KADAR H 2 S, NO 2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KADAR H 2 S, NO 2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 KADAR H 2 S, NO 2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI NOVA PRASETYANTO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN Nova Prasetyanto. D Kadar H 2 S, NO 2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi. Berkembangnya peternakan ayam broiler dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya diantaranya emisi berupa gas hidrogen sulfida (H 2 S) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) serta partikel berupa debu. Kualitas lingkungan, diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian lokasi, yang baik sangat diperlukan ayam broiler. Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kadar gas dan debu. Informasi mengenai kadar gas H 2 S, NO 2, dan debu di peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar H 2 S, NO 2, dan debu di peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 170 m dpl dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 520 m dpl. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai dengan November Analisis H 2 S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue. Analisis NO 2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Kisaran suhu udara di peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 26,8-28,2 o C dan di luar kandang adalah 27,7-29,6 o C. Kisaran suhu udara di peternakan Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 25,6-27,0 o C dan di luar kandang adalah 25,9-27,9 o C. Kisaran kelembaban udara di peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 81%-92% dan di luar kandang 77%-87%. Kisaran kelembaban udara di Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 70% 85% dan di luar kandang adalah 67%- 84%. Kecepatan angin di sekitar kandang peternakan Bagus Farm berkisar 0,8-1,5 m/detik. Kecepatan angin di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berkisar antara 0,4-3,3 m/detik. Kadar H 2 S di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 0,0014 0,0122 ppm. Kadar H 2 S di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm Talang adalah <0,001 0,0067 ppm. Kadar NO 2 di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 6,042 10,129 µg/m 3. Kadar NO 2 di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 3,949 4,629 µg/m 3. Kadar debu di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 13,616 31,533 µg/m 3. Kadar debu di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 11,683 28,377 µg/m 3. Hasil penelitian menunjukkan kadar H 2 S, NO 2, dan debu di dua lokasi peternakan ayam broiler berada di bawah standar baku mutu udara ambien. Peternakan Ikhtiar Farm menghasilkan kadar H 2 S, NO 2 dan debu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan peternakan Bagus Farm. Hal tersebut dipengaruhi oleh i

3 kondisi lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, dan ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan kondisi sekitar kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang). Penelitian lanjutan mengenai H 2 S, NO 2 dan debu pada peternakan ayam broiler perlu dilakukan untuk mendapatkan data kadar pencemar dari peternakan ayam broiler yang lebih lengkap di Kabupaten Bogor. Kata-kata kunci: peternakan ayam broiler, kondisi lingkungan, kadar H 2 S, NO 2, debu ii

4 ABSTRACT Levels of H 2 S, NO 2, and Dust from Broiler Chicken Farm at Different Environmental Conditions in Bogor Regency, West Java Prasetyanto, N., M. Ulfah, and S. B. Rushayati The development of broiler chicken farms may cause negative impacts such as emissions include hydrogen sulfide (H 2 S) and nitrogen dioxide (NO 2 ) and particles of dust. Environmental quality is very necessary for broiler chicken. The levels of gases and dust is affected by environmental condition. Information of the levels of H 2 S, NO 2, and dust in broiler chicken farms in Bogor Regency has not been widely available. The purpose of this study was to assess the levels of H 2 S, NO 2, and dust from broiler chicken farms with different environmental conditions. This research was conducted on Bagus Farms that located in West Semplak, Kemang District, Bogor Regency (170 above see level) and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng Talang, Pamijahan District, Bogor Regency (520 above sea level). This research was conducted during October until November The result shows that the levels of H 2 S, NO 2 and dust at two research sites were lower than basic standard of H 2 S, NO 2 and dust consisted in ambient air. The level of H 2 S, NO 2 and dust in Ikhtiar Farm that was lower than in Bagus Farm was caused by enviromental condition (temperature, humidity, wind speed and altitude), broiler chicken farm condition (roofing, the broiler chicken farm system) and condition around the broiler chicken farm (agriculture area and plants planted around broiler chicken farm). However, the further researches on emissions inventory from broiler chicken farms is needed to provide a comprehensive data of emissions from broiler chicken farms in Bogor Regency. Keywords: broiler chicken farm, environmental conditions, levels of H 2 S, N 2 O, dust iii

5 KADAR H 2 S, NO 2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT NOVA PRASETYANTO D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iv

6 Judul : Kadar H 2 S, NO 2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama : Nova Prasetyanto NIM : D Pembimbing Utama, Menyetujui, Pembimbing Anggota, (Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr.) (Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP Tanggal Ujian : 6 Juni 2011 Tanggal Lulus: v

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 November 1987 di Banyuwangi, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Totok Hariyono dan Ibu Sulistyowati. Sejak umur 4 tahun penulis pindah ke Kota Bandung hingga saat ini. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Negeri 1 Cibolang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 1 Margahayu, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Margahayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Koperasi Mahasiswa IPB (Kopma IPB) dan Seni Sunda Gentra Kaheman. Penulis diberi kesempatan untuk mengikuti studi banding ke beberapa koperasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penulis mengikuti pelatihan, seminar dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan magang di peternakan lebah madu di Sukabumi, Jawa Barat. vi

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan nikmat dan rahmat-nya hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun material sehingga skripsi yang berjudul Kadar H 2 S, NO 2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Akhir-akhir ini, dunia peternakan khususnya ayam broiler sering dijadikan sebagai salah satu penyebab penyumbang pemanasan global (global warming). Namun hal itu tidak sepenuhnya benar karena tidak semua peternakan ayam broiler berkontribusi terhadap pemanasan global. Adanya penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah peternakan ayam broiler konvensional berkontribusi terhadap pemanasan global dan seberapa besar sumbangsih terhadap pemanasan global tersebut. Selain itu, dengan penelitian ini ingin diketahui hal apa saja yang bisa dilakukan dalam mengurangi kontribusi terhadap pemanasan global. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya dalam peningkatan kualitas lingkungan sekitar peternakan ayam broiler. Bogor, Juni 2011 Penulis vii

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i iii iv v vi vii viii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Usaha Peternakan Ayam Broiler... 3 Kotoran Ayam... 3 Pencemaran Udara... 4 Hidrogen Sulfida (H 2 S)... 5 Nitrogen Dioksida (NO 2 )... 6 Debu... 8 Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi... 9 Suhu Udara... 9 Kecepatan dan Arah Angin Kelembaban Udara Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler Peubah yang Diamati Pengukuran Kondisi Iklim Pengambilan Sampel Analisis Sampel Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN x xii xii viii

10 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler Performa Ayam Broiler Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler Lingkungan Mikroklimat Ketinggian Lokasi Suhu Udara Kelembaban Udara Kecepatan dan Arah Angin Kadar H 2 S, NO 2, dan Debu di Peternakan Ayam Broiler Kadar H 2 S Kadar NO Kadar Debu KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H 2 S) pada Manusia Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm 5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan pada Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor. 6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di Kabupaten Bogor.. 7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm 8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu 9. Kadar H 2 S di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm. 10. Kadar NO 2 di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm. 11. Kadar Debu di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm x

12 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.. 2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur) Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke Selatan.. 4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.. 5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke Selatan.. 8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar Farm Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar Farm... Halaman xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi Dalam Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan... Halaman Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi Dalam kandang, (d) Kondisi Pemeliharaan Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel Udara di Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar Kandang, (c) Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas Pemindahan Pasir Saat Pengambilan Sampel Udara.. 4. Suhu Udara di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama Satu Minggu Kelembaban Udara di Peternakan Bagus Farm Semplak Barat Selama Satu Minggu.. 6. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama Satu Minggu. 7. Suhu Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama Satu Minggu.. 8. Kelembaban Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama Satu Minggu.. 9. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama Satu Minggu xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia perunggasan khususnya peternakan ayam broiler merupakan subsektor peternakan yang saat ini berkembang pesat dan efisien dibandingkan jenis unggas yang lain. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ayam broiler lebih cepat dibandingkan komoditas ternak lainnya karena pemeliharaan ayam broiler hanya membutuhkan waktu hari. Ayam broiler adalah jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi terutama dalam memproduksi daging ayam (Cahyono, 1995). Berkembangnya peternakan ayam broiler juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Dampak negatif yang ditimbulkan salah satunya berupa emisi yang dapat mencemari udara dari usaha peternakan ayam broiler, yaitu berupa gas hidrogen sulfida (H 2 S) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) serta partikel debu. Hidrogen sulfida (H 2 S) merupakan gas yang dapat menghasilkan bau tidak sedap. Gas tersebut bersifat toksik bagi manusia dan ternak, dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Setiawan, 1996). Selain gas H 2 S, terdapat juga gas NO 2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan terutama gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan keracunan apabila konsentrasinya melebihi ambang batas normal. Selain gas, terdapat partikel yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yaitu debu. Kandungan utama debu pada peternakan unggas umumnya berasal dari pakan. Debu yang berlebihan dapat mengakibatkan emisi debu. Dampak debu bagi manusia salah satunya adalah dapat mengganggu kesehatan khususnya terhadap gangguan pernafasan (Casey et al., 2006). Kadar gas dan debu di sekitar usaha peternakan ayam broiler dapat mencemari udara jika melebihi ambang batas normal. Kadar gas dan debu di sekitar usaha peternakan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang baik sangat diperlukan oleh ayam broiler untuk menghasilkan produktivitas yang optimal. Selain itu, kondisi lingkungan yang baik di sekitar usaha 1

15 peternakan ayam broiler juga diperlukan bagi manusia untuk menjalankan kegiatan sehari-hari. Kondisi lingkungan yang baik diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian suatu lokasi. Informasi mengenai kadar gas H 2 S, NO 2, dan debu di peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui kadar H 2 S, NO 2, dan debu yang dihasilkan oleh suatu peternakan ayam broiler pada kondisi lingkungan yang berbeda. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kadar H 2 S, NO 2, dan debu di peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Ayam Broiler Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah Indonesia dilanda krisis pada tahun Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan populasi broiler dari tahun 2004 sampai tahun 2008 sebesar 16,58%, dari sekitar 779 juta ekor menjadi 902 juta ekor (Ditjenak, 2009) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun Jenis Ternak Tahun (juta ekor) Ayam Buras Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Sumber : Ditjenak (2009) Usaha peternakan ayam sering dijadikan sebagai sumber penyebab utama yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar peternakan ayam tersebut menjadi suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Menurut Deptan (1991) dan Deptan (1994) usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Untuk usaha peternakan ayam ras pedaging, yaitu populasi lebih dari ekor per siklus terletak dalam satu lokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari ekor induk terletak dalam satu lokasi. Kotoran Ayam Kotoran ayam secara umum terdiri dari sisa pakan yang tidak tercerna seperti selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan unsur anorganik (Tabbu dan Hariono, 1993). Protein yang terkandung di dalam kotoran merupakan sumber utama nitrogen. Jumlah dan komposisi kotoran yang dihasilkan oleh ayam bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis pakan. Diperkirakan seekor ayam broiler menghasilkan kotoran setiap harinya sebanyak 0,15 kg yang mengandung 1,7% 3

17 nitrogen, 0,16% fosforus, dan 0,58% kalium (Kumar dan Biswar, 1982; Charles dan Hariono, 1991). Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26% sedangkan dari pemeliharaan ayam pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Komposisi rata-rata kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler Nama Unsur Total Padatan (%) Total N (%) NH 4 -N P 2 O 5 K 2 O (%) Ca (ppm) Mg (ppm) Sulfida (ppm) Mn (ppm) Zn (ppm) Cu (ppm) Sumber : Malone (1992) Kandungan unsur kotoran/bobot basah Minimum Maksimum Rata-rata 38,00 92,00 75,80 0,89 5,80 2,94 0,08 1,48 0,75 1,09 6,14 3,22 0,63 4,26 2,03 0,51 6,22 1,79 0,12 1,37 0,52 0,07 1,05 0,52 66,00 579,00 266,00 48,00 583,00 256,00 16,00 634,00 283,00 Sumber pencemaran dari usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut, yang pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas sulfida. Gas-gas tersebut yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Pencemaran Udara Pencemaran dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas 4

18 lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (KLH, 2007). Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfer, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup, merusak properti dan mengurangi kenyamanan di udara (Salim, 2002). Menurut PP-RI Nomor 18 Tahun 1999 (RI, 1999), pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas, dan cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman yang disebut polutan udara. Menurut Mukono (2000), yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah manusia (man made). Pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau zat yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Sunu, 2001). Menurut Soedomo (2001), berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, H 2 S) dan energi (suhu udara dan kebisingan) sedangkan menurut kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara berbagai zat). Hidrogen Sulfida (H 2 S) Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H 2 S merupakan gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien untuk H 2 S 42 µg/m 3 atau 0,03 ppm selama 30 menit (KLH, 1988). Gas ini tidak berwarna dan dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm (Soemirat, 2002). 5

19 Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kotoran ayam merupakan masalah lingkungan yang cukup mengganggu. Gas H 2 S yang dihasilkan dari proses penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh mikroba perombak protein (Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004). Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada industri peternakan (Praja, 2006). Batas rataan konsentrasi gas H 2 S yang diperbolehkan pada peternakan tempat bekerja selama paparan 8 jam adalah 10 ppm dan batas rata-rata bagi senyawa berbau dalam air terdeteksi adalah 0,00018 mg/l (Ariens et al., 1986). Gas H 2 S banyak ditemukan di dataran rendah yang tertutup dan memiliki ventilasi yang buruk. Gas H 2 S pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan iritasi mata, batuk, sesak nafas, iritasi hidung, dan tenggorokan. Gas H 2 S pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan pusing, mual, muntah, pingsan, koma bahkan kematian (OSHA, 2005). Pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H 2 S) pada Manusia Kadar Gas H 2 S (ppm) Pengaruh pada Manusia 10 Iritasi mata 20 Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan Mual, muntah, diare 200 Pusing, depresi, rentan pneumonia 500 per menit Mual, muntah, pingsan 600 per menit Kematian Sumber : Pauzenga (1991) Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Nitrogen dioksida (NO 2 ) adalah gas yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO 2 yang bersifat racun berbau tajam menyengat hidung dan berwarna merah kecoklatan. Gas NO 2 yang terkandung dalam udara sebesar 400 μg/m 3 selama pengukuran 1 jam dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup terutama manusia karena dapat 6

20 menyebabkan gangguan pernapasan (penurunan kapasitas difusi paru-paru) (KLH, 2007). Warna gas NO 2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NOx diudara, seperti transportasi, peternakan, pembuangan sampah dan lainlain. Keberadaan NOx di udara dapat dipengaruhi oleh sinar matahari yang mengikuti daur reaksi fotolitik NO 2 sebagai berikut (Pohan, 2002): NO 2 + sinar matahari NO + O O + O 2 O 3 (ozon) Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO 2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih tinggi dari kadar minimum sehari-hari. Seiring dengan sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet. Kadar NO 2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm (Wardhana, 2001). Senyawa NOx adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada dinding alat pernafasan dan dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas baik pada orang yang sehat maupun pada penderita asma. Dampak negatif terhadap manusia terutama terjadi pada reaksinya terhadap fungsi paru-paru dan saluran nafas. Gas NOx juga dapat meningkatkan reaksi terhadap bahan-bahan allergen alamiah (misalkan serbuk sari, dll). Penelitian menunjukkan bahwa NO 2 empat kali lebih beracun daripada NO. NO 2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO 2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru (edema pulmonari). Kadar NO 2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemberian NO 2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Wardhana, 2001). Ambang batas konsentrasi harian Baku Mutu Nasional berdasarkan PP RI 41/1999 untuk senyawa oksida nitrogen adalah 150 μg/m 3 dengan waktu pengukuran 24 jam (RI, 1999). Potensi dampak terhadap kesehatan karena terlampauinya ambang batas konsentrasi rata-rata harian dilakukan dengan mengamati jumlah hari 7

21 melampaui ambang batas Baku Mutu konsentrasi rata-rata harian (exceedence days). Sebelum analisis potensi dampak kesehatan dilakukan, perlu diamati jumlah data harian yang tersedia untuk perhitungan exceedence days tersebut. Gas NO 2 (nitrogen dioksida), dapat juga merusak jaringan paru-paru dan jika bersama H 2 O akan membentuk nitric acid (HNO 3 ) yang pada gilirannya dapat menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Kusuma, 2002). Debu Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatankekuatan atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan alami yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun anorganik (Suma mur, 1995). Sifat-sifat debu diantaranya adalah mengendap karena pengaruh gaya gravitasi bumi, selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis, mudah menggumpal, mempunyai listrik statis yang mampu menarik partikel lain yang berlawanan serta dapat memancarkan sinar (Achmadi, 1990). Jumlah debu berubah-ubah bergantung pada lokasi. Konsentrasi debu pada umumnya berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Debu dapat menyerap, memantulkan, dan menghamburkan radiasi yang datang. Debu atmosferik dapat tersapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan tetapi kemudian atmosfer dapat terisi partikel debu kembali (Tjasyono, 2004). Debu dari peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien untuk debu adalah 260 µg/m 3 dengan waktu pengambilan 24 jam (KLH, 1988). Efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari solubility, komposisi kimia debu, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu (Achmadi, 1990). Akibat yang dapat ditimbulkan oleh debu antara lain gangguan kenyamanan pada pernafasan, peradangan saluran pernafasan, alergi, meningkatkan sekresi cairan di hidung, nafas menjadi berat, serta penurunan kapasitas ventilasi paru (Kurniawan, 1996). Partikel debu yang menyebabkan penyakit paru-paru akibat lingkungan kerja yang terpenting adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,1 µ dan sifat-sifat 8

22 aerodinamik dari debu yang terdapat di udara. Gejala yang terjadi pada pekerja biasanya meliputi gangguan restriktif paru antara lain cepat lelah, sesak nafas pada waktu bekerja ringan, dan berkurangnya kapasitas kerja (Rab, 1996). Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti: 1) kecepatan dan arah angin, 2) kelembaban, 3) suhu udara, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi) (Soedomo, 2001). Kadar gas pencemar di udara selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi yang dapat mempengaruhi kadar gas pencemar di udara. Kecepatan angin menentukan kedalaman seberapa banyak udara pencemar tersebut mula-mula tercampur dan ketidakteraturan kecepatan serta arah angin menentukan laju penyebaran pencemar ketika terbawa dalam arah angin. Faktor ini yang menentukan suatu daerah akan tercemar dan seberapa cepat kadar pencemar menipis akibat pencampuran dengan udara lingkungan setelah bahan tersebut meninggalkan sumbernya (Neighburger, 1995). Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya. Suhu Udara Suhu udara didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda. Suhu udara dinyatakan dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo, 1996). Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan. Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan maka 9

23 massa udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan. Kecepatan dan Arah Angin Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer begitu juga sebaliknya. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004). Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991). Kelembaban Udara Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi kelembaban udara di suatu tempat maka semakin baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi. Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroorganisme yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Charles dan Hariono (1991), senyawa yang menimbulkan bau dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat dihasilkan selama proses dekomposisi pada kotoran ayam. Oleh karena itu, faktor lingkungan yaitu kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan. Kondisi lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi konsentrasi udara. Oleh karena itu, kondisi tersebut perlu dicatat dan diperhitungkan (Suhariyono, 2002). Sebagian radiasi pantulan dari permukaan bumi 10

24 akan diserap oleh gas-gas dan partikel-partikel yang berada di udara sehingga dapat meningkatkan suhu udara. Kandungan gas-gas atmosfer secara konsisten berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu, angin memiliki fungsi yang penting dalam mencampur lapisan udara sehingga keracunan terhadap gas-gas dan partikelpartikel dapat dihindari (Lakitan, 1994). Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Hal tersebut menyebabkan perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari yang cukup tinggi berkisar antara 3-5 C dengan kisaran suhu udara C sedangkan suhu udara optimal untuk pemeliharaan broiler agar dapat berproduksi dengan baik adalah C (North dan Bell, 1990). Lingkungan memberikan pengaruh terbesar (70%) dalam menentukan performa ternak. North (2000) melaporkan bahwa kisaran suhu udara lingkungan yang nyaman bagi ayam untuk hidup berkisar antara o C. Tingginya suhu udara lingkungan merupakan salah satu masalah dalam pencapaian performa broiler yang optimal. Broiler akan mengalami stress pada suhu udara yang tinggi, yang akan mempengaruhi penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan bobot tubuh (Nova, 2008). Pemeliharaan ayam broiler, selain memperhatikan faktor bibit (genetik) perlu juga diperhatikan faktor lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu udara kandang 17 o C penampilannya lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada suhu udara 25 o C dan 29 o C. Suhu udara optimum bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 21 o C. Indonesia termasuk daerah beriklim tropika dengan rata-rata suhu udara harian 25,2-27,9 o C. Kisaran suhu udara itu melebihi rata-rata suhu udara optimum untuk pertumbuhan ayam pedaging sehingga perlu diupayakan mencari lokasi peternakan yang lebih tinggi agar suhu udara kandang tidak jauh berbeda dengan kebutuhan optimumnya (Hawlider dan Rose, 1992). Rao et al. (2002) menyatakan bahwa pada pemeliharaan unggas di negara-negara tropis, suhu udara lingkungan merupakan stressor utama dengan kisaran suhu udara yang khas untuk waktu yang lama. Menurut Griffin et al. (2005), suhu udara ideal pemeliharaan broiler C untuk pencapaian berat badan optimum, dan o C untuk efisiensi pakan. Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada industri broiler. 11

25 Ketinggian tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian. Daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat berkisar antara meter dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran sedang memiliki ketinggian m dpl. Tempat yang semakin tinggi dari atas permukaan laut suhu udaranya semakin rendah sehingga ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Suhu udara yang lebih rendah daripada kebutuhan optimumnya menyebabkan ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak karena sebagian energi pakan akan diubah menjadi panas untuk mengatasi suhu udara lingkungan yang lebih rendah. Pemeliharaan ayam broiler pada daerah dataran rendah memerlukan pakan dengan kandungan energi kkal/kg (Suarjaya dan Nuriyarsa, 1995). Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan Dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida (H 2 S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Penyebab jumlah terbesar timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai komponen yang meliputi NH 3, VOCs, dan H 2 S (NRC, 2003). Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil. Untuk H 2 S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas (Charles dan Hariono, 1991). Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri karena gas-gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat yang menyebabkan keuntungan peternak menipis (Pauzenga, 1991). 12

26 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor milik Bagus Farm dan Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor milik Ikhtiar Farm. Analisa kadar H 2 S, NO 2, dan debu dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPLH- LPPM), Institut Pertanian Bogor. Analisis kotoran dan pakan ayam broiler dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai November Penelitian dilakukan masing-masing selama 1 minggu di peternakan Bagus Farm (19 Oktober 25 Oktober 2010) dan peternakan Ikhtiar Farm (5 November 11 November 2010). Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel udara ambien di peternakan. Jenis strain ayam broiler yang digunakan di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm adalah Cobb dengan jenis pakan masing-masing adalah TN dan BR. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah flowmeter, spektofotometer, impinger portable, termometer digital, anemometer digital, altimeter, kamera digital, kompas, dan alat tulis. Prosedur Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler Penentuan lokasi peternakan ayam broiler di kedua lokasi dilakukan dengan metode Purposive Sampling (dipilih berdasarkan tujuan penelitian) dengan pertimbangan karakteristik peternakan ayam broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm dengan lingkungan yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. 13

27 Tabel 4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm No Karakteristik Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm Ikhtiar Farm 1 Ketinggian tempat 170 m dpl 520 m dpl 2 Jumlah populasi ekor ekor 3 Perkandangam Postal Panggung 4 Pakan TN BR 5 Strain Cobb Cobb Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah konsentrasi H 2 S, NO 2, dan debu, serta performa ayam broiler. Kondisi iklim yang diukur meliputi suhu udara, kelembaban udara, ketinggian lokasi, kecepatan dan arah angin. Performa ayam broiler yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Pengukuran Kondisi Iklim Pengukuran kondisi iklim meliputi suhu udara, kelembaban udara, ketinggian lokasi, kecepatan dan arah angin. Pengukuran dilakukan di dalam dan di luar kandang ayam broiler dan dilakukan tiga kali sehari selama satu minggu. Pengukuran kondisi iklim dilakukan ketika ayam berumur 22 hingga 28 hari. Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Rataan suhu udara harian rata-rata dihitung dengan persamaan : Keterangan : Rataan T harian = (2 T 7 ) + T 13 + T 18 Rataan T harian = rataan suhu udara harian, T 7,T 13,T 18 = pengamatan suhu udara pada pukul 07.00, 13.00, dan WIB Rataan kelembaban udara harian dihitung dengan persamaan: 4 Rataan RH harian = (2 RH 7 )+RH 13 +RH

28 Keterangan : Rataan RH harian RH 7, RH 13, RH 18 = rataan kelembaban udara harian = pengamatan kelembaban udara pada pukul 07.00, dan WIB Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran arah angin diukur dengan menggunakan bantuan asap hasil pembakaran dan kompas. Ketinggian lokasi peternakan diukur dengan menggunakan altimeter. Pengambilan Sampel Sampel Udara. Sampel yang digunakan adalah H 2 S, NO 2, dan debu di dalam dan di luar kandang. Pengukuran sampel tersebut dilakukan pada minggu ke-4 dari umur ayam broiler. Waktu pengambilan sampel tersebut dilakukan pada pukul WIB Pengambilan sampel di dalam kandang dilakukan di satu titik tepat di tengah kandang (K). Pengambilan sampel di luar kandang dilakukan pada dua titik yaitu pada titik datangnya angin atau upwind (U) dan titik tujuan angin atau downwind (D). Penempatan peralatan untuk pengambilan sampel udara dilakukan pada ketinggian 1,5 m sampai dengan 3 m dari permukaan (BSN, 2005). Pengambilan sampel H 2 S dan NO 2 dilakukan dengan metode penangkapan udara menggunakan impinger. Pengambilan sampel debu menggunakan Metode Gravimetri Total Air Sampler Particulate (TSP). Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel pakan pada dua lokasi peternakan ayam broiler dilakukan untuk dianalisis. Manur ayam dikoleksi 3 kali dalam sehari yaitu pukul 07.00, dan selama satu minggu. Data hasil analisis manur digunakan sebagai data pendukung penelitian. Analisis Sampel Analisis Udara. Analisis H 2 S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue. Hidrogen sulfida direaksikan dengan larutan diamin 0,15% (N,N-dime-thyl-1,4- phenylen diamonium diklorida) membentuk metilen blue yang berwarna biru. Intensitas warna yang terjadi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm (Lodge, 1988). Konsentrasi H 2 S dapat dihitung sebagai berikut : 15

29 Keterangan : C = Cs x Vs x (t+273) x 760 x 1000 x D V x 298 x P C = kadar H 2 S dalam contoh udara pada standar (µg/m 3 ) Cs = kadar H 2 S dalam contoh dari impinger (µg/m 3 ) D = faktor pengencer Vs = volume contoh dari impinger (ml) V = volume udara yang diserap (l) t = suhu udara pada saat pengambilan contoh ( o C) P = tekanan udara pada saat pengambilan contoh (mmhg) 298 = suhu udara standar dalam o K (25+273) 760 = tekanan udara standar (mmhg) 1000 = faktor konversi dari liter ke m3 273 = faktor konversi dari o C ke o K Analisis NO 2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Metode G. Saltzman merupakan metode pemantauan kualitas udara dengan NO 2 sebagai parameter yang diukur secara manual. Nitrogen dioksida yang diukur (hasil pengambilan dari lapangan) ditambah larutan penyerap yaitu asam sulfanilat dan air suling. Contoh uji tersebut kemudian didiamkan 30 menit. Serapan contoh uji selanjutnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Selanjutnya didapat nilai absorbansi dari larutan tersebut. Konsentrasi NO 2 di udara ambien dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (BSN, 2005): Keterangan: C = konsentrasi NO 2 di udara (µg/nm 3 ) b = jumlah NO 2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg) v = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 o C, 760 mmhg 10/25 = faktor pengencer 1000 = koreksi filter ke m 3 Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri. Kertas fiber filter yang digunakan dikondisikan terlebih dahulu dengan menggunakan desikator, kemudian ditimbang. Selanjutnya, kertas fiber diletakkan di lapangan terbuka. Kertas fiber dikondisikan kembali dengan desikator. Selanjutnya, kertas fiber filter yang berisi debu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir filter. 16

30 Pengukuran konsentrasi debu menggunakan alat flowmeter (Lodge, 1988). Kandungan partikel debu menurut BSN (2005) dihitung dengan rumus: Kandungan partikel debu (µg m -3 ) = Keterangan : W1 = berat filter yang berisi contoh (µg) W0 = berat filter kosong (µg) t = suhu udara pada saat pengukuran ( o C) V = volume udara yang diserap (l) P = tekanan udara rata-rata (mmhg) 298 = suhu udara standar dalam o K (25+273) 760 = tekanan udara standar (mmhg) 1000 = faktor konversi dari liter ke m3 273 = faktor konversi dari o C ke o K (W1-W0) x (t+273) x 760 x 1000 V x 298 x P Analisis Pakan dan Manur. Analisis pakan dan manur ayam broiler pada dua lokasi peternakan ayam boriler dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) di Bekasi. Analisis pakan dan manur ayam broiler meliputi kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Ca, gross energi dan nitrogen bebas. Kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar dianalisis menggunakan metode proksimat. Analisis Ca dianalisis menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer). Gross energi dan nitrogen bebas masing-masing dianalisis menggunakan metode Bomb Kalorimeter dan Kjehdal. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengambarkan objek penelitian secara lengkap. Studi deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menguraikan atau memberikan keterangan mengenai data atau keadaan sehingga mudah dipahami (Hasan, 2001). Analisis ini meliputi gambaran kondisi umum peternakan ayam broiler Bagus Farm di Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang, kondisi fisik lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta ketinggian) dan kadar H 2 S, NO 2, dan debu. Kadar H 2 S, NO 2 dan debu selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu standar PP RI No.41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional (RI, 1999) dan Keputusan MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996, tentang Baku Tingkat Kebauan (KLH, 1996). 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm Peternakan ayam broiler Bagus Farm berada di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Kapasitas kandang peternakan ayam broiler tersebut berjumlah ekor. Lokasi kandang berada di daerah dataran hamparan luas yang dikeliling oleh lahan pertanian. Denah lokasi kandang peternakan ayam broiler Bagus Farm ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Berdasarkan Gambar 1, lahan pertanian berada di sebelah Barat dan Utara kandang ayam broiler. Lahan pertanian tersebut di dominasi oleh tanaman padi dan umbi-umbian. Pemukiman penduduk berada pada jarak 200 m dari lokasi kandang tepat berada di sebelah Timur dan Selatan kandang. Jarak tersebut sudah baik untuk menghindari kebisingan, penyebaran penyakit dan penyebaran emisi bagi penduduk. Menurut Schulz et al. (2005) jarak antara kandang ayam broiler dengan batas pemukiman berkisar antara m dengan jarak minimal m. 18

32 Tanaman jambu biji (Psidium guajava) berada di sebelah timur kandang yang berjarak 2 m dari kandang dengan luas sekitar 450 m 2 dan tingginya mencapai 2 m (Gambar 2). Gambar 2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur). Tingginya tanaman jambu biji ini dapat digunakan sebagai wind break (pemecah angin) yang masuk ke dalam kandang. Selain itu, tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai penyerap polutan udara yang berasal dari dalam kandang peternakan ayam broiler. Menurut Patra (2002), tanaman dapat mengurangi masalah polusi melalui penyerapan polutan gas dan penyerapan partikel. Selain itu, tanaman dapat digunakan untuk mengalihkan arah angin. Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang berada di Desa Semplak Barat membujur dari arah utara ke selatan. Gambar 3. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke Selatan. 19

33 Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari Utara ke Selatan belum memenuhi persyaratan posisi kandang yang baik. Menurut Leeson dan Summers (2000), posisi kandang yang membujur dari timur ke barat dapat menurunkan pengaruh dari sinar matahari langsung ke dalam kandang. Posisi kandang tersebut dapat mengurangi suhu udara di dalam kandang. Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari arah utara ke selatan dapat mengakibatkan masuknya sinar matahari secara langsung ke dalam kandang sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang. Peningkatan suhu udara ini dapat mengakibatkan cekaman panas bagi ayam broiler yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas ayam broiler. Gambar 4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Bentuk kandang ayam broiler yang digunakan oleh Bagus Farm adalah kombinasi antara kandang panggung dan kandang postal (Gambar 4). Hal tersebut dilakukan karena kondisi kandang tidak memungkinkan untuk dijadikan kandang panggung karena di sebelah timur kandang terdapat dataran yang tingginya hampir sama dengan alas kandang (Gambar 4). Dataran di sebelah timur kandang tersebut akan menahan angin yang berasal dari barat sehingga akan membawa naik udara dari bawah kandang. Udara yang naik dari bawah kandang tersebut akan membawa gasgas yang berasal dari kotoran ayam broiler yang dapat mengganggu kesehatan ayam broiler. Oleh karena itu, sistem alas kandang di peternakan ayam broiler milik Bagus Farm menggunakan sistem postal dengan menggunakan karung sebagai alas kandang dan bahan litter sekam di atas kandang panggung untuk menutup celah pada alas kandang agar udara yang membawa gas-gas tersebut tidak mengenai ayam broiler 20

34 secara langsung. Peternakan Bagus Farm berada di dataran rendah dengan ketinggian 170 m dpl dengan sistem kandang kombinasi (postal dan panggung) tidak cocok digunakan. Menurut Kartasudjana (2001), kandang dengan sistem panggung sangat cocok digunakan pada dataran rendah karena memiliki sirkulasi udara yang baik. Gambar 5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Sistem atap kandang ayam broiler milik Bagus Farm adalah tipe atap A (atap dengan sudut lancip) dengan bahan atap yang terdiri dari rumbia dan asbes (Gambar 5). Penggunaan bahan atap kombinasi asbes dan rumbia dilakukan karena terkendala dana ketika proses awal dalam pembuatan kandang ayam broiler. Prabakaran (2003) menyatakan bahwa bahan asbes yang digunakan sebagai atap kandang akan berdampak sangat panas pada siang hari dan dingin pada malam hari. Oleh karena itu, atap berbahan asbes sangat cocok digunakan pada daerah beriklim dingin. Penggunaan bahan asbes dirasa kurang ekonomis karena harganya yang cukup mahal. Atap dari asbes tahan lama tetapi mahal. Selama musim panas, kandang dengan atap asbes akan tetap panas. Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berada di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Jumlah ayam yang dipelihara di kandang tersebut sebanyak ekor. Lokasi kandang peternakan ayam broiler tersebut berada di lereng Gunung Salak yang berbukit-bukit yang dikelilingi oleh lahan pertanian dan kolam ikan. Denah lokasi kandang peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Gambar 6. 21

35 Gambar 6. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang. Lokasi kandang ayam broiler ini dikelilingi oleh lahan pertanian dengan sistem terasering. Lahan pertanian yang di dominasi oleh pepaya dan umbi-umbian berada di sebelah Barat, Selatan, dan Timur kandang yang berjarak antara 2 hingga 6 m. Kolam ikan berada tepat di sebelah Barat dan Utara kandang ayam broiler. Sebelah Timur dan Timur Laut berbatasan dengan sawah dan pemukiman penduduk yang berjarak kurang lebih 200 m. Lokasi kandang ayam broiler tersebut sudah baik karena berada cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi timbulnya bau dan penyakit bagi penduduk sekitar. Pada lokasi ini juga terdapat tempat penggilingan padi yang berada di sebelah Timur Laut kandang ayam broiler. Posisi kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm membujur dari Utara ke Selatan (Gambar 7). Posisi kandang peternakan ayam broiler milik Ikhtiar Farm yang membujur dari Utara ke Selatan dinilai kurang baik. Posisi tersebut akan mengakibatkan peningkatan suhu udara di dalam kandang ayam broiler yang dapat membawa dampak negatif bagi ayam broiler berupa cekaman panas. Gambar 7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke Selatan. 22

36 Bangunan kandang ayam broiler tersebut menggunakan bahan bambu sebagai bahan utamanya. Kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm adalah sistem kandang panggung (Gambar 8). Gambar 8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Kandang dengan sistem panggung memiliki keunggulan dalam sirkulasi udara yang dapat masuk dari samping dan bawah kandang. Namun, kandang ini pun berisiko bagi ayam broiler terutama terhadap cedera kaki yang dikarenakan adanya celah-celah kecil pada bagian alas kandang. Menurut Kartasudjana (2001), kandang dengan sistem panggung memiliki beberapa keuntungan diantaranya keadaan lantai (alas kandang) akan selalu bersih karena kotoran langsung jatuh ke alas penampungan kotoran di bawah. Selain itu, sirkulasi udara lebih baik karena bagian alas kandang dapat di lewati angin. Atap kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm sepenuhnya menggunakan rumbia (Gambar 9). Atap berbahan rumbia pada dasarnya tidak dapat bertahan lama, mudah terbakar dan sering bocor. Bahan atap dengan rumbia sangat mudah rusak terutama oleh terpaan angin dan seringkali menjadi tempat tinggal hewan lain seperti tikus dan burung. Atap rumbia tergolong tidak menyerap panas dan menghantarkan panas. Atap dari rumbia lebih murah, membuat lingkungan menjadi lebih dingin selama musim panas tetapi tidak tahan lama (Prabakaran, 2003). 23

37 Gambar 9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menajemen pemeliharaan ayam broiler. Pakan dengan kualitas baik yang sesuai standar kebutuhan ayam broiler dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. Kandungan nutrien pakan yang diberikan pada ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 5. Kandungan nutrien pakan di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm secara keseluruhan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (BSN, 2011). Kandungan energi metabolisme dalam pakan di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg. Kandungan energi metabolisme ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pernyataan Bell dan Weaver (2002), yaitu kkal/kg dan NRC (1994), yaitu kkal/kg. Menurut Bell dan Weaver (2002), pakan dengan energi metabolisme yang lebih rendah akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Namun, besarnya energi metabolisme yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda tergantung dengan suhu udara lingkungan selama pemeliharaan. Berdasarkan data performa ayam broiler di dua lokasi peternakan (Tabel 6) menunjukkan bahwa konsumsi pakan di peternakan Ikhtiar Farm lebih sedikit (7.850 kg) jika dibandingkan dengan konsumsi pakan ayam di peternakan Bagus Farm (8.050 kg). Hal tersebut terjadi karena umur panen ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama bila dibandingkan umur panen ayam di peternakan Ikhtiar Farm. 24

38 Tabel 5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan Pada Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor Komponen Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm Ikhtiar Farm Standar (BSN, 2011) Air (%) Maks. 13 Abu (%) 4,9 5,3 Maks. 8 Protein Kasar (%) 21,1 22,7 Min. 15 Lemak Kasar (%) 6,6 6,8 Min. 3 Serat Kasar (%) 3,2 2,5 Maks. 6 Ca (%) 0,89 0,96 0,9-1,2 Energi Bruto (kkal/kg) 4.217, , Energi Metabolis (kkal/kg) , , / Nitrogen Bebas (%) 0,37 0,89 Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi (2010). 1 Hasil Perhitungan (EM = 0,725 x Energi Bruto) (NRC 1994), 2 NRC (1994), 3 Bell dan Weaver (2002) Performa Ayam Broiler Performa ayam broiler merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan keberhasilan selama pemeliharaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi performa ayam broiler diantaranya adalah manejemen pemeliharaan, bibit, pakan, dan kondisi lingkungan. Data performa ayam broiler di peternakan ayam broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 6. Kapasitas kandang ayam broiler pada dua lokasi penelitian adalah ekor. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan ayam broiler. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kebersihan lingkungan, sanitasi, peralatan, kandang, serta suhu udara lingkungan (North, 2000). Mortalitas ayam broiler yang dipelihara di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (700 ekor; 20%) dibandingkan dengan peternakan Ikhtiar Farm (60 ekor; 1,7%). Salah satu penyebab tingginya mortalitas ayam broiler di peternakan Bagus Farm ialah tingginya suhu udara pada siang hari yang mencapai 36,3 o C (Lampiran 4) yang menyebabkan cekaman panas. Cekaman panas merupakan 25

39 salah satu penyebab penurunan produksi di daerah tropis. Menurut Bell dan Weaver (2002) suhu udara nyaman bagi pertumbuhan ayam broiler adalah o C. Tabel 6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di Kabupaten Bogor Komponen Peternakan Ayam Broiler Standar 3 Satuan Bagus Farm 1 Ikhtiar Farm 2 Jumlah Populasi Ekor Mortalitas % 20* 1,7 - Umur Panen Hari Rataan Berat Panen kg/ekor 1,67 1,51 1,75 Konsumsi Pakan Kg FCR 1,76 1,54 1,54 Keterangan : 1 Bagus Farm (2010); 2 Ikhtiar Farm (2010) ; 3 Cobb Vantress (2008); * Kematian sebagian besar terjadi pada saat ayam berumur 29 hari hingga panen. Rataan berat panen ayam broiler di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (1,67 kg/ekor) bila dibandingkan dengan rataan berat panen ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (1,51 kg/ekor). Hal tersebut dikarenakan jumlah konsumsi pakan ayam di peternakan ayam broiler di Bagus Farm lebih besar (8.050 kg) bila dibandingkan dengan konsumsi pakan ayam peternakan ayam broiler di Ikhtiar Farm (7.850 kg). Perbedaan jumlah konsumsi pakan di kedua lokasi peternakan tersebut salah satunya terjadi karena faktor suhu udara. Menurut Suarjaya dan Nuriyarsa (1995), konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya suhu udara pada suatu lingkungan. Semakin tinggi suhu udara lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan berkurang. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suhu udara lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan bertambah. Tingginya konsumsi pakan di peternakan Bagus Farm (8.050 kg) juga terjadi karena lamanya umur panen. Umur panen ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama (32-33 hari) bila dibandingkan dengan umur panen ayam di peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari) sehingga masa pemberian pakan menjadi bertambah yang menyebabkan jumlah konsumsi pakan juga bertambah. Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler secara langsung akan mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi maka akan semakin banyak pula kotoran yang dihasilkan dengan bertambahnya umur ayam broiler. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa berat badan berbanding lurus dengan konsumsi pakan, makin tinggi berat badan makin 26

40 tinggi tingkat konsumsi. Menurut Rasyaf (1994), setiap minggu ayam mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Pertambahan berat badan ayam menyebabkan kebutuhan akan pakan dan minum bertambah. Begitu pula dengan produksi kotoran menjadi semakin banyak. Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) merupakan satuan untuk menghitung efisiensi pakan pada budidaya ayam broiler yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan sampai ayam dijual. Konversi pakan ayam di peternakan Ihktiar Farm lebih baik (1,54) bila dibandingkan dengan konversi pakan di peternakan Bagus Farm (1,76). Tingginya nilai konversi pakan di peternakan Bagus Farm menunjukkan kurangnya efisiensi pakan. Makin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin baik efisiensi penggunaan pakan (Sidadolog, 2001). Perbedaan konversi pakan yang terjadi di dua lokasi peternakan salah satunya disebabkan oleh tingkat mortalitas. Mortalitas yang tinggi akan menyebabkan nilai konversi pakan akan lebih tinggi dari standar. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler Manur ayam broiler terdiri atas kotoran dari usus besar dan urin dari ginjal, tersusun atas sisa pakan yang tidak dapat dicerna, sisa sekresi pencernaan, bakteri yang mati maupun yang hidup, garam-garam organik, sel-sel epitel yang telah rusak dan asam urat (North dan Bell, 1990). Kandungan manur ayam broiler di peternakan di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Komponen 1 Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm Ikhtiar Farm Kadar Air (%) 12,06 11,86 Abu (%) 11,3 12,6 Protein Kasar (%) 33,72 30,88 Lemak Kasar (%) 5,2 3,04 Serat Kasar (%) 17,33 11,87 Gross Energi (kkal/kg) 3718, ,11 Nitrogen Bebas (%) 0,89 0,53 Jumlah Manur (kg) b 2.817, ,5 Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi 1 Berdasarkan % BK; 2 Jumlah Manur = Jumlah Konsumsi Pakan X 35% (Bell dan Weaver, 2001). 27

41 Kadar protein kasar dalam manur di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (33,72%) jika dibandingkan dengan kadar protein kasar dalam manur di peternakan Ikhtiar Farm (30,88%). Tingginya kadar protein kasar dalam manur di peternakan Bagus Farm dipengaruhi oleh penggunaan litter sebagai alas kandang yang bercampur dengan kotoran. Litter berfungsi membantu penyerapan air yang ada pada kotoran yang basah. Jika kualitas dan kuantitas litter kurang baik maka akan menyebabkan manur basah. Kondisi litter yang basah dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba diantaranya mikroba perombak protein. Kondisi ini tentu saja akan mendukung perombakan protein oleh mikroba. Tingginya kadar protein kasar pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm diduga dapat mengakibatkan semakin banyak jumlah protein yang dapat dirombak oleh mikroba yang salah satunya menjadi gas H 2 S. Muller (1980) menyatakan bahwa manur ayam broiler biasanya mengandung protein kasar 30% dengan kisaran antara 18%-40%, dari jumlah tersebut 37%-45% merupakan protein murni, 28%-55% asam urat, 8%- 15% ammonia, 3%-10% urea dan nitrogen lainnya. Kandungan nitrogen bebas pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing adalah 0,89% dan 0,53%. Malone (1992) menyatakan bahwa total N pada kotoran ayam broiler yaitu 0,89%-5,80% dengan kandungan rata-rata 2,94%. Perkiraan jumlah manur ayam broiler selama pemeliharaan di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (2.817,5 kg) bila dibandingkan dengan jumlah manur di peternakan Ikhtiar Farm (2.747,5 kg). Hal ini dikarenakan karena periode pemeliharaan ayam broiler yang di peternakan Bagus Farm lebih lama dibandingkan dengan periode pemeliharaan ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm. Jumlah nutrien akan dirubah oleh mikroba menjadi gas-gas beracun. Kandungan nitrogen pada manur yang terdapat di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (0,89%) bila dibandingkan dengan kandungan nitrogen pada manur di peternakan Ikhtiar Farm (0,53%). Hal tersebut memungkinkan terjadinya perombakkan nitrogen yang lebih besar oleh mikroba di peternakan Bagus Farm yang menghasilkan gas NO 2. Menurut NRC (2003), kotoran ayam diyakini dapat menyebabkan emisi NO secara langsung. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO 2 (Pohan, 2002). Sehingga secara tidak langsung kotoran ayam broiler dapat menghasilkan emisi gas NO 2 melalui proses denitrifikasi. Kandungan debu di 28

42 peternakan unggas umumnya berasal dari pakan dan kotoran (Casey et al., 2006). Sehingga banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkan dan secara langsung akan mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan dari suatu peternakan. Lingkungan Mikroklimat Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler. Lingkungan yang baik sangat diperlukan bagi ayam broiler untuk memperoleh performa yang optimal. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performa ayam broiler diantaranya adalah ketinggian lokasi, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin. Ketinggian Lokasi Peternakan Bagus Farm terletak pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 170 m dpl sedangkan peternakan Ikhtiar Farm terletak pada daerah dataran sedang dengan ketinggian 520 m dpl. Menurut Widodo (2010) lokasi peternakan pada ketinggian 600 m dpl paling cocok untuk pertumbuhan ayam broiler karena dapat memberikan rasa nyaman. Ketinggian lokasi kandang di peternakan Bagus Farm yang tidak sesuai dengan ketinggian ideal peternakan ayam broiler dapat menyebabkan ayam broiler mengalami cekaman panas karena suhu udara yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi performa ayam broiler. Menurut Lakitan (1994), setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu udara akan berkurang antara 0,5-0,6 o C. Sehingga pada dataran rendah suhu udara akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada suhu udara di dataran sedang. Ketinggian lokasi kandang ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (520 m dpl) dapat memberikan performa yang lebih baik bagi ayam broiler (Tabel 6). Hal ini disebabkan karena kisaran suhu dalam kandang di Ikhtiar Farm lebih rendah (25,9-27,8 o C) dibandingkan dengan kisaran suhu dalam kandang di Bagus Farm (26,7-28,2 o C). Hasil penelitian Suarjaya dan Nuriyasa (1995) juga menunjukkan bahwa performa ayam yang dipelihara di dataran sedang (300 m dpl) lebih baik dari pada ayam yang dipelihara di dataran rendah (50 m dpl). Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai konversi pakan yang dipelihara pada ketinggian 50 m dpl lebih 29

43 tinggi bila dibandingkan dengan nilai konversi pakan ayam yang diperlihara pada ketinggian 300 m dpl. Suhu Udara Rataan suhu udara harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm, dan (b) Ikhtiar Farm. Suhu udara berpengaruh secara langsung terhadap produktivitas, kenyamanan dan proses fisiologis dalam tubuh ternak. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Kisaran suhu udara di dalam dan di luar kandang peternakan ayam broiler Bagus Farm masing-masing adalah 26,8-28,2 o C dan 27,7-29,6 o C. Kisaran suhu udara di dalam dan di luar kandang peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 25,6-27,0 o C dan 25,9-27,9 o C. Kisaran suhu udara di dalam kandang peternakan ayam broiler Bagus Farm dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara optimal yang diperlukan oleh ayam broiler. Menurut Baziz et al. (1996), suhu udara lingkungan termonetral untuk ayam adalah o C. Pada suhu udara termonetral inilah ayam broiler akan berproduksi optimal. Pemeliharaan ayam broiler pada suhu udara lingkungan di atas 21 o C mengakibatkan ayam mengalami cekaman panas. 30

44 Tingginya kisaran suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm (Gambar 10) terjadi karena penggunaan atap kandang berbahan asbes yang dapat menyerap dan memantulkan panas ke dalam kandang ayam broiler. Selain itu, tingginya suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm disebabkan lokasi kandang yang berada di daerah dataran rendah yang memiliki suhu udara lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu udara di dataran sedang. Suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang tinggi akan mengakibatkan cekaman panas terhadap ayam broiler. Cekaman panas dapat mengakibatkan ayam mudah terserang penyakit, kematian meningkat, dan pertumbuhan menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh mortalitas yang lebih tinggi di peternakan Bagus Farm (20%) bila dibandingkan dengan mortalitas di peternakan Ikhtiar Farm (1,7%). Cekaman panas juga dapat menyebabkan penurunan jumlah konsumsi pakan yang mengakibatkan performa ayam menurun. Nova (2008) menyatakan bahwa penurunan konsumsi pakan akan menurunkan berat ayam broiler sehingga performa ayam broiler yang dicapai kurang optimal. Kelembaban Udara Kelembaban udara yang baik diperlukan dalam memelihara ayam broiler. Kelembaban udara rataan harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Gambar 11. Gambar 11. Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm, dan (b) Ikhtiar Farm. 31

45 Kisaran kelembaban udara di dalam dan di luar kandang di peternakan ayam broiler Bagus Farm masing-masing adalah 81%-92% dan 77%-87%. Kisaran kelembaban udara di dalam dan di luar kandang di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm masing-masing adalah 70% 85% dan 67%-84%. Borges et al. (2004) menyatakan bahwa kelembaban udara optimum untuk pertumbuhan ayam broiler berkisar antara 50%-70%. Menurut BPS (1992), ayam broiler akan terkena stress apabila kelembaban udaranya terlalu tinggi yaitu diatas 70%. Kisaran kelembaban udara kandang di peternakan ayam broiler Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran kelembaban udara di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm (Gambar 11). Tingginya kisaran kelembaban udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm terjadi karena pengaruh suhu udara yang tinggi akibat penggunaan atap berbahan asbes dan lokasi kandang yang berada di dataran rendah. Menurut Borges et al. (2004), tingkat kelembaban udara bervariasi menurut suhu udara. Semakin hangat suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung. Semakin rendah suhu udara, semakin sedikit jumlah uap air yang dapat ditampung. Tingginya kelembaban udara di peternakan ayam broiler di Bagus Farm akan menyebabkan stres yang dapat menurunkan konsumsi pakan yang berpengaruh terhadap menurunnya performa ayam broiler (Tabel 6). Kecepatan dan Arah Angin Kecepatan dan arah angin yang baik diperlukan dalam memelihara ayam broiler. Kecepatan dan arah angin harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu. Hari ke- Kecepatan Angin (m/s) Arah Angin Dominan Bagus Farm Ikhtiar Farm Bagus Farm Ikhtiar Farm 22 0,9 0,6 Selatan Utara 23 1,0 1,2 Selatan Utara 24 1,3 0,4 Tenggara Selatan 25 1,3 0,9 Utara Utara 26 0,8 3,3 Selatan Utara 27 1,5 0,9 Timur Laut Selatan 28 1,0 0,9 Timur Laut Selatan 32

46 Kecepatan angin di sekitar kandang ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing berkisar 0,8-1,5 m/detik. dan 0,4-3,3 m/detik. Menurut DEFRA (2005), kecepatan angin di daerah beriklim tropis untuk ayam broiler minimal 1,0 m/s dengan kisaran 1,0-1,5 m/s. Arah angin dominan di peternakan Bagus Farm mengarah dari Utara ke Selatan dan Timur Laut. Lokasi peternakan Bagus Farm yang berada di dataran rendah dengan hamparan luas membuat angin bergerak hampir ke semua arah sehingga tidak dapat menentukan secara pasti arah datang dan tujuan angin. Arah angin dominan yang mengarah dari Utara akan langsung masuk melewati kandang karena di sebelah Utara kandang ayam broiler di peternakan Bagus Farm tidak adanya kanopi yang dapat digunakan sebagai wind break. Arah angin dominan di peternakan Ikhtiar Farm menuju arah Utara yaitu menuju ke arah lahan pertanian. Hal ini dikarenakan posisi kandang yang berada di antara pegunungan dan lembah. Sebelah Utara kandang merupakan daerah pegunungan dan sebelah Selatan merupakan daerah lembah. Hal itu menyebabkan kandang dilalui oleh angin lokal yaitu angin lembah menuju pegunungan. Lakitan (1994) menyatakan bahwa siang hari yang cerah, bagian puncak gunung akan menerima lebih banyak radiasi matahari sehingga suhu udara menjadi lebih tinggi dan angin akan berhembus dari lembah ke arah puncak gunung. Kadar H 2 S Kadar H 2 S, NO 2, dan Debu di Peternakan Ayam Broiler Hasil pengukuran konsentrasi H 2 S pada dua lokasi peternakan ayam broiler ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Kadar H 2 S di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm Peternakan Satuan Baku Mutu* D U K Bagus Farm (B) ppm 0,02 0,0068 0,0014 0,0122 Ikhtiar Farm (I) ppm 0,02 0,0067 < 0,001 0,0013 Keterangan : *KLH (1996), D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang, U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang Hasil pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar H 2 S di dua lokasi peternakan ayam broiler pada titik D, U, dan K berada di bawah standar baku mutu Keputusan 33

47 MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996. Hal ini menunjukkan bahwa kadar H 2 S yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada pada batasan aman dalam waktu 1 jam. Casey et al. (2006) menyatakan bahwa kadar H 2 S pada konsentrasi sekitar 30 ppb (0,03 ppm) dapat dideteksi oleh lebih dari 80% masyarakat. The U. S. OSHA (2005) telah menetapkan bahwa 10 ppm merupakan batas untuk paparan gas H 2 S di luar ruangan pada waktu pengukuran 8 jam untuk melindungi kesehatan para pekerja. Wheeler et al. (2008) menyatakan bahwa batas H 2 S yang ditetapkan adalah sebesar 45 kg/hari (0, ppm/hari) dari suatu usaha peternakan. Apabila kadar H 2 S melebihi standar baku mutu, gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan juga dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004). Kadar H 2 S di peternakan Bagus Farm adalah 0,0014 0,0122 ppm. Kadar H 2 S terendah di peternakan Bagus Farm diperoleh pada titik U B sebesar 0,0014 ppm dan kadar H 2 S tertinggi diperoleh pada titik K B sebesar 0,0122 ppm. Kadar H 2 S di peternakan Ikhtiar Farm adalah <0,001 0,0067 ppm. Kadar H 2 S terendah di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik U I sebesar <0,001 dan kadar H 2 S tertinggi diperoleh pada titik D I sebesar 0,0067 ppm. Rata-rata kadar H 2 S di peternakan Bagus Farm pada titik K B adalah 3,486 x 10-6 ppm/ekor sedangkan ratarata kadar H 2 S di peternakan Ikhtiar Farm pada titik K I adalah 3,714 x 10-7 ppm/ekor.. Kadar H 2 S tertinggi di peternakan Bagus Farm pada titik K B (di dalam kandang) diantaranya diduga disebabkan oleh manur ayam broiler yang mengandung protein yang lebih tinggi (33,72%) dibandingkan dengan kadar protein manur di peternakan Ikhtiar Farm (30,88%) (Tabel 7). Kehadiran mikroba dapat mengurai protein menjadi asam amino. Asam amino yang mengandung sulfur seperti sistein dan metionin akan dipecah menjadi komponen sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas H 2 S. Mikroba yang dapat menghasilkan gas H 2 S biasanya mikroba yang berasal dari genus Desulfovibrio. Proses pemecahan bahan organik yang mengandung sulfur disebut putrefaction (Darwis dan Said, 1988). Tingginya kadar H 2 S di peternakan Bagus Farm juga disebabkan oleh kondisi alas kandang, yaitu sekam bercampur dengan kotoran ayam broiler yang basah 34

48 (kadar air 12,6%). Alas kandang yang basah secara tidak langsung akan meningkatan kelembaban udara sehingga akan mempermudah mikroba untuk memproduksi gas H 2 S. Hal tersebut ditambah dengan kondisi kelembaban udara harian pada saat pengukuran sebesar 90% yang mengakibatkan kondisi di dalam kandang lembab. Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroba yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba aerobik akan menurun dan akan terjadi fermentasi manur oleh mikroba anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Suhu udara di dalam kandang di peternakan Bagus Farm pada saat pengukuran sebesar 32,4 o C. Suhu udara yang tinggi di dalam kandang tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pemakaian atap kandang berbahan asbes. Suhu udara yang tinggi tersebut dapat membantu pembentukkan emisi gas di udara termasuk gas H 2 S. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Soedomo (2001) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu udara dapat membantu perubahan suatu pencemar. Kecepatan angin juga memegang peranan dalam jarak dari pengangkutan dan penyebaran pencemar. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991). Kadar H 2 S tertinggi di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik D I (di luar kandang) yaitu sebesar 0,0067 ppm (Tabel 9). Kondisi ini karena pengaruh dari kecepatan angin yang datang menuju titik D I berasal dari dalam kandang yang merupakan sumber emisi. Angin ini secara langsung akan membawa gas-gas yang dihasilkan dari dalam kandang peternakan ayam broiler menuju titik D I (di luar kandang). Pencemaran udara dapat dihamburkan atau dihindari oleh adanya angin dan besar pencemar tersebut di endapkan di tempat lain (Tjasyono, 2004). Tingginya kadar H 2 S di titik D I juga dipengaruhi juga oleh kelembaban udara. Rataan kelembaban udara harian pada saat pengukuran gas H 2 S sebesar 80%. Kelembaban udara lebih atau sama dengan 80% di suatu daerah meningkatkan kadar emisi gas (Soedomo, 2001). Kecepatan angin yang rendah tidak mampu mengurangi hawa panas yang ada. Selain itu, kecepatan angin mempengaruhi evaporasi (Ansari, 2008). 35

49 Kadar H 2 S di peternakan Ikhtiar Farm pada titik U I (<0,001 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan K I dan D I. Titik U I merupakan titik awal masuknya angin dari luar kandang peternakan ayam broiler. Rendahnya kadar H 2 S pada titik tersebut memberikan pengaruh yang baik ketika angin dari titik U I masuk melewati kandang. Kadar H 2 S pada titik U I yang menunjukkan nilai kisaran (<0,001 ppm) karena alat yang digunakan dalam penelitian tidak mampu mendeteksi kadar di bawah 0,001 ppm. Secara keseluruhan, kadar H 2 S pada peternakan ayam broiler di peternakan Bagus Farm memiliki kadar H 2 S lebih tinggi dibandingkan dengan kadar H 2 S di peternakan Ikhtiar Farm. Hal tersebut diantaranya dikarenakan faktor suhu udara dan kelembaban udara kandang yang tinggi. Rataan suhu udara harian yang tinggi di peternakan Bagus Farm mencapai 29,6 o C disebabkan karena penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang. Penggunaan bahan asbes memungkinkan dapat menyerap panas dari sinar matahari langsung yang kemudian dapat meningkatkan suhu udara di dalam kandang. Menurut Luthfianto (2009), tingkat penyerapan panas pada bahan atap asbes mencapai 70%. Tingginya tingkat penyerapan panas pada bahan atap asbes menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang. Selain itu, ketinggian lokasi di di peternakan Bagus Farm sebesar 170 m dpl (dataran rendah) dapat menyebabkan tingginya suhu udara lingkungan di sekitar lokasi kandang. Kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian (Rasyaf, 1994). Semakin rendah suatu dataran maka semakin tinggi suhu udara lingkungan. Kelembaban udara dapat mempengaruhi aktivitas mikroba dalam memproduksi gas H 2 S. Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroba yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Tingginya rataan kelembaban udara harian yang mencapai 92% di peternakan Bagus Farm diantaranya dikarenakan kondisi manur yang basah. 36

50 Kadar NO 2 pada Tabel 10. Hasil pengukuran terhadap kadar NO 2 pada lokasi penelitian ditunjukkan Tabel 10. Hasil Pengukuran NO 2 di Peternakan Ayam Broiler Lokasi Satuan Baku Mutu* D U K Bagus Farm (B) µg/m (1 jam) 6, ,129 6,73 Ikhtiar Farm (I) µg/m (1 jam) 4,6290 3,968 3,949 Keterangan : *PP (1999), D = Titik di dalam kandang setelah angin melewati kandang, U = Titik di dalam kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang Gas NO 2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan terutama gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan keracunan apabila konsentrasinya melebihi batas ambang normalnya (Casey et al., 2006). Kadar NO 2 di dua lokasi peternakan ayam broiler pada titik D, U, dan K berada di bawah standar baku mutu Keputusan MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996. Hal ini menunjukkan bahwa kadar NO 2 yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada pada batasan aman dalam waktu 1 jam. Kriteria pencemar berdasarkan Standar Kualitas Udara Ambient US EPA untuk NO 2 adalah 0,053 ppm (100 μg/m 3 ) (US EPA, 2004). Kadar NO 2 di peternakan Bagus Farm adalah 6,042 10,129 µg/m 3. Kadar NO 2 terendah di peternakan Bagus Farm diperoleh pada titik D B sebesar 6,042 µg/m 3 dan kadar NO 2 tertinggi diperoleh pada titik U B sebesar 10,129 µg/m 3. Kadar NO 2 di peternakan Ikhtiar Farm adalah 3,949 4,629 µg/m 3. Kadar NO 2 terendah di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik K I sebesar 3,949 µg/m 3 dan kadar NO 2 tertinggi diperoleh pada titik D I sebesar 4,629 µg/m 3. Rata-rata kadar NO 2 di peternakan Bagus Farm pada titik K B adalah 1,923 x 10-3 µg/m 3 /ekor sedangkan ratarata kadar NO 2 di peternakan Ikhtiar Farm pada titik K I adalah 1,128 x 10-3 µg/m 3 /ekor.. Kadar NO 2 tertinggi di peternakan Bagus Farm pada titik U B sebesar 10,129 µg/m 3 disebabkan karena pengaruh suhu udara pada saat pengukuran yaitu 35,1 o C. Suhu udara yang tinggi tersebut dapat membantu pembentukkan suatu emisi di udara 37

51 termasuk gas NO 2. Tingginya kadar senyawa NOx disebabkan karena tingginya kadar oksigen ditambah dengan tingginya suhu udara (Robert, 1993). Tingginya kadar NO 2 di peternakan Bagus Farm pada titik U B disebabkan karena terdapatnya area persawahan yang banyak mengandung unsur nitrogen akibat penggunaan pupuk kandang. Unsur nitrogen tersebut kemudian akan bereaksi dengan oksigen membentuk NO 2. Tingginya kadar NO 2 pada titik U B akan membawa pengaruh yang kurang baik bagi ayam broiler karena kadar NO 2 yang tinggi pada titik tersebut nantinya akan dibawa oleh angin menuju kandang. Kadar NO 2 tertinggi di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik D I sebesar 4,629 µg/m 3 disebabkan oleh kecepatan angin. Angin yang datang dengan kecepatan (0,9 m/s) menuju titik D I berasal dari dalam kandang yang merupakan sumber emisi. Angin ini secara langsung akan membawa gas NO 2 yang dihasilkan dari dalam kandang peternakan ayam broiler menuju titik D I. Angin memiliki peranan dalam penyebaran emisi seperti distribusi pencemar sehingga konsentrasi pencemar akan berkurang (Sastrawijaya, 1991). Kadar NO 2 secara keseluruhan pada dua lokasi penelitian menunjukkan bahwa kandang di peternakan Bagus Farm memiliki kadar NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan kandang di peternakan Ikhtiar Farm. Hal tersebut diantaranya dikarenakan faktor suhu udara tinggi yang dapat menguapkan gas NO 2 dari dalam tanah maupun alas kandang (litter) ke udara. Tingginya suhu udara kandang di peternakan Bagus Farm yang mencapai 28,20 o C disebabkan karena penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang. Bahan asbes dapat menyerap panas dari sinar matahari yang kemudian dapat meningkatkan suhu udara di dalam kandang. Menurut Depdiknas (2001), atap dari asbes mempunyai daya pantul dan penghantar panas yang baik. Tingginya kadar nitrogen pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm (0,89%) bila dibandingkan dengan manur ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (0,53%) diduga dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukkan gas NO 2 oleh mikroba yang lebih tinggi pada peternakan Bagus Farm (10,129 µg/m 3 ) dibandingkan dengan peternakan Ikhtiar Farm (4,6290 µg/m 3 ). Selain itu, ketinggian lokasi di peternakan Bagus Farm yang berada di dataran rendah dapat menyebabkan tingginya suhu udara lingkungan sekitar lokasi kandang. Menurut 38

52 Soedomo (2007), semakin rendah suatu dataran maka semakin tinggi suhu udara lingkungan. Kadar Debu Hasil pengukuran terhadap kadar debu pada lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 11. Kadar debu di dua lokasi peternakan ayam broiler pada titik D, U, dan K berada di bawah standar baku mutu PP RI No.41 Tahun Hal ini menunjukkan bahwa kadar debu yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada pada batasan aman selama 24 jam. Menurut Leeson dan Summers (2000), rataan kadar debu pada peternakan unggas dewasa sekitar 2-5 mg/m 3 ( µg/m 3 ), dimana pada kadar tersebut berkontribusi pada masalah pernafasan pada peternakan dan sekitarnya. Tabel 11. Hasil Pengukuran Debu di Peternakan Ayam Broiler Lokasi Satuan Baku Mutu* D U K Bagus Farm (B) µg/m (24 jam) 13, ,146 31,533 Ikhtiar Farm (I) µg/m (24 jam) 11, ,529 28,377 Keterangan : *RI (1999), D = Titik di dalam kandang setelah angin melewati kandang, U = Titik di dalam kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang Debu dalam peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006). Kadar debu di peternakan Bagus Farm adalah 13,616 31,533 µg/m 3. Kadar debu terendah di peternakan Bagus Farm diperoleh pada titik D B sebesar 13,616 µg/m 3 dan kadar debu tertinggi diperoleh pada titik K B sebesar 31,533 µg/m 3. Kadar debu pada peternakan ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm adalah 11,683 28,377 µg/m 3. Kadar debu terendah di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik D B sebesar 11,683 µg/m 3 dan kadar debu tertinggi diperoleh pada titik K B sebesar 28,377 µg/m 3. Rata-rata kadar debu di peternakan Bagus Farm pada titik K B adalah 9,009 x 10-3 µg/m 3 /ekor sedangkan rata-rata kadar debu di peternakan Ikhtiar Farm pada titik K B adalah 8,108 x 10-3 µg/m 3 /ekor.. Tingginya kadar debu di peternakan Bagus Farm pada titik K B disebabkan karena adanya transportasi pakan, pengaruh sekam dan kotoran kering, dan 39

53 pengunaan bahan asbes sebagai atap kandang. Selain itu, tingginya kadar debu di peternakan Bagus Farm disebabkan pada saat pengukuran lingkungan sekitar kandang seperti lahan pertanian berada pada kondisi kering atau tandus. Lahan tandus tersebut di sekitar kandang diyakini dapat mempengaruhi kadar debu ketika pengukuran. Kadar debu pada titik D B menunjukkan nilai yang rendah dibandingkan titik lainnya. Hal ini terjadi karena angin pada saat pengambilan kualitas udara menyebarkan debu ke berbagai arah sehingga debu tidak menuju satu titik. Selain itu, pada lokasi tersebut terdapat tanaman jambu yang memiliki tinggi sekitar 2 meter yang diduga dapat menyerap partikel debu sehingga kadar debu pada titik D B memiliki konsentrasi yang rendah. Menurut Taihuttu (2001), tanaman berperan sebagai penampung bahan pencemar yang ada di udara karena tanaman dapat mengendapkan bahan pencemar. Kadar debu tertinggi di peternakan Ikhtiar Farm pada titik K B terjadi dikarenakan pada saat terakhir pengambilan kualitas udara terhadap debu, terjadi aktivitas pemindahan tanah oleh warga secara tiba-tiba (Lampiran 3). Walaupun aktivitas pemindahan tanah pada saat itu tidak terlalu banyak, namun hal tersebut diduga mempengaruhi jumlah kadar debu di udara. Selain itu, posisi aktivitas tersebut sejajar dengan tempat pengambilan kualitas udara dan arah anginnya menuju tempat pengambilan kualitas sehingga mempengaruhi pengukuran kualitas udara. Secara keseluruhan, kandang di peternakan Bagus Farm menghasilkan kadar debu lebih tinggi dibandingkan dengan kandang di peternakan Ikhtiar Farm (Tabel 4). Hal tersebut diantaranya dikarenakan penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang. Penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang dapat meningkatkan kadar debu. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Wardhana (2001) yaitu, asbes merupakan sumber debu. Debu asbes berupa partikel-partikel asbes yang berterbangan di udara. Kadar debu yang lebih tinggi di peternakan Bagus Farm juga disebabkan oleh banyaknya debu yang berasal dari sisa akumulasi pakan dimana hal tersebut dikarenakan jumlah pakan yang dikonsumsi ayam di peternakan Bagus Farm lebih banyak (8.050 kg) dibandingkan dengan konsumsi pakan ayam di peternakan Ikhtiar Farm (7.850 kg). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Secru (2002) yaitu, 40

54 besarnya jumlah pakan yang masuk akan meningkatkan akumulasi sisa pakan dimana pakan merupakan salah satu sumber debu dalam suatu peternakan. Rataan kelembaban udara yang lebih rendah (67%-84%) di peternakan Ikhtiar Farm dibandingkan dengan rataan kelembaban udara di peternakan Bagus Farm (77%-87%) dapat menyebabkan jumlah debu berkurang. Menurut Leeson dan Summers (2000), produksi debu akan lebih tinggi pada kelembaban udara yang rendah. Kelembaban udara relatif 40%, produksi gas per ekor ayam mendekati 100 mg/hari sedangkan ketika kelembaban udaranya 70%, produksi debu menurun separuhnya, yaitu 50 mg/hari. 41

55 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kadar H 2 S, NO 2 dan debu di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada di bawah standar baku mutu udara ambien. 2. Kandang di peternakan Ikhtiar Farm yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 520 m dpl menghasilkan kadar H 2 S, NO 2 dan debu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan di peternakan Bagus Farm yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian 170 m dpl. 3. Kondisi lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, dan ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan kondisi sekitar kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang) dapat mempengaruhi kadar H 2 S, NO 2 dan debu di kedua lokasi penelitian. Saran Penelitian lanjutan mengenai kadar H 2 S, NO 2 dan debu dari suatu peternakan ayam broiler perlu dilakukan. Hal ini berguna untuk mendapatkan data kadar H 2 S, NO 2 dan debu dari peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor yang lebih lengkap. 42

56 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga beserta para sahabatnya. Penulis ingin memberikan penghargaan tertinggi dengan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda Sulistyowati dan Ayahanda Totok Hariyono atas kasih sayang dan didikannya yang telah diberikan selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis Figian Denea Rolla dan Muhammad Nabil Keint Aldyda atas kasih sayang keluarga serta dukungan yang tiada henti. Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc sebagai pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt., MSc. Agr. sebagai pembimbing utama dan Ibu Ir. Siti Badriyah R, MSi. sebagai pembimbing anggota atas bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan proposal, penelitian, seminar, penyusunan skripsi dan nasehat-nasehatnya selama ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ahmad Yani, S.Tp, MSi. sebagai pembahas seminar dan penguji sidang, Ibu Ir. Widya Hermana, MSi. sebagai penguji siding dan Ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi sebagai panitia sidang atas kritikan, masukan, dan saran yang telah diberikan. Terima kasih banyak kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah memberi banyak bimbingan selama di Fakultas Peternakan atas nasehat dan ilmu yang telah diberikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pemilik Ikhtiar Farm dan Bagus Farm yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Asep Ginanjar, Fitriana Ayu, Femi Wahyuni, yang telah menjadi sahabat penulis. Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Puput Yanita Senja atas bantuan dan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada Bagus Widiatmoko sekeluarga atas segala bantuan dan nasehatnya. Terima kasih kepada keluarga besar Koperasi Mahasiswa IPB dan IPTP 43 atas pengalaman dan kenangan terindah yang telah diberikan selama di Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2011 Penulis 43

57 DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F Kesehatan Lingkungan Kerja Lingkungan Fisik dalam Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ansari Konsep Dasar Klimatologi. Modul Pelatihan Pemanfaatan Informasi Iklim di Perkebunan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung. Ariens, E., J. Enni, & A. M. M Simonis Toksikologi Umum: Suatu Pengantar. Gajah Mada Univ. Press, Yogyakarta. Baziz, E. A, C. W. Beard, & B. W. Mitchell Infuence of environmental temperature on the serologic responses of broiler chickens to inactivated and viable Newcastle Disease vaccine. American Association of Avian Pathologists. Inc. Avian Disease 31(2). Bell, D. D. & W. D. Weaver Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5 th Edition. Spinger Science Bussiness Inc. Springing Street, New York. Borges, S. A., F. D Sillva, A. M. Aiorka, D. M. Hooge, & K. R. Cummings Effects of diet and cyclic daily heat stress on electrolyte, nitrogen and water intake, excretion and retention by colostomized male broiler chickens. J. Poultry Sci. 3 : [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia. Statistical Year Book of Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik Data Populasi Ayam Nasional. Badan Pusat Statistik, Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Analisis Kualitas Udara Ambien Partikel Debu (TSP). SNI Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara. SNI Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. [BSN]. Badan Standarisasi Nasional Pakan Bibit Induk (Parent Stock) Ayam Ras Tipe Pedaging-Bagian 3: Grower. SNI :2011. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Cahyono, B Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler), Penerbit Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Casey, K. D., J. R. Bicudo, D. R Schimidt, A. Singh, S. W. Gay, R. S. Gates, L. D. Jacobson, & S.J Haff Air quality and emission from livestock and poultry production waste management system in animal agriculture and the environment. National Centre for Manure and Animal Waste Management White Paper. Pp

58 Charles, R. T. & B. Hariono Pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan dan pengelolaannya. Bull. FKG-UGM.X(2): Darwis, A. A. & E. G. Said Teknologi Fermentasi. Rajawali Press dan Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Bogor. [DEFRA] Department for Environment, Food, and Rural Affairs Heat Stress in Poultry (Solving The Problem). Defra Publications, London. [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional Teknik Budidaya Ternak. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta, Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian Surat Keputusan Menteri Pertanian, SK Mentan No. 752/Kpts/OT.210/10/94,21 Oktober Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian Surat Keputusan Menteri Pertanian, SK Mentan No. 237/Kpts/RC.410/1991. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. [Ditjenak] Direktorat Jendral Peternakan Statistik Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. Fontenot, J. P., W. Smith, & A. L. Sutton Altenatif utilization of animal waste, J. Anim. Sci. 57: Griffm, A. M., R. A. Renemar, F. E. Robinson, & M. J. Zuidhof, The influence of rearing light period and the use of broiler or broiler breeder diets on forty two day body weight, fleshing, and flock uniformity in broiler stocks. Journal of Applied Poultry Research. 14(2): Hasan, M. I Pokok-Pokok Materi Statistik I (Statistik Deskriptif). Bumi Aksara, Jakarta. Hasnaeni, B Fungsi pengaman dan estetika jalur hijau jalan (studi kasus di Jalan Pajajaran Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hawlider, M. A. R. & S. P. Rose The response of growing male and female broiler chickens kept at different temperature to dietary energy concentration feed form. J. Animal Feed Sci. and Technol. 39: Kartadisastra, H. F Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta. Kartasudjana, R Teknik Produksi Ternak Unggas. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup Baku Mutu Udara Ambien. [18 April 2010]. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup Baku Mutu berdasarkan Kep Men 50 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta. 45

59 [KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup Memprakirakan Dampak Lingkungan : Kualitas Udara. Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Kumar S, & T. D. Biswar Biomass production from different animal excreta. J. Indian Agr. Sci. 51: Kurniawan, D Bahaya Cemaran Udara bagi Kesehatan Paru Tenaga Kerja. J. Masalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja 4: Kusuma, I. G. B. W Alat Penurunan Emisi Gas Buang. Makara Teknologi, Bali. Lakitan, B Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Leeson S. & J. D. Summers Commercial Poultry Nutrition. 3 rd Ed. University Books, Canada. Lodge, J. P Methods of Air Sampling and Analysis. CRC Press Inc., Florida. Luthfianto, L. A Perbaikan Sistem Ventilasi Kandang Broiler (Studi Kasus di Peternakan Broiler, Desa Saradula, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Tehnik dan Manajemen Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran, Bandung. Malone, G. W Nutrient enrichment in integrated broiler production system. J. Poultry Sci. 71: Martin, R. W., J. R. Mihelcic, & J. C. Crittenden Design and performance characterization strategy using modeling for biofiltration control of odorous hydrogen sulfide. J. Air Waste Manage. Assoc. 54: 834. Ministry of Environment & National Defense University Poultry Rearing. Ministry of Environment & National Defense University, Maurilins. Mukono, H. J Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Universitas Airlangga Press, Surabaya. Muller, Z. O Feed from Animal Waste : State of Knowledge. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Neigburger, M Memahani Lingkungan Atmosfer Kita. Terjemahan Ardino Purbu. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung. North, M. O Commercial Chicken Production Manual. 2 nd Ed. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. North, M. O. & D. D. Bell Commercial Chicken Production Manual. 4 th Ed. Avi Publishing Company Inc. Van Norstrand Reinhold, New York. 46

60 Nova, K Pengaruh perbedaan persentase pemberian pakan antara siang dan malam hari terhadap performa Broiler Strain CP 707. Animal Production 10: [NRC] National Research Council Nutrient Requirement of Poultry. 9 th Revised Edition. National Academy Press, Washington DC. [NRC] National Research Council Air Emmision from Animal Feeding Operation. National Academy Press, Washington DC. [OSHA] Occupational Safety and Health Administration Hydrogen Sulfide. U.S. Department of Labour. [ 28 April 2010]. Patra, A. D Pengaruh jenis vegetasi dan suhu lingkungan terhadap penyerapan polutan gas NO 2. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pauzenga Animal production in the 90 s in harmony with nature, a case study in the Nederlands. In: Biotechnology in the Feed Industry. Proc. Alltech s Seventh Annual Symp. Nicholasville. Kentucky. Pohan, N Pencemaran Udara dan Hujan Asam. Laporan Penelitian. Program Studi Tehnik Kimia. Fakultas Tehnik. Universitas Sumatera Utara, Medan. Praja, M Gas Penyebab Emisi Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Prabakaran, R Good practices in planning an management of integrated commercial poultry poultry production in South Asia. Food and Agricultural Organization of the United Nation, Rome. Prawirowardoyo, S Meteorologi. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung. Rab, H. T Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates, Jakarta. Rao, Q. S. V., D. Nagalashmi, & V. R. Redy, Feeding to Minimize Heat Stress. Poultry International 41: 7. Rasyaf, M Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. [RI] Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Republik Indonesia, Jakarta. [RI] Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Republik Indonesia, Jakarta Robert, B Fundamental of Analysis and Control. Associated Professor Clarkson University, New Jersey. Rosenberg, N. J Microclimate: the biological environment. John Wiley & Sons, New York. 47

61 Ryak, R On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service, New York. Salim, E Green Company. PT. Astra Internasional Tbk., Jakarta Sastrawijaya, T Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta. Schulz, J., J.Seedorf, & J. Hartung Estimation of a safe distance between a natural ventilated broiler hoses and a residential dwelling. ISAH (2005) Vol.2. Secru, R Memelihara Ayam Buras. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Setiawan, H Amonia Sumber Pencemar yang Meresahkan. Dalam Informasi Dunia Kesehatan Hewan. Edisi 037 Agustus Asosiasi Obat Hewan, Indonesia. Sidadolog, J. H. P Manajemen Ternak Unggas. Laboratorium Ilmu Ternak Unggas. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soedomo, M Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Penerbit Institut Teknologi Bandung Press, Bandung. Soedomo, R Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta. Soemirat, J. S Kesehatan Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta. Suarjaya, M. & M. Nuriyasa Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan tingkat energi pakan terhadap penampilan ayam buras super umur 2 7 minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Udayana, Bali. Suhariyono, G Korelasi karakteristik partikel debu PM10/PM2,5 dan resiko kesehatan masyarakat di rumah-rumah sekitar industri semen. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suma mur, P. K Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung, Jakarta. Sunu, P Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO PT. Grasindo, Jakarta. Svensson, L Puffing the lid on the dung heaps. Acid. Enviroment. Magazine. 9: Tabbu C. R. & B. Hariono Pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan dan cara mengatasinya. J. Ayam Sehat. 18: 7-9. Taihuttu, N Studi kemampuan tanaman jalur hijau jalan sebagai penyerap partikulat hasil emisi kendaraan bermotor. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 48

62 Tjasyono, B Klimatologi. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Cobb Vantress, Broiler Performance and Nutrition Supplemant. Cobb-Vantress Inc., Arkansas. US EPA National Ambient Air Quality Standard. Accessed Mar., Washington DC. Usri, R. S Alteration of the morphology and neurochemistry of the developing nervous system by hydrogen sulfide. J. Pharmacol Physiol 22: Wardhana, A. W Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Press, Yogyakarta. Widodo, W Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Wheeler, E. F., K. Casey, R. Gates, H. Xin, Y. Liang, & P. Topper Ammonia emissions from commercial broiler chicken houses under three litter management strategies. Proceedings of the Mitigation of Air Emissions from Animal Feeding Operations. Iowa State University, Ames. 49

63 LAMPIRAN Lampiran 1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi di Dalam Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan (a) (b) (c) Lampiran 2. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi Dalam kandang, (d) Kondisi Pemeliharaan (d) (a) (b) (c) (d) 50

64 Lampiran 3. Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel Udara di Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar kandang, (c) Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas Pemindahan Pasir Saat Pengambilan Sampel Udara. (a) (b) (c) (d) 51

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Ayam Broiler Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dan peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim dewasa ini menjadi isu yang paling hangat dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi termasuk manusia. Pelepasan gas-gas yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR 346/S1-TL/1011-P ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR Oleh: DHONA MARLINDRA 07 174 024 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani 25010113140382 Gresi Amarita Rahma 25010113140400 Indana Aziza Putri 25010113130406 Aprilia Putri Kartikaningsih 25010113130415 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR OLEH ELGA MARDIA BP. 07174025 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER Oleh : Wiharja *) Abstrak Di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten telah lama berkembang industri pengecoran logam. Untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah yang sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah yang sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah yang sangat besar. Indonesia sering disebut juga sebagai negara agraria atau negara yang sebagian besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 yaitu melalui upaya kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan daging dan susu semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan daging dan susu memberikan dampak positif pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih banyak menghabiskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 1. Akhir-akhir ini suhu bumi semakin panas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena efek rumah kaca. Faktor yang mengakibatkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan,

Lebih terperinci

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi NO3- pada air lindi sampah organik Pada simulasi pembentukan air lindi, dekomposisi sampah organik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi NO3- pada air lindi sampah organik Pada simulasi pembentukan air lindi, dekomposisi sampah organik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konsentrasi NO3 pada air lindi sampah organik Pada simulasi pembentukan air lindi, dekomposisi sampah organik menghasilkan air lindi dengan konsentrasi NO 3 yang tinggi. Hasil

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu atom oksigen (O) yang berikatan secara kovalen yang sangat penting fungsinya. Dengan adanya penyediaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan pemenuhan

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang dikontrol agar bahan organik menjadi stabil. Proses pengomposan sama seperti dekomposisi alami kecuali ditingkatkan dan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci