalam masa waktu 6 bulan yang pertama, harus membuat neraca, dengan syaratsyarat perusahaan. Pasal 6 ayat (2) mewajibkan Direksi perseroan selaku pengurus untuk tiap tahunnya membuat neraca dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berikutnya Pemberitahuan Neraca dan perhitungan laba rugi itu haruss disertai engan keterangan selengkap lengkapnya. 2. Perseolan Neraca dan daftar perhitungan laba rugi bagi Perseroan Terbatas diatur dalam Pasal 55 KUHD yang mewajibkan memberitahukan segala keuntungan yang diperoleh. 3. Neraca dan daftar perhitungan laba rugi dibuat oleh Direksi dan diawasi oleh Komisaris. 4. Karena dengan menetapka sahnya Neraca dan Daftar perhitungan laba rugi itu adalah rapat pemegang saham, maka sebelum rapat umum diselenggarakan Neraca dan Daftar Perhitungan laba rugi itu harus sudah dapat dibaca dan diketahui oleh pemegang saham. 28 Muhammad Rizal SE, Hukum Bisnis, (Medan: Diktat, 2008), hal Lihat Pasal 6 ayat (2) KUHD

14 5. Dari itu, Neraca dan Daftar Perhitungan laba rugi ini harus diletakkan di kantor perseroan. 6. Kalau Neraca dan Daftar Perhitungan laba rugi ini harus selesai selambatlambatnya enam bulan sekali. 7. Tentang persisnya rapat umum ini diselenggarakan undang-undang tidak ditetapkan. Pengumuman Neraca, daftar perhitungan laba rugi beserta penjelasannya dengan cara meletakkan di Kantor Pendaftaran Perusahaan. Tiap-tiap tahun sekali Direksi diwajibkan memberitahukan Neraca dan Daftar Perhitungan laba rugi beserta penjelasannya kepada semua persero. Tanggung jawab Direksi dan Komisaris terhadap isi Neraca dan perhitungan laba rugi adalah neraca perhitungan laba rugi dikerjakan oleh Direksi dan pengawasannya oleh Komisaris karena itu harus ditandatangani oleh Direksi dan Komisaris, tetapi pembebasan tanggung jawab itu tidak berlaku mengenai hal-hal yang kurang cukup dijelaskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam hal ini Direksi selaku pengurus dan Komisaris masih bertanggung jawab meskipun mereka dapat menyangkal sehingga mereka itu tidak ada kesalahan. 30 Para pemegang saham mempunyai hak untuk melihat dan meneliti buku-buku dan surat-surat perseroan. Pasal 55 ayat (2) KUHD menyinggung tentang Hak Pemegang Saham untuk memeriksa Neraca dan Daftar perhitungan laba rugi dengan kata-kata mereka dapat memeriksa selam tenggang waktu yang ditentukan Ibid, hal Lihat Pasal 55 ayat (2) KUHD

15 Mengingat para pemegang saham itu belum tentu orang yang mengetahui tentang neraca perhitungan laba rugi yang mengakibatkan ketakutan akan adanya manipulasi data oleh Direksi selaku pengurus maka pemegang saham dapat menunjuk satu perusahaan akuntan untuk memeriksa neraca dan daftar laba rugi dan bila mereka kurang puas atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan akuntan, mereka dapat menunjuk satu perussahaan akuntan lain untuk memeriksa neraca dan daftar laba rugi, hal ini merupakan satu kewajaran apalagi untuk perusahaan-perusahaan yang besar. Akuntan (orang ahli) yang diangkat untuk memeriksa neraca dan daftar laba rugi berhak melihat buku-buku dan surat-surat milik perusahaan perseroan untuk memenuhi kewajibannya. Akuntan memiliki kewajiban untuk menyimpan rahasia perusahaan dan kalau ia membocorkan rahasia perusahaan dapat dikenai sansi pidana maksimal 9 bulan yang termuat dalam Pasal 322 KUHP mengenai pembocoran rahasia. 32 Walaupun tujuan pembukuan agar pihak ketiga dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha namun tidak semua orang dapt memeriksa dan menelaah pembukuan dari suatu perusahaan sebab dalam hal ini berlaku asas kerahasiaan. Bila terjadi suatu permasalahan maka asas ini dapat diterobos dengan beberapa jalan yaitu: a. Representation (pembukaan pembukuan oleh hakim. Vide pasal 8 KUHD) 32 Lihat Pasal 322 KUHP

16 Apabila dalam memeriksa perkara yang sedang berjalan seorang hakim memiliki kewenangan (Ambtcshalve) berdasarkan jabatannya sebagai seorang hakim berhak untuk memeriksa pembukuan dari kedua belah pihak. Atau juga hakim dapat meminta seorang ahli (akuntan) untuk mempelajari pembukuan tersebut yang hasilnya akan diserahkan kepada hakim. b. Communication Yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki kepentingan langsung terhadap pembukuan tersebut misalnya; 1. Para Pewaris 2. Yang berkepentingan dalam suatu persekutuan 3. Kreditor dalam hal kepailitan 4. Pesero 5. Orang yang mengangkat pimpinan usaha perniagaan Dalam hubungannya dengan pelaksanaan tugas direksi dalam menjalankan perseroan, Direksi diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam perseroaan, yang harus disusun menurut Standart Akuntansi Keuangan yang berlaku di negara Republik Indonesia. Pembukuan ini akan menjadi bukti atas setiap transaksi keuangan perseroan selaman satu tahun buku berjalan, yang harus dilaporkan dan dipertanggung jawabkan oleh Direksi perseroan bersama dengan pelaporan dan

17 pertanggung jawaban atas laporan tahunan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan. 33 Direksi wajib membuat risalah RUPS dan risalah rapat direksi. Risalah RUPS dan risalah rapat Direksi memuat segala sesuatu : 1. Apa saja yang dibicarakan, dan 2. Apa saja yang diputuskan pada setiap rapat. Mengenai kewajiban administratif membuat Risalah RUPS konvensional secara fisik, telah diperintahkan juga oleh Pasal 90, dan cara penandatanganannya ditentukan secara bervariasi : Risalah RUPS yang tidak dibuat dengan Akta Notaris, harus ditandatangani oleh Ketua rapat ditambah paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. 2. Apabila Risalah RUPS dibuat dengan Akta Notaris, tidak disyaratkan tanda tangan. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berikut risalah-risalah rapat Direksi atau Komisaris Perseroan wajib disimpan dalam suatu tempat yang terbuka yang memudahkan bagi setiap pemegang saham untuk memeriksa dan melihatnya. 35 Dalam menyelenggarakan pembukuan Direksi juga di wajibkan untuk membuat Laporan Tahunan. Kewajiban Direksi membuat Laporan Keuangan telah 33 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op. Cit, hal Lihat Pasal 90 UUPT 35 Gunawan Widjaya, Tanggung jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: PT Raja Grafindo apersada, 2003), hal. 62

18 diperintahkan juga oleh Pasal 66 UUPT Direksi wajib membuat dan menyampaikan Laporan Tahunan kepada RUPS setelah ditelaah Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir. Laporan Tahunan sekurang-kurangnya memuat: a. Laporan Keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan tersebut, b. Laporan mengenai kegiatan perseroan, c. Laporan pelaksanaan TJSL, d. Rincian masalah yang rimbul selam tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan, e. Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan Dewan Komisaris selama tahun buku yang telah lampau, f. Nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, g. Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan anggota Dewan Komisaris perseroan untuk tahun buku yang baru lampau. 36 C. Prinsip Umum Mengenai Tugas dan Tanggungjawab Direktur Sebagaiman dimafhumi bahwa organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, dan direksi. Ketiga organ ini memeliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda satu sama lain. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan tujuan perseroan serta 36 Lihat Pasal 66 ayat (2) UUPT

19 mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilaan sesuai dengan Anggaran Dasar demikian menuru Pasal 1 ayat (5) UUPT. 37 Tanggung jawab Direksi pada dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, kewenangan, dan kewajiban yang melekat pada dirinya, termasuk yang terdapat pada teori dan doktri hukum. Adapun mengenai pentingnya fungsi dan kedudukan Direksi dalam Perseroan Terbatas, Nindyo Pramono menyitir teori organisme dari Otto Von Gierke dan teori perwakilan dari Paul Scolten dan Bregstein. Menurut teori organisme dari Otto Von Gierke, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai organ-organ seperti : kaki, tangan, panca indra, dan karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, maka setiap gerakan atau aktivitas pengurus badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum itu sendiri, sehingga pengurus adalah personifikasi dari badan hukum itu sendiri. 38 Sedangkan menurut Paul Scolten dan Bregstein, pengurus mewakili badan hukum. Analog dengan pendapat Gierke dan Paul Scolten maupun Bregstein tersebut, maka Direksi PT bertindak mewakili PT sebagai badan hukum. Hakikat dari perwakilan adalah bahwa seseorang melakukan suatu perbuatan untuk kepentingan orang lain atas tanggung jawab orang itu Lihat Pasal 1 ayat (5) UUPT 38 Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal Ibid, hal. 95.

20 Dalam kepustakaan ada yang menyebut tugas perwakilan ini dengan sebutan tugas representasi. 40 Yang dimaksud dengan tugas representasi adalah tugas dari Direksi untuk mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas mewakili perseroan di luar pengadilan adalah seperti mewakili perseroan dalam hal melakukan deal atau transaksi bisnis dengan pihak ketiga, menandatangani kontrakkontrak, menghadap pejabat negara, dan lain sebagainya. 41 Di samping tugas utama Direktur tersebut, Rudhi Prasetya menyatakan bahwa termasuk sebagai tugas Direksi dalam perbuatan dan kejadian sehari-hari tersebut, menurut Anggaran Dasar : 1. Menandatangani saham-saham yang dikeluarkan, bersama-sama Komisaris; 2. Menyusun laporan neraca untung rugi perseroan pada akhir tahun, sebagai pertanggung jawaban Direksi, dengan menyampaikan dan meminta untuk disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); 3. Melakukan pemanggilan (RUPS) dan meminta RUPS (khusus untuk PT terbuka RUPS dipimpin oleh komisaris). 42 Pasal 92 ayat (1) UUPT mengatakan bahwa Direksi menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan ketentuan ini merupakan penyempurnaan rumusan Pasal 82 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT. Menurut Pasal 92 ayat (1) jo Pasal 1 ayat (5) dapat diketahui tegas 40 Munir Fuadi, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Op. Cit, hal Ibid, hal Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: Citra Adytia Bakti, 1996), hal. 18

21 bahwa tugas dan tanggung jawab direksi adalah mengurus perseroan ( beheer van daden) antara lain pengurusan sehari-hari. Kata pengurusan sehari-hari perseroan ini sejalan dengan pandangan para ahli di bidang hukum bisnis yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan pengurusan atau dalam bahasa belanda disebut dengan istilah beheer van daden adalah tiap-tiap perbuatan yang bisa dilakukan untuk mengurus dan memelihara perserikatan perdata. 43 Di dalam UUPT terdapat rumusan beschikking daden sebagaimana dapat dilihat dalam ketentuan pasal 102 ayat (1) yang menyatakan bahwa Direksi wajib meminta persetujuan RUPS seperti untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. 44 Tugas utama seorang Direksi adalah melaksanakan pengurusan perseroan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam dan di luar pebgadilan, sehingga maksud dan tujuan perseroan akan tercapai. Tugas pengurusan Direksi tidak terbatas pada kegiatan rutin, melainkan juga berwenang dan wajib mengambil inisiatf membuat rencana dan perkiraan mengenai 43 Nindyo Pramono, Tanggung jawab dan kewajiban pengurus Perseroan terbatas, (Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. Voleme 5 no.3, 2007), hlm Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Op. Cit, hal. 67

22 perkembangan perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan. 45 Dalam menjalankan tugasnya, Direksi juga dapat memberikan kuasa tertulis kepada satu orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. Direksi selaku organ perseroan memiliki tanggung jawab masing-masing. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud, wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikat baik dan penuh tanggung jawab, yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah memperhatikan perseroan dengan penuh seksama dan tekun. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan jika yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya dengan tidak bertanggung jawab dan tidak beritikat baik. Rudhi Prasetya menyatakan bahwa jika berbicara mengenai pertanggung jawaban, maka dapat dilihat dari segi hubungan ekstern dan dari segi hubungan intern. 46 Tanggung jawab ekstern adalah tanggung jawab sebagai dampak dalam hubungan dengan pihak luar. Sedangkan tanggung jawab intern adalah dampak dari 45 Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, hal Rudhi Prasetya, Maatschap, Firma dan Persekutuan Komanditer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 7

23 hubungan si pengurus sebagai organ terhadap organ lainnya, yaitu institusi komisaris dan/atau Rapat Umum Pemegang Saham. 47 Sedangkan jika dilihat dari segi substantifnya, maka tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas dibedakan setidak-tidaknya menjadi empat kategori, yakni : Tanggung jawab berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty to skill and care; 2. Tanggung jawab berdasarkan doktrin manajemen ke dalam (indoor manajement rule) 3. Tanggung jawab berdasarkan prinsip Ultra vires; dan 4. Tanggung jawab berdasarkan prinsip piercieng the corporate veil. Adapun yang dimaksud dengan tugas fiduciary duties dari seoran direksi dalam hal ini adalah tugas yang terbit secara hukum dari suatu hubungan fiduciary antara Direksi dan perusahaan yang dipimpinya, sehingga seorang sehingga seorang Direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi. 49 Karena kedudukannya yang bersifat fiduciary, maka tanggung jawab Direksi menjadi sangat tinggi. Tidak hanya dia bertanggung jawab ketidak jujuran yang disengaja, tetapi dia bertanggung jawab juga secara hukum terhadap tindakan 47 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Op. Cit, hal Ibid 49 Munir Fuadi, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Op. Cit, hal. 81

24 mismanajemen, kelalaian atau kegagalan atau tidak melakukan sesuatu yang penting bagi perusahaan. 50 Sedangkan doktrin manajemen ke dalam (indoor manajement rule) merupakan doktrin kontemporer yang mengajarkan bahwa jika pihak-pihak yang menjalankan tugas-tugas perusahaan dalam menjalankan tugas-tugasnya konsisten dengan isi anggaran dasar perseroan, maka pihak perusahaan terikat dengan pihak ketiga atas segala tindakan yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut, meskipun dalam menjalankan tuganya itu, pihak perusahaaan tidak memenuhi ketentuan internal perseroan, dan meskipun pihak luar perusahaan yang melakukan bisnis dengan perusahaan diasumsi telah mengetahui dan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang telah di umumkan kepada publik, seperti anggaran dasar perseroan. 51 Tanggung jawab Direksi berdasarkan doktrin manajemen ke dalam (indoor manajement rule) ini diberi batasan-batasan antara lain : pihak yang melakukan kegiatan perseroan memang bewenang melakukannya, para pihak telah tidak berpegang pada dokumen-dokumen yang dipalsukan, pihak ketiga yang melakukan kegiatan dengan persesoroan merupakan pihak ketiga yang beritikad baik, dan pihak ketiga yang melakukan kegiatan dengan perseroan telah melakukan penyelidikan dan layak terhadap transaksi tersebut. 50 Ibid, hal Ibid, hal. 90

25 Adapun yang dimaksud dengan prinsip Ultra vires (pelampauan kewenangan perseroan) adalah suatu prinsip yang mengatur akibat hukum seandainya ada tindakan Direksi untuk dan atas nama perseroan, tetapi tindakan Direksi tersebut sebenarnya melebihi dari apa yang diatur dalam anggaran dasar perseroan. Doktrin Ultra vires berdampak pada perikatan antara perseroan dengan pihak ketiga, dimana transaksi yang dilakukan bersifat ultra vires. Menurut Chatamarasjid Ais bahwa suatu transaksi ultra vires adalah tidak sah dan tidak dapat disah kan kemudian oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 52 Fred B.G Tumbuan menggungkapkan bahwa batas-batas dimana perbuatan Direksi itu merupakan perbuatan ultra vires apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut : Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh anggaran dasar; 2. Dengan memperhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan akan menunjang kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran dasar; 3. Dengan memperhatikan keadaan-keadan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak dapat diartikan sebagai tertuju kepada kepentingan perseroan terbatas. 52 Chatamarasyid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, 2004, (Bandung: Citra Aditya Abadi) hal Fred B.G Tumbuan, Perseroan Terbatas dan Organ-organnya, (Surabaya: Makalah, 1998), hal. 4

26 Doktrin piercieng the corporate veil ini juga dianut dalam UUPT. Dalam pasal 3 ayat (1) UUPT bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dalam hal direksi terdiri dari 2 orang atau lebih tanggung jawab sebagaimana dimaksud berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan : 54 a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya b. Telah melakukan pengurusan dengan itikat baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan c. Tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan kepengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Yang dimaksud dengan mengambil tindakan untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat direksi. Ketentuan anggota Direksi tidak dapat di minta pertanggung jawaban tersebut, tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris. D. Tugas dan Tanggung jawab Direktur dalam Perseroan Terbatas Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 mendefinisikan Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang 54 Lihat Pasal 104 ayat (4) UUPT

27 seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksananya. 55 Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian perseroan diserahkan oleh Menteri Kehakiman. Selanjutnya sebagai sebuah organ, Perseroan Terbatas melaksanakan kegiatannya melalui organ-organ yang dimilikinya, yang terdiri dari: Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Sebagai organ Perseroan Terbatas, Direksi bertanggung jawab penuh atas kegiatan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan dalam mencapai perseroan, serta mewakili perseroan dalam segala tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Meskipun secara umum dikatakan bahwa Direksi berwenang mewakili perseroan untuk segala hal, di dalam dan di luar pengadilan, namun demikian undang-undang memberikan kemungkinan kepada para pendiri dan atau pemegang saham perseroan untuk membatasi kewenangan Direksi dalam anggaran dasar perseroan. 56 Direksi melakukan kepengurusan atas perseroan, dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan tersebut, untuk kepentingan dan dalam mencapai tujuan perseroan, serta mewakili perseroan dalam segala tindakannya. Dalam melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan tersebut, Direksi tidak hanya bertanggung jawab kepada perseroan dan para pemegang saham perseroan, melainkan juga terhadap 55 Lihat Pasal 1 ayat (1) UUPT 56 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op. Cit, hal. 119

28 setiap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. 57 Pasal 97 ayat (1) UUPT menegaskan Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana di maksud pasal 92 ayat (1) yaitu direksi dalam melakukan pengurusan harus bertanggung jawab dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Direksi wajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan maksudnya pengurusan perseroan yang dilaksanakan anggota direksi harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan pelaksanaan, meliputi pengurusan sehari-hari. Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam AD, anggota Direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat. Segala kebijakan yang dilakukan dalam melaksanakan pengurusan perseroan, harus kebijakan yang dianggap tepat dan suatu kebijakan atau diskresi yang dianggap tepat menurut hukum adalah kebijakan pengurusan yang mesti berada dalam batas-batas yang ditentukan UUPT No. 40 Tahun 2007 dan AD perseroan. Direksi wajib menjalankan pengurusan dengan itikat baik dan penuh tanggung jawab, tanggung jawab anggota Direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan, tidak cukup hanya dilakukan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan Ibid, hal M.Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 375

29 tujuan yang ditetapkan dalam AD. Akan tetapi pengurusan, itu wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. 59 Setiap anggota Direksi wajib melaksanakan pengurusan perseroan. Kewajiban melakukan pengurusan itu, harus pula dilakukan dengan iktikad baik. Setiap anggota direksi wajib dipercaya dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan, berarti setiap anggota Direksi selamanya dapat dipercaya serta selamanya harus jujur. Direksi dalam melaksanakan pengurusan harus beritikad baik juga meliputi kewajiban, anggota direksi harus melaksanakan kekuasaan atau fungsi dan kewenangan pengurusan itu untuk tujuan yang wajar. Direksi dalam melaksanakan pengurusan harus patuh menaati undang-undang. Ketaatan mamatuhi peraturan perundang-undangan dalam rangka mengurus perseroan, harus dilakukan dengan itikad baik, mengandung arti, setiap anggota Direksi dalam pengurusan perseroan, wajib melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika anggota Direksi tahu tindakannya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak berhati-hati dalam melaksanakan kewajiban mengurus perseroan, yang mengakibatkan pengurusan itu melanngar peraturan perundang-undangan maka tindakan pengurusan itu melawan hukum (onwettig, unlawful) yang dikategari sebagai perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad, unlawful act). Makna atau aspek lain yang terkandung dalam pada itikad baik dalam konteks kewajiban anggota Direksi malaksanakan pengurusan perseroan secara bertanggung 59 Ibid

30 jawab adalah wajib loyal terhadap perseroan. Dengan demikian, makna loyal adalah sama dengan good faith duty : 1. Loyal dan terpercaya mengurus perseroan 2. Oleh karena itu, hubungan yang paling utama antara anggota Direksi dengan perseroan adalah kepercayaan (trust) berdasarkan loyalitas. Anggota Direksi wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam melaksanakan pengurusan perseroan. Setiap tindakan pengurusan yang mengandung benturan kepentingan, dikategorikan sebagai tindakan iktikad buruk, sebab tindakan yang demikian melanggar kewajiban kepercayaan dan kewajiban menaati undangundang. Anggota Direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan harus menghindari benturan kepentingan. Anggota Direksi tidak diperkenankan untuk menggunakan uang dan kekayaan perseroan untuk kepentingan pribadinya, tidak biperkenankan untuk mempergunakan informasi perseroan untuk kepentingan pribadinya, tidak menggunakan posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi, tidak menahan atau mengambil sebagian dari keuntungan perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Mengambil atau menahan sebagian keuntungan perseroan untuk kepentingan pribadi, dikatagorikan sebagai keuntungan yang dirahasiakan oleh anggota direksi yang bersangkutan. Direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan harus dengan penuh tanggung jawab. Menurut penjelasan Pasal 97 ayat (2) UUPT, yang di maksud

31 dengan penuh tanggung jawab adalah memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Anggota Direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib berhati-hati (the duty of the due care). Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota Direksi dalam menjalankan kepengurusan perseroan, dia dianggap bersalah melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan dengan penuh tanggung jawab. Tidak ada maaf bagi seorang yang menduduki jabatan anggota Direksi dengan gaji dan tunjangan yang cukup besar, tetapi tidak hati-hati melaksanakan pengurusan perseroan. 60 Setiap tindakan pengurusan perseroan yang hendak dilaksanakan, harus dipertimbangkan dengan wajar (reasonable judgment). Dalam mengambil pertimbangan, tidak boleh mengabaikan ketentuan hukum dan AD perseroan. Setiap pelanggaran hukum yang dilakukan anggota Direksi dalam pengurusan perseroan, tidak dapat dimaafkan dan ditoleransi meskipun hal yang diambil berdasarkan pertimbangan yang hati-hati, apabila dia sendiri mengetahui dasar pertimbangan itu bertentangan dengan ketentuan hukum atau AD perseroan. Direksi bertanggung jawab atas kerugian pengurusan perseroan. Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tentang tanggung jawab Direksi atas kerugian perseroan yang timbul dari kelalaian menjalankan tugas pengurusan perseroan. Anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian yang dialami perseroan apabila anggota Direksi bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan. 60 Lihat Pasal 97 ayat (2)

32 Seperti yang sudah di jelaskan, dalam melaksanakan pengurusan perseroan, anggota direksi wajib melakukan dengan iktikad baik yang meliputi aspek : Wajib dipercaya (fiduciary duty) yakni selamanya dapat dipercaya dan selamanya harus jujur. 2. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak. 3. Wajib menaati peraturan perundang-undangan 4. Loyal terhadap perseroan, tidak menggunakan dana dan aset perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi perseroan. 5. Wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan kepentingan perseroan, dilarang mempergunakan harta kekayaan perseroan, tidak menggunakan posisi untuk kepentingan pribadi, tidak mengambil atau menahan sebagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukuan transaksi antar pribadi dengan perseroan, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan penuh tanggung jawab. Dalam hal anggota direksi terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, Pasal 97 ayat (4) menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara renteng. Dengan demikian, apabila anggota Direksi lalai atau melanggar kewajiban pengurusan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan lingkup aspek-aspek itikad baik dan pertanggung jawaban pengurusan yang disebut di atas, maka setiap anggota Direksi 61 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 380

33 sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan. Berdasarkan ketentuan tanggung jawab renteng tersebut maka setiap anggota Direksi diharapkan dapt menjadi controller satu terhadap yang lainnya walaupun demikian, pada prakteknya fungsi kontrol melalui mekanisme check and balance sulit dilakukan. Untuk itu maka diperlukan pembagian tugas dan wewenang serta tanggungjawab yang jelas. Dengan adanya pembagian tersebut, maka masalah pembuktian anggota Direksi yang sebenarnya harus bertanggung jawab atas tindakannya yang merugikan kepentingan perseroan lebih mudah. 62 Penegakan penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng dalam hukum perseroaan Indonesia dikenal dalam UUPT Tahun Sebelumnya baik pada KUHD dan UUPT Tahun 1995, yang ditegakkan adalah prinsip tanggung jawab pribadi yang bergantung pada faktor siapa pelaku yang melakukan kesalahan, kalalaian, atau pelanggaran itu. Tanggung jawab hukumnya, hanya dipikulkan kepada anggota Direksi yang melakukannya. Tidak dilibatkan anggota Direksi yang lain secara tanggung renteng. Jadi kalau tindakan kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran itu dilakukan seorang anggota Direksi tanpa sepengetahuan anggota Direksi yang lain atau dia tidak ikut ambil bagian atas perbuatan itu, anggota Direksi yang lain tidak ikut bertanggung jawab terhadapnya 62 Ibid

34 Meskipun undang-undang memberikan ketentuan berupa sanksi perdata yang sangat berat kepada setiap anggota Direksi perseroan atas setiap kesalahan atau kelalaiannya, namun pelaksanaan dan pemberian sanksi itu sendiri sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan, selama anggota Direksi yang bersangkutan bertindak sesuai dengan dan tidak menyimpang dari aturan main yang telah diterapkan dalam anggaran dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pemegang saham perseroan maupun pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh tindakan direksi harus membuktikan terlebih dahulu apakah memang benar kerugian tersebut terjadi sebagai akibat kesalahn atau kelalaian Direksi. 63 E. Tugas dan Tanggung Jawab Direktur Kepada Perseroan Dan Pemegang Saham Perseroan Karakteristik dari suatu Perseroan Terbatas adalah pemisahan antara pemilik (saham) dalam perseroan dan pengurusan Perseroan Terbatas. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pengembangan Good Corporate Governance. Makin tidak terlibat pemegang saham dengan kegiatan oprasional perseroan, maka makin tinggi Good Corporate Governance bagi suatu Perseroan Terbatas, namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pemegang saham tetap menginginkan kontrol atau pengawasan terhadap jalannya perseroan. Dengan demikin dapat dimengerti kenapa dalam Perseron Terbatas, pendiri atau pemegang saham, dewasa ini sering kali tidak menjadi pengurus atau pengelola dari perseron yang didirikan. 63 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op. Cit, hal. 117

35 Dalam hal yang disebut di atas, jelas bahwa para pendiri atau pemegang saham tersebut memerlukan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan mereka pribadi tidak akan diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan usaha yang diselenggarakan atau dilaksanakan oleh Perseroan Terbatas tersebut. Dalam konteks yang demikian pertanggung jawaban terbatas pendiri atau pemegang saham menjadi penting artinya. Pendiri atau pemegang saham akan menanggung kerugian yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah disetujukan untuk diambil bagian, guna penyelenggaraan dan pengelolaan jalannya perseroan dengan baik. 64 Keperluan adanya tanggung jawab terbatas bagi harta kekayaaan pribadi pendiri atau pemegang saham, memberikan manfaat kepada pemilik saham bahwa tidak setiap kegiatan dari pengurusan Perseroan Terbatas memerlukan pengetahuan atau bahkan persetujuan dari pendiri atau pemilik saham. Konteks ini pada akhirnya mengurangi peran pemilik saham dalam keterlibatannya terhadap kegiatan oprasional perseroan bahkan juga untuk melakukan pengawasan secara terus menerus dan dari waktu ke waktu terhadap jalannya kegiatan pengelolaan perseroan secara langsung. Peran pemegang saham ini kemudian disederhanakan menjadi peran yang diletakkan dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada setiap tahunnya dalam bentuk RUPS Tahunan. Dalam hal tertentu, yang diperkirakan membawa akibat pengaruh finansial atau kebijakan yang luas dan besar bagi perseroan, keterlibatan 64 Ibid

36 pemegang saham dapat juga dimintakan yang terwujud dalam bentuk penyelenggaraan rapat umum luar biasa pemegang saham. 65 Hal tersebut diatas, disadari atau tidak, pada akhirnya memberikan kebebasan kepada pengurus perseroan untuk mengelola perseroan dan mencari keuntungan bagi perseroan dengan tetap berpedoman pada maksud dan tujuan serta untuk kepentingan perseroan. Hal ini jugalah yang nantinya mendasari kebijakan bagi lahirnya prinsip Business Judgment Rule yang memberikan perlindungan bagi setiap keputusan usaha atau bisnis yang diambil Direksi yang telah dilakukannya dengan penuh kehatihatian, dengan itikad baik sesuai dengan maksud dan tujuan serta untuk kepentingan perseroan. Selain bagian dari upaya untuk mempertahankan konsep bahwa pendiri atau pemegang saham tetap dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham ini kemudian diberikan sahamsaham yang merefleksikan sampai berapa jauh pemegang saham tersebut dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan melalui RUPS. Makin besar jumlah saham yang dimiliki makin besar kewenangan yang dimilikinya dalam RUPS Gunawan Widjaya, Hak Individu dan Kolektif para Pemegang Saham, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal Ibid.

37 Tugas dan Tanggung jawab direksi kepada perseroan dan pemegang saham perseroan telah dimulai sejak perseroan status badan hukum. Seiring dengan pelaksanaan tugasnya, secara simultan Direksi perseroan juga diwajibkan untuk meyelenggarakan dan memelihara : Daftar Pemegang Saham Perseroan, yang berisaikan keterangan mengenai kepemilikan saham dalam perseroan oleh para pemegang saham; 2. Daftar khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris perseroan, beserta keluarganya, atas setiap saham yang dimilinya oleh mereka dalam perseroan maupun pada perseroan-perseroan terbatas lainnya; 3. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan Rapat Direksi Perseroan. Seperti diuraikan di atas, Daftar pemegang saham memuat segala macam informasi yang ada mengenai kepemilikan saham dalam perseroan, pengalihan hak maupun penjaminan yang mungkin diberikan atas saham-saham tersebut. Daftar tersebut harus dipelihara oleh Direksi dan menjadi dasar untuk setiap pemanggilan terhadap pemegang saham perseroan untuk setiap Rapat Umum Pemegang Saham perseroan, maupun dalam rangka pengalihan dan penjaminan dalam kaitannya dengan status kepemilikan, penguasaan dan hak-hak yang melekat pada diri pemegang saham tersebut, termasuk tetapi tidak terbatas pada hak untuk hadir dan bersuara dalam rapat, hak untuk menerima deviden dan hak-hak lainnya 67 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op. Cit, hal

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata No. ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk Peraturan 1. Pasal 6 ayat (4) Surat saham dan surat kolektif saham

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A.

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A. PIAGAM DIREKSI Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. 1. Peraturan Perseroan No. 40/2007 A. LEGAL BASIS 2. Peraturan Pasar Modal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) 1. Landasan Hukum a. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Peraturan Otoritas Jasa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015 Versi Final 1 RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015 Pasal 4 Ayat 3 Ayat 3 Pasal 4 Pasal 4 Saham-saham yang masih dalam

Lebih terperinci

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Dewan Komisaris PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 179/BL/2008 TENTANG POKOK-POKOK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka berbagai pihak mengajukan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Climen F. Senduk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan PIAGAM KOMISARIS A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan I. Struktur: 1. Dewan Komisaris paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang anggota. Salah satu anggota menjabat sebagai Komisaris Utama dan satu

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk

PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk I. LATAR BELAKANG Berdasarkan Pasal 35 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO 40 TAHUN PT sebagai subjek hukum mandiri adalah suatu artificial Person, yang

BAB II KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO 40 TAHUN PT sebagai subjek hukum mandiri adalah suatu artificial Person, yang BAB II KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO 40 TAHUN 2007 A. Organ Perseroan Terbatas (PT) PT sebagai subjek hukum mandiri adalah suatu artificial Person, yang membutuhkan direksi sebagai

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. Ayat 1 Tidak Ada Perubahan Perubahan Pada Ayat 2 menjadi berbunyi Sbb: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Perseroan dapat membuka kantor

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) Daftar Isi 1. Landasan Hukum 2. Fungsi Dewan Komisaris 3. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang 4. Pelaporan dan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Dewan Komisaris... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Waktu

Lebih terperinci