dan kinerja. Erlena, Cerasi dan Daltung (2005) menyatakan bahwa kolaborasi lembaga
|
|
- Liana Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 CONTOH MENYAJIKAN RESEARCH GAP. PADA PENELITIAN TENTANG PENGEMBANGAN KOLABORASI ANTAR ORGANISASI PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Oleh Dr. Faqih Nabhan, MM Research Gap Kolaborasi yang efektif dapat meningkatkan efisiensi operasi, efektifitas organisasi dan kinerja. Erlena, Cerasi dan Daltung (2005) menyatakan bahwa kolaborasi lembaga keuangan memungkinkan efisiensi mendapatkan informasi melalui sharing informasi sehingga meningkatkan kualitas piutang dan kinerja keseluruhan perusahaan. Mereka juga menyatakan bahwa alasan lembaga keuangan melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam meyalurkan dananya pada suatu perusahaan adalah untuk mendapatkan peningkatan pengawasan. Penyaluran dana bersama akan dapat menguntungkan apabila masing-masing lembaga keuangan memiliki informasi yang sama dan terjadi saling berbagi informasi sehingga meningkatkan efektifitas pengawasan terhadap perusahaan. Ann dan Steve (2006: 1176) menemukan bahwa kolaborasi dengan pertukaran informasi berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja. Hal ini diperoleh melalui efisiensi biaya, fleksibilitas, kualitas layanan dan pengadaan produk. Kolaborasi struktural hanya berpengaruh terhadap peningkatan fleksibilitas dan pengadaan. Terdapat dukungan empiris bahwa semakin tinggi tingkat kolaborasi antar perusahaan semakin tinggi peningkatan kinerja. Ken dan Nigel (2007: 207) menemukan bahwa semakin tinggi kolaborasi akan meningkatkan keuntungan organisasi melalui peningkatan kinerja. Beberapa peneliti menemukan bahwa kolaborasi tidak selamanya mampu meningkatkan kinerja. Diamond (1984) menyatakan bahwa kolaborasi justru akan menurunkan kinerja karena pengawasan menjadi tidak efisien. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengawasan dapat dilakukan dengan lebih efisien apabila dilakukan pendelegasian kepada
2 salah satu pihak saja. Kolaborasi lembaga keuangan mengakibatkan duplikasi pengawasan yang tidak efisien sehingga menurunkan kinerja. Hubungan lembaga keuangan dengan perusahaan secara ekslusif yang dilakukan dengan pengawasan tunggal menjadi bentuk penyaluran dana yang optimal, karena pengawasan oleh lembaga keuangan secara tunggal dapat dilakukan dengan menghindari duplikasi pengawasan. Dalam penelitiannya, Haris dan Raviv (1979) menemukan bahwa pengawasan yang dilakukan dengan beberapa lembaga keuangan memunculkan biaya yang lebih tinggi dibanding dengan yang dilakukan oleh lembaga keuangan secara individual. Hal ini terjadi karena adanya tumpang tindih pengawasan antara lembaga keuangan pertama dengan lembaga keuangan kedua. Bagian yang sudah diawasi oleh satu lembaga keuangan, menjadi bagian lembaga keuangan lain untuk diawasi. Apabila dilakukan oleh satu lembaga keuangan terhadap satu debitur maka tidak akan terjadi pemborosan biaya pengawasan. Pengawasan yang dilakukan secara tidak efisien mengakibatkan pengawasan oleh beberapa lembaga keuangan menyebabkan tidak efisien bagi lembaga keuangan dan debitur. Bolton dan Scharfstein (1996) menyatakan bahwa biaya pengawasan terhadap satu debitur yang dilakukan oleh beberapa bank akan mengakibatkan duplikasi pengawasan yang tidak efisien, dan renegosiasi hutang akan lebih kompleks apabila lebih banyak bank yang terlibat. Petersen dan Rajan (1994) menyatakan bahwa kolaborasi perbankan dalam penyaluran dana mengakibatkan peningkatan biaya pengawasan oleh bank dan debitur harus menanggung biaya bunga bank yang lebih tinggi akibat tidak efisiensinya penyaluran kredit oleh bank. Hal ini berarti dalam penyaluran dana beberapa bank, baik dari pihak bank maupun perusahaan (sebagai debitur) harus mengeluarkan biaya lebih banyak. Kolaborasi antar organisasi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki sehingga memiliki daya saing yang unggul. Dalam pasar yang kompetitif, lembaga keuangan berusaha untuk memenangkan persaingan. Begitu pula dalam proses
3 penyaluran dana, lembaga keuangan berkompetisi dengan pihak lain, baik sesama bank, lembaga keuangan mikro, pasar modal, perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan lain, untuk dapat menyalurkan dana dengan tingkat keuntungan yang diinginkan. Kegiatan pengawasan lembaga keuangan yang dilakukan secara eksklusif (satu debitur dilayani dan diawasi oleh satu lembaga keuangan) mampu menghasilkan keunggulan bersaing bagi lembaga keuangan. Kristiansen (2005) menunjukkan bahwa pengawasan intensif oleh bank akan menghasilkan dua keuntungan, pertama, pengawasan mengurangi masalah moral hazard debitur. Kedua, pengawasan menciptakan lock-in effects sehingga pesaing (bank lain) tidak dapat ikut masuk berkompetisi menyalurkan dana. Hughes (2000; ) menemukan bahwa kolaborasi mampu meningkatkan keunggulan bersaing (competitive advantage) dengan berorientasi pasar dan alasan efisiensi produksi. Terdapat hubungan yang kuat antara komponen keunggulan bersaing dengan kolaborasi (internasional), dan antara bentuk-bentuk kolaborasi (licensing, equity joint venture, co-development, co-production) dan harapan dampak strategi pada keunggulan bersaing. Carleti et.al., (2005) menemukan bahwa kolaborasi lembaga keuangan meningkatkan daya jangkau layanan nasabah sehingga meningkatkan kualitas layanan dan daya saing dalam mendapatkan nasabah. Keuntungan yang diperoleh dari hubungan kerjasama antar lembaga keuangan ini akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Lembaga keuangan mampu melayani nasabah yang berada diwilayah yang tidak dapat dijangkau oleh jaringannya sendiri. Hubungan kerjasama lembaga keuangan meningkatkan kemampuan dalam memasuki pasar baru lintas geografi dan sektoral. Sektor-sektor yang sebelumnya tidak dapat dilayani memungkinkan menjadi peluang pasar baru dengan menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga keuangan lain. Hubungan kerjasama dengan lembaga keuangan lain juga akan meningkatkan pengawasan pada nasabah yang tidak dapat dijangkau oleh bank secara sendiri
4 karena adanya kendala lokasi, transportasi, sistem dan peraturan, perbedaan lembaga otoritas perbankan dan budaya. Kolaborasi dengan lembaga keuangan lain memungkinkan untuk melakukan lebih banyak diversifikasi dalam alokasi penyaluran dana. Chiesa (2001) menemukan bahwa kolaborasi lembaga keuangan memungkinkan lembaga keuangan untuk meningkatkan kemampuan diversifikasi dan daya saing. Keterbatasan dana yang dimiliki oleh sebuah lembaga keuangan membatasi lembaga keuangan untuk dapat menyalurkan dananya dengan tingkat diversifikasi yang tinggi. Diversifikasi yang tinggi mampu menurunkan resiko investasi dan meningkatkan daya saing yang berkelanjutan. Meskipun demikian terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kolaborasi tidak selamanya berhasil. Zineldin dan Dodourova (2005:460), menyatakan bahwa tingkat kegagalan dari kolaborasi dalam bentuk aliansi mencapai 70 persen. Park dan Ungson (2001: 37), menyatakan bahwa lima puluh persen dari strategi aliansi mengalami kegagalan. Lebih lanjut Palakshappa dan Gordon (2007: 264) menemukan dalam penelitiannya bahwa perusahaan tidak mampu merealisasikan keuntungan dari kegiatan kolaborasi. Perusahaan yang melakukan kolaborasi juga tidak mampu mendapatkan ketrampilan dan kompetensi baru dari kegiatan kolaborasi. Tingginya tingkat kegagalan kolaborasi yang dilakukan dalam bentuk aliansi menimbulkan pertanyaan untuk diteliti lebih lanjut. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa kolaborasi memerlukan koordinasi (Van de ven dan Ring, 1994; Oliver, 1990). Kegiatan koordinasi diantara partner yang berkolaborasi mendorong saling ketergantungan (Blankerburg, H., et al., 1999). Saling ketergantungan berarti derajat dapat digantikannya dan tergantungnya masing-masing perusahaan terhadap partner dalam hal investasi dan sumberdaya (Kauser dan Shaw, 2004). Penelitian empiris menemukan bahwa dalam kolaborasi aliansi saling ketergantungan
5 meningkatkan kinerja (Monckza et al., 1998). Sebaliknya penelitian yang dilakukan Kauser dan Shaw (2004), menemukan bahwa saling ketergantungan pemasaran dalam kegiatan kolaborasi tidak berhubungan dengan kinerja, bahkan berpengaruh negatif dengan kepuasan. Komunikasi dalam kolaborasi memberikan sarana bagi pertukaran informasi dan pencapaian kesepahaman. Komunikasi memungkinkan bagi masing-masing pihak menyatukan tujuan kolaborasi dan menyelesaikan masalah bersama. Zeybeck et al. (2003) menemukan bahwa komunikasi diantara pihak yang berkolaborasi berpengaruh positif terhadap kinerja. Sementara dalam penelitiannya Sarkar et al. (2001) menemukan bahwa pertukaran informasi dengan komunikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Keinginan untuk melindungi perusahaaan sendiri yang berlebihan menyebabkan keengganan untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan bagi partner kolaborasi. Hasil temuan di atas menunjukkan adanya ketidak konsistenan hasil temuan penelitian kolaborasi kinerja kolaborasi. Sekelompok penelitian menyatakan bahwa kolaborasi mampu mendorong peningkatan kinerja (Erlena et al., 2005; Dennis M. Garvis, 2000; Ann dan Steve,2006; dan Ken dan Nigel, 2007), tetapi terdapat kelompok penelitian lain yang menemukan bahwa kolaborasi justru akan menurunkan kinerja (Diamond, 1984; Haris dan Raviv, 1979; Bolton dan Scharfstein, 1996; dan Petersen dan Rajan, 1994). Bahkan dalam penelitiannya Zineldin dan Dodourova (2005) dan Park dan Ungson (2001) ditemukan bahwa kolaborasi banyak mengalami kegagalan. Dari telaah beberapa hasil temuan penelitian di atas maka ditemukan inkonsistensi hasil penelitian kolaborasi antar organisasi dan hasilnya. Berikut disarikan peneliti dan hasil temuannya yang menunjukkan adanya gap dalam tabel di bawah ini; Tabel 1.1 Temuan Research Gap Gap PENULIS TEMUAN Isu: Kolaborasi antar perusahaan dan kinerja
6 Research Gap: Terdapat perbedaan hasil penelitian pengaruh kolaborasi antar perusahaan terhadap kinerja perusahaan Kolaborasi antar perusahaan berpengaruh menurunkan kinerja perusahaan Diamond, 1984 Haris dan Raviv, 1979 Bolton dan Scharfstein, 1996 Peterson dan Rajan, 1994 Zineldin, M. dan Dodourova, M., 2005 Park, S.H dan Ungson, G.R, 2001 Palakshappa, N. Dan Gordon, M.E, 2007 Kolaborasi mengakibatkan duplikasi pengawasan yang tidak efisien sehingga menurunkan kinerja Pengawasan yang dilakukan dengan beberapa bank memunculkan biaya yang lebih tinggi dibanding dengan yang dilakukan oleh bank secara individual. Kolaborasi penyaluran dana mengakibatkan renegosiasi yang komplek Kolaborasi perbankan menurunkan kinerja akibat terjadi duplikasi pengawasan yang tidak efisien Kolaborasi perbankan dalam penyaluran dana mengakibatkan biaya yang lebih tinggi Kolaborasi tidak memberikan dampak terhadap inovasi dan pencapaian sinerji Setengah dari strategi aliansi mengalami kegagalan. Perusahaan tidak mampu merealisasikan keuntungan dari kolaborasi. Perusahaan tidak mampu mendapatkan ketrampilan dan kompetensi baru Kolaborasi antar perusahaan berpengaruh meningkatkan kinerja Erlena, Cerasi dan Daltung, 2005 Dennis M. Garvis, 2000 Ann dan Steve, 2006 Ken dan Nigel, 2007 Kolaborasi perbankan memungkinkan efisiensi mendapatkan informasi melalui berbagi informasi sehingga meningkatkan kualitas piutang dan kinerja Kolaborasi berpengaruh positif tehadap kinerja keuangan dengan kepercayaan sebagai variabel intervening. Terdapat dukungan empiris yang kuat semakin tinggi tingkat kolaborasi antar perusahaan semakin tinggi peningkatan kinerja Semakin tinggi kolaborasi akan meningkatkan keuntungan organisasi melalui peningkatan kinerja. Salah satu hal utama dalam kolaborasi adalah kemampuan organisasi untuk melakukan koordinasi dan bekerjasama dalam satu tim yang terdiri dari orang-orang yang berasal lebih dari satu organisasi. Gomes (1999) menyatakan bahwa kolaborasi membutuhkan kemampuan internal (internal capability) perusahaan untuk mengelola kerjasama. Kolaborasi menghasilkan akses sumberdaya yang lebih luas dan membutuhkan kapabilitas untuk dapat menjalankan kolaborasi secara baik.
7 Kompetensi kolaborasi telah dianggap sebagai aset yang berharga. Miller dan Shamsie (1995) menyatakan bahwa sumberdaya berbasis pengetahuan (knowledge-based resources) dapat berwujud ketrampilan tertentu, termasuk ketrampilan kolaborasi dan kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dan pembelajaran bersama secara efektif. Henderson dan Cockburn (1994) menyatakan bahwa fungsi kapabilitas perusahaan adalah untuk memanfaatkan sumberdaya, mencipta, memproduksi dan menawarkan hasil melalui pola tindakan yang berulang-ulang. 1.4 Fenomena empirik Koperasi di Indonesia telah lama diakui perannya sebagai salah satu elemen penting dalam perekonomian bangsa. Besarnya harapan terhadap peran koperasi ini tentu saja harus senantiasa diimbangi dengan upaya dari semua pihak untuk mendukung eksistensinya. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) sebagai bagian dari koperasi yang beroperasi dengan prinsip syariah memiliki karakteristik yang khas dalam hal tuntunannya untuk melaksanakan kemitraan dalam akad mudharabah dan musyarakah. Akad ini berbeda dengan koperasi non syariah. Keadaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) di Jawa Tengah dapat dijelaskan dari tabel 1.2. Dari tabel 1.2 tersebut dapat diketahui KJKS di Jawa Tengah ini memiliki asset yang cukup besar yaitu lebih dari Rp2 triliun dan mampu mencatatkan keuntungan SHU sebesar Rp134,6 milyar. KJKS di Jawa Tengah juga mampu menyerap tenaga kerja sedikitnya orang. Beberapa indikator ini menunjukkan besarnya kontribusi KJKS bagi perekonomian daerah terutama di Jawa Tengah. Namun demikian dari 639 KJKS di Jawa Tengah yang termasuk sebagai koperasi berkategori sehat tidak mencapai 20%. Melihat keadaan KJKS di Jawa Tengah seperti ini maka perlu untuk terus-menerus didukung salah
8 satunya dengan cara penelitian untuk semakin memperkuat pengembangan bisnis koperasi syariah di Jawa Tengah. Tabel 1.2 Indikator Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Jawa Tengah Tahun Buku 2010 NO INDIKATOR KETERANGAN 1 Jumlah Tingkat kesehatan: Sehat % Cukup Sehat % Kurang Sehat % Tidak Sehat % 3 Jml Karyawan 5,125 4 Jml Asset 2,017,520,270,262 5 SHU 134,639,199,962 Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Jawa Tengah, 2011 Kolaborasi kemitraan telah menjadi salah satu piranti strategik bagi hampir semua perusahaan yang beroperasi dalam jejaring sistem ekonomi saat ini. Kemitraan dapat membantu KJKS dalam mempercepat akses pembiayaan, mendapatkan akses ke pasar yang baru, berbagi resiko keuangan, pengembangan teknologi baru atau mendapatkan efisiensi dari skala ekonomi (SKKNI-KJK, 2008). Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian telah mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Dalam rangka melaksanakan peran koperasi tersebut maka telah dilakukan kerjasama antara koperasi dengan lembaga yang lain seperti bank, lembaga keuangan mikro dan BUMN. Beberapa bukti adanya kolaborasi kemitraan antara koperasi dengan perbankan melalui dorongan pemerintah khususnya kementerian negara koperasi dan usaha kecil menengah adalah adanya kredit usaha mikro dan kecil dengan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) nomor SU-005/MK/1999 tanggal 29 Desember tahun Kolaborasi koperasi
9 dengan perbankan juga dilakukan pada program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) pola syariah serta program perkuatan permodalan koperasi dalam rangka program perempuan keluarga sehat dan sejahtera (PERKASA) pola syariah dan konvensional. Jumlah dana yang tersalurkan dari kegiatan program kolaborasi koperasi dan perbankan di atas selama periode tahun 2000 s.d 2006 adalah Rp2,41 triliun dengan melibatkan unit koperasi (Kemenkop dan UKM, 2007). Pada tahun 2006 juga terjadi kolaborasi kemitraan dalam penyaluran kredit antara bank umum, BPR dan koperasi yang disebut dengan program kredit kepada lembaga keuangan (KKLK). Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara bank umum dengan BPR/S dan koperasi dengan pola executing. Meskipun demikian, Soetriono (2004, 2) mengemukakan bahwa saat ini koperasi secara umum sedang menghadapi permasalahan kurangnya kemitraan usaha yang saling menguntungkan. Permasalahan lain yang bersifat internal adalah permodalan kurang, penguasaan teknologi rendah, kurang tangap terhadap berbagai perubahan, organisasi dan manajemen belum berjalan baik, masih kurangnya kemitraan usaha yang saling menguntungkan, serta terbatasnya akses pasar. Kendala sumberdaya manusia, manajemen dan kendala kelembagaan juga menjadi masalah yang membebani koperasi pada umumnya. Sebagai lembaga intermediasi bank berkepentingan untuk dapat menyalurkan dana masyarakat pada sektor riil dengan tetap menjaga unsur-unsur prudential banking. Persaingan dan keterbatasan sumberdaya diantara lembaga intermediasi lain menambah semakin kompleks pertimbangan bank dalam meningkatkan kinerja penyaluran dananya. Pemerintah melalui Bank Indonesia mendorong upaya kolaborasi penyaluran dana antara Bank Umum dengan koperasi dan BPR/S melalui Linkage Program (Bank Indonesia, 2005). Linkage program adalah program yang disponsori Bank Indonesia untuk menjembatani kerjasama antara Bank Umum dengan koperasi dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Indonesia melihat program ini sebagai strategi untuk mendorong intermediasi
10 dengan memberdayakan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kepada seluruh komponen dalam industri keuangan. Terkait pilar pertama Arsitektur Perbankan Indonesia (API), linkage program juga merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing BPR sekaligus efisiensi pelaksanaan skim kredit Bank Umum (Deputi Gubernur Bank Indonesia, Maman H. Somantri, 2006). Melalui linkage program, keterbatasan jaringan yang dialami oleh bank umum dalam menyalurkan kreditnya dapat diatasi. Sedangkan keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BPR dapat pula diatasi melalui program ini, sehingga melalui linkage program dapat tercipta sinergi yang akhirnya mampu mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dan mengembangkan potensi UMKM. Pada tabel 1.3 ditunjukkan perkembangan kolaborasi lembaga keuangan secara agregat yang semakin meningkat, hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya bank umum dan BPR/S yang melakukan kolaborasi dan bertambahnya jumlah plafon kredit. Tabel 1.3 Jumlah Bank Umum, BPR/S dan Kredit Peserta Program Linkage di Indonesia Tanggal Tahap Jumlah Bank Umum Jumlah BPR/S Jumlah Kredit (Milyar) I Rp II Rp III Rp IV Rp549 Sumber: Bank Indonesia, dan Sriwijaya Post, Kamis, 28 Desember 2006 (data diolah) Meskipun demikian penyaluran kredit perbankan ke segmen UMKM melalui BPR dan koperasi dengan skema linkage program belum diselenggarakan secara merata. Pada tahun 2011 hanya ada 20 bank umum yang membuat kesepakatan untuk melaksanakan linkage program dengan total nilai kredit Rp 979 miliar (Choir, 2011). Rusli Simanjuntak (2007) mengatakan bahwa masih ada keraguan dari perbankan melaksanakan linkage program, bahwa mereka hanya dapat fee based dan margin rendah.
11 Terdapat beberapa pendapat yang tidak setuju dengan kegiatan kolaborasi bank umum dengan BPR/S dalam bentuk linkage program ini. Hal ini menunjukan kekhawatiran terjadi resiko adverse selection terhadap bank umum. Walaupun terdapat kode etik yang telah diatur oleh Bank Indonesia, tapi menurutnya penyimpangan oleh oknum bank umum tidak bisa dibuktikan. Kekhawatiran BPR/S dan koperasi terhadap ancaman bank umum akan merebut segmen pasar yang dimiliki menjadi alasan yang cukup kuat terhadap kegiatan kolaborasi. Aviliani (2006) mengatakan bahwa sangat mungkin terjadi perebutan konsumen antara bank umum dengan BPR/S dan koperasi, oleh karena itu bank sentral perlu melakukan pengaturan mengenai pembagian segmentasi pasar yang dapat dilayani oleh bank umum, BPR/S dan koperasi. 1.5 Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dimulai dari adanya masalah perbedaan hasil temuan penelitian mengenai keberhasilan kolaborasi, belum ada kesamaan hasil penelitian konsep-konsep yang terkait dan dapat mendukung keberhasilan kolaborasi kemitraan seperti telah disajikan pada tabel 1.1. Penelitian terdahulu memberikan sinyalemen bahwa kapabilitas kolaborasi kemitraan merupakan sumberdaya yang penting dan mempunyai peran besar dalam mendorong keberhasilan kolaborasi. Oleh karena itu masalah penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah: Bagaimana membangun suatu model kapabilitas kolaborasi yang dinamis, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja bisnis bagi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) di Jawa Tengah.
BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa khawatir pada setiap individu dalam
Lebih terperinciFungsi, Peran dan Perkembangan Daya saing BPR/BPRS
Fungsi, Peran dan Perkembangan Daya saing BPR/BPRS Ir. Andreas Eddy Susetyo, M.M. Anggota Komisi XI DPR-RI Dalam Seminar Perbarindo Pontianak, 26 Oktober 2016 1 Agenda Fungsi dan Peran BPR/BPRS Sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI
Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat berperan penting dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat berperan penting dalam perekonomian di Indonesia. Terbukti pada krisis tahun 1998, dimana banyak perusahaan yang gulung tikar
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peran perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediate atau lembaga yang berfungsi
Lebih terperinciBAB VI ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)
BAB VI ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API) A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah bank swasta nasional yang sangat cepat mulai tahun 1980an Peran sektor perbankan dalam memobilisasikan dana masyarakat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary artinya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perekonomian dunia saat ini tidak dapat dipisahkan dari dunia perbankan. Jika dilihat dari pendanaan, hampir semua aktivitas pendanaan menggunakan perbankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah sebagaimana bank konvensional memiliki fungsi sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu menghimpun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor riil yang sangat penting keberadaannya adalah Usaha Mikro Kecil dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roda perekonomian negara Indonesia terdiri atas banyak sektor. Sektor perekonomian tersebut meliputi sektor riil dan non riil. Salah satu bagian dari sektor riil yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Eksistensi perbankan syariah di Indonesia saat ini semakin meningkat sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi, peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM
Lebih terperinciDr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI
Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Seminar Nasional dan Expo UMKM Perbarindo. "Modernisasi BPR Dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan & Kemudahan Akses Bagi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan
Lebih terperinciPERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan. Perkembangan perbankan syariah di indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah perekonomian agar tumbuh dan berkembang, dan juga sebagai gambaran ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan operasional perbankan syariah adalah memberikan pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM
Lebih terperinciAssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera untuk. kita semua
SAMBUTAN DEPUTI GUBERNUR BIDANG KREDIT BANK INDONESIA PADA ACARA PENANDATANGANAN MOU ANTARA BANK INDONESIA DAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TENTANG PENINGKATAN KETERAMPILAN LEMBAGA PENYEDIA JASA (BUSINESS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi merupakan sesuatu yang penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Selain itu ekonomi juga menjadi indikator tingkat kesejahteraan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR 009/PER/LPDB/2011 T E N T A N G
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan yang bersifat konvensional dan bank yang bersifat syariah. Bank yang bersifat konvensional adalah
Lebih terperincimemenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.
A. Pengertian Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. 19 Usaha
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi
1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia memiliki peran strategis. Pada akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap penyerapan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin memburuknya keadaan perekonomian di Indonesia yang di tandai dengan penurunan nilai tukar rupiah, maka masyarakat mulai banyak mencari penghasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Keberadaan perbankan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah menunjukkan perkembangan yang positif di Indonesia. Terbukti dengan semakin banyak masyarakat yang menggunakan produk jasa bank-bank syariah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi menempati posisi yang sangat vital pada era perekonomian modern saat ini. Lalu lintas perdagangan dalam skala domestik,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan UMKM di Indonesia dilihat dari tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan UMKM di Indonesia dilihat dari tahun ketahun berkembang pesat, hal ini dikarenakan UMKM memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perbankan syariah pada saat ini merupakan isu yang hangat dan banyak dibicarakan baik oleh praktisi perbankan syariah dan para ahlinya maupun para pakar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sampai saat ini kehidupan perekonomian dunia tidak dapat dipisahkan dari dunia perbankan. Hampir semua aktivitas perekonomian memanfaatkan jasa perbankan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia saat ini organisasi bisnis Islam yang berkembang adalah bank syariah. Salah satu penyebab yang menjadikan bank syariah terus mengalami peningkatan adalah
Lebih terperinciSEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH
SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan
Lebih terperinciKEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015
KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015 1. RELAKSASI KETENTUAN PERSYARATAN KEGIATAN USAHA PENITIPAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menengah) di Indonesia sangat penting dan strategis. UMKM telah lama diyakini
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran dan potensi usaha kecil atau UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia sangat penting dan strategis. UMKM telah lama diyakini merupakan sendi utama perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas. kekeluargaan (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Indonesia dilanda krisis pada tahun 1998, pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar yang dibangga-banggakan justru sebagian besar mengalami kebangkrutan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peran perbankan dalam menggerakkan perekonomian suatu negara yang berdampak pada peningkatan pendapatan nasional adalah cermin efektifitas perbankan dalam menjalankan fungsinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pada awal periode 1980 an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah di Negara - negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980 an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai pilar ekonomi Islam
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai berkembang. Bank berperan untuk menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) di Indonesia mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Keberadaan UMKM di Indonesia pada tahun 2010 sangat besar jumlahnya
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank Indonesia (BI) memprediksi tahun 2016 ini, fundamental ekonomi Indonesia kedepan akan semakin membaik dan lebih kokoh dengan stabilitas yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), 32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencangkup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dahulu sektor perbankan hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar,
Lebih terperincipengiriman uang. Piter dan Suseno (2003) menyatakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia perbankan mengalami perkembangan seiring dengan kondisi perekonomian yang sempat bergejolak. Prospek ekonomi yang dibayangi oleh kelesuan ekonomi Eropa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank syariah sebagaimana bank konvensional memiliki fungsi sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu menghimpun dana dari
Lebih terperincicommit to user 89 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, dan uraian pembahasan mengenai Perencanaan Penyaluran Produk Pembiayaan Mikro sebagai Produk Debt Based Financing pada PT Bank Syariah Mandiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi perbankan di Indonesia dituntut untuk dapat mengoperasionalkan sistem perbankan
Lebih terperinciTinjauan Terhadap Penyaluran Pembiayaan Aliansi Dengan Pola Channeling Pada Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Pembantu Ujungberung
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Finance and Banking 2016-03-12 Tinjauan Terhadap Penyaluran Pembiayaan
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/5/PBI/2005 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCABENCANA NASIONAL DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS, PROPINSI SUMATERA UTARA GUBERNUR
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 113 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 113 TAHUN 2015 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH UNIT PENGELOLA DANA BERGULIR PADA DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan sejak dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang mengatur dual banking system dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian daerah. Dinas Koperasi dan UKM DIY mencatat hingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan pelaku bisnis yang memiliki peran penting terhadap perekonomian daerah. Dinas
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan menjadi salah satu elemen yang vital bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bank berperan sebagai pihak Intermediasi antara kelompok yang berkelebihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pelaku ekonomi yang melakukan kegiatannya melalui jasa perbankan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Peranan UMKM di Indonesia sangat penting sebagai penggerak ekonomi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Usaha Kecil Menengah Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000
Lebih terperinciINDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Prof. Dr. Sri Adiningsih Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Pontianak, 26 Oktober 2016 RAKERNAS PERBARINDO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola dana masyarakat secara baik dan benar.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perbankan merupakan bidang usaha yang dapat meningkatan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di suatu negara. Oleh karena itu, perbankan diharapkan mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai lembaga mediasi sektor keuangan, bank memiliki peran penting dalam perekonomian. Mediasi keuangan pada sektor perbankan tentu sangat penting bagi setiap negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan salahsatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salahsatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan yang menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana ke pihak yang kekurangan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Sedangkan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan, yaitu: (i) murabahah, (ii) salam dan salam paralel (iii) istishna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa bank syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana ke masyarakat (Yaya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil. pembangunan yang telah dicapai. Di sektor-sektor penting dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil memegang peranan yang sangat penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 22/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG KOPERASI SKALA BESAR
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG KOPERASI SKALA BESAR DENGAN
Lebih terperinciTabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank Syariah merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsipprinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian yang mengelola dana dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, lembaga pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, peran lembaga keuangan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Menurut SK Menkeu RI No. 792 Tahun 1990, lembaga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menggerakan roda perekonomian (Undang-Undang No.7 tahun 1992 pasal 1).
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perbankan adalah lembaga intermediasi yang berfungsi sebagai pengumpul dana masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam rangka menggerakan roda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia perekonomian yang terus berubah seiring berjalannya waktu, tidak dapat dipungkiri adanya persaingan bisnis antar perusahaan untuk dapat terus bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Industri Bordir di Kota Pariaman merupakan salah satu industri andalan dimana sektor ini banyak menyerap tenaga kerja serta membuka lapangan kerja yang baru,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pasca krisis tahun 1997 dan krisis ekonomi global tahun 2008 di Indonesia, UMKM mampu membuktikan bahwa sektor ini mampu menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuntut untuk menempuh langkah-langkah yang strategik dalam kondisi apapun. Selain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam persaingan bisnis yang pesat seperti sekarang ini, perusahaan di tuntut untuk menempuh langkah-langkah yang strategik dalam kondisi apapun. Selain
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan
1 1. PENDAHULUAN 2. 2.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk mengembangkan
Lebih terperinci10,3% Perbankan Komersial dan UKM. Tinjauan Bisnis. Rp 164,7 triliun
Ikhtisar Data Keuangan Laporan Manajemen Profil Perusahaan Analisis dan Pembahasan Manajemen Tinjauan Bisnis Pendukung Bisnis Tinjauan Keuangan Tinjauan Bisnis BCA terus meningkatkan kapabilitas dalam
Lebih terperinci