BAB I PENDAHULUAN. definisi tersebut tidak dapat bertahan sebagai suatu deskripsi komprehensif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. definisi tersebut tidak dapat bertahan sebagai suatu deskripsi komprehensif"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai suatu kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan antar negara-negara. Definisi tradisional ini dapat dijumpai dalam sebagian besar karya standar hukum internasional yang lebih tua usianya, tetapi mengingat perkembangan-perkembangan yang terjadi, definisi tersebut tidak dapat bertahan sebagai suatu deskripsi komprehensif mengenai semua kaidah yang saat ini diakui merupakan bagian dari hukum internasional. Perkembangan-perkembangan yang penting, salah satunya adalah pembentukan sejumlah lembaga-lembaga atau organisasi internasional, yang dipandang memiliki personalitas hukum internasional dan mampu menjalin hubungan satu sama lain dan dengan negara-negara. 1 Organisasi internasional 2 atau dapat didefinisikan lembaga-lembaga internasional (International Institution) 3., timbulnya hubungan internasional ini pada lembaga-lembaga internasional tersebut, secara umum pada hakekatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara-negara, karena kepentingan banyak negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara. 1 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, (Medan: Sinar Grafika, 1989),hlm 4 2 Sumaryono Suryokusumo, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta; PT. Tatanusa, 2007), hlm 1. Organisasi Internasional merupakan suatu persekutuan negara-negara yang dibentuk dengan persetujuan antara para anggotanya dan mempunyai suatu sistem yang tetap atau perangkat badan-badan yang tugasnya adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan cara mengadakan kerjasama antara para anggotanya. 3 Organisasi Internasional dalam pengertian luas oleh J.G.Starke dan D.W. Bowett disebut lembaga-lembaga internasional. 1

2 2 Dalam membentuk lembaga internasional, negara-negara melalui organisasi tersebut akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama dan kepentingan ini menyangkut kepentingan banyak negara. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan peraturan internasional (International Regulation) atau perjanjian internasional (International Agreement) agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin. 4 Peraturan dan perjanjian internasional inilah yang nantinya digunakan sebagai sumber hukum mengikat bagi setiap negara-negara peserta. Perjanjian internasional 5, kerap digunakan oleh negara-negara sebagai instrumen politik untuk kepentingan nasional. Belum lagi perjanjian internasional kerap dimanfaatkan untuk mengintervensi kedaulatan hukum suatu negara sesudah era kolonialisme berakhir. Melalui perjanjian internasional dapat dipastikan bahwa hukum suatu negara seragam dalam derajat tertentu dengan hukum negara lain. 6 Sumber hukum seperti peraturan dan perjanjian internasional ini yang digunakan organisasi internasional sebagai sekumpulan tatanan norma-norma berisikan kesepakatan dan ketentuan-ketentuan yang yang diakui negara-negara dan organisasi internasional sebagai subyeknya. Organisasi-organisasi 4 Hasnil Basri Sregar, Hukum Organisasi Internasional, (Medan, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat FH USU, 1994), hlm 3. 5 Pengaturan mengenai perjanjian internasional terdapat dalam Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 (The Vienna Convention on The Law of Treaties of 1969). Pengertian perjanjian termuat dalam Pasal 2 (1). treaty means an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instrument and whatever its particular designation.. 6 Ketika suatu negara telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut, negara tersebut berkewajiban untuk mengundangkannya ke dalam aturan hukum nasionalnya. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi tersebut kemmudian menjadi bagian dari hukum nasional negara tersebut.

3 3 internasional yang terbentuk mempunyai banyak persamaan karena dipengaruhi oleh faktor politik dalam hubungan internasional yang kesemuanya ini banyak perkembangan yang sejalan dengan organisasi internasional. 7 Apabila ditinjau dari segi filosofis, perbandingan tema-tema pokok perdamaian dari berbagai organisasi internasional serta tema-tema lainnya yang dianut dan falsafah yang mendasari pembentuknya organisasi internasional tersebut. 8 Dalam lingkup regional, atas dasar pengalaman sejarah dan tantangan yang dihadapi, negara-negara di Asia Tenggara dalam usaha menciptakan stabilitas dan suasana hidup bertetangga baik dikawasannya, telah sepakat untuk menciptakan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, netral dari pertentangan negara-negara besar. Negara-negara tersebut juga telah menyetujui pembentukan suatu mekanisme untuk menyelesaikan perselesihan antar negaranegara sekawasan ini secara damai. 9 Negara-negara Kawasan Asia Tenggara yang didukung secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis. Namun, berbagai konflik kepentingan yang menyebabkan konfrontasi sering terjadi diantara negara-negara sekawasan ini. Oleh karena hal-hal tersebut, untuk mengantisipasi konfrontasi atau konflik yang akan terjadi serta ancaman-ancaman internal maupun eksternal, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlu dibentuknya suatu organisasi sebagai wadah kerjasama untuk menghadapi tantangan dan ancaman yang mungkin akan terjadi di masa yang akan dating, dan juga dengan tujuan sebagai 7 Ibid, hlm 4. 8 Ibid, hlm 5. 9 Ibid hlm 6.

4 4 sarana untuk meningkatkan kerja sama bilateral maupun regional serta pembangunan sekawasan negara-negara se-asia Tenggara. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan, seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaysia, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), Southeast East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), Southeast East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pasific Council (ASPAC). Namun organisasi-organisasi tersebut dianggap kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan. 10 Meskipun mengalami kegagalan, upaya dan inisiatif tersebut telah mendorong untuk membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh, maka lima Menteri Luar Negeri yang berasal dan Indonesia, Malaysia, Singapura, Fhilipina dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok pada bulan Agustus 1967 yang menghasilkan rancangan (Join Declaration), yang pada intinya mengatur tentang kerjasama regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut, maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Fhilipina, Singapura dan Thailand. Brunnei Darussalam kemudian bergabung pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada 10 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19, 2010, hlm 2.

5 5 tanggal 28 Juli 1995, Laos PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Sout East Asian Nation/ ASEAN). Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya (confidence building), serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif. ASEAN sebagai organisasi regional 12, bertujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta mengembangkan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai, meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negaranegara di kawasan ini serta mematuhi prinsipprinsip Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa Ibid, hlm 3 12 Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, (Bandung; Alumni, 1991), hlm 121. Dalam bentuk organisasi internasional yang anggotanya merupakan sejumlah negara yang berlokasi di suatu kawasan dunia tertentu dengan maksud dan tujuan melindungi dan memajukan kepentingan bersama. 13 Ibid, hlm 11.

6 6 Banyak kerjasama yang telah dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam kurun waktu sejak awal pembentukannya sejak tahun hingga saat ini, mulai dari kerjasama dibidang keamanan, pendidikan, sosial hingga kerjasama dibidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan, diawali dengan kesepakatan seperti Industrial Project Plan (1976), Preferential Trading Area/PTA (1977), ASEAN Industrial Complement Scheme (1981), ASEAN Joint Venture Scheme (1981) dan Enhanched Preferential Trading Arrengement (1987). 15 Khusus dibidang ekonomi, kebijakan liberalisasi perdagangan di wilayah ASEAN telah banyak menyita perhatian para ahli hukum internasional di kawasan ini, karena merupakan isu krusial yang berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kemakmuran negara-negara Asia Tenggara itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih luas, perdagangan bebas diterapkan oleh negara-negara dalam kerangka perjanjian WTO. Indonesia telah menjadi bagian GATT sejak tahun 1950 hingga menjadi WTO. Indonesia telah meratifikasi WTO Agreement. 16 Dengan diundangkannya Undangundang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization, akan membawa konsekuensi yang lebih besar terhadap 14 ASEAN merupakan sebuah bentuk kekuatan benua Asia karena menjadi salah satu kawasan dengan jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya menarik minat Asia Tenggar. Dengan terwujudnya bentuk kerja sama ASEAN dengan negara-negara lainnya. 15 Pendapat dari Joko Siswanto adalah Analis Ekonomi Muda Senior, Aditya Rachmanto adalah Analis Ekonomi Muda di Direktoral Internasional Bank Indonesia 16 WTO Agreement dan lampiran-lampirannya sebagai sumber hukum utama WTO yang berisi hanya 16 pasal dan menjelaskan secara lengkap fungsi-fungsi WTO, perangkatnya, keanggotaanya, dan prosedur pengambilan keputusan. Terlampir juga 19 perjanjian internasional yang merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian dari WTO Agreement.

7 7 peraturan perundangan nasional dibandingkan dengan keikutsertaan Indonesia dalam GATT sejak Februari 1950, termasuk dalam cara Indonesia menyelesaikan sengketa dagangnya. Sebagai anggota WTO, praktis Indonesia terikat oleh seluruh annex perjanjian WTO (Multilateral Trade Agreement) yakni Annex 1,2 dan Perdebatan mengenai seberapa besar manfaat dan kerugian liberalisasi perdagangan jasa hingga kini masih terus berlangsung. Para pendukung konsep ini berpendapat bahwa sebuah negara akan mendapat keuntungan dari liberalisasi perdagangan jasa melalui; peningkatan FDI (Foreign Direct Investment), Kesempatan kerja, berinvestasi di luar negeri dan juga dapat mendorong terpeliharanya perdamaian dunia. 18 Selain itu, liberalisasi perdagangan jasa juga bermanfaat untuk memenuhi supply (penyedia) jasa sesuai kebutuhan masyarakat yang didukung dengan teknologi serta spesialisasi sumber daya berkualitas, dengan begitu dapat menstimulasi persaingan perdagangan jasa antar negara dan dampak yang akan terjadi peningkatan volume perdagangan. Konsep ini juga dianggap akan semakin meningkatkan saling ketergantungan satu negara dengan lainnya, sehingga dapat memperkuat serta memperluas perekonomian, meningkatkan kesejahteraan dalam negeri, dan mencapai pembangunan ekonomi yang berkesinambunngan. 17 Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO, (Bandung; PT Refika Aditama, 2006), hlm Basuki Antariksa, Pengaruh Liberalisasi perdagangan Jasa Terhadap Daya Saing Kepariwisataan Indonesia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Makalah, 29 Juli, 2010, hlm 1. art2.pdf, diakses pada tanggal 18 November 2013.

8 8 Liberalisasi perdagangan jasa dianggap sebagai prosedur baru bagi negara maju untuk menjajah negara sedang berkembang, dengan menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang absolut mengenai hubungan yang positif antara kebijakan liberalisasi perdagangan jasa dengan tingkat kemajuan sebuah negara. Beberapa diantara mereka, seperti Dani Rodrik, Ha-Joon Chang, dan Martin Khor, juga menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan justru semakin meningkatkan ketergantungan negara sedang berkembang kepada negara maju dan menghambat proses pembangunan. 19 Ide liberalisasi perdagangan jasa dikawasan negara-negara ASEAN itu sendiri bermula dari hasil pertemuan negara-negara ASEAN di Bangkok, Thailand Yang kemudian melahirkan Asean Framework Agreement on Service (AFAS) sebagai landasan dasar dari proses menuju liberalisasi perdagangan jasa di kawasan ASEAN. Dalam rangka meningkatkan daya saing para penyedia sektor jasa di ASEAN melalui liberalisasi perdagangan bidang jasa, telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. 20 Tekad untuk mendorong proses liberalisasi sektor jasa sejalan dengan semakin pentingnya peran sektor tersebut dalam perekonomian negara-negara ASEAN. Hal tersebut tercermin dalam sumbangan sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan perdagangan luar negeri ASEAN. Pada tahun 2004, sumbangan sektor jasa terhadap perekonomian ASEAN mencapai persen dari PDB. Bagi beberapa negara sumbangan sektor jasa bahkan lebih besar 19 Ibid, hlm Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Integrasi Ekonomi ASEAN dibidang Jasa, Jakarta,2009, hlm. 7

9 9 dibandingkan sektor pertanian dan industri 21. Sehingga perdagangan jasa dinilai memiliki peran strategis dalam perekonomian ASEAN. Sektor ini juga merupakan sektor yang paling cepat pertumbuhannya di kawasan negara-negara ASEAN. Sedangkan berita perkembangan dari dalam negeri, menurut Menteri Perindustrian, Mohamad Suleman Hidayat, sektor jasa menyumbangkan 45 persen dari total akun yang dimiliki oleh Indonesia. Sektor jasa juga menyumbangkan angka 60 sampai 80 persen dalam mengurangi kemiskinan Indonesia. Ini karena jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor jasa berjumlah 50 persen dari jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh Indonesia. 22 Gambaran diatas merupakan situasi singkat mengenai perkembangan liberalisasi dari sektor jasa yang dialami oleh negara-negara ASEAN maupun Indonesia sendiri, melalui suatu instrument yang disetujui dan disepakati bersama. Bagaimana negara-negara secara global, regional, maupun Indonesia ikut berpartispasi dalam liberalisasi perdagangan khususnya dalam sektor jasa. Dalam lingkupan yang lebih luas sebelumnya, telah ada instrumen yang mengatur prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan aturan permainan dalam perdagangan internasional dibidang jasa dibawah payung World Trade Organization (WTO). Instrumen tersebut adalah General Agremeent Tarrif on Service (GATS). Pengaturan mengenai kerangka perjanjian GATS ini terdapat dalam Annex 1b dari Piagam WTO. Aturan dalam Annex 1b tersebut tidak terpisahkan dari Piagam WTO itu sendiri karena 21 Rahmat Dwi Saputra (dkk), Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, (Jakarta; Kompas Gramedia, 2008), berdasarkan ASEAN Statistical Yearbook 2006, hlm Putu Ayu Bertyna Lova, Sektor Jasa Pegang Peran Penting Dalam Ekonomi Indonesia, / diakses pada tanggal 18 Oktober 2013

10 10 merupakan salah satu dari aturan-aturan lampiran penting dalam perjanjian perundingan dalam implementasi dari Piagam WTO. Oleh karena itu, ruang lingkup keberlakuannya mencangkup negara-negara peserta di seluruh dunia. ASEAN kemudian memandang perlu untuk mengambil sikap mengenai kerjasama di bidang jasa, terutama dalam menghadapi perdagangan di bidang jasa yang semakin mendunia, khususnya setelah Perundingan Putaran Uruguay 1994 berhasil memasukkan perdagangan jasa dalam agenda perundingannya yang bermuara pada disepakatinya GATS 23, dengan tujuan untuk meliberalisasikan perdagangan di bidang jasa dengan memperluas dan memperdalam cangkupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negara-negara dalam konteks GATS/WTO. Apabila dilihat dari sejarahnya, Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN hingga kini masih mengalami kesulitan untuk menegakkan struktur hukum demi melindungi ekonomi kerakyatan sesuai dengan mandat Pasal 33 UUD Bahkan upaya untuk memproteksi badan-badan pengelola sumber-sumber hajat hidup orang banyak, dilepaskan kepada asing. Keberadaan banyaknya perjanjian perdagangan bebas yang diikuti, khususnya AFAS akan makin menambah beratnya janji pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan rakyat dan perlu mempersiapkan serta mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan. 23 GATS merupakan hasil kesepakatan perundingan Putaran Uruguay yang khusus mengatur bidang-bidang perdagangan jasa. Putaran Uruguay sendiri merupakan salah satu agenda rutin GATT/WTO yang menghasilkan suatu persetujuan baru yang memperluas ruang lingkup perdagangan meliputi: perdagangan jasa (GATS), investasi (TRIMs) dan HaKI (TRIPs). 24 Ayat 3 menyatakan, " Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

11 11 Ratifikasi menimbulkan akibat hukum baik eksternal maupun internal bagi negara yang melakukannya. 25 Akibat hukum eksternal yang timbul adalah bahwa melalui tindakan tersebut berarti negara yang bersangkutan telah menerima segala kewajiban yang dibebankan oleh persetujuan internasional yang dimaksud. Sedangkan akibat hukum internal adalah kewajiban bagi negara yang bersangkutan untuk merubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan internasional yang bersangkutan. Sebagai konsekuensi ratifikasi dan ikut sebagai subjek bagian dari ASEAN dalam perjanjian perdagangan bebas AFAS, semua produk perundang-undangan nasional Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip liberalisasi perdagangan sebagaimana dirumuskan dalam WTO dan kerangka perjanjian perdagangan bebas yang telah disepakati dan ditandatangani. Jika ditinjau dari segi struktural antara GATS dan AFAS sama sekali tidak berhubungan. Pembentukan AFAS juga didasari dengan tekad untuk melakukan liberalisasi perdagangan jasa yang lebih dalam dibandingkan dengan komitmen yang ada di dalam GATS. Kedua instrumen ini diciptakan dengan tujuan utama memperlancar dan menghilangkan hambatan terhadap perdagangan bebas jasa, dimana AFAS kemudian menjadi acuan bagi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan akses pasar secara progresif dan menjamin perlakuan nasional yang setara bagi para penyedia jasa di kawasan ASEAN. Seluruh isi kesepakatan dalam AFAS pada dasarnya konsisten dengan 25 Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi Wina 1969 ini, namun kaedah-kaedah yang ada dapat dianggap sebagai hukum kebiasaan intemasional yang berlaku di lingkungan masyarakat internasional. Dan di dalam UU.Nomor 24 Tahun 2000 sebagian besar muatannya sama dengan Konvensi Wina 1969 tersebut.

12 12 kesepakatan internasional bagi perdagangan jasa yang ditetapkan dalam GATS. Karena keberadaan AFAS mendorong negara-negara ASEAN untuk membuat komitmen melebihi apa yang telah diberikan dalam GATS. Sehingga hal yang lebih essensial dipikirkan, untuk mengetahui hubungan kedua instrumen tersebut yang sama-sama mengatur mengenai aturan perdagangan jasa, serta mekanisme penyelesaian sengketa dalam kerangka perjanjian tersebut. Berdasarkan pemikiran hal tersebut, sehingga perlu dipahami tentang liberalisasi perdagangan sektor jasa, untuk melakukan penenlitian yuridis normatif, dengan mengkaji aturan internasional terhadap liberalisasi perdagangan jasa melalui kerangka perjanjian WTO dan kerangka perjanjian ASEAN. B. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang diatas, untuk menguraikan dan memberikan arahan yang terperinci dari pembahasa ini, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah aturan hukum internasional terhadap liberalisasi perdagangan di bidang jasa dalam kerangka WTO dan dalam kerangka ASEAN? 2. Bagaimanakah aturan penyelesaian sengketa dalam kerangka perjanjian WTO dan dalam kerangka perjanjian ASEAN? 3. Bagaimanakah posisi aturan AFAS terhadap aturan yang terdapat dalam GATS sebagai kerangka WTO? C. Tujuan Penilitian Tujuan penilitian merupakan suatu bentuk pencapaian yang hendak diperoleh dalam suatu penilitian ilmiah. Dengan dikemukakannya tujuan yang

13 13 hendak dicapai tersebut, maka arah penelitian ini akan semakin difokuskan atau terpusat dalam suatu pembahasan yang optimal. Sehubungan dengan penulisan yang dilakukan, maka secara khusus penulisan ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui aturan hukum internasional terhadap liberalisasi perdagangan di bidang jasa dalam kerangka WTO dan dalam kerangka ASEAN. 2. Untuk mengetahui aturan penyelesaian sengketa dalam kerangka perjanjian WTO dan dalam kerangka perjanjian ASEAN 3. Untuk mengetahui posisi aturan AFAS terhadap aturan yang terdapat dalam GATS sebagai kerangka WTO. D. Manfaat Penilitian Penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran teoritis maupun dalam tataran praktis. Penulisan ini mempunyai manfaat teoritis untuk dapat menambah dan memperluas perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum internasional mengenai liberalisasi perdagangan jasa dalam kerangka perjanjian WTO dan ASEAN. Selain itu juga, diharapkan penilitian ini mempunyai manfaat bagi kalangan akademisi, lembaga pemerintah sebagai tambahan informasi mengenai liberalisasi perdagngan jasa, dan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi untuk melakukan perbaikan dan optimalisasi kebijakan melalui kerangka WTO dan kerangka ASEAN sesuai dengan sesuai dengan perspektif hukum internasional.

14 14 E. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di kepustakaan Fakultas Hukum, diketahui bahwa penelitian tentang Tinjauan Hukum Terhadap Aturan Internasional Mengenai Liberalisasi Perdagangan Jasa Melalui Kerangka Perjanjan WTO dan Kerangka Perjanjian ASEAN belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan permasalahan yang sama. Penulisan ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Penulisan ini merupakan hasil karya sendiri, yang mana sumbernya diperoleh dari peraturan perundang-undangan, perjanjian internasional, buku-buku, literatur dan media elektronik yang menunjang dalam pembuatan penilitian ini, dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah. F. Tinjauan Pustaka Sebagai titik tolak dari perumusan tinjauan pustaka, dapat diuraikan beberapa konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Aturan Internasional menurut J.G. Starke, Aturan atau hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya di taati dalam hubungan antar negara. Liberalisasi perdagangan jasa adalah suatu keadaan dimana perusahaan dan individu bebas untuk menjual jasa melampaui batas wilayah negaranya. Ini berarti termasuk didalamnya adalah kebebasan untuk mendirikan perusahaan di negara lain dan bagi individu untuk bekerja di negara lain.

15 15 Perdagangan bebas juga harus bebas dari politis suatu negara dengan hubungan dengan negara-negara. Perdagangan bebas juga dipahami searah dengan pasar bebas. WTO (World Trade Organization), organisasi multilateral yang bertujuan sebagai forum guna membahas dan mengatur masalah perdagangan dan ketenagakerjaan internasional. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), organisasi regional beranggotakan negara-negara kawasan Asia Tenggara, terdiri dari Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. G. Metode Penelitian Jenis penelitian ini yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan tertulis dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada pada masyarakat. 26 Nama lain dari penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum doctrinal, juga disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. 27 Penelitian ini membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum 28 melalui kajian asas-asas hukum internasional, konvensi-konvensi, dan kerangka perjanjian internasional. 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; Universitas Indonesia Press, 2005), hlm Bambang Soegono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, edisi 8, 2006), hlm Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), hlm 24.

16 16 Adapun sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dimaksud untuk memeberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi obyek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memerkuat teori lama atau member teori baru, 29 dengan membatasi kerangka studi kepada suatu tinjauan perangkat hukum internasional terhadap liberalisasi perdagangan jasa. H. Sistematika Penulisan Secara umum, sistematika penulisan ini terdiri dari 5 bab. Bab satu merupakan pendahuluan, bab ini,menguraikan latar belakang dari permasalahan dari penulisan ini. Melalui latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi tiga rumusan permasalahan yang akan dibahas dan dikaji, diuraikan juga tujuan dan manfaat dalam penulisan. Uraian mengenai keaslian penulis, menyatakan bahwa penulisan ini belum pernah dilakukan dalam pendekatan dari perumusan permasalahan yang sama. Selanjutnya untuk memudahkan penelitian, dijelaskan metode penelitian dan sistematika penulisan sebagai gambaran dari keseluruhan isi dari penelitian. Bab dua berjudul Aturan Hukum Internasional Terhadap Liberalisasi Perdagangan Jasa. Bab ini dipaparkan sejarah dan perkembangan dari liberalisasi perdagangan lingkup internasional, dan dikaji juga perangkat hukum internasional melalui kerangka perjanjian WTO dan kerangka perjanjian ASEAN terhadap liberalisasi perdagangan jasa diambil dari Law Education, diakses pada tanggal 15 Januari 2014.l

17 17 Bab tiga berjudul Aturan Penyelesaian Sengketa Dalam Kerangka Perjanjian WTO dan Kerangka Perjanjian ASEAN. Bab ini memaparkan prosedur mekanisme penyelesaian sengketa dalam kerangka perjanjian WTO dan kerangka perjanjian ASEAN. Bab empat berjudul Hubungan AFAS dan GATS Sebagai Instrumen Liberalisasi Perdagangan Jasa. Bab ini diuraikan perbandingan kerangka perjanjian AFAS dan GATS, pemberlakuan aturan AFAS oleh negara-negara ASEAN terhadap negara-negara lingkup WTO, dan posisi aturan AFAS terhadap aturan GATS sebagai kerangka perjanjian WTO. Bab lima sebagai penutup, memuat kesimpulan dari penellitian yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang diungkapkan dalam bab pendahuluan dan saran sebagai rekomendasi yang dapat disumbangkan dalam upaya persiapan menghadapi liberalisasi perdagangan bebas khususnya sektor jasa.

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya. 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat itu juga

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu organisasi internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET Implementasi agreement on trade related investment measures (persetujuan tentang kebijakan investasi yang berkaitan dengan perdagangan) oleh pemerintah Indonesia Beteng Sehi E.0000074 UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering 14 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG The Association of South East Asian Nations atau yang sering disingkat ASEAN adalah sebuah Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara. Pembentukkan ASEAN

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek utama hukum internasional. Mengenai istilah negara itu sendiri tidak terdapat defenisi yang tepat, tetapi dengan melihat kondisi-kondisi modern

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hukum internasional sebagai bagian dari hukum yang sudah tua, yang mengatur hubungan antar negara tak dapat dipisahkan dari keberadaannya yang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN adalah perkumpulan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand) negara-negara anggota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY (Catatan Pertemuan the 8 th ASEAN Finance Ministers Investor Seminar (AFMIS), 8 November 2011, Jakarta I. Latar Belakang (Nugraha Adi) Kawasan ASEAN telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN Prasayarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir tidak terbatas. Globalisasi juga menuntut ASEAN menciptakan integrasi regional di Asia

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menampung dan mewujudkan aspirasi tersebut.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menampung dan mewujudkan aspirasi tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka melakukan upaya pencegahan terhadap ancaman internal maupun eksternal terhadap kawasan Asia Tenggara di masa mendatang, menciptakan integrasi regional,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL Oleh : Elfia Farida 1 Abstrak Berlakunya Piagam ASEAN, akan merubah ASEAN dari suatu asosiasi longgar menjadi rule-based

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci