BAB I PENDAHULUAN. Dalam Islam pernikahan memiliki makna dan tujuan yang sangat. penting. Di samping untuk memperoleh keturunan yang sah juga sebagai
|
|
- Hartanti Sutedja
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam pernikahan memiliki makna dan tujuan yang sangat penting. Di samping untuk memperoleh keturunan yang sah juga sebagai pemenuhan biologis. Pernikahan dalam hukum Islam merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan dalam hubungan suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Dalam pembicaraan tentang pernikahan, ada kecenderungan al-qur'an memperlakukan laki-laki sebagai pihak yang aktif, khususnya dalam memilih jodoh dan meminang, sementara perempuan diposisikan sebagai pihak yang pasif atau pihak yang menunggu untuk dikawini. Karena itu, hampir semua perintah dalam pembicaraan tentang perkawinan ditujukan kepada kaum laki-laki. Implikasinya dalam kehidupan sosial adalah bahwa pihak laki-laki selalu menjadi pihak pengambil inisiatif, pihak yang meminang atau melamar, sementara perempuan hanya menunggu dipinang. Seiring dengan perjalanan waktu, banyak hal yang berubah dalam tatanan masyarakat kita sesuai dengan tuntutan dinamika masyarakat dan sebagai akibat dari kemajuan di bidang teknologi dan informatika. 2 1 UU. Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, Pasal 1 (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986), 7. 2 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004),
2 Setiap pernikahan dalam dirinya mengandung serangkaian perjanjian di antara dua pihak, yakni suami dan istri. Kedamaian dan kebahagiaan suami istri sangat bergantung pada pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut. Kemudian dalam al-qur'an menyebut perkawinan sebagai mîtsâqan ghalîzhâ (perjanjian yang kokoh): $Zà Î=xî $ ) sv ÏiΒ Νà6ΖÏΒ šχõ yzr&uρ <Ù èt/ 4 n<î) öνà6àò èt/ 4 Óøùr& ô s%uρ çµtρρä è{ù's? y#ø x.uρ Artinya: Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan pada istrimu kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (istriistrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. al-nisâ': 21) 3 Dja'far al-shâdiq, mufassir terkemuka pada periode awal Islam, menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan perjanjian yang kokoh dalam ayat tersebut adalah perjanjian antara Allah dengan para suami. Sebagaimana dalam al-qur'an: 7 ρã èoÿï3 èδθãmîh ρr& > ρá èoÿï3 èδθä3å øβr'sù Artinya: "Istri harus diperlakukan dengan baik, tetapi jika tidak hendaknya diceraikan dengan baik pula." (QS. al-baqarah: 231) Ayat ini menegaskan bahwa hanya ada dua pilihan bagi suami, hidup bersama istri dan memperlakukannya dengan baik atau menceraikannya dengan cara yang baik pula. Karena itu memilih hidup bersama istri, tetapi menyengsarakannya tidak dikenal dalam Islam. Sebaliknya, Islam juga mengutuk suami yang menceraikan pasangannya tanpa alasan yang 3 Fahd Ibn 'Abdu al-'azis al-sa'ud, al-qur'an al-karîm wa tarjamatu ma'ânîhi ila al-lughat al-andunisiyyah (Madinah al-munawwarah: Mujamma' al-mâlik Fahd Li thibâ'at al-mushhaf al- Syarîf, 2005),
3 dibenarkan syara'. Oleh karena hal tersebut, Dja'far al-shâdiq menyatakan bahwa setiap calon suami seharusnya mengucapkan janji akan berlaku baik terhadap calon istrinya saat melangsungkan pernikahan. 4 Selanjutnya dari uraian tersebut dengan alasan yang bermacam-macam seperti istri khawatir jika dia dipoligami maka dia cemburu buta, dari sini tidak menutup kemungkinan bagi istri dalam pernikahannya untuk mensyaratkan agar tidak dipoligami. Karena dalam hal ini Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/madharat daripada manfaatnya, karena manusia itu fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. 5 Dengan demikian poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga. Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir sifat cemburu, iri hati dan suka mengeluh. 6 Mengenai nikah yang mensyaratkan agar tidak dipoligami ini, seluruh ulama sepakat, ketika istri mengajukan syarat untuk tidak dipoligami, maka nikahnya adalah sah. Namun yang menjadi permasalahannya adalah wajib atau tidak bagi suami untuk memenuhi syarat yang diajukan oleh istri atas suami tersebut. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Perbedaan pendapat di kalangan ulama ini selain dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di mana ulama tersebut hidup, juga disebabkan karena 4 Mulia, Islam, Masyfuk Zuhdi, Masa'il Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, cet. Ke-1 (Jakarta: PT. Gita Karya, 1988), Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003),
4 adanya perbedaan menggunakan dalil-dalil dan cara berijtihad diantara mereka, sehingga perbedaan dalam berijtihad mengakibatkan berbeda dalam fiqh sebagai hasil ijtihad. 7 Imam Al-Syâfi î dalam kitabnya al-umm menyatakan jika seseorang menikahi wanita dengan permintaannya dia boleh keluar rumah kapan saja, dia tidak ingin dimadu, tidak ingin dikeluarkan dari negaranya atau setiap syarat yang diajukan wanita ketika akad nikah baik itu untuk dikerjakan atau ditinggalkan, maka hukum nikah disini adalah boleh dan syarat tersebut batal. karena Rasulullah membatalkan setiap syarat yang tidak ada dalam kitab Allah atau syarat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah, di mana seorang laki-laki boleh menikah sampai empat istri, maka istri tidak boleh melarang tentang sesuatu kebolehan atau keluasan yang diberikan untuk lakilaki. 8 Pada dasarnya pendapat ini sama dengan pendapatnya Imam Abu Hanîfah dan Imam Mâlik, yakni jika seorang wanita mau dinikahi dengan syarat tidak dimadu (poligami) maka pernikahan tersebut adalah sah, tetapi syarat yang diajukan tidak wajib dipenuhi oleh suami, sebab syarat-syarat tersebut mengharamkan sesuatu yang halal. 9 Mereka mengambil dalil-dalil untuk alasan-alasan dari Hadîts: ا ل م س ل م و ن ع ل ى ش ر و ط ه م إ لا ش ر ط ا أ ح ل ح ر ام ا أ و ح ر م ح لا لا 7 A. Djazuli, Ilmu Fiqh: Sebuah Pengantar (Bandung: Orta Sakti, 1992), Abî Abdillah Ibn Idrîs al-al-syâfi î, al-umm, Jilid V (Beirut: Daar al-kutub al- ilmiyyah, tt), Ach. Khudori Sholeh, Fiqh Kontekstual: (Perspektif Sufi Salafi), (Jakarta: PT. Pertja, 1999), 20. 4
5 Artinya: "orang-orang Islam itu pada syaratnya, kecuali syarat yang menghalalkan perkara haram dan mengharamkan perkara yang halal". Mengenai hadîts ini (kasus istri yang mensyaratkan untuk tidak dipoligami) mereka berpendapat syarat ini termasuk syarat yang mengharamkan perkara yang halal, di mana hukum menikah di sini adalah halal. Dalam hal ini Allah berfirman: yì t/â uρ y] n=èouρ 4 o_ WtΒ Ï!$ ÏiΨ9$# z ÏiΒ Νä3s9 z>$sû $tβ (#θßså3ρ$sù Artinya: Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. (QS. al-nisa': 3) Kemudian dari sabda Rasullullah yang diriwayatkan oleh al-bazzar dan Imam Thabrâni: 10 ط ل ي ل شر آ س فى آ تا ب ا الله ف ه و با ط ل Artinya: "Setiap syarat yang tidak terdapat dalam kitabullah, maka itu adalah hal yang batal" Mereka berpendapat bahwa syarat seperti ini tidak ada dalam kitab Allah, karena syarî'at Islam tidak menuntut untuk tidak boleh poligami. 11 Dalam hadits di atas, ungkapan kitâbullah bukan berarti al-qur'an saja, akan tetapi berbagai persoalan yang telah diwajibkan oleh Allah, baik yang tertera dalam al-qur'an maupun hadîts Nabi SAW, yang kemudian dikenal dengan istilah Syarî'atullah. Sebaliknya yang dimaksud dengan penyimpangan dari kitâbullah adalah segala hal yang memuat penyelewengan dari dasar-dasar 10 Abdul Hâq, dkk, Formulasi Nalar Fiqh Telaah kaidah fiqh Konseptual, buku dua, cet. II (Surabaya: Khalista, 2006), Sayyid Sabîq, Fiqh al-sunnah, jilid.2 (Beirut: Daar Al-Fikr, 1992), 44. 5
6 syarî'at, baik al-qur'an maupun hadîts. 12 Penetapan syarat tidak boleh menikah lagi jelas merupakan bentuk mengharamkan sesuatu yang halal. Apa yang diriwayatkan dari sebagian sahabat di antaranya Ibnu Abbas bahwa mereka menetapkan sahnya aqad yang semisal itu. Adapun status syaratnya adalah gugur dan tidak harus dipenuhi. Ulama Hanafîyah berpendapat bahwasannya syarat yang diajukan istri untuk tidak dipoligami tersebut merupakan syarat yang tidak berfungsi apaapa (percuma), dan akad nikah yang dilakukan tersebut tetaplah sah. Sementara ulama Mâlikîyah memandang syarat tersebut adalah makruh sehingga tidak wajib dipenuhi oleh suami, namun bagi suami disunnahkan (dianjurkan) untuk memenuhi syarat yang diajukan istri tersebut. Ulama Syâfi'îyah berpendapat bahwa syarat tersebut merupakan syarat yang batal dan nikahnya tetaplah di hukumi sah walaupun tanpa adanya syarat tersebut. 13 Menurut Wahbah al-zuhaylî seluruh ulama sepakat terhadap sahnya syarat yang sesuai dengan tuntutan akad, dan batalnya syarat yang menafikan maksud dari tujuan pernikahan atau syarat tersebut bertentangan dengan syari'at agama. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai syarat yang tidak sesuai dengan tuntutan akad. Sebagaimana syarat yang diajukan istri ini, menurut Wahbah al-zuhaylî syarat ini termasuk syarat yang tidak sesuai dengan tuntutan dari akad nikah, tetapi tidak menafikan hukum dari hukumnya menikah, yakni manfaatnya kembali kapada salah satu dari suami 12 Muhammad Shidq bin Ahmad Al-Burnu, Al-Wajîz fi idlah Qawa'id al-fiqh al-kullîyah, cet.1 (Beirut: Muassasah al-risalah, 1983), Wahbah al-zuhaylî, al-fiqh al-islamî wa Adillatuh, jilid,vi (Beirut: Daar al-fikr, tt), 59. 6
7 atau istri. 14 Lebih terperinci lagi kaitannya perkawinan, dalam Islam perkawinan merupakan suatu akad atau transaksi. Maka untuk akad nikah yang dikaitkan dengan beberapa syarat, ada syarat yang sesuai dengan tujuan akad dan ada pula yang berlawanan dengan tujuan akad. Demikian juga ada syarat yang manfaatnya kembali kepada pihak perempuan, ada pula syarat yang dilarang syara'. Masing-masing syarat itu mempunyai konsekuensi hukum tersendiri. 15 Dari beberapa pendapat tersebut imam Ibn Taymîyah berpendapat bagi suami wajib untuk memenuhi syarat yang diajukan oleh istri tersebut. Ibn Taymîyah memandang bahwa syarat tersebut sah dan harus dipenuhi oleh suami selama pasangan tersebut tidak membatalkan persyaratan tersebut. Dalam kitab Majmû' al-fatâwâ al-kubrâ, 16 beliau pernah ditanyai mengenai syarat dalam pernikahan, bahwasannya seorang istri mensyaratkan agar suami tidak boleh poligami atau tidak boleh mengeluarkan dari rumahnya atau negaranya, maka apabila suami disyaratkan seperti itu sebelum akad dan mereka berdua sepakat terhadap syarat tersebut, namun tidak disebutkan dalam akad nikah, apakah syarat tersebut sah dan wajib dipenuhi oleh suami? Dalam hal ini kemudian Ibn Taymîyah menjawab, bahwa syarat itu sah dan harus ditunaikan selama pasangan itu tidak membatalkan syarat tersebut 14 ibid, Namun syarat disini menurut Sa'îd bin Abdullah bin Thâlib al-hamdani, bahwa diantara perbedaan para ulama tersebut, Dia lebih condong kepada pendapat yang mewajibkan dipenuhinya syarat yang bermanfaat bagi perempuan, sebagai perlindungan bagi kaum perempuan. Dia juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa syarat tersebut mengharamkan yang halal, sebab syarat itu tidak mengharamkan yang halal, tetapi hanya memberikan pilihan bagi istri untuk menuntut fasakh apabila syarat itu tidak dipenuhi. Sa'îd bin Abdullah bin Thalib al-hamdanî, Risalah al-nikah, terj. Agus Salim, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Ibn Taymîyah, Majmû' min al-fatawâ al-kubrâ, juz.3 (Beirut: Dar Al-Fikr,1993),
8 4 walaupun syarat itu disertakan lagi dalam akad nikah. Beliau telah menjelaskan dalil-dalil dalam permasalahan ini dari al-qur'an, Hadits dan Ijma' salaf. Sebagaimana perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara Nabi SAW dan orang lain. Seperti akad bai'at yang terjadi antara beliau dengan orang-orang anshâr pada malam 'aqâbah, akad hudnah 17 antara beliau dengan orang Quraisy 18 pada tahun hudaibîyah dan lainnya. Mereka semua sepakat dengan syarat-syarat yang ada. Kemudian mereka berakad dengan lafadz yang mutlak. Demikian pula keumuman (lafadz am) nash-nash al-qur'an dan hadîts memerintahkan kepada manusia untuk menuaikan akad, perjanjian dan syarat serta melarang untuk menghianatinya. Akad, perjanjian, dan syarat adalah satu kesatuan. Ahli bahasa dan adat sepakat dengan penamaan tersebut dan makna secara terminologipun sesuai dengan hal tersebut. 19 Pendapat ini berdasarkan dari al-qur'an adalah dalam surat al-maidah ayat satu. ÏŠθà)ãèø9$Î/ (#θèù ρr& (#þθãψtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. 20 Dan Surat al-isra ayat 34: 17 Akad hudnah adalah perdamian yang dilakukan dua Negara yang berperang untuk menghentikan peperangan dalam jangka waktu tertentu, baik dengan konsesi ganti rugi atau tanpa ganti rugi. Dalam bahasa Indonesia disebut Gencatan Senjata. Perpusatakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan bahwa diantara tanda-tanda munâfîq adalah ketika berjanji, maka inkar. bahkan Rasullullah SAW memenuhi perjanjian dengan kaum musyrikin. Abu Abdillah Mushtafâ bin al 'Adawî, Ahkam Al-Nikah wa al-zifâf, terj. Aris Munandar dan Eko Haryono, Tanya Jawab Masalah Nikah dari A Sampai Z (Yogyakarta: Media Hidayah, 2005), Taymîyah, Majmû', Aqad (perjanjian) mencakup janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. Fahd Ibn 'Abdu al-'azis al-sa'ud, al-qur'an al-karîm wa tarjamatu ma'ânîhi ila al-lughat al-andunisiyyah (Madinah al-munawwarah: Mujamma' al- Mâlik Fahd Li thibâ'at al-mushhaf al-syarîf, 2005),
9 ( 4 Zωθä ó tβ šχ%x. y ôγyèø9$# βî) Ï ôγyèø9$î/ (#θèù ρr&uρ Artinya: Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya. 21 Kemudian hadîts Nabi: 22 أ ن الن ب ي ص لى ال له ع ل ي ه و س لم ق ا ل: أ ر ب ع م ن آ ن ف ي ه آ ان م ن ا ف ق ا خ ا ل ص ا و م ن آ ان ت ف ي ه خ ص ل ة م ن ه ن آ ان ت ف ي ه خ ص ل ة م ن الن ف اق ح تى ي د ع ه ا : إ ذ ا اؤ ت م ن خ ان و إ ذ ا ح دث آ ذ ب و إ ذ ا ع اه د غ د ر و إ ذ اخ اص م ف ج ر. Artinya: Empat hal yang apabila terkumpul dalam diri seseorang maka dia adalah seorang munâfiq sejati. Barang siapa yang terdapat dalam dirinya salah satu dari keempat hal tersebut maka berarti dia sedang berada dalam salah satu cabang kemunâfiqkan sampai dia meninggalkannya: Apabila diberi amanat dia khianat, apabila bicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari dan apabila berselisih dia akan bermusuhan. Ayat dan hadîts ini jelas memerintahkan untuk memenuhi janji, aqad dan juga syarat serta apapun yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Termasuk dalam hal ini adalah syarat yang ditetapkan seorang istri kepada suaminya agar tidak memadunya. 23 Dalam asas-asas perjanjian Islam, dianut apa yang disebut dalam ilmu hukum sebagai asas kebebasan berkontrak. Dalam asas kebebasan berkontrak, dimaksudkan kebebasan seseorang untuk membuat perjanjian apapun dan berisi apa saja sesuai dengan kepentingannya dalam batas-batas kesusilaan 21 Ibid., Abî Abdillah Muhammad Bin Ismâ'îl al-bukhârî, Shahîh al-bukhârî, cet I (Beirut: Daar Ihyâ al-turâts al-arabî, 2001), Abu Ishaq diakses pada tanggal 13 Juni 2009 pukul WIB 9
10 dan ketertiban umum. 24 Kompilasi Hukun Islam di Indomesia juga mengatur tentang perjanjian perkawinan, yang mana dalam hal ini diatur dalam Bab VII pasal 45, yang isinya adalah kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk ta liq thalaq dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. 25 Kebebasan berkontrak lebih nampak jelas dalam sabda Nabi SAW bahwa orang-orang Islam itu pada syaratnya, kecuali syarat yang menghalalkan perkara haram dan mengharamkan perkara yang halal. ا ل م س ل م و ن ع ل ى ش ر و ط ه م إ لا ش ر ط ا أ ح ل ح ر ام ا أ و ح ر م ح لا لا 26 Di sini kaum muslimin dibenarkan memperjanjikan syarat-syarat dan perjanjian itu mengikat untuk dipenuhi dalam batas ketentuan halal dan haram. Lafadz syurûth adalah bentuk jama' yang diidlâfahkan kepada kata ganti "mereka". Kasus ini menunjukkan bahwa dia termasuk lafadz umum, sehingga hal itu berarti bahwa kaum muslimin dapat mengisikan syarat apa saja ke dalam perjanjian mereka dalam batas-batas ketentuan halal dan haram, artinya dalam batas-batas ketentuan umum syara'. 27 Para ulama dalam kebebasan berkontrak khususnya dalam memperjanjikan syarat-syarat secara garis besar terbagi dalam dua kutub yang berlawanan. Yang paling tidak mengakui asas kebebasan berkontrak adalah 24 Subekti, Hukum Perjanjian, cet, ke-6. (Jakarta: PT. Intermasa, 1979), Instruksi Presiden R.I Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi hukun Islam Di Indonesia (Departemen Agama R.I: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000), Abu Îsâ Muhammad bin Îsâ bin Sûrah bin Mûsâ al-tirmîdzî, al-jâmi Sunan al-tirmîdzî (Beirut: Daar Ihya al-turats al- Arabî, 1999), Rahmani Timorita Yulianti, diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 waktu WIB. 10
11 ulama Zahiri, khususnya Ibn Hazm, menurutnya akad dan syarat itu haram dipenuhi kecuali yang diperintahkan oleh nash agar dipenuhi. Ibn Hazm berpendapat bahwa setiap syarat yang tidak ditegaskan keabsahannya oleh nash merupakan syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah. Dan yang paling luas mengakui kebebasan dalam perjanjian (asas kebebasan berkontrak) serta paling banyak mentashih syarat-syarat adalah ulama Hanâbilah, khususnya Ibn Taymîyah. Ibn Taymîyah yang mewakili madzhab Hanbalî telah membawa perkembangan madzhab dalam hal kebebasan dalam perjanjian yang sejajar atau hampir sejajar dengan hukum barat. Bagi Ibn Taymîyah tidak hanya sah dalam perjanjian-perjanjian kebendaan bahkan juga sah syarat-syarat dalam perjanjian pernikahan. Menurut Ibn Taymîyah syarat yang terdapat dalam kitab Allah adalah syarat yang tidak bertentangan dengan kitab Allah sekalipun tidak disinggung oleh nash. 28 Interprestasi antara pendapat kedua imam tersebut menjadi menarik ketika kita bawa pada kenyataan sekarang ini. Mayoritas masyarakat Islam Indonesia menganut madzhab syafi iyah, otomatis dalam hal pernikahan yang berlaku adalah tata aturan menurut Imam al-syâfi î. Dalam situasi sekarang ini, banyak fenomena-fenomena menarik, di Pengadilan Agama seorang perempuan boleh menjabat sebagai seorang Hakim bahkan di Indonesia pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan. Dalam pernikahan boleh 28 Rahmani Timorita Yulianti, diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 waktu WIB. 11
12 mengadakan perjanjian perkawinan yang dalam hal ini dari pihak istri mengajukan syarat kepada suami sebelum pernikahan. 29 Berangkat dari permasalahan ini, penulis mencoba membahas lebih mendalam dan mencoba mengungkapkan perbedaan-perbedaan dari pemikiran Imam Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î mengenai syarat yang diajukan oleh istri yang tidak ingin dimadu. Untuk memudahkan dalam penelitian ini, maka akan penulis sajikan dalam bentuk skripsi dengan judul "SYARAT TIDAK DIMADU DALAM PERJANJIAN PERKAWINAN PERSPEKTIF IBN TAYMÎYAH DAN IMAM AL-SYÂFI Î". B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pendapat dan istinbath Ibn Taymîyah tentang istri yang mensyaratkan untuk tidak dimadu dalam perjanjian perkawinan? 2. Bagaimana pendapat dan istinbath Imam al-syâfi î tentang istri yang mensyaratkan untuk tidak dimadu dalam perjanjian perkawinan? 3. Apa persamaman dan perbedaan pendapat Ibn Taymîyah dan Imam al- Syâfi î mengenai istri yang mensyaratkan untuk tidak dimadu dalam perjanjian perkawinan? C. Penegasan Istilah Syarat tidak dimadu dalam perjanjian perkawinan yang dimaksudkan adalah bahasan tentang syarat dalam perkawinan tidak sama dengan syarat perkawinan yang dibicarakan dalam semua kitab fiqh karena yang dibahas dalam syarat perkawinan itu adalah syarat-syarat untuk 29 Siti Qomariyah, Kedudukan dan Kriteria Wali Nikah Menurut Imam Hanafi dan Imam Al- Syâfi î (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2003), 4. 12
13 sahnya suatu perkawinan. Kaitan antara syarat dalam perkawinan dengan perjanjian dalam perkawinan adalah karena perjanjian itu berisi syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan perjanjian, dalam arti pihak-pihak yang berjanji untuk memenuhi syarat yang ditentukan. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan pendapat dan istinbath hukum nikah dengan syarat tidak dipoligami menurut Ibn Taymîyah dan dasar hukumnya. 2. Untuk menjelaskan pendapat dan istinbath hukum nikah dengan syarat tidak dipoligami menurut Imam Al-Syâfi î dan dasar hukumnya. 3. Untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan pendapat dan istinbath Ibn Taymîyah dan Imam Al-Syâfi î. E. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini meliputi dua hal, yaitu kegunaan ilmiah dan kegunaan terapan. Adapun kegunaannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan kontribusi dalam memperkaya khazanah keilmuan dan berpartisipasi dalam penyumbangan pemikiran, khususnya dalam bidang hukum Islam. 2. Sebagai bahan kajian untuk dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian berikutnya mengenai pemikiran Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î. 3. Penelitian ini diharapkan menjadi wawasan bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Islam supaya mereka mengetahui hukum syarat tidak ingin dimadu yang diajukan oleh calon istri pada waktu akad nikah. 13
14 F. Telaah Pustaka Setelah penulis menelaah dari beberapa literatur-literatur yang penulis temukan, pembahasan mengenai syarat tidak dipoligami yang diajukan istri dari suami dalam pernikahan telah banyak dilakukan dalam kitab-kitab fiqh, seperti wahbah al-zuhaylî dalam kitabnya al-fiqh al-islamî wa Adillatuh yang menjelaskan tentang beberapa madzhab para fuqoha mengenai syarat yang disyaratkan dalam pernikahan. Secara umum Wahbah membahas beberapa perbedaan pendapat di antara para fuqoha mengenai syarat yang tidak termasuk tuntutan dari akad nikah, yang mana dalam syarat tersebut manfaatnya kembali pada salah satu pihak dari suami istri. Seperti syarat tidak boleh dipoligami, tidak boleh mengajaknya bepergian, tidak boleh mengeluarkan istri dari rumah atau negaranya. 30 Dalam kitab Fiqh al-sunnah, Sayyid Sâbiq menjelaskan shighat akad nikah yang disertakan dengan syarat. Dalam kitab ini Sayyid Sâbiq menguraikan permasalahan apabila akad nikah disertai dengan syarat maka syarat di sini, adakalanya syarat yang termasuk dari tuntutan akad nikah atau syarat yang bukan termasuk dari tuntutan akad. Syarat tersebut manfaatnya kembali kepada istri, atau syarat tersebut dilarang oleh syari'at. Dari pembagian tersebut, masing-masing mempunyai konsekuensi hukum sendirisendiri. Untuk syarat yang wajib dipenuhi oleh suami, yakni syarat yang termasuk tuntutan dari akad dan tujuan akad serta tidak mengandung syarat yang merubah hukum yang ditentukan Allah dan Rasullullah SAW, Seperti 30 Wahbah al-zuhaylî, al-fiqh al-islam,
15 syarat untuk menggauli istri dengan baik. Syarat yang tidak wajib dipenuhi namun akad nikahnya tetap dipandang sah yakni, syarat yang bukan termasuk tuntutan akad nikah, seperti syarat untuk tidak dinafkahi, atau syarat tidak boleh disetubuhi. Syarat yang manfaat dan faedahnya kembali kepada istri seperti istri tidak boleh dipoligami, tidak boleh mengajaknya bepergian, tidak boleh mengeluarkan dari rumahnya atau negaranya, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat antara ulama. Ulama syâfi'îyyah, Mâlikîyah, Hanafîyah dan banyak para ulama lagi menyatakan syarat tersebut tidak berfaedah apa-apa dan tidak wajib dipenuhi oleh suami. Kemudian kalangan Shahabat Umar Ibn Khatthab, Sa'ad Ibn Abi Waqâsh, Muawwîyah, Amr Ibn Ash, Umar Ibn 'Abdul 'Azis, Jabir Ibn Zaid, Thâwus, al-auza'îy, Ishaq dan ulama Hanâbilah mewajibkan untuk dipenuhinya syarat yang diajukan oleh istri. 31 Dalam kitab risalah nikah yang ditulis oleh ustadz Sa'id bin Abdullah bin Thalib al-hamdâni yang diterjemahkan oleh Agus Salim, menjelaskan mengenai syarat tidak dipoligami yang diajukan istri sama persis dengan apa yang telah dipaparkan oleh Sayyid Sabîq, yakni akad nikah yang dikaitkan dengan beberapa syarat, ada syarat yang sesuai dengan tujuan akad, ada pula yang berlawanan dengan tujuan akad. Ada syarat yang manfaatnya kembali kepada pihak perempuan, ada pula syarat yang dilarang syara'. Masing-masing syarat itu mempunyai hukum tersendiri Sayyid Sabîq, Fiqh al-sunnah, Sa'îd bin Abdullah, Risalah Nikah,
16 Dalam bentuk skripsi, penelitian tentang syarat dalam pernikahan telah dibahas oleh Sunarti dalam skripsinya yang berjudul "Perjanjian Perkawinan Sebagai Alasan Perceraian". Dalam skripsi tersebut dia membahas Hukum perjanjian dalam perkawinan, akad perjanjian perkawinan, syarat-syarat perjanjian perkawinan dan akibat kukumnya. Ia menyinggung sedikit tentang pembagian syarat-syarat yang disebutkan dalam akad nikah, ia membagi tiga bagian, yakni syarat yang wajib dipenuhi, syarat yang tidak wajib dipenuhi dan syarat yang menguntungkan pihak istri, yang mana penjelasannya sama yang telah ada dalam kitab fiqh al-sunnah. Kemudian ia hanya menyimpulkan bahwa perjanjian perkawinan termasuk kategori syarat yang wajib dipenuhi sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, karena sangat ketatnya dalam membuat surat perjanjian dalam pernikahan. 33 Ibnu Mujahidin dalam skripsinya "Perbandingan Hak Ijbar Wali Nikah Perspektif Ibnu Taymîyah dan Imam al-syâfi'î", di sana ia membahas pendapatnya Ibn Taymîyah mengenai hak ijbar wali nikah, yang mana Ibn Taymîyah memandang bahwa ayah tidak berhak memaksa anaknya untuk menikah dengan wanita pilihannya atau pilihannya sendiri serta faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan mereka, Baik dalam mengambil dasar Hukumnya ataupun sebab-sebab gugurnya hak ijbar wali nikah tersebut Sunarti, Perjanjian Perkawinan Sebagai Alasan Perceraian (Studi Terhadap Kompilasi Hukum Islam Pasal. 45 ayat 2), (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2003). 34 Ibnu Mujahidin, Hak Ijbar Wali Nikah Perspektif Ibn Taymîyah dan Imam al-syafi'i, (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2007). 16
17 Dari kajian yang telah dipaparkan diatas, penyusun tidak menemukan kajian-kajian, baik dari kitab maupun literatur-literatur lain yang membahas syarat tidak dipoligami dalam pernikahan menurut Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î, maka penulis memandang penelitian ini masih layak dilakukan. Dalam penelitian ini, penulis mencoba meneliti lebih lanjut mengenai syarat tidak dipoligami yang diajukan istri dengan mengkaji pendapat Ibn Taymîyah dan Imam Al-Syâfi î, seperti yang telah kami paparkan pada latar belakang masalah. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang sering disebut dengan studi pustaka (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah atau mengkaji sumber pustaka. 35 Semua sumber diambil dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan literatur lainnya. Skripsi ini bersifat deskriptif analitik, yaitu suatu usaha untuk menyusun dan mengumpulkan data, kemudian diusahakan adanya analisa dan interpretasi atau penafsiran terhadap datadata tersebut. 2. Data Penelitian Dalam penulisan ini literatur atau data yang akan diteliti meliputi pemikiran pemikiran Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î dalam masalah 35 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Gajah Mada, 1980), 3. 17
18 nikah bersyarat untuk tidak dimadu, istinbâth Hukum Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î serta literatur-literatur lain yang mendukung. Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder: a. Sumber data primer 36, adalah buku-buku yang dijadikan sumber data pertama, yaitu Majmû' al-fatâwâ al-kubrâ yang dikarang oleh Imam Ibn Taymîyah dan juga Kitab al-umm yang di karang oleh Imam al- Syâfi î. Artinya, dalam menjawab rumusan masalah diatas penulis banyak mengacu pada kitab tersebut. b. Sumber data sekunder, adalah buku-buku karya orang lain yang membahas Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î yang penulis rujuk untuk melengkapi data-data yang tersedia dalam sumber data primer. 3. Teknik Pengolahan Data Adapun teknik analisa yang digunakan untuk mengolah dalam skripsi ini yaitu: a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh dari segi keserasian dan keselarasan antara yang satu dengan yang lainnya serta realitanya dan keseragamannya kelompok data itu. 37 Dalam hal ini, setelah penulis menemukan data-data mengenai masalah nikah dengan syarat tidak dipoligami, penulis memeriksa data itu, dan mengambil data yang sesuai guna menyelesaikan masalah-masalah diatas. 36 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, cet. 6 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi "Teori dan Aplikasi" (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
19 b. Organizing, yaitu menyusun data dari beberapa data yang diperoleh, mensistematiskan data-data yang diperoleh dalam rangka paparan yang sudah ada dan direncanakan sebelumnya yaitu sesuai dengan sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu setelah penulis mengedit dari data-data yang ada, penulis lalu mensistematiskan atau menggolongkan data itu sesuai dengan rumusan masalah yang ada. c. Penemuan hasil, yaitu melakukan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data-data yang menggunakan kaidah-kaidah, teoriteori, dalil-dalil, dan sebagainya sehingga diperoleh kesimpulan tertentu. 4. Analisis Data Dalam menganalisa data-data tersebut, penulis menggunakan deduksi, yaitu suatu metode penelitian dengan pola pikir yang berangkat dari penalaran yang bersifat umum kemudian ditarik pada kesimpulan yang bersifat khusus, metode tersebut digunakan untuk menganalisa dalildalil yang dipakai Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î dalam menentukan hukum suami dalam memenuhi atau tidaknya syarat yang diajukan istri tersebut. 38 Kemudian data-data pustaka tersebut, diperlakukan sebagai sumber ide atau gagasan yang baru sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga kerangka teori baru dapat 38 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004),
20 dikembangkan atau sebagai dasar pemecahan masalah. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unitunit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan. 39 Kemudian data-data tersebut akan penulis analisa dengan menggunakan teori ushûl fiqh agar bisa menemukan metode istinbath yang digunakan oleh kedua pendapat tersebut dan sesuai dengan teori ushûl fiqh. Metode analisa dengan ushûl fiqh ini akan penulis sajikan pada bab empat. Untuk mendapatkan kesimpulan yang valid dalam menganalisa data tersebut, penulis dalam penelitian ini menggunakan analisa komparatif, yaitu pola pikir dengan cara membandingkan pendapat yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini penulis berusaha membandingkan pendapat Ibn Taymîyah dan Imam al-syâfi î mengenai istri yang mengajukan syarat tidak ingin dimadu dalam perjanjian perkawinan. H. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari bab dan sub bab sebagai berikut: BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan dari pada skripsi ini yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan pembaca kepada substansi penelitian ini. 39 Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo, Jurusan Syari ah, Jurusan Tarbiyah, Jurusan Ushuluddin (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2008),
BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana
Lebih terperinciMunakahat ZULKIFLI, MA
Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH
BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah
Lebih terperinciTINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN
1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)
12 A. Terminologi Pemimpin BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN Pemimpin dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti: 1) Orang yang memimpin. 2) Petunjuk, buku petunjuk (pedoman), sedangkan Memimpin artinya:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga
Lebih terperinciBAB III Rukun dan Syarat Perkawinan
BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi
Lebih terperinciBiografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam
Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam *Biografi Singkat Empat Imam Besar dalam Dunia Islam* *Imam Hanafi (80-150 H)* Beliau dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal dunia di Bagdad pada tahun
Lebih terperinciMENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki
MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ
BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ A. Analisis Pendapat Tentang Iddah Wanita Keguguran Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Dalam bab ini penulis akan berusaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK
BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui
Lebih terperinciBerpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang
MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,
Lebih terperinciBAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA
BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA A. Analisis Proses Gugatan Pengingkaran Terhadap Keabsahan Anak yang Dilahirkan Istrinya. Anak kandung adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks berpendapat bahwa poligami adalah bagian dari syariat Islam dan karenanya pria
Lebih terperinciFATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an sebagai firman Allah dan al-hadits merupkan sumber dan ajaran jiwa yang bersifat universal. 1 Syari at Islam yang terkandung dalam al- Qur an telah mengajarkan
Lebih terperinciBAB III PENDAPAT DAN ISTINBAT HUKUM IBNU QODAMAH TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN UNTUK TIDAK BERISTRI LEBIH DARI SATU
BAB III PENDAPAT DAN ISTINBAT HUKUM IBNU QODAMAH TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN UNTUK TIDAK BERISTRI LEBIH DARI SATU A. Pendapat Ibnu Qudamah tentang Perjanjian Perkawinan untuk tidak Beristri lebih dari
Lebih terperinciBAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar
29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.
Lebih terperinciMembaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at
Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at Dalam pembahasan ini ada tiga persoalan yang akan kami ketengahkan: 1. Hukum membaca sebagian Al-Quran dalam khutbah. 2.Kadar minimal Al-Qur an yang dibaca
Lebih terperinciBAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM
BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan
Lebih terperinciDi antaranya pemahaman tersebut adalah:
MENYOAL PEMAHAMAN ATAS KONSEP RAHMATAN LI AL- ÂLAMÎN Kata Rahmatan li al- Âlamîn memang ada dalam al-quran. Namun permasalahan akan muncul ketika orang-orang menafsirkan makna Rahmatan li al- Âlamîn secara
Lebih terperinciBAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo
BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya
Lebih terperinciMengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah
Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan pedoman yang abadi untuk kemaslahatan umat manusia, merupakan benteng pertahanan syari at Islam yang utama serta landasan sentral bagi tegaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan
BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah
Lebih terperinciKAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan
KAIDAH FIQHIYAH Pendahuluan Jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah ushulliyah yang merupakan pedoman dalam mengali hukum islam yang berasal dari sumbernya, Al-Qur an dan Hadits, kaidah FIQHIYAH merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau
Lebih terperinciHalal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle
Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pembiayaan Multijasa Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. neraca keagamaan perkawinan menjadi dinding yang kuat, yang memelihara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum agama yang sahih dan pikiran yang sehat mengakui perkawinan sebagai sesuatu hal yang suci dan kebiasaan baik dan mulia. Jika diukur dengan neraca keagamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal. Sebagaimana Firman Allah SWT
Lebih terperinciPEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan
Lebih terperinciBAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI
BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan
BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan
Lebih terperinciKekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab
Kekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Lebih terperinciPERSATUAN DAN KERUKUNAN
PERSATUAN DAN KERUKUNAN PENGERTIAN PERSATUAN DAN KESATUAN A. PERSATUAN Dari segi bahasa persatuan berarti gabungan, ikatan atau kumpulan. Sedangkan menurut istilah persatuan adalah kumpulan individu manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan
Lebih terperinciBerpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah
Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,
Lebih terperinciBAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan
BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan
Lebih terperinciH.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6
BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri
Lebih terperinciBAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang
BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ Manhaj yang digunakan tiap organisasi keagamaan pada dasarnya adalah sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang cenderung menggunkan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam dengan disyari atkannya nikah pada hakekatnya adalah sebagai upaya legalisasi hubungan seksual sekaligus untuk mengembangkan keturunan yang sah dan
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang mempersatukan dua insan yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup bersama, hal ini merupakan
Lebih terperinciMATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
MATAN Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab C MATAN AS-SITTATUL USHUL Z. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Termasuk perkara yang sangat menakjubkan dan tanda yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ada laki-laki, ada pula
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ada laki-laki, ada pula perempuan. Salah satu hikmah terciptanya manusia menjadi dua jenis tersebut adalah berlangsungnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama
58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH
59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena dalam suatu pernikahan mengandung nilai-nilai vertical ( hamba dengan Allah swt
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH
75 BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Pendapat Hakim Tentang Status Istri Setelah
Lebih terperinciHubungan Hadis dan Al-Quran Dr. M. Quraish Shihab
Hubungan Hadis dan Al-Quran Dr. M. Quraish Shihab Al-hadits didefinisikan oleh pada umumnya ulama --seperti definisi Al-Sunnah-- sebagai "Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad saw., baik ucapan,
Lebih terperinciWarisan Wanita Digugat!
Warisan Wanita Digugat! Allah mensyari atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu: bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan ( An Nisa :11) WARISAN WANITA DIGUGAT.
Lebih terperinciBAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33
59 BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 A. Kualitas Mufasir at-thabari Ditinjau dari latar pendidikannya dalam konteks tafsir al-qur an, penulis menilai bahwa at-thabari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan yang telah memenuhi syarat. Tidak jarang pernikahan yang
Lebih terperinciANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT
ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciSIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)
SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1) Adapun ketentuan siapa yang mahram dan yang bukan mahram
Lebih terperinciF A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG
F A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG NIKAH e SIRI Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, dalam Sidang Paripurna I, pada 5 7 Jumadil Akhir 1431 H / 19-21 Mei 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.
Lebih terperinciApakah Kawin Kontrak Itu?
KOPI- Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu cara untuk membentengi seseorang supaya tidak terjerumus ke lembah kehinaan, di samping untuk menjaga dan memelihara
Lebih terperinciMenyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04
Artikel Buletin An-Nur : Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Hukum Poligami Para ulama telah sepakat bahwa poligami diperbolehkan di dalam Islam hingga empat istri. Hal ini berlandaskan
Lebih terperinciFATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 23 Tahun 2012 Tentang MENYEMIR RAMBUT
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 23 Tahun 2012 Tentang MENYEMIR RAMBUT (MUI) setelah : MENIMBANG : a. bahwa praktik menyemir rambut yang sudah sejak lama dikenal masyarakat pada akhir-akhir ini kembali
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi
BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan
BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP UCAPAN ISTINSHA@ DALAM IKRAR TALAK A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan Istinsha> dalam Ikrar Talak Hukum Islam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan lainnya diharapkan terpenuhi, yaitu kebutuhan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri bawaan untuk bergaul dengan sesamanya, karena itu hubungan dengan sesamanya merupakan kebutuhan hidup setiap manusia.
Lebih terperinciBAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB ANAK LUAR NIKAH
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB SYAFI I DAN MAŻHAB HANAFI TENTANG STATUS DAN HAK ANAK LUAR NIKAH A. Analisis Status dan Hak Anak Luar Nikah menurut Mażhab Syafi i dan Mażhab Hanafi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)
Lebih terperinciA. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.
49 BAB IV TINJAUAN SADD AZ -Z ARI> AH TERHADAP PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI RAK ANTARA PRODUSEN DAN PEDAGANG PENGECER DI JALAN DUPAK NO. 91 SURABAYA A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sisi keistimewaan agama Islam adalah memberikan perhatian terhadap fitrah manusia dan memperlakukan secara realistis. Salah satu fitrah manusia adalah
Lebih terperinciBAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD
BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah
56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah
Lebih terperinciBAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan
66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG
68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis terhadap pelaksanaan hibah seluruh harta kepada anak angkat
Lebih terperinciANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan
1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakekatnya manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan melangsungkan perkawinan. Perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut
Lebih terperinciIstiqomah. Khutbah Pertama:
Istiqomah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????..???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mîtsâqan ghalîdhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Lebih terperinci