SINTESIS DAN KARAKTERISASI BARIUM TITANAT DENGAN MODIFIKASI METODE LTDS (LOW TEMPERATURE DIRECT SYNTHESIS) AGUS SAPUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS DAN KARAKTERISASI BARIUM TITANAT DENGAN MODIFIKASI METODE LTDS (LOW TEMPERATURE DIRECT SYNTHESIS) AGUS SAPUTRA"

Transkripsi

1 SINTESIS DAN KARAKTERISASI BARIUM TITANAT DENGAN MODIFIKASI METODE LTDS (LOW TEMPERATURE DIRECT SYNTHESIS) AGUS SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2010 Agus Saputra NIM G

3 ABSTRACT AGUS SAPUTRA. Synthesis and Characterization of Barium Titanate with Modification LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) Method. Supervised by HENDRA ADIJUWANA and SULISTIOSO GIAT SUKARYO Barium titanate (BaTiO 3 ) perovskite is one of the ceramic oxide that widely used in electronic device industry like multilayer ceramic capacitor (MLCC) due to its excellent ferroelectric and piezoelectric (tetragonal phase properties). These electrical properties depend on the synthesis method. Based on this fact, the modification of synthesis method was investigated. BaTiO 3 powders were synthesized by modification LTDS and hydrothermal reaction using barium hydroxide and titanium tetrachloride as well as starting materials (KOH/BaTi mol ratios: 20, Ba/Ti molar ratio: 1.0). In the process, BaTiO 3 powders was obtained at the ph solution was higher than 13 and the reaction temperature was C for two hours. The X-ray diffraction data indicated that formation BaTiO 3 powders was one step reaction. The dielectric constant of BaTiO 3 was SEM analysis was found agglomeration in synthesized powders and the average particle size was 10 µm. Keywords: barium titanate, barium hydroxide, titanium tetrachloride, LTDS

4 RINGKASAN AGUS SAPUTRA. Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) dibimbing oleh HENDRA ADIJUWANA dan SULISTIOSO GIAT SUKARYO Barium titanat adalah material keramik yang telah dikenal luas pada pembuatan termistor, kapasitor keramik dielektrik, amplifier dielektrik, magnetik amplifier, dan kapasitor keping/multi keping. Pemanfaatan ini berhubungan dengan sifat ferroelektrik, piezoelektrik, dan konstanta dielektrik yang tinggi. Konstanta dielektrik keramik BaTiO 3 berkisar antara Metode sintesis yang ada saat ini umumnya menghasilkan kristal BaTiO 3 dengan distribusi ukuran yang besar dan homogenitas struktur yang rendah (campuran kubus dan tetragonal). Hal ini akan mengurangi sifat elektrik material. Sintesis barium titanat dapat dilakukan secara langsung pada suhu di bawah C antara larutan barium hidroksida dengan titanium tetraklorida. Penggunaan atmosfer khusus seperti gas nitrogen atau menggunakan peralatan khusus (vial) tertutup yang dipanaskan secara hidrotermal dapat mereduksi suhu reaksi dan membantu jalannya reaksi. Metode hidrotermal memiliki kelebihan dibandingkan metode pemanasan biasa. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi metode sintesis langsung suhu rendah dalam suasana hidrotermal dan juga penggunaan KOH untuk meningkatkan ph larutan dan membantu proses pengendapan kristal BaTiO 3 hasil sintesis. Kristal BaTiO 3 selanjutnya dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x, SEM, FTIR, dan kapasitansi meter. Sumber ion titanium (IV) pada penelitian ini adalah TiCl 4. TiCl 4 yang ditambahkan ke dalam air bebas ion suhu 0 0 C akan langsung menghasilkan endapan putih. Larutan ini bersifat sangat asam dan akan menjadi bening kembali ketika diaduk karena terbentuk larutan TiOCl 2. Reaksi TiCl 4 dalam air merupakan reaksi eksoterm. Hal ini karena titanium dapat membentuk senyawa eksplosif [Ti(OH) 4 ]. Barium hidroksida oktahidrat adalah senyawaan basa yang memiliki kelarutan sangat rendah. Larutan barium hidroksida tersebut jika ditambahkan larutan TiOCl 2 dingin akan langsung menghasilkan endapan putih. Hasil pengukuran dengan XRD terhadap endapan putih, diperoleh pola difraksi dengan intensitas tertinggi terdapat pada 2θ = Nilai ini mendekati nilai 2θ dari standar senyawa TiO 2. Penambahan basa KOH dalam sintesis BaTiO 3 adalah salah satu contoh dari pengembangan metode sintesis. Basa KOH (mol KOH/BaTi = 5) yang ditambahkan ke dalam campuran larutan Ba(OH) 2 dan TiOCl 2 (mol Ba/Ti = 1), kemudian dipanaskan di dalam tanur pada suhu C selama dua jam akan

5 menghasilkan senyawa BaTiO 3 dan senyawa antara barium titanat. Hal ini terlihat pada intensitas serapan pada nilai 2θ yang spesifik untuk BaTi 4 O 9. BaTi 4 O 9 dihasilkan dari reaksi non stoikiometri antara BaTiO 3 dengan TiO 2. Keberadaan TiO 2 dan BaCO 3 di dalam serbuk juga terdeteksi dengan adanya intensitas pada 2θ Peningkatan perbandingan mol [KOH/BaTi] menjadi 20 tetap menghasilkan fasa pengotor tetapi dengan intensitas lebih rendah. Konsentrasi KOH yang tinggi diduga menghambat proses pembentukan fasa pengotor dan membantu efektivitas pembentukan inti BaTiO 3. Hal lain yang teramati ketika konsentrasi KOH ditingkatkan adalah proses pengendapan kristal berlangsung lebih cepat. Endapan putih dalam larutan terpisah dengan jelas. Sedangkan untuk konsentrasi KOH lebih rendah endapan putih berbentuk koloid dan tidak terpisahkan dengan batas yang jelas. Hal ini dapat dijelaskan dari sudut pandang efek muatan listrik pada permukaan partikel BaTiO 3. Permukaan partikel BaTiO 3 memiliki muatan negatif. Peningkatan konsentrasi KOH akan meningkatkan jumlah ion OH - sehingga partikel BaTiO 3 akan terisolasi akibat adanya gaya tolak antar permukaan partikel BaTiO 3 dengan ion OH -. Akibatnya proses penggerombolan terjadi. Selain konsentrasi basa, lama pemanasan juga berpengaruh terhadap sintesis. Semakin lama waktu pemanasan, fasa-fasa pengotor BaTiO 3 menjadi berkurang. Fasa pengotor mengalami reaksi lebih lanjut menjadi senyawa BaTiO 3. Di samping mampu menghilangkan fasa-fasa pengotor, suhu akan menyebabkan kristal BaTiO 3 yang diperoleh dalam struktur yang stabil pada suhu tersebut yaitu kubus. Suhu juga menyebabkan reaksi tidak berlangsung dalam satu tahap reaksi sederhana. Suhu memberikan sumbangan energi tinggi untuk menghasilkan reaksi non stoikiometri. Selain itu sintesis pada suhu tinggi tidak efisien dan efektif jika dilakukan sintesis dalam skala industri. Untuk mengatasi agar reaksi sintesis dapat berlangsung pada suhu rendah (100 0 C) maka dapat digunakan metode hidrotermal. Pada pengukuran XRD serbuk kristal BaTiO 3 hasil sintesis dengan metode hidrotermal, yaitu larutan reaktan yang dipanaskan dalam autoklaf suhu C selama dua jam, ternyata dapat menghilangkan fasa-fasa pengotor (intensitas pada 2θ 28). Suhu yang rendah menyebabkan tidak cukup energi untuk menghasilkan reaksi non stoikiometri. BaTiO 3 pada suhu rendah terbentuk secara langsung dari ion Ba 2+, Ti 4+, dan OH -. Adanya puncak pada 2θ menunjukkan bahwa reaksi dalam wadah autoklaf masih memungkinkan adanya CO 2 sehingga dapat terjadi reaksi dengan Ba membentuk BaCO 3. Dari hasil analisis dengan FTIR terlihat puncak serapan pada bilangan gelombang 1573 cm -1 yang khas untuk ion CO 3. Struktur kubus dan tetragonal merupakan dua struktur yang berbeda pada sudut dan panjang ikatan. Metode hidrotermal yang memanfaatkan tekanan tinggi dapat menyebabkan terjadinya distorsi ini sehingga kristal BaTiO 3 memiliki

6 struktur tetragonal. Struktur tetragonal BaTiO 3 dapat dilihat dari puncak kurva XRD pada 2θ Pada 2θ tersebut terjadi pemecahan puncak menjadi dua yaitu pada 2θ dan Intensitas kedua puncak pada 2θ tersebut sangat kecil. Ini menunjukkan tekanan yang dihasilkan selama dua jam di dalam autoklaf tidak cukup tinggi untuk terjadinya distorsi seluruh kristal BaTiO 3 hasil sintesis. Kristal yang diperoleh merupakan campuran struktur antara kubus dan tetragonal. Sifat listrik adalah salah satu sifat yang dipengaruhi oleh struktur kristal. Pengukuran dengan kapasitansi meter diperoleh nilai kapasitan sebesar 8,189 nf pada frekuensi 1 khz. Besarnya kapasitan sangat bergantung pada ketebalan, luas area sampel yang diukur, dan frekuensi yang digunakan. Frekuensi akan mengatur arah orientasi elektron pada sampel yang diukur. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai konstanta dielektrik BaTiO 3 sebesar 1047 Hasil pengukuran morfologi dan ukuran kristal dengan mikroskop elektron payaran, terlihat terjadinya proses penggerombolan dalam pembentukan kristal BaTiO 3. Hal ini akan menurunkan derajat keseragaman dan memperbesar ukuran kristal. Dari hasil pengukuran dengan pembesaran 1000X didapatkan ukuran kristal sekitar 10 µm. Kata kunci: barium titanat, barium hidroksida, titanium tetraklorida, LTDS

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 SINTESIS DAN KARAKTERISASI BARIUM TITANAT DENGAN MODIFIKASI METODE LTDS (LOW TEMPERATURE DIRECT SYNTHESIS) AGUS SAPUTRA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Kimia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

9 Judul Tesis Nama NIM : Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) : Agus Saputra : G Disetujui Komisi Pembimbing Ir. Hendra Adijuwana, MST Ketua Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, MT Anggota Diketahui Ketua Program Mayor Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2009 ini ialah sintesis senyawa anorganik yang memiliki sifat listrik, dengan judul Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hendra Adijuwana, MST dan Bapak Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, MT selaku pembimbing, serta Prof. drh. Dondin Sajuthi, Ph.D atas bantuan material dan non material. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dr. Akhiruddin Maddu atas bantuan pengukuran konstanta dielektrik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, seluruh keluarga, rekan-rekan di Departemen Kimia khususnya di Laboratorium Bagian Anorganik dan Bagian Analitik, juga rekan di PS Biofarmaka IPB, PSSP IPB, dan pascasarjana mayor kimia atas segala dukungan dan doa yang diberikan Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2010 Agus Saputra

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 1 November 1976 dari ayah bernama Wong Ie Hong dan Ibu bernama Ni Nyoman Sukresni. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 1994 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN. Pada tahun 2005 penulis memilih Jurusan Kimia, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen Kimia Umum, Kimia Dasar I, Kimia Anorganik, Sintesis Kimia Anorganik, Kimia Analitik, Kromatografi, Spektroskopi, dan Kimia Organik. Pada tahun 2000 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana dan kemudian pada tahun yang sama membantu di Bagian Kimia Anorganik, Jurusan Kimia FMIPA. Tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Sekolah Pascasarjana IPB untuk melanjutkan studi pada Program Magister Mayor Kimia.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN.. viii PENDAHULUAN Latar Belakang.. 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Sintesis Senyawa Anorganik 4 Sistem Kristal... 7 Titanium 9 Barium Titanat (BaTiO 3 ) Sifat Kristal.. 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian.. 18 Alat dan Bahan Metode Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 SIMPULAN DAN SARAN 26 DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN.. 29

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Parameter panjang dan sudut kisi dari tujuh sistem kristal.. 8

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Orientasi sumbu dan sudut kisi dalam suatu unit sel 7 2 Unit sel dari tujuh sistem kristal Unit sel dan struktur oktahedral TiO Kapasitor multi keeping 12 5 Struktur perovskite BaTiO 3, merah atom O, biru ion Ti 4+ dan abu-abu ion Ba Struktur tetragonal BaTiO 3 (a) posisi atom dalam 3 dimensi (b) posisi atom dalam 2 dimensi Kurva XRD struktur tetragonal dan kubus BaTiO Pola difraksi sinar-x serbuk kristal dari campuran antara larutan Ba(OH) 2 dengan larutan TiOCl Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 5] yang dipanaskan pada suhu C selama 2 jam Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang dipanaskan pada suhu C selama 2 jam Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang dipanaskan pada suhu C selama 4 jam Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang diautoklaf pada suhu C selama 2 jam SEM kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang diautoklaf pada suhu C selama 2 jam. 25

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pola Difraksi Standar BaTiO Nilai 2θ Standar JCPDS Pola difraksi sinar-x serbuk kristal dari campuran antara larutan Ba(OH) 2 dengan larutan TiOCl Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 5] yang dipanaskan pada suhu C selama 2 jam Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang dipanaskan pada suhu C selama 2 jam Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang dipanaskan pada suhu C selama 4 jam Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang diautoklaf pada suhu C selama 2 jam SEM kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang diautoklaf pada suhu C selama 2 jam. 25

16 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis:

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kapasitor adalah piranti yang berguna untuk menyimpan muatan dan energi. Kemampuan kapasitor dalam menyimpan muatan sangat bergantung dari bahan baku kapasitor. Barium titanat adalah salah satu material yang luas penggunaannya sebagai komponen kapasitor (keping atau multi keping), termistor, transduser, sensor kimia, peralatan optik, memori komputer, dan masih banyak lagi. Bahan ini bersifat dielektrik, ferroelektrik, dan piezoelektrik. Dibandingkan dengan material dielektrik lain, konstanta dielektrik barium titanat sangat tinggi dan juga memiliki beberapa kelebihan lain yaitu stabil pada suhu kamar, tidak beracun, dan suhu Curienya rendah, C. Konstanta dielektrik barium titanat berkisar antara (Holleman & Wiberg 2001). Sifat kristal barium titanat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kemurnian, sistem kristal, homogenitas, dan sebaran ukuran serbuk kristal. Faktor-faktor ini sangat dipengaruhi oleh kondisi dan metode yang digunakan untuk mensintesis barium titanat. Penelitian tentang modifikasi metode sintesis barium titanat berkembang dengan pesat. Baik dari segi peralatan sintesis, pelarut, ph larutan, bahan kimia sumber barium atau titanium maupun atmosfer reaksi (Hu et. al. 2000). Kemajuan peralatan karakterisasi seperti difraksi sinar-x (XRD), mikroskop elektron (SEM, TEM), dan termal analisis (TA, DTA, DSC) membantu berkembangnya metode sintesis. Struktur kristal BaTiO 3 umumnya adalah kubus dan tetragonal. Kedua struktur ini memiliki sifat yang berbeda. Struktur tetragonal stabil pada suhu kamar (suhu Curie C) dan bersifat ferroelektrik dan piezoelektrik, sedangkan kubus stabil pada suhu tinggi dan bersifat dielektrik (Hwu et. al 2005). Metode sintesis yang ada saat ini umumnya menghasilkan kristal BaTiO 3 dengan distribusi ukuran yang besar dan homogenitas struktur yang rendah (campuran kubus dan tetragonal). Hal ini akan mengurangi sifat elektrik material. Barium titanat dapat disintesis dari senyawaan barium dan titanium. Awalnya metode yang digunakan untuk mendapatkan barium titanat adalah dengan mereaksikan campuran serbuk BaCO 3 dan TiO 2. Teknik ini memiliki

18 beberapa kelemahan yaitu suhu kalsinasi di atas C, ketidakmurnian tinggi, ukuran kristal besar (terjadi penggerombolan serbuk kristal), dan struktur kristal yang diperoleh adalah bentuk kubus (Kwon 2007, Chaisan 2008). Suhu yang tinggi diperlukan untuk menaikkan laju migrasi ion-ion sehingga reaksi dapat berlangsung. Untuk mengatasi masalah tersebut, saat ini telah dikembangkan metode basah (larutan, gel). Difusi ion fasa larutan lebih cepat dibandingkan dengan fasa padat dan dapat berlangsung pada suhu rendah (Desphande 2005). Menurut Wada et. al 2000, sintesis secara langsung barium titanat dapat dilakukan secara langsung pada suhu di bawah C antara larutan barium hidroksida dengan titanium tetraklorida dalam atmosfer bebas CO 2. Barium hidroksida dapat bereaksi dengan CO 2 di udara membentuk BaO. Oksida BaO akan menyebabkan suhu reaksi menjadi tinggi, karena BaO tidak larut dalam air (tidak terbentuk Ba 2+ ). Untuk mengatasi terbentuknya oksida barium modifikasi metode sintesis telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Penggunaan atmosfer khusus seperti gas nitrogen atau menggunakan peralatan khusus (vial) tertutup yang dipanaskan secara hidrotermal dapat mencegah terbentuk BaO. Hasil penelitian dari Jung et. al 2005 dan Lee et. al 2003, menunjukkan sintesis dengan metode hidrotermal memiliki kelebihan dibandingkan metode pemanasan biasa. Struktur tetragonal kristal BaTiO 3 dapat dihasilkan secara langsung dari barium dan titanium pada suhu rendah dalam larutan basa. KOH atau NaOH adalah basa yang digunakan untuk menaikkan (mengatur) ph. Semakin besar ratio KOH dengan Ba/Ti dapat mereduksi ukuran serbuk kristal. Ratio 20 akan menghasilkan ukuran serbuk kristal hingga 20 nm. Pengaturan ph di atas 13 mampu mereduksi terjadinya penggerombolan (agglomeration) serbuk kristal BaTiO 3 selama proses sintesis. Ukuran serbuk BaTiO 3 dapat diperkecil dengan proses penggerusan (milling). Tetapi teknik ini dapat merusak struktur kristal sehingga sifat elektrik (konstanta dielektriknya) rendah. Ukuran serbuk memiliki hubungan erat dengan sifat feroelektrik material. Semakin kecil ukuran serbuk maka sifat feroelektriknya juga menurun. Hal ini yang dikenal dengan efek ukuran (size effect). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ukuran serbuk yang tidak

19 menurunkan sifat feroelektrik (critical size) adalah berkisar antara nm (Wada et. al 2000) Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dilakukan modifikasi metode sintesis langsung suhu rendah dengan penambahan KOH untuk meningkatkan ph larutan dan membantu proses pengendapan kristal BaTiO 3. Kristal BaTiO 3 selanjutnya dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x, SEM, FTIR, dan kapasitansi meter. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mensintesis barium titanat dengan modifikasi metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis) dan memperoleh informasi sifat fisik kristal. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan informasi mengenai metode sintesis barium titanat (BaTiO 3 ) pada suhu rendah dan sifat-sifat kristal yang dihasilkan sebagai bahan baku dalam produksi peralatan elektronik. Hipotesis Sintesis barium titanat pada suhu di bawah suhu Curie (120 0 C) yaitu pada C akan diperoleh kristal dengan struktur kubus dan tetragonal.

20 TINJAUAN PUSTAKA Sintesis Senyawa Anorganik Metode sintesis yang digunakan untuk menyiapkan senyawa anorganik berbeda dengan metode sintesis senyawa organik, organologam, atau senyawa kompleks (koordinasi). Metode sintesis didasarkan pada kisi kristal bukan pada molekul secara utuh. Metode sintesis dapat diklasifikasikan berdasarkan: suhu (reaksi suhu tinggi dan rendah), jenis reaktan (padatan, larutan, dan gel), dan kondisi khusus (hidrotermal dan atmosfer khusus). Reaksi suhu tinggi merupakan jenis reaksi yang luas penggunaannya dan merupakan reaksi secara langsung antara reaktan, yang umumnya akan menghasilkan senyawa dalam bentuk kompleks oksida (Weller 2005). Suhu tinggi sangat jarang digunakan pada reaksi dalam bentuk larutan atau gas. Pada beberapa kasus, reaksi padatan dapat berlangsung pada suhu yang lebih rendah atau bahkan pada suhu kamar dan melibatkan modifikasi struktur senyawa. Reaksi ini berupa proses interkalasi atau penyisipan (insertion), yaitu ion atau molekul ditambahkan ke dalam struktur dasar senyawa tanpa merubah bentuk, dan juga dalam bentuk penggantian ion (ion-exchange), yaitu ketika satu ion dalam senyawa diganti dengan ion yang berbeda. Proses interkalasi contohnya terjadi pada grafit. Struktur grafit terdiri dari lapisan layar heksagonal yang satu dengan lainnya tidak berikatan (tidak terbentuk gaya van der Waals antar lapisan). Interaksi lemah gaya van der Waals antar lapisan (interkalasi) antara ion atau molekul lapisan dapat terjadi jika karbon direaksikan dengan kalsium, pada suhu leleh kalsium, 64 0 C. 8C (s) + K (l) C 8 K Suhu leleh memberikan energi pendorong transfer elektron dari kalium ke lapisan grafit. Reaksi penyisipan melibatkan molekul besar, contohnya seperti pada senyawa Li 0.3 ReO LiI (s) + ReO 3(s) Li 0.3 ReO 3(s) I 2(s)

21 Litium iodide anhidrat dan rhenium trioksida digerus bersama-sama dalam mortar dan reaksi dapat berlangsung secara langsung. Struktur rhenium trioksida merupakan suatu bentuk framework yang terbuka, sehingga ion litium dapat berdifusi (tersisipkan) dengan cepat mengisi tempat kosong pada framework molekul oksida rhenium. Rhenium tereduksi dari Re (VI) menjadi Re (V). Proses penyisipan juga dapat terjadi pada senyawa WO 3, MoO 3, dan V 2 O 5, yang tersisipkan oleh atom Na + atau H + (Atkins et. al 2006). Suhu tinggi berperan penting pada metode sintesis reaksi antar padatan (solid state reaction) di samping faktor tekanan. Pada reaksi antar padatan, campuran senyawa digerus dengan mortar dan dibuat dalam bentuk pellet dengan di pres, lalu ditempatkan pada cawan dan dipanaskan di tanur. Cawan yang digunakan harus terbuat dari bahan yang inert seperti silika, alumina, atau platina. Hal ini agar tidak terjadi reaksi sampingan dengan cawan. Reaksi antar padatan sangat luas penggunaannya pada senyawa oksida biner atau tersier, contohnya pada sintesis SrTiO 3 dari SrO dengan TiO 2 (Weller 2005). Pada reaksi oksida padatan, reaksi akan terjadi melalui mekanisme migrasi ion oksida murni melewati antar permukaan dan selanjutnya membentuk struktur baru. Ion yang bermigrasi (berdifusi) lebih cepat adalah kation, karena umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan ion oksida. Kation dari senyawa oksida umumnya memiliki bilangan koordinasi bervariasi dari 4 (ion kecil seperti Li + ) hingga 12 (ion barium) atau bahkan lebih. Bilangan koordinasi kation (atom) menunjukkan banyaknya atom lain yang berada (terikat) di sekitar kation tersebut. Ukuran dan muatan kation merupakan hal penting yang harus diketahui dalam sintesis oksida padatan. Hal ini dapat digunakan untuk menduga suhu yang diperlukan agar reaksi dapat berlangsung sempurna. Kisaran suhu yang digunakan antara C C. Ion dengan nilai perbandingan muatan dan jari-jari kecil seperti Cs + atau logam alkali lain, memiliki interaksi lemah antar atom kisinya dan akan memimpin jalannya reaksi (Atkins et. al 2006). Reaksi berikut; Na 2 O 2 + 2CuO 2NaCuO 2

22 akan berlangsung dengan cepat pada suhu C. Untuk kation kecil tetapi memiliki atom kisi yang berinteraksi kuat, reaksi akan membutuhkan suhu yang tinggi. Pada reaksi pembentukan MgAl 2 O 4 dari MgO dan Al 2 O 3, suhu yang dibutuhkan di atas C. Hal ini karena atom Mg berinteraksi kuat antar kisinya. Batas fenomena difusi pada reaksi antar padatan adalah ketika campuran reaktan meleleh. Ion dalam lingkungan lelehan (cairan) akan memiliki mobilitas yang lebih besar dibandingkan dalam bentuk padatan. Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan migrasi ion pada reaksi antar padatan. Faktor lain adalah dengan memperkecil ukuran serbuk. Hal ini akan memperbesar luar permukaan sehingga bidang kontak akan semakin luas. Teknik yang dapat digunakan untuk memperkecil ukuran serbuk oksida adalah menggerus dengan bola-bola logam kecil dalam suatu wadah yang diputar (high ball energy milling). Teknik ini memiliki kelemahan karena dapat merusak struktur kristal padatan, sehingga sifat kimianya akan berubah. Batas ukuran serbuk kristal untuk reaksi antar padatan yang baik adalah 0,1 µm (Weller 2005). Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sintesis reaksi antar padatan, maka saat ini banyak dilakukan sintesis dalam bentuk larutannya. Hal ini dapat mereduksi suhu dan waktu reaksi. Sintesis senyawa YBa 2 Cu 3 O 7, yang merupakan superkonduktor suhu tinggi adalah salah satu contohnya. Pada awalnya untuk mendapatkan senyawa tersebut dilakukan dengan mereaksikan secara langsung BaCO 3, CuO, dan Y 2 O 3 pada suhu tinggi selama beberapa hari. Jika sintesis dilakukan dengan melarutkan garam nitrat dari barium, tembaga, dan yitrium, dalam pelarut air dengan penambahan asam sitrat dan etanadiol, maka untuk berlangsungnya reaksi pembentukan senyawa YBa 2 Cu 3 O 7 dibutuhkan suhu yang lebih rendah yaitu C selama beberapa jam (Muller 1999, Weller 2005). Pada beberapa kasus sintesis senyawa anorganik, seperti kompleks fluorida, klorida, fosfat, silikat, dan sulfida, menjaga kondisi atmosfer reaksi merupakan faktor penting. Hal ini karena pada sintesis senyawa anorganik, dapat terjadi reaksi nonstoikiometri yaitu reaksi pembentukan senyawa yang jumlah atom penyusunnya bukan suatu bilangan bulat (Fe 0.93 O, Ti 0.8 O). Reaksi nonstoikiometrik tidak terjadi pada sintesis senyawa organik. Atmosfer reaksi juga dapat membuat produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diinginkan.

23 Sebagai contoh, jika campuran SrO dan Fe 2 O 3 direaksikan pada atmosfer oksigen tekanan tinggi (di atas 100 atm) maka akan dihasilkan senyawa Sr 2 FeO 4 (Fe(IV). Sebaliknya pada tekanan rendah yang terbentuk adalah senyawa dengan bilangan oksidasi Fe adalah +3. Kondisi khusus atmosfer suatu reaksi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode hidrotermal dalam suatu wadah teflon tertutup. Senyawa dipanaskan dalam suatu wadah tertutup selama beberapa jam sehingga tekanan di dalam wadah akan tinggi. Keadaan yang tertutup membantu mempertahankan produk (senyawa anorganik) yang mudah menguap (volatil) tidak hilang selama reaksi dan tekanan akan membantu proses reaksi, misalnya pada proses rekristalisasi (Atkins et. al 2006) Sistem Kristal Sistem kristal merupakan group dari struktur kristal yang dikategorikan berdasarkan sistem sumbu aksial untuk menggambarkan kisi (lattice). Kisi kristal adalah ikatan antar atom dalam bentuk tiga dimensi yang digambarkan dalam pola simetri. Setiap sistem kristal memiliki satu set tiga sumbu (a, b, c) dalam penggambaran geometrinya. Bagian terkecil dan sederhana dari struktur kristal yang merupakan perulangan dan memperlihatkan karakteristik simetri yang unik dikenal dengan istilah unit sel (unit cell). Unit sel ditentukan dari parameter kisinya, yaitu panjang antar ujung sel dan sudut diantaranya (α, β, γ). Posisi atom di dalam unit sel digambarkan dalam tiga sumbu (a, b, c) dari titik kisi (lattice point) (Gambar 1). Gambar 1 Orientasi sumbu dan sudut kisi dalam suatu unit sel

24 Sistem kristal yang telah dikenal berjumlah tujuh. Unit sel dari tujuh sistem kristal beserta panjang dan sudut kisinya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 1. Gambar 2. Unit sel dari tujuh sistem kristal Tabel 1. Parameter panjang dan sudut kisi dari tujuh sistem kristal Dimensi unit sel Sistem kristal a = b = c α = β = γ = 90 0 Kubus (isometrik) a = b c α = β = 90 0 γ = Heksagonal a = b c α = β = γ = 90 0 Tetragonal a = b = c α = β = γ 90 0 Trigonal/Rhombohedral a b c α = β = γ = 90 0 Orthorombik a b c α = γ = 90 0 β 90 0 Monoklinik a b c α β γ 90 0 Triklinik Perbedaan antara satu sistem kristal dengan sistem kristal yang lain terletak pada besarnya sudut kisi dan panjang dari kisi (Holleman & Wiberg 2001, Weller 2005, Atkins et. al 2006). Tipe kisi dari suatu struktur kristal dalam bentuk tiga dimensinya terbagi menjadi tipe primitif (P) yang memiliki satu titik kisi, dan tipe yang lebih kompleks yaitu pusat badan (I), dan pusat muka (F, C). Perbedaan antara bentuk F dan C terletak pada jumlah atom yang terletak pada muka unit sel. Jumlah atom pada bentuk F lebih banyak dari pada bentuk C (Atkins et. al 2006). Tipe kisi yang dikombinasikan dengan tujuh kelas sistem kristal dapat menghasilkan 14 variasi sistem kristal, yang dikenal sebagai kisi Bravais. Sistem kristal kubus memiliki tiga bentuk kisi Bravais yaitu P, I, dan F. Sedangkan untuk tetragonal

25 hanya P dan I. Titik kisi tersusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi dan menggambarkan simetri translasi struktur. Titik kisi dapat dihubungkan satu dengan yang lain dalam bentuk garis kisi (dua dimensi) atau bidang kisi (tiga dimensi). Garis kisi dan bidang kisi diberi label menggunakan indeks Miller. Unit sel dalam bentuk tiga dimensi, memiliki nilai jenis indeks Miller yaitu h, k, dan l. Nilai indeks Miller h, k, dan l dapat berupa positif, negatif, atau nol. Sistem kristal dari suatu senyawa memiliki nilai indeks Miller yang khas. Nilai ini dapat digunakan sebagai parameter untuk mengidentifikasikan senyawa yang tidak diketahui. Indek Miller senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan indeks Miller senyawa standar. Besaran indeks Miller diperoleh dari hasil karakterisasi dengan bantuan difraksi sinar-x (Atkins et. al 2006, Weller 2005). Titanium Titanium merupakan unsur yang tersebar luas dengan konsentrasi yang rendah pada setiap tempat dan menempati urutan ke-10 unsur terbanyak di bumi setelah magnesium dan hidrogen. Umumnya titanium ditemukan dalam bentuk senyawa terikat bersama-sama dengan unsur besi, contohnya pada ilmenite (FeTiO 3 ). Sumber titanium yang lain juga ditemukan dalam bentuk titanite (CaTiO[SiO 4 ]) dan perovskite (CaTiO 3 ). Titanium memiliki sifat fisik berwarna putih perak, densitas 4,506 g cm -1, konduktor listrik dan panas yang baik, struktur kristal hexagonal close packed dan sifat kimia tahan terhadap korosi baik di udara maupun air. Titanium di alam terdapat dalam bentuk senyawa dengan bilangan oksidasi bervariasi, yaitu bilangan oksidasi +4 (TiCl 4, TiO 2 ), +3 (TiCl 3, Ti 2 O 3 ), atau +2 (TiCl 2, TiO). Senyawa lain yang memiliki bilangan oksidasi +1, 0, -1, - dan -2 juga diketahui, contohnya pada senyawa [Ti(NR 2 ) 2 (N 2 )] 2 dengan R = SiMe 3, [Ti(bipy) 3 ]. Senyawa titanium (III) dan (IV) stabil dalam bentuk padatan maupun larutan, sedangkan senyawa titanium (II) tidak stabil dalam bentuk larutannya. Hal ini dapat dijelaskan dari diagram potensial ion titanium. Titanium tetraklorida (TiCl 4 ) dan titanium dioksida (TiO 2 ) merupakan contoh senyawa titanium dengan bilangan oksidasi +4 yang banyak digunakan sebagai prekursor pada sintesis senyawaan titanium. Titanium tetraklorida dapat

26 disintesis dari titanium dioksida dengan proses karboklorinasi pada temperatur C. TiCl 4 adalah cairan tidak berwarna yang memiliki titik leleh 24,1 0 C dan titik didih 136,5 0 C serta struktur tetrahedral. TiCl 4 akan terdekomposisi dengan cepat jika direaksikan dengan air membentuk TiO 2. TiO 2 dalam larutan asam klorida pekat akan terhidrolisis membentuk senyawa antara TiOCl 2 (tionil klorida). Titanium dioksida dikenal juga sebagai bahan warna (pigmen putih). Bahan utama untuk mendapatkan TiO 2 adalah ilmenite (Fe, Mg, Mn)TiO 3 dan bubur titanium yang diolah melalui proses sulfat atau proses klorida. Di alam TiO 2 terdapat dalam tiga bentuk yaitu anastase, rutile, dan brookite. Rutile merupakan bentuk yang paling banyak tetapi bentuk yang stabil adalah anastase. Rutile memiliki struktur oktahedral sedangkan struktur anastase dan brookite adalah oktahedral terdistorsi yang mana atom oksigen mengeliligi setiap atom titanium. Pada struktur oktahedral terdistorsi, 2 atom oksigen lebih dekat dengan atom titanium dibandingkan dengan 4 atom oksigen lainnya. Struktur oktahedral TiO 2 merupakan perulangan dari TiO 2-6. Atom Ti memiliki bilangan koordinasi 6. Stuktur dan unit sel dari TiO 2 dapat dilihat pada Gambar 3. Rutile stabil dalam suasana asam atau basa dan tidak larut dalam air atau asam encer, tetapi larut dalam asam pekat. Ketiga bentuk TiO 2 memiliki nilai refraktif indek tinggi, yaitu (anastase), 2,583 (brookite), 2,8 (rutile) (Holleman & Wiberg 2001, Patnaik 2003). Gambar 3 Unit sel dan struktur oktahedral TiO 2 Refraktif indek yang tinggi adalah salah satu alasan dalam pemanfaatan titanium dioksida terutama dalam bentuk rutile. Beberapa contoh pemanfaatan TiO 2 adalah pada pabrik cat dan pelapisan, plastik, tinta printer, fiber (serat),

27 kertas, kertas laminating, material konstruksi, enamel dan keramik, pupur, pasta gigi, obat salep, pemutih sepatu, dan pembungkus rokok. Bentuk rutile juga digunakan pada sintesis batu permata (Swaddle 1997). TiO 2 dibandingkan pigmen warna putih lainnya lebih luas dalam penggunaannya, hal ini disebabkan oleh beberapa kelebihan yang dimilikinya, antara lain stabil secara kimia, non toksik, dan perbandingan antara efek dan harga. Senyawaan titanium dengan oksigen terdapat dalam beberapa struktur dan jenis senyawa. TiO 2 dalam struktur rutil stabil di bawah suhu C. Saat ini senyawa anorganik oksida logam seperti TiO 2, MgO, CuO, Fe 3 O 4 yang memiliki bentuk struktur nanotubes, nanofiber, nanorods menjadi perhatian para peneliti untuk di sintesis dalam skala besar. Aplikasi yang luas seperti photocatalysts, sel photovoltaic, sensor gas, dan biomaterial dari material dengan struktur di atas menjadi alasan untuk mencari metode sintesis terbaik (Ye et. al. 2008). Barium Titanat Keramik adalah kumpulan produk yang terdiri dari senyawa non metalik yang dihasilkan dengan proses pemanasan (kalsinasi) pada suhu tinggi. Dengan berkembangnya cerments (material komposit logam-keramik) dan keramik gelas, batas antara keramik logam dan keramik gelas semakin susah dibedakan. Produk keramik umumnya diklasifikasikan menjadi dua kelompok berdasarkan atas komposisi kimianya, yaitu: material keramik tanah liat (clay) dan material keramik khusus yang memiliki mineral tanah liat rendah atau sama sekali tanpa mineral tanah liat. Material keramik khusus dibagi berdasarkan ukuran, yaitu kasar (ukuran lebih besar dari 0,2 mm) dan halus (ukuran kurang dari 0,2 mm), serta poriporinya. Berdasarkan porinya terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu tanpa pori (nonporous) dan berpori (porous). Keramik tanpa pori digolongkan berdasarkan bahan asalnya yaitu keramik oksida dan keramik non oksida. Berbeda dengan produk keramik dari tanah liat, keramik oksida memiliki kelebihan, yaitu kristal tunggal murni dengan titik leleh tinggi (Büchel et. al 2000). Barium titanat adalah material keramik yang telah dikenal luas, contohnya dalam pabrik pembuatan termistor, kapasitor keramik dielektrik, amplifier

28 dielektrik, magnetik amplifier, dan kapasitor keping/multi keping (Gambar 4). Pemanfaatan yang luas dari BaTiO 3 berhubungan dengan sifat yang dimilikinya yaitu ferroelektrik, piezoelektrik, dan konstanta dielektrik yang tinggi. Konstanta dielektrik keramik BaTiO 3 berkisar antara Sifat elektrik tersebut bergantung pada ukuran partikel serbuk, kemurnian, dan homogenitas struktur (Holleman & Wiberg 2001). Gambar 4 Kapasitor multi keping Barium titanat adalah serbuk kristal berwarna putih dan memiliki 5 struktur kristal, yaitu heksagonal, tetragonal, kubus, orthorhombik, dan rhombohedral. Struktur tetragonal adalah bentuk umum yang ditemukan pada suhu ruangan karena memiliki suhu Curie C. Sifat lain dari BaTiO 3 adalah densitas 6,02 g/cm 3, meleleh pada suhu C, tidak larut dalam air dan alkali, tetapi larut dalam mineral asam seperti asam sulfat dan asam fluorida (Patnaik 2003). Barium titanat mempunyai struktur kristal yang termasuk ke dalam groups perovskite (ABO 3 ). Termasuk dalam struktur ini antara lain SrTiO 3, CaTiO 3, CaZrO 3, dan SrSnO 3. Pada struktur perovskite, ion kalsium dan oksigen secara bersama membentuk bangunan cubic close packing dengan ion Ti 4+ yang kecil menempati posisi interstitial oktahedron. Dalam satu unit sel struktur perovskite barium titanat terdiri dari satu atom barium, satu atom titanium dan empat atom oksigen. Posisi dan ikatan atom barium, titanium dan oksigen dapat dilihat pada Gambar 5. Struktur perovskite dapat dilakukan proses penyisipan (insertion/doping) dengan atom lain (kation) pada posisi kation-kationnya contohnya seperti pada senyawa (BaSr)TiO 3 dan PbZrTiO 3. Tujuan penyisipan

29 ini salah satunya adalah untuk meningkatkan sifat elektrik dari barium titanat (Weller 2005, Atkins et. al 2006). Gambar 5 Struktur perovskite BaTiO 3, merah atom O, biru ion Ti 4+ dan abu-abu ion Ba 2+ Sifat elektrik dari barium titanat dipengaruhi oleh struktur kristal. Struktur heksagonal dan kubus mempunyai sifat paraelektrik, sedangkan tetragonal, orthorhombik, dan rhombhohedral bersifat ferroelektrik. Sifat elektrik yang lain yaitu piezoelektrik hanya terdapat pada struktur tetragonal. Perubahan struktur barium titanat dari satu struktur menjadi struktur lain di pengaruhi oleh suhu. Pada suhu di atas C, BaTiO 3 mempunyai struktur kristal heksagonal. Saat terjadi pendinginan maka terjadi perubahan menjadi struktur kubus. Keadaan yang sangat penting terjadi pada suhu C, karena pada suhu ini BaTiO 3 bertransformasi secara spontan dari paraelektrik menjadi ferroelektrik. Struktur kubus akan terpolarisasi sehingga kisi kristal akan berubah sekitar 1% dan akibatnya struktur kristal menjadi tetragonal. Pada keadaan ini atom titanium akan bergeser ke atas sebesar 0,006 nm, sehingga bagian atas akan bermuatan positif dan bagian bawah bermuatan negatif (dipol) (Gambar 6). Fenomena ini dapat ditentukan (dibuktikan) dengan bantuan karakterisasi menggunakan difraksi sinar-x (Gambar 7) (Baeten et. al 2005). Hal ini sangat penting dalam menjelaskan sifat ferroelektrik material

30 Gambar 6. Struktur tetragonal BaTiO 3 (a) posisi atom dalam 3 dimensi (b) posisi atom dalam 2 dimensi. Gambar 7 Kurva XRD struktur tetragonal dan kubus BaTiO 3 Barium titanat secara sederhana dapat disintesis dengan metode reaksi padatan (solid state) antara BaCO 3 dan TiO 2 (dalam suatu wadah penggerusan) yang kemudian dikalsinasi pada suhu tinggi sekitar C C. Suhu kalsinasi yang tinggi menghasilkan beberapa kelemahan seperti ukuran partikel yang besar, ketidakmurnian yang tinggi (bergantung pada proses kalsinasi yang berulang-ulang dan proses penggerusan), dan aktivitas kimia yang rendah. Hal ini akan menurunkan sifat dielektrik keramik yang akan berhubungan dengan penggunaannya. Reaksi antara BaO (BaCO 3 ) dan TiO 2 untuk menghasilkan BaTiO 3 bukan merupakan reaksi satu tahap. Beberapa senyawa antara seperti BaTi 4 O 9, Ba 6 Ti 17 O 40, Ba 4 Ti 13 O 30, dan Ba 2 Ti 9 O 20 dihasilkan selama proses reaksi. Selanjutnya senyawa antara ini akan bereaksi lebih lanjut dengan TiO 2 pada suhu yang berbeda untuk selanjutnya membentuk produk akhir BaTiO 3 (Cotton et. al 1999). Keberadaan senyawa antara akan mempengaruhi kemurnian dan distribusi ukuran partikel.

31 Untuk mengatasi tahapan reaksi yang lebih dari satu tahap dan suhu reaksi, beberapa metode telah dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. Metode basah (larutan atau gel) dapat membantu reaksi secara langsung dan mereduksi suhu sehingga reaksi berlangsung pada suhu kamar. Penurunan suhu reaksi juga bisa dilakukan jika sintesis menggunakan teknik hidrotermal. Pada metode hidrotermal, wadah tertutup yang berisi sampel dipanaskan pada suhu konstan. Pemanasan ini akan menyebabkan tekanan di dalam wadah akan meningkat karena berlangsung pada volume tetap (Lu et. al 2000, Ciftci et. al 2001, Hennings et. al 1991, Kong et. al 2002, Jung et. al 2005). Sifat Kristal Dalam mengkaji medan listrik dalam materi, ditemukan bahwa medan listrik itu dipengaruhi oleh keberadaan dipol listrik. Molekul kutub memiliki momen dipol listrik permanen yang secara parsial disejajarkan oleh medan listrik di dalam arah medan tersebut. Pada molekul nonpolar, momen dipol listrik diinduksikan oleh medan listrik di dalam arah medannya. Pada kedua kasus, momen dipol yang dengan medan listrik luar ini cenderung memperlemah medannya. Pengaruh yang serupa tetapi lebih rumit terjadi dalam magnetisme. Atom-atom memiliki momen dipol magnetik akibat gerak elektronnya. Di samping itu, setiap elektron memiliki suatu momen dipol magnetik intrinsik yang dikaitkan dengan putarannya. Momen magnetik total suatu atom bergantung pada susunan elektron di dalam atomnya. Bahan magnetik diklasifikasikan menjadi enam yaitu: paramagnetik, diamagnetik, feromagnetik, antiferomagnetik, ferimagnetik, dan superparamagnetik, berdasarkan perilaku molekulnya di dalam medan magnetik luar (Hayt & John 2006). Bahan paramagnetik dan feromagnetik memiliki molekul dengan momen dipol magnetik permanen. Sifat feromagnetik disebabkan karena interaksi kuat antara dipol magnetik yang berdekatan, terjadi derajat penyearahan yang tinggi sekalipun dalam medan magnetik luar yang rendah sehingga menyebabkan peningkatan yang sangat besar pada medan total. Bahan feromagnetisme merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik (χ m ) positif sangat tinggi. Sifat ini dimiliki oleh beberapa logam. Dalam logam tersebut, sejumlah kecil medan magnetik luar dapat

32 menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari logam mengerahkan gaya-gaya yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik disearahkan disebut daerah magnetik. Dalam daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahannya beragam dari daerah ke daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikroskopik bahan feromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal. Gaya-gaya dipol yang menghasilkan penyearahan ini telah diperkirakan oleh teori kuantum tetapi belum dijelaskan dalam mekanika klasik. Pada suhu di atas suatu suhu kritis, yang disebut suhu Curie, gerak termak acak sudah cukup besar untuk merusak keraturan penyearahan ini, dan bahan feromagnetik berubah menjadi paramagnetik (Tipler 2001, Weller 2005). Di samping sifat magnetik di dalam medan magnet, material dari kristal senyawa anorganik juga memiliki sifat ferroelektrik dan piezoelektrik. Ferroelektrik adalah suatu sifat yang mana semua dipol memiliki orientasi (arah) elektron yang seragam tetapi hanya untuk satu bagian (domain) dari struktur kristal. Orientasi dipol berbeda antara satu bagian dengan bagian lainnya. Jika material ferroelektrik diberikan medan listrik maka bagian yang terpolarisasi akan meningkat dan arah elektron mengikuti medan listrik yang diberikan. Medan listrik yang sangat besar dapat membuat seluruh kristal memiliki orientasi yang sama. Efek polarisasi yang terbentuk pada selama diberikan akan tetap ada walaupun medan listrik tidak diberikan lagi. Sifat ferroelektrik akan menjadi paraelektrik jika material dipanaskan di atas suhu Curie (Muller 1999). Secara umum, keberadaan sifat ferroelektrik dari suatu material sangat bergantung pada struktur kristal. Semua material ferroelektrik adalah kristal ionik yang tidak memiliki pusat simetri (non-centrosymmetric). Simetri kristalnya rendah pada saat di bawah suhu Curie dan secara spontan terpolarisasi di dalam medan listrik. Material yang bersifat ferroelektrik juga bersifat piezoelektrik dan karena itulah akan terpolarisasi ketika diberikan tekanan atau polarisasinya

33 berubah pada saat mengalami stres mekanik. Efek piezoelektrik ini telah dimanfaatkan pada pembuatan resonator untuk peralatan jam atau komputer. Vibrasi mekanis yang diberikan kepada kristal piezoelektrik dapat diubah menjadi signal listrik. Tetapi tidak semua material piezoelektrik bersifat ferroelektrik (Holleman & Wiberg 2001, Muller 1999). Sifat magnet dan listrik dari suatu senyawa anorganik dipengaruhi oleh pita orbital molekul. Jarak antara pita-pita orbital yang terisi dengan yang kosong (band gap) akan menentukan apakah suatu bahan bersifat insulator, semikonduktor, konduktor, atau superkonduktor.

34 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak November 2009 hingga Maret 2010 bertempat di Laboratorium Bagian Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan Laboratorium Puspitek Serpong PTBIN BATAN. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan kaca yang umum di laboratorium kimia, cawan porselin, neraca analitik, pengaduk magnetik, hot plate, difraksi sinar-x (XRD), SEM Brucer 133 ev, tanur, dan otoklaf. Bahan yang digunakan yaitu titanium tetraklorida (TiCl 4 ), barium hidroksida oktahidrat (Ba(OH) 2 8H 2 O), KOH, air bebas ion, dan ph universal. Metode Penelitian Sintesis kristal BaTiO 3 dengan metode sintesis langsung suhu rendah (LTDS) dilakukan dengan mereaksikan antara larutan TiCl 4 dan Ba(OH) 2 8H 2 O (perbandingan mol Ba/Ti sama dengan 1) pada ph di atas 13. Pada tahap awal dibuat larutan TiCl 4 dengan menambahkan secara perlahan-lahan TiCl 4 ke dalam air bebas ion sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Larutan TiCl 4 kemudian didinginkan hingga di bawah suhu 4 o C. Sedangkan larutan Ba(OH) 2, dibuat dengan melarutkan Ba(OH) 2 8H 2 O dalam air bebas ion dan dipanaskan pada suhu 70 0 C. Kemudian larutan TiCl 4 diteteskan perlahan-lahan ke dalam larutan Ba(OH) 2 dan dihomogenkan dengan pengaduk magnet. Selanjutnya campuran ditambahkan ke dalam larutan KOH (perbandingan mol KOH/Ti sama dengan 20) dan diotoklaf selama 2 jam. Endapan putih yang terbentuk dicuci dengan air bebas ion suhu C beberapa kali. Kristal yang diperoleh dikeringkan pada suhu C selama 24 jam di oven. Kristal BaTiO 3 hasil sintesis selanjutnya dikarakterisasi. Komposisi fase dan struktur kristal ditentukan dengan difraksi sinar-x (XRD), sedangkan ukuran dan morfologi dari kristal ditentukan dengan mikroskop elektron payaran (SEM).

35 HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan, metode sintesis, dan senyawaan Ti dan Ba sebagai sumber ion Ti dan Ba. Umumnya proses sintesis berlangsung pada suhu tinggi jika reaktan yang digunakan adalah titanium dioksida dan barium karbonat. Suhu yang tinggi ini diperlukan sebagai sumber energi untuk memutus ikatan barium dengan oksigen pada barium karbonat dan juga membantu difusi ion Ba 2+ masuk ke dalam struktur titanium dioksida. Suhu tinggi menyebabkan proses sintesis menjadi tidak efisien dari segi biaya jika dilakukan pada skala besar (industri). Untuk itu beberapa peneliti telah mengembangkan beberapa metode sintesis sehingga sintesis dapat dilakukan pada suhu rendah di bawah C. Salah satu tekniknya adalah dengan tidak menggunakan TiO 2 sebagai sumber ion Ti 4+ tetapi senyawaan Ti dalam bentuk garam seperti TiCl 4, Ti (oksalat), dan Ti (isopropoksida). Senyawaan ini dapat menyediakan ion Ti 4+ secara langsung dalam larutannya. Pada penelitian ini, TiCl 4 yang ditambahkan tetes demi tetes ke dalam air bebas ion suhu 0 0 C akan langsung menghasilkan endapan putih (TiO 2 ). Hal ini sesuai dengan reaksi: TiCl 4(l) + 2H 2 O (l) TiO 2(s) + 4HCl (l) Larutan ini bersifat sangat asam. Hasil pengukuran derajat keasaman menunjukkan ph larutan berkisar di bawah 1. Larutan dan endapan putih TiO 2 selanjutnya di aduk dengan pengaduk magnet dan setelah 45 menit larutan menjadi bening kembali. TiO 2 dalam larutan asam pekat (HCl) akan larut membentuk senyawa intermediet TiOCl 2 yang tidak berwarna (transparan). Menurut Holleman & Wiberg 2001 senyawa TiO 2 yang dapat larut dalam larutan asam kuat (HCl, H 2 SO 4 ) adalah TiO 2 dalam bentuk hidrous. Senyawa antara TiOCl 2 dapat stabil beberapa hari pada suhu di bawah 4 0 C dan akan berubah menjadi TiO 2 pada suhu 40 0 C atau suhu kamar setelah 24 jam. Reaksi TiCl 4 dalam air merupakan reaksi eksoterm (ditandai dengan larutan menjadi panas). Hal ini karena titanium dapat membentuk senyawa eksplosif [Ti(OH) 4 ]. Pembentukan senyawa ini dapat diminimalkan dengan

36 menggunakan air bebas ion dingin (0 0 C) atau penambahan asam (HCl, HNO 3 ) ke dalam air bebas ion sebelum ditambahkan TiCl 4. Barium hidroksida oktahidrat [Ba(OH) 2 8H 2 O] adalah senyawaan basa yang memiliki kelarutan sangat rendah. Kenaikan suhu tidak meningkatkan kelarutan secara signifikan. Pada pembuatan larutan Ba(OH) 2, masih terdapat kristal yang tidak larut walaupun suhu larutan dinaikkan hingga di atas 80 0 C. Larutan barium hidroksida tersebut jika ditambahkan larutan TiOCl 2 dingin akan langsung menghasilkan endapan putih. Hasil pengukuran dengan XRD terhadap endapan putih, diperoleh pola difraksi dengan nilai 2 theta (2θ) yang mendekati nilai 2θ untuk senyawa TiO 2 (Gambar 8). Nilai 2θ dengan intensitas tertinggi terdapat pada Nilai ini mendekati nilai 2θ dari standar senyawa TiO 2 (Lampiran 3) Gambar 8 Pola difraksi sinar-x serbuk kristal dari campuran antara larutan Ba(OH) 2 dengan larutan TiOCl 2 Pada percobaan lain, basa KOH (mol KOH/BaTi = 5) ditambahkan ke dalam campuran larutan Ba(OH) 2 dan TiOCl 2 (mol Ba/Ti = 1), kemudian endapan dipanaskan di dalam tanur pada suhu C selama 2 jam. Dari hasil karakterisasi kristal dengan XRD (Gambar 9), diperoleh pola difraksi dengan intensitas tinggi pada nilai 2θ , , dan Nilai 2θ ini spesifik untuk senyawa BaTiO 3. Intensitas yang tinggi juga ditemukan pada nilai 2θ Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan BaTiO 3 tidak terjadi dalam satu tahap dan juga terbentuk fasa-fasa pengotor. Terjadinya fasa pengotor diakibatkan oleh reaksi non stoikiometri pada sistem BaO-TiO 2. Fasa-fasa pengotor yang stabil pada suhu proses di atas adalah Ba 2 TiO 4, BaTi 4 O 9, dan BaTi 3 O 7. Berdasarkan data standar JCPDS untuk fasa-fasa pengotor dari BaTiO 3, maka yang paling

37 sesuai dengan intensitas pada 2θ 28,64 adalah BaTi 4 O 9. BaTi 4 O 9 dihasilkan dari reaksi non stoikiometri antara BaTiO 3 dengan TiO 2. Keberadaan TiO 2 di dalam serbuk juga terdeteksi dengan adanya intensitas pada 2θ Kondisi lingkungan yang terbuka ternyata menyebabkan ion Ba 2+ dapat bereaksi dengan CO 2 membentuk BaCO 3, terlihat dari nilai 2θ pada Gambar 9 Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 5] yang dipanaskan pada suhu C selama 2 jam Penambahan basa KOH dalam sintesis BaTiO 3 adalah salah satu contoh dari pengembangan metode sintesis. Menurut Lee et al 2003 KOH memiliki beberapa peranan dalam proses sintesis yaitu 1) membantu proses pelarutan TiO 2 menjadi Ti(OH) 4-x x yang selanjutnya dengan ion Ba akan membentuk inti BaTiO 3, 2) meningkatkan ph larutan. ph larutan berhubungan langsung dengan reaktivitas ion Ba dan pembentukan kristal BaTiO 3 hanya dapat terjadi ketika ph larutan lebih dari Larutan TiOCl 2 yang bersifat asam (ph < 1) ketika ditambahkan ke dalam larutan Ba(OH) 2 (ph > 13) akan menghasilkan larutan dengan ph mendekati normal. ph yang rendah menyebabkan reaktivitas ion Ba rendah sehingga endapan putih yang diperoleh bukanlah BaTiO 3 tetapi TiO 2 (Gambar 8). Energi yang dihasilkan dari reaksi netralisasi tidak membantu reaksi antara ion Ba dan Ti untuk menghasilkan BaTiO 3 tetapi hanya menyebabkan TiOCl 2 berubah menjadi TiO 2. Hal ini diduga karena proses pencampuran dilakukan dalam wadah terbuka sehingga energi netralisasi terlepas dari sistem.

38 Gambar 10 menunjukkan pola difraksi XRD ketika perbandingan mol [KOH/BaTi] dinaikkan menjadi 20. Terlihat perbedaan yang sangat jelas jika dibandingkan dengan pola difraksi XRD untuk penambahan KOH dengan perbandingan mol [KOH/BaTi] = 5. Intensitas fasa-fasa pengotor pada 2θ 28 berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan intensitas pada 2θ 31. Konsentrasi KOH yang tinggi diduga menghambat proses pembentukan fasa pengotor dan membantu efektivitas pembentukan inti BaTiO 3. Gambar 10 Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang dipanaskan pada suhu C selama 2 jam Hal lain yang teramati ketika konsentrasi KOH ditingkatkan adalah proses penggerombolan kristal berlangsung lebih cepat. Endapan putih dalam larutan terpisah dengan jelas dari bagian cairannya. Sedangkan untuk konsentrasi KOH lebih rendah endapan putih berbentuk koloid dalam larutannya dan tidak terpisahkan dengan batas yang jelas dengan cairan. Hal ini dapat dijelaskan dari sudut pandang efek muatan listrik pada permukaan partikel BaTiO 3. Permukaan partikel BaTiO 3 memiliki muatan negatif. Peningkatan konsentrasi KOH akan meningkatkan jumlah ion OH - sehingga partikel BaTiO 3 akan terisolasi akibat adanya gaya tolak antar permukaan partikel BaTiO 3 dengan ion OH -. Akibatnya proses penggerombolan terjadi. Selain konsentrasi KOH, waktu pemanasan larutan juga berpengaruh terhadap sintesis BaTiO 3. Semakin lama waktu pemanasan, fasa-fasa pengotor BaTiO 3 menjadi berkurang. Energi dari pemanasan dengan waktu yang semakin lama dapat mengubah fasa-fasa pengotor mengalami reaksi lebih lanjut menjadi senyawa BaTiO 3. Dari Gambar 11, intensitas pada 2θ 28 sangat rendah sedangkan intensitas pada 2θ 31 meningkat dibandingkan dengan pada

39 pemanasan selama dua jam. Di samping mampu menghilangkan fasa-fasa pengotor, suhu akan menyebabkan kristal BaTiO 3 yang diperoleh dalam bentuk struktur yang stabil pada suhu tersebut. Struktur kristal BaTiO 3 yang diperoleh adalah kubus. Hal ini dapat dilihat dari kurva pada 2θ Pada kurva tidak terdeteksi adanya pemisahan puncak menjadi dua. Struktur kubus BaTiO 3 hanya memiliki satu puncak pada 2θ tersebut sedangkan pada struktur tetragonal kurva akan mengalami pemisahan menjadi dua puncak. Gambar 11 Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang dipanaskan pada suhu C selama 4 jam Dari hasil di atas terlihat bahwa kenaikan suhu meningkatkan laju reaksi sintesis BaTiO 3. Tetapi suhu juga menyebabkan reaksi tidak berlangsung dalam satu tahap reaksi sederhana. Suhu memberikan sumbangan energi yang besar untuk menghasilkan reaksi non stoikiometri. Reaksi non stoikiometri akan menghasilkan fasa-fasa pengotor di samping produk utama BaTiO 3. Selain itu juga sintesis pada suhu yang tinggi tidak efisien dan efektif jika dilakukan sintesis dalam skala industri. Untuk mengatasi agar reaksi sintesis dapat berlangsung pada suhu rendah (100 0 C) maka dapat digunakan metode hidrotermal. Metode hidrotermal adalah salah satu metode yang sedang berkembang saat ini dalam sintesis senyawa anorganik. Prinsipnya adalah larutan dipanaskan pada suhu rendah (bergantung titik didih pelarut yang digunakan) dalam wadah khusus (teflon atau stainless steel) tertutup selama beberapa jam. Pemanasan cairan dalam wadah tertutup akan menyebabkan tekanan di dalam wadah naik

40 bergantung berapa lama waktu pemanasan. Tekanan adalah bentuk lain dari energi. Tekanan yang tinggi dapat membantu reaksi senyawa anorganik (difusi atau pemutusan ikatan atom-atom dalam reaktan). Pada pengukuran XRD serbuk kristal BaTiO 3 hasil sintesis dengan metode hidrotermal, yaitu larutan reaktan yang dipanaskan dalam autoklaf suhu C selama 2 jam, ternyata dapat menghilangkan fasa-fasa pengotor yang umumnya terbentuk ketika suhu reaksi berlangsung pada suhu tinggi. Fasa-fasa pengotor pada 2θ 28 tidak ditemukan lagi (Gambar 12). Fasa pengotor ini tidak terbentuk karena selama reaksi tidak terbentuk TiO 2. Suhu yang rendah menyebabkan tidak cukup energi untuk menghasilkan reaksi non stoikiometri. BaTiO 3 pada suhu rendah terbentuk secara langsung dari ion Ba 2+, Ti 4+, dan OH -. Intensitas pada 2θ yang menunjukkan senyawa BaTiO 3 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kristal yang diperoleh pada suhu tinggi. Adanya puncak pada 2θ menunjukkan bahwa reaksi dalam wadah autoklaf masih memungkinkan adanya CO 2 sehingga dapat terjadi reaksi dengan Ba membentuk BaCO 3. Dari hasil analisis dengan FTIR terlihat puncak serapan pada bilangan gelombang 1573 cm -1 yang khas untuk ion CO 3 (Lampiran 8). Energi (suhu) reaksi tidak cukup tinggi untuk mengubah BaCO 3 menjadi BaO. Senyawa BaO dan TiO 2 dapat menghasilkan BaTiO 3. Tetapi sistem ini (BaO-TiO 2 ) membutuhkan energi yang besar agar dapat bereaksi membentuk BaTiO 3. Gambar 12 Pola difraksi sinar-x kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang diautoklaf pada suhu C selama 2 jam Struktur kubus dan tetragonal merupakan dua struktur yang berbeda pada sudut dan panjang ikatan. Pada struktur tertragonal BaTiO 3 atom Ti mengalami distorsi dari pusat struktur, sehingga panjang ikatan akan berubah. Metode

41 hidrotermal yang memanfaatkan tekanan tinggi dapat menyebabkan terjadinya distorsi ini sehingga kristal BaTiO 3 memiliki struktur tetragonal. Struktur tetragonal BaTiO 3 dapat dilihat dari puncak kurva XRD pada 2θ Pada 2θ tersebut terjadi pemecahan puncak menjadi dua yaitu pada 2θ dan Intensitas kedua puncak pada 2θ tersebut sangat kecil. Ini menunjukkan tekanan yang dihasilkan selama dua jam di dalam autoklaf tidak cukup tinggi untuk terjadinya distorsi seluruh kristal BaTiO 3 hasil sintesis. Kristal yang diperoleh merupakan campuran struktur antara kubus dan tetragonal dengan yang dominan adalah struktur kubus. Hasil pengukuran morfologi dan ukuran kristal dengan mikroskop elektron payaran, terlihat bahwa terjadi proses penggerombolan dalam pembentukan kristal BaTiO 3. Pada Gambar 13 terlihat partikel kristal BaTiO 3 menempel pada permukaan kristal BaTiO 3 yang sudah ada. Hal ini akan menurunkan derajat keseragaman dan memperbesar ukuran kristal. Dari hasil pengukuran dengan pembesaran 1000x didapatkan ukuran kristal sekitar 10 µm. Gambar 13 SEM kristal dari larutan dengan [mol KOH/BaTi = 20] yang diautoklaf pada suhu C selama 2 jam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 8C (s) + K (l) C 8 K

TINJAUAN PUSTAKA. 8C (s) + K (l) C 8 K TINJAUAN PUSTAKA Sintesis Senyawa Anorganik Metode sintesis yang digunakan untuk menyiapkan senyawa anorganik berbeda dengan metode sintesis senyawa organik, organologam, atau senyawa kompleks (koordinasi).

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006)

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Feroelektrik Pada tahun 1920 Valasek menemukan fenomena feroelektrik dengan meneliti sifat garam Rochelle (NaKC 4 H 4 O 6.4H 2 O) (Rizky, 2012). Feroelektrik adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA TiO2 memiliki tiga macam bentuk kristal : Anatase rutil brukit namun yang memiliki aktivitas fotokatalis terbaik adalah anatase. Bentuk kristal anatase diamati terjadi

Lebih terperinci

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd. m.sukar1982xx@gmail.com A. Keramik Bahan keramik merupakan senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan atau ikatan kovalen. Jadi sifat-sifatnya

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silikon dioksida (SiO 2 ) merupakan komponen utama di dalam pasir kuarsa yang terdiri dari unsur silikon dan oksigen, biasanya di temukan di alam pada pasir kuarsa,

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam PERCOBAAN VI A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam B. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Mengetahui sifat bahan kimia terutama logam Cu dan logam Mg terhadap asam sitrat. 2. Mengamati reaksi-reaksi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: Teknologi Superkomputer dan Teknologi Transmisi Daya Listrik serta Teknologi Kereta Api Berkecepatan Tinggi. Oleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS TEMPERATURE CURIE DETERMINATION OF THE CRYSTAL STRUCTURE OF THE FOUR-LAYER AURIVILLIUS OXIDES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE 1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Kristal Bahan Kristal merupakan suatu bahan yang terdiri dari atom-atom yang tersusun secara berulang dalam pola tiga dimensi dengan rangkaian yang panjang (Callister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION Y. SUBARWANTI1), R. D. SAFITRI1), A. SUPRIYANTO2,*), A. JAMALUDIN2), Y. IRIANI3) 1) Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titanium dioksida (TiO 2 ) sejak beberapa tahun terakhir banyak digunakan dalam berbagai bidang anatas anatara lain sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi,

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

SINTESIS OKSIDA LOGAM AURIVILLIUS SrBi 4 Ti 4 O 15 MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL DAN PENENTUAN SIFAT FEROELEKTRIKNYA

SINTESIS OKSIDA LOGAM AURIVILLIUS SrBi 4 Ti 4 O 15 MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL DAN PENENTUAN SIFAT FEROELEKTRIKNYA 27 SINTESIS OKSIDA LOGAM AURIVILLIUS SrBi 4 Ti 4 O 15 MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL DAN PENENTUAN SIFAT FEROELEKTRIKNYA Synthesis of Metal Oxide Aurivillius SrBi 4 Ti 4 O 15 Using Hydrothermal Method

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 19 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

Bab III Metoda Penelitian

Bab III Metoda Penelitian 28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember SIDANG TUGAS AKHIR Arisela Distyawan NRP 2709100084 Dosen Pembimbing Diah Susanti, S.T., M.T., Ph.D Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sintesa

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Dody H. Dwi Tiara Tanjung Laode F. Nidya Denaya Tembaga dalam bahasa latin yaitu Cuprum, dalam bahasa Inggris yaitu Copper adalah unsur kimia yang mempunyai simbol

Lebih terperinci

SINTESIS BaTiO 3 DARI BaCl 2 DAN TiCl 4 DENGAN METODE HIDROTERMAL DWI PUTRI UTAMI

SINTESIS BaTiO 3 DARI BaCl 2 DAN TiCl 4 DENGAN METODE HIDROTERMAL DWI PUTRI UTAMI SINTESIS BaTiO 3 DARI BaCl 2 DAN TiCl 4 DENGAN METODE HIDROTERMAL DWI PUTRI UTAMI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK DWI PUTRI UTAMI.

Lebih terperinci

STUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH

STUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH STUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH Istianah () Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN

Lebih terperinci

Tembaga 12/3/2013. Tiga fasa materi : padat, cair dan gas. Fase padat. Fase cair. Fase gas. KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar

Tembaga 12/3/2013. Tiga fasa materi : padat, cair dan gas. Fase padat. Fase cair. Fase gas. KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI EL INDAHNIA KAMARIYAH 1109201715 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) Kaspul Anuwar 1, Rahmi Dewi 2, Krisman 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika FMIPA-Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) OLEH : NAMA : HANIFA NUR HIKMAH STAMBUK : A1C4 09001 KELOMPOK ASISTEN : II (DUA) : WD. ZULFIDA NASHRIATI LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SrTiO 3 PADA STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK BNT-BT

PENGARUH PENAMBAHAN SrTiO 3 PADA STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK BNT-BT PENGARUH PENAMBAHAN SrTiO 3 PADA STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK BNT-BT Uchi Delfia 1, Alimin Mahyudin 1, Syahfandi Ahda 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Pusat Teknologi Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci