ABSTRACT. Keywords: Pollen, food resources, fruit bats, Cengkareng.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRACT. Keywords: Pollen, food resources, fruit bats, Cengkareng."

Transkripsi

1 ABSTRACT Ridho. The identified pollen collected from the intestine of fruit bats at Cengkareng Jakarta. Thesis report. Departement of Biology, Faculty of Science and Technology Syarif Hidayatullah Islamic University. Jakarta The study of pollen as food resources for fruit bat was conducted at the garden around Cengkareng district in August to October The pollen was collected and identified from the intestine of fruit bats. The mist net was pulled up at and pulled down around in the evening. There were known four species of bats that potential for pollinator. Those are C. brachyotis, C. horsfieldii, C. tittachaellus, M. sobrinus and Rousettus amplixicaudatus respectively. There was identified pollen of 23 species plant that potentially consumed or pollinated by those bat. Those plants were Acasia sp (Mimoceae); Ceiba sp (Bambaceae); Syzigium sp, Psidium sp1, Psidium sp2, (Myrtaceae); Cocos nucifera, Aracaceae genus1 cf cocos, Aracacea genus2 cf cocos (Aracaceae); Solanum sp1, Solanum sp2, Solanum sp3 (Solanaceae); Chlorophytum sp (Liliaceae); Leptonychia sp1, Leptonychia sp2, Leptomychia sp, (Sterculiaceae); Artocarpus sp, Ficus sp1, Ficus sp2, (Moraceae); Gordonia sp, (Theaceae); Annona sp (Annonaceae); Drypetes sp (Euphorbiaceae), Cordia sp, (Boraginaceae): Gnetum sp, (Gnetaceae). The analysis on niche overlap of food among the species of bats, then by species, sex and age categorization show that bats have high in competition to visit flower, the species of plants as food resources were quite similar each other. While, the Chi square analysis showed a significantly different (x 2 >0.05) among species, sex, or age categories. Keywords: Pollen, food resources, fruit bats, Cengkareng. i

2 ABSTRAK Ridho. Identifikasi serbuk sari pada saluran pencernaan kelelawar buah di Cengkareng, Jakarta. Laporan Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta Penelitian serbuk sari sebagai sumber makanan kelelawar buah dilakukan di area perkebunan daerah Cengkareng pada bulan Agustus sampai Oktober Serbuk sari dikumpulkan diidentifikasikan dari saluran pencernaan kelelawar buah. Misnet dipasang pada pukul dan diturunkan pada pukul malam hari. Ada empat jenis spesies kelelawar yang berpotensi sebagai pembantu penyerbukan, yaitu C. brachyotis, C. horsfieldii, C. tittachaellus, M. sobrinus dan Rousettus amplixicaudatus. Hasil identifikasikan serbuk sari dijumpai ada 23 spesies tanaman yang biasa dikonsumsi atau potensial untuk diserbuki oleh kelelawar-kelelawar tersebut. Tanaman-tanaman itu adalah Acasia sp (Mimoceae); Ceiba sp (Bambaceae); Syzigium sp, Psidium sp1, Psidium sp2, (Myrtaceae); Cocos nucifera, Aracacea genus1 cf cocos, Aracacea genus2 cf cocos (Aracaceae); Solanum sp1, Solanum sp2, Solanum sp3 (Solanaceae); Chlorophytum sp (Liliaceae); Leptonychia sp1, Leptonychia sp2, Leptomychia sp, (Sterculiaceae); Artocarpus sp, Ficus sp1, Ficus sp2, (Moraceae); Gordonia sp, (Theaceae); Annona sp (Annonaceae); Drypetes sp (Euphorbiaceae), Cordia sp, (Boraginaceae): Gnetum sp, (Gnetaceae). Hasil analisa relung pakan berdasarkan makanan yang dikonsumsi oleh spesies kelelawar yang ditangkap, dan dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan usia menunjukkan bahwa tingginya relung persaingan pakan kelelawar untuk dapat mengunjungi bunga; Spesies tanaman yang dikonsumsi cenderung memiliki kesamaan satu sama lain. Analisa khi-kuadrat menunjukkan adanya perbedaan jenis pakan yang signifikan (x 2 >0.05) antara spesies, jenis kelamin atau kategori usia. Kata kunci: Serbuk sari, sumber makanan, kelelawar buah, Cengkareng. ii

3 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT. atas segala rahmat. Hidayah, inayah dan karunia-nya. Sholawat dan Salam penulis panjatkan kepada Rasulullah saw besera keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI SERBUK SARI PADA SALURAN PENCERNAAN KELELAWAR FAMILI PTEROPODIDAE DI DAERAH CENGKARENG, JAKARTA BARAT. Dalam menyelesaikan skripsi ini saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak secara langsung sehingga skripsi ini selesai saya buat, karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kepada orang tua tercinta yaitu H. Abdul Mubin HM, S.Ag dan Hj. Kartinah yang selalu dengan sabar dan ikhlas mendoakan, membiayai hingga sampai perguruan tinggi dan sampai selesainyaskripsi ini. 2. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tercinta yang telah banyak memberikan doa dan dukungan hingga selesainya skripsi ini. 3. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. DR. Lily Surayya E.P., M.Env. Stud Selaku Ketua Jurusan Biologi yang telah banyak memberikan ijin dan arahan untuk melaksanakan penelitian. iii

4 5. Fahma Wijayanti, M.Si selaku Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik yang dengan sabar memberikan petunjuk serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Ibnu Maryanto selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan arahan serta perhatiannya yang berbeda dengan dosen-dosen lainnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 7. Firman, M.Si dan drh.bhintarti, M.Biomed selaku Penguji I dan II dalam Seminar Proposal dan Seminar Hasil serta Priyanti, M.Si selaku Penguji II Seminar Hasil yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si dan Dasumiati, M.Si selaku Penguji I dan II dalam Sidang Skripsi yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam penyusunan skripsi ini. 9. Pak NANANG dan Bu NINING yang membantu penulis dalam identifikasi kelelawar. 10. Laboran Biologi Mba Ida, Mba Fuji, Mba Dian dan Ka Bahri yang senantiasa membantu penulis dalam kerja di laboratorium. 11. Thanks To Mutiara Rama Senjawati Dwi Gustini, S.Si My Partner Riset Kelelawar yang senantiasa memberikan semangat dan membantu penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. For My Best Friend Eko Prasetyo, S.Si dan Fachrurroji, yang senantiasa memberikan bantuan moril yang gak ternilai. iv

5 13. Team Ekspedisi Penangkapan Kelelawar, Alfian Dwi Prasetyo, S.Si, Choirul Basyar, Ahmad Junaidi, S.Si, Teguh Hadi Wibowo, S.Si. yang senantiasa menemani penulis dalam pengambilan sampel kelelawar. 14. Spesial untuk Biologi angkatan 2004 : Aminullah, Nasrullah, Fahmi Rizaldi, Akhmad Taufiq Maulana, Susfa Atmarwa Yahya, Sarah Marselia, S.Si, Novi Prasetyowati, S.Si, Rasyidawati, S.Si, Khayu Wahyunita, S.Si, Neni Nur aini, S.Si, Zulfana, S.Si, Fitriyah, S.Si, Ofi Ikhsan Karya Arofi, S.Si, Sofia Rohmat, Din Fitri Rochmawati, S.Si, Suryanih Eva, S.Si, Khoirul Bariyah, Suci Kartikawati, S.Si, Mawarsih, Arkanza Dewi Ranni, S.Si, Cut Dhien Keumala Meutia, S.Si, sahabatku yang telah banyak membantu baik dari segi dorongan moril sampai terselesaikannya skripsi ini. 15. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Inayah-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan. Akhirnya semoga skripsi ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta memiliki manfaat bagi semua. Jakarta, Juni 2009 Ridho v

6 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK...i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Manfaat Kerangka Berpikir... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Kelelawar Pteropodidae Klasifikasi dan Morfologi Distribusi dan Habitat Kelelawar Tingkah Laku dan Pakan Kelelawar Pteropodidae Saluran Pencernaan Kelelawar Pteropodidae Serbuk Sari BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis Cengkareng Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Cara Kerja Survey Jalur Terbang vi

7 Penangkapan Spesimen Penanganan Spesimen Pengamatan dan Identifikasi Serbuk Sari Analisis Data Relung Pakan Khi-Kuadrat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Pembahasan Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar Analisis Statistik Relung Pakan Uji Khi-Kuadrat Tingkat Spesies Uji Khi-Kuadrat Tingkat Jenis Kelamin Uji Khi-Kuadrat Tingkat Usia BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelelawar Gambar 2. Bentuk Butir Serbuk Sari Radiosimetri Gambar 3. Jenis Serbuk sari Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 5. Grafik Relung Pakan Tingkat Spesies Kelelawar Gambar 6. Grafik Relung Pakan Tingkat Jenis Kelamin Gambar 7. Cynopterus brachyotis Gambar 8. Cynopterus horsfieldii Gambar 9. Cynopterus tittachaellus Gambar 10. Macroglossus sobrinus Gambar 11. Rousettus amplixicaudatus viii

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Bentuk Serbuk Sari Berdasarkan Indeks P/E Tabel 2. Jenis Serbuk Sari Tumbuhan Pakan Kelelawar Tabel 3. Persentase Pakan Kelelawar Tabel 4. Jenis Tumbuhan yang dijumpai pada Kelelawar Pteropodidae Tabel 5. Hasil Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Spesies Tabel 6. Hasil Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Jenis Kelamin Tabel 7. Hasil Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Usia ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Identifikasi Serbuk Sari Lampiran 2. Sampel Jenis Kelelawar Pteropodidae Lampiran 3. Hasil Uji Khi-Kuadrat x

11 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelelawar di dunia ada 18 famili, 192 genus dan 1111 jenis kelelawar (Kingston dkk., 2006). Jumlah jenisnya merupakan kedua terbesar sesudah bangsa binatang pengerat (Rodentia) dalam kelas Mammalia. Di Indonesia ada 205 atau 21% jenis kelelawar di dunia yang sudah diketahui, sembilan famili dari jenisjenis ini termasuk dalam 52 genus (Suyanto, 2001). Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia Timur kelelawar disebut paniki, niki atau lawa; orang Sunda menyebutnya kampret, lalai; orang Jawa menyebutnya lowo, lawa, codot, kampret; suku Dayak di Kalimantan menyebutnya hawa, prok, cecadu, kusing dan tayo. Famili Pteropodidae adalah kelompok kelelawar pemakan buah dan nektar bunga. Pada daerah tropis seperti Indonesia, keberadaan kelelawar ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat karena memiliki peranan sebagai pemencar biji buah-buahan dan sebagai penyerbuk bunga tumbuhan bernilai ekonomis. Famili Pteropodidae di Indonesia ada 72 jenis yang termasuk ke dalam 21 genus. Anggota famili ini dikenal sebagai pemencar biji, penyerbuk bunga seperti Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris dan penghasil pupuk guano seperti Eonycteris spelaea dan Penthetor lucasi (Meijaard dkk., 2005). Tiap jenis kelelawar Pteropodidae memiliki pakan yang sesuai dengan anatomi dan fisiologi 1

12 2 tubuhnya, karenanya tiap jenis kelelawar Pteropodidae memiliki jenis pakan yang berbeda dengan kelelawar Pteropodidae lainnya. Pada kelelawar genus Macroglossine memiliki struktur anatomi dan fisiologi yang terspesialisasi untuk memakan serbuk sari dan nektar (Altringham, 1996), sehingga kelelawar jenis ini dapat membantu proses penyerbukan pada tanaman berbunga. Kelelawar menggunakan berbagai macam tipe habitat untuk bersarang dan mencari makan. Hutan atau daerah perkebunan menyediakan tempat bernaung bagi kelelawar, seperti di bawah naungan dedaunan pohon dan pada rantingranting pohon. Berdasarkan peranannya kelelawar merupakan salah satu hewan yang dapat membantu penyerbukan tanaman berbunga dan penyebar biji bagi tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi di kawasan perkebunan penduduk di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Sedangkan kelelawar dari Sub Ordo Mikrochiroptera juga berperan sebagai pengendali hama serangga di kawasan perkebunan dan persawahan. Masyarakat di daerah Cengkareng masih sedikit akan pengetahuan mengenai kelelawar. Umumnya masyarakat di daerah Cengkareng dan sekitarnya menganggap kelelawar sebagai hama. Sekitar tahun 1990 kelelawar di Cengkareng menghabiskan buah yang telah masak atau buah yang siap dipetik, sehingga masyarakat menganggap kelelawar merupakan suatu hama. Sampai saat ini belum ada penelitian-penelitian di Cengkareng yang menyatakan bahwa kelelawar merupakan hewan penyerbuk dan pemencar biji. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui keberadaan kelelawar penyerbuk dan pemencar biji melalui identifikasi serbuk sari pada saluran pencernaan kelelawar

13 3 famili Pteropodidae. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap serbuk sari tumbuhan yang terdapat dalam saluran pencernaan kelelawar pemakan buah dan nektar bunga berasal dari daerah Cengkareng Jakarta Barat. Diharapkan melalui penelitian ini dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan di kawasan Cengkareng dan sekitarnya yang menggantungkan kelelawar sebagai pembantu proses penyerbukan dan pemencar biji Perumusan Masalah Permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan jenis pakan antar jenis kelelawar famili Pteropodidae. 2. Famili tumbuhan apa saja yang menjadi sumber pakan kelelawar dari famili Pteropodidae Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini, yaitu: 1. Terdapat perbedaan jenis pakan antar spesies famili Pteropodidae. 2. Tumbuhan yang di serbuki kelelawar famili Pteropodidae mempunyai ciri morfologi serbuk sari yang spesifik Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui perbedaan jenis pakan kelelawar famili Pteropodidae. 2. Mengetahui serbuk sari tumbuhan yang dimakan oleh kelelawar famili Pteropodidae.

14 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memperoleh informasi tentang sumber pakan kelelawar famili Pteropodidae di daerah Cengkareng Jakarta Barat. 2. Memberikan informasi tentang peranan kelelawar famili Pteropodidae. 3. Sebagai bahan acuan untuk diadakan penelitian lebih lanjut Kerangka Berfikir Pteropodidae merupakan kelompok kelelawar yang memakan buahbuahan, nektar serta serbuk sari. Pteropodidae mempunyai peranan penting di dalam proses penyerbukan bunga dan pemencar biji tanaman buah termasuk tanaman yang banyak ditanam penduduk di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Berdasarkan hal ini, maka perlu diadakan penelitian tentang keberadaan kelelawar sebagai polinator tanaman buah di daerah Cengkareng. Penelitian terhadap isi saluran pencernaan dapat dilakukan dengan membedah saluran pencernaan kelelawar. Jika dijumpai serbuk sari pada saluran pencernaan, maka dapat dianggap bahwa kelelawar tersebut berfungsi sebagai polinator. Analisa serbuk sari dari suatu tumbuhan dipilih karena serbuk sari lebih tahan/resisten terhadap reaksi enzimatis yang terjadi di dalam saluran pencernaan kelelawar. Hasil yang diperoleh dari identifikasi serbuk sari dapat menunjukkan jenis tumbuhan apa saja yang dimakan oleh kelelawar famili Pteropodidae ini.

15 5 Analisa serbuk sari dapat dilihat dari morfologi, pola eksin, serta ukuran serbuk sari. Pada eksin terdapat pola lukisan struktur yang khas bagi jenis tumbuhan tertentu sehingga berperan dalam identifikasi tumbuhan. Berdasarkan jenis tumbuhan yang menjadi pakan kelelawar famili Pteropodidae di daerah Cengkareng Jakarta Barat, diharapkan dapat dilakukan upaya konservasi bagi habitat kelelawar famili Pteropodidae ini, terutama di daerah Cengkareng Jakarta Barat.

16 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Kelelawar Klasifikasi dan Morfologi Kelelawar merupakan satu-satunya hewan mamalia yang dapat terbang. Kelelawar dibagi menjadi dua sub ordo yaitu, Megachiroptera dan Mikrochiroptera. Sub ordo Megachriroptera hanya memiliki satu famili yaitu Pteropodidae. Famili Pteropodidae memiliki sumber pakan berupa buah, nektar dan serbuk sari. Klasifikasi ordo kelelawar menurut Nowak (1994) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum : Animalia : Chordata Sub Filum Kelas Ordo : Vertebrata : Mamalia : Chiroptera Sub Ordo : 1. Microchiroptera 2. Megachiroptera Famili : Pteropodidae Genus : Macroglossus Rousettus Cynopterus 6

17 7 Spesies : Macroglossus sobrinus Rousettus amplixicaudatus Cynopterus brachyotis Cynopterus horsfieldii Cynopterus tittachaellus Megachiroptera mempunyai ukuran tubuh yang relatif besar dan memiliki ciri khusus dengan bentuk muka menyerupai anjing atau serigala. Kelelawar jenis ini mengkonsumsi buah, nektar dan serbuk sari sebagai sumber pakannya. Morfologi rahang kelelawar Pteropodidae dapat membantu kelelawar jenis ini untuk mendapatkan nektar dan serbuk sari yang berada jauh di dalam kelopak bunga. Genus Macroglossine memiliki lidah yang dapat memanjang, lidah yang dapat memanjang ini berfungsi sama dengan probosis yang dimiliki oleh kupukupu, yang digunakan untuk mendapatkan cairan nektar dan serbuk sari yang berada di dalam bunga (Yalden dan Moris, 1975). Kelelawar Mikrochiroptera mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dan memiliki bentuk wajah yang bervariasi. Kelelawar jenis ini merupakan pemakan serangga dan mamalia kecil lainnya. Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) yang paling kecil (Balionycteris, chironax dan Aethalops) berbobot 10 gram, dan yang paling besar (kalong kapuk Pteropus vampyrus) bisa mencapai berat lebih dari 1500 gram, bentangan sayapnya mencapai 1700 mm, dan lengan bawah sayapnya mm, sedangkan kelelawar pemakan serangga (Mikrochiroptera) yang paling kecil

18 8 berbobot 2 gram dan paling besar 196 gram, dan lengan bawah sayapnya mm (Suyanto, 2001). Anatomi kelelawar pada dasarnya sama seperti mamalia lainnya, perbedaan utamanya ialah ukuran tubuh pada kelelawar mengalami penyusutan dan adaptasi dibandingkan mamalia lain. Contohnya pada sayap yang dimiliki oleh kelelawar yang tidak dimiliki oleh mamalia lainnya. Sayap pada kelelawar sebenarnya terbentuk dari rangka seperti tangan dengan lengan bawah sayap dan jari-jari yang mengalami pemanjangan dan kulit di antara jari dan lengan bawah sayap tersebut membentuk selaput membran elastis yang bernama pentangium, kelelawar juga memiliki selaput membran elastis antara paha yang berlekatan dengan ekor atau tulang ekor (Yalden dan Morris, 1975) Sayap kelelawar berbeda dengan sayap burung yang merupakan susunan bulu yang menempel pada dada. Sayap kelelawar terdiri dari lapisan kulit yang sangat tipis dan melekat pada ruas-ruas tulang jari tangan yang mengalami perpanjangan dan berfungsi sebagai kerangka sayap. Selaput kulit yang melekat pada kerangka sayap membentang hingga jari kaki depan, kaki belakang dan ekor. Selaput kulit yang berfungsi sebagai sayap ini memiliki ikat-ikat lentur sehingga selaput sayap dapat dilipat dan tidak menjadi penghalang pada saat berjalan. Selama terbang, selaput sayap ini juga berfungsi sebagai radiator (pendingin) karena selaput terbang yang berisi ikat urat yang lentur dan serabut otot merupakan tempat mendinginkan darah (Nowak, 1994). Sebagian besar kelelawar Pteropodidae berukuran kecil, yaitu sekitar 24 genus (57%) dari 42 genus dengan anggota jenis yang memiliki lengan bawah

19 9 sayap kurang dari 70 mm, dan hanya tujuh genus (16,7%) dengan anggota jenis yang ukuran lengan bawah sayapnya lebih dari 110 mm. Kelelawar pada waktu terbang membutuhkan oksigen yang jauh lebih banyak dibandingkan ketika tidak terbang (27 ml vs 7 ml Oksigen/1 gram bobot tubuhnya), dan denyut jantung berdetak lebih kencang (822 kali vs 522 kali permenit). Untuk mendukung kebutuhan tersebut, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibandingkan kelompok lain (0,9% vs 0,5% bobot tubuh) (Suyanto, 2001). Nowak (1994) menyatakan bahwa pada umumnya kelelawar berkembang biak hanya satu kali dalam setahun dengan masa kehamilan 3 sampai 6 bulan, dan hanya bisa melahirkan satu atau dua ekor bayi setiap periode melahirkan. Akan tetapi jenis Lasiurus borealis dapat melahirkan sampai 5 ekor dalam setiap periode melahirkan. Bayi yang baru dilahirkan ini mempunyai bobot yang dapat mencapai 25-30% dari bobot tubuh induknya. Lebih besar dari bayi manusia yang mencapai 5% dari bobot tubuh induknya. Berbeda dengan jenis-jenis mamalia lain, kelelawar lebih lama menyusui anaknya Distribusi dan Habitat Kelelawar Kelelawar merupakan hewan mamalia nokturnal yang melakukan ativitasnya pada malam hari dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi yang baik dengan lingkungannya membuat kelelawar dapat berkembang biak dengan cepat dan memiliki persebaan geografi yang luas di seluruh dunia. Kelelawar dapat di temukan hampir di seluruh wilayah dunia kecuali pada daerah Antartika. Kurang lebih ada 200 jenis; kelelawar dari seluruh dunia dapat

20 10 ditemukan di wilayah Indonesia (Kencana, 2001). Menurut Suyanto (2001), persebaran genus anggota famili Pteropodidae yang berada di daerah Jawa yaitu Aethalops, Chironax, Cynopterus, Eonycteris, Macroglossus, Megaerops, Pteropus, dan Rousettus. Kelelawar pemakan buah (Pteropodidae) biasanya banyak ditemukan di daerah tropis terutama di wilayah hutan dan perkebunan dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi (Yalden dan Morris, 1975). Daerah persebaran kelelawar dipengaruhi oleh kemampuan terbangnya untuk dapat menentukan persebaran pakan dan habitat bertengger, strategi reproduksi dan aktivitas sosial (Kunz dan Pierson, 1991). Kelelawar menggunakan berbagai macam habitat seperti goa, vegetasi pohon dan semak, dan di daerah perkebunan. Sebagian besar jenis kelelawar dari famili Pteropodidae memilih tempat bertengger pada rantingranting pohon di kawasan vegetasi perkebunan, hanya beberapa kelelawar dari famili ini yang memiliki kemampuan ekolokasi yang memilih tempat bertengger di dalam goa, diantaranya Dobsonia, Rousettus, dan Eonycteris (Sinaga dkk., 2006) Tingkah Laku dan Pakan Kelelawar Ordo kelelawar termasuk hewan nocturnal, mereka mencari makan pada malam hari dan di siang hari mereka bergelantungan dengan kakinya, menyelimuti tubuhnya dengan sayap ketika dingin dan mengipaskan sayapnya jika keadaan panas. Ada dua alasan mengapa kelelawar lebih memilih aktif pada malam hari, alasan pertama ialah karena pada siang hari dapat terjadi pengaruh radiasi yang merugikan pada sayap disebabkan karena terkena cahaya matahari

21 11 sehingga lebih banyak panas yang diserap dari pada yang dikeluarkan. Hal ini dikarenakan sayap kelelawar hanya berupa selaput kulit tipis yang sangat rentan terkena sinar matahari. Alasan kedua ialah karena kelelawar telah mengalami proses adaptasi khusus sehingga kelelawar memiliki indera yang sangat mendukung bagi aktivitas mereka di malam hari, sehingga dengan demikian mereka dapat menghilangkan persaingan dengan hewan diurnal (Sesni, 2008). Kelelawar buah sering dijumpai bergantung pada daerah yang sumber makannya melimpah. Kelelawar famili Pteropodidae merupakan kelelawar tumbuhan. Di antara kelelawar pemakan tumbuhan, ada yang khusus memakan nektar dan serbuk sari (Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris) dan ada juga yang memakan buah, dedaunan, nektar dan serbuk sari (codot krawar Cynopterus brachyotis), buah-buahan lunak dan nektar serta serbuk sari (Rousettus dan Boneia), dan ada pula yang memakan buah-buahan dan bunga (hampir semua kelelawar pemakan buah yang berukuran besar) (Suyanto, 2001). Kelelawar Pteropodidae merupakan kelelawar yang mengkonsumsi pakan terdiri atas buah, bunga, daun serbuk sari dan nektar (Altringham, 1996). Kelelawar Pteropodidae dianggap berperan penting dalam penyebaran biji karena kelelawar hanya memakan daging buah saja yang dikunyah untuk mengambil cairannya, bagian serabut daging buah (sepah) dan bijinya dibuang. Kelelawar pemakan buah tidak memakan buah pada pohon induk tetapi membawa buah yang diperoleh dengan cara menggigit dan membawanya ke pohon lain yang dianggap aman hingga berjarak m dari pohon induk. Dengan demikian biji dipencarkan jauh dari pohon induk sehingga kesempatan biji untuk berkecambah

22 12 dan tumbuh dewasa sangat besar. Daerah jelajahnya yang jauh dapat meningkatkan variabilitas tumbuhan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup tumbuhan itu sendiri. Peranan kelelawar Pteropodidae sebagai hewan penyerbuk dapat dilihat dengan dijumpainya serbuk sari bunga yang menempel pada ujung rambut saat mengkonsumsi nektar dan serbuk sari. Hal ini secara tidak langsung dapat membantu penyerbukan tanaman pada saat kelelawar ini mengkonsumsi nektar dan serbuk sari tanaman lain (Sesni, 2008) Saluran Pencernaan Kelelawar Saluran pencernaan kelelawar pada umumnya sama dengan saluran pencernaan pada mamalia lainnya. Urutan sistem pencernaan pada mamalia umumnya yaitu, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Sistem pencernaan kelelawar terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar yang berfungsi untuk mensekresikan getah pencernaan ke dalam saluran pencernaan. Dilihat dari segi morfologi ukuran rongga dada yang dimiliki oleh kelelawar relatif lebih luas dibandingkan dengan mamalia lain, ukuran esofagus yang dimiliki oleh kelelawar juga relatif lebih panjang (Nisa, 1997). Jenis pakan berbeda yang dikonsumsi oleh setiap jenis kelelawar dipengaruhi oleh komposisi nutrisi yang terkandung dalam setiap jenis pakan. Sumber pakan dengan kandungan protein tinggi dapat dilihat dari bentuk lambung dan dengan ditemukannya caecum fundic yang membesar. Berikut gambar saluran pencernaan pada kelelawar.

23 13 Gambar 1. Saluran Pencernaan pada kelelawar (Sumber: Nisa, 1997) Keterangan: a. Esofagus; b. Lambung; c. Usus. Yalden dan Morris (1975) menginformasikan tentang adanya adaptasi yang lebih spesifik terhadap alat pencernaan pada kelelawar pemakan serbuk sari dan nektar bunga. Adaptasi terlihat pada lidah yang menjulur panjang yang umumnya berukuran 1/3 panjang tubuh, pencernaan kelelawar sangat pendek dan sangat cepat, dalam jangka waktu dua jam setelah makan maka akan menjadi tinja Serbuk Sari Benang Sari adalah alat kelamin jantan pada bunga. Benang sari (stamen) terdiri dari serbuk sari dan tangkai sari. Dalam ilmu botanical, serbuk sari yang biasanya juga disebut sebagai tepung sari bunga adalah unsur yang berasal dari alat kelamin jantan pada bunga. Bentuknya seperti tepung atau butiran-butiran kecil yang mengitari stigma. Ukurannya 1/1000 sampai dengan 15/1000 mm. Dan jika bersatu dengan bakal putik terjadilah pembuahan. Dari proses ini diketahui bahwa tepung sari bunga adalah suatu yang memiliki daya kehidupan.

24 14 Serbuk sari adalah sel hidup yang mempunyai inti dan protoplasma yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel tersebut terdiri atas dua lapis yaitu bagian dalam yang tipis dan lunak disebut intin, sedangkan bagian luar yang keras dan tebal disebut eksin (Tim Fakultas Kehutanan IPB, 1992). Nutrisi yang terdapat pada tepung sari bunga meliputi: Protein, dengan total protein 7-10 kali lipat lebih tinggi daripada daging sapi atau telur, 21 macam asam amino, Karbohidrat, Polisakarida, 16 macam vitamin, mengandung provitamin A 20 = 30 kali lipat lebih tinggi daripada wortel, 16 macam mineral, dengan kadar zat besi 20 kali lipat lebih banyak daripada sayur bayam, 28 macam asam nukleat serta nutrisi lain yang diperlukan oleh tubuh. Tepung sari bunga adalah bahan mentah dari madu lebah (royal jelly), yang dihasilkan oleh lebah setelah memakan serbuk sari sehingga kadar nutrisi serbuk sari lebih tinggi 7-10 kali lipat daripada madu lebah (royal jelly) (TIM Fakultas Kehutanan IPB, 1992). Menurut Erdtman (1952) terdapat lima sifat pokok dalam identifikasi serbuk sari yang perlu diperhatikan yaitu polaritas serbuk sari, simetri serbuk sari, apertura, bentuk serbuk sari dan ukuran serbuk sari. 1. Polaritas Serbuk sari polar artinya serbuk sari yang memiliki kutub nyata, sehingga dapat dibedakan antara kutub distal dan kutub peroksimal. Serbuk sari mempunyai kenampakan seperti serbuk sari yang apolar, tetapi dapat dibedakan antara kutub distal dan kutub peroksimal. Bisasanya disebut sebagai serbuk sari kriptopolar. Serbuk sari dapat dibedakan menjadi isopolar yaitu serbuk sari yang permukaan polarnya membagi serbuk sari

25 15 menjadi dua bagian yang sama besar. Serbuk sari heteropolar yaitu serbuk sari yang kedua bagian yang permukaan polarnya membagi serbuk sari menjadi dua bagian yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya, bila dilihat dari sisi aperturanya, dan serbuk sari sub isopolar adalah serbuk sari yang mempunyai sifat di antara kedua tipe serbuk sari tersebut (Erdtman, 1952). 2. Simetri Serbuk sari ada yang simetri ada asimetri, akan tetapi jarang dijumpai tipe asimetri. Serbuk sari simetris dapat dibedakan menjadi dua macam. Yaitu radioasimetri yang mempunyai lebih dari dua bidang simetri atau jika hanya dua bidang simetri maka aksis equatorialnya sama panjang. Sedangkan tipe yang lain adalah bilateral simetri yang mempunyai dua bidang simetri karena aksis equatorialnya tidak sama panjang. Kadangkadang terdapat kesulitan dalam melakukan determinasi apakah serbuk sari tersebut radioasimetri ataukah bilateralsimeteri (Erdtman, 1952). Gambar serbuk sari radiosimetri disajikan pada Gambar 2.

26 16 Gambar 2. Bentuk butir serbuk dari radiosimetri. Dengan butir dari kutub poros (vertikal dalam diagram) yang terdiri dari sumbu utama dari elips: 1 oleh 1, spherical; 1 oleh 2, prolate spheroidal; antara 2 dan 3, subprolate; antara 3 dan 4, prolate; 4 oleh 4, perprolate. Dengan butir dari kutub poros (horisontal dalam diagram) yang kecil yang terdiri dari sumbu elips: 1 by 1 sphrerical; antara 1 dan 2, oblate spheroidal; antara 2 dan 3, suboblate; antara 3 dan 4, oblate; 4 oleh 4 peroblate. (Sumber: Erdtman, 1943) 3. Apertura Apertura adalah suatu area yang tipis pada eksin yang b dengan perkecambahan serbuk sari. Apertura merupakan rhubungan e salah satu karakter serbuk sari yang sangat penting, yaitu bahwa evolusi apertura sangat berguna Pada tumbuhan dalam menentukan perjalanan evolusi tumbu Pteridophyta, spora tidak memiliki apertura, an h berbiji. dan tidak terdapat suatu homologi dengan apertura tumbuhan berbiji. Suatu area tipis yang menyerupai apertura pada spora Pteridophyta adalah bekas luka tetrad, yang memiliki dua bentuk yaitu trilet atau monolet. Apertura serbuk sari dibedakan kolpus) dan yan m enjadi dua tipe, yaitu yang celah memanja g n (disebut g merupakan celah pendek, atau berbentuk bu at l (disebut porus).

27 17 Berdasarkan jumlah kolpus, serbuk sari dapat dibedakan menjadi akolpat apabila tidak mempunyai kolpus, terdapat pada Gymnospermae dan Angiospermae baik Monocotyledoneae maupun Dycotyledoneae. Monokolpat apabila mempunyai satu kolpus, adalah ciri karakteristik pada beberapa Monocotyledoneae dan Gymnospermaea. Tipe trikolpat apabila mempunyai tiga kolpus, merupakan ciri karakteristik pada beberapa Dicotyledonae (Erdtman, 1952). 4. Bentuk Serbuk Sari Bentuk butir serbuk sari dapat dicandra menggunakan kenampakan pada pandangan polar dan pandangan ekuatorial. Bentuk serbuk sari dapat pula ditentukan berdasarkan perbandingan antara panjang aksis polar (P) dan diameter ekuatorial (E), atau lndeks P/E. Bentuk butir serbuk sari juga terkait erat dengan tipe aperturanya, contohnya: butir serbuk sari dengan tire apertura trikolpat akan cenderung berbentuk bulat hingga bulat telur, sedangkan pada serbuk sari yang aperturanya monokolpat akan cenderung berbentuk seperti perahu. Bentuk serbuk sari dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 1. Bentuk serbuk sari berdasarkan indeks P/E (Erdtman, 1952) Bentuk Serbuk Sari Indeks P/E Peroblate <50 oblate Suboblate Oblate spheroidal Prolat spheroidal Spheroidal Subprolate Prolate Propolate >200 Besarnya indeks P/E dapat digunakan untuk menentukan besarnya butir serbuk sari.

28 18 Gambar 3. Jenis serbuk sari (Erdtman, 1943) Gambar 3. Jenis serbuk sari dan spora, butir serbuk sari dan spora yang diambil dalam empat posisi yang berbeda. Gambar-gambar tersebut diatur dalam enam kolom, yakni I, tetrahedral tetrad; II serbuk sari Carex; III, trilete spora; IV, spora tricolpate; V, serbuk sari trikolpate; VI, serbuk sari three-pored. Po, tampak polar; Eq, tampak ekuatorial; Pr, bagian prosimal; Di, bagian distal. Jenis serbuk sari dan spora, butir yang menyerbuki dan spora yang berpola dalam empat posisi yang berbeda. Gambar-gambar tersebut diatur dalam lima kolom, yaitu VII serbuk sari dengan three-slit; VIII A dan VIII B, butir serbuk sari monocolpate (posisi membujur dan melintang); IX A dan IX B, monolete spora (posisi membujur dan melintang). Pr, bagian prosimal; Di, bagian distal; Lat, tampak lateral.

29 19 5. Ukuran Serbuk Sari Menurut Erdtman (1943) ukuran serbuk sari bervariasi antara µm, tetapi umumnya ukuran serbuk sari berkisar antara µm. Erdtman (1952) membedakan besar serbuk sari berdasarkan ukuran terpanjang aksis (diluar spina pada serbuk sari ekinat) ke dalam enam kelompok: 1. Butir sangat kecil (PI) < 10 µm 2. Kecil µm 3. Sedang (ME) µm 4. Sangat besar (PA) µm 5. Serbuk sari raksasa (GI) >200 µm

30 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis Cengkareng Cengkareng terletak di Kotamadya Jakarta Barat, yang memiliki kontur topografi lebih rendah dari daerah sekitarnya dengan ketinggian tanah sekitar 0-10 m dpl. Cengkareng merupakan daerah yang beriklim tropis, dengan suhu tahunan rata-rata 27 o C dengan kelembaban 80-90%, karena merupakan daerah muara yang membatasi antara daratan Jakarta dengan laut Jakarta, Cengkareng memiliki keadaan cuaca yang dipengaruhi oleh hembusan angin darat dan angin laut. Cengkareng terletak pada koordinat `42" BT sampai `18" BT `12" LS sampai -6 23`54" LS Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel famili Pteropodidae dilakukan di Duri kosambi Cengkareng Jakarta Barat dengan tipe habitat perkebunan. Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu Lantai 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus - Januari Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4. 20

31 Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel 21

32 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring kabut (mist net) sepanjang 9 meter dan lebar 4 meter yang memiliki mesh (lebar mata jaring) mm dengan ketebalan benang jaring 80 Denier (1 Denier = berat 9000 m benang nilon dalam gram) serta benang nilon yang terdiri dari ikatan rangkap, sarung tangan, dan kantung kain untuk menangkap kelelawar, kamera digital Sony, container plastik untuk pengawetan serta penyimpanan kelelawar, Mikroskop Cahaya Merk Olympus dengan perbesaran kali, Mikrometer Olympus, sentrifuse, kaca objek, kaca penutup, pipet, gelas ukur, cawan petri, botol sampel/tabung reaksi, pinset, lampu spirtus, alat bedah, kertas hisap dan kertas label. Sampel penelitian berupa 83 ekor kelelawar dari famili Pteropodidae, serbuk sari yang diambil dari saluran pencernaan kelelawar famili Pteropodidae. Sampel kelelawar dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tingkat jenis kelamin dilihat dari betina dan jantan. Pada tingkat usia dibagi menjadi 3 kategori, yaitu muda, agak tua dan tua. Pada kategori muda dilihat dari persambungan ruas tulang jari masih belum menyambung, kemudian pada kategori agak tua dilihat dari persambungan ruas tulang jari sudah menyambung tetapi masih belum melekat dan pada kategori tua dilihat dari persambungan ruas tulang jari sudah melekat. Bahan kimia yang digunakan adalah kloroform, alkohol 96%, alkohol 70%, gliserin dan cat kuku.

33 Cara Kerja Survey Jalur Terbang (Feeding Area) Untuk menentukan jalur terbang dilakukan survei jalur terbang dengan mengkombinasikan informasi dari kondisi kebiasaan yang dilihat penduduk setempat dan pengamatan langsung. Pengamatan langsung dilakukan dengan penelusuran area Penangkapan Spesimen Spesimen ditangkap menggunakan jaring kabut (mistnet), yang dipasang dengan memotong arah jalur terbang di lokasi perkebunan. Mistnet dipasang dari jam s.d ditempat titik sampling yang telah ditentukan dengan mekanisme tiga kali pengambilan, pertama pukul , kedua pukul dan ketiga pukul Kelelawar yang tersangkut mistnet diambil setiap spesies Pteropodidae dari setiap penangkapan, kemudian sampel yang telah ditangkap dieternasi dengan kloroform, kemudian di fiksasi dengan alkohol 96%. Kelelawar famili Pteropodidae diambil dari kebun di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan Penanganan Spesimen Spesimen kelelawar yang telah difiksasi dan diberi label/kode, kemudian di dokumentasikan, segera diidentifikasi. Bila tidak dapat diidentifikasi langsung dilapangan, identifikasi dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan di Museum Zoology LIPI. Pembedahan dilakukan di

34 24 Laboratorium Biologi - Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembedahan dimulai dari bagian perut di bawah tulang rusuk. Pengguntingan kulit perut dilanjutkan sampai mendekati saluran pembuangan bagian luar. Kemudian organ saluran pencernaan dikeluarkan. Isi dari saluran pencernaan tersebut dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel atau beaker glass yang berisi alkohol 70% Pengamatan dan Identifikasi Serbuk Sari Setiap sampel dilakukan pembedahan dengan cara memotong rongga visceral mulai dari pangkal leher memotong torak sampai ke bagian bawah perut. Saluran pencernaan mulai dari esofagus, lambung, sampai anus dikeluarkan dari rongga perut. Isi dari saluran pencernaan kelelawar yang telah dikeluarkan dan direndam dalam alkohol 70% dikeluarkan, kemudian dipindahkan ke dalam tabung kaca untuk di sentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan sedang (1000 rpm) selama 5-10 menit. Dimasukkan kembali kedalam botol yang telah diberi label. Dilakukan pembuangan cairan alkohol yang digunakan dan diganti dengan alkohol yang baru, pengualangan dilakukan sebanyak tiga kali. Endapan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi diletakkan di gelas objek sebanyak satu tetes kemudian ditetesi dengan gliserin yang telah disiapkan kemudian ditutup dengan kaca penutup dan pada bagian tepinya direkatkan menggunakan kuteks/cat kuku. Penutupan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya gelembung udara. Selanjutnya preparat siap diperiksa di bawah mikroskop.

35 25 Pengamatan serbuk sari dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikannya, menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100, 400 dan 1000 kali. Identifikasi jenis tanaman berdasarkan struktur serbuk sari dilakukan dengan buku referensi. Identifikasi jenis tanaman berdasarkan struktur serbuk sari dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Analisis Data Hasil identifikasi jenis kelelawar yang diperoleh akan ditabulasi dan dilakukan analisis secara deskriptif. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kesamaan atau perbedaan jenis pakan pada kelelawar famili Pteropodidae dilakukan pengujian statistik menggunakan Relung pakan dan Uji Khi-Kuadrat Relung Pakan Relung pakan digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelelawar terhadap sumberdaya yang digunakan berdasarkan famili dan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar. Menghitung relung pakan Cox (2002) menggunakan rumus persamaan sebagai berikut: Dengan rumus persamaan sebagai berikut: Cxy = 1-0,5 Pxi - Pyi Dimana, Cxy = indeks morisita antara kelelawar jenis ke-x dan jenis ke-i Pxi = proporsi jenis tumbuhan yang digunakan oleh kelelawar jenis ke-x Pyi = proporsi jenis tumbuhan yang digunakan oleh kelelawar jenis ke-y N = jumlah jenis tumbuhan seluruhnya

36 Khi-kuadrat Khi-kuadrat digunakan membandingkan antara fakta yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara teoritis (yang diharapkan). Hipotesa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua parameter yang diuji. Hipotesa terdiri dari H 0 dan H 1. Jika X 2 hitung < X 2 tabel maka H 0 diterima, jika X 2 hitung > X 2 tabel maka H 1 diterima. Nilai khi-kuadrat dihitung dengan rumus: X 2 = (Xi - µi ) 2 µi Dimana : X 2 = Khi-kuadrat Xi = Banyaknya jenis serbuk sari pada kelelawar ke-i µi = Banyaknya jenis serbuk sari yang diharapkan pada kelelawar jenis ke-i Hipotesis yang digunakan adalah: H 0 = Jenis serbuk sari tidak berpengaruh nyata terhadap jenis kelelawar H 1 = Jenis serbuk sari berpengaruh nyata terhadap jenis kelelawar

37 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar Famili Pteropodidae Dari hasil koleksi didapatkan 83 individu kelelawar famili Pteropodidae yang terdiri dari 5 jenis kelelawar, yaitu Cynopterus brachyotis, Cynopterus horsfieldii, Cynopterus tittachaellus, Macroglossus sobrinus dan Rousettus amplixicaudatus. Gambar kelelawar disajikan pada Lampiran 1. Setiap kelelawar memiliki pakan berbeda sesuai dengan adaptasinya terhadap habitat yang ada. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 23 jenis tumbuhan dari 13 famili yang teridentifikasi. Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai sumber pakan di lokasi penelitian adalah Acasia sp (Mimoceae); Ceiba sp (Bambaceae); Syzigium sp, Psidium sp1, Psidium sp2, (Myrtaceae); Cocos nucifera, Aracaceae genus1 cf cocos, Aracaceae genus2 cf cocos (Aracaceae); Solanum sp1, Solanum sp2, Solanum sp3 (Solanaceae); Chlorophytum sp (Liliaceae); Leptonychia sp1, Leptonychia sp2, Leptomychia sp, (Sterculiaceae); Artocarpus sp, Ficus sp1, Ficus sp2, (Moraceae); Gordonia sp, (Theaceae); Annona sp (Annonaceae); Drypetes sp (Euphorbiaceae); Cordia sp, (Boraginaceae); Gnetum gnemon, (Gnetaceae); Jenis serbuk sari tumbuhan yang menjadi sumber pakan kelelawar famili Pteropodidae ditampilkan pada Tabel 2. 27

38 28 Tabel 2. Jenis Serbuk Sari Tumbuhan Pakan Kelelawar Famili Pteropodidae. Jenis Serbuk Sari Famili Tumbuhan Jenis Kelelawar Ukuran (µm) Indeks P/E Bentuk C.brachyotis, M.sobrinus Mimoceae Acacia sp 65 : prolat M.sobrinus Bambaceae Ceiba sp 50 : prolat spheroidal C.brachyotis, M.sobrinus Myrtaceae Syzigium sp 50 : oblat spheroidal M.sobrinus Psidium sp1 45 : oblat spheroidal M. sobrinus Psidium sp2 50 : oblat spheroidal C.brachyotis, M.sobrinus Aracaceae Cocos nucifera 75 : prolat spheroidal Aracaceae genus1 M.sobrinus cf cocos 112,5 : oblat spheroidal M.sobrinus Aracaceae genus2 cf cocos 125 : prolat M.sobrinus Solanaceae Solanum sp1 82,5 : 87,5 94 oblat spheroidal C.brachyotis, C.horsfieldii, M.sobrinus Solanum sp2 82,5 : 82,5 100 oblat spheroidal M.sobrinus Solanum sp3 75 : oblat spheroidal M.sobrinus Liliaceae Chlorophytum sp 95 : subprolat M.sobrinus Sterculiaceae Leptonychia sp1 37,5 : suboblat M.sobrinus Leptonychia sp2 40 : suboblat C.brachyotis, Leptomychia sp 42,5 : suboblat M.sobrinus M.sobrinus Moraceae Artocarpus sp 87,5 : 92,5 95 oblat spheroidal M.sobrinus Ficus sp1 75 : 62,5 120 subprolat C.tittachaellus, Ficus sp2 17,5 : 17,5 100 prolat spheroidal M.sobrinus M.sobrinus Theaceae Gordonia sp 57,5 : 57,5 100 oblat spheroidal M.sobrinus Annonaceae Annona sp 87,5 : 87,5 100 oblat spheroidal M.sobrinus Euphorbiaceae Drypetes sp 75 : oblat spheroidal M.sobrinus Boraginaceae Cordia sp 75 : oblat spheroidal M.sobrinus Gnetaceae Gnetum gnemon 50 : oblat spheroidal

39 29 Pada jenis C. brachyotis dalam saluran pencernaannya dapat ditemukan serbuk sari jenis tumbuhan Acasia sp, Syzygium sp, Cocos nucifera, Leptonychia sp, Psidium sp2, Solanum sp2 dan dua jenis belum teridentifikasi. Jenis C. horsfieldii dalam saluran pencernaannya ditemukan Psidium sp2, dan Solanum sp2. Pada jenis C. tittachaellus dapat ditemukan jenis tumbuhan hanya Ficus sp. Jenis M. sobrinus ditemukan jenis tumbuhan Acasia sp, Ceiba sp, Syzygium sp, Cocos nucifera, Solanum sp1, Chlorophytum sp, Psidium sp1, Leptonychia sp1, Artocarpus sp1, Leptonychia sp2, Psidium sp2, Solanum sp2, Leptomychia sp, Gondonia sp, Annona sp, Aracaceae genus1 cf cocos, Solanum sp3, Drypetes sp, Cordia sp, Aracacea genus2 cf cocos, Ficus sp1, Gnetum gnemon, Ficus sp2 dan satu jenis belum teridentifikasi, dan pada R. amplixicaudatus tidak ditemukan jenis tumbuhan pada saluran pencernaannya. Pola serbuk sari berdasarkan bentuk, yang umum dikonsumsi kelelawar yaitu oblat spheroidal dengan indeks P/E rata-rata 100. Prolat dan subprolat hanya didapatkan dua kali perjumpaan dengan indeks P/E diatas 100, dan pada suboblat dijumpai tiga kali dengan indeks P/E rata-rata dibawah 100. Kelelawar penyerbuk tidak bergantung pada morfologi ornamentasi eksin dan penampakan luar (phylogenitic) melainkan tergantung pada bentuk dan ukuran serbuk sari yang berukuran lebih besar (Stroo, 2000). Perjumpaan jenis-jenis tumbuhan pada setiap kelelawar yang diamati disajikan pada Tabel 4. Kelelawar jenis M. sobrinus memiliki jumlah jenis tumbuhan sebagai sumber pakan terbanyak yaitu 24 jenis tumbuhan, 23 diantaranya teridentifikasi dan 1 jenis belum teridentifikasi. Jenis C. tittachaellus, memiliki jenis tumbuhan

40 30 terkecil yaitu satu jenis. Hal ini sesuai karena M. sobrinus merupakan kelelawar pemakan nektar, sedangkan C. tittachaellus merupakan jenis kelelawar pemakan buah. Kemudian pada jenis R. amplixicaudatus tidak ditemukan adanya serbuk sari pada saluran pencernaannya. Hasil identifikasi serbuk sari disajikan pada Lampiran 1. Famili tumbuhan yang paling banyak ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar adalah Solanum sp2 sebesar 78,81% dan Cocos nucifera sebesar 45,24%. Famili tumbuhan yang paling sedikit ditemukan di saluran pencernaan kelelawar sebesar 2,38% yaitu Ceiba sp, Psidium sp1, Aracaceae genus1 cf cocos, Solanum sp3, Chlorophytum sp, Leptonychia sp1, Leptomychia sp, Ficus sp2, Annona sp, Drypetes sp, Gnetum gnemon kesemuanya pada M. sobrinus. Kelelawar jenis M. sobrinus merupakan jenis kelelawar yang memiliki presentase terbesar (78,81%) ditemukannya famili tumbuhan di dalam saluran pencernaannya. Persentase pakan kelelawar disajikan pada Tabel 3.

41 34 Tabel 3. Persentase pakan kelelawar Jenis Tumbuhan (%) No Spesies C. brachyotis 6,45 0 6,45 3, ,45 19,35 9, C. horsfieldii ,33 33, C. tittachaellus M. sobrinus 16,67 2,38 11,90 45,24 2,38 2,38 2,38 2,38 7,14 9,52 14,28 73,81 2,38 4,76 2,38 2,38 2,38 2,38 21,43 7,14 5 R. amplixicaudatus Jenis Tumbuhan (%) No Spesies C. brachyotis 0 0 3,25 1, C. horsfieldii C. tittachaellus ,33 4 M. sobrinus 2,38 4, ,38 2,38 5 R. amplixicaudatus Keterangan : 1=Acasia sp, 2=Ceiba sp, 3=Syzygium sp, 4=Cocos nucifera, 5=Solanum sp1, 6=Chlorophytum sp, 7=Psidium sp, 8=Leptonychia sp, 9=Artocapus sp1, 10=Leptonychia sp2, 11=Psidium sp2, 12=Solanum sp2, 13=Leptomychia sp, 14=Gordonia sp, 15=Annona sp, 16=Aracaceae genus1 cf cocos, 17=Solanum sp3, 18=Drypetes sp, 19=Cordia sp, 20=Aracaceae genus2 cf cocos, 21=Unknown, 22=Ficus sp, 23=Unknown, 24=Unknown, 25=Gnetum gnemon, 26=Ficus sp2. Tabel 4. Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap jenis kelelawar yang diamati Jenis Tumbuhan No Spesies C. brachyotis C. horsfieldii C. tittachaellus M. sobrinus R. amplixicaudatus Keterangan : 1=Acasia sp, 2=Ceiba sp, 3=Syzygium sp, 4=Cocos nucifera, 5=Solanum sp1, 6=Chlorophytum sp, 7=Psidium sp, 8=Leptonychia sp, 9=Artocapus sp1, 10=Leptonychia sp2, 11=Psidium sp2, 12=Solanum sp2, 13=Leptomychia sp, 14=Gordonia sp, 15=Annona sp, 16=Aracaceae genus1 cf cocos, 17=Solanum sp3, 18=Drypetes sp, 19=Cordia sp, 20=Aracaceae genus2 cf cocos, 21=Unknown, 22=Ficus sp, 23=Unknown, 24=Unknown, 25=Gnetum gnemon, 26=Ficus sp2.

42 Analisis Statistik Relung Pakan Relung pakan merupakan penggunaan sumberdaya yang sama oleh dua spesies yang berbeda dapat menyebabkan kedua spesies tersebut memiliki relung yang sama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan jenis tumbuhan yang sama pada jenis kelelawar yang berbeda. Pada kelelawar jenis C. horsfieldii memiliki nilai relung pakan terbesar terhadap C. brachyotis (0,905). Besarnya nilai relung pakan yang terjadi menunjukkan C. horsfieldii menggunakan sumberdaya pakan yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya overlap. Nilai relung pakan yang mendekati angka 1 pada C. brachyotis (0,9) dan C. horsfieldii (0,995), menunjukkan terjadinya overlap yang cukup besar. Hal ini menunjukkan penggunaan sumber pakan yang overlap diantara keduanya. Kelelawar jenis M. sobrinus memiliki nilai relung pakan terbesar pada C. brachyotis (0,482). Nilai tersebut menunjukkan bahwa M. sobrinus menggunakan pakan yang berbeda terhadap C. brachyotis Macroglossus sobrinus Cynopterus tittachaellus Cynopterus horsfieldii Cb Ch Ct Gambar 5. Grafik relung pakan antar spesies kelelawar pteropidadae.

43 36 Pada nilai relung pakan tingkat jenis kelamin kelelawar famili Pteropodidae, didapatkan nilai yang beragam dari yang besar mendekati 1 dan yang kecil. Berikut Gambar 6. Grafik relung pakan tingkat jenis kelamin Cb_J Cb_B Ch_J Ct_B Ms_J Ms_B Ms_B Ms_J Ct_B Ch_J Cb_B Cb_J Gambar 6. Grafik relung pakan tingkat jenis kelamin kelelawar famili Pteropodidae. Berdasarkan uji relung pakan didapatkan nilai yang mendekati 1 pada C.brachyotis betina terhadap C.brachyotis jantan (0,9675), C.tittachaellus betina (0,995)dan (0,96), M. sobrinus betina (0,975). Berdasarkan hal ini kelelawar tersebut menggunakan sumber pakan yang sama. Pada M. sobrinus jantan terhadap C. tittachaellus betina didapatkan nilai 0,395. Hal ini menunjukkan bahwa M. sobrinus jantan mempunyai pakan yang berbeda terhadap C. tittachaellus betina. Berdasarkan perhitungan nilai relung pakan yang didapatkan menunjukkan bahwa setiap spesies berbeda dalam hal mengkonsumsi sumber pakannya, hal ini tergantung pada banyaknya kesamaan sumber pakan yang dikonsumsi antara spesies satu dengan spesies lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

44 37 overlap terbesar dimiliki pada spesies C. horsfieldii dan C. brachyotis. Pada C. horsfieldii dan C. brachyotis memiliki kesamaan relung (niche) yang tinggi dalam hal pemilihan habitat (Campbell dkk, 2007), sedangkan untuk nilai overlap terkecil dimiliki oleh spesies M. Sobrinus, lain halnya pada tingkat jenis kelamin, M. sobrinus jantan terhadap M. sobrinus betina mempunyai nilai relung pakan tertinggi, hal ini berarti kedua spesies mempunyai pakan serbuk sari yang sama. Dari persamaan pakan yang didapatkan, maka dari setiap spesies kelelawar Pteropodidae akan ada persaingan intraspesifik dan interspesifik, dimana persaingan intraspesifik ini terjadi jika individu yang sama memperebutkan pakan yang sama, kemudian persaingan interspesifik ini terjadi jika individu yang berbeda memperebutkan pakan yang sama. Persaingan intraspesifik terjadi ditingkat jenis kelamin dan usia pada M. Sobrinus, kemudian persaingan interspesifik terjadi pada C. brachyotis dengan C. horsfieldii. Interaksi antar spesies anggota populasi akan mempengaruhi terhadap kondisi populasi mengingat keaktifan atau ketidak aktifan antar individu dapat mempengaruhi kecepatan populasi ataupun kehidupan populasi. Setiap anggota populasi dapat memakan anggota-anggota populasi lainnya, bersaing terhadap makanan, mengeluarkan kotoran yang merugikan, dapat saling membunuh, dan interaksi tersebut dapat searah atau dua arah (timbal balik) (Odum, 1993).

45 Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Spesies Pengujian Khi-Kuadrat digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan atau kesamaan pada tingkat spesies, jenis kelamin dan usia. Hasil uji Khi-Kuadrat pada tingkat spesies dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini: Tabel 5. Hasil uji khi-kuadrat tingkat spesies Cb Ch Ct Ms Cb *** *** Ch ** Ct Keterangan : Cb=Cynopterus brachyotis, Ch=Cynopterus horsfieldii, Ct=Cynopterus tittachaellus, Ms=Macroglossus sobrinus * = berbeda nyata dengan α 0,05; **= berbeda nyata dengan α 0,01; ***= berbeda nyata dengan α 0,001. Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat diketahui bahwa pakan serbuk sari terhadap jenis kelelawar C. brachyotis dengan C. horsfieldii didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam hal mengkonsumsi pakan serbuk sari (X 2 = > hitung X 2 0,001 df=4; n=26). Dari kedua jenis kelelawar tersebut mempunyai perbedaan pakan serbuk sarinya. Pada kelelawar jenis C. brachyotis dengan M. sobrinus juga didapatkan hasil yang berbeda nyata (X 2 = > X 2 df=40; n=26). hitung 0,001 Kemudian pada kelelawar jenis C. horsfieldii dengan M. sobrinus juga didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata (X 2 = > X 2 df=10; n=26). Dari hitung 0,004 ketiga uji tersebut masing-masing mempunyai pakan yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan dan asumsi nutrisinya. Berbeda dengan hasil uji khi-kuadrat pakan serbuk sari terhadap jenis kelelawar C. horsfieldii dengan C. tittachaellus (X 2 hitung=0,087 < X 2 0,768 df=1; n=26) dan C. tittachellus dengan M. sobrinus (X 2 hitung=1,040 < X 2 1,000 df=10; n=26) serta antara C. brachyotis dengan C. tittachaellus (X 2 =0,462 < X 2 hitung 0,977

46 39 df=4; n=26), dari ketiga uji tersebut tidak menunjukkan hasil yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa pada ketiga uji tersebut masing-masing spesies tidak dipengaruhi oleh jenis pakan serbuk sari. Berdasarkan uraian analisis statistik di atas, maka dapat diketahui dari masing-masing uji khi-khuadrat tersebut mempunyai hasil yang berbeda nyata. Dapat diketahui uji khi-khuadrat dari tingkatan spesies, jenis kelamin dan usia. Dari tingkatan spesies jelas bahwa hasil yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari terlihat pada C. brachyotis dengan C. horsfieldii dan C. brachyotis dengan M. sobrinus. Hal ini dapat dimungkinkan pada C. brachyotis dan C. horsfieldii lebih banyak mengkonsumsi buah (Irawati, 2005; Maryati dkk., 2008) dan M. sobrinus lebih banyak mengkonsumsi nektar bunga. Menurut Meijaard (2005) kelelawar C. brachyotis dan kelelawar C. horsfieldii dapat menyerbuki tanaman bernilai ekonomis. Kelelawar pemakan buah umumnya dapat dengan mudah untuk memencarkan biji. Uji khi-kuadrat antara C. horsfieldii dengan C. tittachaellus dan Cynopterus tittachellus dengan M. sobrinus serta antara C. brachyotis dengan C. tittachaellus, didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi serbuk sari. Hal ini dimungkinkan pada C. tittachaellus sedikit dalam mengkonsumsi serbuk sari. Hanya tumbuhan dari jenis Ficus sp yang dimakan olehnya. Selain hal itu, pada C. tittachaellus juga menyukai serbuk sari yang relatif kecil (17,5 µm).

47 Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Jenis Kelamin Pengujian khi-kuadrat dilakukan juga pada tingkat jenis kelamin (seks), hal ini digunakan untuk melihat adanya perbedaan jenis pakan kelelawar pada tingkat jenis kelamin. Berikut Tabel 6 hasil uji khi-kuadrat tingkat jenis kelamin. Tabel 6. Hasil uji khi-kuadrat tingkat jenis kelamin Spesies Hasil Uji Khi-Kuadrat df n Cynopterus brachyotis 35,363*** 4 26 Cynopterus horsfieldii Cynopterus tittachaellus Macroglossus sobrinus 73,017*** Keterangan : * = berbeda nyata dengan α 0,05; **= berbeda nyata dengan α 0,01; ***= berbeda nyata dengan α 0,001. Pada uji khi-kuadrat tingkat jenis kelamin dari masing-masing spesies didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam hal mengkonsumsi pakan serbuk sari (X 2 hitung > X 2 tabel). Adapun hasil uji jenis kelamin di spesies yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi jenis serbuk sari tersebut yaitu pada C. brachyotis dan M. sobrinus. Pada C. brachyotis didapatkan hasil yang berbeda nyata (X 2 =35,363 hitung > X 2 0,001 df=4; n=26). Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa pada tingkat jenis kelamin didapatkan persaingan sesama jenis untuk mendapatkan pakan. Sama halnya pada M. sobrinus, hasil uji yang diperoleh berbeda nyata (X 2 hitung=73,017 > X 2 0,001 df=36; n=26). Uji khi-kuadrat antar jenis kelamin, didapatkan hasil yang berbeda nyata pada individu C. brachyotis dan M. sobrinus. Pada kedua individu ini mempunyai pakan serbuk sari yang berbeda. C. brachyotis jantan dan C. brachyotis betina berbeda dalam mengkonsumsi serbuk sari, pada C. brachyotis jantan umumnya lebih banyak mengkonsumsi pakan serbuk sari jenis Acasia sp, Syzygium sp,

48 41 Leptonychia sp2, Psidium sp2, Solanum sp2, dan dua belum teridentifikasi dibandingkan dengan C. brachyotis betina yang mengkonsumsi pakan serbuk sari jenis Acasia sp, Syzygium sp, Leptonychia sp2, Psidium sp2 dan Solanum sp2. Pada M. sobrinus betina yang lebih variatif dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari. Hal ini dimungkinkan pada M. sobrinus betina lebih banyak membutuhkan energi untuk kebutuhan energi dan suplemen. Sesni (2008) menyatakan bahwa pada kelelawar jantan dan betina memiliki perbedaan dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Usia Pada pengujian khi-kuadrat tingkat usia akan didapatkan perbedaan pakan kelelawar pada tingkat usia di masing-masing spesies. Tingkat usia disini dibagi menjadi 3 tingkatan usia, yaitu muda, agak tua dan tua. Berikut Tabel 7 hasil uji khi-kuadrat tingkat usia. Tabel 7. Hasil Uji Khi-Kuadrat Tingkat Usia Spesies Pengujian Tingkat Usia Seks X 2 hitung X 2 tabel df n C. brachyotis Muda x Agak Tua B 0,087 0, Muda x Tua B 0,394 0, Agak Tua x Tua B 7,973 0, Agak Tua x Tua J 0,617 0, M. sobrinus Muda x Agak Tua B 35,000*** 0, Muda x Tua B 60,313*** 0, Agak Tua x Tua B 28,653*** 0, Muda x Agak Tua J 26,691** 0, Muda x Tua J 27,057** 0, Agak Tua x Tua J 57,434*** 0, Keterangan : J=Jantan, B=Betina * = berbeda nyata dengan α 0,05; **= berbeda nyata dengan α 0,01; ***= berbeda nyata dengan α 0,001.

49 42 Berdasarkan hasil uji Khi-Kuadrat pada tingkat usia C. brachyotis jantan didapatkan tidak terjadi perbedaan yang nyata dalam hal mengkonsumsi jenis serbuk sari (X 2 hitung=0,617 < X 2 0,735 df=2; n=26) antara C. brachyotis jantan agak tua dengan C. brachyotis jantan tua, Sedangkan untuk tingkat usia C. brachyotis muda tidak didapatkan serbuk sari pada saluran pencernaan saat pengamatan, sehingga tidak bisa diuji pada tingkat usia muda. Kemudian hasil uji Khi-kuadrat pada tingkat usia C. brachyotis betina didapatkan tidak terjadi perbedaan yang nyata (X 2 hitung=0,087 < X 2 0,768 df=1; n=26) antara C. brachyotis betina muda dan C. brachyotis agak tua. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat usia tersebut tidak ada persaingan dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari. Lain halnya Pada C. brachyotis betina agak tua dengan C. brachyotis betina tua didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata (X 2 hitung=7,973 > X 2 0,019 df=2; n=26). Pada uji tingkat usia C. brachyotis betina agak tua dengan C. brachyotis tua diketahui bahwa tingkatan usia ini terjadi persaingan dalam mengkonsumsi pakan dan sama sekali beda untuk mengkonsumsi pakan tersebut. Berdasarkan hasil uji Khi-kuadrat diatas jelas bahwa pada tingkat usia C. brachyotis jantan dan betina terjadi perbedaan yang nyata. Hal ini dikarenakan pada tingkatan usia terjadi persaingan diantaranya. Pada C. brachyotis jantan muda tidak ditemukan serbuk sari pada saluran pencernaannya, hal ini dimungkinkan pada C. brachyotis muda lebih suka mengkonsumsi buah-buahan. Pada C. brachyotis agak tua didapatkan hanya mengkonsumsi Acasia sp dan dua jenis belum teridentifikasi, lain halnya dengan C. brachyotis tua. Pada C.

50 43 brachyotis tua lebih bervariasi dalam mengkonsumsi makanannya, yaitu Syzygium sp, Leptonychia sp, Psidium sp2 dan Solanum sp2. Pada M. sobrinus jantan tingkat usia muda dengan agak tua didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata (X 2 hitung=26,691 > X 2 0,001 df=8; n=26) dan muda dengan tua didapatkan hasil uji Khi-Kuadrat berbeda nyata (X 2 =27,057 hitung > X 2 0,003 df=8; n=26) serta agak tua dengan tua juga didapatkan hasil uji khi- kuadrat berbeda nyata (X 2 hitung=57,434 > X 2 0,001 df=20; n=26). Dari hasil ketiga uji tersebut jelaslah bahwa terjadi perbedaan dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari antar tingkat usia pada jenis kelamin jantan. Sama halnya hasil uji yang didapatkan pada M. sobrinus betina tingkat usia muda, agak tua dan tua, didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata. Dari kedua uji khi-kuadrat tersebut dapat dilihat pada tingkatan usia tua pakan lebih variatif jika dibandingkan dengan tingkatan usia muda dan agak tua. Kemudian pada tingkatan muda lebih variatif jika dibandingkan dengan tingkatan usia agak tua. Uji khi-kuadrat tingkat usia, didapatkan hasil yang berbeda nyata dan ada juga yang tidak berbeda nyata. Adapun yang berbeda nyata yaitu pada tingkat usia agak tua dengan tua pada betina C. brachyotis. Pada tingkatan usia ini dimungkinkan mengkonsumsi pakan bervariasi dalam hal jenis serbuk sarinya. Tingkatan usia agak tua lebih variatif dibandingkan tingkatan usia tua, lain halnya pada M. sobrinus. Dari semua uji khi-kuadrat tingkat usia didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi pakan serbuk sarinya. Jadi, masing-masing tingkatan usia pada M. sobrinus berbeda nyata dalam mengkonsumsi serbuk

51 44 sarinya. Pada jenis M. sobrinus ini lebih banyak mengkonsumsi nektar (Meijaard dkk., 2005). Selain itu, dapat dimungkinkan pada tingkatan usia ini, lebih tahu kondisi alam dan mempunyai daya jelajah yang jauh serta lebih banyak membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya. Menurut Winarno (1982) dalam Tim Fakultas Kehutanan IPB menyatakan bahwa dalam serbuk sari terdapat sebagian besar bahan-bahan utama yang diperlukan untuk pembuatan seleratu (royal jelly) dengan demikian akan dihasilkan sumber energi yang digunakan untuk kebutuhannya.

52 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Famili tumbuhan sumber pakan kelelawar sebanyak 13 famili tumbuhan. Adapun famili yang teridentifikasi yaitu Aracaceae, Annonaceae, Bambaceae, Boraginaceae, Euphorbiaceae, Gnetaceae, Liliaceae, Myrtaceae, Mimoceae, Moraceae, Solanaceae, Sterculiaceae, Theaceae. 2. Terdapat perbedaan jenis pakan serbuk sari antar spesies kelelawar famili Pteropodidae Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis serbuk sari yang dikonsumsi oleh kelelawar pemakan buah dan nektar. 45

53 46 DAFTAR PUSTAKA Altringham, J. D Bats: biology and behavior. Oxford University Press Inc. New York Campbell, P., C. J. Schneider, A. Zubaid, A. M. Adnan, dan T. H. Kunz Morphological and ecological Correlates of Coexistence In Malaysian Fruits Bats (Chiroptera: Pteropodidae). Journal of Mammalogy, 88 (1): Cox, G. W General Ecology Laboratory Manual Eighth edition. Mac Graw Hill. New York. USA. Erdtman, G An Introduction To Pollen Analysis. Chronica Botanica Company. USA. Erdtman, G Pollen Morphology and Plant Taxonomy-Angiosperms. The Chronica Botanyca. Co. USA. Kingston T, B.L. Lim dan A. Zubaid Bats of Krau Wildlife Reserve. Malaysia. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. Irawati Pengelompokkan Kelelawar Buah Suku Pteropodidae dari Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah berdasarkan Identifikasi Serbuk Sari Tumbuhan yang Termakan. Skripsi Sarjana Program Studi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmi pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jakarta. Kencana, B. A. E Nilai Ekologi dan Ekonomi Kelelawar. Warta IWF, 5 (4): 5-6 Kunz, T. H. dan E. D. Pierson, Bats of the world: An Introduction. The John Hopkins University Press. London. Maryati, A. P. Kartono, dan I. Maryanto Kelelawar Pemakan Buah Sebagai Polinator yang Diidentifikasi Melalui Polen yang Digunakan Sebagai Sumber Pakannya di Kawasan Sektor Linggarjadi, Taman Nasional Ciremai Jawa Barat. Edisi Khusus Kawasan Gunung Ciremai Bagian I. Jurnal Biologi Indonesia. 4 (5): LIPI. Bogor. 46

54 47 Meijaard, E., Douglas S, dan Robert N Life After Logging: Reconciling Wildlife Conservation and Production Forestry in Indonesian Borneo. Jakarta: Indonesia Printed. CIFOR and UNESCO. Nisa, C Studi Komparatif Morfologi Saluran Pencernaan Kelelawar Pemakan Serangga (Scotophilus kuhlii) dan Kelelawar Pemakan Buah (Cynopterus brachyotis). Tesis. Program Studi Biologi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Nowak, R.M Walker s. Bat of The World. John Hopkins University Press, Baltimore and London. Odum, E.P Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Sesni, H Identifikasi Serbuk Sari Tumbuhan yang Terdapat pada Saluran Pencernaan Kelelawar Penyerbuk Bunga (Eonycteris spelaea, Dobson 1872) di Goa Lalay Kabupaten Tasikmalaya dan Goa Bau Kabupaten Karawang. Skripsi. Program Studi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta. Stroo, A Pollen Morphological Evolution in Bat Pollinated Plants. Plant Systematics and Evolution, 222: Sinaga, M.H., A.S. Achmadi dan I. Maryanto Peran Kelelawar Goa Dalam Keseimbangan Ekosistem. Manajemen Bioregional: Karst, Masalah dan Pemecahannya. (Editor: Ibnu Maryanto, Mas Noerdjito dan R. Ubaidillah). Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. Hal Suyanto, A Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. Bogor. Tim Fakultas Kehutanan IPB Studi Kualitas Nektar dan Pollen beberapa pohon buah-buahan di Bogor. Laporan Kemajuan. Bogor: Lembaga Penelitian IPB. Yalden, D.W dan Morris. P.A The Lives of Bats. The New York Times Book. New York.

55 48 Lampiran 1. Hasil Identifikasi Serbuk Sari No Famili Jenis Bentuk Ukuran Gambar 1 Mimoceae Acasia sp Prolat 65 µm : 50 µm 2 Bambaceae Ceiba sp Prolat spheroidal 50 µm : 45 µm 3 Myrtaceae Syzygium sp Oblat spheroidal 50 µm : 50 µm 4 Aracaceae Cocos nucifera Prolat spheroidal 75 µm : 75 µm 5 Solanaceae Solanum sp1 Oblat spheroidal 82,5 µm : 87,5 µm 6 Liliaceae Chlorophytum sp Subprolat 95 µm : 75 µm 7 Myrtaceae Psidium sp1 Oblat spheroidal 45 µm : 45 µm

56 49 8 Sterculiaceae Leptonychia sp1 Suboblat 37,5 µm : 45 µm 9 Moraceae Artocarpus sp Oblat spheroidal 87,5 µm : 92,5 µm 10 Sterculiaceae Leptonychia sp2 Suboblat 40 µm : 45 µm 11 Myrtaceae Psidium sp2 Oblat spheroidal 50 µm : 50 µm 12 Solanaceae Solanum sp2 Oblat spheroidal 82,5 µm : 82,5 µm 13 Sterculiaceae Leptomychia sp Suboblat 42,5 µm : 50 µm 14 Theaceae Gordonia sp Oblat spheroidal 57,5 µm : 57,5 µm

57 50 15 Annonaceae Annona sp Oblat spheroidal 87,5 µm : 87,5 µm 16 Acacaceae Aracaceae genus1 cf cocos Oblat spheroidal 112,5 µm : 125 µm 17 Solanaceae Solanum sp3 Oblate spheroidal 75 µm : 75 µm 18 Euphorbiaceae Drypetes sp Oblat spheroidal 75 µm : 75 µm 19 Boraginaceae Cordia sp Oblat spheroidal 75 µm : 75 µm 20 Aracacea Aracaceae genus2 cf cocos Prolat 125 µm : 75 µm 21 Unknown Unknown - 125,5 µm : 125 µm 22 Moraceae Ficus sp1 Subprolat 75 µm : 62,5 µm

58 51 23 Unknown Unknown - 75 µm : 87,5 µm 24 Unknown Unknown - 70 µm : 65 µm 25 Gnetaceae Gnetum gnemon Oblat spheroidal 50 µm : 50 µm 26 Moraceae Ficus sp2 Oblat spheroidal 17,5 µm : 17,5 µm

59 52 Lampiran 2. Sampel jenis kelelawar Pteropodidae Keterangan : Fa = 63,7 mm Tb = 25,1 mm Hf = 12,8 mm Hbl = 85,4 mm E = 16,5 mm T = 14,2 mm W = 31,8 g Jenis Kelamin = Betina Gambar 7. Cynopterus brachyotis Keterangan : Fa = 67,3 mm Tb = 26,0 mm Hf = 14,3 mm Hbl = 88,5 mm E = 12,9 mm T = 14,7 mm W = 42,4 g Jenis Kelamin = Jantan Gambar 8. Cynopterus horsfieldii

60 53 Keterangan : Fa = 70,1 mm Tb = 20,6 mm Hf = 14,4 mm Hbl = 98,9 mm E = 19,7 mm T = 14,4 mm W = 47,5 g Jenis Kelamin = Jantan Gambar 9. Cynopterus tittachaellus Keterangan : Fa = 43,65 mm Tb = 17,65 mm Hf = 9,35 mm Hbl = 62,15 mm E = 15,25 mm T = 5,15 mm W = 15 g Jenis Kelamin = Jantan Gambar 10. Macroglossus sobrinus

61 54 Keterangan : Fa = 75,3 mm Tb = 30,4 mm Hf = 18,5 mm Hbl = 92,3 mm E = 19,1 mm T = 15,8 mm W = 43 g Jenis Kelamin = Jantan Gambar 11. Rousettus amplixicaudatus

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan paniki, niki, atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram e-issn: 2442-7667 p-issn: 1412-6087 Analisis Pakan Kelelawar sebagai Polinator dan Pengendali Populasi Serangga Hama: Studi di Gua Gale-Gale Kawasan Karst Gunung Prabu Kuta Lombok Tengah Siti Rabiatul

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi a. Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi a. Bahan A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi a. Bahan III. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polen bunga beberapa anggota familia Solanaceae yaitu spesies Solanum melongena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Tulungrejo, Batu dekat Raya Selekta, Wisata petik apel kota Batu, dan Laboratorium Biosistematika Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni Lampung Barat pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini berada

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Modul PraktikumBiologi Hewan Ternak 2016 2 Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati dalam

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 12 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan program penelitian terpadu bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman hayati. Salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia adalah ekosistem karst. Ekosistem karst adalah kesatuan komunitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

PREPARAT POLEN (METODE ASETOLISIS)

PREPARAT POLEN (METODE ASETOLISIS) PREPARAT POLEN (METODE ASETOLISIS) Oleh : Andriani Diah Irianti Linda Anita Tristiani Nur Ngafifah Yuniana Riska Khasanati Firza Thenia Nur Ulfah Khasanah B1J012011 B1J012021 B1J012025 B1J012049 B1J012191

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, ISSN: Halaman 93-97

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, ISSN: Halaman 93-97 Hubungan Kekerabatan Jenis-Jenis Tumbuhan Anggota Sub Famili Caesalpinioideae di Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Kajian Morfologi Serbuk Sari Sebagai Sumber Belajar Biologi Siswa SMA Kelas X Progam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lepidoptera merupakan salah satu ordo dari ClassisInsecta(Hadi et al., 2009). Di alam, lepidoptera terbagi menjadi dua yaitu kupu-kupu (butterfly) dan ngengat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN PAKAN DALAM UPAYA KONSERVASI KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR DI DAERAH PERKOTAAN:

IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN PAKAN DALAM UPAYA KONSERVASI KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR DI DAERAH PERKOTAAN: IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN PAKAN DALAM UPAYA KONSERVASI KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR DI DAERAH PERKOTAAN: Studi Kasus Kelelawar di Kebun Raya Bogor SRI SOEGIHARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.3 1. Berikut ini organ penyusun sistem transportasi adalah... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.3 Kunci Jawaban : A Organ penyusun sistem transportasi atau peredaran darah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991)

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991) II. TELAAH PUSTAKA Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di areal kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Identifikasi serangga dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel sedimen, larutan HCL 37%, HF 40%, KOH 10%, HNO3 30%,

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 50 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang termasuk ordo Chiroptera, subordo Megachiroptera. Kelelawar ini sangat berperan dalam ekosistem yaitu menyebarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian dilakukan pada Februari

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA PRAKTIKUM VI Topik : Epidermis dan Derivatnya Tujuan : Untuk mengamati bentuk-bentuk epidermis, trikoma dan stoma Hari/Tanggal : Kamis, 16 April 2011 Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi penelitian a. Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi penelitian a. Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel sedimen, larutan HCL 37%, HF 40%, KOH 10%, HNO 3 30%,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB. Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya

BAB. Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya BAB 2 Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya Pada hari Minggu, Nina dan Siti pergi ke rumah Dimas. Di sana, mereka melihat Dimas sedang bekerja membantu ayah Dimas memindahkan bibit mangga yang dibeli ayahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang melihat langsung fenomena, gejala, atau ciri-ciri secara langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

ULANGAN AKHIR SEMESTER (UAS) SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN

ULANGAN AKHIR SEMESTER (UAS) SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN ULANGAN AKHIR SEMESTER (UAS) SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2015 2016 Mata Pelajaran : ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 120 menit A. Pilih jawaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anggrek 2.1.1 Deskripsi Anggrek Anggrek merupakan famili terbesar dalam tumbuhan biji, seluruhnya meliputi 20.000 jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon III. METODE PENELITIAN A. Diagram Alir Penelitian Penentuan Titik sampel Pengambilan Sampel pada Setiap Klon - Bidang Preferensi - Bidang Peliharaan - Bidang Petik Mengukur Temperatur, Kelembaban Udara

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama Universitas Lampung dengan Yokohama National University Japan (UNILA- YNU)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2). A. Bagan Alir Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian Strata I (100-199 m ) Strata VII (700-799 m ) Strata II (200-299 m ) Strata VI (600-699 m ) Strata III (300-399

Lebih terperinci