KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH"

Transkripsi

1 1 KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH FITRI SARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 2

3 3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini Bogor, Januari 2012 Fitri Sari NIM I

4 4

5 5 ABSTRACT FITRI SARI. Readiness for Marriage among Young Adults and Its Influence on the Marriage Age. Supervised by EUIS SUNARTI. This study aimed to analyze marriage readiness factors among young adults and to analyze its influences on the marriage age. Samples are 110 college students. Qualitative data of marriage readiness was analyzed using content analysis approach, it formed seven factors: emotional, role, financial, social, age, spiritual, and sexuality readiness. Quantitative data of marriage readiness was analyzed by using statistic analysis factor, it formed ten factors: emotional control, empathy ability, financial, role, age, and sexuality readiness, communication skill, social ability, social cognitive, and tolerance. Based on the two analysis, marriage readiness factors among young adults are emotional (emotional control and empathy), social (social ability, social cognitive, and tolerance) sexual, age, role, financial, and communication skill. Marriage readiness between male dan female is different, for male the most important is financial readiness, for female is emotional readiness. Ideal marriage age for male is 26,31 and for female is 23,98 years old, but age want to marriage of male is 26,15 and female is 24,24 years old. Statistic regrestion analysis showed that marriage readiness influence on marriage age. Higher empathy ability and financial readiness, will make older marriage age. Higher age readiness, sexuality, and communication ability, will make younger marriage age. Key word: marriage age, marriage readiness, young adult ABSTRAK Fitri Sari. Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah. Dibimbing oleh Euis Sunarti. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda dan menganalisis pengaruhnya terhadap usia menikah. Contoh adalah 110 mahasiswa. Data kualitatif kesiapan menikah dianalisis dengan analisis konsep, menghasilkan tujuh faktor kesiapan menikah: kesiapan emosi, sosial, finansial, peran, seksual, spiritual, dan usia. Data kuantitatif kesiapan menikah dianalisis dengan analisis faktor menghasilkan sepuluh faktor: mengelola emosi, empati, keterampilan sosial, kognisi sosial, kesiapan peran, seksual, usia, finansial, kemampuan komunikasi, dan toleransi. Berdasarkan dua analisis tersebut, faktor-faktor kesiapan menikah menurut dewasa muda adalah kesiapan emosi (mengontrol emosi, dan kemampuan empati), kesiapan sosial (keterampilan sosial, kognisis sosial, dan toleransi), kesiapn peran, kemampuan komunikasi, kesiapan usia, finansial, dan seksual. Terdapat perbedaan kesiapan menikah lakilaki dan perempuan. Kesiapan menikah paling penting bagi laki-laki adalah kesiapan finansial dan bagi wanita adalah kesiapan emosi. Usia ideal menikah bagi laki-laki 26,31 tahun dan perempuan 23,98 tahun. Usia ingin menikah lakilaki 26,15 tahun dan perempuan 24,24 tahun. Uji regresi menunjukan kesiapan menikah mempengaruhi usia menikah. Semakin tinggi kemampuan empati dan kesiapan finansial semakin tua usia menikah, semakin tinggi kesiapan usia, seksual, dan kemampuan komunikasi, semakin muda usia menikah. Kata kunci : dewasa muda, kesiapan menikah, usia menikah.

6

7 7 RINGKASAN FITRI SARI. Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda dan menganalisis pengaruhnya terhadap usia menikah. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda; (2) menganalisis perbedaan faktor-faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin; (3) menganalisis usia menikah dewasa muda menurut jenis kelamin; (4) menganalisis pengaruh karakteristik dewasa muda dan keluarga dewasa muda terhadap usia menikah; (5) menganalisis pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah terhadap usia menikah. Desain penelitian adalah cross-sectional study. Lokasi penelitian adalah Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lokasi dipilih secara purposive. Waktu penelitian adalah bulan Juni sampai November Contoh penelitian adalah mahasiswa Strata Satu (S1) Fakultas Ekologi Manusia angkatan tahun 2007 sampai Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin diperoleh sebesar 110 orang. Jumlah contoh setiap angkatan ditentukan secara proporsional. Contoh dari setiap angkatan dipilih dengan metode acak sederhana. Contoh terdiri atas 32 orang laki-laki dan 78 orang perempuan. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh, meliputi karakteristik dewasa muda (jenis kelamin, usia, uang saku perbulan, urutan anak, saudara yang sudah menikah, dan status hubungan), karakteristik keluarga (usia orang tua, usia orang tua saat menikah, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua perbulan, pendidikan orang tua, dan kelengkapan orang tua), persepsi contoh tentang pernikahan dan kesiapan menikah (arti pernikahan, tujuan menikah, arti kesiapan menikah, kesiapan menikah untuk lakilaki, kesiapan menikah untuk perempuan, tugas istri, tugas suami, usia ideal menikah, usia ingin menikah, kesiapan menikah saat ini, serta alasan siap atau tidak siap), dan persetujuan item-item kesiapan menikah yang terdiri atas 57 item dengan pilihan jawaban menggunakan tipe Skala Likert. Analisis data meliputi analisis deskriptif untuk data karakteristik contoh dan keluarga contoh, uji beda dan independent sample t-test. Data kualitatif dari pertanyaan terbuka dianalisis dengan analisis konsep. Data kuantiatif (57 item tentang kesiapan menikah) dianalisis menggunakan uji validitas, uji reabilitas, dan analisis faktor. Pengaruh karakteristik dan kesiapan menikah terhapap usia menikah dianalisis dengan uji regrersi linear berganda. Definisi kesiapan menikah menurut dewasa muda yang digali dari pertanyaan terbuka dipetakan kedalam faktor-faktor kesiapan menikah menurut pendapat ahli. Faktor yang teridentifikasi adalah kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan finansial, kesiapan peran, kesiapan seksual, dan kesiapan usia, faktor yang tidak teridentifikasi adalah kemampuan komunikasi. Terdapat perbedaan faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin. Empat faktor kesiapan menikah yang terpenting bagi laki-laki adalah kesiapan finansial, mengelola emosi, kesiapan peran, dan kesiapan spiritual, sedangkan empat faktor kesiapan menikah yang terpenting bagi perempuan adalah kesiapana emosi, kesiapan peran, kesiapan seksual, dan kesiapan finansial.

8 8 Hasil analisis faktor memperoleh sepuluh faktor-faktor kesiapan menikah yaitu mengelola emosi, kesiapan seksual, kesiapan peran, kemampuan empati, keterampilan sosial, kognisi sosial, kesiapan finansial, kesiapan usia, kemampuan komunikasi dan toleransi. Berdasarkan hasil dua analisis tersebut, faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda adalah kesiapan emosi (mengontrol emosi, dan kemampuan empati), kesiapan sosial (keterampilan sosial, kognisis sosial, dan toleransi), kesiapan peran, kemampuan komunikasi, kesiapan usia, kesiapan finansial, dan kesiapan seksual. Usia ideal menikah menurut dewasa muda untuk laki-laki adalah 26,30 tahun dan untuk perempuan adalah 23,83 tahun. Usia ingin menikah contoh lakilaki adalah 26,15 tahun dan perempuan 24,24 tahun. Terdapat perbedaan antara usia ideal menikah dengan usia ingin menikah. Rata-rata usia ingin menikah contoh perempuan lebih tua dari pada rata-rata usia ideal menikah perempuan, dan rata-rata usia ingin menikah laki-laki lebih muda dari pada usia ideal laki-laki. Dewasa muda laki-laki memiliki usia menikah lebih tua dibandingkan dewasa muda perempuan. Dewasa muda yang memperoleh uang saku yang semakin tinggi memiliki usia menikah yang semakin tua pula. Dewasa muda yang merupakan anak pertama memiliki usia menikah yang lebih muda. Dewasa muda yang sedang berpacaran juga memiliki usia menikah yang lebih muda dibandingkan yang tidak sedang berpacaran. Dewasa muda perempuan dengan lama pendidikan ibu yang semakin tinggi memiliki usia menikah yang semakin tua. Dewasa muda laki-laki yang berasal dari keluarga miskin usia menikahnya lebih tua, sedangkan dewasa muda perempuan yang berasal dari keluarga miskin usia menikahnya lebih muda. Dewasa muda perempuan yang orang tuanya tidak lengkap akibat perceraian atau ayah yang sudah meninggal ingin menikah lebih tua. Semakin tinggi kesiapan finansial dan empati semakin tua usia menikah, namun semakin tinggi kesiapan usia, kesiapan seksual, dan kemampuan komunikasi maka semakin muda usia menikah. Kata kunci : dewasa muda, kesiapan menikah, usia menikah

9 9 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 11 KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH FITRI SARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 12

13 13 Judul Skripsi Nama NIM : Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah : Fitri Sari : I Disetujui: Dr. Ir. Euis Sunarti, MS Pembimbing Diketahui: Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus:

14

15 15 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya sehingga skrispsi yang berjudul Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah berhasil diselesaikan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas semua bantuan yang ditujukan kepada: 1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing. 2. Dr. Ir Diah Krisnatuti MS dan Neti Hernawati SP, MSi selaku dosen penguji. 3. Dr. Ir. Lilik Noor, MFSA selaku pembimbing akademik, dan seluruh Dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen beserta staff. 4. Orang tua, Adjisli M. dan Urri Kurnia, kakak Lia Sari dan Edy Suyatno, Annisa Nurluthfiyah, Pak Angga, dan keluarga besar. 5. Dekanat Fakultas Ekologi Manusia, dan seluruh Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia yang membantu selama proses penelitian. 6. Rekan-rekan IKK 44, Pondok ACC, dan sahabat-sahabat lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terakhir, terima kasih kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Januari 2012 Fitri Sari

16

17 17 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 6 Kegunaan Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Muda... 7 Kesiapan Menikah KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Teknik Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL Karakteristik Dewasa Muda Karakteristik Keluarga Dewasa Muda Kesiapan Menikah Dewasa Muda Usia Menikah Dewasa Muda Pengaruh Kesiapan Menikah dan Karakteristik terhadap Usia Menikah PEMBAHASAN Keterbatasan Penelitian SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 75 iv v vi v

18 18

19 19 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya 7 2. Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah Variabel, skala variabel, dan pengkategorian data karakteristik Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan uang saku Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan urutan lahir Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kepemilikan saudara yang sudah menikah Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status berpacaran Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban kesiapan menikah Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin alasan dan tidak siap menikah Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan keluarga Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan per kapita keluarga Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ayah Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ibu Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan lama pendidikan orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan formal orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kelengkapan orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia menikah orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia menikah orang tua menurut ketentuan Undang-Undang No1 tahun Rata-rata, standar deviasi, dan nilai uji beda karakteristik contoh dan keluarga contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban definisi pernikahan Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan tujuan ingin menikah Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan definisi kesiapan menikah 41

20 20 Halaman 27. Pemetaan kesiapan menikah contoh kedalam faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin yang menyebut komponen kesiapan menikah untuk laki-laki Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin yang menyebut komponen kesiapan menikah untuk perempun Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban tugas suami Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban tugas istri Item pernyataan, statistik, dan penamaan 14 faktor Item pernyataan, statistik, dan penamaan10 faktor Item pernyataan, statistik, dan penamaan 8 faktor Perbandingan kesiapan menikah hasil analisis faktor 14 faktor, 10 faktor,dan 8 faktor Perbandingan Faktor kesiapan menikah berdasarkan ahli, identifikasi dan analisis faktor Perbandingan analisis faktor 10 faktor dan analisis faktor 4 faktor Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ideal menikah Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ingin menikah Rata-rata, standar deviasi, dan nilai uji beda antara usia ideal dan usia ingin menikah berdasarkan jenis kelamin Faktor kesiapan menikah dan kakarteritsik yang berpengaruh terhadap usia menikah pada berbagai model regresi dan nilai adjusted R Sebaran koefisien regresi karakteristik dan faktor kesiapan menikah yang berpengaruh terhadap usia ingin menikah contoh (n=110) Sebaran koefisien regresi karakteristik contoh dan keluarga dan faktorfaktor kesiapan menikah terhadap usia ingin menikah laki-laki (n=32) Sebaran koefisien regresi karakteristik contoh dan keluarga dan faktorfaktor kesiapan menikah terhadap usia ingin menikah perempuan (n=78) 59

21 21 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson 8 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah Kerangka pengambilan contoh Prosedur Analisis Faktor 24 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uji validitas dan reabilitas Uji analisis faktor Uji Regresi 89

22

23 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat peran dan tugas yang harus dijalani baik sebagai suami-istri dan orang tua ketika mereka memiliki anak. Pernikahan juga sering dipandang sebagai masa transisi menuju kedewasaan. Orang yang sudah menikah cenderung dianggap lebih dewasa dibanding orang yang belum menikah, contohnya pada masyarakat suku Minang, dimana lelaki yang sudah menikah biasanya memperoleh gelar sebagai bentuk kedewasaan dan panggilan pengganti nama kecil. Gelar ini biasanya dimulai dengan kata Sutan, Bagindo, atau Sidi. Perubahan status dari tidak menikah menjadi menikah akan sejalan dengan perubahan tanggung jawab baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Orang yang sudah menikah harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarganya, mengasuh anak-anaknya, serta membangun hubungan baik dengan keluarga pasangan, karena pernikahan bukan hanya penyatuan dua individu yang berbeda saja tetapi juga penyatuan dua keluarga yang berbeda. Orang yang sudah menikah juga harus mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan pertetanggaan secara aktif, seperti pengajian, arisan, atau perkumpulan lainnya guna memperoleh hubungan sosial yang positif. Dua bahkan lebih peran yang harus dijalankan dalam waktu yang bersamaan, tentu dapat menimbulkan kesulitan dan masalah. Banyak pasangan suami-istri, terutama pasangan baru menikah yang tidak menyadari ragam masalah dalam hidup berumah tangga karena mustahil terbayangkan secara jelas oleh mereka sebelum benar-benar mengalami masalah-masalah tersebut, akibatnya pernikahan idaman yang awalnya diharapkan memberi kebahagiaan justru menjadi penyebab konflik dalam hidup. Salah satu penyebab konflik rumah tangga adalah ketidakmampuan pasangan menyesuaikan diri dengan peran dan tugasnya. Hal tersebut dapat dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai dunia pernikahan, serta kurangnya kesiapan untuk menikah.

24 2 Kesiapan menikah diartikan sebagai keadaan siap atau bersedia dalam berhubungan dengan pasangan, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan siap mengasuh anak (Duvall & Miller 1985). Selama ini banyak pasangan yang hendak menikah memandang kesiapan menikah sebagai persiapan untuk melaksanakan pesta pernikahan, padahal kesiapan menikah sejatinya adalah kesiapan lahir batin menghadapi bahtera rumah tangga. Kesiapan menikah pada diri seseorang juga sering dipandang hanya dari usia yang matang. Masyarakat umumnya menilai seseorang dianggap siap menikah ketika orang tersebut berusia di atas 18 atau 21 tahun. Setelah menikah maka ia dianggap sudah dewasa dan seketika ia dianggap mampu menjalankan fungsinya sebagai suami atau istri, atau orang tua ketika memiliki anak (L Abate 1990). Akibat pemikiran tersebut banyak pasangan menikah hanya karena usia biologisnya dianggap sudah cukup untuk menikah. Namun di sisi lain, ada orang yang secara usia biologis sudah cukup namun masih merasa belum siap menikah, ada pula orang yang usianya masih begitu muda merasa sudah siap menikah dan berhasil menjalankan pernikahannya, ada pula yang usianya sudah tua dan siap menikah namun tak mampu menjalani pernikahannya. Pernikahan memang bukan hal yang mudah untuk dijalani, namun hampir semua orang tetap ingin menikah. Pernikahan tetap dianggap sebagai sarana memperoleh cinta dan kasih sayang, membangun hubungan dengan pasangan secara legal, dan memperoleh kebahagiaan. Bahkan ada agama yang mewajibkan umatnya menikah, sehingga pernikahan mampu memberikan kepuasan spiritual. Penelitian juga menyebutkan bahwa orang yang menikah akan lebih sehat dibandingkan orang yang tidak menikah (Olson & De Frain 2006 ). Semua orang yang menikah tentu menginginkan pernikahan yang bahagia, salah satu kunci sukses pernikahan adalah adaanya kesiapan pada diri pasangan untuk menjalankan peran dan tugasnya (Stinnet 1960). Oleh karena itu, agar pernikahan yang diidamkan dapat terwujud, calon suami dan istri hendaknya memiliki kesiapan menikah sebelum mengikrarkan diri sehidup semati dengan pasangan.

25 3 Setiap orang tentu memiliki beragam persepsi mengenai kesiapan menikah yang dianggap penting untuk dimiliki oleh dirinya dan calon pasangannya. Persepsi seseorang terkadang mungkin berbeda dengan persepsi orang lain. Perbedaan persepsi tersebut dapat diatasi apabila pasangan memperoleh informasi yang memadai mengenai faktor kesiapan menikah yang memang benar-benar dibutuhkan guna mencapai pernikahan yang bahagia. Informasi mengenai kesiapan menikah untuk membangun keluarga sukses mungkin tidak terlalu banyak dibandingkan informasi mengenai kesiapan membangun bisnis. Hanya sedikit sekali sekolah-sekolah atau akademi yang memberikan informasi kepada calon pasangan mengenai masalah-masalah umum yang akan dihadapi dalam suatu perkawinan dan bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya. Informasi mengenai faktor kesiapan menikah dapat diperoleh dengan melakukan penelitian, akan tetapi penelitian mengenai kesiapan menikah juga masih belum begitu banyak, khususnya di Indonesia. Penelitian mengenai kesiapan menikah yang pernah dilakukan adalah: kesiapan menikah pada wanita dewasa awal yang bekerja (Dewi 2006), dan kesiapan menikah pada wanita dewasa madya yang bekerja (Puteri 2009), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Kesiapan Menikah pada Mahasiswa (Oktaviani 2010). Penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan hanya membahas faktor yang mempengaruhi kesiapan menikah, bukan faktor-faktor pembentuk kesiapan menikah, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis apa saja faktor-faktor kesiapan menikah. Pengetahuan mengenai faktor-faktor kesiapan menikah bisa menjadi suatu bentuk penghematan bagi pasangan, dimana mereka bisa memprioritaskan faktor yang memang penting dan berguna terhadap keberhasilan pelaksanaan peran dan tugas dalam rumah tangga, dan bisa mengabaikan faktor lain yang tidak bermanfaat. Rumusan Masalah Banyak orang yang menyatakan saya siap menikah sebelum terjadinya pernikahan, tapi kenyataannya saat menjalani roda pernikahan banyak yang mengeluh akan masalah atau kesulitan yang muncul. Tidak sedikit pasangan yang akhirnya menyerah pada kondisi kehidupan rumah tangganya yang kurang harmonis dan memilih untuk bercerai.

26 4 Angka perceraian terus mengalami peningkatan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan angka perceraian di Jawa Barat sejak tahun 2007 sampai 2008 mengalami peningkatan sebesar 22,63 persen dan pada tahun 2007 sampai 2009 meningkat sebesar 44,05 persen (BPS 2011). Perceraian umumnya disebabkan ketidakmampuan pasangan menyesuaikan diri dengan perubahan peran yang terjadi, mungkin hal tersebut tidak dipikirkan atau tidak dipersiapkan sebelumnya oleh calon pasangan sebelum menikah, dan hanya membayangkan yang indah-indah saja ketika akan menikah. Kesiapan diri yang kurang untuk menjalankan peran dan tugas rumah tangga menjadi salah satu penyebab sulitnya penyesuaian diri pada tugas dan peran tersebut. Pengetahuan mengenai faktor-faktor kesiapan menikah diasumsikan akan membantu calon pasangan mempersiapkan diri dengan baik untuk menjalankan tugas dan perannya, sehingga pernikahan bisa memberi kebahagiaan dan perceraian bisa dihindari. Pengetahun mengenai apa saja faktor-faktor kesiapan menikah harus diketahui oleh pasangan yang hendak menikah, khususnya dewasa muda yang memiliki tugas perkembangan untuk menikah. Freud (1990) mengatakan masa dewasa muda adalah masa untuk bercinta dan bekerja. Pada tahapan ini seseorang dituntut untuk menjalin hubungan intim dengan lawan jenis dan membangun karir. Kesiapan membangun karir dan menikah haruslah seimbang, akan tetapi hingga sekarang ini hanya ada sedikit instansi khusus yang memberi pembekalan untuk membangun rumah tangga, dibandingkan dengan banyaknya instansi yang memberikan pelatihan cara membangun karir. Ketersediaan buku-buku mengenai kesiapan menikah memang banyak beredar di masyarakat namun faktor-faktor kesiapan menikah yang diutarakan di dalam buku tersebut sebagian besar ditulis hanya menurut pandangan si penulis, bukan berdasarkan penelitian ilmah yang dilakukan. Perlu diketahui bagaimana konsep kesiapan menikah di masyarakat saat ini khususnya dewasa muda, sehingga dapat diketahui apa saja faktor kesiapan menikah yang memang penting dan diperlukan pada kondisi saat ini.

27 5 Pernikahan juga merupakan suatu instansi, yang didalamnya terdapat pembagian tugas dan peran yang umumnya dibedakan menurut jenis kelamin, sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan faktor-faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin, karena terdapat hubungan antara peran yang harus dijalani dengan kesiapan yang harus dimiliki (Stinnet 1969). Hal lain yang menjadi pertimbangan sebelum menikah biasanya adalah usia menikah. Republik Indonesia melalui Undang-Undang No.1 tahun 1974, dalam pasal 7 dijelaskan bahwa batas minimal usia menikah laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan adalah 16 tahun. Kondisi usia menikah saat ini mengalami perubahan. Tahun 2002, rata-rata umur perkawinan pertama masyarakat Jawa Barat adalah 21,66 tahun dan menjadi 22,22 tahun pada tahun 2003 (BPS 2004), hal tersebut menunjukkan peningkatan pendewasaan usia kawin pertama, sehingga ada kecenderungan untuk menunda usia perkawinan pertamanya. Pandangan mengenai berapa usia menikah tentu beragam, karena perbedaan latar belakang individu dan latar belakang keluarga. Keluarga adalah lingkungan paling kecil dan merupakan sekolah pertama bagi individu mempelajari berbagai hal, termasuk mengenai usia menikah yang tepat. Usia pernikahan disebut sebagai salah satu indikator kesuksesan pernikahan (Olson & De Frain 2006), hal ini sebagian disebabkan karena semakin tua usia seseorang maka umumnya kondisi finansial akan lebih mapan dan tahu apa yang mereka harapkan dari suatu pernikahan. Banyak pasangan yang siap menikah dengan usia yang masih begitu muda, namun ada pula yang usianya sudah dewasa namun belum siap menikah dan sebaliknya. Pemaparan sebelumnya menimbulkan beberapa permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini, yaitu : 1. Apa saja faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda? 2. Adakah perbedaan faktor-faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin? 3. Berapakah usia menikah menurut dewasa muda? 4. Adakah pengaruh karakteristik dewasa muda dan keluarga terhadap usia menikah? 5. Adakah pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah terhadap usia menikah dewasa muda?

28 6 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda dan pengaruhnya terhadap usia menikah. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda 2. Menganalisis perbedaan faktor-faktor kesiapan menurut jenis kelamin 3. Menganalisis usia menikah dewasa muda 4. Menganalisis pengaruh karakteristik dewasa muda dan keluarga terhadap usia menikah 5. Menganalisis pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah terhadap usia menikah Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi yang bermanfaat sebagai bahan masukan bagi masyarakat mengenai faktor-faktor kesiapan menikah, usia menikah, dan faktor yang mempengaruhi usia menikah. Pengetahuan mengenai faktor-faktor kesiapan menikah akan membuat masyarakat mampu mengabaikan faktor yang tidak penting bagi potensi hidup mandiri secara berkesinambungan pasca menikah. Hal ini dapat dipandang sebagai bentuk penghematan keluarga, yang pada gilirannya mampu menambah kesejahteraan keluarga. Selanjutnya, menjadi bahan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu keluarga mengenai faktor-faktor kesiapan menikah, dan menjadi bahan pembanding dan pengembangan lebih lanjut bagi para peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian sejenis.

29 7 Tahap perkembangan dewasa muda TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Muda Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda, rata-rata kisaran usia dewasa muda adalah 18 sampai 42 tahun. Aspek perkembangan dewasa muda menurut Turner dan Helms (1986) adalah perkembangan fisik, perkembangan mental, perkembangan sosial, dan perkembangan kepribadian. Perkembangan fisik manusia paling optimal terjadi pada masa dewasa muda. Pada tahap ini seluruh fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya termasuk fungsi reproduksi. Laki-laki mencapai tinggi maksimal pada usia tahun, dan wanita pada usia tahun. Perkembangan mental dewasa muda adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan kehidupan nyata (actual life). Perkembangan mental selama masa dewasa muda akan menentukan daya beradaptasi seseorang, karena dalam berhadapan dengan situasi baru, yang bersangkutan harus mampu secara cepat dan tepat menentukan sikap untuk merampungkan tugas perkembangan yang harus dilaksanakan. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya Ahli Tahapan Usia Birren (1964) Dewasa muda Dewasa Romley (1974) Dewasa muda DewasaMenengah Dewasa Akhir Havighurts (1972) Dewasa Muda Dewasa Madya Levinson (1978) Dewasa Muda Dewasa Madya Sumber: Hayslip dan Panek (1989) Tahap perkembangan sosial dan kepribadian, dijelaskan oleh beberapa teori. Teori yang pertama adalah psikoanalisis Erikson (1963). Menurut Erikson (1963) dewasa muda berada pada tahap intimasi melawan isolasi. Pada tahap ini individu harus membangun kepribadian yang mampu melebur dengan kepribadian

30 8 orang lain agar mampu membentuk keintiman. Proses ini membutuhkan kemampuan kontrol emosi, kompromi, dan toleransi yang tinggi. Jika gagal maka individu akan merasa terisolasi. Teori yang kedua adalah tahap perkembangan menurut Levinson (1978), beliau membagi proses perkembangan dewasa muda kedalam tiga tahap yaitu: tahap transisi dewasa muda (17-22), tahap memasuki dunia dewasa (22-28) dan tahap transisi 30 tahun (28-33). Pada tahap transisi dewasa muda, individu harus bisa mengurangi ketergantungan pada keluarga dan lebih mandiri untuk membentuk dasar kehidupan sebagai orang dewasa dengan merencanakan tujuan hidup. Tahapan yang kedua yaitu memasuki dunia dewasa. Individu dituntut untuk mencari hubungan antara nilai yang dipegang dan nilai di masyarakat, memahami kemampuan diri, bekerja, dan membangun hubungan intim. Tahap ketiga yaitu transisi 30 tahun. Pada tahap ini, kehidupan akan menjadi lebih serius, lebih ketat, dan lebih realistik, sehingga individu harus mampu menciptakan dasar-dasar yang kuat dalam hubungan intim seperti pernikahan maupun karir. Pada akhirnya dewasa muda harus mampu menunjukan kematangan fisik-emosi, serta kesiapan dan keinginan untuk menghadapi dan bertanggung jawab pada peran-peran yang berhubungan dengan karir dan pernikahan. Lebih jelas mengenai tahapan perkembangan dewasa muda menurut Levinson disajikan pada Gambar 1. Puncak struktur kehidupan dewasa madya (55-60) Masa akhir dari kehidupan Transisi Dewasa Tua (60-65) Masa Dewasa Tua(>60) Transisi usia 50 tahun (51-54) Transisi Dewasa Madya (40-45) Puncak struktur kehidudan dewasa muda (33-40) Transisi 30 tahun (28-33) Memasuki struktur kehidupan dewasa muda (22-28) Transisi Dewasa Muda (17-22) Memasuki struktur kehidupan dewasa madya (45-50) Masa Dewasa Masa Dewasa Madya (40-65) Madya (40-65) Masa Dewasa Muda (17-45) Tahun pertumbuhan Gambar 1 Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson.

31 9 Teori yang ketiga adalah teori Gould (1978), ia membagi perkembangan dewasa muda menjadi tiga tahapan yaitu: tahap meninggalkan orang tua (16-22 tahun), tahap kemandirian (22-28 tahun), dan tahap kedewasaan (28-34 tahun). Pada tahap yang pertama individu harus mampu meninggalkan ketergantungan kepada orang tua, namun kendala yang dihadapi adalah pengaruh orang tua pada tahap ini justru sedang mendominasi. Pada tahap kedua, individu harus lebih merasakan hidup sebagai orang dewasa, contohnya bisa menentukan pilihan atau tujuan hidup tanpa campur tangan orang tua. Pada tahap terakhir individu akan mulai merefleksikan diri apakah segala hal yang sudah dilakukan merupakan hal yang terbaik dan apakah tujuan-tujuan hidup sudah tercapai. Tugas perkembangan dewasa muda Tugas perkembangan adalah tugas yang harus dijalani dan diselesaikan manusia selama rentang usia, menyangkut hasrat dan tujuan yang diharapkan, sehingga terwujud kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Hayslip dan Panek (1989) mengatakan tugas perkembangan adalah situasi atau tugas penyesuaian hidup yang membuat individu mampu menghadapi permintaan, paksaan, atau kesempatan yang disediakan oleh lingkungan sosialnya. Tugas perkembangan merupakan proses berkelanjutan, artinya bahwa realisasi tugas perkembangan pada suatu periode entah yang bersifat positif atau negatif akan berdampak pada keberhasilan atau kegagalan pada tahapan selanjutnya (Havighurst dalam Hurlock 1994). Pencapaian tugas perkembangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebudayaan, lingkungan tempat tinggal, dan kondisi sosial ekonomi seseorang. Beberapa pendapat para ahli tentang tugas perkembangan usia dewasa muda disajikan pada Tabel 2. Erickson (1963), menjelaskan masa dewasa muda berada pada tahapan keintiman melawan isolasi, artinya seorang dewasa harus menemukan pasangan agar bisa melakukan kegiatan intim, bukan hanya intim secara seksual, tapi juga intim dalam berbagi sumberdaya ekonomi, kegiatan rutin tanggungjawab, dan tujuan masa depan. Kegagalan membina hubungan intim akan membuat individu terisolasi dari lingkungannya. Berdasarkan Tabel 2, terdapat satu tugas yang selalu dikemukakan dalam semua tugas perkembangan menurut para ahli, tugas tersebut adalah menikah atau berkeluarga.

32 10 Tabel 2 Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda Ahli Freud (1960) Erikson (1963) Gould (1978) Havighurst (1972) Sheehy (1976) dalam Turner dan Helms (1986) Definisi kesiapan menikah Tugas perkembangan dewasa muda Masa usia dewasa muda adalah masa bercinta dan bekerja (Lieben und arbeiten) Masa dewasa muda adalah masa membina hubungan intim melawan isolasi Masa dewasa muda adalah masa: - Melatih kemandirian dari orang tua - Mengembangkan karir - Memulai sebuah keluarga Masa dewasa muda adalah masa: - Membina keintiman dan pernikahan - Menyesuiakan diri terhadap pernikahan - Memulai keluarga (orang tua) - Merawat anak - Bertanggung jawab keluarga - Mengembangkan karir - Membina tanggung jawab sosial - Membina tanggung jawab sebagai warga negara Masa dewasa muda adalah masa: - Melatih kemandirian - Membentuk pribadi yang lebih baik - Membina karir dan keluarga - Bertanggung jawab sebagai orang dewasa Kesiapan Menikah Kesiapan adalah tingkat perkembangan kematangan atau kedewasaan individu, sehingga akan menguntungkan yang bersangkutan untuk mempraktekan sesuatu (Chaplin 1989). Kesiapan juga didefinisikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam mempersiapkan diri untuk belajar dan menghadapi tugas perkembangan (Corsini 2002). Kesiapan bisa berupa keahlian khusus yang diperoleh melalui dukungan perkembangan fisik dan intelektual yang terjadi dalam pergaulan sosial yang menyediakan saat-saat untuk dapat belajar. Kesiapan menikah adalah keadaan siap berhubungan dengan seorang pria atau wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap berhubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan mengasuh anak (Puteri 2010). Duvall (1971) mengatakan bahwa kesiapan menikah adalah kondisi ketika seorang wanita maupun laki-laki telah menyelesaikan masa remajanya, dan secara fisik, emosi, pendidikan, finansial, dan kepribadian, telah siap untuk memikul tanggung jawab dan hak-hak istimewa setelah menikah.

33 11 Kesiapan menikah bagi wanita dianggap lebih penting dibandingkan dengan laki-laki karena dua pertimbangan sebagai berikut: pertama, wanita sebagai istri yang akan menentukan asupan gizi makanan bagi keluarganya. Pakar ekonomi Inggris, Alfred Marshall (1890) telah mengingatkan mengenai isu penting ini dengan mengatakan: Much depends on the proper preparation of food; and a skilled housewife with ten penny a week to spend on food will often do more for the health and strength of her family than an unskilled housewife with twenty penny. The great mortality of infants among the poor are largely due the lack of care and judgment in preparing their food; Banyak hal bergantung pada persiapan makanan yang tepat; dan ibu rumah tangga yang terampil dengan uang sepuluh sen untuk belanja makanan selama seminggu, akan berbuat lebih banyak untuk kesehatan dan kekuatan bagi keluarganya dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak terampil dengan uang dua puluh sen. Tingginya angka kematian bayi pada masyarakat miskin terutama disebabkan oleh kurangnya perawatan dan penilaian dalam menyiapkan makanan mereka (Terjemahan oleh penulis) Pertimbangan yang kedua, berkaitan dengan status wanita yang akan menjadi calon ibu baik menjelang kehamilan, selama masa kehamilan, dan setelah melahirkan. Kondisi kesehatan baik fisik dan mental seorang calon ibu, senantiasa akan berhadapan dengan gangguan eksternal, misalnya gangguan penyakit, sehingga janin yang dikandung akan memiliki peluang terkena efek samping penyakit yang diderita ibunya. Selain itu, perubahan fisik janin yang begitu cepat selama masa kandungan membutuhkan keterampilan ibu yang mengandung untuk mengatur kecukupan asupan gizi sehingga kesehatan ibu dan janin bisa terjaga dengan baik. Faktor-faktor kesiapan menikah Seseorang yang hendak menikah harus memiliki hal-hal sebagai berikut: kematangan emosi yang baik, kedewasaan, perilaku komunikasi yang empati dan terbuka, kemandirian, aktivitas keagamaan yang baik, self-esteem yang baik, selfdisclosure yang baik, dan umur yang cukup (Holman, Harmer, & Larson 1994). Rapaport dalam Duvall dan Miller (1985), menyajikan kemampuan pribadi seseorang yang dinyatakan siap menikah yaitu: mampu mengendalikan perasaan diri sendiri, mampu berhubungan baik dengan orang banyak, mampu menjadi pasangan yang baik dalam berhubungan seksual yang intim, mampu menyayangi orang lain, tanggap (sensitive) terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain,

34 12 mampu berbagi rencana dan kasih sayang dengan orang lain, mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, mampu menerima keterbatasan orang lain, mampu menghadapi masalah terutama yang berhubungan dengan ekonomi, mampu berkomunikasi mengenai pemikiran, perasaan, harapan, dan terkahir mampu menjadi suami-istri yang bertanggung jawab. Mengacu hasil Sunarti (2001), terdapat prasyarat minimal untuk calon pasangan yang ingin menikah dan membangun keluarga. Prasyarat minimal tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu: memiliki kemampuan untuk memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) maupun kebutuhan perkembangan anggota keluarga, memiliki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk mengelola keluarga sebagai ekosistem mikro, dan memiliki kematangan kepribadian untuk menjalankan fungsi, peran dan tugas keluarga. Blood (1978) membagi kesiapan menikah menjadi beberapa kesiapan yaitu: 1. Kesiapan emosi, adalah kemampuan membangun dan merawat hubungan baik dengan orang lain, mampu berbagi (sharing), menerima kekurangan serta kelebihan orang lain, mampu mencintai, berempati kepada orang lain, sensitif pada kebutuhan orang lain, dan mau memikul tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut. Goleman (1997), membagi dimensi kecerdasan emosi kedalam lima dimensi yaitu: (a) kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan, mengetahui kemampuan diri, dan penyebab munculnya perasaan, (b) pengaturan diri, yaitu kemampuan mengelola emosi, mampu mengendalikan amarah dan cepat pulih dari tekanan, (c) motivasi, yaitu kemampuan memanfaatkan emosi sehingga menjadi pribadi yang produktif, fokus pada tugas, dan bertanggung jawab, (d) empati, yiatu peka dan mampu membaca perasaan orang lain. Mereka yang mampu berempati biasanya mudah menyelarasakan diri dengan orang lain, dan (e) keterampilan sosial, yaitu kemampuan membangun hubungan baik dengan orang lain, menyelesaikan masalah, dan bekerja dalam tim.

35 13 2. Kesiapan usia biologis, biasanya mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku disuatu Negara. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 6 dan 7, menjelaskan usia minimal yang diizinkan untuk menikah adalah untuk laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun, dan jika usia keduanya dibawah 21 tahun maka disyaratkan harus mendapatkan izin kedua orang tua. Usia bisa mempengaruhi kedewasaan seseorang, karena untuk menjadi pribadi yang dewasa secara emosi membutuhkan waktu, namun hitungan usia biologis manusia tidak selalu berbarengan dengan kedewasaan emosi. Hal tersebut karena kematangan emosi seseorang juga berkaitan dengan banyaknya peluang untuk belajar dan bersikap terhadap kehidupan. Banyaknya peluang sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan tempat seseorang berada. 3. Kesiapan sosial, terbagi menjadi dua: (a) pengalaman berkencan yang cukup (enough dating), yaitu kondisi ketika individu siap berkomitmen hanya kepada satu orang yang terbaik baginya yaitu pasangannya dan tidak merasa penasaran untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan; (b) pengalaman hidup sendiri (enough single life), yaitu pengalaman individu memiliki waktu yang memadai untuk dirinya sendiri dalam kehidupan yang mandiri. Manfaat hidup sendiri adalah mengetahui identitas pribadi secara jelas sebelum melakukan pernikahan. 4. Kesiapan model peran adalah siap menjalankan tugas dan peran dalam rumah tangga. Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik dengan mencermati sosok (figure) yang paling dekat dengan mereka, yaitu orang tua mereka sendiri. Lord Chesterfield (1750) mengatakan: We are, in truth, more than half what we are by imitation. The great point is, to choose good models, and to study them with care.. Sesungguhnya, lebih dari separuh apa yang ada diri kita adalah hasil meniru. Pokok masalahnya adalah, bagaimana memilih model yang baik untuk ditiru secara benar.. (Terjemahan oleh penulis) Penting untuk mengetahui apa saja peran dan tugas sebagai suami istri, sehingga pasangan yang hendak menikah bisa menyadari hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum memasuki jenjang pernikahan dan membina rumah tangga.

36 14 5. Kesiapan finansial, berhubungan dengan jumlah minimum pendapatan yang harus dimiliki seseorang yang akan menikah bergantung pada nilai-nilai yang dipegang calon pasangan karena setiap pasangan memiliki standar minimum bagaimana cara untuk hidup. Umumnya standar minimum seseorang dimulai pada level yang diraih orang tua mereka. Berdasarkan faktor-faktor kesiapan menikah menurut tokoh-tokoh diatas, terdapat beragam faktor yang sebagian faktor memiliki beberapa kesamaan, misalnya memiliki sumber daya ekonomi dalam Sunarti (2001) sama dengan dengan faktor kesiapan finansial oleh Blood (1978). Tabel 3 menyajikan berbagai faktor-faktor kesiapan menikah menurut pendapat para ahli. Tabel 3 Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah Ahli Rapaport, dalam Duvall dan Miller (1985) Holman, Harmer, dan Larson (1994) Sunarti (2001) Blood (1978) Faktor-faktor kesiapan menikah Mampu berhubungan baik Pasangan berhubungan seksual yang intim Mampu berbagi Mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Mampu menghadapi masalah Berkomunikasi dengan baik Bersedia menjadi suami-istri yang bertanggung jawab Bisa mengendalikan perasaan Lembut dan kasih sayang Sensitif dengan kebutuhan dan perkembangan orang lain Menerima keterbatasan orang lain Kesehatan emosional Kedewasaan emosional Komunikasi yang empati dan terbuka Mandiri Aktivitas keagamaan yang baik Memiliki self disclosure yang baik Memiliki self esteem yang baik Umur yang cukup Sumber daya ekonomi Kualitas sumber daya manusia Kematangan kepribadian Kematangan emosi Kesiapan usia Kematangan sosial Kesiapan model peran Kesiapan finansial

37 15 KERANGKA PEMIKIRAN Pernikahan merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa muda (Hurlock 1994). Menikah juga merupakan tujuan nomor dua, setelah bekerja, yang paling banyak disebutkan mahasiswa Strata Satu (S1) untuk dicapai setelah lulus kuliah (Oktaviani 2010). Pernikahan sebagai tugas perkembangan maupun tujuan hidup, tentu akan berpengaruh terhadap persepsi dewasa muda mengenai kesiapan menikah. Dewasa muda diasumsikan akan lebih mencari, mengolah, dan memahami informasi yang berhubungan dengan kesiapan menikah. Penggalian informasi dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kesiapan menikah yang diketahui oleh dewasa muda. Terdapat beberapa ahli yang sudah memberikan pendapatnya mengenai kesiapan menikah, contohnya Blood (1978), yang membagi kesiapan menikah kedalam beberapa indikator diantaranya kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan finansial, dan kesiapan peran. Selain Blood masih ada tokoh lain yang menyebutkan faktor kesiapan menikah, seperti Rapaport dalam Duvall dan Miller (1985) menyebutkan bahwa kesiapan menikah artinya mampu berhubungan baik, melakukan hubungan seksual, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Sunarti (2001) yang membagi kesiapan menikah kedalam tiga indikator yaitu memiliki sumber daya ekonomi, memiliki kematangan pribadi, dan kualitas sumberdaya manusia. Namun, apakah faktor-faktor kesiapan tersebut sesuai dengan pengetahuan atau persepsi dewasa muda saat ini belum bisa dipastikan, sehingga perlu dilakukan konfirmasi apakah persepsi dewasa muda sudah sesuai atau tidak dengan faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli yang sudah ada. Kesiapan menikah biasanya dipandang dari kedewasaan usia seseorang, akan tetapi ada orang yang siap menikah ketika usianya masih muda, ada pula yang sudah dewasa namun belum siap menikah, sehingga kesiapan menikah yang dimiliki seseorang diasumsikan dapat mempengaruhi usia menikahnya. Setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan berasal dari keluarga dengan latar belakang yang berbeda. Perbedaan karakteristik dapat mempengaruhi usia menikah. Contohnya perbedaan usia menikah berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya usia menikah calon suami lebih tua dibandingkan calon isteri.

38 16 Faktor lain yang mampu meningkatkan usia menikah adalah peluang memperoleh pendidikan tinggi yang semakin besar, meningkatnya pekerja wanita, dan adanya perubahan ideologi dengan adanya pergerakan kaum wanita yang menuntut adanya kesamaan derajat dengan laki-laki. Perempuan saat ini lebih memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki pekerjaan diberbagai bidang. Perempuan yang berpendidikan tinggi akan memiliki usia menikah yang lebih tua dibandingkan yang memiliki pendidikan rendah, hal tersebut karena semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi peluang untuk berkarir. Pada masa modern saat ini peluang bekerja bagi wanita lebih terbuka, perempuan dihadapkan pada pilihan yang lebih menarik yaitu gengsi (prestige) dan pendapatan (income) dibandingkan menikah dan mengurus anak. Tekanan ekonomi juga turut membuat wanita menjadi pencari nafkah dalam keluarga. Karakteristik keluarga dan orangtua juga mampu mempengaruhi usia menikah dewasa muda. Ibu yang bekerja akan memberi gambaran pada anak perempuan bahwa sebelum menikah seorang isteri juga harus bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga.pasangan yang berasal dari keluarga besar, kemungkinan memiliki ideologi memiliki jumlah anak yang banyak setelah menikah, dan mereka akan lebih memilih untuk menikah muda. Berryman dan White (1987) menjelaskan bahwa wanita yang hidup bersama ibu tunggal, cenderung menunda pernikahan untuk mengejar karir yang mapan. Pengalaman hidup dengan single mother jauh lebih berat dibandingkan dengan orangtua yang lengkap, sehingga mereka akan melakukan semacam tindakan pencegahan apabila suatu hari mereka mengalami hal yang sama. Usia menikah orang tua kemungkinan mempengaruhi usia menikah anaknya, karena pernikahan orang tua adalah contoh utama sebuah pernikahan bagi anak. Pada laki-laki status ekonomi keluarga lebih berpengaruh secara langsung terhadap usia menikahnya, namun pada perempuan status ekonomi berpengaruh secara tidak langsung, misalnya melalui pendidikan. Wanita dengan pendidikan yang tinggi dan sukses dengan pendidikannya akan mempengaruhi usia menikahnya. Individu yang memiliki pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis (berpacaran) dapat mempengaruhi usia menikah karena dengan berpacaran akan meningkatkan peluang menemukan pasangan. Alur kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 2.

39 17 Tugas Perkembangan Dewasa Muda: menikah Kesiapan menikah (hasil identifikasi dan persetujuan pernyataan faktor kesiapan menikah para ahli) Faktor-faktor kesiapan menikah Dewasa Muda Karakteristik Dewasa Muda: jenis kelamin, uang saku, pendidikan, urutan anak, dan status berpacaran. Usia menikah usia ideal menikah Keterangan : Karakteristik Keluarga: Besar keluarga Pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, pernikahan orang tua, usia orang tua saat menikah, pendapatan perkapita kelengkapan orangtua Usia ingin menikah = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah 17

40 18

41 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Desain Penelitian ini adalah cross sectional study, karena data yang dikumpulkan hanya pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Nazir 2009). Lokasi penelitian adalah di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat. Lokasi ditentukan secara pusrposive, dengan pertimbangan subjektif sebagai berikut: 1) FEMA IPB memiliki mahasiswa yang berusia dewasa muda dengan latar belakang yang berbeda 2) FEMA IPB memiliki tiga departemen yang berhubungan erat dengan dunia pernikahan dan keluarga yaitu Gizi Masyarakat, Ilmu Keluarga dan Konsumen, dan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, sehingga diharapkan ketika penggalian informasi mengenai kesiapan menikah dapat diperoleh informasi yang lebih memadai. Waktu pengumpulan data primer adalah bulan Juni Teknik Pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor program sarjana Strata Satu (S1) FEMA IPB tahun ajaran yang berjumlah 780 orang. Sejumlah contoh dipilih untuk mewakili populasi. Penentuan jumlah contoh menggunakan rumus Slovin berikut ini : n = N Ne = ( = 106,5 107 ) + 1 Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%) Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah contoh yang diteliti adalah 107 contoh. Untuk mengantisipasi data yang tidak valid maka jumlah contoh ditambah menjadi 110 orang. Jumlah contoh dari setiap angkatan ( ) ditentukan secara proporsional. Selanjutnya penarikan contoh dari setiap angkatan (subpopulasi) dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), artinya setiap anggota subpopulasi memiliki probabilitas terpilih yang sama. Untuk lebih jelas mengenai tahap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.

42 20 Mahasiswa S1 FEMA IPB angkatan N=780 Purposive 2007= = = = = =35 Proportional Simple random sampling n=110 Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Namun, pada penelitian ini hanya data primer yang diolah, sedangkan data sekunder hanya sebagai tambahan informasi saja. Cara pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner dan contoh mengisi sendiri kuesioner yang telah diberikan. Data sekunder yang digunakan adalah data populasi mahasiswa diperoleh dari Dekanat Fakultas Ekologi Manusia berupa jumlah mahasiswa FEMA angkatan 2007 sampai Kuesioner penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu:. 1. Bagian A karakteristik contoh, meliputi: jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), usia (tahun), uang saku perbulan (Rp/bulan), urutan anak, saudara yang sudah menikah, dan status hubungan contoh. 2. Bagian B karakteristik keluarga contoh, meliputi: usia orang tua (tahun), usia orang tua saat menikah (tahun), pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua perbulan (Rp/bulan), pendidikan (lama pendidikan dan tingkat pendidikan), dan kelengkapan orang tua.

43 21 3. Bagian C persepsi contoh mengenai kesialan menikah. Persepsi diperoleh melalui pertanyaan terbuka (Open-ended question), yaitu pertanyaan yang membutuhkan jawaban bebas dari responden. Responden tidak diberi pilihan jawaban, tetapi menjawab pertanyaan sesuai dengan pendapatnya. Pertanyaan terdiri atas (1) arti pernikahan, (2) tujuan ingin menikah, (3) arti kesiapan menikah, (4) kesiapan menikah untuk laki-laki, (5) kesiapan menikah untuk perempuan, (6) tugas istri, (7) tugas suami, (8) usia ideal menikah bagi lakilaki dan perempuan, (9) usia ingin menikah, (10) Alasan siap atau tidak siap menikah. 4. Bagian D persetujuan contoh terhadap kesiapan menikah menurut pandangan ahli. Terdiri atas 57 item pernyataan dengan pilihan jawaban skala Likert, 5=sangat setuju, 4= setuju, 3= ragu-ragu, 2=tidak setuju, dan 1= sangat tidak setuju, yang merupakan pengembangan dari delapan faktor kesiapan menikah menurut pendapat para ahli. Kedelapan faktor tersebut adalah: (1) kesiapan emosi (Blood 1978 dan Goleman 1997), (2) kesiapan usia (Blood 1978), (3) kesiapan sosial (Blood 1978), (4) kesiapan peran (Blood 1978), (5) kesiapan seksual (Duval & Miller 1985), (6) kemampuan berkomunikasi (Duval & Miller 1985), Kesiapan spiritual (Holman, Bolby, & Larson 1994), dan kesiapan finansial (Blood 1978). Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi pengeditan, pengkodean, entry ke komputer, pengecekan data, dan selanjutnya dianalisa. Data karakteristik contoh dan keluarga contoh dikategorikan berdasarkan standar tertentu maupun berdasarkan sebaran data kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi silang (cross tabulation) dan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif berkenaan dengan bagaimana data digambarkan atau disimpulkan secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik) sehingga mudah dibaca dan bermakna. Selain analisis deskriptif, pengolahan data juga menggunakan Uji independent-samples t-test. uji reabilitas, uji validitas, analisis faktor, dan uji regresi linear berganda. Cara pengkategorian untuk variabel karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh beserta skalanya tersaji pada Tabel 4.

44 22 Tabel 4 Variabel, skala variabel, dan engkategorian data karakteristik Variabel Skala Kategori Jenis kelamin contoh Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan Usia contoh Rasio Uang saku (Rp/Bulan) Rasio 1. Rendah (< ,00) 2. Sedang ( , ,00) 3. Tinggi (> ,00) Urutan anak Nominal 1. Sulung 2. Tengah 3. Bungsu 4. Tunggal saudara yang sudah menikah Nominal 1. Ada 2. Tidak ada Status hubungan Nominal 1. Tidak sedang berpacaran 2. Sedang berpacaran Usia orang tua Rasio 1. Dewasa muda (18-40 tahun) 2. Dewasa Madya (41-60 tahun) 3. Tua (>60tahun) Hurlock (1994) Usia orantua saat menikah Rasio Ayah 1. Tidak diizinkan nikah (<19 tahun) 2. Diizinkan nikah ( 19 tahun) Ibu 1. Tidak diizinkan (<16 tahun) 2. Diizinkan ( 16 tahun) UU No.1 Tahun 1974 Pendidikan Orang tua Ordinal 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. S1 6. S2 7. S3 Lama Pendidikan Orang tua Ratio 1. 9 tahun 2. < 9 tahun Program Wajib Belajar 9 tahun Besar Keluarga Interval 1. Kecil ( 4 orang) 2. Sedang (5-6) 3. Besar (> 6 orang) BKKBN Pekerjaan Orang tua Nominal 1. PNS 2. Polisi/ABRI 3. Pegawai Swasta 4. Wirausaha 5. Pensiunan 6. BUMN 7. IRT/Tidak bekerja 8. Dosen 9. Guru 10. Buruh/petani 11. Lainnya

45 23 Variabel Skala Kategori Pendapatan Orang tua(rp/bulan) Rasio 1. < , , , , , ,00 5. > ,00 (sebaran data) Pendapatan Per kapita (Rp/bulan) Rasio 1. Sangat miskin ( ,00) 2. Cukup miskin (> ,00) BPS (2010) Kondisi Pernikahan Orang tua Ordinal 1. Bercerai 2. Keduanya meninggal 3. Salah satu meninggal 4. Utuh Usia ideal menikah Ratio (Levinson 1978) Usia ingin menikah Ratio (Levinson 1978) Kesiapan menikah Ordinal 1. Ya 2. Tidak Independent-samples t-test Independent-samples t-test digunakan untuk melihat adanya perbedaan rata-rata pada karakteristik antara contoh laki-laki dan perempuan, untuk data usia, uang saku, usia orang tua, besar keluarga, pendapatan keluarga, lama pendidikan orang tua, usia menikah orang tua, usia ideal menikah, dan usia ingin menikah. Serta melihat perbedaan antara rata-rata usia ideal dengan rata-rata usia ingin menikah. Perbedaan rata-rata pada variabel karakteristik ditunjukan dengan nilai signifikansi yang rendah (sig<0,05). Uji reabilitas dan validitas Uji reabilitas dilakukan untuk mengetahui kekonsistenan suatu alat ukur, yang pada penelitian ini adalah 57 item pernyataan tentang kesiapan menikah. Sehingga ketika dilakukan pengukuran ulang maka akan diperoleh hasil yang sama, sehingga alat ukur tersebut dapat dipercaya atau diandalkan. Reabilitas suatu alat ukur dapat ditentukan dengan melihat nilai cronbach alpha pada hasil uji statistik.

46 24 Alat ukur reliabel jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6. Untuk uji validitas, juga dilakukan terhadap 57 item pernyataan kesiapan menikah. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu alat ukur mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara masingmasing pernyataan dengan skor total setiap faktor kesiapan menikah. Item pernyataan yang valid adalah yang memiliki nilai korelasi diats 0,3 terhadap total skor seluruh pernyataan yang membangun suatu faktor. Analisis faktor Uji analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data, yaitu proses meringkas item-item menjadi faktor yang lebih sedikit dan menamakannya. Analisis faktor digunakan untuk menganalisis 57 item pernyataan yang akan direduksi kedalam set atau kelompok atau faktor yang lebih kecil, dan dinamai setiap faktornya. Langkah untuk melakukan analisis faktor adalah sebagai berikut: Menghitung korelasi antara indikator yang diobservasi Ekstraksi Faktor Rotasi Faktor Gambar 4 Prosedur Analisis Faktor (Sumber: Widarjono 2010) Sebelum masuk pada proses analisis faktor, terdapat asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk menilai tepat tidaknya menggunakan analisis faktor, asumsi tersebut adalah: (1) besar korelasi antar pernyataan harus cukup kuat, diatas 0,3, ditujukan dengan nlai Barlett s Test of Sphericity yang harus lebih kecil dari 0,05 (sig<0,05); (2) Kecukupan contoh, yang ditujukan dengan nilai Kaiser-Meyer- Olkin (KMO), dan Measure of Sampling Adequency (MSA). Analisis faktor bisa dilakukan jika Angka KMO lebih dari 0,5 dan nilai MSA untuk setiap pernyataan diatas 0,5. Jika data sudah layak untuk dilakukan analisis faktor maka tahap selanjutnya adalah memilih metode ekstraksi untuk menentukan jumlah faktor.

47 25 Ekstraksi faktor bertujuan untuk menghasilkan sejumlah faktor dari data yang ada. Dalam penelitian ini untuk menentukan jumlah faktor yang diinginkan sebagai hasil ekstrak, digunakan dua kriteria: 1. Kriteria Latent Root, yaitu faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan eigenvalue minimum 1 yang akan dipertahankan atau hanya faktor dengan eigenvalue > 1 yang dianggap signifikan. 2. Kriteria Aproriori Criterion, yaitu jumlah faktor kesiapan menikah ditentukan sendiri oleh peneliti, karena peneliti sudah memiliki pengalaman sebelumnya tentang berapa jumlah faktor yang tepat atau sesuai. Pada setiap pernyataan yang membentuk faktor akan memiliki suatu nilai yang disebut nilai factor loading. Nilai factor loading adalah nilai yang memberitahukan seberapa besar setiap pernyataan termasuk (belongs) kedalam setiap faktor. Semakin tinggi nilai faktor loading maka semakin kuat pernyataan dimiliki oleh faktor tersebut. Factor loading harus memenuhi kriteria signifikansi yaitu lebih besar dari 0,5 kerena semakin besar factor loading, maka semakin mudah mengintrepretasikan faktor tersebut. Jika factor loading suatu pernyataan sama-sama cukup tinggi pada beberapa faktor maka akan sulit memutuskan ke faktor mana pernyataan tersebut dimasukan, untuk itu setelah ekstraksi faktor, dilakukan rotasi faktor. Rotasi faktor bertujuan agar dapat diperoleh struktur faktor yang lebih sederhana agar faktor mudah diintrepretasikan. Setelah setiap pernyataan sudah terkumpul kedalam faktor-faktor, tahap selanjutnya adalah intrepretasi atau penamaan terhadap faktor yang terbentuk. Intrepretasi faktor dapat dilakukan dengan mengetahui pernyataan-pernyataan yang membentuknya. Untuk data yang berasal dari pertanyaan terbuka mengenai pernikahan dan kesiapan menikah dianalisis dengan metode analisis konsep. Analisis konsep yang digunakan didasarkan kepada pola deduktif (umum-khusus), dimana peneliti sudah memiliki hipotesis yang akan duji (Strauss dan Corbin 1990 dalam Bernard 2000). Tujuan analisis konsep adalah menguji apakah faktor-faktor kesiapan menikah menurut para ahli sesuai dengan faktor-faktor kesiapan menikah yang teridentifikasi berdasarkan persepsi contoh.

48 26 Uji regresi linier berganda Regresi adalah suatu analisis bagaimana satu variabel yaitu variabel dependen dipengaruhi oleh satu (sederhana) atau lebih variabel independen (berganda), dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi nilai rata-rata variabel dependen didasarkan pada nilai variabel independen yang diketahui (Widarjono 2010). Pada uji regresi, model layak digunakan untuk memprediksi variabel terikat jika nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 (sig<0,05). Uji regresi berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh variabelvariabel bebas terhadap variabel terikat. Regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik contoh terhadap usia menikah. Uji regresi menggunakan program computer yang sesuai dan pemilihan model dilakukan secara otomatis. Metode yang digunakan pada uji regresi berganda adalah metode Backward. Metode backward adalah memasukan semua variabel independen kedalam model regresi (metode enter), selanjutnya mengeliminasi satu persatu variabel indipenden sehingga variabel indipenden yang tersisa pada model hanya variabel yang signifikan saja. Eliminasi dilakukan pada variabel yang memiliki nilai signifikansi yang besar, yaitu diatas 0,1 (sig>0,1). Dalam pemilihan model regresi yang tepat juga dengan melihat nilai koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk menukur seberapa baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya. Nilai koefisien determinasi nilainya selalu naik jika dilakukan penambahan variabel independen, walaupun variabel independen yang ditambahkan tidak sesuai teori terhadap variabel dependen yang diuji. Oleh karena itu, sebagai alternative digunakan R 2 yang disesuaikan (Adjusted-R 2 ). Pemilihan model regresi pada akhirnya dengan melihat nilai Adjusted-R 2 yang terbesar.

49 27 Definisi Operasional Contoh adalah dewasa muda mahasiswa S1 Fakultas Ekologi Manusia tahun ajaran 2007/2009 dan belum menikah. Dewasa muda adalah individu yang berusia tahun. Karakteristik contoh adalah ciri-ciri dan aspek sosial ekonomi yang melekat pada contoh berupa jenis kelamin, usia, uang saku urutan anak, saudara menikah, dan status hubungan contoh Usia menikah adalah usia ideal menikah dan usia ingin menikah Usia ideal menikah adalah lama hidup seseorang dianggap tepat untuk menikah Usia ingin menikah adalah lama hidup seseorang yang dirasa sudah tepat bagi dirinya untuk menikah Uang saku perbulan adalah jumlah nilai rupiah yang diperoleh contoh dalam satu bulan Urutan anak adalah status contoh dibedakan menjadi anak sulung, tengah, bungsu dan tunggal, sesuai kelahiran. Saudara yang sudah menikah adalah ada tidaknya kakak atau adik contoh yang statusnya kawin Status hubungan adalah keberadaan kekasih dalam kehidupan contoh saat ini. Karakteristik keluarga contoh adalah ciri-ciri aspek sosial ekonomi yang melekat pada orang tua berupa usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan status pernikahan orang tua. Pendapatan keluarga adalah akumulasi gaji, upah, atau hasil yang diperoleh orang tua dari pekerjaan yang dinilai dengan uang selama satu bulan. Pendapatan per kapita adalah pendapapatan keluarga dibagi besar keluarga Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ayah,ibu, dan anak. Pekerjaan orang tua adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang tua yang menghasilkan uang sebagai sumber penghasilan utama Pendidikan orang tua adalah sekolah terakhir dari orang tua contoh mendapatkan pendidikan formal Lama pendidikan orang tua adalah jumlah tahun orang tua contoh memperoleh pendidikan formal

50 28 Kelengkapan orang tua adalah kondisi ayah dan ibu kandung contoh sampai dengan waktu penelitian apakah masih utuh, bercera, atau meninggal Kesiapan menikah adalah kesiapan untuk memasuki dunia pernikahan dengan memiliki kematangan emosi, kematangan usia, kematangan sosial, kesiapan model peran, kesiapan berhubungan seksual, kemampuan berkomunikasi, kesiapan spiritual, dan kesiapan finansial yang baik Kematangan emosi adalah kedewasaan seseorang yang bisa dilihat dari cara orang tersebut menyelesaikan masalah dalam tumah tangga dan berhubungan dengan orang lain terutama pasangan. Kesiapan usia adalah usia yang dipandang ideal untuk menikah. Kematangan sosial adalah kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan sebelum menikah baik sebagai single maupun sebagai pasangan kekasih (berkencan) Kesiapan model peran adalah mampu menjalankan tugas dan peran yang diperoleh setelah menikah baik sebagai isteri maupun suami Kesiapan berhubungan seksual adalah mampu melakukan hubungan jenis kelamin (seks) dengan pasangan. Kemampuan berkomunikasi adalah mampu mengungkapkan secara verbal dan non verbal dan menerima pesan atau perasaan kepada atau dari pasangan secara efektif dan efisien Kesiapan spiritual adalah mampu menjalankan ibadahnya dengan baik kepada Tuhan dan kepada mahkluk citaan Tuhan Kesiapan finansial adalah jumlah harta yang harus dimiliki seseorang yang siap menikah untuk bisa membiayai standar hidup dirinya dan pasangannya bisa uang tunai, rumah, investasi, maupun tabungan...

51 29 HASIL PENELITIAN Karakteristik Contoh Jenis kelamin dan usia Dewasa muda yang menjadi contoh dalam penelitian ini terdiri atas 32 orang laki-laki (29,10%) dan 78 orang perempuan (70,90%). Contoh laki-laki memiliki rentang usia antara tahun, sedangkan contoh perempuan tahun. Usia digolongkan kedalam tiga kategori menurut hasil sebaran data. Berdasarkan Tabel 5 lebih dari setengah contoh laki-laki (53,12%) dan lebih dari setengah contoh perempuan (51,28%) berusia tahun. Rata-rata usia contoh laki-laki adalah 20,80 tahun dan contoh perempuan 20,60 tahun. Secara keseluruhan, contoh memiliki rata-rata usia 20 tahun. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Usia (tahun) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % ,63 47,44 45, ,12 51,28 51, ,25 1,28 2,73 Uang saku Uang saku perbulan dalam rupiah yang diperoleh keseluruhan contoh berjumlah minimal Rp ,00 dan maksimal Rp ,00. Uang saku contoh laki-laki memiliki rentang Rp ,00-Rp ,00 sedangkan contoh perempuan Rp ,00-Rp ,00. Lebih dari separuh contoh laki-laki (53,12%) memiliki uang saku yang rendah, sedangkan lebih dari separuh contoh perempuan (53,85%) memiliki uang saku yang tergolong sedang. Rata-rata uang saku contoh laki-laki adalah Rp ,00 dan rata-rata uang saku contoh perempuan adalah Rp ,00. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan uang saku Laki-laki Perempuan Total Uang saku perbulan (n=32) (n=78) (n=110) ( Rp) % % % Rendah (< ,00) 53,12 41,03 44,55 Sedang ( , ,00) 31,25 53,85 47,27 Tinggi (> ,00) 15,63 5,13 8,18

52 30 Urutan lahir Hampir setengah contoh laki-laki (40,63%) dan setengah contoh perempuan (50,00%) merupakan anak sulung atau anak pertama didalam keluarganya (Tabel 7). Santrock (2007) menyebutkan bahwa urutan kelahiran anak dapat mempengaruhi perilaku anak, karena urutan lahir dapat membedakan tugas dan tanggung jawab seorang anak. Pada umumnya anak sulung lebih dituntut untuk menikah paling awal dibandingkan adik-adiknya. Selain tugas, sikap orang tua dan kebudayaan masyarakat terkadang juga masih membedakan anak berdasarkan urutannya (Gunarsa & Gunarsa 2008). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan urutan lahir Urutan Kelahiran Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % Sulung 40,63 50,00 47,27 Tengah 28,12 30,77 30,00 Bungsu 28,12 17,95 20,91 Tunggal 3,13 1,28 1,82 Saudara menikah Contoh yang memiliki saudara kandung yang sudah menikah, laki-laki hanya seperempat (25,00%), dan perempuan hampir seperempatnya (22,73%). Pernikahan saudara kandung diasumsikan akan memberikan gambaran mengenai kehidupan pernikahan secara nyata kepada contoh, selain daripada pernikahan orang tua contoh, dengan memberikan simbol-simbol bermakna maupun interaksi baik secara verbal maupun nonverbal. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kepemilikan saudara yang sudah menikah Saudara Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) menikah % % % Tidak ada 75,00 78,21 77,27 Ada 25,00 21,79 22,73 Menurut Santrock (2007) hubungan saudara kandung merupakan hubungan yang sangat kuat setelah hubungan orang tua dengan anak. Dalam mendiskusikan beberapa hal saudara lebih dipercaya daripada orang tua, terutama hal-hal yang dianggap tabu untuk dibahas dengan orang tua seperti seks.

53 31 Status berpacaran Kehidupan contoh sebagai dewasa muda, tak lepas dari hubungan dengan lawan jenis, atau secara khusus disebut pacar. Pacar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berdasarkan Tabel 9 lebih dari setengah contoh laki-laki (62,50%) tidak sedang berpacaran, dan lebih dari seperempatnya (37,50%) sedang berpacaran. Untuk contoh perempuan lebih dari setengahnya (56,41%) tidak sedang berpacaran dan hampir setengahnya sedang berpacaran (43,59%). Pada usia dewasa muda yang memiliki tugas perkembangan untuk menikah, status berpacaran berpotensi mempengaruhi usia ingin menikah contoh. Keberadaan pacar diasumsikan akan mempermudah dewasa muda untuk mencapai tugas pernikahan, karena umumnya seseorang akan berpacaran dahulu sebelum menikah. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status berpacaran Status berpacaran Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % Tidak sedang berpacaran 62,50 56,41 58,18 Sedang berpacaran 37,50 43,59 41,82 Kesiapan menikah dan alasannya Dari keseluruhan contoh hanya tujuh orang contoh (6,36%) yang merasa sudah siap menikah, terdiri atas sebagian kecil contoh laki-laki (3,13%) dan contoh perempuan (7,69%). Hampir seluruh contoh baik laki-laki dan perempuan (93,63%) merasa tidak siap jika harus menikah dalam waktu dekat. Hasil penelitian ini menandakan bahwa banyak contoh mempersiapkan diri untuk menjalankan tugas perkembangannya. yang masih belum Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban kesiapan menikah Kesiapan menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % Tidak siap 96,87 92,31 93,64 Siap 3,13 7,69 6,36

54 32 Alasan tidak siap menikah yang paling banyak disebutkan contoh adalah belum siap secara materi dan belum memiliki pekerjaan (31,94%). Alasan kedua karena belum siap secara emosi atau mental, dan karena belum lulus kuliah (16,67%). Sebagian kecil contoh yang siap untuk menikah, mengatakan alasannya karena sudah siap secara emosi, memiliki pendidikan yang cukup, mampu menjalankan peran dalam rumah tangga, orang tua mengizinkan untuk menikah muda, dan sudah memiliki calon pasangan. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan alasan tidak siap menikah Alasan tidak siap menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) Jawaban (n=216) % % % % Belum siap secara materi dan belum punya pekerjaan 78,13 56,41 62,73 31,94 Belum siap secara emosi atau mental 37,50 33,33 32,73 16,67 Belum lulus kuliah 21,88 37,18 32,73 16,67 Belum siap menjalankan peran suami atau istri 9,38 17,95 15,45 7,87 Belum cukup dewasa 12,50 6,41 8,18 4,17 Belum siap secara fisik 6,25 8,97 8,18 4,17 Belum siap hidup mandiri atau berpisah dari orang tua 3,13 8,97 7,27 3,70 Belum dewasa usia 9,38 6,41 7,27 3,70 Belum terpikirkan untuk menikah 9,38 6,41 7,27 3,70 Belum memiliki calon pasangan 9,38 6,41 7,27 3,70 Ingin membahagiakan orang tua dulu, dan meraih cita-cita 0,00 7,69 5,45 2,78 Karena anak sulung, sehingga bertanggungjawab kepada adik 0,00 2,56 1,82 0,93 Besar keluarga Karakteristik Keluarga Contoh Keluarga terdiri atas anggota keluarga yang akan menentukan besar keluarga. Kategori besar keluarga dikelompokkan berdasarkan kategori besar keluarga oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Rata-rata besar keluarga contoh laki-laki adalah 5 orang, dan perempuan 4,9 orang. Rentang besar keluarga seluruh contoh adalah 3 sampai 9 orang. Lebih dari separuh contoh laki-laki (59,38%) dan contoh perempuan (51,28%) memiliki keluarga sedang. Keluarga contoh yang tergolong keluarga kecil atau Keluarga Berencana (KB) secara keseluruhan hanya 36,37 persen.

55 33 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan besar keluarga Ukuran keluarga (orang) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) BKKBN % % % Kecil ( 4 ) 31,25 38,46 36,37 Sedang (5-6) 59,38 51,28 53,63 Besar ( 7) 9,37 10,26 10,00 Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga contoh laki-laki berkisar antara Rp ,00- Rp ,00 sedangkan contoh perempuan antara Rp ,00- Rp ,00. Pada contoh laki-laki, lebih dari seperempatnya (37,35%) memilki pendapatan keluarga sebesar Rp ,01-Rp ,00. Contoh perempuan lebih dari seperempatnya (32,00%) memiliki pendapatan keluarga di atas empat juta rupiah. Rata-rata pendapatan keluarga contoh laki-laki adalah Rp ,00 dan keluarga contoh perempuan adalah Rp ,00. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga (Rp/perbulan) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % < ,00 9,38 5,13 6, , ,00 12,50 28,21 23, , ,00 37,50 19,23 24, , ,00 9,38 15,38 13,64 > ,00 31,25 32,00 31,81 Pendapatan per kapita Penggolongan pendapatan per kapita keluarga perbulan menggunakan garis kemiskinan provinsi Jawa Barat tahun Berdasarkan Tabel 14 terdapat sebagian kecil contoh laki-laki (12,50%) dan contoh perempuan (10,26%) yang tergolong kedalam keluarga miskin. Hampir seluruh contoh laki-laki (87,50%) dan perempuan (89,74%) memiliki pendapatan per kapita keluarga diatas Rp ,00 sehingga tergolong keluarga tidak miskin. Kisaran pendapatan per kapita keluarga contoh laki-laki adalah Rp85.714, ,00 dengan rata-rata Rp ,00. Pada contoh perempuan kisaran pendapatan per kapita keluarganya adalah antara Rp85.700,00- Rp ,00 dengan rata-rata Rp ,00.

56 34 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan perkapit keluarga Laki-laki Perempuan Total Pendapatan per kapita keluarga (n=32) (n=78) (n=110) (Rp/perbulan) % % % Miskin ( ,00) 12,50 10,26 10,91 Tidak miskin (> ,00) 87,50 89,74 89,09 Jenis pekerjaan orang tua Lebih dari seperempat contoh laki-laki (37,50%) dan hampir seperempat contoh perempuan (21,79%) memiliki ayah yang bekerja sebagai PNS. Pada contoh laki-laki jenis pekerjaan ayah yang banyak setelah PNS adalah wirausaha (25,00%), sedangkan pada contoh perempuan jenis pekerjaan ayah yang banyak setelah PNS adalah tidak memiliki pekerjaan atau tidak bekerja (20,51%). Sebagian kecil ayah contoh laki-laki (12,51%) juga tidak bekerja. Penyebab ayah tidak bekerja adalah ayah sudah pensiun, sudah meninggal, dan usia yang sudah tua (>50 tahun), sehingga tidak mampu lagi bekerja. Secara kesleuruhan lebih dari seperempat (26,36%) ayah contoh bekerja sebagai pegawai negeri sipil, dan hampir seperempatnya (19,09%) bekerja sebagai wirusahawan. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ayah Pekerjaan Ayah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % PNS 37,50 21,79 26,36 Polisi/ABRI 0,00 5,13 3,64 Pegawai swasta 6,25 17,95 14,55 Wirausaha 25,00 16,67 19,09 BUMN 3,13 3,85 3,64 Dosen 3,13 6,41 5,45 Guru 3,13 2,56 2,73 Petani/buruh 6,25 3,85 4,55 Tidak bekerja 12,51 20,51 18,18 Lainnya (notaris, industrial design) 3,13 1,28 1,82 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ibu tersaji pada Tabel 16. Lebih dari setengah contoh perempuan (56,41%), dan hampir setengah contoh laki-laki (37,50%) memiliki ibu yang tidak bekerja atau Ibu Rumah Tangga (IRT). Selain IRT, hampir setengah contoh ibu laki-laki (31,25%) adalah PNS, dan hampir seperempat ibu contoh perempuan (21,79%) juga PNS.

57 35 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ibu Pekerjaan Ibu Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % PNS 31,25 24,36 26,36 Pegawai swasta 6,26 5,13 5,45 Wirausaha 9,38 8,97 9,09 Dosen 6,25 2,56 3,64 Guru 6,26 1,28 2,73 Petani/buruh 0,00 1,28 0,91 Pensiunan 3,13 0,00 0,91 Tidak bekerja (IRT) 37,50 56,41 50,91 Usia orang tua Usia orang tua contoh digolongkan kedalam kategori tahapan perkembangan masa dewasa menurut Hurlock (1994). Usia ayah contoh laki-laki berkisar antara tahun dengan rata-rata 51,80 tahun. Pada contoh perempuan, usia ayah berada pada rentang usia tahun, dengan rata-rata usia 51,40 tahun. Hampir seluruh contoh laki-laki (81,25%) dan contoh perempuan (85,90%) memiliki ayah yang tergolong dewasa madya (Tabel 17). Hanya sebagian kecil ayah contoh laki-laki (6,25%) yang masih berusia dewasa muda. Terdapat sebaian kecil contoh secara keseluruhan (9,09%) yang tidak memiliki ayah karena sudah meninggal. Usia ibu keseluruhan contoh memiliki rentang usia antara tahun, pada contoh laki-laki rata-rata usia ibu adalah 48,60 tahun dan contoh perempuan 47,30 tahun. Hampir seluruh contoh laki-laki (96,88%) dan hampir seluruh contoh perempuan (93,59%) memiliki ibu yang tergolong dewasa madya. Hanya sebagian kecil contoh laki-laki (3,13%) dan contoh perempuan (6,41%) yang memiliki ibu berusia dewasa muda. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia orang tua. Usia (tahun) Hurlock (1994) (Dewasa muda) (Dewasa Madya) Ayah Ibu Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % % % % 6,25 0,00 1,82 3,13 6,41 5,45 81,25 85,90 84,44 96,88 93,59 94,55 >60 (Dewasa lanjut) 6,25 3,85 5,55 0,00 0,00 0,00 Meninggal 6,25 10,26 9,09 0,00 0,00 0,00

58 36 Pendidikan orang tua Lama pendidikan yang pernah ditempuh ayah dan ibu contoh secara keseluruhan adalah minimal 6 tahun dan maksimal 21 tahun. Rata-rata lama pendidikan ayah seluruh contoh adalah 14,07 tahun, dan rata-rata lama pendidikan ibu seluruh contoh adalah 13,12 tahun. Hampir seluruh contoh laki-laki (90,63%) dan hampir seluruh contoh perempuan (92,80%) memiliki ayah yang lama pendidikannya diatas sembilan tahun (Tabel 18). Lama pendidikan ibu, hampir seluruh contoh laki-laki dan perempuan (85,45%) adalah di atas sembilan tahun. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan lama pendidikan orang tua Ayah, contoh: Ibu, contoh: Lama Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total pendidikan (n=32) (n=78) (n=110) (n=32) (n=78) (n=110) (tahun) % % % % % % 9 9,38 7,69 8,20 18,75 12,82 14,54 >9 90,63 92,31 91,80 81,25 87,18 85,45 Berdasarkan jenjang pendidikan formal (Tabel 19), lebih dari seperempat ayah contoh laki-laki (31,25%) memiliki jenjang pendidikan SMA, dan lebih dari seperempatnya S1 (31,25%). Ayah contoh perempuan lebih dari seperempatnya (35,90%), memiliki jenjang pendidikan SMA. Lebih dari seperempat ibu contoh laki-laki (34,38%) memiliki jenjang pendidikan S1, sedangkan hampir setengah ibu contoh perempuan (46,44%) memiliki jenjang pendidikan SMA. Untuk jenjang pendidikan terendah yaitu Sekolah Dasar (SD), persentase ibu contoh (9,09%) lebih besar dibandingkan ayah contoh (5,45%). Sedangkan jenjang pendidikan tertinggi (S2-S3), jumlah ayah contoh lebih besar (16,36%) dibandingkan ibu contoh (7,27%). Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan formal orang tua Ayah, contoh: Ibu, contoh: Pendidikan formal Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % % % % SD 9,38 3,85 5,45 15,63 6,41 9,09 SMP 0,00 3,85 2,73 3,13 6,41 5,45 SMA 31,25 35,90 34,55 25,00 46,44 40,91 Diploma 12,50 21,79 19,09 12,50 11,54 11,82 S1 31,25 17,95 21,82 34,38 21,79 25,45 S2 atau S3 15,63 16,67 16,36 9,38 6,41 7,27

59 37 Kelengkapan orang tua Pernikahan orang tua merupakan contoh kehidupan pernikahan yang paling sering dilihat dan dirasakan oleh contoh. Perceraian dalam keluarga, terutama perceraian orang tua, bisa menjadi salah satu faktor bagi anak untuk menunda bahkan menghindari pernikahan (Thornton 1989). Hal tersebut disebabkan rasa sakit akibat perceraian orang tua dapat menimbulkan keyakinan bahwa pernikahan tidak perlu selamanya, sehingga kemauan untuk menghadapi resiko dalam membangun komitmen pernikahan bisa berkurang. Berdasarkan Tabel 20, orang tua contoh laki-laki dan perempuan hampir seluruhnya (87,27%) masih utuh. Hanya sebagai kecil contoh (8,18%) yang ayahnya meninggal, dan sebagian kecil contoh (4,55%) yang orang tuanya bercerai. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kondisi pernikahan orang tua Kelengkapan orang tua Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % Bercerai 3,12 5,13 4,55 Salah satu meninggal 6,25 8,97 8,18 Utuh 90,63 85,90 87,27 Usia menikah orang tua Usia menikah orang tua dibagi kedalam enam kategori berdasarkan sebaran data (Tabel 21). Rata-rata usia menikah ayah keseluruhan contoh adalah 26,80 tahun. Rata-rata usia menikah ayah laki-laki adalah 26,50 tahun dengan kisaran tahun. Rata-rata usia menikah ayah perempuan adalah 26,90 tahun dengan kisaran tahun. Lebih dari seperempat ayah contoh laki-laki (37,50%) menikah pada usia tahun, dan lebih dari seperempat ayah contoh perempuan (34,62%) menikah pada usia tahun. Terdapat sebagian kecil ayah contoh laki-laki (3,12%) yang usia menikahnya dibawah 20 tahun. Untuk usia menikah ibu, kisaran usia secara keseluruhan contoh adalah tahun. Rata-rata usia menikah ibu contoh laki-laki adalah 22,80 tahun, sedangkan ibu contoh perempuan adalah 22,60 tahun. Lebih dari seperempat ibu contoh laki-laki (34,37%) dan ibu contoh perempuan (33,33%) menikah pada usia tahun. Sebagian kecil ibu contoh laki-laki (6,25%) dan ibu contoh perempuan (5,13%) menikah di usia tahun.

60 38 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia menikah orang tua Ayah Ibu Usia nikah (tahun) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % % % % ,12 0,00 0,91 18,75 17,95 18, ,25 14,10 11,82 34,37 33,33 33, ,50 21,79 35,45 25,00 29,49 28, ,00 34,62 31,82 15,63 14,10 14, ,75 19,23 19,09 6,25 5,13 5,45 >31 9,38 10,26 10,00 0,00 0,00 0,00 Pengelompokan usia menikah orang tua selanjutnya mengacu pada hukum perkawinan yang berlaku di Republik Indonesia yaitu UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Terdapat sebagian kecil (3,13%) ayah contoh laki-laki yang menikah dibawah usia minimal yang diizinkan oleh Undang-Undang (Tabel 26). Untuk contoh perempuan seluruh ayah (100,00%) menikah pada usia yang sesuai menurut Undang-Undang. Untuk usia menikah ibu contoh, seluruh contoh (100%) memiliki ibu yang menikah pada usia yang sudah diizinkan oleh aturan pemerintah, yaitu sudah berusia 16 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada orang yang menikah pada usia diluar aturan pemerintah. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia menikah orang tua menurut ketentuan Undang-Undang No.1 tahun 1974 Laki-laki Perempuan Total Usia menikah (n=32) (n=78) (n=110) (UU No 1 tahun 1974) % % % Ayah Tidak diizinkan menikah (< 19) 3, ,91 Dizinkan menikah ( 19) 96,88 100,00 99,09 Ibu Dizinkan menikah ( 16 tahun) 100,00 100,00 100,00 Uji beda karakteristik Berdasarkan uji statistik antara rata-rata karakteristik contoh berdasarkan jenis kelamin contoh mulai dari usia dan uang saku tidak terdapat perbedaan. Uji rata-rata karakteristik keluarga mulai dari besar keluarga, pendapatan keluarga, pendapatan per kapita, usia orangtua, usia menikah orangtua, dan lama pendidikan orang tua juga menunjukan tidak ada perbedaan antara contoh laki-laki dan contoh perempuan, dimana nilai signifikansi seluruh variabel karakteristik diatas 0,05.

61 39 Tabel 23 Rata-rata, standar deviasi, dan nilai uji beda karakteristik contoh dan keluarga contoh berdasarkan jenis kelamin Variabel Karakteristik Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Uji beda Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD (sig) Usia 20,80 ± 1,30 20,60 ± 1,00 0,48 uang saku ± ± ,67 Besar keluargs 5,00 ± 1,30 4,90 ± 1,20 0,79 Pendapatan keluarga ± ± ,49 Pendapatan per kapita ± , ± ,2 0,54 Usia ayah 51,80±6,00 51,40±5,50 0,71 Usia ibu 51,50±5,60 48,60 ± 4,80 0,17 Lama pendidikan ayah 14,00 ± 3,50 14,10 ± 3,10 0,93 Lama pendidikan Ibu 13,34 ± 3,93 13,03 ± 2,94 0,64 Usia menikah ayah 26,50 ± 4,10 26,90 ± 4,30 0,66 Usia menikah ibu 22,80 ± 3,70 22,60 ± 3,20 0,83 Definisi pernikahan Kesiapan Menikah Lebih dari tiga perempat contoh laki-laki (81,25%) dan contoh perempuan (82,05%) mendefinisikan pernikahan sebagai ikatan yang sah laki-laki dan perempuan menurut hukum dan agama (Tabel 24). Definisi pernikahan yang paling banyak dijawab selanjutnya adalah pernikahan sebagai sarana membentuk keluarga (26,45%) dan pernikahan sebagai sarana untuk memperoleh cinta, kasih sayang, dan dukungan dari pasangan (11,73%). Sebagian kecil contoh (2,04%) menyebut pernikahan sebagai warisan budaya, dengan melakukan pernikahan sama artinya dengan melestarikan budaya kepada generasi selanjutnya. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban definisi pernikahan Definisi Pernikahan Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) jawaban (n=196) % % % % Ikatan yang sah laki-laki dan perempuan menurut hukum dan agama 81,25 82,05 81,82 45,41 Sarana membentuk keluarga dan mendapat keturunan 37,50 53,84 48,10 22,45 Sarana memperoleh cinta, kasih sayang, dan dukungan dari pasangan 15,63 23,08 20,91 11,73 Sarana beribadah kepada Tuhan 18,75 17,94 18,18 9,18 Sarana menciptakan kekerabatan dua keluarga 6,25 8,97 8,18 4,59 Sesuatu yang membutuhkan tanggungjawab dan kedewasaan 6,25 6,41 6,36 4,59 Sarana melestarikan tradisi dan budaya 9,38 1,28 3,64 2,04

62 40 Beberapa jawaban contoh berisi pernyataan bahwa pernikahan merupakan sarana memenuhi kebutuhan dan kewajiban sebagai umat beragama. Penelitian Hall (2006) menyebutkan bahwa seseorang yang memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban dan sarana untuk mendapatkan kebutuhan baik fisik maupun kebutuhan psikologis, biasanya lebih memiliki pandangan klasik ideal (classically idealistic) mengenai pernikahan. Tujuan Menikah Seluruh contoh laki-laki (100,00%) menikah dengan tujuan ingin memiliki keluarga, pendamping, dan keturunan, dan selanjutnya menikah untuk beribadah (65,63%). Pada contoh perempuan, hampir sama dengan contoh laki-laki, seluruhnya (100,00%) menikah dengan tujuan ingin memiliki keluarga, pendamping, dan keturunan, dan lebih dari dua pertiga (71,79%) menikah karena ingin beribadah. Sebagian kecil contoh, laki-laki (3,13%) dan perempuan (1,28%) menikah karena ingin menjaga warisan budaya (Tabel 25). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan tujuan ingin menikah Tujuan Menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) Jawaban (n=295) % % % % Untuk mendapatkan keluarga, pendamping, dan keturunan. 100,00 100,00 100,00 37,28 Untuk beribadah kepada Tuhan. 65,63 71,79 70,00 26,10 Untuk memenuhi kebutuhan psikologis (cinta dan dukungan) 18,75 37,18 31,82 11,86 Untuk memperoleh status sosial 28,12 16,67 20,00 7,46 Untuk mencukupi kebutuhan hidup 3,13 12,82 10,00 3,73 Untuk memenuhi kebutuhan sesksual 9,38 2,56 4,55 1,69 Untuk menjaga warisan budaya 3,13 1,28 1,82 0,68 Definisi Kesiapan Menikah Defisini kesiapan menikah menurut contoh dikelompokan kedalam 21 kategori yang sesuai dengan jawaban contoh. Kategori diurutkan berdasarkan jawaban terbanyak disebutkan oleh contoh (Tabel 26). Kesiapan menikah adalah kesiapan psikologis, mental atau emosi, dijawab lebih tiga perempat contoh lakilaki (78,13%) dan lebih tiga perempat contoh perempuan (75,64%). Jawaban kedua kesiapan menikah adalah kesiapan fisik dan kesehatan, dijawab oleh hampir setengah contoh laki-laki (40,63%) dan lebih dari dua pertiga contoh perempuan (61,54%).

63 41 Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan definisi kesiapan menikah Definisi kesiapan menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) Jawaban (n=320) % % % % Kesiapan psikologis/mental/emosi 78,13 75,64 76,36 26,25 Kesiapan Fisik dan kesehatan 40,63 61,54 55,45 19,06 Kesiapan materi 65,63 43,59 50,00 17,19 kesiapan menjalankan peran 15,63 21,79 14,55 6,25 Bertanggung jawab 12,50 12,82 12,73 4,38 Memiliki Pengetahuan agama dan keimanan 9,38 11,54 10,91 3,75 Kesiapan membangun hubungan sosial 9,38 7,69 6,36 2,19 Memiliki pengetahuan pernikahan dan pengasuhan 6,25 7,69 7,27 2,50 Kesiapan organ reproduksi (seksual) 6,25 7,69 7,27 2,50 Siap berkomitmen 0,00 5,13 5,45 1,88 Siap menghadapi dan memecahkan masalah 3,13 6,41 5,45 1,88 Memiliki Kedewasaan 6,25 3,85 4,55 1,56 Kesiapan menerima kekurangan orang lain 3,13 5,13 4,55 1,56 Kesiapan beradaptasi dengan lingkungan 6,25 3,85 4,55 1,56 Kematangan usia 6,25 3,85 4,55 1,56 Memiliki calon pasangan dan restu orang tua 3,13 3,85 3,64 1,25 Kemampuan merencanakan masa depan 3,13 2,56 3,64 1,25 Kesiapan mencintai 3,13 3,85 2,73 0,94 Memiliki Pekerjaan 0,00 3,85 2,73 0,94 Kemandirian 0,00 2,56 1,82 0,63 Memiliki tabungan 0,00 1,28 0,91 0,31 Hasil jawaban contoh selanjutnya dimasukan kedalam faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli Tabel 27. Pemetaan dilakukan berdasarkan dengan melihat kedekatan konten-konten jawaban dengan faktor-faktor kesiapan menikah para ahli. Faktor-faktor yang terkonfirmasi berdasarkan jawaban contoh adalah kesiapan emosi oleh enam item jawaban, kesiapan sosial sebanyak tiga item, kesiapan peran sebanyak tiga item, kesiapan finansial dengan dua item jawaban, kesiapan spiritual, kesiapan seksual sebanyak dua item jawaban, terakhir menyatakan kesiapan usia. Faktor yang tidak terkonfirmasi oleh jawaban contoh adalah kemampuan komunikasi. Sedangkan jawaban memiliki calon dan restu dari orang tua tidak dipetakan kedalam faktor kesiapan menikah ahli.

64 42 Tabel 27 Pemetaan kesiapan menikah contoh kedalam faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli Definisi kesiapan menikah contoh Faktor-faktor kesiapan menikah ahli 1. Kesiapan psikologis/mental/emosi/batin 2. Siap berkomitmen 3. Siap menghadapi dan memecahkan masalah Kesiapan emosi 4. Kedewasaan 5. Kesiapan menerima kekurangan orang lain 6. Kesiapan mencintai 1. Kemampuan beradatasi dengan lingkungan 2. Kesiapan membangun hubungan sosial Kesiapan sosial 3. Kemandirian 1. kesiapan menjalankan peran 2. Pengetahuan tentang pernikahan dan Kesiapan peran pengasuahan 3. Kemampuan merencanakan masa depan 4. bertanggung jawab 1.Pekerjaan atau penghasilan 2.Memiliki tabungan Kesiapan finansial 3. Materi Pengetahuan agama dan keimanan Kesiapan spiritual 1.Kesiapan Fisik dan kesehatan Kesiapan seksual 2. Kesiapan organ reproduksi Kematangan usia Kesiapan usia - Kemampuan berkomunikasi Kesiapan menikah laki-laki Kesiapan Menikah Menurut Jenis Kelamin Menurut contoh laki-laki, seluruhnya (100,00%) menjawab kesiapan finansial sebagai faktor paling penting untuk dipersiapkan oleh laki-laki, tiga perempat (75,00%) menjawab kesiapan emosi, dan hampir setengahnya (40,62%) menjawab kesiapan menjalankan peran, lebih dari seperempatnya (34,38%) menjawab kesiapan fisik yang sehat, dan seperempatnya (25,00%) menjawab kesiapan sosial. Sedangkan menurut contoh perempuan, seluruhnya (100%) menjawab faktor kesiapan menikah yang penting bagi laki-laki adalah kesiapan finansial, lebih dari tiga perempatnya (89,74%) menjawab mengelola emosi lalu hampir dua pertiganya (70,51%) menjawab kesiapan peran, lebih dari seperempatnya (30,77%) menjawab kesiapan spiritual, dan seperempatnya (26,92%) menjawab kesiapan fisik (Tabel 28).

65 43 Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin yang menyebut faktor kesiapan menikah untuk laki-laki Faktor kesiapan menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) laki-laki % % % Kesiapan finansial 100,00 100,00 100,00 Kesiapan emosi 75,00 89,74 85,45 Kesiapan peran 40,62 70,51 62,81 Kesiapan fisik (sehat) 34,38 26,92 29,10 Kesiapan spiritual 21,87 30,77 28,18 Kesiapan sosial 25,00 7,69 12,72 Kesiapan seksual 15,62 3,87 7,27 Kesiapan usia 3,13 1,28 1,82 Kemampuan komunikasi 0,00 0,00 0,00 Kesiapan menikah perempuan Kesiapan menikah untuk perempuan menurut seluruh contoh lebih dari tiga perempatnya (84,55%) menjawab kesiapan emosi, lebih dari setenganya (53,63%) menjawab kesiapan menjalankan peran, hampir setenganya (45,45%) menjawab kesiapan finansial, lebih dari seperempatnya (29,10%) menjawab kesiapan secara fisik yang sehat dan lebih dari seperempatnya (25,45%) menjawab kesiapan seksual (Tabel 29). Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin yang menyebut faktor kesiapan menikah untuk perempuan Faktor kesiapan menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) perempuan % % % Kesiapan emosi 84,38 84,62 84,55 Kesiapan peran 50,00 55,13 53,63 Kesiapan finansial 40,63 47,44 45,45 Kesiapan fisik (sehat) 37,50 25,64 29,10 Kesiapan seksual 34,38 21,79 25,45 Kesiapan spiritual 21,88 20,51 20,91 Kesiapan sosial 15,63 17,59 17,27 Kesiapan usia 0,00 2,56 1,82 Kemampuan komunikasi 0,00 0,00 0,00 Tugas suami dan istri Stinnet (1969) percaya bahwa kesiapan menikah berhubungan dengan kompetensi menikah. Ia mendefinisikan kompetensi menikah sebagai kemampuan untuk melakukan peran dan tugas dalam rumah tangga. Kesimpulannya, kesuksesan pernikahan ditentukan oleh kesiapan individu untuk menjalankan peran atau tugasnya.

66 44 Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban tugas suami Tugas suami Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % Memimpin keluarga. 100,00 93,59 95,45 Mencari nafkah. 87,50 94,87 92,73 Mengasuh anak. 37,50 30,77 32,73 Mendampingi pasangan, 18,75 12,82 14,55 Memberi cinta, kasih sayang, dan dukungan. 9,38 16,67 14,55 Melakukan pekerjaan rumah tangga. 3,13 19,23 14,55 Bertanggung jawab pada keluarga. 15,63 10,26 11,82 Memberi kebutuhan seksual. 3,13 12,82 10,00 Menjaga keharmonisan 6,25 10,26 9,09 Menjalin hubungan dengan lingkungan sosial. 3,13 6,41 5,45 Seluruh contoh laki-laki (100,00%) dan hampir seluruh contoh perempuan (95,45%) menyebut tugas suami adalah memimpin keluarga. Tugas suami selanjutnya adalah mencari nafkah, disebutkan oleh hampir seluruh contoh lakilaki (87,50%) dan perempuan (94,87%). Untuk tugas mengasuh anak dijawab hampir sepertiga contoh secara keseluruhan (32,73%). Sebagian kecil contoh (14,55%) menjawab tugas suami adalah mendampingi pasangan. Tugas melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai tugas suami hanya disebut oleh sebagian kecil contoh laki-laki (3,13%) dan sebagain kecil contoh perempuan (19,23%). Untuk jawaban tugas istri tersaji pada Tabel 31. Tugas isteri menurut lebih hampir seluruh contoh laki-laki dan perempuan (87,27%) adalah melakukan pekerjaan rumah tangga, hampir dua pertiga contoh (73,64%) menyebut mendampingi pasangan Lebih dari separuh contoh (65,45%) menyebut mengasuh anak, dan lebih dari seperempatnya (28,18%) menjawab mencari nafkah. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban tugas istri Tugas istri Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110) % % % Melakukan pekerjaan rumah tangga. 68,75 94,87 87,27 Mendampingi pasangan, 78,13 84,62 73,64 Mengasuh anak. 75,00 61,54 65,45 Mencari nafkah. 28,13 28,21 28,18 Menjalin hubungan dengan lingkungan sosial. 21,88 17,95 19,09 Memberi cinta, kasih sayang, dan dukungan 15,63 14,10 14,55 Menjaga keharmonisan 9,38 6,41 7,27 Memberi kebutuhan seksual. 9,38 5,13 6,36

67 45 Faktor-Faktor Kesiapan Menikah Identifikasi faktor kesiapan menikah selanjutnya menggunakan uji statistik Analisis Faktor. Sebelum melakukan uji analisis faktor dilakukan uji reabilitas dan validitas kepada item-item pernyataan yang akan dianalisis. Hasil uji reabilitas (Lampiran 1) menghasilkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,907 (>0,6), artinya item-item pernyataan reliable. Hasil uji validitas menghasilkan nilai korelasi dari 57 item yang diuji terhadap total skor kesiapan menikah. Terdapat dua item yang tidak valid, dimana nilai korelasinya dibawah 0,3 (Lampiran 1). Sisa 55 item itulah yang digunakan kedalam uji lanjutan yaitu analisis faktor. Kelayakan analisis faktor ditentukan oleh nilai KMO (Kiser Meyer Olkin) dan Barlett Test of Spherecity. Nilai KMO SMA adalah 0,712 (Lampiran 2), nilai ini diatas 0,5 sehingga pernyataan bisa dianalisis lebih lanjut. Sedangkan hasil perhitungan anti-image correlation pada masing-masing pernyataan, hanya terdapat dua pernyataan yang nilai MSA (Measure of Sampling Adequacy) dibawah 0,5 sehingga harus dikeluarkan, akhirnya tersisa 53 pernyataan. Nilai signifikasin pada Barlett s Test of Sphericity adalah 0,000 (<0,05), angka ini menunjukan terdapat hubungan yang sangat kuat antara item pernyataaan. Hasil uji KMO,MSA, dan nilai signifikansi menyatakan analisis faktor layak dilakukan. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi faktor dengan kriteria Latent Root, serta rotasi faktor. Hasil ekstraksi faktor menghasilkan 14 faktor (Lampiran 2). Faktor 1 memiliki nilai total eigenvalues sebesar 11,59 (21,87%), artinya faktor 1 mampu menjelaskan varian indikator 21,87 persen dari keseluruhan total indikator atau faktor kesiapan menikah. Total kumulatif dari ke empat belas faktor adalah 71,15 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa total varians atau informasi yang dapat digali dari empat belas faktor yang terbentuk adalah sebesar 71,15 persen (Tabel 32). Pada tabel hasil Rotasi terdapat factor loading, yaitu korelasi antara item pernyataan dengan faktor yang terbentuk. Semakin tinggi nilai factor loading maka semakin kuat ikatan item dengan faktor. Dari 53 item yang memiliki factor loading diatas 0,5 sebanyak 44 item. Setelah diperoleh faktor dengan item-item pernyatan yang valid. Tahap selanjutnya yaitu interpretasi atau penamaan faktor sesuai dengan karakteristik masing-masing pernyataan yang membentuk faktor.

68 46 Tabel 32 Item pernyataan, statistik, dan penamaan 14 faktor Item pernyataan Faktor Keragaman Faktor loading (%) 1. Tidak suka membesarkan masalah yang kecil 0,72 2. Tidak pendendam 0,60 3. Tidak melampiaskan amarahnya ke orang-orang 0,57 Mengelola terdekat emosi 4. Tahu kelebihan dan kekurangan diri sendiri 0,57 21,88 5. Tidak mengeluarkan kata-kata kasar ketika marah 0,56 6. Tidak minum minuman beralkohol 0,55 7. Mengetahui apa yang dibutuhkan oleh orang lain 0,75 8. Bersedia berkorban untuk orang lain 0,63 9. Mengetahui alasan penyebab timbulnya perasaan senang, sedih, dll 0,62 Empati 7, Mampu membedakan perasaan yang dirasakan 0, Tidak memotong pembicaraan orang lain 0, Bisa bekerja didalam tim 0, Mudah bergaul dengan teman sebaya 0, Senang mengikuti kegiatan masyarakat 0,60 Ketermpilan 15. Berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi 0,59 Sosial dengan sabar 6, Mampu menyelesaikan persoalan dengan orang lain 0, Sudah berusia 19 tahun bagi laki-laki 0, Sudah berusia 21 tahun bagi wanita 0,84 Kematangan 19. Sudah berusia 21 tahun bagi laki-laki 0,84 usia 5, Sudah berusia16 tahun bagi wanita 0, Memiliki pekerjaan 0, Tidak merokok 0,71 Kesiapan 23. Memiliki tabungan untuk masa depan 0,71 finansial 24. Mencari informasi cara berumah tangga 0,58 5, Memiliki tempat tinggal terpisah dari orang tua 0, Perempuan sudah mampu hamil 0, Lak-laki sudah mampu membuahi 0,88 Kesiapan 28. Siap berhubungan seksual 0,79 seksual 4, Hubungan seksual penting dalam pernikahan 0, Pendengar yang baik 0,78 Kemampuan 31. Memberikan respon positif ketika berkomunikasi 0,77 komunikasi 32. Mengkritik seseorang dengan cara yang baik 0,51 3, Tahu tugas dan peran suami 0,85 Kesiapan 34. Tahu tugas dan peran istri 0,84 peran 35. Mampu mengambil keputusan sendiri 0,76 3, Memiliki pengalaman hidup sendiri 0,72 (terpisah dari orang tua) Kognisi 2, Siap tinggal dengan keluarga pasangan (mertua) 0,53 Sosial 38. Harus memiliki figure pernikahan yang dapat 0, Memberi tanpa mengharapkan balasan 0, Tidak bersenang-senang diatas penderitaan orang 0,71 Toleransi 2, Melaksanakan ibadah agama dengan teratur 0,72 Keagamaan 2, Mencintai diri sendiri (self esteem) 0,73 Self esteem 2, Mementingkan kepentingan bersama diatas 0,62 Tidak egois kepentingan pribadi 2, Berfikir positif terhadap orang lain Berfikir 0,59 Positif 1,98 Total : 44 item pernyataan Total Kumulatif: 71,15

69 47 Penamaan faktor dilakukan berdasarkan item yang diwakilinya. Faktor pertama terdiri atas pernyataan tidak suka membesarkan masalah yang kecil, tidak pendendam, tidak melampiaskan amarahnya ke orang terdekat, tahu kelebihan dan kekurangan, tidak mengeluarkan kata-kata kasar ketika marah, dan tidak minum minuman beralkohol, diberi nama Mengelola Emosi. Faktor kedua terdiri atas item mengetahui apa yang dibutuhkan orang lain, bersedia berkorban untuk orang lain, mengetahui alasan penyebab timbulnya perasaan, mampu membedakan perasaan yang dirasakan, dan tidak memotong pembicarran orang lain, sehingga diberi nama Kemampuan Empati. Empati adalah mampu menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain, sehingga bisa merasakan yang dirasakan orang lain. Faktor yang ketiga terdiri atas pernyataan bisa bekerja dalam tim, mudah bergaul dengan teman sebaya, senang mengikuti kegiatan masyarakat, berusaha menyelesaikan masalah dengan sabar, dan mampu menyelesaikan masalah dengan orang lain, faktor ini dinamai Keterampilan Sosial. Faktor keempat terdiri atas item yang berhubungan dengan usia menikah sehingga diberi nama Kesiapan Usia. Faktor kelima terdiri atas pernyataan memiliki pekerjaan, tidak merokok, memiliki tabungan untuk masa depan, mencari infromasi cara berumah tangga, dan memiliki tempat tinggal yang terpisah dari orang tua, sehingga dinamai Kesiapan Finansial. Faktor keenam dinamai Kesiapan Seksual karena terdiri atas pernyataan wanita sudah mampu hamil, laki-laki sudah mampu membuahi, siap berhubungan seksual, dan hubungan seksual penting dalam pernikahan. Faktor ketujuh terdiri atas item pernyataan pendengar yang baik, memberikan respon positif ketika berkomunikasi, dan mengkritik seseorang dengan cara yang baik, sehingga dinamai Kemampuan Komunikasi. Faktor kedelapan terdiri atas pernyataan tahu tugas dan peran suami, tahu tugas dan peran istri, dan mampu mengambil keputusan, dinamai faktor Kesiapan Peran. Faktor kesembilan terdiri atas item pernyataan memiliki pengalaman hidup sendiri, siap tinggal dengan keluarga pasangan, dan memiliki figure pernikahan yang bisa ditiru, faktor ini dinamai Kognisi Sosial. Kognisi sosial adalah pengetahuan serta kemampuan menganalisis bagaimana dunia sosial bekerja serta mengetahui apa yang diharapkan dalam kebanyakan situasi sosial (Goleman 2007).

70 48 Faktor yang kesepuluh terdiri atas dua item pernyataan yaitu memberi tanpa mengharapkan balasan dan tidak bersenang-senang diatas penderitaan orang lain, faktor ini disebut Toleransi. Toleransi adalah menghargai perbedaan kualitas pada diri seseorang, berpandangan terbuka terhadap sudut pandang dan keyakinan orang lain, serta menghargai dan menghormati orang lain. Pada hasil analisis faktor yang pertama ini terdapat empat faktor yang hanya terdiri atas satu pernyataan. Faktor tersebut sebaiknya dihilangkan dengan pertimbangan dalam penelitian biasanya data yang diperoleh merupakan data sampel (bukan populasi), maka kemungkinan akan terjadi kesalahan pengukuran (tidak valid atau tidak reliabel), jika hanya ada satu item pada satu faktor maka jika satu item tersebut tidak valid, maka faktor tidak bisa diuji lanjut. Oleh karena itu dilakukan analisis faktor yang kedua, dengan teknik ekstraksi apriori criterion, yaitu jumlah faktor ditentukan sendiri. Jumlah faktor yang ditentukan adalah 10 faktor, sesuai jumlah faktor valid yang diperoleh melalui kriteria latent factor. Pada Tabel 33 tersaji hasil analisis faktor pengelompokan item pernyataan kedalam faktor-faktor yang terbentuk. Jumlah item pernyataan yang tersiolasi menjadi lebih kecil yaitu 36 item. Penamaan faktor dilakukan berdasarkan item yang diwakilinya, penamaan sama dengan penamaan pada faktor 14 faktor, hanya urutan faktornya saja yang berbeda. Faktor pertama diberi nama Mengelola Emosi. Faktor kedua Kesiapan Peran. Faktor ketiga Empati. Faktor keempat Kesiapan Usia. Faktor kelima Kemampuan Komunikasi. Faktor yang keenam Keterampilan Sosial. Faktor ketujuh dinamai Kesiapan Seksual. Faktor kedelapan disebut Kesiapan Finansial, yang menarik adalah masuknya item tidak merokok pada faktor Kesiapan Finansial. Faktor Kesembilan dinamai Kognisi Sosial. Faktor yang kesepuluh dinamai Toleransi. Beberapa item pernyataan yang terhapus pada analisis faktor ini adalah empat item yang merupakan empat faktor dengan satu item pernyataan, pada analisis faktor sebelumnya (14 faktor). Item mencari informasi cara berumah tangga dan memiliki tempat tinggal yang terpisah dari orang tua pada faktor kesiapan finansial, tahu kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan tidak melampiaskan amarahnya ke orang-orang terdekat pada faktor mengelola emosi. Kedua item tersebut diganti dengan item tidak putus asa ketika menghadapi

71 49 masalah yang sangat berat dan berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan sabar. Item senang mengikuti kegiatan masyarakat pada faktor keterampilan sosial digantikan dengan menikmati waktu ketika bersama orang lain. Item siap tinggal dengan keluarga pasangan pada faktor kognisi sosial.model analisis faktor yang kedua ini memiliki total kumulatif 62,29 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa total varians atau informasi yang dapat digali dari empat belas faktor yang terbentuk adalah sebesar 62,29 persen. Tabel 33 Item pernyataan, statistik, dan penamaan 10 faktor Item pernyataan Faktor Keragaman Faktor loading (%) 1. Tidak putus asa ketika menghadapi masalah t berat 0,66 2. Berusaha menyelesaikan masalah dengan sabar 0,64 3. Tidak melampiaskan amarahnya ke orang- terdekat 0,62 Mengelola 4. Tidak suka membersarkan masalah yang kecil 0,61 emosi 21,88 5. Tidak mengeluarkan kata-kata kasar ketika marah 0,57 6. Tidak minum minuman beralkohol 0,53 7. Tahu tugas dan peran istri 0,89 Kesiapan 8. Tahu tugas dan peran suami 0,85 peran 9. Mampu mengambil keputusan sendiri 0,63 7, Mengetahui apa yang dibutuhkan oleh orang lain 0, Mengetahui alasan penyebab timbulnya perasaan 0, Mampu membedakan perasaan yang dirasakan 0,58 Empati 13. Bersedia berkorban untuk orang lain 0,56 6, Tidak memotong pembicaraan orang lain 0, Sudah berusia 19 tahun bagi laki-laki 0, Sudah berusia16 tahun bagi wanita 0,85 Kesiapan usia 17. Sudah berusia 21 tahun bagi wanita 0,84 5, Sudah berusia 21 tahun bagi laki-laki 0, Pendengar yang baik 0, Memberikan respon positif ketika berkomunikasi 0,77 Komunikasi 21. Mengkritik seseorang dengan cara yang baik 0,55 5, Mudah bergaul dengan teman sebaya 0, Bisa bekerja didalam tim 0,61 Keterampilan 24. Mampu menyelesaikan persoalan dengan orang 0,59 sosial lain 4, Menikmati waktu ketika bersama orang lain 0, Lak-laki sudah mampu membuahi 0, Perempuan sudah mampu hamil 0,86 Kesiapan 3, Siap berhubungan seksual 0,79 seksual 29. Hubungan seksual penting dalam pernikahan 0, Tidak merokok 0,54 Kesiapan 31. Memiliki tabungan untuk masa depan 0,87 finansial 3, Memiliki pekerjaan 0, Memiliki figure pernikahan yang dapat ditiru 0, Memiliki pengalaman hidup sendiri (terpisah dari Kognisi Sosial 2,98 0,84 orang tua) 35. Tidak bersenang-senang diatas penderitaan orang 0,71 lain Toleransi 2, Memberi tanpa mengharapkan balasan 0,71 Total : 36 item pernyataan Total kumulatif: 62,29

72 50 Ekstraksi faktor selanjutnya adalah delapan faktor, sesuai dengan jumlah faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli (Tabel 34). Jumlah item yang terisolasi 36 item dengan total kumulatif sebesar 56,58 persen. Penamaan faktor sesuai dengan item pembentuknya. Tabel 34 Item pernyataan, statistik, dan penamaan 8 faktor Item pernyataan Faktor Keragaman Faktor loading (%) 1. Tidak putus asa ketika menghadapi masalah berat 0,68 2. Tidak melampiaskan amarahnya ke orang-orang terdekat 0,66 3. Berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi Mengelola 0,64 dengan sabar Emosi 21,88 4. Tidak suka membersarkan masalah yang kecil 0,62 5. Tidak minum minuman beralkohol 0,58 6. Tidak mengeluarkan kata-kata kasar ketika marah 0,54 7. Mengetahui apa yang dibutuhkan oleh orang lain 0,81 8. Bersedia berkorban untuk orang lain 0,64 9. Mengetahui alasan penyebab timbulnya perasaan 0,63 senang, sedih, dll 7,64 Empati 10. Tidak memotong pembicaraan orang lain 0,61 komsniksi 11. Pendengar yang baik 0, Memberikan respon positif ketika berkomunikasi 0, Orang yang penyayang 0, Mengkritik seseorang dengan cara yang baik 0, Tahu tugas dan peran istri 0, Tahu tugas dan peran suami 0,85 Kesiapan 6, Mampu mengambil keputusan sendiri 0,60 peran 18. Melaksanakan ibadah agama dengan teratur 0, Sudah berusia 19 tahun bagi laki-laki 0, Sudah berusia16 tahun bagi wanita 0,86 Kesiapan 5, Sudah berusia 21 tahun bagi wanita 0,85 Usia 22. Sudah berusia 21 tahun bagi laki-laki 0, Memiliki tabungan untuk masa depan 0, Tidak merokok 0,69 5,01 Kesiapan 25. Memiliki tempat tinggal yang terpisah dari orang tua 0,61 Finansial 26. Memiliki pekerjaan 0, Mencari informasi cara berumah tangga 0, Perempuan sudah mampu hamil 0,87 Kesiapan 29. Laki-laki sudah mampu membuahi 0,86 seksual 4, Siap berhubungan seksual 0, Hubungan seksual penting dalam pernikahan 0, Bisa bekerja didalam tim 0, Mudah bergaul dengan teman sebaya 0,53 Keterampil 34. Menikmati waktu ketika sendiri maupun ketika an sosial 3,37 0,50 bersama orang lain 35. Harus memiliki figure pernikahan yang dapat 0,59 Kognisi 36. Memiliki pengalaman hidup sendiri 0,57 Sosial 3,25 36 item pernyataan Total kumulatif: 56,58

73 51 Faktor pertama diberi nama Mengelola Emosi. Faktor kedua Kemampuan Empati dan Komunikasi. Faktor ketiga Kesiapan Peran, keempat Kesiapan Usia. Faktor kelima Kesiapan Finansial. keenam Kesiapan Seksual. Faktor ketujuh Keterampilan Sosial, dan Faktor kedelapan dinamai Kognisi Sosial. Terjadi penambahan pernyataan melaksanakan ibadah agama, pada kesiapan peran dan berkurangnya item pernyataan mampu menyelesaikan persoalan dengan orang lain, pada keterampilan sosial, serta bertambahnya item orang yang penyayang pada empati, dan muncul item memiliki tempat tinggal yang terpisah dari orang tua pada kesiapan finansial. Pada uji 8 faktor, terdapat faktor yang akhirnya melebur dengan faktor lain adalah kemampuan komunikasi yang menyatu dengan faktor empati, dan menghilangnya faktor toleransi. Perbandingan hasil analisis faktor 14,10, dan 8 dilakukan untuk memiliih faktor-faktor yang akan digunakan pada pengujian regresi usia menikah. Faktor 14 tidak digunakan, walaupun kumulatifnya cukup besar namun terdapat empat faktor yang tidak valid. Pada faktor delapan item yang terisolasi sama dengan pada 10 faktor, namun mempertimbangkan nilai kumulatif maka yang memberikan informasi lebih banyak mengenai kesiapan menikah adalah faktor 10. Tabel 35 Perbandingan kesiapan menikah hasil analisis faktor 14 faktor, 10 faktor, dan 8 faktor Faktor (14) Faktor (10) Faktor (8) Mengelola emosi (6 item) Mengelola emosi(6 item) Mengelola emosi (6 item) Empati (5 item) Kesiapan peran (3 item) Empati & komunikasi (8 item) Keterampilan Sosial (5 item) Empati (5 item) Kesiapan peran (4 item) Kesiapan usia (4 item) Kesiapan usia (4 item) Kesiapan usia (4 item) Kesiapan finansial (5 item) Komunikasi (3 item) Kesiapan finansial (5 item) Kesiapan seksual (4 item) Keterampilan sosial (4 item) Kesiapan seksual(4 item) Kesiapan Komunikasi (3 item) Kesiapan seksual (4 item) Keterampilan sosial (3item) Kesiapan peran (3 item) Kesiapan finansial (3 item) Kognisi sosial (2 item) Kognisi Sosial (3 item) Kognisi sosia (2 item) Toleransi (2 item) Toleransi (2 item) Keagamaan ( 1 item) Self esteem ( 1 item) Tidak egois( 1 item) Berfikir Positif ( 1 item) Total item =44 Total item =36 Total item =36 Total Kumulatif=71,15 Total Kumulatif=62,29 Total Kumulatif=56,58

74 52 Pada Tabel 35 faktor yang konsisten terbentuk dari hasil analisis faktor adalah Mengelola emosi, Kemampuan Empati, Keterampilan Sosial, Kognisi Sosial, Kesiapan peran, Kesiapan finansial, Kesiapan usia, Kesiapan Seksual, dan Kemampuan komunikasi. Perbandingan faktor kesiapan menikah menurut para ahli, identifikasi, dan hasil analisis faktor (10 faktor) dapat dilihat pada Tabel 36. Jika dibandingkan hasil kesiapan menikah menurut para ahli, identifikasi jawaban contoh, dan analisis faktor, maka terlihat bahwa beberapa faktor sebenarnya mewakili suatu faktor besar, misalnya Mengelola Emosi dan Kemampuan Empati tergolong kedalam kesiapan emosi, lalu Keterampilan Sosial, Kognisi sosial, dan Toleransi tergolong kedalam kesiapan sosial (Tabel 36). Tabel 36 Perbandingan Faktor kesiapan menikah berdasarkan ahli, identifikasi dan analisis faktor Faktor kesiapan menikah para ahli Faktor kesiapan menikah Identifikasi Faktor kesiapan menikah (Analisis Faktor) Kesiapan Emosi Kesiapan Emosi Mengelola emosi Empati Kesiapan sosial Kesiapan sosial Keterampilan sosial Kognisi sosial Toleransi Kesiapan reproduksi Kesiapan reproduksi Kesiapan seksual (seksual) (seksual) Kesiapan peran Kesiapan peran Kesiapan peran Kesiapan finansial Kesiapan finansial Kesiapan finansial Kesiapan usia Kesiapan usia Kesiapan usia Kemampuan komunikasi - Kemampuan komunikasi Kesiapan spiritual Kesiapan spiritual - Oleh karena itu dilakukan suatu uji analisis faktor kembali untuk membentuk faktor yang lebih kecil guna melihat apakah ada faktor lain yang memiliki kesamaan sehingga dapat digabungkan menjadi satu faktor. Hasil analisis faktor 10 dan 8 selanjutnya diuji lanjut menggunakan ekstraksi faktor Apriori Criterion, ditentukan sebanyak 4 faktor. Hasil analisis 4 faktor menghasilkan gabungan faktor Kesiapan Emosi dan Kemampuan Komunikasi bergabung membentuk satu faktor, selanjutnya Kesiapan Peran dan Kesiapan Finansial juga melebur menjadi satu faktor (Tabel 37), artinya antara kesiapan finansial dan kesiapan peran memiliki kedekatan. Faktor yang tetap konsisten berdiri sendiri adalah kesiapan seksual dan kesiapan usia.

75 53 Tabel 37 Perbandingan analisis faktor 10 faktor dan analisis faktor 4 faktor 10 faktor 4 faktor dari 10 faktor Mengelola emosi(6 item) Kesiapan emosi dan komunikasi (15 item) Kesiapan peran (3 item) Kesiapan peran dan finansial (5 item) Kemampuan Empati (5 item) Kesiapan seksual (4 item) Kesiapan usia (4 item) Kesiapan usia (4 item) Kemampuan komunikasi (3 item) Keterampilan sosial (4 item) Kesiapan seksual (4 item) Kesiapan finansial (3 item) Kognisi sosial (2 item) Toleransi (2 item) Total item=36 Total item=28 Total Kumulatif=62,29 Total Kumulatif=48.80 Total kumulatif untuk 4 faktor ini hanya 48,80 artinya, keempat faktor tersebut hanya memberikan informasi sebanyak 48,80 persen tentang kesiapan menikah. Semakin tinggi nilai kumulatif maka semakin baik, oleh karena itu penggunaan 10 faktor tetap lebih baik memberikan informasi tentang kesiapan menikah karena nilai kumulatifnya lebih tinggi dan seluruh faktornya valid. Usia Menikah Dewasa Muda Usia ideal menikah Rata-rata usia ideal menikah bagi laki-laki menurut contoh laki-laki dan perempuan adalah 26,30 tahun dengan kisaran tahun, sedangkan rata-rata usia ideal menikah perempuan menurut contoh laki-laki adalah 23,70 tahun dan menurut contoh perempuan adalah 23,98 tahun dengan kisaran tahun. Usia ideal menikah bagi laki-laki menurut lebih dari setengah contoh (59,09%) berada pada tahun, sedangkan usia menikah ideal bagi perempuan menurut lebih dari setengah contoh (81,82%) adalah tahun. Uji statistik menunjukan tidak terdapat perbedaan usia ideal menikah berdasarkan jenis kelamin (sig>0,05). Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ideal menikah Usia Laki-laki menurut contoh: Perempuan, menurut contoh: ideal Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total menikah (n=32) (n=78) (n=110) (n=32) (n=78) (n=110) (tahun) % % % % % % ,00 0,00 0,00 25,00 8,97 13, ,63 38,46 39,09 65,63 88,46 81, ,25 60,26 59,09 9,38 2,56 4, ,13 1,28 1,82 0,00 0,00 0,00

76 54 Usia ingin menikah Usia ingin menikah untuk contoh laki-laki memiliki rentang antara Menurut Tabel 43 Lebih dari setengah contoh laki-laki (53,13%) ingin menikah pada usia tahun, dan hampir setengahnya (43,47%) ingin menikah pada usia tahun. Rentang usia ingin menikah contoh perempuan adalah tahun. Hampir seluruh contoh perempuan (84,62%) ingin menikah pada usia tahun, dan sebagian kecil contoh perempuan (10,26%) yang ingin menikah pada usia tahun (Tabel 39) Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ingin menikah Usia ingin menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (tahun) % % % , , ,75 84,62 72, ,13 10,26 22, , ,09 Perbandingan usia ideal dengan usia ingin menikah Rata-rata usia ideal menikah laki-laki menurut contoh laki-laki adalah 26,31 tahun dan rata-rata usia ingin menikah contoh laki-laki adalah 26,15 tahun. Pada contoh perempuan, rata-rata usia ideal adalah 23,98 tahun, dan rata-rata usia ingin menikah adalah 24,24 tahun. Terdapat perbedaan antara rata-rata usia ideal dengan usia ingin menikah berdasarkan jenis kelamin (sig<0,01). Laki-laki ingin menikah lebih muda dibandingkan dengan usia idealnya, sedangkan perempuan usia ingin menikah lebih tua dibandingkan usia idealnya. Tabel 40 Rata-rata, standar deviasi, dan nilai uji beda antara usia ideal dan usia ingin menikah berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Usia ideal Usia ingin menikah Uji beda (sig) Laki-laki ± ± ,000 Perempuan 23,98 ± ± ,000 Pengaruh Faktor Kesiapan Menikah dan Karakteristik Contoh terhadap Usia Menikah Uji pengaruh faktor-faktor kesiapan yang mempengaruhi usia menikah menggunakan beberapa model untuk mengetahui model terbaik yang mampu menjelaskan usia menikah. Pada Tabel 41 merupakan rekapan seluruh model regresi yang telah dilakukan.

77 55 Tabel 41 Faktor kesiapan menikah dan kakarteritsik yang berpengaruh terhadap usia menikah pada berbagai model regresi dan nilai adjusted R 2 Faktor kesiapan menikah Seluruh contoh (N=110) Model regresi (Y) Usia ingin menikah laki-laki (N=32) perempuan (N=78) Usia ideal menikah bagi laki-laki (N=110) perempuan (N=78) Y 1 Y 2 Y 3 Y 4 Y 5 Y 6 Y 7 Y 8 Y 9 Y 10 Mengelola emosi Kesiapan peran Empati Kesiapan usia Kemampuan komunikasi Keterampilan sosial Kesiapan seksual Kesiapan finansial Kognisi sosial Toleransi Karakteristik Jenis Kelamin Uang saku Urutan anak Jlh anggota keluarga Saudara menikah Status pacar Usia menikah ayah Usia menikah ibu Lama pendidikan ayah Lama pendidikan ibu Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Pendapatan ayah Pendapatan ibu Pendapatan perkapita Kelengkapan orangtua Adj R 2 0,12 0,53 0,21 0,57 0,13 0, 54 0,05 0,13 0,13 0,26 Keterangan Y 1 (usia ingin menikah n=110)= f (faktor-faktor kesiapan menikah) Y 2 (usia ingin menikah n=110)= f (faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Y 3 (usia ingin menikah laki-laki n=32)= f (faktor-faktor kesiapan menikah) Y 4 (usia ingin menikah laki-laki n=32)= f (faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Y 5 (usia ingin menikah perempuan n=78)= f (faktor-faktor kesiapan menikah) Y 6 (usia ingin menikah perempuan n=78)= f (faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Y 7 (usia ideal menikah laki-laki n=110)= f (faktor-faktor kesiapan menikah) Y 8 (usia ideal menikah laki-laki n=110)= f (faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Y 9 (usia idealn menikah perempuan n=110)= f (faktor-faktor kesiapan menikah ) Y 10 (usia idealn menikah perempuan n=110)= f (faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik)

78 56 Berdasarkan Tabel 41, faktor kesiapan menikah yang mempengaruhi usia ingin menikah seluruh contoh pada model Y 1 adalah kesiapan peran dan kesiapan usia, sedangkan pada model Y 2 faktor kesiapan menikah yang mempengaruhi usia ingin menikah adalah empati, kesiapan usia, kesiapan seksual, dan kesiapan finansial. Pada usia ingin menikah laki-laki, faktor yang konsisten berpengaruh pada model Y 3 dan Y 4 adalah kesiapan finansial. Pada usia ingin menikah perempuan, pada model Y 5 faktor yang berpengaruh adalah kesiapan usia dan kemampuan empati, sedangkan pada model Y 6 faktor yang muncul berepngaruh adalah mengelola emosi dan kemampuan komunikasi, dan kesiapan usia. Pada usia ideal menikah bagi laki-laki menurut seluruh contoh, faktor kesiapan menikah yang mempengaruhinya adalah kesiapan usia dan finansial (model Y 7 ) dan toleransi (model Y 8 ). Untuk faktor kesiapan menikah yang mempengaruhi usia ideal menikah bagi perempuan menurut seluruh contoh adalah pada model Y 9 dan Y 10 adalah kemampuan empati dan kemampuan komunikasi, serta kesiapan usia dan finansial (model Y 9 ). Berdasarkan nilai adjusted R 2, model yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel-variabel independen terhadap usia menikah adalah model Y2, Y4, dan Y6 karena ketiga model tersebut memiliki nilai adjusted R 2 diatas 50 persen, sehingga bisa menjelaskan lebih dari setengah informasi mengenai usia menikah. Pada ketiga model tersebut variabel independen yang dimasukan adalah faktor kesiapan menikah dan karakteristik contoh serta keluarga. Pengaruh faktor kesiapan menikah dan karakteristik terhadap usia ingin menikah seluruh contoh. Model Y2 merupakan uji regresi pengaruh faktor kesiapan menikah dan karakteristik terhadap usia menikah keseluruhan contoh. Untuk faktor kesiapan menikah yang berpengaruh adalah semakin tinggi Kemampuan Empati dan Kesiapan Finansial, maka semakin tua usia ingin menikah sedangkan semakin tinggi Kesiapan Usia dan Kesiapan Seksual maka semakin muda usia ingin menikah. Berdasarkan hasil regresi karakteristik yang berpengaruh adalah jenis kelamin, dimana usia ingin menikah laki-laki lebih tua dari perempuan, selanjtnya uang saku, yaitu semakin tinggi uang saku maka semakin tua usia ingin menikah.

79 57 Tabel 42 Sebaran koefisien regresi karakteristik dan faktor kesiapan menikah yang berpengaruh terhadap usia ingin menikah contoh (n=110) Variabel Bebas ß (terstandarisasi) Sig Konstanta 0,000 Kemampuan empati 0,179 0,030* Kesiapan usia -0,211 0,004* Keterampilan sosial -0,116 0,144 Kesiapan seksual -0,185 0,014* Kesiapan finansial 0,178 0,021* Jenis kelamin 0,668 0,000* Uang saku 0,204 0,006* Urutan anak (1=pertama, 0=tidak) -0,122 0,082 Status pacar (1=ada, 0=tidak ada) -0,149 0,036* Usia nikah ayah -0,108 0,195 Lama pendidikan ayah -0,227 0,009* Usia menikah ibu 0,133 0,137 Lama pendidikan ibu 0,276 0,007* Pekerjaan ibu (1=kerja, 0=tidak bekerja) -0,184 0,018* R 2 0,59 Adjusted R 2 0,53 Sig 0,00 Keterangan *= signifikansi 95% Contoh yang memiliki pacar memiliki usia ingin menikah lebih muda dibandingkan yang tidak memiliki pacar. Pendidikan orangtua baik ayah dan ibu yang semakin tinggi membuat usia ingin menikah contoh semakin tua. Contoh yang ibunya bekerja memiliki usia ingin menikah lebih muda dibandingkan contoh yang ibunya tidak bekerja. Model regresi memiliki nilai adjusted R 2 sebesar 0,53. Angka tersebut artinya sebesar 53 persen usia ingin menikah contoh dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel yang berpengaruh yang telah disebutkan, Sedang sisanya yaitu 47 persen dipengaruhi variabel bebas lain yang tidak diteliti. Regresi usia ingin menikah selanjutnya dipisahkan antara contoh laki-laki dan perempuan. Pengaruh faktor kesiapan menikah dan karakteristik terhadap usia ingin menikah laki-laki. Regresi selanjutnya menguji pengaruh kesiapan menikah dan karakteristik contoh terhadap usia ingin menikah contoh laki-laki tersaji pada Tabel 43. Semakin tinggi Kemampuan Komunikasi, dan Kesiapan Finansial, dan uang saku, maka semakin tua usia ingin menikah laki-laki. Semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka semakin muda usia ingin menikah laki-laki (Tabel 43).

80 58 Tabel 43 Sebaran koefisien regresi karakteristik contoh dan keluarga dan faktorfaktor kesiapan menikah terhadap usia ingin menikah laki-laki (n=32) Variabel Bebas ß (terstandarisasi) Sig Konstanta 0,000 Kemampuan empati -0,361 0,171 Kesiapan usia -0,284 0,105 Kemampuan komunikasi 0,590 0,036* Kesiapan seksual -0,308 0,134 Kesiapan finansial 0,356 0,058* Kognisi sosial 0,213 0,297 Uang saku 0,360 0,027* Urutan anak (1=pertama,0=bukan pertama) -0,452 0,015* Jumlah anggota keluarga -0,439 0,030* Status pacar (1=ada, 0=tidak ada) -0,219 0,183 Usia menikah ayah -0,328 0,089 Usia menikah ibu 0,299 0,106 Lama pendidikan ibu 0,263 0,108 Pendapatan perkapita (1=tidak miskin, 0=miskin) -0,541 0,006* Orang tua (1=lengkap, 0=tidak lengkap) 0,245 0,155 R 2 0,77 Adjusted R 2 0,57 Sig 0,01 Keterangan *= signifikansi 95% Contoh laki-laki yang merupakan anak pertama memiliki usia ingin menikah lebih muda dibandingkan yang bukan anak pertama, contoh laki-laki yang berasal dari keluarga miskin memiliki usia menikah yang lebih tua. Model memiliki nilai Adjusted R-square yang cukup baik yaitu 0,57, artinya usia ingin menikah laki-laki dapat dijelaskan oleh model sebesar 57 persen, sedangkan sisanya 43 persen dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti. Pengaruh faktor kesiapan menikah dan karakteristik terhadap usia ingin menikah perempuan. Pengaruh karakteristik dan faktor-faktor kesiapan menikah terhadap usia ingin menikah perempuan disajikan pada Tabel 44. Faktor kesiapan menikah yang mempengaruhi usia ingin menikah contoh perempuan adalah Mengelola emosi, semakin tinggi maka usia ingin menikah semakin tua. Semakin tinggi Kesiapan Usia dan Kemampuan Komunikasi maka semakin rmuda usia ingin menikah. Semakin tinggi uang saku, dan pendidikan ibu maka semakin tua usia ingin menikah perempuan, tetapi semakin tinggi pendidikan ayah semakin muda usia ingin menikah perempuan.

81 59 Tabel 44 Sebaran koefisien regresi karakteristik contoh dan keluarga dan faktorfaktor kesiapan menikah terhadap usia ingin menikah perempuan (n=78) Variabel Bebas ß (terstandarisasi) Sig Konstanta 0,000 Mengelola emosi 0,271 0,022* Kemampuan empati 0,168 0,122 Kesiapan usia -0,194 0,056* Kemampuan komunikasi -0,268 0,030* Kesiapan seksual -0,149 0,131 Uang saku 0,356 0,001* Status pacar (1=ada, 0=tidak ada) -0,250 0,009* Usia menikah ayah -0,141 0,166 Lama pendidikan ayah -0,438 0,000* Pekerjaan ayah (1=kerja, 0=tidak bekerja) -0,142 0,191 Lama pendidikan ibu 0,509 0,000* Pekerjaan ibu (1=kerja, 0=tidak bekerja) -0,463 0,000* Pendapatan perkapita (1=tidak miskin, 0=miskin) 0,273 0,014* Orang tua (1=lengkap, 0=tidak lengkap) -0,275 0,023* R 2 0,54 Adjusted R 2 0,44 Sig 0,00 Keterangan *= signifikansi 95% Contoh perempuan yang memiliki pacar memiliki usia ingin menikah lebih rendah. Contoh yang ibunya bekerja ingin menikah lebih cepat. Contoh perempuan yang berasal dari keluarga miskin ingin menikah lebih muda. Perempuan dengan orang tua yang tidak lengkap ingin menikah lebih tua dibandingkan yang orang tuanya lengkap.

82

83 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya di usia 20 tahun menjadi usia yang cukup untuk menikah. Penyebab lainnya karena masih mengenyam pendidikan, artinya pendidikan mampu menghambat seseorang untuk menikah. Bahkan terdapat sebagian dewasa muda yang menyatakan belum terfikirkan untuk menikah, padahal menikah merupakan tugas perkembangan dewasa muda yang seharusnya sudah difikirkan dan dipersiapkan dengan baik. Dewasa muda juga merasa belum bisa hidup mandiri dan terpisah dari orang tua, padahal usia 20 tahun merupakan masa dimana seorang indivdu harus bisa mengurangi ketergantungan pada keluarga dan harus hidup lebih mandiri (Levinson 1978). Dewasa muda juga merupakan masa untuk membangun hubungan intim dengan lawan jenis (Erickson 1963), terbukti hampir setengah dewasa muda sedang berpacaran. Sebagian besar ayah dewasa muda memiliki pekerjaan, sedangkan hampir setengah ibu contoh tidak bekerja. Hal ini menunjukan bahwa suami masih menjadi tulang punggung utama dalam keluarga yang bertugas mencari nafkah, tetapi saat ini ibu sudah mulai menjadi pencari nafkah keluarga, dimana setengah ibu dewasa muda juga bekerja. Rata-rata lama pendidikan ayah dewasa muda lebih tinggi dibandingkan rata-rata lama pendidikan ibu contoh. Hal tersebut menunjukan bahwa laki-laki cenderung memperoleh akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan perempuan. Terdapat sebagian kecil ayah dewasa muda yang menikah pada usia dibawah 19 tahun. Hal itu bukan berarti melanggar ketentuan, karena pada Pasal 7 ayat 2 disebutkan penyimpangan terhadap ayat 1 bisa dilakukan dengan meminta dispensasi kepada pejabat terkait yang dilakukan oleh orang tua. Namun perlu disadari bahwa batas usia minimal yang ditetapkan pemerintah sudah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa pada usia tersebut seseorang dianggap siap secara fisik dan mental untuk membangun keluarga, memilik reproduksi yang sudah matang, dan memiliki pengetahuan yang memadai tentang keluarga sejahtera dan peraturan perundang-undangan.

84 62 Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan seksual, kesiapan peran, kesiapan usia, kesiapan finansial, dan kesiapan spiritual. Faktor yang sama sekali tidak disebutkan adalah kemampuan berkomunikasi, padahal kemampuan komunikasi penting dimiliki sebagai salah satu kesiapan menikah, seringkali suami istri terlibat pertengkaran karena kesalahan dalam komunikasi. Faktor kesiapan emosi lebih penting dimiliki oleh perempuan. Perempuan umumnya memiliki kemampuan membaca sinyal emosi verbal dan nonverbal lebih baik dari pada laki-laki, dan lebih mahir dalam mengungkapkan perasaannya, akibatnya secara rata-rata wanita lebih mudah berempati dari pada pria (Goleman 1997). Faktor Kesiapan Finansial, lebih penting dipersiapkan oleh laki-laki terkait dengan tugas suami sebagai pemimpin keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anggota keluargany. Kesiapan Finansial juga penting bagi perempuan. Contoh Kesiapan Finansial bagi perempuan adalah memiliki pekerjaan untuk membantu suami meningkatkan pendapatan keluarga. Kesiapan Peran lebih penting dipersiapkan oleh perempuan karena berhubungan dengan tugas istri yang lebih banyak berada pada sektor domestik seperti mengerjakan pekerjaaan rumah tangga, mendampingi suami dan mengasuh anak. Kesiapan fisik yang sehat sama-sama penting bagi laki-laki dan perempuan, hal ini terkait dengan tujuan pernikahan yaitu memiliki keturunan. Mereka yang memiliki kondisis fisik yang kurang sehat misalnya kurang subur atau memiliki riwayat penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hendaknya lebih mempersiapkan kesehatan diri misalnya dengan menjalankan pola hidup sehat. Kesiapan Seksual lebih penting dipersiapkan oleh perempuan. perubahan fisik janin yang begitu cepat selama masa kandungan membutuhkan keterampilan ibu yang mengandung untuk menjaga kesehatan dengan mengontrol kondisi organ reproduksi dan mengatur kecukupan asupan gizi ketika hamil dan setelahanya sehingga kesehatan ibu dan janin bisa terjaga dengan baik. Kesiapan spiritual lebih penting dipersiapkan oleh laki-laki karena seorang suami apalah imam dan pemimpin keluarga.

85 63 Kesiapan berikutnya adalah kesiapan sosial lebih penting dipersiapkan oleh laki-laki. Laki-laki sebagai pemimpin keluarga harus mampu mengorganisasikan keluarganya untuk bekerja sama guna mencapai tujuan bersama. Pada masyarakat matrilokal (matrilocal societies) dimana umumnya pengantin wanita membawa suami tinggal bersama keluarganya, membuat lakilaki dituntut memiliki keterampilan sosial yang baik (Schelegel dan Barry 1991). Hasil analisis faktor menghasilkan faktor Mengelola Emosi sebagai faktor pertama yang terbentuk, mengelola emosi diperlukan karena masalah-masalah dalam pernikahan bisa menimbulkan frustrasi dan tekanan pada pasangan, terutama yang baru menikah. Kemampuan mengelola emosi akan menghindari pasangan untuk melakukan tindakan agresif maupun merusak diri sendiri, apalagi saat ini banyak terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pada faktor Kesiapan Finansial, terdapat item tidak merokok. Salah satu masalah keuangan rumah tangga bukan hanya pendapatan rendah tapi juga salahnya pengalokasian pendapatan. Banyak keluarga miskin yang lebih memprioritaskan belanja rokok dari pada kebutuhan gizi keluarga. Hasil survey Sosial Ekonomi Nasional (2006) mencatat bahwa alokasi belanja rokok pada keluarga miskin perokok menempati urutan kedua setelah beras (YLKI 2011) 1. Pada faktor Kesiapan Peran, kemampuan untuk mengambil keputusan merupakan salah satu pernyataan penting. Dalam pernikahan suami-istri harus mampu mengambil keputusan dengan bijak, misalnya keputusan penting mengenai pendidikan anak, tujuan yang ingin dicapai keluarga, maupun hal-hal kecil misalnya seorang istri harus mampu membuat keputusan mengenai barangbarang kebutuhan yang harus dibelanjakan yang diperlukan oleh keluarga. Kesiapan Seksual berarti bahwa organ reproduksi seksual perempuan sudah matang dan sudah tepat untuk hamil. Hal ini terkait dengan tujuan menikah yaitu ingin memperoleh keturunan. Kesiapan untuk hamil tidak hanya persiapan fisik tetapi juga kesiapan mental, yang harus dipersiapkan sebelum hamil. Kondisi kesehatan seorang calon ibu, senantiasa akan berhadapan dengan gangguan, misalnya gangguan penyakit, hal tersebut akan memberikan efek samping kepada janin yang sedang dikandung. Kesiapan untuk hamil akan membuat perempuan lebih siap baik secara fisik dengan mengatur kecukupan gizi, maupun mental. 1. Warta Konsumen Yayasan Lemabaga Konsumern Indonesia (YLKI) edisi 2/xxxviii/2011. Jakarta: YLKI

86 64 Faktor Keterampilan Sosial juga diperlukan, hubungan sosial paling penting dalam pernikahan tentu saja hubungan antar pasangan, dengan memiliki hubungan yang baik pasangan akan mampu bekerja sama dengan baik. Selain itu, setelah tinggal di lingkungan yang baru, pasangan harus mampu membina hubungan dengan tetangga. Kognisi Sosial juga penting untuk dimiliki. Kognisi Sosial adalah mengetahui apa yang diharapkan dalam kebanyakan situasi sosial misalnya etiket dan mampu mengartikan isyarat sosial dan memahami norma yang tersirat (Goleman 2007). Norma yang dipegang pasangan terkadang berbeda dengan norma yang kita pelajari, dan norma jarang ada yang tertulis. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kognisi sosial adalah melihat figure pernikahan yang bisa ditiru, dan merasakan bagaimana hidup mandiri lepas dari orang tua, sehingga bisa melihat beragam contoh atau model pernikahan, diluar pernikahan orang tua. Hurlock (1994) mengemukakan bahwa memiliki teladan akan mendorong dewasa muda untuk menguasai tugas-tugas perkembangannya. Faktor yang terakhir terbentuk adalah kemampuan Toleransi. Menurut Erikson (1963) dewasa muda berada pada tahap intimasi melawan isolasi. Pada tahap ini individu harus membangun kepribadian yang mampu melebur dengan kepribadian orang lain agar mampu membentuk keintiman. Proses ini membutuhkan kontrol emosi dan kompromi atau toleransi yang tinggi. Jika gagal maka individu akan merasa terisolasi. Sehingga toleransi juga dibutuhkan dalam membangun hubungan intim seperti pernikahan. Rata-rata usia ingin menikah perempuan lebih tinggi daripada usia ideal, laki-laki sebaliknya usia ingin menikah justru lebih muda dibandingkan usia idealnya. Dewasa muda yang merupakan mahasiswa memiliki pendidikan yang tinggi. Pada wanita pendidikan yang tinggi akan membuka peluang mereka untuk mengejar karir sebelum menikah, sedangkan pada laki-laki justru menjadi peluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, sehingga lebih cepat memperoleh kesiapan finansial.

87 65 Usia ingin menikah perempuan lebih muda dari pada usia ingin menikah laki-laki, salah satu penyebab hal ini terjadi karena masa pubertas perempuan memang lebih cepat dari laki-laki (Hurlock 1994). Perbedaan usia ini berhubungan dengan pengendalian fertilitas, wanita yang menikah lebih muda akan memiliki masa reproduksi yang lebih lama dibandingkan wanita yang menikah lebih tua (Schelegel dan Barry 1991). Semakin tinggi uang saku maka semakin tua usia ingin menikah. Perempuan yang memiliki kondisi finansial keluarga yang cukup, tidak akan mencari keamanan finansial dengan menikah, sedangkan yang berpendapatan rendah bisa mengharapkan memperoleh dukungan finansial dengan menikah. Bagi laki-laki, pendapatan keluarga besar akan membuat mereka berusaha lebih keras untuk mencapai standar yang sama dengan keluarganya (Thornton, 1989). Dewasa muda laki-laki yang merupakan anak pertama memiliki usia ingin menikah yang lebih muda. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian oleh Murdoch (2011). Penelitian yang berjudul Birth Order and Age at Marriage (Urutan Lahir dan Usia Menikah) menunjukan rata-rata usia menikah anak sulung laki-laki lebih rendah dari pada rata-rata usia menikah anak laki-laki yang bukan anak sulung. Pada contoh laki-laki yang berasal dari keluarga besar, maka ada peluang yang lebih besar untuk membangun keluarga baru dengan jumlah anak yang juga banyak. Pasangan yang memiliki keinginan memiliki anak yang banyak, akan menikah lebih muda. Contoh yang sedang berpacaran memiliki usia ingin menikah lebih muda. Pengalaman berpacaran akan mengajarkan seseorang mengenai komitmen, toleransi, dan belajar berkompromi, serta sarana mengenal pasangan dan kelurganya. Penelitian yang dilakukan oleh Karadag (2006) menghasilkan bahwa mereka yang memiliki pengalaman berpacaran (dating) akan lebih sering membicarakan isu mengenai pernikahan. Mereka yang memiliki pasangan juga lebih memiliki inisiatif untuk menikah. Contoh laki-laki yang berasal dari keluarga miskin ingin menikah lebih lama karena ingin memiliki kondisi ekonomi yang lebih mapan, karena laki-laki bertanggung jawab atas kebutuhan hidup keluarga.

88 66 Perempuan yang berasal dari keluarga miskin justru ingin menikah lebih cepat, karena mengharapkan adanya pegangan ekonomi yang berasal dari suami. Usia ingin menikah perempuan juga dipengaruhi kondisi orang tua, dimana perempuan yang memiliki orang tua yang tidak lengkap akibat meninggal atau bercerai memiliki usia ingin menikah yang lebih tua. Pengalaman akibat perceraian akan membuat anak merasa trauma dan berfikir bahwa pernikahan bukanlah sumber kebahagiaan, selain itu pengalaman hidup bersama ibu tunggal akan membuat dewasa muda perempuan mengejar karir yang mapan dahulu sebelum menikah, hal tersebut merupakan tindakan prefentif apabila dewasa muda mengalami kondisi yang sama seperti ibunya. (Berryman dan Waite 1987). Semakin tinggi pendidikan orang tua akan membuat semakin tua usia ingin menikah dewasa muda perempuan. Pendidikan ibu yang tinggi akan memberikan gambaran kepada contoh bahwa perempuan juga memiliki peluang untuk memperoleh pencapaian dalam pendidikan. Ibu yang berpendidikan tinggi juga memiliki pekerjaan yang lebih baik, dan akan memberikan gambaran pula bahwa perempuan harus bekerja dahulu sebelum menikah. Faktor kesiapan menikah yang mempengaruhi usia ingin menikah adalah kesiapan usia, kemampuan empati, kemampuan komunikasi, kesiapan seksual dan kesiapan finansial. Usia masih dipandang sebagai hal mempengaruhi kesiapan menikah, semakin tinggi kesiapan usia maka akan lebih cepat menikah. Orang yang usianya cukup matang akan dipandang lebih siap secara finansial. Semakin tinggi kesiapan empati semakin tinggi menikah. Empati merupakan kemampuan memahami perasaan orang lain, serta menerima kekurangan dan kelebihan orang lain. Semakin dewasa usia seseorang maka empatinya akan semakin baik. Semakin seseorang siap berhubungan seksual, maka semakin muda ingin menikah. Kemampuan komunikasi berpengaruh pada usia menikah. Kemampuan komunikasi memang diperlukan dalam pernikahan. Banyak kasus pertengkaran rumah tangga terjadi hanya karena kesalahan berkomunikasi. Kesiapan usia berpengaruh negatif pada usia ingin menikah perempuan. Perempuan yang menganggap kesiapan usia sebagai faktor pernting dalam pernikahan ingin menikah lebih muda, dibandingkan perempuan yang tidak terlalu mengaanggap usia sebagai salah satu kesiapan pernikahan.

89 67 Keterbatasan penelitian Oleh karena luasnya cakupan masalah yang perlu ditelaah untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kesiapan menikah, maka dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada variabel-variabel berikut: 1. Masalah-masalah yang terkait dengan dewasa muda yang meliputi: karaketristik dewasa muda dan latar belakang sosial ekonomi keluarga 2. Masalah-masalah yang terkait dengan persepsi tentang dunia pernikahan, kesiapan menikah, tujuan menikah, tugas suami dan istri, dan usia menikah. Keterbatasan lain adalah data yang dikumpulkan berasal dari contoh yang merupakan mahasiswa, sehingga tingkat pendidikan contoh homogen. Penelitian juga tidak mengukur tingkat kesiapan menikah contoh secara nyata. Contoh cenderung homogen karena antara contoh laki-laki dan perempuan ketika dilakukan uji beda karakteristik contoh maupun keluarga contoh antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan.

90

91 69 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Faktor kesiapan menikah yang teridentifikasi dari persepsi contoh terdiri atas kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan finansial, kesiapan peran, kesiapan reproduksi (seksual), dan kematangan usia. Terdapat perbedaan antara kesiapan menikah bagi laki-laki dan kesiapan menikah perempuan. Faktor kesiapan menikah laki-laki adalah kesiapan finansial, kesiapan emosi, kesiapan peran, kesiapan fisik, kesiapan spiritual, dan kesiapan sosial. Faktor kesiapan menikah untuk perempuan adalah kesiapan emosi, kesiapan peran, kesiapan finansial, dan kesiapan fisik, kesiapan seksual, dan kesiapan spiritual. Faktor-faktor kesiapan menikah hasil analisis faktor memperoleh sepuluh faktor yaitu faktor mengelola emosi, kesiapan peran, empati, kesiapan seksual, kemampuan komunikasi, keterampilan sosial, kognisi sosial, kesiapan finansial, kesiapan usia, dan toleransi. Usia ideal menikah untuk laki-laki berkisar antara tahun dengan rata-rata adalah 26,31 tahun. Untuk usia ideal perempuan berkisar antara tahun dengan rata-rata 23,98 tahun. Rata-rata usia ingin menikah contoh laki-laki adalah 26,15 tahun dan perempuan 24,24 tahun. Terdapat perbedaan antara usia ingin menikah dengan usia ideal, pada perempuan usia ingin menikah lebih tua dibandingkan usia idealnya, sedangkan pada laki-laki usia ingin menikah lebih muda dari usia idealnya. Karakteristik dewasa muda dan keluarga berpengaruh pada usia ingin menikah. Karakteristik dewasa muda yang mempengaruhi usia ingin menikah adalah jenis kelamin, uang saku, status berpacaran, dan urutan anak. Karakteristik keluarga yang mempengaruhi adalah pendidikan orangtua, pendapatan perkapita, dan kelengkapan orang tua. Kesiapan menikah juga berpengaruh pada usia menikah. Semakin tinggi kesiapan usia dan kemampuan komunikasi maka semakin muda usia menikah, namun semakin tinggi kesiapan finansial dan kemampuan empati maka semakin tua usia menikah.

92 70 Saran Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka saran yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Saran bagi dewasa muda yang hendak menikah baik laki-laki dan perempuan harus menyiapkan emosi secara matang, terutama mengelola emosi dan empati. Hal ini bisa dilakukan dengan banyak membaca referensi buku, serta mempelajari pernikahan dari dilingkungan keluarga, maupun lingkungan sosial. 2. Dewasa muda sebaiknya memiliki figur pernikahan yang bisa ditiru, sehingga bisa mendapatkan gambaran mengenai masalah dalam pernikahan dan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Kesiapan peran juga penting dipersiapkan terutama perempuan. Terkait peran perempuan yang lebih banyak pada sector domestik. Perempuan harus belajar mengerjakan berbagai tugas dalam rumah tangga dan pengasuhan anak. 3. Untuk kesiapan finansial harus lebih dipersiapkan oleh calon pasangan lakilaki, karena laki-laki adalah pemimpin dan pencari nafkah utama dalam keluarga. Sebelum menikah laki-laki sebaiknya memiliki pekerjaaan yang halal dan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 4. Kesiapan seksual (reproduksi) harus dipersiapkan lebih baik oleh perempuan, hal ini terkait dengan peran perempuan sebagai calon ibu yang akan mengandung dan melahirkan. Misalnya melakukan pengecekan kesehatan organ reproduksi sebelum menikah. Saran bagi pemerintah, hendaknya membuat program pendidikan tentang pernikahan, agar dewasa muda lebih memiliki kesiapan untuk menikah.

93 71 DAFTAR PUSTAKA Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-Haka Reproduksi Remaja Jakarta Badan Pusat Statistik [BPS].Statistik Indonesia Jakarta: BPS Bernard H.R Social Research Methode. London: Sage Publication Blood M.B Marriage (3 rd ed.). New York: Free Press Chaplin J.P Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Chesterfield L Letter. London: Macmillan&Co Ltd Corsini R The Dictionary of Psychology. London: Brunner/Route Kedge Dewi IS Kesiapan Menikah pada Dewasa Mudaa yang Bekerja. [terhubung berkala]. [9 Desember 2010] Duvall EM Family Development (4 th ed). New York: J.B Lipincott Company Miller B.C Marriage and Family Development (9 th ed) New York: Harper and Row Publisher Erikson EH Childhood and Society 2 nd Edition. New York:Norton Freud S Civilization and Its Discontent. New York: Free Press Goleman Daniel Kecerdasan Emosional.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Goleman D Social Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Gould RL Transformation: Growth and Change in Adult Life. New York: Simon & Schuster Gunarsa S.D, Gunarsa Y Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia Hall S Marital Meaning, Exploring Young Adulth Belief Systems About Marriage [Journal of Family Issues Vol.27 No.10). Indiana: Sage Publication Havighurts RJ Development Task and Education 3 th ed. New York: Mac Kay Hayslip Jr, Panek Paul E Adulth Development and aging, Harper&Row Publisher: New York

94 72 Holman T B, Hermer SL, Larson JH The Development and Predictive Validity of a New Premarital Assessment Instrument the Preparation of Marriage Instrument. [Journal of Family Relation Vol.43 (hal.46-52)] Hurlock EB Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terj Istidiwayanti dan Soejarwo. Jakarta: Erlangga Karadag S Dating Behaviour, views og Marriage, and Marital preparation among University Student. [ Journal of Social Science. No 16. Turkey: Ege University] L Abate L Building Family Competence. California: Sage Publication Levinson D.J The season s of man s life. New York: Knopf Marshall A Principle of Economics. London:Macmillan & Co Ltd Murdoch, J Peter Birth Order and Age at Marriage. [British Journal of Social and Clinical Psychology, Vol:5 page ] Nazir M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Oktaviani V Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Kesiapan Menikah pada Mahasiswa [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Olson D, De Frain John Marriage and Families: Intimacy, Diversity & Strenght (5 th ed). New York: Mc.Grow Hill Papalia D.E, Olds S.W Human Development (2 nd ed). New York: Mc.Grow Hill Feldman R.D (1998). Human Development (7 th ed) New York: Mc. Grow Hill Puteri SO Kesiapan Menikah pada Dewasa Madya yang Bekerja. [terhubung berkala]. [9 Desember 2010] Santrock, John W Perkembangan Anak. Jakarat: Penerbit Erlangga Schelegel, Aliece. Barry, Herbert Adolescent: An Antrhopological Inquary. New York: The Free Press. Sunarti E Theorical and Methodological Issues on Family Resilience (Presented at Senior Official Forum, Part of East Asian Ministrial Forum on Families). Bali. Departement of Family and Cosumer Science. Faculty of Human Ecology. Bogor Agricultural University

95 73 Stinnet, N Readiness for marital competence. Journal of Home Economics, Vol:61, page Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga) Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka Turner Jeffrey, Helms Donald Contemporary Adulthood (3 rd ed). New York: CBS Collage Publishing. Thornton, A Changing attitudes towards family issues in the United States.Journal of Marriage and Family Vol: 51, page: Widarjono Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam Bandung: Citra Umbara.

96

97 LAMPIRAN 75

98 76

99 77 LAMPIRAN 1 Reabilitas dan Validitas 1. Uji Reabilitas item pernyataan (57 item) Ringkasan proses Reabilitas Jumlah contoh Valid 110 Jumlah contoh yang tidak valid 0 Total contoh 110 Cronbach Alpha 0,907 Jumlah item Uji Validitas (nilai korelasi) item Nilai korelasi Keterangan Pernyataan item Keterangan E1 0,345 Valid U30 0,883 Valid E2 0,090 Tidak Valid U31 0,874 Valid E3 0,395 Valid U32 0,852 Valid E4 0,493 Valid U33 0,861 Valid E5 0,579 Valid S34 0,723 Valid E6 0,504 Valid S35 0,761 Valid E7 0,359 Valid S36 0,661 Valid E8 0,244 Tidak Valid S37 0,410 Valid E9 0,585 Valid P38 0,741 Valid E10 0,605 Valid P39 0,779 Valid E11 0,681 Valid P40 0,721 Valid E12 0,618 Valid P41 0,598 Valid E13 0,517 Valid SEK42 0,853 Valid E14 0,572 Valid SEK43 0,746 Valid E15 0,649 Valid SEK44 0,914 Valid E16 0,623 Valid SEK45 0,894 Valid E17 0,389 Valid KOM46 0,770 Valid E18 0,550 Valid KOM47 0,811 Valid E19 0,563 Valid KOM48 0,740 Valid E20 0,470 Valid KOM49 0,795 Valid E21 0,606 Valid KOM50 0,780 Valid E22 0,617 Valid AG51 0,785 Valid E23 0,548 Valid AG52 0,931 Valid E24 0,577 Valid FIN53 0,566 Valid E25 0,394 Valid FIN54 0,760 Valid E26 0,309 Valid FIN55 0,641 Valid E27 0,403 Valid FIN56 0,512 Valid E28 0,462 Valid FIN57 0,689 Valid E29 0,401 Valid

100

101 79 LAMPIRAN 2 Analisis Faktor KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..713 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 3.607E3 df 1378 Sig..000 a. Ekstraksi Laten Root (14 Faktor) Communalities Initial Extraction Initial Extraction E U E U E U E S S E S E P E P E P E P E SEK E SEK E SEK E SEK E KOM E KOM E KOM E KOM E KOM E AG E AG E FIN E FIN E FIN E FIN E FIN U Extraction Method: Principal Component Analysis.

102 80 Total Variance Explained Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Component Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Extraction Method: Principal Component Analysis.

103 Rotated Component Matrix a Component E E E E E E E AG E E E E E KOM E E E E E E U U U U FIN E FIN P FIN FIN SEK SEK SEK SEK KOM KOM KOM KOM P P S S FIN P E E AG E E E E S E Extraction Method: Principal Component Analysis, Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Rotation converged in 14 iterations. 81

104 82 b. Analisis Faktor (Apriori Criterion 10 Faktor) Communalities Initial Extraction Initial Extraction E U E U E U E S E S E S E P E P E P E P E SEK E SEK E SEK E SEK E KOM E KOM E KOM E KOM E KOM E AG E AG E FIN E FIN E FIN E FIN E FIN U Extraction Method: Principal Component Analysis.

105 83 Total Variance Explained Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Component Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Extraction Method: Principal Component Analysis.

106 84 Rotated Component Matrix a Component E E E E E E E E S P P S AG E E E E KOM E U U U U KOM KOM KOM KOM AG E E E E E E E E SEK SEK SEK SEK E FIN FIN FIN P FIN P S E FIN E E E Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Rotation converged in 13 iterations.

107 85 c. Analisis Faktor (Apriori Criterion 8 Faktor) Communalities Initial Extraction Initial Extraction E U E U E U E S E S E S E P E P E P E P E SEK E SEK E SEK E SEK E KOM E KOM E KOM E KOM E KOM E AG E AG E FIN E FIN E FIN E FIN E FIN U Extraction Method: Principal Component Analysis.

108 86 Total Variance Explained Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Component Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Extraction Method: Principal Component Analysis.

109 Rotated Component Matrix a Component E E E E E E E E AG E E E E KOM KOM KOM E KOM E E E P P S AG E U U U U FIN E FIN FIN P FIN SEK SEK SEK SEK KOM E E E E E E S P S E E FIN Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.Rotation converged in 11 iterations. 87

110 88

111 89 LAMPIRAN 3 (Uji Regresi dengan Metode Backward) 1. Y 2 (Usia ingin menikah N=110)=F(Faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Variables Entered/Removed b Model Variables Entered Variables Removed Method 1 tottole, totper, lmpday, totkog, totus, cerai, pertama, pacar, totsek, pekib, nikay, totket, anggota, totfin, uangsak, pkrjay, jk, totlola, saumen, VAR00001, totemp, nikaib, totkom, pdpay, lmpddib, pdpib a 2. VAR00001 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 3. totkog Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 4. pkrjay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 5. pdpib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 6. saumen Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 7. cerai Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 8. totlola Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 9. totkom Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 10. pdpay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 11. totper Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 12. anggota Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 13. tottole Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 14. nikay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 15. nikaib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 16. pertama Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 17. totket Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). a. All requested variables entered. Dependent Variable: inginnik. Enter 89

112 90 Model R R Square Adjusted R Square model Summary r Std. Error of the Estimate Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a j b k c l d m e n f o g p h q i Model Sum of Squares df ANOVA r Mean Square F Sig. Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a j Residual Total Regression b k Residual Total Regression c l Residual Total Regression d m Residual Total Regression e n Residual Total Regression f o Residual Total Regression g p Residual Total Regression h q Residual Total Regression i Residual Total

113 91 Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) jk uangsak 1.138E pertama anggota saumen pacar nikay lmpday pkrjay pdpay 7.963E nikaib lmpddib pekib pdpib 3.985E VAR cerai totlola totper totemp totus totkom totket totsek totfin totkog tottole (Constant) jk uangsak 1.105E pertama pacar nikay lmpday nikaib lmpddib pekib totemp totus totket totsek totfin a. Dependent Variable: inginnik

114 92 2. Y 4 (Usia ingin menikah laki-laki N=32)=F(Faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Variables Entered/Removed b Model Variables Entered Variables Removed Method 1 tottole, anggota, pdpib, totkog, nikay, totlola, totper, lmpdday, pacar, totus, uangsak, cerai, pertama, totfin, totsek, totket, nikaib, VAR00001, totemp, lmpddib, pdpay, totkom, pekib, saumen, pkrjay a 2. pekib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 3. lmpdday Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 4. pdpay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 5. tottole Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 6. pdpib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 7. totper Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 8. saumen Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 9. pkrjay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 10. totlola Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 11. totket Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 12. totkog Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 13. totemp Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 14. pacar Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 15. totus Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 16. nikay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 17. totfin Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 18. totkom Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 19. lmpddib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 20. totsek Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: inginnik. Enter 92

115 Model R R Square Adjusted R Square Model Summary u Std. Error of the Estimate Model R R Square Adjusted R Square 93 Std. Error of the Estimate a k b l c m d n e o f p g q h r i s j t ANOVA u Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a k Residual Total Regression b l Residual Total Regression c m Residual Total Regression d n Residual Total Regression e o Residual Total Regression f p Residual Total Regression g q Residual Total Regression h r Residual Total Regression i s Residual Total Regression j t Residual Total

116 94 94 Model Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients Collinearity Statistics B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) uangsak 1.774E pertama anggota saumen pacar nikay lmpdday pkrjay pdpay E nikaib lmpddib pekib pdpib 7.262E VAR cerai totlola totper totemp totus totkom totket totsek totfin totkog tottole (Constant) uangsak 1.556E pertama anggota pacar nikay nikaib lmpddib VAR cerai totemp totus totkom totsek totfin totkog a. Dependent Variable: inginnik

117 95 3. Y 6 (Usia ingin menikah Perempuan N=32)=F(Faktor kesiapan menikah dan karakteristik) Variables Entered/Removed b Model Variables Entered Variables Removed Method 1 tottole, nikaib, totus, totfin, totkog, pacar, pertama, totper, pdpay, totsek, totemp, uangsak, pekib, VAR00001, pkrjay, anggota, nikay, totket, lmpday, saumen, cerai, totkom, totlola, lmpdib, pdpib a 2. totket Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 3. totfin Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 4. saumen Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 5. tottole Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 6. pertama Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 7. totkog Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 8. anggota Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 9. pdpib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 10. totper Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 11. pdpay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 12. nikaib Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 13. pkrjay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 14. nikay Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 15. totemp Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). 16. totsek Backward (criterion: Probability of F-to-remove >=.100). a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: inginnik. Enter 95

118 96 Model R R Square Adjusted R Square model Summary q Std. Error of Adjusted R the Estimate Model R R Square Square Std. Error of the Estimate a i b j c k d l e m f n g o h p ANOVA q Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a i Residual Total Regression b j Residual Total Regression c k Residual Total Regression d l Residual Total Regression e m Residual Total Regression f n Residual Total Regression g o Residual Total Regression h p Residual Total

119 97 Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) uangsak 1.526E pertama anggota saumen pacar nikay lmpday pkrjay pdpay 1.226E nikaib lmpdib pekib pdpib 2.146E VAR cerai totlola totper totemp totus totkom totket totsek totfin totkog tottole (Constant) uangsak 1.597E pacar nikay lmpday pkrjay lmpdib pekib VAR cerai totlola totemp totus totkom totsek a. Dependent Variable: inginnik

120

121 99 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Adjisli M dan Uri Kurnia. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Jatiwaringin Asri II, dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 06 Bekasi, lulus tahun 2004, lalu melanjutkan sekolah ke SMAN 05 Bekasi, hingga lulus tahun 2007, di tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mendapatkan mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, dan minor Manajemen Fungsional, Fakultas Ekonomi Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi anggota Koperasi Mahasiswa ( ), pengurus organisasi Desa Mitra Fakultas Ekologi Manusia (SAMISAENA) divisi pendidikan ( ), pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) sebagai anggota Divisi Human Resources ( ). Selain itu, penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan yang diadakan di dalam lingkup kampus. Penulis mendapatkan beberapa prestasi Akademis maupun Nonakademis selama kuliah baik didalam maupun diluar kampus, yaitu Juara 1 Lomba Business Plan Badan Eksekutif Mahasiswa FEMA (2008), Penerima Beasiswa Supersemar (2009), dan Penerima Beasiswa Yayasan Goodwill International ( ). Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Nagari Balah Aie, Kecamatan Tujuh Koto, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya 7 Tahap perkembangan dewasa muda TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Muda Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH

KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH Jur. Ilm. Kel. & Kons., September 2013, p : 143-153 Vol. 6, No. 3 ISSN : 1907-6037 KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH Fitri Sari 1, Euis Sunarti 1*) 1 Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. N Ne = 780. n = 780( = 106, N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%)

METODE PENELITIAN. N Ne = 780. n = 780( = 106, N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Desain Penelitian ini adalah cross sectional study, karena data yang dikumpulkan hanya pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Nazir 2009). Lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

KESIAPAN MENIKAH DAN PELAKSANAAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA PRASEKOLAH INE RAHMATIN

KESIAPAN MENIKAH DAN PELAKSANAAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA PRASEKOLAH INE RAHMATIN 1 KESIAPAN MENIKAH DAN PELAKSANAAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA PRASEKOLAH INE RAHMATIN DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Nikah, menikah, dan pernikahan, tiga kata ini akan selalu menjadi bahasan paling menarik sepanjang masa. Apalagi bagi mereka yang berstatus mahasiswa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Untuk membagi kedekatan emosional dan fisik serta berbagi bermacam tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS 1 PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG RANI MAULANASARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Reber (dalam Fatimah, 2008,h.143) kemandirian adalah

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Reber (dalam Fatimah, 2008,h.143) kemandirian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia dalam menjalani kehidupannya tidak dapat menjalani hidup sendiri sebab kehidupan harus ditempuh melalui proses secara bertahap dan setiap manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dilatar belakangi banyak masyarakat di pedesaaan yang lebih memilih menikah diusia muda dimana kematangan emosinya masih belum siap untuk membina sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output 34 KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok yang mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Pengertian keluarga menurut BKKBN adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan single parent adalah perempuan yang telah bercerai dengan pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, membimbing, dan merawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah sangat asing terdengar. Sejak tercetusnya gerakan emansipasi wanita oleh R.A Kartini

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 172 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 173 PEDOMAN OBSERVASI A. Keadaan fisik subyek : Penampilan B. Ekspresi wajah saat wawancara : Ceria, tidak suka, cemas, lemas, tertarik, bosan. C. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban Sofia Halida Fatma. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci