Kajian Hermeneutika Maqashid Al-Syari ah Sebagai Hikmah Al-Tasyri Hukum Wali Pernikahan dalam Kitab Al-Umm SITI AISYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Hermeneutika Maqashid Al-Syari ah Sebagai Hikmah Al-Tasyri Hukum Wali Pernikahan dalam Kitab Al-Umm SITI AISYAH"

Transkripsi

1 Kajian Hermeneutika Maqashid Al-Syari ah Sebagai Hikmah Al-Tasyri Hukum Wali Pernikahan dalam Kitab Al-Umm SITI AISYAH Abstract In Islam, every law prescribed by God has its own purpose and reason. Maqashid al-syari ah is the purpose of law. Therefore, the mujtahid keep trying to study and comprehend sharia texts to understand Maqashid al- Syari ah, including the law of marriage representative. The problems of the study consist of Shafi s s perspectives on the law of marriage representative on book Al-umm. The study employs the review of Maqashid al-syari ah using hermeneutic approach. It is a normative research which involves literary study. It employs secondary data written in fiqh kitab use the comparative analysis. include the illegitimate status of marriage done by immature woman without the presence of her representative. In the maqashid al sharia analysis of hermeneutics, it is concluded that in the methodology of Fazlur Rahman, to get sense of maqashid al-syari ah on marriage representative, is a solution for the problem solving about gender. Ijbar right, not to be a necessity reason, but used fro to pretect women whom adult yet, and for the communication media by the adult women. Keywords : Hermeneutic, Maqashid al-sharia, Hikmah al-tasyri ', Representative, Imam Al-Shaafi'i. Dosen STIS MIFTAHUL ULUM LUMAJANG

2 Pendahuluan Al-Qur an merupakan syariat Islam yang bersifat menyeluruh. Ia merupakan sumber dan rujukan pertama bagi syariat, karena terdapat kaidah-kiadah yang bersifat global beserta rinciannya. Masih menurut Zahrah, jika Al-Qur an merupakan syariat Islam yang bersifat menyeluruh, maka mayoritas penjelasannya adalah bersifat global dan sedikit sekali yang terinci. Dikatakan bahwa seseorang yang meneliti hukum-hukum dalam AL- Qur an, niscaya akan menemukan penjelasannya dalam tiga macam, yaitu : Penjelasan Al-Qur an yang bersifat sempurna. Dalam hal ini sunnah menetapkan makna yang dikandungnya; Nash Al-Qur an bersifat mujmal (global), sedang sunnah berfungsi untuk menjelaskan pokok-pokok hukum, baik dengan isyarat maupun dengan ungkapan langsung, kemudian sunnah merinci hukum tersebut dengan sempurna. 1 Al-Qur an ditinjau dari segi lafadznya, keseluruhanya adalah qath i, dalam arti diyakini kebenarannya datang dari Allah. Adanya jaminan bahwa Al-Qur an itu mutawatir telah dengan sendirinya berarti keseluruhan lafadznya qath i. 2 Tetapi apabila Al-Qur an menerangkan masalah-masalah hukum fiqh dengan global, bukan terinci, sehingga memerlukan penjelasan dari sunnah, maka para ulama telah menetapkan, bahwa dalalah ayat Al-Qur an tersebut terhadap hukum-hukumnya, terkadang bersifat zhanni dan terkadang bersifat qath i. 3 Dalam Hukum Islam, kedudukan wali nikah sangat penting, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, dari Abu Musa, bahwa : عن ابي موسى قال : قال رسول االله صلى االله عليه وسلم : لا نكا ح الا بول Artinya : Dari Abu Musa, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan wali. Berdasarkan Hadits tersebut dimungkinkan akan muncul sebuah pemahaman bahwa hak untuk menikahkan wanita itu di tangan walinya. Menurut Sayyid Sabiq pengertian wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya. 4 Jadi sudah jelas bahwa Hukum Islam mengakui adanya hak wali untuk menikahkan seorang perempuan yang berada dalam kuasanya. Seiring dengan berjalannya waktu, muncul berbagai fenomena maupun masalah fiqh khususnya dalam hal pernikahan, yang ketentuan hukumnya tidak diatur secara tegas baik dalam Al-Qur an maupun hadits. Dari sini, mulai muncul upaya untuk mencari kepastian hukum dari masalah yang sedang dihadapi tersebut. Hal inilah yang mendorong para ulama untuk melakukan ijtihad. Abd. Wahab menambahkan, dalam rangka menetapkan hukum terhadap suatu peristiwa 1 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, diterjemahkan oleh Saefullah Ma shum, (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994), h Abd. Wahab Khalaf, Ilm Ushul al-fiqh, (Kuwait : Dar al-fikr, 1981), h Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz II (Beirut : Dar Fikr, 1995), h. 197

3 dengan jalan ijtihad, seorang mujtahid haruslah mengetahui tujuan Syari menurunkan dan menetapkan syari at. 5 Dalam kajian maqashid al syari ah, dijelaskan bahwa semua hukum yang ditetapkan oleh Allah, semua itu mempunyai maksud dan tujuan, tinggal bagaimana seorang mujtahid melakukan langkah ijtihad terhadap teks- teks syari at. Dalam prinsip maqashid al syari ah, menarik atau mengambil kebaikan (kemashlahatan) dan menolak atau menghindari keburukan (kemafsadatan). Dari konsep wali sebagai rukun dalam pernikahan, yang mengharuskan wali adalah seorang laki-laki, hal ini menimbulkan gelombang protes dari para pejuang gender. Apalagi jika mencermati pandangan madzhab Imam Hanafi yang tidak memasukkan wali dalam rukun nikah. Hal ini menimbulkan penafsiran bahwa suatu pernikahan dikatakan sah, meskipun tanpa wali. Bahkan menimbulkan implikasi hukum bahwa perempuan boleh menikahkan (mengakadkan) dirinya sendiri, tanpa harus didampingi seorang wali. Sementara itu Imam Syafii r.a, wali dimasukkan sebagai salah satu rukun dalam pernikahan. Pandangan Imam syfai i ini dipertegas dengan pendapat bahwa meskipun seorang perempuan sudah baligh dan berakal sehat, baik masih gadis maupun sudah janda, apabila melakukan sebuah akad pernikahan harus dilakukan (diakadkan) oleh walinya, karena (masih menurut Imam Syafi i), seorang perempuan tidak bisa mengakadkan dirinya sendiri dan mengakadkan orang lain. Sehingga munculnya implikasi hukum tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali. Dari perbedaan pandangan di atas, kiranya perlu untuk mencari dan memahami makna baik itu dalam teks Al-Qur; an, maupun hadits yag berhubungan dengan konsep wali dalam pernikahan. Karena dengan memakai metode maqashid al syari ah untuk mengetahui maksud dan tujuan Syari ( Allah SWT ) dalam mengatur tentang perwalian dalam pernikahan. Hal ini juga dimaksudkan agar esensi dari Hikmah al Tasyri dari wali sebagai rukun dalam pernikahan benar-benar tersampaikan dan memberikan kemashlahatan bagi umat Islam, khususnya dalam hal pernikahan. Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk menganalisis sebuah tema : Tinjauan Maqashid Al-Syari ah Sebagai Hikmah Al-Tasyri dalam Hukum Wali Pernikahan dalam Kitab Al-Umm (Sebuah Kajian Hermeneutika). Pembahasan Pengertian Hermeneutik Hermeneutik berasal dari kata Yunani, Hermeneuein, yang bermakna mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, dan bertindak sebagai penafsir dalam rangka membedakan hermeneutik dan hermetik. Kata hermetik merupakan pandangan filsafat yang diasosiasikan pada tulisan-tulisan hermenik. Suatu literatur ilmiah di Yunani yang berkembang pada awal-awal abad setelah Kristus. 5 Abd. Wahab Khalaf, Mashadir al-tasyri al-islami fi ma Nashshafih, (Kuwait : Dar-al-Qalam, 1972), h. 155.

4 Tulisan ini disandarkan pada Hermes Trismegistus 6 di kalangan pendukung hermeneutika ada yang menghubungkan sosok Hermes dengan Nabi Idris. Dalam metodologi Yunani Hermes dikenal sebagai dewa yang bertugas menyampaikan pesan-pesan kepada manusia. 7 Hasan Hanafi yang melihat dari dua legalitas yang bertentangan dan berkompetisi yang melahirkan masyarakat tradisional dan masyarakat modern yang lebih menekankan pada perlindungan kelompok Nasional Caracter dan memelihara kelangsungan sejarah yang memerlukan metodologi. Hermeneutika adalah alat yang memainkan sebuah bagian perdamaian dari Agama Menuju Revolusi dan menyatukan dua legalitas menjadi satu. Hermeneutika juga merupakan kebenaran dalam menafsirkan masa lampau untuk kepentingan masa yang akan datang dan alat untuk membaca tradisi dalam kepentingan revolusi. 8 Fahruddin Fais menyebut beberapa kajian hermeneutika adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti. Kata hermeneutika ini diderivasikan ke dalam tiga pengertian: (1). Pengungkapan pikiran dalam kata-kata, penerjemahan dan tindakan sebagai penafsir. (2). Usaha mengalihkan dari suatu bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca. (3). Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas 9. Secara lebih luas hermeneutik didefinisikan oleh Zygmunt Bauman sebagai upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang yang tidak jelas, kabar remang-remang dan kontradiktif yang menimbulkan kebingungan bagi pendengar atau pembaca. 10 Konsep Dasar Pendekatan Hermeneutika Pemikir Jerman Scheleimencher (1813) yang dikenal sebgai tokoh yang berjasa merubah hermeneutika dari teologi menjadi ilmu, bagi proses pemahaman dalam memahami teks. Dengan menjadi ilmu yang mandiri yang mendasari proses pemahaman sekaligus proses penafsiran. Hermeneutika Scheleimencher berdasarkan asumsi bahwa teks merupakan sarana kebahasaan yang dapat menstranfer isi pemikiran seorang pengarang kepada pembaca, oleh karena itu dari sisi kebahasaan Scheleimencher merujuk pada bahasa secara utuh lihat, Shahiron, 53 7 Pengasosiasian pada Hermes ini sekilas menunjukkan tiga unsur yang pada akhirnya menjadi variabel utama pada kegiatan manusia dalam memahami. 1. Tanda, pesan atau teks penafsiran yang diasosiasikan dengan pesan yang dibawa oleh Hermes. 2. Perantara atau penafsir (Hermes).3. Penyampaian pesan oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai kepada yang menerima. Lihat Fais, 8 Hasan Hanafi, Bongkar Tafsir : Liberalisasi, Revolusi, Dan Hermeneutika, Jogyakarta, Prisma Sophie Pustaka Utama, 2003, Fahruddin Fais, Ibid., Ibid., 11 Tata bahasa tersusun secara utuh, level strukturnya yang bertingkat memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Struktur fonologi menempati posisi yang fundamental di banding struktur yang lain. Meski demikian karakter fonologi tidak mungkin di pahami sebagai esensi tertinggi

5 Sedangkan dari sisi psikologi, scheleimencher merujuk kepada subjektif seorang pengarang. Menurutnya relasi antara dua pendekatan teks ini adalah relasi yang bersifat dialektis. 12 Secara empiris al-qur an merupakan suatu naskah teks, sebagai suatu kitab yang menggunakan sarana komunikasi bahasa. Al-qur an memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi bahasa dalam komunikasi manusia. Perbedaan ini terletak pada melihat makna, fungsi bahasa al-qur an yang khas, universal, dan mengatasi ruang serta waktu. Yang di maksud ruang dan waktu 13, hal ini dijelaskan dalam al-qur an misalnya, berkaitan dengan sejarah para Nabi dan Rasul Allah. Serta yang berkaitan dengan dimensi ruang misalnya dunia Jin, alam kubur, alam ruh, dan lain sebagainya. Bahasa memiliki eksistensinya sendiri yang objektif dan berbeda dengan pikiran pengarang yang bersifat subjektif. Eksistensi bahasa yang objektif inilah yang menjadikan proses memahami menjadi mungkin. Namun pada sisi lain, seorang pengarang bisa mengubah aksioma-aksioma bahasa. 14 Meskipun pada waktu yang sama seorang pengarang tidak bisa mengubah bahasa seutuhnya, maka memahami suatu teks menjadi mustahil. Seorang pengarang itu sendiri dapat merekayasa sebagian pengungkapan kebahasaannya, namun sebagaiannya lagi selalu dipertahankan dan direproduksi kembali. Inilah yang menjadikan proses pemahaman menjadi mungkin. Dengan demikian setiap teks mempunyai dua sisi, yaitu pertama sisi objektif yang merujuk pada bahasa yang menjadikan proses memahami menjadi mungkin. Kedua sisi subjektif yang merujuk pada isi pemikiran pengarang yang termanifestasi kan pada style bahasa yang digunakan. 15 Seorang pembaca bisa saja memulai dari sisi manapun selama sisi yang satu memberi pemahaman kepada yang lain. Menurut Scheleimancher setiap sisi tersebut dapat menjadi titik tolak bagi usaha memahami teks. Jika berangkat dari sisi linguistik, maka seorang pembaca akan mengupayakan rekonstruksi histories dari bahasa, karena level tertinggi dari bahasa direfleksikan oleh karakter tata bahasa itu sendiri. Lihat, Muhammad Sharur, Ibid., Lihat, Nashr Hamid, Ibid., Bahasa dalam al-qur an bukan hanya mengacu pada dunia, melainkan mengatasi ruang dan waktu sehingga bahasa al-qur an mengacu pada : Dunia yang meliputi dua hal : pertama dunia human yang meliputi dunia manusia, kedua dunia infra human, yang berkaitan dengan binatng, tumbuhan dan dunia fisik lainnya dengan segala hokum dan sifat masing-masing. Aspek meta fisik Yaitu suatu hakekat makna di balik hal-hal yang bersifat fisik. Aspek meta fisik tidak terjangkau oleh indra manusia, sehingga hanya bisa di pahami di pikiran dan dihayati. Adi kodrati yaitu suatu wilayah dibalik dunia manusia yang hanya diinformasikan oleh Tuhan melalui wahyu, misalkan tentang surga, neraka, kehidupan akhirat, tentang ruh, hari kiamat, dan lain sebagainya. Ilahiyyah yaitu yang berkaitan dengan hakekat Allah SWT, bahwa Allah itu asmaul Husna, al-azis, Al-Hakim, dan lain sebagainya. Lihat Shahiron, Ibid., Hakekat bahasa sebagaimana yang telah dikembangkan oleh para pemikir bahasa dan pemikir filsafat bahasa merupakan suatu struktur dan dan makna. Struktur berkaitan dengan bentuk kata, kaidah kata, susunan frosa, struktur kalimat, makna kalimat, struktur fonologi, dan pengucapannya. 15 Lihat Abu Zayd, Ibid., 43

6 objektif terhadap teks (objective historical reconstruction ). Ada hal lain bagi titik tolak semacam ini yang disebut Shheleimencher dengan objective divinatory reconstruction (rekonstruksi ramalan objektif) yakni sebuah upaya rekonstruksi ramalan yang memberikan koridor mengenai cara-cara pengembangan teks dari sisi bahasa. Pendekatan subyektifitas (psikologi) juga mempunyai dua aspek, pertama rekonstruksi subyektif historis. Yakni mengasomsikan teks sebagai hasil produksi dari jiwa seorang pengarang. Kedua subyektifitas ramalan yakni yang memberikan batas-batas tentang bagaimana proses penulisan berpengaruh pada pemikiran pengarang. Dua pendekatan obyektifitas (linguistik) dan subyektifitas (psikologi) yang masing-masing memberikan aspek histories dan ramalan (prediksi) ini merupakan gambaran kaidah-kaidah dasar bagi seni hermeneutic. Oleh karena itu tanpa pendekatan ini makna pemahaman yang salah tidak mungkin dapat. Tugas hermeneutik adalah memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya, bahkan dapat melebihi pemahaman pengarangnya itu sendiri. Selanjutnya Sheleimencher berusaha mengindari kesalahpahaman awal. Subyektifitas dan horison historisnya agar teks dapat dipahami secara obyektif histories, pertama-tama mengharuskan seorang penafsir agar mensejajarkan dirinya dengan pengarang, dan menempati posisinya ketika melakukan rekonstruksi subyektifitas dan obyektif terhadap pengalaman pengarang yang terkandung dalam teks. Walaupun kesamaan antara pengarang dan penafsir merupakan sesuatu yang mustahil namun Scheleimancher justru menjadikan sebagai fondasi yang urgen bagi pemahaman yang benar 16. Muhammad Shahrur memberikan pendekatan hermeneutiknya juga pada selain dengan linguistik juga dipadukan dengan teori ilmiah dan dasar-dasar ilmu alam, maka apa yang di klaim sebagai sebuah teks ilahi, al-qur an yang independen, pada kenyataannya tidaklah benar-benar independen. Demikian juga tidak benar bahwa struktur linguistiknya adalah satu-satunya norma penafsiran yang dianggap benar dan cocok. Teori linguistik apa yang dapat di gunakan agar makna teks dapat diterjemahkan secara tepat? Shahrur membedakan antara dua aspek yang berbeda dalam menerapkan pendekatan linguistik tertentu untuk membedakan sejumlah variasi kata-kata yang digunakan dalam al-qur an dan alkitab. Perbedaan antara al-qur an dan al-kitab sejajar dengan dua aspek yang juga dibedakan Shahrur, yaitu al-nubuwwah (kenabian) al-risalah (pesan/kerisalahan). Yang pertama berifat obyektif dan independen dari penerimaan manusia. Yang kedua bersifat subyektif dan tergantung pada pengetahuan manusia, dan kapasitas manusia untuk mengetahui antara yang benar dan salah. 17 Menurut Shahrur, perkembangan bahasa setelah peniupan ruh yang ditandai dengan tegaknya manusia di atas kedua kakinya dan tangannya yang bisa 16 Ibid., Lihat Shahrur, 12

7 digerakkan dengan leluasa. Selanjutnya suara : sempurnanya alat suara yang secara khusus hanya dimiliki manusia. Alat suara ini menyebabkan ia mampu memunculkan suara-suara yang beragam. Sebaliknya makhluk-makhluk lain hanya mampu memunculkan satu suara. Alat suara ini digambarkan pada surah Al-Rahman ayat 1-4, "Al-Rahman". Yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Menciptakan manusia. Dan dia telah mengajarnya berbicara secara jelas. ن ءان 1. (Tuhan) yang Maha pemurah, 2. Yang Telah mengajarkan Al Quran. 3. Dia menciptakan manusia. 4. Mengajarnya pandai berbicara. Firmannya, "Dan dia telah mengajarkan berbicara secara jelas" adalah sumber dari Al-Rahman. Ini menunjukkan bahwa Dia mengajarkan bahasa melalui hukum-hukum material obyektif, bukan melalui wahyu dan ilham. Inisialisasi dari hukum-hukum ini adalah adanya organ-organ suara. (lihat Shahrur, Kosmos, hal: ). Dalam surah Al-Baqarah :31: Allah berfirman : ل أ ء م و ءاد ء إن ء Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Kita perhatikan firmannya, 'alama (mengajarkan) dan ta'lim (pengajaran) adalah mengadakan pembedaan atau al-ta'lim. Dalam hal ini kita tidak boleh memahami bahwa pengajaran adalah melalui ilham, sebab, proses pewahyuan secara pasti membutuhkan bahasa. Demikian juga kita tidak boleh memahaminya bahwa Allah duduk bersama Adam lalu mengajarkannya, seperti kita mengajar anak-anak kecil. Tetapi kita harus memahami hal tersebut secara material rahmani, yaitu dengan memahami bahwa Adam bisa mengadakan pembedaan dengan perantaraan alat indera (yaitu pendengaran, dan penglihatan) lalu menirukannya melalui suara (pendengaran). 18 Pengertian Maqashid Al-Syari ah Secara bahasa maqashid al-syari ah terdiri dari dua kata, yakni; maqasid dab syar iah, pertama maqashid merupakan bentuk jama dari kata maqsud yang 18 Lihat dan telusuri dalam bukunya Muhammad Shahrur, Dialektika Kosmos Dan Manusia, Dasar-Dasar Epistemologi Qurani, [ Trj. M.Firdaus, Al-Ahali lil-tiba'ah Wa-l-Tauzi, 1991],Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia, 2004,

8 mempunyai makna bermaksud atau menuju sesuatu. 5 Kedua, al-syari ah berarti kebiasaan atau sunnah, yang pada mulanya kata al-syari ah dimaksudkan bagi semua tuntuna Allah SWT kepada Mahluk-Nya yang dirisalahkan kepada Rasulullah. 19 Sedangkan menurut istilah, maqashid al-syari ah dalam kajian tentang hukum Islam, al-syatibi sampai pada kesimpulan bahwa kesatuan hukum Islam berarti kesatuan dalam asal-usulnya dan terlebih lagi kesatuan dalam tujuan hukumnya. Untuk menegakkan tujuan hukum ini, al-syatibi mengemukakan konsepnya tentang maqashid al syari ah, dengan penjelasan bahwa tujuan hukum adalah satu yakni kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. 20 Maqashid al Syari ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat dapat ditelusuri dalam ayatayat Al-Qur an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia. 21 Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa, baik secara bahasa maupun istilah, maqashid al syari ah erat kaitannya dengan maksud dan tujuan Allah yang terkandung dalam penetapan suatu hukum yang mempunyai tujuan untuk kemaslahatan umat manusia. Metode dalam memahami Maqashid al-syari ah Al-Syatibi menjelaskan ada tiga metode yang digunakan oleh para ulama untuk memahami maqashid al-syari ah, antara lain: 1. Mempertimbangkan makna dhahir lafadz Makna dhahir adalah makna yang dipahami dari apa yang tersurat dalam lafadz-lafadz nash keagamaan yang menjadi landasan utama dalam mengetahui maqashid al-syari ah. 22 Kecenderungan untuk menggunakan metode ini bermula dari suatu asumsi bahwa maqasid al-syari ah adalah suatu yang abstrak dan tidak dapat diketahui kecuali melalui petunjuk Tuhan dalam bentuk dhahir lafadz yang jelas 2. Mempertimbangkan makna batin dan penalaran Makna batin adalah makna yang tersirat dari suatu teks ajaran Islam. Makna batin menjadi dasar pertimbangan dalam mengetahui maqashid alsyari ah adalah berpijak dari suatu asumsi, bahwa maqashid al-syari ah bukan dalam bentuk dhahir dan bukan pula yang dipahami dari pengertian yang ditunjukkan oleh dhahir lafadz nash-nash syari at Islam Menggabungkan makna dhahir, makna batin dan penalaran Metode ini disebut juga sebagai metode perpaduan atau kombinasi, yaitu metode untuk mengetahui maqashid al-syari ah dengan 19 QS. (42) : 13, QS. (45) : 18, lihat juga penjelasan yang diberikan oleh Fazlur Rahman, Islam, Chicago: University of Chicago, 1979., h Abu Ishaq Al-Syatibi, al-muwaafaqat fi Ushul al-syari ah, h Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, h Syamsul Bahri,dkk, Metodologi Hukum Islam, cet. I, (Yogyakarta: TERAS, 2008), h. 107.

9 menggabungkan dua metode menjadi satu, dengan tidak merusak arti dhahir, kandungan makna. Al-Syatibi sebagai salah seorang ulama yang mengembangkan metode konvergensi ini memandang, bahwa pertimbangan makna dhahir, makna batin dan makna penalaran memiliki keterkaitan yang bersifat simbiosis. Ada beberapa aspek yang menyangkut upaya dalam memahami maqashid al-syari ah, yakni analisis terhadap lafadz perintah dan larangan, penelaahan illah perintah dan illah larangan, analisis terhadap sikap diam Syari dan penetapan hukum sesuatu dan analisis terhadap tujuan ashliyah dan thabi ah dari semua hukum yang telah ditetapkan Syari. 23 Dari penjelasan di atas, metode konvergensi dalam memahami maqashid alsyari ah ini, banyak digunakan oleh para ulama, dan di Indonesia termasuk kalangan NU dan Muhammadiyah.59 Terlebih lagi dalam penerapannya, metode ini diterima oleh jumhur ulama, termasuk ulama empat madzhab. 24 Dengan demikian, maka jumhur ulama menggunakan pendekatan kebahasaan (pendekatan tekstual) dan pendekatan kemaslahatan (pendekatan kontekstual) dalam upaya memahami maqashid al-syari ah. Konsep Wali Dalam Perspektif Fiqh Pengertian Wali Menurut Amin, dalam kajian fiqih disebut Al Walayah atau Al Wilayah seperti kata ad-dalalah yang juga disebut ad-dilalah. Secara etimologis mengandung beberapa arti yaitu cinta (al-mahabbah) dan pertolongan (annashrah) atau bisa juga berarti kekuasaan atau otoritas. Seperti dalam ungkapan al-wali yakni orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengurus sesuatu. 25 Sayyid Sabiq dalam kitabnya menyebutkan bahwa wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya, wali ada yang khusus dan ada yang umum. Wali khusus adalah yang berkaitan dengan manusia dan harta bendanya. Pengertian lain tentang wali yaitu pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki. 26 Perwalian dalam perkawinan adalah suatu kekuasaan atau wewenang syar i atas segolongan manusia yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna, karena kekurangan tertentu pada orang yang dikuasai itu demi kemaslahatannya sendiri. 27 Dari beberapa definisi tentang wali di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud wali nikah adalah orang yang berhak mewakili perempuan yang berada dalam kuasanya, untuk melakukan akad pernikahan, dikarenakan adanya anggapan bahwa perempuan tersebut tidak atau belum mampu melakukan akad 23 Abu Ishaq Al-Syatibi, al-muwaafaqat fi Ushul al-syari ah, juz II, h Syamsul Bahri,dkk, Metodologi Hukum Islam,h Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta : Raja Grafindo, 2004), h Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah7, (Bandung: Al-Ma arif, 1997), h Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta : Lentera, 2001), h. 345.

10 atas dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan kurang cakap ataupun malu dalam mengungkapkan keinginannya tersebut, sehingga diperlukan seorang wali untuk melakukan akad nikah dalam suatu pernikahan. Syarat Wali Nikah Wali merupakan salah satu penentu sah atau tidaknya suatu akad nikah. Oleh karena itu perlu dicermati kriteria ataupun syarat-syarat seseorang dapat menjadi wali. Menurut Wahbah Zuhaili 28 syarat-syarat seorang wali sebagai berikut : 1. Sempurna keahliannya yaitu : baligh, berakal, dan merdeka. Oleh karenanya tidak sah menjadi wali nikah bagianak kecil, orang gila, lemah akalnya (idiot), orang pikun dan budak. 2. Adanya persamaan agama antara wali dan calon pengantin putri. Oleh karenanya jika walinya non muslim maka tidak boleh menjadi wali bagi calon pengantin putri yang muslim, begitu juga sebaliknya. 3. Harus laki-laki, syarat ini sebagaimana yang disepakati oleh jumhur ulama kecuali madzhab Hanafi. Menurut jumhur, perempuan tidak bisa menjadi wali karena ia tidak berhak menjadi wali atas dirinya sendiri apalagi untuk orang lain. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, perempuan yang sudah memenuhi syarat yaitu sudah baligh, aqil maka ia berhak menjadi wali bagi dirinya sendiri. Fungsi Wali dalam Pernikahan Wali merupakan rukun yang harus dipenuhi dalam suatu pernikahan. Hal ini dimaksudkan bahwa keberadaan wali sangatpenting terkait pelaksanaan akad nikah. Bahkan, menurut pendapat jumhur ulama tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali bagi pihak perempuan. Dari sini dapat diketahui bahwa fungsi walinikah pada dasarnya adalah sebagai wakil dari perempuan dalam akad nikah. Menurut Idris Ramulyo bahwa fungsi wali nikah sebenarnya adalah sebagai wakil dari perempuan, sebenarnya wali tersebut tidak diperlukan apabila yang mengucapkan ikrar ijab adalah laki-laki. 29 Namun dalam praktik selalu pihak perempuan yang mengucapkan ijab (penawaran), sedangkan pengantin laki-laki mengucapkan ikrar qabul (penerimaan), karena pada dasarnya wanita itu pemalu, maka pengucapan ijab tersebut diwakilkan pada walinya, jadi wali di sini hanya sekedar sebagai wakil karena yang paling berhak adalah perempuan tersebut. 28 Wahbah al-zuhaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuhu, Juz IX (Mesir : Dar al-fikr, 1997), h Mohd. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undnag No 1 Tahun 1974, Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : Ind-Hillco, 1985), h. 214.

11 Konsep Wali dalam kitab al-umm 1. Wali Nikah Wali merupakan rukun dalam nikah, tidak sah akad tanpa wali, dan tidaklah bagi wanita berakad atas dirinya sendiri dan ijin walinya terhadapnya sama, baik anak kecil maupun dewasa, mulia ataupun hina, perawan maupun janda Urutan Wali Dan yang lebih berhak menjadi wali adalah ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki, paman (saudara ayah), anak paman, dan seterusnya, dan bila semuanya itu tidak ada, perwalian beralih ke tangan hakim Kedudukan wali menurut madzhab Syafi i Wali merupakan rukun dalam pernikahan. Sehingga keberadaan wali sangatlah penting karena menyangkut sah tidaknya suatu akad dalam pernikahan. Adapun nash yang menjadi dasar pendapai Imam Syafi i ini, terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 34 : ن إن و ء ل ن أ ا أ ن ز و و ا ن أ و و Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita). Kemudian di dalam QS. An-Nisa ayat 25 : ن أ و أ ر ذن أ وءا أ و 30 Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Mawardi Bashra, Al-Hawi Al-Kabir,juz 9, (Beirut : Daar Kitab Al-Ilmiah, 1994), h Muhammad Jawad Mughniyah, al-fiqh ala Madzahib al-khamsah, h

12 ا ذ ان ت أ وا و ن وأ وف أ ن ا ب ر ر و Artinya: Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut. Menurut Imam Syafi i, dari kedua ayat Al-Qur an di atas, telah dengan jelas menerangkan bahwa tidak diperbolehkan bagi perempuan merdeka untuk menikahkan dirinya sendiri. Di sini, dalam konteks budak-budak perempuan, maka diharuskan untuk meminta izin kepada tuannya. Dalam hal inilah dapat dikategorikan perwalian dalam pernikahan. Selanjutnya di dalam QS. Al-Baqarah ayat 232 : أن ن أ و أ ء ذا ا إذا أز وف ۦ و أ أز و و م ن Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Menurut Imam Syafi i, ayat di atas ditujukan kepada selain suami yang sebelumnya. Karena apabila telah selesai iddahnya, maka suami yang pertama sudah tidak mempunyai hak lagi terhadap mantan istrinya. Kemudian perempuan tersebut menjadi janda, dan apabila ingin menikah dengan calon suaminya, maka para wali dilarang untuk menghalangi mereka untuk menikah lagi. Imam Syafi i berkata : telah disebutkan dalama Sunnah keterangan yang semakna dengan kitabullah, bahwa Rasulullah bersabda,

13 Siapa saja diantara wanita yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal. Wanita itu berhak mendapatkan mahar sebagai imbalan atas apa yang telah dihalalkan daripada kemaluannya. 32 Diriwayatkan pula dari Juraij, ia berkata, Ikrimah bin Khalid telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Aku pernah berjalan bersama suatu rombongan dan di dalam rombongan itu terdapat seorang janda, maka wanita ini menyerahkan urusannya kepada salah seorang laki-laki diantara rombongan tadi. Lalu laki-laki yang diserahi urusan itu menikahkan wanita tersebut dengan laki-laki lain yang turut dalam rombongan, maka Umar bin Khaththab mendera laki-laki yang menikahi janda itu dan membatalkan pernikahannya. Menurut Abdul Mun im, Wali seorang wanita adalah orang yang mengurus dan mengatur urusan dan kepentingannya. Tidak sah nikah seorang wanita tanpa izin dari walinya. Jika ia menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batil. 33 Dasarnya adalah hadits Ummul Mukminin Aisyah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : Siapa saja wanita yang menikah tanpa ijin walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil. Jika sudah bercampur dengannya maka mahar adalah hak si wanita karena sudah ia campuri. Jika kedua belah pihak berselisih maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali. 34 Menurut Asy-Syafi i, Hadits di atas, dapat dipahami dengan beberapa pemahaman, diantaranya bahwa seorang wali mempunyai hak serikat dalam budlu (kemaluan) perempuan. Jadi wali mempunyai hak untuk menentukan calon suami dari anak perempuannya dengan memperhatikan kepada kekufuan (kesepadanan). Adapun pemahaman yang lain, adalah terkait peran seorang wali utnuk mengarahkan anak perempuannya kepada niat yang mulia dalam suatu pernikahan. Menghindarkan anak perempuannya dari jerat nafsu syahwat. Sedangkan apabila suatu pernikahan dilaksanakan tanpa izin wali, maka nikah tersebut batal, dan harus diulang lagi dengan akad yang baru dengan memenuhi rukun dan syarat nikah terlebih dahulu. Kemudian, apabila terjadi persetubuhan syubhat, maka diwajibkan atas suami untuk membayar mahar, dan menolak had, karena sunnah tidak menyebutkan had dan wathi syubhat. Adapun pemahaman yang terakhir adalah, bahwa wali boleh mengawinkan perempuan, hanya apabila dia setuju. Sedangkan apabila wali menolak untuk menikahkan perempuan tersebut, maka sulthanlah yang mengambil alih hak untuk mengawinkan perempuan tersebut. 32 HR. Abu Daud, pembahasan tentang nikah, 20, bab wali, hadits no Amru Abdul Mun im Salim, Panduan Lengkap Nikah (Pembahsan tuntas mengenai hukumhukum seputar pernikahan menurut Al-Qur an & As-Sunnah), Cet.3, (Solo : Dar An-Naba, 2008), h Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (III/458) dengan sanad shahih.

14 Analisis tinjauan maqashid al syari ah terhadap hukum wali dalam pernikahan menurut pandangan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika Dalam kajian maqashid al-syari ah, segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah sebagai Asy-Syari, pasti memiliki maksud dan tujuan. Tinggal bagaimana mencari pemahaman tentang maksud Allah melalui proses ijtihad, terutama yang dilakukan oleh para Imam madzhab. Dalam hal ini dibutuhan kemampuan khusus untuk mengetahui maksud Allah menetapkan suatu hukum bagi umat manusia. Dalam tingkatan maqashid dharuriyyat meliputi Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama), Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa), Hifdz Al Aql (Memelihara Akal), Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan), Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta). Dalam tingkatan ini, apabila tidak terpenuhi, maka akan membahayakan keberlangsungan umat manusia. Dalam konteks hukum wali dalam pernikahan, maqashid dharuriyyat, khususnya dalam hal hifdz An-Nasb (memelihara keturunan). Dalam hal memelihara keturunan, maka dalam suatu pernikahan diharuskan melibatkan peran wali yang berimplikasi pada dimasukkannya wali sebagai salah satu rukun dalam pernikahan. Adapun terkait dengan kajian hermeneutika, pendapat Imam madzhab ini, dapat dikaitkan dengan fenomena pernikahan pada zaman sekarang ini. Seperti halnya pernikahan siiri, pernikahan mut ah, dan pernikahan yang lainnya, yang tidak menghadirkan wali dalam akad nikah. Sehingga tidak jelas apakah wali dari pihak perempuan menyetujui atau tidak terhadap pernikahan yang dilangsungkan. Dengan demikian, dengan metodologi hermeneutika, dengan semanagat sosio-historis, akan dapat diungkap bukan hanya makna lahiriyah dari kata-kata dalam teks Al-Qur an, akan tetapi juga kepada makna hakiki yang terkandung dalam teks tersebut. Sehingga dapat diketahui tentang konsep maqashid alsyari ah dalam suatu ayat yang termaktub dalam Al-Qur an. Imam Syafi i dalam hal wali pernikahan memasukkan wali ke dalam rukun pernikahan. Dalam kajian maqashid al-syari ah, Imam Syafi i berpendapat bahwa peran wali sebagai wakil dari perempuan yang akan melangsungkan akad nikah. Hal ini di dasarkan pada pemikiran bahwa betapapun dewasanya seorang anak perempuan, masih tetap memerlukan wali sebagai wakil dalam akad nikah. Peran wali tersebut, dinilai sangat penting, dalam akad nikah. Dikarenakan, dalam proses akad nikah tersebut, terkait ijab dan qabul memerlukan campur tangan wali sebagai wakil pihak perempuan, baik masih gadis maupun sudah janda, karena seorang perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Dengan ketentuan ini, maka wali menjadi salah satu rukun pernikahan yang menentukan sah atau tidaknya suatu akad pernikahan. Ijtihad Imam Syafi i juga berimplikasi hukum bahwa pernikahan yang dilakukan, baik oleh perempuan yang masih belum baligh, maupun sudah dewasa (baligh), baik berakal sehat maupun tidak, harus menyertakan wali dalam akad pernikahan. Sehingga wali memiliki hak ijbar untuk memaksa anak perempuannya untuk menikah.

15 Dalam hal ini, yang menjadi pertimbangan Imam Syafi i adalah bahwa seorang wali tetap memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan anak perempuannya. Dengan hak ijbar inilah, dimungkinkan bagi wali (orang tua) untuk memberikan perlindungan terhadap anaknya, karena kondisi anak yang belum mampu untuk bertindak, khususnya dalam melakukan akad pernikahan. Hak ijbar sering dihubungkan dengan praktik pernikahan di bawah umur, yang dilakukan di daerah-daerah terpencil, dan pedesaan. Hal ini dikarenakan rendahnya pemahaman bahwa perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam hal memperoleh pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Faktor lain adalah adanya keinginan untuk menjaga hawa nafsu serta untuk menjaga nasab (keturunan), seperti yang dilakukan di kalangan habaib dann lingkungan pondok pesantren salaf. Adapun solusi yang dapat diambil dari permasalahan tentang hukum wali dalam pernikahan ini, adalah dengan menjalin pola relasi antara anak perempuan dan wali (orang tua), yang ketika akan melangsungkan pernikahan, kedua belah pihak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Seperti hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berasal dari Abu Hurairah, ا و ذن ي ا Artinya: Perempuan janda tidak dinikahkan sehingga diajak musyawarah, sementara perempuan yang masih perawan tidak dinikahkan sehingga terlebih dahulu ia dimintai izin.129 Dari hadits di atas, dengan tegas menunjukkan bahwa seorang wali harus mengajak musywarah terlebih dahulu anak perempuan yang sudah janda yang akan melangsungkan pernikahan, serta dengan tegas menunjukkan keharusan wali untuk meminta izin anak perempuan yang masih gadis, perawan. Kata meminta izin, tidak dapat dikonotasikan dengan kata memaksa, sehingga harus benar-benar dilakukan pendekatan terhadap anak perempuan yang masih gadis, perawan sehingga didapatkan izin untuk menikahkannya. Dengan konsep di atas, maka angka nikah paksa akan dapat diminimalisir, serta perbedaan pandangan atau bahkan pemahaman yang kurang tepat tentang isu gender, dapat diluruskan sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Kesimpulan Dalam analisis tinjauan maqashid al syari ah terhadap hukum wali dalam pernikahan menurut pandangan Imam Syafi i dalam kajian hermeneutika disimpulkan bahwa Imam Syafi i mempunyai dasar pertimbangan khususnya dalam konteks maqashid al-syari ah terhadapa hukum wali dalam pernikahan. Imam Syafi i mewajibkan wali dalam pernikahan, karena mempunyai pertimbangan maqashid al-syari ah, wali sebagai seseorang yang membantu perempuan dalam hal mewakili pada saat akad nikah, serta memberikan

16 pertimbangan tentang keikutsertaan wali dalam menentukan keberlangsungan nasab yang tetap terjaga dengan baik, ketika memilihkan calon suami yang kufu dengan anak perempuannya. Sehingga peran wali sangatlah penting dan menjadi bagian dari rukun dalam pernikahan. Sedangkan dalam kajian hermeneutika, yang merupakan bagian dari teori penafsiran kitab suci, maka dengan metodologi Fazlur Rahman, gerak ganda yang dimaksud adalah, dari masa sekarang, kembali ke masa lalu dan kembali lagi ke masa sekarang. Dengan metode hermeneutika ini dalam memahami maqashid al-syari ah terhadap hukum wali dalam pernikahan, sehingga memunculkan wajah hikmah al-tasyri yang sesuai dengan realita di masyarakat.

17 Daftar Pustaka Al-Qur an al-karim As-Sunnah Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Shahih Sunan Tirmidzi: Seleksi Hadits Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi, Buku I. Jakarta : Pustaka Azzam Ali Bashra, Abi Hasan. Al-Hawi Al-Kabir,juz 9, Beirut : Daar Kitab Al-Ilmiah Ali, Abi Hasan bin Muhammad bin Habib Mawardi Bashra. Al-Hawi Al-Kabir. juz 9. Beirut : Daar Kitab Al-Ilmiah, Al-Syatibi, Abu Ishaq. al-muwaafaqat fi Ushul al-syari ah. juz I. Beirut : Dar al- Ma rifah. t.t. Bahri, Syamsul dkk. Metodologi Hukum Islam. cet. I. Yogyakarta: TERAS Effendi, Satria. M. Zein. Metodologi Hukum Islam dalam Amrullah Ahmad dkk. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Gema Insani Press Hanafi, Hasan Bongkar Tafsir : Liberalisasi, Revolusi, Dan Hermeneutika, Jogyakarta, Prisma Sophie Pustaka Utama Khalaf, Abd. Wahab. Ilm Ushul al-fiqh. Kuwait : Dar al-fikr Khalaf, Abd. Wahab. Mashadir al-tasyri al-islami fi ma Nashshafih. Kuwait : Dar-al-Qalam Khallaf, Abd al- Wahab. Ilm Ushul al-fiqh. cet. XI. Kairo : Dar-al Ma arif Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta : Lentera Ramulyo, Mohd. Idris. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undnag No 1 Tahun 1974, Dari Segi Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : Ind-Hillco Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah 7. Bandung: Al-Ma arif Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Juz II. Beirut : Dar Fikr Salim, Amru Abdul Mun im. Panduan Lengkap Nikah (Pembahsan tuntas mengenai hukum-hukum seputar pernikahan menurut Al-Qur an & As- Sunnah). Cet.3. Solo : Dar An-Naba Shahrur, Muhammad. Dialektika Kosmos Dan Manusia, Dasar-Dasar Epistemologi Qurani, [ Trj. M.Firdaus, Al-Ahali lil-tiba'ah Wa-l-Tauzi, 1991],Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia Shihab, Quraish. Wawasan Al-QUr an. Bandung: Mizan Suma, Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta : Raja Grafindo Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqh. Terj. Saefullah Ma shum. Jakarta : PT. Pustaka Firdaus

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah niatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, niscaya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah niatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, niscaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mengajarkan sebuah hubungan yang apabila diawali dengan sebuah niatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, niscaya keberkahan akan selalu menaungi

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M PROSES AKAD NIKAH حفظه هللا Ustadz Abu Bilal Juli Dermawan Publication : 1437 H_2016 M PROSES AKAD NIKAH حفظه هللا Oleh : Ustadz Abu Bilal Juli Dermawan Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar 29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK A. Pelaksanaan Pemberian Hadiah/ Uang yang Diberikan oleh Calon anggota DPRD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM 40 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM Eksistensi perwalian dalam Islam memiliki dasar hukum yang sangat jelas dan kuat. Hal ini dapat dipahami sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taklik talak adalah suatu ucapan talak yang digantungkan pada suatu syarat yang syarat tersebut terjadi pada waktu yang akan datang. Syarat tersebut diucapkan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR A. Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Pulsa Dengan Harga Dibawah Standar Sebagaimana penjelasan yang telah tertulis pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan

Lebih terperinci

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar 49 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI STANDARISASI PENETAPAN MAHAR DALAM PERNIKAHAN GADIS DAN JANDA DI DESA GUA-GUA KECAMATAN RAAS KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia melainkan seluruh makhluk ciptaan-nya

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat pertama

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA Jama ah Jum at rahimakumullah Setiap muslim pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi tidak semua muslim memahami hakikat yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Al-Qur an al-karim As-Sunnah

DAFTAR PUSTAKA. Al-Qur an al-karim As-Sunnah 85 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur an al-karim As-Sunnah Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Shahih Sunan Tirmidzi: Seleksi Hadits Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi, Buku I. Jakarta : Pustaka Azzam. 2006. Ali, Abi Hasan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan

Lebih terperinci

Hukum Onani. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah

Hukum Onani. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah Hukum Onani ح م الاستمناء (لعادة الرس ة) ] ندونييس Indonesian [ Indonesia Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali Editor : Eko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam dengan disyari atkannya nikah pada hakekatnya adalah sebagai upaya legalisasi hubungan seksual sekaligus untuk mengembangkan keturunan yang sah dan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

Apakah Kawin Kontrak Itu?

Apakah Kawin Kontrak Itu? KOPI- Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi

BAB III ANALISIS. Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi BAB III ANALISIS Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi segala sesuatu yang ditentukan dan dikerjakan ada batasnya dan ada urutannya. Karena tidak ada satu hal pun yang diharamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan kata hikmah ini menjadi sebuah judul salah satu tabloid terbitan ibukota

BAB I PENDAHULUAN. bahkan kata hikmah ini menjadi sebuah judul salah satu tabloid terbitan ibukota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai umat muslim sudah tidak asing lagi dengan kata hikmah karena kata-kata ini sering dijumpai hampir disetiap kitab-kitab yang bernuansa ibadah bahkan kata hikmah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Tukar-Menukar Rambut di Desa Sendangrejo Lamongan Dari uraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama islam adalah agama yang penuh kemudahan dan menyeluruh meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 53 BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Sistem Pemerataan Harta Warisan di Desa Balongwono dalam Perspektif Hukum Islam 1. Al-Qur an Allah SWT telah menentukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Jual Beli Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kandang di PT. Juang Jaya Abdi Alam Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulunya, bahwa jual beli yang terjadi di PT. Juang Jaya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG A. Analisis Praktek Jual Beli Emas di Toko Emas Arjuna Semarang Aktivitas jual beli bagi umat Islam sudah menjadi

Lebih terperinci

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan Kaidah Fiqh ي ن س ب ال و ل د إ ل أ ب ي ه ش ر ع ا و إ ل أ م ه و ض ع ا Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan Publication:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening

Lebih terperinci

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak 1 A. Latar Belakang Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang memiliki tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki

Lebih terperinci

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama Ulil Abshar Abdalla, koordinator JIL mempunyai pandangan bahwa larangan kawin

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 SIAPAKAH MAHRAM KITA SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. 2 Adapun ketentuan siapa yang mahram

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan BAB V PEMBAHASAN A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan Kafa ah dalam perkawinan merupakan persesuaian keadaan antara si suami dengan perempuannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

Seorang Bapak Tidak Boleh Memaksa Putrinya Menikah

Seorang Bapak Tidak Boleh Memaksa Putrinya Menikah Seorang Bapak Tidak Boleh Memaksa Putrinya Menikah ليس للو جبا بنته بل لز [ Indonesia Indonesian ند نيn ] Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah Terjemah :Muhammad

Lebih terperinci

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SELAMATAN DI BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG Selamatan di Buyut Potroh merupakan salah satu tradisi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP A. Deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH 75 BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Pendapat Hakim Tentang Status Istri Setelah

Lebih terperinci

BAB IV. perkawinan itu terpenuhi. Hal pokok dalam perkawinan adalah ridhanya laki-laki

BAB IV. perkawinan itu terpenuhi. Hal pokok dalam perkawinan adalah ridhanya laki-laki 47 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TEHADAP KAWIN DI BAWAH ANCAMAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI DESA KLAPAYAN KECAMATAN SEPULU KABUPATEN BANGKALAN A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kawin dibawah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari Kecamatan Genteng Surabaya Wadi< ah adalah suatu akad antara dua orang (pihak)

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN A. Al-Qur an Sebagai Sumber Ajaran Islam Menurut istilah, Al-Qur an adalah firman Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi Bisnis database pin konveksi adalah sebuah bisnis dimana objek yang diperjualbelikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah dalam surat yasin: 36 1 2

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU A. Analisis Pendapat Tokoh NU Sidoarjo Tentang Memproduksi Rambut Palsu Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya maka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA DI COUNTER KAAFI CELL DAN ANUGRAH CELL SIDOARJO A. Analisis Praktek Jual Beli Handphone Servis yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURAbah}ah Yang Direalisasi Sebelum Barang Yang Dijual

Lebih terperinci

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? "kemal pasa", k_pasa03@yahoo.com Pertanyaan : Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? Jawaban : Tidak

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM 50 BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM A. Analisis Utang-Piutang di Acara Remuh Berdasarkan data mengenai proses dan mekanisme

Lebih terperinci

ار ا خ ط ب ا خ ذ ك ى ا ي ر اأ ة ف ق ذ ر أ ر ب غ ض ي ا ذ ع ا ن ك اح ا ف ه ف ع م. )ر ا اح ذ اب دا د(

ار ا خ ط ب ا خ ذ ك ى ا ي ر اأ ة ف ق ذ ر أ ر ب غ ض ي ا ذ ع ا ن ك اح ا ف ه ف ع م. )ر ا اح ذ اب دا د( BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI CALON ISTRI TINGGAL DI KEDIAMAN CALON SUAMI PASCA KHITBAH A. Analisis Sosiologis Terhadap Tradisi Calon Istri Tinggal Di Kediaman Calon Suami Pasca Khitbah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK BAB IV ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK A. Analisis Pendapat Madzhab Syiah Imamiyyah Tentang Dua Orang Saksi Sebagai Syarat Sah Jatuhnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK 1 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pembaharuan Akad Nikah Sebagai Syarat Rujuk Prosesi rujuk merupakan salah satu prosesi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG A. Analisis Faktor Pendorong Jual Beli Cegatan di Desa Gunungpati Kecamatan Gunungpati

Lebih terperinci

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa 53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG IKRAR TALAK BAGI SUAMI ISTRI PASCA PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP Ketika tidak ada peraturan yang tegas mengatur

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN 58 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktek Sistem Jual Beli Ikan Dengan Perantara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA A. Analisis pelaksanaan jual beli tanpa kesepakatan harga Jual beli seperti yang telah diulas dalam bab sebelumnya yakni jual beli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK Sebagaimana permasalahan yang telah diketahui dalam pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN 55 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis Tentang Praktik Penjatuhan Talak Seorang Suami Melalui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA A. Kedudukan Koperasi Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam garis besarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan penciptaan manusia. Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan penciptaan manusia. Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama fitrah bagi manusia dan agama yang mencakup semua urusan dan perkara di atas muka bumi ini sesuai

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN 61 BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN Analisis Hukum Islam Terhadap Metode Ijab Qabul Pada Masyarakat Suku Samin di Desa Kutukan Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam Sebagai Agama yang rahmatan lil alamin selalu memperhatikan nilai-nilai ajarannya. Ajaran serta aturan-aturan yang telah di atur dalam Islam sangat memperhatikan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I dalam Ilmu Syari ah Oleh ERNA SUSANTI NIM 1210019

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK A. Analisis terhadap Mekanisme Hak Khiya>r pada Jual Beli Ponsel Bersegel Akad merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci