Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Lokasi yang digunakan memiliki akses yang cukup jauh dari jalan raya, sehingga tingkat kebisingan serta polusi dari asap kendaraan yang akan berpengaruh pada udara dan air dapat diminimalkan. Kandang yang digunakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga tidak terjadi penyebaran polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas di lokasi kandang. Suprijatna (2005) menyatakan bahwa jarak kandang dengan pemukiman penduduk dan jalan raya harus diperhatikan untuk mencegah adanya polusi udara, mencegah penyebaran penyakit dan bau ternak ke penduduk, serta meminimalkan polusi suara dari kendaraan di jalan raya. Denah lokasi pemeliharaan dengan dua skala perbesaran dengan tanda lingkaran berwarna merah dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber: Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan Keadaan di sekitar kandang yang digunakan untuk penelitian memiliki kondisi nyaman dan sejuk dengan masih adanya pepohonan dan rerumputan yang masih mendominasi area kosong di sekitar kandang. Kandang yang digunakan merupakan kandang postal seluas 8 m 2. Kandang postal ini digunakan sebagai tempat untuk meletakkan dua kandang puyuh jenis battery. Penggunaan kandang postal ini bertujuan menghindari ancaman predator di sekitar kandang seperti kucing liar. Kandang postal yang digunakan dilengkapi dengan kawat kasa besi pada bagian tembok dan bagian bawah atap, sehingga predator seperti kucing liar tidak dapat

2 masuk ke dalam kandang. Kondisi seperti ini juga bertujuan untuk menjaga aliran udara tetap nyaman di dalam kandang tersebut. Kandang battery yang merupakan kandang utama puyuh diletakkan di dalam satu ruangan kandang postal, sedangkan ruangan lainnya digunakan untuk meletakkan pakan, telur, timbangan, dan alat kebersihan kandang. Kandang utama puyuh jenis battery terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan desain bertingkat lima dan masing-masing lantai disekat dua. Alas setiap lantai adalah kawat kasa dengan kemiringan sekitar 5 o yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan telur puyuh. Keamanan keseluruhan lingkungan kandang penelitian ini terjamin dari ancaman pencurian dengan adanya penjagaan 24 jam dari petugas keamanan kampus. Keseluruhan infrastruktur lokasi perkandangan ini cukup baik dengan adanya instalasi air yang lancar, instalasi listrik yang sudah terpasang, dan akses ke kandang yang mudah dijangkau. Terdapat juga dua bangunan rumah yang merupakan tempat tinggal dari penanggung jawab lokasi kandang penelitian ini, serta tiga mess yang diperuntukkan bagi pegawai dan teknisi kandang, sehingga manajemen pemeliharaan dapat selalu dikontrol. Keseluruhan keadaan umum baik dari manajemen perkandangan, infrastruktur, dan keamanan merupakan hal yang harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas telur puyuh yang optimal. Manajemen Budidaya Puyuh Manajemen budidaya merupakan semua proses kegiatan produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memiliki beberapa keunggulan sebagai ternak. Puyuh betina dapat mulai menghasilkan telur pada umur 40 hari, dalam satu tahun seekor puyuh betina mampu menghasilkan butir telur dengan berat rata-rata 10 gram per butir, tidak memerlukan investasi lahan dan kandang yang besar, kandungan gizi pada telur yang cukup tinggi, toleran terhadap pakan serat kasar tinggi dibandingkan dengan ayam ras, dan mampu dikembangkan dengan skala usaha yang beragam (Permentan, 2008). Proses manajemen pemeliharaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) persiapan kandang, 2) pemberian pakan dengan tambahan suplemen omega-3 dan air minum, 3) pengambilan telur dan penimbangan, 4) penyimpanan dan pengemasan, dan

3 5) distribusi. Proses ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi dalam budidaya puyuh. Persiapan Kandang Proses pemeliharaan puyuh diawali dengan persiapan kandang yang terdiri dari dua kandang, yaitu kandang postal dan kandang battery. Pembersihan awal pada kandang postal dilakukan dengan membersihkan seluruh lantai kandang dari kotoran dengan sapu lidi, kemudian disikat dengan air biasa yang dicampur dengan cairan pembersih lantai dan dikeringkan. Pembersihan berikutnya dilakukan pengapuran ke seluruh lantai dan tembok kandang yang terjangkau dengan campuran air dengan bubuk kapur, kemudian dibiarkan mengering selama satu hari. Kandang battery terbuat dari kayu dan kawat ram dengan alas masing-masing lantai tingkat terbuat dari kawat ram. Tempat penampungan kotoran diletakkan di bawah lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menjaga kebersihan sekitar kandang dan mencegah kotoran puyuh jatuh pada puyuh yang berada di lantai bawah (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Kandang battery berjumlah dua blok dengan masing-masing 5 tingkat dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi dilakukan dengan memberi sekat papan pada masing-masing tingkat. Kapasitas kandang 300 ekor per dua blok kandang battery. Kedua kandang battery yang sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam kandang postal dan diletakkan berdekatan. Pemberian lampu pijar diletakkan di antara kedua kandang battery sebagai penerangan ketika malam hari, sehingga puyuh dapat tetap makan pada malam hari. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi. Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum Pemberian pakan dibatasi sebanyak 20 g/ ekor/ hari dengan frekuensi pemberian satu kali dalam sehari pada pukul WIB. Pakan yang digunakan adalah ransum puyuh komersial dengan kode P untuk puyuh berumur mulai 5 minggu dengan kadar protein 20% yang berupa butiran komplit atau crumble. Prosedur pemberian pakan dalam penelitian ini diberikan tambahan suplemen omega-3 yang dicampur dengan pakan. Suplemen omega-3 yang digunakan

4 merupakan limbah dari pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) dengan filler ampas tahu yang telah difermentasi (Komari, 1996). Tambahan suplemen omega-3 diberikan dengan taraf masing-masing 0% (P 1); 1,5% (P 2); 3% (P 3); 4,5% (P 4); dan 6% (P 5) dari total berat pakan pada masing-masing perlakuan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), menggunakan perlakuan berupa campuran minyak sawit dan minyak Lemuru dengan komposisi yang diberikan pada puyuh berumur 10 minggu. Komposisi penggunaan khusus untuk minyak Lemuru pada penelitian terdahulu adalah 0, 2, 4, 6, dan 8% dari total pakan yang diberikan, namun pengolahan minyak Lemuru sebagai perlakuan ini tidak dijelaskan. Hasil penelitian mengenai analisis kandungan kadar omega-3 pada telur puyuh, mengalami peningkatan dari 0,0044% (kontrol) menjadi 1,703% pada perlakuan 8%. Pemberian air minum pada penelitian ini disesuaikan dengan kapasitas wadah minum yang digunakan. Wadah air minum yang digunakan tidak cukup besar dan sangat sederhana, sehingga pemberian air minum harus dilakukan terus menerus agar puyuh tidak kekurangan air minum. Pemberian vitamin pada air minum hanya dilakukan pada awal pemeliharaan sebelum perlakuan diberikan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi stres dan merangsang produksi telur, namun tidak dilanjutkan pada minggu berikutnya. Pengambilan Telur dan Penimbangan Prosedur pengambilan telur pada pemeliharaan ini dilakukan satu kali dalam sehari setiap pukul WIB. Periode pengambilan telur ini dilakukan untuk mencegah puyuh menjadi stres akibat terlalu sering terdapat aktivitas manusia di dalam kandang. Waktu pengambilan telur disesuaikan pada keadaan ketika puyuh menghasilkan telur terbanyak per harinya, yaitu sore hari. Menurut Rasyaf (1991), sebanyak 75% puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) bertelur pada pukul sampai WIB. Telur yang sudah diambil langsung dilakukan penimbangan sesuai dengan kelompok perlakuan dan ulangannya dengan menggunakan timbangan digital O-Hause. Penimbangan ini bertujuan untuk mendapatkan data berat telur per butir pada masing-masing perlakuan yang berbeda. Telur disimpan sesuai dengan

5 klasifikasi berat per perlakuannya dan diletakkan sementara pada egg tray khusus telur puyuh. Penyimpanan dan Pengemasan Standar penyimpanan telur puyuh menurut Permentan (2008) adalah tempat penampungan yang sejuk, tidak lembab dan terlindung dari predator, serta tidak berdekatan langsung dengan kandang pemeliharaan. Hal ini dapat meminimalkan produk telur yang cepat rusak akibat lokasi penyimpanan yang tidak sesuai standar. Telur puyuh pada penelitian ini masih diletakkan di ruangan sebelah kandang pemeliharaan, namun tidak berhubungan langsung dengan kandang pemeliharaan. Pengemasan telur pada penelitian ini dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar, yaitu penjualan dengan isi 20 butir telur puyuh per kemasan. Kemasan yang digunakan adalah plastik mika berukuran kecil. Penggunaan label juga diberikan pada kemasan untuk memberikan informasi mengenai produk dan tempat produksinya. Distribusi Distribusi dilakukan setelah adanya pengemasan produk dan disesuaikan dengan permintaan pasar. Distribusi produk telur puyuh menurut Elvira et al. (1994), yaitu distribusi panjang (1), distribusi menengah (2), dan distribusi pendek (3) seperti terlihat pada Gambar 1. Pengecer Peternak Grosir Pengecer Konsumen (2) (1) (3) Gambar 3. Rantai Distribusi Telur Puyuh di Kota Bogor (Elvira et al., 1994) Distribusi telur puyuh hasil produksi pada penelitian ini dilakukan melalui rantai menengah dan pendek ke dua pasar yang berbeda, yaitu pengumpul atau pengecer khusus telur puyuh dan langsung ke konsumen. Distribusi dilakukan menggunakan kendaraan bermotor dengan frekuensi dua kali setiap minggu.

6 Penggunaan Input Produksi Input produksi yang digunakan dalam penelitian budidaya puyuh ini terdiri dari input produksi tetap dan input produksi variabel. Menurut Mulyadi (2009), input produksi tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh perubahan volume produksi. Input produksi variabel merupakan input yang penggunaannya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Input Produksi Tetap Input produksi tetap yang digunakan selama pemeliharaan puyuh ini adalah pengadaan kandang dan timbangan O-Hause. Pengadaan kandang merupakan salah satu sarana dan modal tetap dalam budidaya puyuh. Tipe kandang yang digunakan dalam budidaya puyuh pada umumnya adalah tipe kandang battery. Kandang battery yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternakan puyuh di Sukabumi sebanyak dua buah blok kandang dengan harga beli sebesar Rp ,00 per unit. Umur pemakaian kandang ini mencapai lima tahun. Kandang battery ini terdiri dari lima tingkat dan memiliki kapasitas 40 ekor per tingkat dengan luasan 0,5 m 2 tiap tingkatnya, namun kandang ini disesuaikan dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu pemberian lima perlakuan dengan masingmasing empat ulangan. Metode ini membutuhkan 20 ruang dengan kapasitas per ulangan yaitu 15 ekor, sehingga pada setiap tingkat dibagi menjadi dua ruangan dengan sekat papan dengan luasan tiap perlakuan adalah 0,25 m 2. Berdasarkan Permentan (2008), kepadatan kandang dan daya tampung kandang untuk puyuh berumur di atas 4 minggu pada penelitian ini sudah ideal. Perlengkapan yang dibutuhkan di kandang adalah timbangan O-Hause. Timbangan ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti menimbang telur tiap perlakuan, menimbang suplemen omega-3 yang digunakan, dan menimbang bobot badan puyuh. Timbangan ini memiliki harga beli sebesar Rp ,00 dengan umur pemakaian mencapai dua tahun. Input Produksi Variabel Input produksi variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pengadaan puyuh umur 80 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen omega-3,

7 biaya tenaga kerja, pengadaan egg tray, biaya kemasan dan label, dan biaya penggunaan penerangan. 1. Puyuh Umur 80 Hari Puyuh yang digunakan dalam penelitian ini merupakan puyuh petelur dengan spesies Coturnix-coturnix japonica yang didapatkan dari peternakan puyuh di Sukabumi. Harga puyuh saat itu Rp 4.000,00 per ekor. Puyuh ditimbang terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kandang perlakuan. Bobot rata-rata puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 143,52 gram per ekor. Terdapat beberapa ciri puyuh yang berkualitas baik menurut Nugroho dan Mayun (1986), yaitu kondisi fisik yang sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, aktif dan tampak segar, bebas dari penyakit, dan memiliki berat badan berkisar antara gram. 2. Pakan Pakan yang digunakan dalam penelitian ini hanya pakan khusus puyuh dengan umur di atas 35 hari. Jenis pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial SP 22 dengan kode P dengan bentuk ransum berupa crumble atau remah. Kandungan ransum jenis SP 22 berdasarkan kebutuhan protein, lemak, dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Ransum SP 22 Kandungan Nilai % Protein Lemak 4 7 Serat kasar 7 Sumber: PT Sinta Prima Feedmill (2011) Kandungan pakan SP 22 yang diberikan selama penelitian sudah sesuai dengan ketentuan mutu pakan dengan standar SNI untuk puyuh petelur dewasa. Ketentuan mutu pakan yang ditetapkan oleh Permentan (2008) berdasarkan SNI diperlihatkan pada Tabel 6.

8 Tabel 6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa Nomor Kandungan Nilai % Protein kasar Minimal 17 2 Lemak kasar Minimal 7 3 Serat kasar Maksimal 7 Sumber: Permentan (2008) Pakan yang diberikan dibatasi 20 g/ ekor/ hari dan diberikan satu kali dalam sehari. Pemberian pakan dilakukan setiap pukul WIB dan tidak berubah dalam waktu pemberian pakannya. Waktu pemberian pakan konsisten setiap hari untuk menjaga kestabilan produksi telurnya. Harga beli pakan SP 22 pada awal pemeliharaan adalah Rp ,00 per 50 kg, namun mengalami kenaikan harga pakan pada akhir penelitian menjadi Rp ,00 per 50 kg. 3. Suplemen Omega-3 Penambahan suplemen omega-3 pada penelitian ini merupakan perlakuan yang diberikan pada pakan puyuh. Pemberian suplemen omega-3 dilakukan dengan mencampurkan secara merata dengan taraf yang berbeda-beda pada pakan yang diberikan. Suplemen omega-3 yang digunakan merupakan limbah hasil pengalengan ikan Lemuru. Limbah hasil pengalengan ikan Lemuru yang hasilnya berupa minyak ini merupakan salah satu alternatif minyak yang dapat dijadikan pakan sumber energi yang tidak bersaing dengan manusia. Menurut Setiabudi (1990), dari proses pengalengan ikan Lemuru dapat diperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%, sehingga satu ton ikan Lemuru menghasilkan 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru. Minyak ikan Lemuru diemulsi dan dispersikan menjadi ekstrak lemak pekat, lalu dicampur dengan ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. dan dihaluskan. Perbandingan penggunaan minyak ikan Lemuru dengan ampas tahu adalah 1:1 (b/b) (Komari, 1996). Suplemen omega-3 diperoleh dengan harga Rp ,00 per kg.

9 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja pada pemeliharaan puyuh ini memiliki kesibukan utama pada waktu tertentu, seperti pada saat pemberian pakan yang harus ditambahkan suplemen omega-3 sesuai dengan taraf pemberiannya, pemberian air minum, penimbangan bobot awal sebelum perlakuan, pengambilan telur, penimbangan telur, dan penyimpanan telur. Kebutuhan pekerja dan sistem pembayaran pekerja disesuaikan dengan skala produksi. Penelitian ini hanya menggunakan jumlah total puyuh sebanyak 300 ekor, sehingga kebutuhan jumlah pekerja cukup satu orang dengan sistem pembayaran Rp ,00 per satu setengah bulan. Hal ini disesuaikan dengan standar sistem pembayaran pekerja pada peternakan puyuh pada umumnya dalam satu bulan yaitu Rp ,00 untuk menangani 1000 ekor puyuh. 5. Egg Tray Egg tray pada pemeliharaan puyuh digunakan sebagai tempat penyimpanan telur sementara sebelum dilakukan pengemasan. Egg tray yang digunakan berbeda dengan egg tray untuk telur ayam atau telur itik, karena ukuran dari telur puyuh itu sendiri yang lebih kecil daripada telur ayam atau itik. Bahan yang digunakan juga bukan berbahan dasar plastik, namun terbuat dari daur ulang kertas yang memiliki kapasitas 100 butir per egg tray. Pengadaan egg tray pada penelitian ini disesuaikan dengan produksi telur per hari. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan egg tray ini sebesar Rp ,00 per 5 unit egg tray. 6. Kemasan dan Label Penggunaan kemasan pada penelitian ini merupakan salah satu input produksi variabel yang berperan pada hasil akhir produk telur puyuh yang siap dijual. Fungsi kemasan menurut Malik (2008) ada dua, yaitu melindungi produk dari produsen hingga ke konsumen dengan tetap menjaga keutuhan produk yang berada di dalamnya, serta menambah nilai produk dan mendorong pemasaran sesuai segmen pasar yang dituju. Kemasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik mika berukuran kecil seharga Rp 130,00 per unit yang sanggup diisi 20 butir telur puyuh per satuan kemasannya. Kemasan yang digunakan harus disertai dengan label produk yang bertujuan untuk memperkenalkan nama produk, serta sebagai jaminan atas produk tersebut bagi konsumen. Biaya

10 pembuatan label secara sederhana pada penelitian ini adalah Rp 2.000,00 per 15 label. 7. Penerangan Penerangan yang dibutuhkan pada penelitian budidaya puyuh ini termasuk ke dalam input variabel, karena biaya yang dikeluarkan untuk penerangan disesuaikan dengan besar kecilnya skala produksi. Penerangan yang digunakan pada penelitian ini hanya satu buah lampu pijar 40 watt yang diletakkan di antara dua blok kandang battery. Lama pemberian penerangan pada kandang puyuh ini sekitar 12 jam dalam sehari, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penerangan selama pemeliharaan ini sebesar Rp ,00. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi (HPP) merupakan jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang untuk jangka waktu tertentu ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar (Mulyadi, 2009). Penentuan nilai HPP dilakukan dengan cara memperhitungkan unsur-unsur biaya yang telah disesuaikan pada penelitian ini ke dalam analisis biaya HPP tersebut. Metode yang dilakukan untuk menentukan nilai HPP adalah metode full costing dan metode variable costing. Metode full costing merupakan metode penentuan HPP yang memperhitungkan seluruh biaya produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel (Mulyadi, 2009). Komponen biaya tetap pada penelitian ini adalah biaya overhead tetap yang meliputi biaya pengadaan kandang dan perlengkapan pemeliharaan, yaitu timbangan telur O-Hause. Biaya pengadaan kandang dan timbangan dihitung secara overhead tetap karena masa penggunaannya hanya selama 6 minggu, sedangkan untuk pengadaan kandang umur pemakaiannya mencapai 5 tahun dan timbangan mencapai 2 tahun. Komponen biaya variabel yang dihitung pada penelitian ini terdiri dari biaya pengadaan puyuh umur 30 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel yang terdiri dari pengadaan egg tray, penggunaan kemasan dan label. Metode variable costing tidak berbeda jauh dengan perhitungan pada metode full costing. Menurut Mulyadi (2009), perbedaan pada metode variable costing yaitu hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel. Biaya variabel yang dihitung adalah biaya pengadaan puyuh umur 80 hari, penggunaan pakan, taraf

11 penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel. Biaya overhead tetap dimasukkan dalam perhitungan biaya periode pada biaya non produksi untuk perhitungan harga pokok penjualan telur puyuh. Perhitungan yang menggunakan dua metode tersebut dilakukan terpisah sesuai dengan perlakuan taraf pemberian omega-3 yang diberikan pada pakan puyuh. Perhitungan HPP bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi taraf pemberian suplemen omega-3 yang ditambahkan ke dalam pakan. Data hasil perhitungan HPP disajikan secara lengkap pada Tabel 7. Keseluruhan biaya produksi (Tabel 7) telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan pada penelitian ini. Biaya pengadaan puyuh umur 30 hari merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan, yaitu Rp ,00 untuk 60 ekor puyuh pada masing-masing perlakuan. Biaya terbesar kedua adalah pengadaan pakan puyuh SP 22 yaitu sebesar Rp ,00. Rasyaf (1991) menyatakan bahwa pengadaan bibit dan ransum merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan pada sebuah peternakan puyuh. Biaya terbesar ketiga adalah penggunaan biaya overhead variabel yang meliputi pengadaan egg tray, pengadaan kemasan, dan label. Biaya overhead variabel pada perhitungan full costing dan variable costing meningkat sesuai dari taraf perlakuan 0% hingga taraf perlakuan 4,5%, sedangkan biaya overhead variabel terlihat menurun pada taraf perlakuan 6%. Hasil dari penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), yaitu penambahan suplemen omega-3 berupa minyak lemuru pada penelitian tersebut menyebabkan setiap peningkatan taraf pemberian suplemen tersebut mengakibatkan produksi telur dan konsumsi pakan juga menurun. Hal disebabkan oleh kombinasi yang diberikan telah melewati ambang batas sinergisme puyuh. Menurut Leeson dan Atteh (1995), produksi telur dipengaruhi oleh kombinasi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dalam ransum, dimana sinergisme keduanya memberikan pengaruh biologis pada batas maksimum tertentu. Perbedaan oleh penelitian terdahulu adalah penggunaan minyak Lemuru yang diberi filler untuk mencegah penurunan produksi telur ketika diberikan sebagai perlakuan dan diberikan dengan kelipatan taraf yang lebih kecil, sehingga terlihat bahwa penurunan produksi telur hanya terjadi pada taraf perlakuan 6%. Jumlah produksi telur dan kemasan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.

12 Tabel 7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan Metode Full Costing dan Variable Costing Macam Biaya Jumlah Biaya Produksi (Rp) Taraf 0% Taraf 1,5% Taraf 3% Taraf 4,5% Taraf 6% Variable Full Variable Full Variable Full Variable Full Costing Costing Costing Costing Costing Costing Costing Costing Full Costing Variable Costing Puyuh Pakan Puyuh Suplemen Omega Listrik Tenaga Kerja Langsung Overhead Variabel , , , , , , , ,33 Overhead Tetap Total HPP HPP/ butir HPP/ kemasan , , , , , , , ,33 342,37 337,39 347,08 342,14 348,98 344,12 342,41 337,75 398,65 393, , , , , , , , , , ,99

13 Tabel 8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6 Minggu Pemeliharaan Taraf Perlakuan (%) Jumlah Produksi Selama 6 Minggu Butir Kemasan per 20 Butir , , Penurunan produksi telur pada Tabel 8 yang terjadi pada taraf 6% menyebabkan biaya penggunaan egg tray, kemasan, dan label berkurang. Biaya penggunaan suplemen omega-3 meningkat sesuai dengan persentase taraf yang diberikan. Biaya overhead tetap yang meliputi biaya pembuatan kandang dan penggunaan timbangan O-Hause pada penelitian ini tidak terlihat tinggi, karena perhitungannya dilihat dari penyusutan. Biaya total untuk overhead tetap sebesar Rp 7.500,00 pada metode full costing. Biaya tenaga kerja pada penelitian ini hanya Rp 9.000,00, karena standar pekerja di peternakan puyuh yaitu Rp ,00 untuk menangani 1000 ekor puyuh dalam satu bulan, sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan 300 ekor puyuh dengan 60 ekor tiap perlakuannya dan dilakukan selama satu setengah bulan. Hasil perhitungan HPP dibagi menjadi tiga, yaitu total HPP, HPP per butir telur puyuh, dan HPP per kemasan yang dihasilkan. HPP per butir telur puyuh dihitung berdasarkan total HPP yang diperoleh dibagi dengan jumlah produksi telur puyuh setiap perlakuannya, sedangkan HPP per kemasan diperoleh dari hasil pembagian antara total HPP dengan jumlah kemasan yang dihasilkan setiap perlakuannya. HPP akan meningkat sesuai dengan pemberian taraf suplemen omega- 3 yang ditambahkan. Penurunan produksi telur yang terjadi pada perlakuan taraf 6% menyebabkan HPP pada perlakuan ini berbeda jauh dengan taraf perlakuan 4,5%, sehingga penambahan omega-3 pada pakan sebesar 6% menjadi tidak efisien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), pemberian suplemen omega-3 berupa limbah minyak ikan Lemuru yang diberikan secara

14 berlebihan pada taraf tertentu akan menyebabkan pakan menjadi lengket dan bau amis dan dapat menyebabkan penurunan palatabilitas pada puyuh, sehingga produksi telur menjadi berkurang. Harga Jual Harga jual diperoleh dari perhitungan harga pokok penjualan yang dijumlahkan dengan laba yang diinginkan. Harga pokok penjualan sendiri merupakan hasil penjumlahan dari harga pokok produksi ditambahkan dengan harga non produksi. Harga jual yang didapatkan memiliki nilai yang sama untuk setiap metode perhitungan, baik dalam metode full costing maupun variable costing. Penentuan harga jual dihitung berdasarkan harga jual per kemasan dengan isi 20 butir telur puyuh. Harga jual per kemasan ditentukan untuk membandingkan harga jual telur puyuh yang diberi suplemen omega-3 dengan harga jual telur puyuh yang tidak diberi tambahan suplemen omega-3 di pasar. Hasil perhitungan terhadap harga jual telur puyuh per kemasan sesuai dengan taraf pemberian omega-3 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Harga Jual Telur Puyuh per Kemasan dengan Taraf Pemberian Suplemen Omega-3 Uraian Harga Pokok Penjualan Taraf Pemberian Suplemen Omega-3 0% 1,5% 3% 4,5% 6% Rp , , , , ,85 Laba (10%) 695,02 701,14 707,11 695,75 807,58 Harga Jual 7645, , , , ,43 Harga jual yang diperoleh pada Tabel 9 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan persentase bertelur pada puyuh masih tergolong belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya, yaitu berkisar antara 53,14-60,9%. Anugrah et al. (2009) menyatakan bahwa produksi telur dikatakan ekonomis apabila persentase bertelur dalam satu periode produksi minimal mencapai 75%, sehingga produk telur tersebut memiliki harga jual yang mampu bersaing dengan harga jual telur puyuh di pasar. Persentase bertelur yang tergolong rendah ini dapat disebabkan oleh puyuh yang masih belum mencapai umur puncak produksi. Sugiharto (2005)

15 menyatakan bahwa puncak produksi telur pada puyuh, yiatu ketika puyuh berumur 4-5 bulan dan mulai mengalami penurunan ketika umur 9 bulan. Perbedaan harga jual telur puyuh pada penelitian ini terlihat tinggi jika dibandingkan dengan harga jual di pasar, walaupun harga jual telur puyuh di pasar akan berbeda-beda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Disnak (2011), penjualan telur puyuh khususnya daerah Jawa Barat terbagi dua, yaitu pedagang kaki lima dan toko ritel. Kisaran harga yang ditentukan oleh pedagang kaki lima adalah Rp 250,00 per butir, sedangkan untuk toko ritel adalah Rp 6.000,00 hingga Rp 8.500,00 per kemasan. Menurut Anugrah et al. (2009), harga jual telur puyuh akan selalu berbeda setiap daerahnya, karena data perkembangan populasi serta usaha ternak puyuh relatif sulit ditemukan dalam instansi terkait di tingkat provinsi atau tingkat kabupaten, sehingga keterbatasan data dan informasi tentang populasi serta sebaran usaha tidak banyak diketahui secara umum. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual pada masing-masing daerah dan tidak terdapat Pusat Informasi Pasar (PINSAR) yang menentukan keseragaman harga jual telur puyuh di seluruh Indonesia. Harga jual telur puyuh (Tabel 9) memperlihatkan bahwa pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan sebesar 4,5% tidak berbeda jauh dengan harga jual telur puyuh tanpa penambahan suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5% dapat dikatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi dan mampu menghasilkan produksi telur yang paling tinggi, walaupun terdapat tambahan biaya suplemen omega-3. Produk telur yang dihasilkan pada taraf perlakuan 4,5% diharapkan akan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk telur kontrol. Penelitian terdahulu oleh Suripta dan Astuti (2007) melaporkan bahwa penambahan suplemen omega-3 yang berupa minyak ikan Lemuru pada taraf perlakuan 4% akan menurunkan kolesterol telur dari 120,32 menjadi 55,14 mg/100gr, serta meningkatkan kandungan omega-3 dalam telur dari 0,044 menjadi 1,648% dengan rasio yang lebih seimbang. Proses penjualan telur pada penelitian ini secara keseluruhan masih tetap mengikuti harga jual telur puyuh tanpa kandungan omega-3 di pasar, khususnya di daerah Bogor. Hal ini disebabkan belum terdapat hasil pengujian secara laboratorium terhadap nilai kandungan omega-3 pada telur puyuh yang dihasilkan.

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3 SKRIPSI ANDIKA WIDHI JIWANDONO

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3 SKRIPSI ANDIKA WIDHI JIWANDONO ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3 SKRIPSI ANDIKA WIDHI JIWANDONO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan performa produksi meliputi produksi telur, bobot telur, dan konversi pakan) Coturnix-coturnix japonica dengan penambahan Omega-3 dalam pakan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena produktivitasnya cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan 19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di Kandang Digesti Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, dan di Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Pangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Puyuh Jepang (Cortunix-cortunix japonica) merupakan unggas kecil yang komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di Indonesia untuk produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) sudah sejak lama dikenal masyarakat dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh mempunyai potensi besar karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta di Desa Jatikuwung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) merupakan salah satu unggas yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan produk daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang penaruh pemberian limbah bandeng terhadap karkas dan kadar lemak ayam pedaging ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH Drs. Armen, SU. Disampaikan pada Seminar Nasional Bidang MIPA dun Temu Alumni FMIPA UNP Tanggal I1 dan I2 Februari 2005 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum, terhadap Performans Puyuh Jantan (umur 2-8 minggu) telah dilaksanakan pada bulan Juni Juli 2016, di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember Januari 2015 di kandang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember Januari 2015 di kandang 19 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember 2014 18 Januari 2015 di kandang ayam petelur milik CV. Varia Agung Jaya, Desa Varia Agung, Kecamatan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

STUDI TEKNOLOGI PAKAN PADA USAHA TERNAK PUYUH PETELUR

STUDI TEKNOLOGI PAKAN PADA USAHA TERNAK PUYUH PETELUR 85 Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 1 No 2: 85-89, 2017 STUDI TEKNOLOGI PAKAN PADA USAHA TERNAK PUYUH PETELUR Riyanto Djoko dan Eka Fitasari Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat tingginya permintaan kebutuhan daging ayam broiler. Permintaan pasar yang tinggi terhadap daging ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Chairudin P Lubis (CPL) Desa Simalingkar Kelurahan Kuala Bekala, Medan. Penelitian berlangsung selama 4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN PERALATAN 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan ayam Sentul jantan generasi ke dua umur satu hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di 15 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih

Lebih terperinci

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005) III. MATERI METODE A. Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan 240 ekor puyuh betina umur 3 hari yang dibagi dalam lima macam perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan terdiri dari 12 ekor puyuh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan pemenuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh Jepang dan Klasifikasinya Burung puyuh liar banyak terdapat di dunia, nampaknya hanya baru Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut Nugroho

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di kandang kambing Kelompok Tani Ternak Tunas Melati, di desa Cepoko Kuning, Batang, Jawa Tengah serta

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun, 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh adalah spesies atau subspesies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh Jepang yang disebut japanese

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan harga daging ayam selalu fluktuatif. Menurut Prayugo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung kaki ayam broiler terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi minyak ikan dan L-karnitin pada ransum basal membuat kandungan energi pada ransum meningkat. Meningkatnya kandungan energi pada ransum basal akan mudah di manfaatkan

Lebih terperinci