BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Proses Termal Sterilisasi Komersial Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada sehingga jika ditumbuhkan dalam suatu media tidak ada jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri. Sterilisasi sangat penting dalam penelitian-penelitian di bidang mikrobiologi, mengingat bahwa penelitian terhadap suatu spesies mikrobia harus selalu didasarkan atas penelitian terhadap sifat biakan murni spesies tersebut, sehingga untuk dapat memisahkan kegiatan mikrobia yang satu dengan mikrobia yang lain, atau untuk memelihara suatu mikrobia secara biakan murni, perlu digunakan alat-alat dan medium yang bebas mikroorganisme atau steril. Sterilisasi Komersial adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik penyebab kebusukan makanan pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetapkan. Makanan yang telah mengalami sterilisasi komersial mungkin masih mengandung sejumlah jasad renik yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan untuk makanan tersebut Pasteurisasi Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, protozoa, kapang dan khamir dan suatu proses untuk memperlambatkan pertumbuhan mikroba pada makanan. Proses ini diberi nama atas penemunya Louis Pasteur seorang ilmuwan Perancis. Tes pasteurisasi pertama diselesaikan oleh Pasteur dan Claude Bernard pada 20 April Tidak seperti sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh 22

2 23 seluruh mikro-organisme di makanan. Bandingkan dengan appertisasi yang diciptakan oleh Nicolas Appert. Pasteurisasi bertujuan untuk mencapai "pengurangan log" dalam jumlah organisme, mengurangi jumlah mereka sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit (dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kedaluwarsa). Proses pemanasan yang cukup relatif cukup rendah (dibawah 100 C) dengan tujuan utama memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk Hot Filling Teknik pengawetan dengan menggunakan kombinasi proses pemanasan dengan teknik pengawetan yang lainnya untuk memberikan tingkat keamanan produk yang diinginkan. Produk diisikan dalam keadaan panas dengan suhu pengisian biasanya 180 F. Pemanasan ini digunakan untuk produk jeli, jem, sirup, sambal, saos tomat Retort a. Pengertian Retort Retort adalah alat untuk mensterilisai bahan pangan yang sudah dikalengkan. Sterilisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu tinggi >100 0 C dengan tujuan utama memusnahkan spora patogen dan pembusuk. Suatu produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba yang dapat tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan panas dibandingkan dengan sel vegetatifnya. Ada 2 hal yang harus diketahui, yaitu karakteristik ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya. Karakteristik ketahanan panas dinyatakan dengan nilai D dan nilai Z. Untuk mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan, maka ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitasnya pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini ditentukan sebelum proses termal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu, dimana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai Z.

3 24 b. Tujuan Proses Retort 1. Menghilangkan sel-sel vegetatif dari bakteri patogen dalam minuman susu siap minum. 2. Memperpanjang umur simpan produk makanan dan minuman c. Prinsip Dasar Proses Retort Prinsip kerja retort yaitu elemen pemanas pada retort akan memanaskan air membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dari dalam retort, sehingga terbentuk uap panas murni. Uap panas murni tersebut digunakan untuk memanaskan bahan yang terdapat dalam wadah. Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung beberapa faktor antara lain ukuran kaleng dan isinya serta ph bahan makanan. Sterilisasi makanan lebih tepat disebut sterilisasi komersial, artinya suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Pada kondisi penyimpanan renik tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan untuk makanan tersebut. Sterilisasi komersial mempunyai dua tipe yaitu tipe sterilisasi dalam kemasan (in batch sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilisasi bersama-sama setelah bahan dikalengkan, dan tipe aseptic (in flow sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilkan secara terpisah kemudian bahan dimasukkan ke dalam kemasan dalam ruangan steril atau kondisi aseptis. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung dari suhu yang digunakan (Belitz, 1999). d. Faktor Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses Retort Pencapaian kecukupan proses panas sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi proses termal harus dikontrol dengan baik dan dikendalikan. Terdapat faktor-faktor kritis yang dapat mempengaruhi proses pemanasan dan sterilisasi, yang dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Di antara faktor-faktor kritis yang perlu diidentifikasi pengaruhnya adalah: (a) karakteristik bahan yang dikalengkan (ph keseimbangan, metode pengasaman, konsistensi/ viskositas dari bahan, bentu/ukuran bahan, aktivitas air, persen padatan, rasio padatan/ cairan, perubahan formula, ukuran partikel, syrup strength, jenis pengental,

4 25 jenis pengawet yang ditambahkan, dsb), kemasan (jenis dan dimensi, metode pengisian bahan ke dalam kemasan), (b) proses dalam retort (jenis retort, jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort, tumpukan wadah, pengaturan kaleng, kemungkinan terjadinya nesting, dsb). Beberapa faktor kritis tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Keasaman (Nilai ph) Salah satu karakteristik produk pangan yang penting yang menentukan apakah proses termal harus sterilisasi atau pasteurisasi adalah tingkat keasaman yang dinyatakan dengan nilai ph. Karena bakteri pembentuk spora umumnya tidak tumbuh pada ph<3,7 maka proses pemanasan produk berasam tinggi biasanya tidak begitu tinggi, cukup untuk membunuh kapang dan khamir. Nilai ph kritis yang perlu diperhatikan adalah ph 4.5. Nilai ph ini dipilih sebagai pembatas yang aman, dimana pada ph lebih rendah 4.5 Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh. Clostridium botulinum adalah bakteri obligat anaerob yang banyak terdapat di alam, dan diasumsikan bahwa bakteri tersebut terdapat pada semua produk yang akan dikalengkan. Untuk produk pangan berasam rendah, kondisi anaerob pada kaleng adalah kondisi yang tepat bagi Clostridium botulinum untuk tumbuh, berkembang dan membentuk racun. Clostridium botulinum ini juga tahan panas dan membentuk spora. Karena itulah maka pada proses sterilisasi komersial produk pangan berasam rendah harus mampu menginaktivasikan spora Clostridium botulinum. Peraturan tentang makanan kaleng berasam rendah pun sangat ketat dan proses termal harus memenuhi peraturan yang ditetapkan. Untuk produk pangan yang diasamkan, maka prosedur pengasaman menjadi sangat penting, dimana harus menjamin ph keseimbangan dari bahan harus di bawah ph<4.5. Untuk itu, perlu diketahui metode pengasaman yang digunakan dan jenis acidifying agent yang digunakan (misal asam sitrat, asam asetat, asam malat, saus tomat, asam tartarat, dsb). Bila pengasaman dilakukan secara benar, maka proses termal dapat menerapkan pasteurisasi. 2) Viskositas Viskositas berhubungan dengan cepat atau lambatnya laju pindah panas pada bahan yang dipanaskan yang mempengaruhi efektifitas proses panas.

5 26 Pada viskositas rendah (cair) pindah panas berlangsung secara konveksi yaitu merupakan sirkulasi dari molekul-molekul panas sehingga hasil transfer panas menjadi lebih efektif. Sedangkan pada viskositas tinggi (padat), transfer panas berlangsung secara konduksi, yaitu transfer panas yang mengakibatkan terjadinya tubrukan antara yang panas dan yang dingin sehingga efektifitas pindah panas menjadi berkurang. Kemudahan pindah panas pada bahan cair dinyatakan dengan koefisien pindah panas konveksi (h), sedangkan untuk bahan pangan padat dinyatakan dengan koefisien pindah panas konduksi (k). 3) Jenis Medium Pemanas Pada umumnya menggunakan uap (steam) dengan teknik pemanasan secara langsung (direct heating). Teknik pemanasan dengan menggunakan uap (steam) secara langsung ini dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : (i) steam injection, yang dilakukan dengan menyuntikkan uap secara langsung kedalam ruangan (chamber) yang berisi bahan pangan, dan (ii) steam infusion, adalah teknik pemanasan dimana bahan pangan disemprotkan kedalam ruangan yang berisi uap panas. Selain itu, terdapat pula teknik pemanasan tidak langsung (indirect heating) yang biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat pemindah panas antara lain PHE (Plate Heat Exchanger), tubular HE dan scraped swept surface HE. Jenis alat pemindah panas ini umumnya digunakan dalam proses pemanasan sistem kontinyu. 4) Jenis dan Ukuran Kaleng Jenis kemasan yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan perambatan panas ke dalam bahan. Misalnya, wadah/kemasan yang terbuat dari bahan yang tipis seperti retort pouch dan stand up pouch, transfer panasnya lebih cepat dibandingkan dengan kemasan/wadah yang terbuat dari kaleng dengan volume bahan yang sama. Untuk kaleng yang berdiameter lebih besar, efektifitas transfer panas lebih rendah dibandingkan kaleng dengan ukuran diameter yang lebih kecil, karena penetrasi panas lebih cepat. 5) Ruang Lingkup Penggunaan Retort Mesin Retort biasanya digunakan untuk sterilisasi pada produk makanan dan minuman yang langsung konsumsi. Produk yang biasanya disterilkan dengan metode retort yaitu sayuran atau daging kaleng, susu asam yang

6 27 dikemas dalam kaleng/botol, makanan dan minuman yang dikemas dalam pouch. 6) Jenis Retort Still retort Gambar 3.1 Still Retort Dinding retort Dimensi-dimensi fisik dan jumlah krat yang digunakan dalam setiap kali proses. Untuk retort vertikal perlu diperhatikan adanya centering guides dan plat-plat baffles. Bahan yang digunakan untuk retort adalah bahan plat baja, dengan tebal minimal ¼ inch. Pintu retort terbuat dari plat baja atau besi cor yang dilengkapi dengan kunci sebagai pengaman. Suplai uap dari jalur pipa uap utama menuju retort. Ukuran pipa, ukuran dan tipe katup, pengatur atau pengurang tekanan dan seluruh sambungan pipa, termasuk pipa-pipa uap bypass. Steam header, pipa yang cukup besar untuk mensuplai uap air ke semua retort yang beroperasi. Ketidakcukupan uap air ditunjukkan dengan tidak terpenuhinya persyaratan venting, perlu waktu lama untuk mencapai suhu proses dan fluktuasi suhu retort pada saat venting. Steam inlet masuk kedalam

7 28 retort melalui bagian atas atau bagian bawah retort, dilengkapi dengan klep control uap air (Globe Valve). Kontrol uap Suhu atau tekanan yang berlangsung, elemen pengatur suhu, jenis dan lokasinya. Steam controller berguna untuk menjaga suhu retort dan dapat dikombinasikan dengan thermo recording (Pada Lubeca). Sistem udara untuk kontrol (bila digunakan) ukuran kompressor udara, kapasitas pengering udara, lokasi filter dan tipenya. Perpipaan Penyebar uap (steam spreader) bentuk, ukuran, lokasi dan konfigurasi; jumlah, ukuran dan lokasi lubang-lubang di dalam pipa; ukuran sambungan T, atau sambungan pipa lainnya. Pada retort horizontal harus dilengkapi dengan steam spreader yang terbentang sepanjang retort, memiliki lubang-lubang yang membentuk sudut pancaran 90, dan memiliki jumlah lubang 1 ½ sampai 2 kali luas penampang steam inlet yang paling kecil dibagi luas penampang lubang. Vents Lokasi dan ukuran pipa, juga tipe dan ukuran katup-katupnya. Vent berfungsi untuk mengeluarkan udara dalam retort sebelum proses dimulai (venting time), dipasang bersebrangan dengan steam inlet dan dikontrol dengan Gate Valve, yang harus dibuka penuh selama waktu venting. Lokasi dan ukuran pipa dan sambungan pipa pada manifold vent atau mani-fold headers. Lubang kecil pada retort yang digunakan untuk sirkulasi uap air, mengeluarkan sedikit uap air udara dari retort serta untuk mengamati aliran uap air. Diameter lubang minimal 1/8 inch, terbuka bebas dan terus mengeluarkan uap air selama come up time dan process time. Retort horizontal perlu minimal 2 bleeder pada kedua ujung retort bagian atas dan bleeder tambahan yang diletakkan di tengah retort. Drains (pipa keluaran air) lokasi dan ukurannya. Suplai air lokasi dan ukuran pipa, ukuran dan tipe katup (bila digunakan). Air yang digunakan untuk mendinginkan kaleng setelah proses sterilisasi dan dilengkapi dengan Globe Valve untuk mencegah kebocoran air kedalam retort selama proses.suplai udara lokasi dan ukuran pipa, ukuran dan tipe katup

8 29 (bila digu-nakan). Suplai udara dari pompa angin diperlukan untuk menjaga tekanan selama cooling dan dilengkapi dengan Globe Valve pada pipa udara Termometer MIG lokasinya di dalam retort. Pada satu retort dilengkapi oleh satu thermometer dengan suhu daoat terbaca sampai 0,5 C, dan skala suhunya tidak melebihi 4 C per 1 cm. Ujung thermometer air raksa harus dipasang masuk kedalam retort atau kedalam kantung baja yang terletak pada bagian luar retort, kemudian kantung baja tersebut dihubungkan kedalam retort melalui pipa berdiameter minimal ¾ inch dan dilengkapi dengan bleeder berdiameter 1/16 inch. Pressure gauge lokasinya di dalam retort. Setiap retort dilengkapi dengan sebuah manometer berskala 2 psi dengan kisaran 0-30 psi, manometer dipasang pada steam loop atau pigtail untuk mengurangi shock dan vibrasi yang mungkin terjadi pada dinding retort. Pipapipa atau perlengkapan tambahan seperti sistem pembuangan konden-sat, dan lain-lain. Alat pencatat (recording device) : tipe dan deskripsi dari recorder atau recor-der/controller. Thermo recording, grafik untuk pencatat suhu otomatis dengan akurasi pencatatan 0,5 C. Ukuran skala grafik tidak lebih dari 12 C per 1 cm dan interval waktu pencatatan suhu tidak lebih dari 1 menit Aturan Susu Pasteurisasi Berdasarkan peraturan BPOM nomor HK tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan khususnya susu pasteurisasi (plain atau berperisa), yaitu: 1. ALT (30 C, 72 jam) : 5x10 4 koloni/ml 2. APM koliform : 10/ml 3. APM E. coli : <3/ml 4. Salmonella sp. : negative/25 ml 5. Staphylococcus aureus: 1x10 2 koloni/ml 6. Listeria monocytogenes: negative/25 ml

9 Pengertian Susu Diasamkan (Smoothie) Susu diasamkan adalah susu segar baik dipasteurisasi atau tidak, susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang diasamkan dengan atau tanpa penambahan mikroba dengan tambahan vitamin dan bahan lainnya. Asam yang digunakan adalah asam asetat, asam adipat, asam sitrat, asam fumarat, asam glukono delta lakton, asam hidroklorat, asam laktat, asam malat, asam fosfat, asam suksinat, dan asam tartarat. Persyaratan minimum: o Kadar lemak susu tidak kurang dari 3,25 %; o Total padatan bukan-lemak tidak kurang dari 8,25%; o Kadar asam laktat tidak kurang dari 0,5% Ketahanan Panas Mikroba Proses pemanasan mempelajari hubungan antara pemanasan dengan optimasi proses, terutama dari segi keamanan pangan dan nilai gizinya (Toledo, 1991). Pemanasan yang diberikan pada bahan pangan adalah berbeda-beda tergantung pada beberapa hal diantaranya adalah jenis mikroba. Dalam menghitung ketahanan panas dibutuhkan data atau pengukuran, yaitu kurva TDT(thermal death time). Untuk mendapatkan kurva TDT (nilai z), sebelumnya dibuat kurva kematian mikroba untuk menetapkan nilai D. Penentuan nilai D dan z dilakukan terhadap mikroba bacillus. Nilai P adalah waktu pemanasan pada suhu tertentu yang diperlukan untuk mencapai nilai pasteurisasi tertentu, dimana pada sterilisasi disebut nilai F. Nilai P dihitung untuk melihat kecukupan panas pada proses pasteurisasi. Dalam suatu industri pengolahan nilai P merupakan efisiensi untuk mengoptimalkan suatu proses Nilai F Pengertian F0 (Ketahanan Panas) Proses panas secara komersial umumnya didisain untuk menginaktifkan mikroorganisme yang ada pada makanan dan dapat mengancam kesehatan manusia dan mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang rendah, sehingga peluang terjadinya kebusukan sangat rendah. Dalam disain proses termal, ada 2 hal yang harus diketahui, yaitu karakteristik ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya. Karakteristik

10 31 ketahanan panas dinyatakan dengan nilai D dan nilai Z. Untuk mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan, maka ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitasnya pada suhu tertentu (F0). Nilai F0 ini ditentukan sebelum proses termal berlangsung. Nilai F0 dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu, dimana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai Z. Proses termal secara komersial didisain untuk menginaktivasi/membunuh mikroba patogen yang ada pada makanan yang dapat mengancam kesehatan manusia dan mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang rendah sehingga peluang terjadinya kebusukan sangat rendah. Laju penurunan jumlah mikroba oleh panas hingga level yang aman mengikuti orde 1 atau menurun secara logaritmik. Secara matematis penurunan jumlah mikroba atau siklus logaritma penurunan mikroba (S) dinyatakan dengan persamaan 1 berikut: = log...(pers. 1) dimana Nt adalah jumlah populasi mikroba setelah proses termal t menit dan No adalah jumlah populasi mikroba sebelum proses termal. Proses termal dalam pengolahan pangan perlu dihitung agar kombinasi suhu dan waktu yang diberikan dalam proses pemanasan cukup untuk memusnahkan bakteri termasuk sporanya, baik yang bersifat patogen maupun yang bersifat membusukkan. Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai F0. Secara umum nilai F0 didefinisikan sebagai waktu (biasanya dalam menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Apabila prosesnya adalah sterilisasi, maka nilai F0 diartikan sebagai nilai sterilitas, sedangkan apabila prosesnya adalah pasteurisasi, maka nilai F0 diartikan sebagai nilai pasteurisasi. Nilai F0 biasanya menyatakan waktu proses pada suhu standar. Misalnya, suhu standar dalam proses sterilisasi adalah C (250 F), sehingga nilai F0 sterilisasi menunjukkan waktu sterilisasi pada suhu standar C. Secara matematis, nilai F0 merupakan hasil perkalian antara nilai D0 pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S) yang diinginkan dalam proses (persamaan 2). Nilai D0 harus dinyatakan juga pada suhu standar yang sama. F0 = S.D0 (2)

11 32 Nilai F pada suhu lain (misalnya pada suhu proses yang digunakan) dinyatakan dengan nilai FT. Secara matematis, nilai FT dinyatakakan dengan persamaan (3), dimana nilai DT adalah pada suhu T yang sama. FT = S.DT (3) Pada Topik 4 sudah dibahas bahwa Nilai F akan berubah secara logaritmik dengan berubahnya suhu pemanasan. Untuk menghitung nilai F pada suhu lain, maka digunakan persamaan (4) berikut: Dengan menggunakan persamaan 4 tersebut, maka dapat ditentukan berapa waktu yang diperlukan untuk memusnahkan bakteri atau spora target pada suhu pemanasan yang berbeda. Untuk memastikan keamanan makanan berasam rendah dalam kaleng, maka kriteria sterilitas yang dipakai adalah berdasarkan pada spora bakteri yang lebih tahan panas daripada spora Clostridium botulinum, yaitu spora Bacillus stearothermophilus atau sering disebut sebagai FS (flat sour) Disebut sebagai FS 1518 karena pertumbuhan bakteri ini akan menyebabkan kebusukan dengan diproduksinya asam tetapi tanpa gas sehingga bentuk tutup kaleng tetap normal (flat). Untuk makanan asam, proses sterilisasi dengan menggunakan panas ini biasanya didisain berdasarkan pada ketahanan panas bakteri fakultatif anaerob, seperti Bacillus coagulan (B. thermoacidurans), B. mascerans, dan B. polymyxa Cara Menghitung F0 Hitung nilai sterilisasi (F0) dari suatu proses termal yang dilakukan pada suhu 100 C dengan berdasarkan pada mikroba C. botulinum sebagai target. Diketahui nilai D0 (121.1 C) dan nilai Z dari C. botulinum secara berturut-turut adalah 0.25 menit dan 10 C. Proses dilakukan dengan menerapkan 12 siklus logaritma. Hitung juga nilai FT bila proses termal dilakukan pada suhu 100 C dan 138 C. Jawab: Diketahui : D0 = 121,1 C; Z=10 C, jumlah siklus logaritma = 12 a. Nilai F0 (suhu standar) adalah : F0 = S.D0 = 12*0.25 = 3 menit

12 33 b. Nilai FT (suhu 100 C) adalah: c. Nilai FT (suhu 138 C) adalah: 3.6. Pengukuran F0 Menggunakan Data Logger 1) Masuk ke program xvacq standard Gambar 3.2 Program Xvacq Standard 2) Pasang interphase ke komputer Gambar 3.3 Pemasangan Interphase

13 34 3) Pasang datalogger di ujung interphase Gambar 3.4 Pemasangan Data Logger Ke Interphase 4) Cek performance datalogger dengan klik : logger real time (Bila temperature yang terbaca di real time di kisaran suhu ruang, maka kondisi datalogger masih OK) Gambar 3.5 Cek Performansi 5) Tentukan rencana validasi Rencana validasi mencakup: jumlah datalogger dalam 1 retort dan posisi datalogger dalam keranjang. 6) Perkirakan waktu pengisian keranjang dan waktu start retort Untuk Smoothies, pengisian keranjang biasanya menit untuk 1 retort. 7) Siapkan botol kosong dan sejumlah datalogger yang akan dimasukkan ke dalam retort. 8) Lakukan pemrograman datalogger dengan klik : logger program

14 35 Gambar 3.6 Proses Pemrograman 9) Masukkan durasi dan interval pengukuran suhu, lalu klik : program logger Gambar 3.7 Durasi Dan Interval Pengukuran Durasi disesuaikan dengan lamanya siklus retort. Contoh : untuk smoothie, 1 siklus retort membutuhkan waktu + 40 menit. Durasi pemrograman di-set 1 jam 30 menit untuk toleransi bila ada keterlambatan mulai retort. Interval pengukuran setiap 5 detik 10) Programming will erase logger memory Klik : OK 11) Start logger klik : yes 12) Isi start time

15 36 Gambar 3.8 Input Waktu Proses Pastikan jam pada komputer sesuai dengan jam di ruang proses. Isi start time kira-kira 15 menit lebih awal dari estimasi start retort. 13) Logger is recording klik : OK 14) Lepas datalogger dari interphase 15) Pasang pengkait pada datalogger Gambar 3.9 Interphase Dilepaskan Gambar 3.10 Pemasangan Pengait Data Logger 16) Masukkan datalogger ke dalam botol

16 37 Gambar 3.11 Data Logger Dimasukkan Ke Botol Catat : No datalogger dan kode posisi pada retort Tulis kode posisi pada retort di botol dengan spidol permanen 17) Isi botol dengan produk hingga mencapai leher botol 18) Tutup botol dengan alucap menggunakan mesin cap sealer C Gambar 3.12 Penutupan Botol Menggunakan Cap Sealer 19) Letakkan botol berisi datalogger di keranjang sesuai posisi yang telah ditentukan (titik N, A, D, H, K dan O) Door T1 F T2 G T3 J T4 M B E I L N M1/A P M2/D Q M3/H M4/K O B1 B2 B3 B4 Gambar 3.13 Titik Validasi Retort Botol diletakkan terbalik untuk memudahkan saat pengambilan botol. 20) Lakukan proses retort sesuai standar atau setting yang diinginkan 21) Setelah selesai retort, ambil botol berisi datalogger dari keranjang

17 38 22) Keluarkan produk dari dalam botol Dibuka dan produk dikeluarkan melalui tutup botol 23) Keluarkan datalogger dari dalam botol Menggunakan cutter, dipotong di bagian leher botol. Hati-hati agar datalogger tidak jatuh. 24) Bersihkan datalogger dengan dicelup ke air (suhu ruang) dan dilap tissue hingga kering 25) Pasang datalogger ke interphase 26) Baca data yang terrekam dalam datalogger, klik : logger read Gambar 3.14 Pembacaan Hasil Validasi 27) Simpan data yang terrekam dalam datalogger Gambar 3.15 Penyimpanan Data Validasi Pisahkan dalam folder tersendiri Nama file perlu mencantumkan: - kode retort yang divalidasi - urutan siklus validasi ke berapa - nomor datalogger - tanggal validasi

18 39 posisi dalam keranjang yang diukur oleh datalogger tersebut (mengacu ke Ketentuan Validasi Mixing) 28) Job selected klik : OK Gambar 3.16 Kurva Data Validasi 29) Hitung nilai F0, klik : calculations F0/A0 30) Masukkan F0/A0 parameters, lalu klik : OK Gambar 3.17 Perhitungan Dengan Nilai F0/A0 Tr = T reference dan Z, diisi sesuai standar pembunuhan bakteri target Untuk produk ph > 4,5, Tr = o C (bakteri Clostridium botulinum) Z = 10 Untuk produk ph < 4,5, Tr disesuaikan dengan produk, untuk smoothie Tr = 100 o C (bakteri Bacillus coagulans) Z=10 Threshold temperature adalah suhu yang diperhitungkan punya aktivitas pembunuhan bakteri. Umumnya dipakai threshold = 90 o C.

19 40 31) Bandingkan nilai F0 yang terukur dengan F0 standar atau dengan data di datalogger posisi lain Gambar 3.18 Hasil Akhir Pembacaan Data Validasi Retort

Parameter Kecukupan Proses Termal

Parameter Kecukupan Proses Termal Parameter Kecukupan Proses Termal F. Kusnandar, P. Hariyadi dan N. Wulandari Topik 7 Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan Topik 7 ini, mahasiswa diharapkan mampu mendefinisikan nilai sterilitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan

Lebih terperinci

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

Pengolahan dengan Suhu Tinggi Program Studi Teknologi Pangan Internationally Recognized Undergraduate Program by IFT & IUFoST FTP 200 Pengantar Teknologi Pertanian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI Penggunaan suhu tinggi untuk pengawetan makanan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu : pasteurisasi dan sterilisasi. - Pasteurisasi - Pasteurisasi

Lebih terperinci

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN: 1. Mikrobia penyebab kerusakan dan mikrobia patogen yang dimatikan. 2. Panas tidak boleh menurunkan nilai gizi / merusak komponen

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Pengoperasian Retort

Prinsip-prinsip Pengoperasian Retort Prinsip-prinsip Pengoperasian Retort Prof., PhD Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB Director of Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural

Lebih terperinci

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan PENGAWETAN MAKANAN DENGAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH Pengertian Pengawetan makanan salah satu cara pengolahan pangan yg sering dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan & menjaga kualitasnya. Cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroba Patogen dan Pembusuk Potensial Identifikasi mikroba target dilakukan dengan mengidentifikasi cemaran mikroba di dalam nata de coco, yaitu dengan melakukan analisis mikrobiologi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2 TEKNOLOGI HASIL TERNAK Kuliah ke 2 METODE PRESERVASI DAGING, SUSU DAN TELUR 1. Penggunaan panas atau PROSES TERMAL (THERMAL PROCESSING) 2. Penurunan suhu atau PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN (COOLING AND FREEZING)

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 PASTEURISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Merupakan perlakuan panas yang bertujuan membunuh mikroba patogen dan pembusuk, serta inaktivasi enzim Proses termal pada produk pangan dengan tujuan

Lebih terperinci

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-9: PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DASAR PROSES TERMAL PUSTAKA:

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XIII MENGELOLA PENGEMASAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural l Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair Sebelum membahas produk susu cair akan dijelaskan perlakuan sebelum susu diolah yaitu susu sebagai

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cikal bakal UMKM di Indonesia bermula dari aktivitas home industry di masyarakat, kelompok tani, kelompok pengrajin, kelompok peternak, paguyuban dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA Guru Besar, Rekayasa Proses Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB-Bogor

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax :

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan :

Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan : SOUVIA RAHIMAH Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan : Sel vegetatif : baktei dalam keadaan tumbuh, berkembang dan bereproduksi Spora : tahan

Lebih terperinci

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan () Sterilisasi UHT dan Pengolahan Aseptik: engawetkan dan empertahankan utu Susu Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

RETORT; Instrumentasi dan Pengoperasiannya. Purwiyatno Hariyadi. Purwiyatno Hariyadi/ITP/Fateta/IPB. Skema Proses Pengalengan Ikan/Tuna

RETORT; Instrumentasi dan Pengoperasiannya. Purwiyatno Hariyadi. Purwiyatno Hariyadi/ITP/Fateta/IPB. Skema Proses Pengalengan Ikan/Tuna RETORT; Instrumentasi dan Pengoperasiannya Purwiyatno Hariyadi Skema Proses Pengalengan Ikan/Tuna Umumnya pemanasan dengan menggunakan retort Proses termal makanan berasam rendah 1. Mengemas produk secara

Lebih terperinci

RETORT & Instrumentasinya. Prof. Purwiyatno Hariyadi, PhD

RETORT & Instrumentasinya. Prof. Purwiyatno Hariyadi, PhD RETORT & Instrumentasinya Prof. Purwiyatno Hariyadi, PhD Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB Director of Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural

Lebih terperinci

Pengawetan bahan pangan

Pengawetan bahan pangan Pengawetan bahan pangan SMA Negeri 5 Mataram Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. Prinsip pengawetan pangan Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Mencegah kerusakan yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 STERILISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Proses mematikan mikroba Ada dua jenis Sterilisasi total Sterilisasi komersial Teti Estiasih - THP - FTP - UB 2 STERILISASI KOMERSIAL Kondisi dimana

Lebih terperinci

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril PENGOLAHAN SUSU Homogenisasi, Separasi, Susu Steril Materi 10 TATAP MUKA KE-10 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Pengolahan dengan suhu tinggi

Pengolahan dengan suhu tinggi Pengolahan dengan suhu tinggi Kompetensi dasar Mahasiswa memahami teknologi pemanasan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pemanasan terhadap mutu pangan Indikator Setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cincau Cincau (Hanzi: 仙草, pinyin: xiancao) adalah gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan tertentu dalam air. Gel terbentuk karena

Lebih terperinci

IX. PENGEMASAN ASEPTIK

IX. PENGEMASAN ASEPTIK IX. PENGEMASAN ASEPTIK A. PENDAHULUAN Pengemasan aseptis adalah suatu cara pengemasan bahan di dalam suatu wadah yang memenuhi empat persyaratan, yaitu : produk harus steril, wadah pengemas harus steril,

Lebih terperinci

Proses Aseptis untuk Susu Cair:

Proses Aseptis untuk Susu Cair: Pemanasan (Suhu Tinggi ) Teknologi mutakhir, faktor-faktor kritis, dan pengendaliannya Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, LPPM, IPB Departemen Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS KLASIFIKASI TEKNOLOGI PANGAN KLASIFIKASI BERDASARKAN TUJUAN menciptakan makanan yang aman mengendalikan kontaminasi yaitu

Lebih terperinci

Teknologi dan Pangan ISBN :

Teknologi dan Pangan ISBN : PENENTUAN Fo IKAN TUNA KALENG UKURAN 31 X 47 DALAM BERBAGAI BUMBU TRADISIONAL Asep Nurhikmat, M. Kurniadi & Agus Susanto UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia - LIPI Jln Jogjakarta Wonosari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

RINGKASAN BAKING AND ROASTING RINGKASAN BAKING AND ROASTING Bab I. Pendahuluan Baking dan Roasting pada pokoknya merupakan unit operasi yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah eating quality dari bahan

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

DAN PENGEMASAN ASEPTIK. Purwiyatno Hariyadi 1

DAN PENGEMASAN ASEPTIK. Purwiyatno Hariyadi 1 STERILISASI UHT DAN PENGEMASAN ASEPTIK Purwiyatno Hariyadi 1 'Kepala Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan

Lebih terperinci

Kuliah ke-4 STERILISASI DALAM FERMENTASI

Kuliah ke-4 STERILISASI DALAM FERMENTASI Kuliah ke-4 STERILISASI DALAM FERMENTASI Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa mampu menjelaskan sterilisasi dalam proses fermentasi Produk fermentasi diperoleh bila mikroorganisme tumbuh pada media

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o. dan enzim menurun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah:

BAB VII LAMPIRAN. Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: BAB VII LAMPIRAN Perhitungan Neraca Massa pada Proses Pengolahan Sari Buah Jambu Biji Merah: Ukuran buah jambu biji merah: - Diameter = + 10 cm - 1kg = 7-8 buah jambu biji merah (berdasarkan hasil pengukuran)

Lebih terperinci

PEDOMAN KHUSUS UNTUK LABORATORIUM MIKROBIOLOGI *MENUJU AKREDITASI

PEDOMAN KHUSUS UNTUK LABORATORIUM MIKROBIOLOGI *MENUJU AKREDITASI PEDOMAN KHUSUS UNTUK LABORATORIUM MIKROBIOLOGI *MENUJU AKREDITASI ACUAN ISO/IEC 17025 :2005 Persyaratan Manajemen (Elemen 4.1-4.15) Persyaratan Teknis (Elemen 5.1-5.10) 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN

Lebih terperinci

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK PENGOLAHAN SUSU SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK Materi 11 TATAP MUKA KE-11 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Peralatan Pengujian Pembuatan alat penukar kalor ini di,aksudkan untuk pengambilan data pengujian pada alat penukar kalor flat plate, dengan fluida air panas dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl No.1144, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pangan Steril Komersial. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENDEKATAN

III. METODE PENDEKATAN III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULA SARI TEMPE TERPILIH Penentuan formula sari tempe terpilih dilakukan berdasarkan hasil uji rating hedonik. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa terdapat

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN A. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototipe produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK Di bidang teknologi pengemasan pangan, mungkin pengemasan aseptis merupakan teknologi pengemasan yang paling dinamis dalam perkembangannya Di Eropa, pengisian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah Ilmu termodinamika yang membahas tentang transisi kuantitatif dan penyusunan ulang energi panas dalam suatu tubuh materi. perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengolah susu mentah sehingga aman dikonsumsi adalah pasteurisasi. Pasteurisasi akan membunuh seluruh mikroorganisme patogen

Lebih terperinci

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena

Lebih terperinci

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan (Portunus pelagicus) disebut juga blue swimmimg crab atau kepiting berenang merupakan salah satu jenis crustacea (berkulit keras) yang

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG

PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG 441 PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG Asep Nurhikmat, M. Kurniadi, Agus Susanto, dan Ervika Rahayu NH UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, maupun pada permukaan jaringan tubuh kita sendiri, di segala macam tempat serta lingkungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK Vol. 3 No.5, Juni 25 ISSN 693-248X STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan pengemasan buah nenas olahan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu ABSTRAK

Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu ABSTRAK Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu Herni Purwantari, Aan Sofyan, Tsania Nur Habiba, Saiful Rochdyanto, Devi Yuni Susanti, Endang S. Rahayu* Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertaian, Fakultas

Lebih terperinci

Departemen Ilmu & Teknologi Pangan - IPB

Departemen Ilmu & Teknologi Pangan - IPB TOPIK 6 Sub-topik 6.2. Parameter Ketahanan Panas Mikroba KECUKUPAN PROSES TERMAL Harus tahu kombinasi suhu-waktu yang diperlukan untuk memusnahkan the most heat resistant pathogen and/or spoilage organism

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

4. Bagian-bagian autoklaf

4. Bagian-bagian autoklaf AUTOKLAF 1. Pengertian Autoclave adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya

Lebih terperinci

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN 4.1. KONDENSOR Penggunaan kondensor tipe shell and coil condenser sangat efektif untuk meminimalisir kebocoran karena kondensor model ini mudah untuk dimanufaktur dan terbuat

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Metoda Percobaan Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), desain faktorialnya 4 x 4 dengan tiga kali ulangan.

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK PENGEMASAN ASEPTIS DALAM ARTI SEMPIT BERARTI PENGISIAN BAHAN PANGAN DINGIN YANG TELAH DISTERILISASI DAN STERIL KE DALAM KEMASAN YANG TELAH DISTERILISASI DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kesempurnaan Susu UHT/Uji Kekeruhan (Aschaffenburg test) Pengujian dilakukan terhadap 30 sampel susu UHT dari Australia dengan merek A sebanyak 15 sampel, dan merek B sebanyak 15

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEMPE Tempe adalah produk pangan tradisional Indonesia berbahan baku kedelai (Glycine max) yang difermentasi dalam waktu tertentu menggunakan kapang Rhizopus sp.. Spesies kapang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

TUGAS PENGGANTI KUIS REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES

TUGAS PENGGANTI KUIS REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES TUGAS PENGGANTI KUIS REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES Dosen Pengampu : Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP Disusun Oleh: Nama : Bon Jovi Sonny Fauzi NIM : 115101000111009 Kelas : F Alamat Blog : http://blog.ub.ac.id/jovibj/

Lebih terperinci