KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI JAKARTA 2013

2

3 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran penting di dalam pembangunan nasional serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945; b. bahwa pelayanan jasa konstruksi merupakan hal fundamental yang harus diatur oleh negara dengan mewujudkan pelayanan jasa konstruksi yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan dan keamanan bagi masyarakat; c. bahwa pelaksanaan jasa konstruksi dalam mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus dapat menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. bahwa salah satu kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan; pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; e. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diatas, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugasnya telah menyusun Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi; f. bahwa pandangan dan pendapat pada huruf e telah disampaikan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi untuk disampaikan dalam pembicaraan Tingkat I bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah; g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pandangan 347

4 dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi; Mengingat : 1. Pasal 22D Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; 5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/ DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke 14 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang VI Tahun Sidang Tanggal 13 Juni 2012 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG- UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI. PERTAMA : Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jalan sebagai bahan pembahasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah. KEDUA : Isi dan rincian pandangan dan pendapat dalam Diktum Pertama, merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2012 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR. HEMAS DR. LAODE IDA 348

5 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI ---- I. PENDAHULUAN Sebagai salah satu lembaga negara dengan fungsi legislasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22D ayat (2), jo. Pasal 150 ayat (4) huruf b, jo. Pasal 254 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta memperhatikan Peraturan Tata Tertib DPD RI, maka pada hari ini Dewan Perwakilan Dearah (DPD) RI menyampaikan Pandangan dan Pendapat terhadap RUU tentang Jasa Konstruksi. Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis bagi pembangunan nasional. Hal ini mengingat jasa konstruksi adalah komponen penting dalam pembangunan prasarana maupun sarana fisik yang akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Pertumbuhan industri barang dan jasa melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi turut pula didukung oleh peran jasa konstruksi yang secara nyata mendukung perekonomian nasional dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional serta kemajuan daerah. Mengingat pentingnya keberadaan jasa konstruksi tersebut, Indonesia sejak tahun 1999 telah mengeluarkan regulasi di tingkat undang-undang yang mengatur mengenai jasa konstruksi yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun Setelah sekian lama diimplementasikan, evaluasi menunjukkan adanya permasalahan baik menyangkut implementasi aturan di lapangan maupun permasalahan yang menyangkut regulasi itu sendiri terutama mengingat perkembangan zaman dan laju globalisasi ekonomi. Oleh sebab itu maka lahirlah tuntutan untuk merevisi regulasi lama yang akan menjadi penyempurnaan atas kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU tersebut. Beberapa agenda penyempurnaan atas UU tersebut antara lain masalah lembaga, pengaturan, pengawasan, standar, quality assurance, keselamatan, kegagalan bangunan, kesetaraan pengguna jasa dan penyedia jasa, NSPK, arah perkembangan dan pertumbuhan konstruksi, pelaksanaan evaluasi, yang substansinya mengubah UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Sesuai dengan Undang Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, maka dilakukan penggantian terhadap Undang-undang yang lama dan bukan merupakan perubahan atau revisi sebagaimana halnya beberapa UU yang lama cukup dilakukan perubahan bilamana pasal-pasal yang akan disesuaikan tidak mengganti substansi pengaturan sebelumnya. 349

6 II. PANDANGAN DAN PENDAPAT UMUM A. Pandangan dan Pendapat Umum terhadap RUU tentang Jasa Konstruksi Setelah melakukan kajian dan pembahasan secara komprehensif terhadap RUU tentang Jasa Konstruksi, maka DPD RI menyampaikan pokok-pokok pandangan sebagai berikut; 1. DPD RI berpandangan bahwa penyusunan rancangan undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini bukanlah revisi atau perubahan atas peraturan sebelumnya yang dianggap sudah tidak selaras dengan dinamika persoalan penyelenggaraan jasa konstruksi. RUU tentang Jasa Konstruksi adalah pergantian atas undang-undang yang sebelumnya karena secara substansi pengaturan dalam RUU ini telah mengubah secara signifikan pengaturan tentang kelembagaan, pengaturan pengawasan, standar, quality assurance, keselamatan, kegagalan bangunan, kesetaraan pengguna jasa dan penyedia jasa, NSPK, arah perkembangan dan pertumbuhan konstruksi, pelaksanaan evaluasi yang mencakup berbagai aspek mulai dari aspek ekonomi, aspek sosial, budaya, hingga aspek keamanan dan kenyamanan. 2. DPD RI berpandangan RUU tentang Jasa Konstruksi ini hendaknya dapat dijadikan sebagai landasan yuridis bagi penyelenggaraan konstruksi dan usaha jasa penyelenggaraan konstruksi yang menjamin ketertiban dan kepastian hukum sehingga terwujudlah kegiatan Konstruksi Indonesia yang kreatif, inovatif dan berdaya saing serta mampu berkarya lebih optimal baik di dalam maupun luar negeri, upaya ini dimaksudkan untuk terus mendukung Pembangunan Infrastruktur yang berkelanjutan. 3. DPD RI berpendapat bahwa pelayanan jasa konstruksi merupakan hal fundamental yang harus diatur oleh negara dengan mewujudkan pelayanan jasa konstruksi yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan dan keamanan bagi masyarakat dan dikembangkan melalui pendekatan teknologi aplikatif yang ramah lingkungan dan berwawasan pembangunan berkelanjutan. 4. DPD RI berpendapat bahwa dalam upaya peningkatan kualitas pembangunan konstruksi, RUU tentang Jasa Konstruksi harus mampu mengurai masalah lemahnya daya saing usaha jasa konstruksi dalam konteks liberalisasi perdagangan, kesesuaian ASMET dengan CPC (Central Product Clasification), standar sertifikasi yang berdampak pada lemahnya kompetensi, standar keselamatan konstruksi, jaminan pekerjaan konstruksi, penegakan hukum masih lemah, kontrak yang menjamin kesetaraan antara pengguna dan penyedia jasa, arah perketumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi belum terarah, pemisahan yang tegas antara regulator (pemerintah) dan operator (LPJK) ; 5. DPD RI berpendapat bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi haruslah memperhatikan keterlibatan aktif dan peran serta riil masyarakat. RUU tentang Jasa Konstruksi harus mampu mengakomodir adanya kesesuaian dan kesamaan perspektif antara pemerintah, swasta dan masyarakat luas. Salah satunya dengan mengedepankan pentingnya pembangunan konstruksi yang diarahkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (communally accepted) dan melibatkan peran serta aktif masyarakat. Selain itu dalam mewujudkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, masyarakat harus diajak untuk berperan aktif dalam memberikan informasi; pendapat dan saran mengenai jasa konstruksi, pengawasan dalam pelayanan jasa konstruksi dan ikut memberikan sumbangan pemikiran atas berbagai masalah dan kendala dalam pembangunan dan penyelenggaraan jasa konstruksi. 6. Mengingat salah satu substansi pokok perubahan dalam RUU ini yakni terbentuknya Badan Akreditasi Nasional Baik di Tingkat Nasional maupun di tingkat provinsi, yang tugasnya menyelenggarakan sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang jasa konstruksi yang anggotanya di tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, haruslah memperhatikan kelayakan dan ketersediaan anggaran yang akan dibebankan kepada APBN dan atau APBD. DPD RI berpandangan bahwa Kelembagaan jasa konstruksi yang saat ini terwadahi melalui lembaga pengembangan jasa konstruksi memang dilematis keberadaannya mengingat peranan lembaga tersebut memainkan peran regulator dan operator sekaligus. Namun pemisahan tersebut yang kemudian melahirkan sebuah Badan baru haruslah memperhatikan kebutuhan fiskal dan kecukupan serta ketersediaan anggaran. 7. DPD RI berpandangan bahwa demi terlindunginya keselamatan masyarakat, pengaturan mengenai keselamatan konstruksi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sejatinya harus diatur secara komprehensif terutama terkait dengan akibat/hasil yang ditimbulkan dari pekerjaan konstruksi yang disebabkan belum dipenuhinya syarat-syarat dan standar teknis keselamatan konstruksi, seperti standar keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan. B. Pandangan dan Pendapat terhadap Bab/Pasal dan Materi Muatan Rancangan Undang- Undang 1. DPD RI berpendapat bahwa RUU ini adalah pengganti dari Undang-Undang yang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 apabila materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan 350

7 yang baru menyebabkan perubahan atau penggantian seluruh atau sebagian materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan yang lama, dalam Peraturan Perundangundangan yang baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang lama. 2. DPD RI berpandangan bahwa sebaiknya konsiderans mengingat dalam diktum Mengingat juga mencantumkan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana Undang- Undang Jasa Konstruksi sebelumnya karena mengingat Jasa Konstruksi merupakan bagian dari usaha perekonomian. 3. DPD RI berpendapat bahwa Bab I tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 RUU ini masih memerlukan penambahan nomenklatur yang nantinya dijabarkan dalam pasal-pasal batang tubuh yakni nomenklatur Masyarakat pengembangan jasa konstruksi atau Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana halnya butir 9 yang mengatur definisi Badan Akreditasi Jasa Konstruksi. Hal ini mengingat Bagian Ketentuan Umum merupakan pasal yang memberikan penjelasan mengenai nomenklatur yang substansial di dalam suatu produk Undang-Undang atau nomenklatur yang sering dipakai di dalam keseluruhan pasal. Meskipun RUU ini mengeliminasi kewenangan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang sebelumnya memiliki kewenangan khusus, seharusnya Ketentuan Umum juga mencantumkan pengertian Lembaga dimaksud sebagaimana berulang-ulang disebutkan dalam batang tubuh RUU ini antara lain Pasal 44, Pasal 45, Pasal 58, dan Pasal Dalam hal pengaturan Asas sebagaimana diatur Bab II Pasal 2 RUU ini, DPD RI berpendapat bahwa RUU ini sudah mengakomodir prinsip-prinsip dan asas sesuai dengan prinsip pemberlakuan hukum yakni asas kepastian hukum, keadilan hukum dan asas kemanfaatan hukum. Selain itu, DPD RI berpandangan perlunya dipertimbangkan tambahan azas efisiensi berkeadilan. Azas ini untuk menjamin pembangunan dan penyelenggaraan jasa konstruksi yang nantinya harus dilakukan secara efektif dan efisien. 5. DPD RI berpandapat bahwa ketentuan Pasal 30 ayat (4) tentang pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan reputasi dan jejak rekam di samping pertimbangan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan kinerja penyedia jasa. 6. DPD RI berpendapat bahwa kata wajib dalam Pasal 40 mengandung makna sanksionistik sehingga harus diatur sanksi yang akan ditetapkan bila mana kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Padahal dalam ketentuan Pidana RUU ini tidak terdapat sanksi apa pun (sanksi administratif atau pidana) yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma tersebut. 7. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) khususnya pada kata harus tidak mengandung makna saknsionistik sehingga tidak dapat diatur pengenaan sanksi yang akan ditetapkan. Padahal dalam Ketentuan Pidana menurut RUU ini (Pasal 92) terdapat ketentuan sanksi pidana yang akan dikenakan bagi para pihak yang melanggar ketentuan ini. DPD RI mengusulkan penggantian redaksi harus menjadi kata wajib sehingga ada kesesuaian ketetapan sanksi pidana dengan norma yang diatur pasal-pasal dimaksud. Kata harus pada pasal 43 Ayat (1) diusulkan menjadi;...penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi standar keselamatan konstruksi. Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011, untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, digunakan kata wajib. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, pihak yang bersangkutan dijatuhi sanksi. Sementara itu untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu, digunakan kata harus. Jika keharusan tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan tidak memperoleh sesuatu yang seharusnya akan didapat seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut. 8. DPD RI berpandangan bahwa Bab VI tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Bagian Keempat, Pasal 44 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) terkait nomenklatur Lembaga pada ayat (3), ayat (4), dan Ayat (5) tersebut berpotensi melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan karena tidak mengandung kejelasan rumusan Lembaga mana yang dimaksud. Pada Bagian Penjelasan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) tersebut juga hanya tercantum kalimat cukup jelas. Sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011, dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang salah satunya meliputi kejelasan rumusan. DPD RI berpendapat Pasal 44 dan 45 ini harus menegaskan lembaga mana yang diberikan otoritas menunjuk dan menetapkan penilai ahli sebagaimana diatur pada bunyi diktum pasal-pasal tersebut. 9. DPD RI berpandangan bahwa kewajiban penilai ahli untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada Lembaga dan instansi yang mengeluarkan izin membangun sebagaimana diatur Pasal 45 Ayat (2) khusus pada kata Lembaga berpotensi melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yakni Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 karena tidak mengandung kejelasan rumusan yakni rumusan Lembaga yang mana yang dimaksud. Bagian Penjelasan Pasal 45 ternyata hanya tercantum kalimat cukup jelas padahal lembaga yang dimaksud belum secara normatif ditegaskan dan dijelaskan keberadaan dan pengertiannya. 351

8 Pengaturan keberadaan tenaga asing sebagaimana diatur dalam Pasal 55 perlu ditambahkan syarat kemampuan berbahasa Indonesia selain syarat memiliki sertifikat kompetensi kerja; memiliki izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan melakukan proses alih teknologi. 11. Keberadaan Lembaga Pengembangan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Ayat (1) belum tegas dan jelas khusus mengenai nama atau nomenklaturnya karena hanya menyebut lembaga pengembangan yang independen. Sementara pada ayat (2) menyebut istilah Masyarakat jasa konstruksi. DPD RI berpendapat bahwa jika memang pilihan namanya adalah Masyarakat jasa konstruksi seharusnya ayat (1) menyebut dengan tegas nomenklatur Masyarakat jasa konstruksi yang dimaksud. Istilah Masyarakat Jasa Konstruksi sebenarnya sudah diperkenalkan sebelumnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. 12. DPD RI berpandangan bahwa rujukan penyebutan pada pasal 58 ayat (2) tersebut menimbulkan ambiguitas makna. Hal ini karena istilah Masyarakat jasa konstruksi pada Pasal 58 Ayat (2) tidak tercantum penyebutannya pada ayat sebelumnya (Ayat (1)) sehingga tidak tepat bila pada Pasal 58 Ayat (2) tersebut tercantum rujukan penyebutan... pada ayat (1). 13. DPD RI berpandangan bahwa pengaturan mengenai lembaga pengembangan sebagaimana diatur Pasal 58 ayat (3) seharusnya memperhatikan Pasal 24 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. PP tersebut telah mengamanahkan adanya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang teridri atas Lembaga tingkat Nasional (berkedudukan di ibu kota Negara) dan Lembaga Tingkat Provinsi yang berkedudukan di ibu kota provinsi. 14. DPD RI berpendapat bahwa kata dapat pada pasal 58 ayat (3) mengandung makna fakultatif. Artinya, lembaga pengembangan di tingkat propinsi bisa didirikan bisa juga tidak. Pengaturan semacam ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut dalam hal mana propinsi dapat membentuk lembaga pengembangan. Dalam Penjelasan Pasal demi Pasal khusus Pasal 58 tidak dijelaskan lebih lanjut kondisi dan aturan pembentukan lembaga di tingkat propinsi. 15. DPD RI berpendapat bahwa Pasal 59 yang mengatur lembaga pengembangan seharusnya mencantumkan pula ayat khusus yang mengatur pertanggungjawaban Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi baik untuk tingkat nasional maupun propinsi. 16. Bab VIII tentang Kelembagaan khususnya Pasal 61 ayat (1) mengatur keberadaan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional yang dibentuk oleh pemerintah. Pasal 61 Ayat (2) membuka kemungkinan adanya pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah. Artinya nomenklatur Badan tersebut seharusnya tidak hanya menyebut Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional tetapi juga harus diatur adanya Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah beserta institusi pembentuknya. DPD RI berpandangan bahwa ketentuan ayat (2) diubah menjadi; Penyelenggaraan sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang jasa konstruksi dilakukan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah. Diperlukan penambahan ayat baru yaitu Ayat (3); Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional dibentuk oleh pemerintah dan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah dibentuk oleh pemerintah daerah. 17. DPD RI berpandangan bahwa kata dapat pada Pasal 61 ayat (2) bersifat fakultatif dan tidak mengandung kejelasan pengaturan apa saja ukuran bagi daerah (provinsi atau kabupaten) dalam hal mana Badan tersebut dapat dimungkinkan terbentuk. Pada Penjelasan Pasal juga tidak diuraikan maksud kata dapat dibentuk di daerah provinis dan kabupaten/kota. Dengan perubahan redaksional pasal 61 ayat (1) maka perlu diusulkan adanya penambahan ayat baru; (3) Syarat-syarat dan ketentuan mengenai pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi di daerah provinsi dan kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 18. Perlu menambahkan satu poin khusus dalam tugas dan wewenang Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional sebagaimana diatur Pasal 64 yakni tugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sertifikasi yang dilaksanakan oleh unit sertifikasi. 19. Forum Jasa Konstruksi sebagaimana diatur Pasal 70 RUU ini seharusnya didefinisikan di bagian salah satu diktum Ketentuan Umum bukan di bagian penjelasan pasal 70 dimaksud. 20. Penjelasan Pasal 70 terutama mengenai pihak yang menjadi bagian dari Forum Jasa Konstruksi seharusnya dimasukkan ke Batang Tubuh karena menyangkut hal ihwal yang bersifat norma. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Lampiran I butir 77 UU Nomor 12 Tahun 2011 bahwa Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang-undangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas. 21. Ketentuan Pasal 71 RUU ini berpotensi mengabaikan prinsip Pacta Sun Servanda di mana perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi

9 para pihak yang menyelenggarakan. Pasal 71 Ayat (1) ini mengatur norma yang menjadi tahap pertama yakni adanya upaya prinsip musyawarah mufakat dalam penyelesaian sengketa. Sudah menjadi kelaziman bahwa dalam perjanjian, para pihak akan menentukan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang timbul akibat perjanjian. 22. DPD RI berpendapat bahwa ketentuan pidana seharusnya memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma perintah. Pasal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastiaan pemidanaan karena hanya menyebutkan ketentuan Pasal 43 ayat (1) dimana Pasal tersebut tidak mengandung unsur sanksionistik dengan hanya menyebutkan kata harus. Haruslah diingat bahwa rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. 23. DPD RI berpendapat bahwa rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. Pasal 92 RUU ini pada dasarnya adalah pidana pelanggaran dan bukan pidana kejahatan sehingga pasal 92 haruslah memuat esensi pidana pelanggaran yang dimaksud. Hal ini mengingat adanya pembedaan antara tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifikasi dari perbuatan yang diancam dengan pidana itu sebagai pelanggaran atau kejahatan. III. REKOMENDASI 1. Penyusunan RUU ini perlu diselaraskan dengan prinsip pembentukan peraturan perundangundangan sehingga memenuhi aspek kejelasan, ketegasan, kemanfaatan dan keadilan hukum sesuai dengan ketentuan dan panduan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2. Butir konsideran pada RUU ini masih memerlukan perbaikan rumusan khususnya pada konsideran Mengingat yang memerlukan penambahan pasal dalam UUD 1945, yakni pasal 33 ayat (1) UUD 1945 sehingga lengkapnya berbunyi; Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 33 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Ketentuan Umum perlu penambahan definisi istilah yang dipergunakan berkali-kali dalam batang tubuh antara lain kententuan umum mengenai pengertian Masyarakat Jasa Konstruksi, Lembaga, Forum Jasa Konstruksi. 4. Perlu dipertimbangkan tambahan azas efisiensi berkeadilan pada Pasal 2 RUU ini. Azas tersebut untuk menjamin pembangunan dan penyelenggaraan jasa konstruksi yang nantinya harus dilakukan secara efektif dan efisien. 5. Ketentuan Pasal 30 ayat (4) tentang pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan reputasi dan jejak rekam di samping pertimbangan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan kinerja penyedia jasa. Pasal 30 ayat (4) direkomendasikan untuk diubah menjadi; Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan: a. kesesuaian bidang; b. keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan c. kinerja penyedia jasa. d. reputasi dan jejak rekam 6. Kata wajib pada Pasal 40 mengandung makna sanksionistik sehingga direkomendasikan perlunya diatur sanksi yang akan ditetapkan bila mana kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Ketentuan Pidana RUU ini belum mengatur sanksi apa pun (sanksi administratif atau pidana) yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma pasal 40 tersebut. 7. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) khususnya pada kata harus direkomendasikan diubah menjadi kata wajib sehingga terdapat kesesuaian ketetapan sanksi pidana dengan norma yang diatur pasal-pasal dimaksud. Ketentuan Pidana RUU ini khususnya Pasal 92 telah mengatur sanksi yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma pasal-pasal dimaksud. 8. Pasal 44 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) terkait nomenklatur Lembaga yang berpotensi melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan karena tidak mengandung kejelasan rumusan Lembaga mana yang dimaksud harus diperjelas nomenklaturnya baik pada ketentuan umum maupun pada pasal-pasal dimaksud. 9. Keberadaan Lembaga Pengembangan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Ayat (1) yang belum tegas dan jelas khusus mengenai nama atau nomenklaturnya direkomendasikan untuk diubah sehingga Pasal 58 Ayat (1) menjadi: Pelaksanaan peran masyarakat jasa konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga pengembangan independen yang selanjutnya disebut dengan Masyarakat Jasa Konstruksi. 10. Pengaturan yang bersifat fakultatif akibat penggunaan kata dapat pada pasal 58 ayat (3) harus dibarengi dengan penegasan dan penjelasan lebih lanjut dalam hal mana propinsi dapat membentuk lembaga pengembangan dan dalam keadaan mana pula propinsi tidak dapat dibentuk lembaga pengembangan dimaksud. 353

10 11. Terhadap kemungkinan adanya pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi di daerah, ketentuan Pasal 61 khusus mengenai nomenklatur Badan tersebut seharusnya tidak hanya menyebut Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional tetapi juga harus diatur adanya Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah beserta institusi pembentuknya. Pasal 61 ayat (1) diusulkan menjadi; Penyelenggaraan sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang jasa konstruksi dilakukan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, dengan adanya perubahan redaksional pasal 61 ayat (1) maka perlu diusulkan adanya penambahan ayat baru; ayat (3) Syaratsyarat dan ketentuan mengenai pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi di daerah provinsi dan kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 12. Penjelasan Pasal 70 terutama mengenai pihak yang menjadi bagian dari Forum Jasa Konstruksi seharusnya dimasukkan ke Batang Tubuh karena menyangkut hal ihwal yang bersifat norma. Oleh sebab itu diusulkan adanya ayat (2) pada Pasal 70 tersebut sehingga lengkapnya berbunyi; Masyarakat jasa konstruksi yang dapat mengikuti forum jasa konstruksi antara lain: asosiasi perusahaan jasa konstruksi; asosiasi profesi jasa konstruksi; asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; masyarakat intelektual; dan organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi. 13. Untuk menegakkan prinsip Pacta Sun Servanda, Pasal 71 Ayat (1) yang mengatur norma adanya upaya prinsip musyawarah mufakat dalam penyelesaian sengketa Pasal 71 Ayat (1) diusulkan berubah menjadi; Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. 14. Mengingat Pasal 92 RUU ini pada dasarnya adalah pidana pelanggaran bukan pidana kejahatan, maka DPD RI merekomendasikan sebaiknya Pasal 92 berbunyi; Penyelenggara pekerjaan konstruksi yang melanggar ketentuan standar keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) yang mengakibatkan kegagalan bangunan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak. Selain itu Pasal 92 ini sebaiknya memuat ayat yang menegaskan esensi pidana pelanggaran sebagaimana diatur Butir 121 Lampiran I UU Nomor 12 Tahun 2011 sehingga perlu penambahan ayat baru; Ayat (2) Tindak Pidana ayat (1) adalah pelanggaran. 15. Setelah mencermati dan mengevaluasi pasal per pasal dalam RUU tentang Jasa Konstruksi ini, DPD RI berpandangan dan berpendapat bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi ini sepatutnya dapat dilanjutkan ke tingkat pembahasan lebih lanjut sebagai bagian dan tahapan legislasi sesuai dengan peraturan perundangan dengan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai keterlibatan DPD RI dalam pembahasan bersama antara DPR dan Pemerintah. IV. PENUTUP Demikianlah Pandangan dan Pendapat DPD RI tentang RUU tentang Jasa Konstruksi, semoga Tuhan YME senantiasa memberikan petunjuknya bagi setiap upaya kita semua untuk kemajuan bangsa dan Negara. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Juni 2013 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR. HEMAS DR. LAODE IDA 354

11 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA SANDINGAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI JAKARTA

12 356

13 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI 1. Menimbang : Menimbang : a. Bahhwa pembangunan a. bahhwa pembangunan nasional bertujuan untuk nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang adil dan makmur yang merata material dan merata material dan spiritual berdasarkan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1045; 2. b. Bahhwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwuudnya tujuan pembangunan nasional; Undang Dasar 1045; b. bahhwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang tujuan nasional; Bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa bangunan fisik dan yang berkualitas guna menunjang terwujudnya terwuudnya pembangunan nasional; pembangunan bahwa jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan produk bangunan fisik dan berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi masyarakat guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional; 3. c. bahwa berbagai c. Bahhwa penyelenggaraan Bahhwa penyelenggaraan peraturan perundangundangan konstruksi dan usaha konstruksi dan usaha jasa yang berlaku jasa penyelenggaraan penyelenggaraan konstruksi belum berorientasi baik konstruksi harus menjamin harus menjamin ketertiban kepada kepentingan ketertiban dan kepastian dan kepastian hukum; pengembangan jasa hukum; konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat; 4. d. bahwa berdasarkan d. bahwa peneyelenggaraan d. bahwa peneyelenggaraan pertimbangan tersebut jasa konstruksi jasa konstruksi pada huruf a, b, dan sebagaimana diatur dalam sebagaimana diatur dalam c diperlukan Undang- Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor Undang tentang jasa konstruksi; 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi masih terdapat kekurangan dan belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tatakelola yang baik dan dinamika pengembangan p e n y e l e n g g a r a a n konstruksi dan usaha jasa penyelenggaraan konstruksi; 5. e. bahwa berdasarkan p e r t i m b a n g a n dalam huruf a, huruf b, 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi masih terdapat kekurangan dan belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tatakelola yang baik dan dinamika pengembangan p e n y e l e n g g a r a a n konstruksi dan usaha jasa penyelenggaraan konstruksi; 357

14 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI huruf c dan huruf d perlu membentuk Undang- Undang tentang Jasa Konstruksi; 6. Mengingat: Mengingat: Sebaiknya mencantumkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 33 ayat Undang-Undang Dasar (1) Undang-Undang Dasar 1945; Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 7. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKIALAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 8. BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKIALAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa pekerjaan konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pembuatan, p r n g o p e r a s i a n, p e m e l i h a r a a n, penghancuran, pembuatan kembali dan pengawasan pekerjaan konstruksi 2. pekerjaan konstruksi adalah adalah keseluruhan keseluruhan ata sebagian ata sebagian rangkaian rangkaian kegiatan kegiatan perencanaan yang menghasilkan dan/atau peleksanaan bentuk fisik atau beserta pengawasan pengembangan teknologi yang mencakup konstruksi yang meliputi pekerjaan artsitektural, pengkajian, perencanaan, sipil, mekanikal, p e r a n c a n n g a n, elektrikal dan tata lingkup p e m b u a t a n, masing-masing beserta p e n g o p e r a s i a n, kelengkapanya, untuk p e m e l i h a r a a n, mewujudkan suatu penghancuran, pembuatan bangunan atau bentuk kembali dan pengawasan; fisik lain; pengguna jasa adalah 3. pengguna jasa adalah orang perseoarangan pemberi atau pemilik atau badan sebagai pekerjaan konstruksi pemberi tugas atau yang memerlikan jasa pemilik pekerjaan/proyek konstruksi. yan memerlikan jasa konstruksi; pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 sebagaimana undang-undang sebelumnya karena jasa konstruksi merupakan bagian dari usaha perekonomian. Mengingat: Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 (D) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; kata non fisik diganti dengan pengembangan teknologi 358

15 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI penyedia jasa adalah 4. orang perseorangan atau badan yang usahanya penyedia pemberi konstruksi. jasa layanan adalah jasa menyediakan jasa konstruksi; kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam p e n y e l e n g g a r a a n pekerjaan konstruksi; kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserakterimakan oleh penyedia jasa kepada penguana jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemnafaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa; forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri; registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat; perencana konstruksi adalah jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang perencanaan 5. kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam p e n y e l e n g g a r a a n pekerjaan konstruksi. 7. kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi tekis dan manfaat, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. 10. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap bentuk usaha orang perseorangan, badan usaha, profesi yang menyelengarakan usaha jasa konstruksi, serta asosiasi profesi dan asosiasi badan usaha dibidang jasa kinstruksi. kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur kesepakatan penyelesaian pekerjaan dan perikatan hukum ditambah kegagalan bayar adalah keadaan pemberi kerja tidak mampu membayar jasa konstruksi yang telah selesai sebagian atau leseluruhan sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja. forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan pemerintah mengenai halhal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi di daerah dan nasional yang bersifat kepentingan nasional, azas musyawarahmufakat, penyelesaian masalah, dan independen Bab I tentang ketentuan umum pada pasal 1 RUU ini masih memerlukan penambahan nomenklatur yang nantinya dijabarkan dalam pasalpasal batang tubuh yakni 359

16 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI jasa konstruksi yang nomenklatur masyarakat mampu mewujudkan pengembangan jasa pekerjaan dalam bentuk konstruksi sebagaimana dokumen perencanaan halnya butir 9 yang mengatur bangunan atau fisik definisi badan akreditasi lainnya; jasa konstruksi. Hal ini mengingat bagian ketentuan umum merupakan pasal yang memberikan penjelasan mengenai nomenklatur yang substansial didalam suatu produk Undang-Undang atau nomenklatur yang sering dipakai didalam keseluruhan pasal pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu m e n y e l n g g a r a k a n kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain; pengawas konstruksi adalah penyedia jasa 360 orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan keselamatan konstruksi adalah keadaan p e n y e l e n g g a r a a n pekerjaan konstruksi yang memenuhi standar keteknikan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja kontruksi baik sebagian maupun Pengawas konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli dan profesional dibidang jasa pengawasan konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal peleksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

17 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa dan/ atau tidak sesuai dengan standar keselamatan kerja konstruksi Badan Akreditasi dan sertifikasi Jasa Konstruksi adalah badan yang melakukan akreditasi dan sertifikasi dibidang jasa konstruksi Sertifikasi kompeteni kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai standar kerja kompetensi kerja nasional indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus Aertifikasi usaha adalah proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan terhadap kalsifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha dibdang jasa konstruksi yang berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha Sertifikata adalah tanda bukti pengakuan dari hasil kegiatan sertifikasi Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada penyedia jasa untuk m e n y e l e n g g a r a k a n kegiatan jasa konstruksi Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan 27. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengaturan dibidang pekerjaan umum. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan jasa jasa konstruksi berlandaskan pada berlandaskan asas: a. kejujuran dan keadilan; b. manfaat; c. kesetaraan; d. keserasian; e. keseimbangan; f. kemandirian; g. keterbukaan; h. kemitraan; i. keamanan dan keselamatan; j. kebebasan; konstruksi pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. a. kejujuran dan keadilan; b. manfaat; c. keamanan dan keselamatan; d. keseimbangan; e. keterbukaan; f. kemitraan; g. pembanguan berkelanjutan; dan h. berwawasan lingkungan. perlu dipertimbangkan tambahan azas efisiensi berkeadilan. azas ini penting untuk menjamin pembangunan dan penyelenggaraan jasa 361

18 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI k. pembanguan berkelanjutan; konstruksi yang nantinya dan l. berwawasan lingkungan. harus dilakukan secara efektif dan efisien. 28. Pasal 3 pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokok, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; Mewuudkan tertib p e n y e l e n g g a r a a n pekerjaan knstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; mewujudkan peningkatan peran masyarakat dibidang jasa konstruksi. 29. BAB III USAHA JASA KONSTRUKSI Bagian Pertama Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha Pasal 4 1. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi yang masingmasing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Pasal 3 pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi bertujuan untuk: a. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokok, andal dan berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; b. mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; c. mewujudkan peningkatan peran masyarakat diidang jasa konstruksi; d. menata sistem jasa konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; e. menjamin tata kelola penyelenggara jasa konstruksi yang baik; dan f. menciptakan integrasi nilai seluruh layanan dari tahapan penyelenggaraan jasa konstruksi. BAB IV USAHA JASA KONSTRUKSI Bagian Kesatu Bidang, Bentuk, klasifikasi dan kualifikasi usaha Paragraf 1 Bidang Usaha Pasal 4 (1) Bidang usaha jasa konstruksi didasarkan pada klasifikasi produk konstruksi yang meliputi; a. konstruksi gedung; b. konstruksi bangunan sipil; dan c. konstruksi khusus; ditambah pada ayat (1) dan pengembangan teknologi konstruksi 362

19 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI Usaha perencanaan (2) Ketentuan mengenai ditambah pengembangan konstruksi meberikan klasifikasi dan subklasifikasi teknologi konstruksi layanan jasa perencanaan produk konstruksi dalam pekerjaan sebahagiaman dimaksud konstruksi yang meliputi pada ayat (1) sesuai dengan rangkaian kegiatan ketentuan peraturan atau bagian-bagian dari perundang-undangan. kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyususnan dokumen kontrak kerja konstruksi Usaha pelaksanaan Pasal 5 konstruksi memberikan Bidang uasaha konstruksi layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi dalam pasal 14 ayat (1) yang meliputi rankaian meliputi: kegiatan atau bagianbagian a. pengkajian; dari kegiatan b. perencanaan; mulai dari penyiapan c. perancangan; lapangan sampai dengan d. pembuatan; penyerahan akhir hasil e. pengoperasian; pekerjaan konstruksi. f. pemeliharaan; g. penghancuran; h. pembuatan kembali; dan/ atau Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi. 33. Pasal 5 1. Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan s e b a g a i m a n a dimaksud pada ayat (1) selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. i. pengawasan Paragraf 2 Bentuk, klasifikasi dan kualifikasi usaha Pasal 16 Usaha jasa konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Pasal 17 (1) Klasifikasi usaha jasa konstruksi diatur sesuai dengan bidang usaha dalam pasal 14 dan pasal

20 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI bentuk usaha yang (2) Kketentuan mengenai dilakukan oleh klasifikasi usaha jasa orang perseorangan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada ayat (1) selaku diatur dalam Peraturan perencana konstruksi Pemerintah. atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya pekerjaan konstruksi yang Pasal 18 berisiko besar dan/atau (1) Kualifikasi usaha Ditambah poin c. koperasi yang berteknologi tinggi orang perseorangan dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dalam pasal 16 terdiri atas: dilakukan oleh badan a. usaha kecil; dan usaha yang berbentuk b. usaha menengah. perseroan terbatas atau badan usaha. 37. Pasal 6 (2) Kualifikasi usaha badan Ditambah poin d. koperasi Bidang usaha konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/ atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya. 38. Pasal 7 ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), bentuk usaha dalam pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 terdiri atas; a. usaha kecil; dan b. usaha menengah; dan c. usaha besar. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi usaha pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah. 39. Pasal 18 (1) Kualifikasi usaha orang perseorangan dalam pasal 16 terdiri atas: a. usaha kecil; dan b. usaha menengah. 40. (2) Kualifikasi usaha badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 terdiri atas; a. usaha kecil; dan b. usaha menengah; dan c. usaha besar. 41. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi usaha pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah. 364

21 MATERI RUU JASA KONSTRUKSI 42. Pasal 19 (1) usaha orang perseorangan dalam pasal 16 hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang: a. berisiko kecil; b. berteknologi sederhana; c. berbiaya kecil. 43. (2) usaha orang perseorangan pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. 44. Pasal 20 usaha kecil atau menengah yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang: a. berisiko kecil sampai sedang; b. berteknologi sederhana sampai madya; dan berbiaya kecil sampai sedang. 45. Pasal 21 poin a ditambah berisiko Usaha besar atau badan besar dalam aspek keamanan usaha asing yang berbadan dan keselamatan pengguna. hukum dan perorangan asing, hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang: a. berisiko besar; b. berteknologi tinggi dan/ atau c. berbiaya besar. 46. Pasal 22 ketentuan mengenai kriteria risiko, teknologi dan biaya dalam pasal 19, pasal 20, dan pasal 21 diatur dalam Peraturan Pemerintah. 47. Bagian Kedua Persyaratan Usaha, Keahlian, dan keterampilan Pasal 8 perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus Bagian Kedua Persyaratan, Izin, dan Sertifikasi Usaha Paragraf 1 Persyaratan Usaha Pasal 23 Usaha jasa konstruksi yang dilakukan orang perseorangan dan badan usaha wajib memiliki izin usaha. 365

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2006 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 45/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEINSINYURAN JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 45/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2009... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 JULI 2012 NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG : IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JADWAL SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat : a. bahwa usaha jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN 2013... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan jasa konstruksi

Lebih terperinci

PROPINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW NOMOR TAHUN 2015 TENTANG JASA KONSTRUKSI

PROPINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW NOMOR TAHUN 2015 TENTANG JASA KONSTRUKSI PROPINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW NOMOR TAHUN 2015 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOLAANG MONGONDOW, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa layanan jasa konstruksi

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi daerah

Lebih terperinci

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO- NESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA LUBUKLINGGAU

WALIKOTA LUBUKLINGGAU WALIKOTA LUBUKLINGGAU PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.01,2016 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. PRASARANA. PEMBINAAN.JASA. KONSTRUKSI. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2013 ( Penjelasan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA SEMARANG, :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a.

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a. PERATURAN DAERAH KOTA SERANG Menimbang : Mengingat : NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, a. bahwa Jasa Konstruksi mempunyai peran strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 60/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN J A K

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH 1 BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 9/DPD RI/I/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa Jasa Konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU, Menimbang Mengingat : a. bahwa penyedia

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 18

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin ketertiban dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 14 Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG I. PENDAHULUAN Pada proyek konstruksi memungkinkan adanya kasus hukum yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak. Kasus hukum tersebut berdampak bagi pihak yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci