BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II. A. Kesepian II. A. 1. Pengertian Kesepian Perlman & Peplau (dalam Brehm et al, 2002) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial yang dimiliki. Setiap individu memiliki kebutuhan hubungan sosial yang berbedabeda dan ketika individu merasa tidak puas dengan kuantitas atau kualitas hubungan sosial yang dimiliki, individu akan merasa kesepian (Weiten & Lloyd, 2006). Bruno (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mendefenisikan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan emosional yang dicirikan oleh adanya perasaanperasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Kegagalan individu dalam memperoleh hubungan yang bermakna dapat membuat individu merasa kesepian walau individu sedang berada dalam keramaian orang (Brehm et al, 2002). Lebih lanjut, Baron & Bryne (2000) menjelaskan bahwa kesepian merupakan keadaan kognitif dan emosi yang tidak bahagia sebagai hasil dari keinginan individu untuk memiliki hubungan yang akrab dengan seseorang, namun individu tidak mampu mencapainya. Pada umumnya, hubungan yang akrab bagi orang dewasa adalah bersama pasangan (Weiten & Lloyd, 2006). Penelitian yang dilakukan Berscheid, Snyder, dan Omoto (dalam Baron & Bryne,

2 2000) terhadap individu yang telah menikah menyimpulkan bahwa pasangan merupakan orang yang memiliki keakraban paling tinggi dengan individu. Feldman (1995) mendefinisikan kesepian sebagai ketidakmampuan individu untuk tetap mempertahankan keakraban hubungan seperti yang diharapkan. Kesepian muncul ketika keakraban hubungan yang dimiliki saat ini tidak dapat memenuhi keakraban hubungan yang diharapkan. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kesepian merupakan perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan antara hubungan yang diharapkan dengan hubungan yang dimiliki bersama pasangan. II. A. 2. Tipe-Tipe Kesepian Weiss (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan ada dua tipe kesepian, yaitu: 1. Isolasi sosial Individu menginginkan suatu hubungan sosial, tetapi tidak memiliki jaringan teman atau kerabat. Individu tidak puas dan merasa kesepian karena kurangnya jaringan teman atau kenalan. 2. Isolasi emosional Individu menginginkan hubungan yang akrab dengan seseorang, namun tidak dapat memilikinya sehingga individu tidak puas dan merasa kesepian. Menurut Weiss (dalam Brehm et al, 2002), isolasi sosial yang dirasakan individu tidak dapat diringankan dengan adanya suatu hubungan yang akrab dengan seseorang, dan sebaliknya. Contoh: sepasang suami-isteri yang pindah ke suatu kota dimana mereka tidak mempunyai kenalan dan mereka merasa kesepian

3 (isolasi sosial). Kesepian yang mereka rasakan tidak dapat diringankan dengan hubungan akrab yang mereka miliki. Begitu pula sebaliknya, individu yang memiliki jaringan sosial luas dan sangat aktif dalam kehidupan sosialnya dapat juga mengalami kesepian ketika individu tidak dapat memiliki hubungan akrab dengan seseorang seperti yang diinginkannya. Russell; Peplau; dan Cutrona (dalam Brehm et al, 2002) menjelaskan walaupun dua tipe kesepian ini muncul secara bersamaan, individu akan memiliki dua pengalaman yang berbeda terhadap isolasi sosial dan isolasi emosional yang dirasakan sehingga isolasi sosial yang dirasakan individu kurang dapat diringankan dengan adanya hubungan akrab dengan seseorang, begitu juga sebaliknya. Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) membagi kesepian menurut durasi waktu individu merasakan kesepian yang terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Kesepian sementara (transient loneliness): perasaan kesepian yang datang sesekali saja. 2. Kesepian transisi (transitional loneliness): individu sudah memiliki hubungan seperti yang diharapkan, namun dapat merasa kesepian ketika terjadi suatu gangguan dalam hubungan tersebut. Gangguan ini bisa disebabkan oleh kematian pasangan, perceraian, perpindahan tempat tinggal, dan lain sebagainya. Perasaan kesepian dapat muncul saat individu menghadapi perubahan tersebut. 3. Kesepian kronis (chronic loneliness): perasaan kesepian dialami secara kronis selama bertahun-tahun yang mempengaruhi individu sehingga tidak mampu mengembangkan hubungan interpersonal yang memuaskan.

4 II. A. 3. Faktor-Faktor Penyebab Kesepian Brehm et al (2002) menjelaskan beberapa penyebab kesepian sebagai berikut: 1. Ketidakadekuatan hubungan yang dimiliki Ada beberapa alasan mengapa individu merasa tidak puas terhadap hubungan yang dimiliki. Rubenstein & Shaver (dalam Brehm et al, 2002) membagi alasan individu merasa kesepian dalam lima kategori, yaitu: a. Tidak memiliki keterikatan (being unattached): tidak memiliki pasangan, tidak memiliki pasangan secara seksual, perceraian dengan pasangan, perpisahan dengan orang yang dicintai b. Asing (alienation): merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, merasa tidak dibutuhkan, tidak memiliki sahabat c. Sendiri (being alone): pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, hidup sendiri d. Terisolasi (forced isolation): terkurung dirumah, dirawat di rumah sakit, tidak dapat pergi kemana-mana e. Berpisah dari lingkungan sosial yang lama (dislocation): pergi merantau, memulai pekerjaan atau sekolah baru, pindah rumah, sering melakukan perjalanan Dua alasan pertama mengarah kepada isolasi emosional, sedangkan tiga alasan berikutnya mengarah kepada isolasi sosial.

5 2. Perubahan terhadap apa yang diinginkan individu dari suatu hubungan Kesepian dapat berkembang karena adanya perubahan terhadap apa yang diinginkan dari suatu hubungan. Hubungan dapat terus berlanjut tetapi tidak memuaskan karena individu telah merubah keinginannya terhadap hubungan tersebut dan individu tidak mampu mewujudkannya. Peplau (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan bahwa perubahan tersebut muncul dari beberapa sumber, yaitu: a. Perubahan suasana hati Harapan individu terhadap suatu hubungan dapat berubah ketika suasana hati berubah. Harapan individu terhadap hubungan yang dimilikinya akan berbeda pada saat merasa senang dan merasa sedih. b. Usia Proses perkembangan yang dialami individu sepanjang rentang kehidupan akan mempengaruhi hubungan sosial yang diinginkan. Sebagai contoh, hubungan persahabatan yang dianggap individu memuaskan pada saat berumur 15 tahun dapat menjadi kurang memuaskan pada saat berumur 25 tahun. c. Perubahan situasi Banyak orang tidak mau membentuk hubungan yang akrab dengan seseorang pada saat memulai karir, namun setelah karir terbentuk individu mengharapkan adanya suatu hubungan akrab dengan seseorang. Jika keinginan untuk merubah hubungan tidak sejalan dengan hubungan yang ada akan membuat individu tidak puas dan mengalami kesepian.

6 3. Harga diri (self-esteem) McWhirter, Rubenstein, Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan bahwa kesepian berhubungan dengan harga diri yang rendah. Individu yang kesepian cenderung menilai dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak dicintai. Kurangnya harga diri tersebut membuat individu merasa tidak nyaman berada dalam situasi sosial. Perasaan tidak nyaman itu mendorong individu untuk mengurangi kontak sosial yang sebenarnya dibutuhkan individu untuk membangun suatu hubungan dalam mengatasi kesepian yang dirasakan. 4. Perilaku interpersonal Perilaku interpersonal individu akan menentukan keberhasilan individu dalam membangun hubungan yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan individu yang tidak kesepian, individu yang kesepian lebih menilai orang lain secara negatif (Jones et. al, dalam Brehm et al, 2002), sulit untuk tertarik kepada orang lain (Rubenstein & Shaver, dalam Brehm et al, 2002), tidak mempercayai orang lain (Vaux, dalam Brehm et al, 2002), menginterpretasikan perilaku dan niat orang lain secara negatif ( Hanley- Dunn, dalam Brehm et al, 2002), serta menunjukkan sikap yang bermusuhan (Check, dalam Brehm et al, 2002). Individu yang kesepian memiliki keterampilan sosial yang kurang baik (Solano & Koester, dalam Brehm et al, 2002). Individu yang kesepian lebih pasif dalam interaksi dan juga ragu untuk menyatakan pendapatnya. Dalam suatu percakapan, individu yang kesepian hanya membuat sedikit pernyataan; lamban dalam menanggapi pernyataan lawan bicara, dan kurang berminat

7 untuk melanjutkan percakapan (Hansson & Jones, dalam Brehm et al, 2002). Individu yang kesepian tampak ragu atau menolak dalam mengembangkan keakraban hubungan yang dimiliki dan menunjukkan tingkat pengungkapan diri yang buruk dalam berkomunikasi (Davis et. al, dalam Brehm et al, 2002). Sikap dan perilaku negatif individu yang kesepian dapat mendatangkan reaksi yang negatif dari orang lain. Pasangan dalam berinteraksi melaporkan bahwa dirinya tidak dapat mengenal dengan baik individu yang kesepian (Solano, dalam Brehm et al, 2002) dan pasangan menilai individu yang kesepian tersebut tidak kompeten (Spitzberg, dalam Brehm et al, 2002). 5. Atribusi penyebab (causal attribution) Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002) perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Contohnya adalah sebagai berikut: Tabel 1 Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab Penyebab (locus of causality) Kestabilan Internal Eksternal Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai Tidak Stabil Saya kesepian saat ini, tapi tidak akan lama. Saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru Orang-orang disini tidak menarik. Tidak satu pun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah. Semester pertama memang selalu buruk, saya yakin segalanya akan menjadi baik di waktu yang akan datang Sumber: Shaver & Rubenstein (dalam Brehm, 2002) hlm: 413

8 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa individu yang mempersepsi kesepian secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian tersebut sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian itu. Sedangkan, individu yang mempersepsi kesepian secara eksternal dan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi lebih baik sehingga lebih memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian. II. A. 4. Perasaan Kesepian Rubenstein, Shaver, dan Peplau (dalam Brehm et al, 2002) menjelaskan ada empat jenis perasaan yang dirasakan oleh orang yang kesepian, yaitu: 1. Desperation Yaitu suatu keadaan dimana individu merasakan kehilangan harapan dan ketidakberdayaan dalam dirinya sehingga dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan nekat. Perasaan-perasaan yang muncul dalam keadaan ini adalah putus asa, tidak berdaya, takut/khawatir, tidak memiliki harapan, merasa ditinggalkan/dibuang, merasa diejek. 2. Impatient boredom Yaitu suatu keadaan dimana individu merasakan kebosanan pada dirinya sebagai akibat yang muncul dari kejenuhan dalam dirinya. Perasaan-perasaan yang muncul dalam keadaan ini adalah tidak sabar, bosan, ingin berada ditempat lain, gelisah, marah, tidak dapat berkonsentrasi. 3. Self-deprecation Yaitu suatu keadaan dimana individu menyalahkan dan mencela dirinya sendiri atas peristiwa atau situasi yang dialaminya. Perasaan-perasaan yang

9 muncul dalam keadaan ini merasa diri tidak menarik, rendah diri, merasa bodoh, malu, merasa tidak aman. 4. Depression Yaitu suatu keadaan dimana individu merasakan kesedihan yang dalam atau individu merasa tertekan. Perasaan-perasaan yang muncul dalam keadaan ini adalah sedih, tidak semangat, merasa kosong, terkucil, menyesali diri, murung, merasa asing, rindu seseorang yang istimewa. II. A. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian Beberapa faktor yang mempengaruhi kesepian adalah (Brehm et al, 2002): 1. Jenis kelamin Studi tentang kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara laki-laki dan perempuan. Namun, laki-laki lebih sulit daripada perempuan untuk menyatakan secara terbuka bahwa mereka mengalami kesepian. Studi yang dilakukan Stack (dalam Brehm et al, 2002) menyatakan bahwa pernikahan mengurangi kemungkinan laki-laki mengalami kesepian daripada perempuan. Lebih lanjut, Fischer & Philips (dalam Brehm et al, 2002) menjelaskan bahwa laki-laki akan lebih rentan terhadap kesepian ketika tidak memiliki pasangan sehingga mengalami isolasi emosional sedangkan perempuan lebih rentan terhadap kesepian ketika sebuah pernikahan mengurangi kesempatan baginya untuk memiliki jaringan sosial sehingga mengalami isolasi sosial.

10 2. Usia Analisis yang dilakukan Perlman menunjukkan bahwa individu yang paling merasa kesepian berada pada usia remaja dan dewasa dini dimana kesepian akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan meningkat kembali ketika individu memasuki usia lansia. Para remaja dan individu dewasa dini menghadapi banyak tugas-tugas sulit untuk menemukan identitas sebagai individu dimana tanpa ketetapan diri yang kokoh akan sangat mudah bagi individu untuk merasa tidak dihargai dan tidak dicintai oleh orang lain. Pada usia itu, individu juga banyak mengembangkan hubungan yang baru dalam berbagai situasi dimana setiap situasi baru itu memungkinkan individu mengalami kesepian. Individu dewasa dini lebih memiliki pengharapan yang besar terhadap hubungan yang dimiliki yaitu keinginan dan pemahaman akan kesempurnaan serta kesesuaian dalam hubungan dibandingkan individu usia tua yang belajar untuk hidup dengan kekurangan yang ada dalam suatu hubungan. 3. Status pernikahan Pada umumnya, unmarried people (individu yang tidak menikah, berpisah/bercerai, dan individu yang kehilangan pasangan akibat kematian) lebih rentan terhadap kesepian daripada individu yang menikah. Namun, ada kecenderungan menunjukkan bahwa individu yang tidak menikah paling kurang merasakan kesepian dibandingkan dengan individu yang berpisah/bercerai dan individu yang kehilangan pasangan akibat kematian. Dengan demikian, kesepian muncul sebagai reaksi atas hilangnya hubungan pernikahan daripada ketiadaan hubungan pernikahan. Individu yang telah

11 menikah juga dapat memiliki risiko mengalami kesepian ketika individu merasa tidak bahagia dalam perkawinannya (Demir & Fisiloglu dalam Brehm et al, 2002). 4. Status sosial ekonomi Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan tingkat penghasilan yang rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi daripada individu dengan tingkat penghasilan tinggi. 5. Pendidikan Weiss (dalam Brehm et al, 2002) juga melaporkan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan kesepian. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka kecenderungan kesepian yang dirasakan akan semakin rendah; dan sebaliknya. Latar belakang pendidikan ikut mempengaruhi pola pikir serta memperluas wawasan dan cara pandang individu, sehingga individu mampu untuk melihat dari sudut pandang pribadi maupun sudut pandang yang lain secara lebih positif sehingga mampu mengatasi dan mencari solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi (Long et. al dalam Pujiastuti & Retnowati, 2004). II. A. 6. Reaksi Terhadap Perasaan Kesepian Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menyimpulkan reaksireaksi yang diberikan individu terhadap perasaan kesepian digolongkan kedalam empat kategori yaitu:

12 1. Active Solitude Reaksi terhadap kesepian berupa melakukan kegiatan-kegiatan aktif dan membangun terhadap diri sendiri seperti: belajar atau bekerja, menulis, mendengarkan musik, melakukan olahraga, melakukan hobi, pergi ke bioskop, membaca, memainkan alat musik 2. Social contact Reaksi terhadap kesepian berupa membuat kontak sosial dengan orang lain seperti: menelepon teman, mengunjungi seseorang 3. Sad passivity Reaksi terhadap kesepian yang sifatnya pasif seperti: menangis, tidur, duduk dan berpikir, tidak melakukan apapun, makan berlebihan, memakan obat penenang, menonton televisi, mabuk 4. Distractions Reaksi terhadap kesepian berupa menghabiskan uang dan berbelanja. II. A. 7. Karakteristik Orang yang Kesepian Individu yang kesepian memiliki kecenderungan tidak bahagia dan tidak puas dengan keadaan dirinya, memiliki penyesuaian yang buruk dalam interaksi yang dimiliki, menilai orang lain secara negatif, dan biasanya juga dinilai secara negatif oleh orang lain. Christensen & Kashy menyatakan bahwa individu yang kesepian mempersepsikan dirinya secara negatif dan individu yakin bahwa orang lain memiliki pandangan negatif yang sama dengan individu dalam mempersepsikan dirinya (dalam Baron & Bryne, 2000).

13 Individu yang kesepian menunjukkan reaksi yang negatif terhadap keterbukaan dalam suatu hubungan (Rotenberg dalam Baron & Bryne, 2000) dan kemampuan interpersonal yang buruk akan semakin menghambat individu untuk dapat menampilkan dirinya (B. Bell, dalam Baron & Bryne, 2000). Individu yang merasa kesepian cenderung menjadi orang yang pemalu, memiliki kontrol diri yang besar, tertutup, tidak asertif, dan memiliki harga diri yang rendah (Jones et. al, dalam Saks & Krupat, 1988). Karakteristik ini membatasi kesempatan individu untuk membentuk suatu hubungan dan berkontribusi terhadap ketidakpuasan dalam interaksi (Peplau & Perlman dalam Saks & Krupat, 1988). Bila dibandingkan dengan individu yang tidak kesepian, individu yang kesepian memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dalam merespon sesuatu dan menilai dirinya sebagai orang yang tidak mampu mewujudkan apa yang dituntutnya dari dirinya sendiri (Hawkley et. al, 2003). II. B. Pengungkapan Diri II. B. 1. Pengertian Pengungkapan Diri Johnson (dalam Supratiknya, 1995) mendefinisikan pengungkapan diri sebagai pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang individu hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang sesuai atau yang berguna untuk memahami tanggapan individu di masa kini tersebut. Lebih lanjut, Johnson juga mengemukakan bahwa pengungkapan diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan individu terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan orang lain tersebut, atau perasaan individu terhadap kejadian-kejadian yang baru disaksikannya.

14 Johnson (dalam Supratiknya, 1995) menambahkan, pengungkapan diri memiliki dua sisi, yaitu bersikap terbuka kepada orang lain dan bersikap terbuka bagi orang lain. Bersikap terbuka kepada orang lain artinya individu bersedia mengungkapkan gagasan dan perasaannya untuk diketahui oleh orang lain sedangkan bersikap terbuka bagi orang lain artinya individu dapat menunjukkan bahwa dirinya memiliki perhatian terhadap gagasan dan perasaan orang lain. Pendapat Johnson ini dapat dijelaskan dalam prinsip timbal balik pengungkapan diri yang dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (dalam Feldman, 1995) yang mengatakan bahwa pengungkapan diri individu biasanya membuat orang lain sebagai lawan bicara ingin mengungkapkan diri juga dalam tingkatan yang sama. Altman dan Taylor (dalam Taylor, Peplau, Sears, 2002) mengemukakan suatu model untuk menjelaskan bagaimana pengungkapan diri berpengaruh terhadap perkembangan suatu hubungan. Model ini dinamakan penetrasi sosial. Penetrasi sosial memiliki dua dimensi yaitu, kedalaman dan keluasan. Sejalan dengan perkembangan suatu hubungan mulai dari yang dangkal sampai yang sangat akrab, semakin akrab suatu hubungan memperlihatkan tingkat pengungkapan diri yang semakin besar dalam hal kedalaman dan keluasan topik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat pengungkapan diri dalam suatu hubungan dapat mengindikasikan bagaimana kondisi hubungan tersebut. Taylor, Peplau, Sears (2002) menyatakan bahwa pengungkapan diri merupakan suatu bentuk percakapan dimana individu membagi informasi dan perasaan yang bersifat intim tentang dirinya kepada orang lain. Pengungkapan diri terbagi atas dua jenis, yaitu deskritif dan evaluatif. Pengungkapan diri yang

15 bersifat deskritif artinya individu mengungkapkan fakta tentang dirinya yang mungkin belum diketahui oleh lawan bicara seperti: pekerjaan, tempat tinggal, agama, umur. Pengungkapan diri yang bersifat evaluatif artinya individu mengungkapkan pendapat atau perasaan pribadinya seperti: kecemasan terhadap ujian, mengapa individu membenci pekerjaannya. Topik-topik dalam pengungkapan diri dapat berupa informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, serta ide yang sesuai dan terdapat dalam diri individu yang bersangkutan (Dayakisni & Hudaniah, 2003). Devito (1986) mendefinisikan pengungkapan diri sebagai salah satu tipe komunikasi dimana informasi tentang diri yang rahasia diberitahukan kepada orang lain dan orang lain akhirnya dapat mengerti informasi tersebut. Menurut Devito, informasi yang diberitahukan baru dapat dikatakan sebagai pengungkapan diri bila pendengar memang tidak mengetahui informasi tersebut sebelumnya. Hendrick & Hendrick (1992) menyatakan pengungkapan diri berarti memberitahu pasangan tentang pikiran dan perasaan individu untuk menciptakan keterbukaan dalam hubungan pernikahan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri adalah individu memberitahukan pikiran, perasaan, dan informasi dirinya kepada pasangan sebagai reaksi individu terhadap situasi yang dihadapinya. II. B. 2. Dimensi-Dimensi Pengungkapan Diri Pengungkapan diri berbeda-beda bagi setiap individu dalam lima dimensi pengungkapan diri sebagai berikut (Devito, 1986):

16 1. Jumlah (amount) Jumlah dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi pengungkapan diri yang dilakukan individu dan juga durasi waktu yang diperlukan untuk mengutarakan pernyataan pengungkapan diri tersebut kepada orang lain. Pengungkapan diri yang baik ditandai dengan frekuensi yang banyak dan hanya membutuhkan sedikit waktu untuk dapat mengutarakan suatu pernyataan yang diinginkan. 2. Valensi (valence) Valensi merupakan hal-hal positif atau negatif yang dinyatakan dalam pengungkapan diri. Individu dapat mengungkapkan diri mengenai hal-hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, memuji atau menjelekkan halhal yang ada dalam dirinya. Pengungkapan diri yang baik melibatkan penyataan hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang tidak menyenangkan oleh individu. 3. Ketepatan & kejujuran (accuracy & honesty) Ketepatan pengungkapan diri individu dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan individu tentang dirinya. Individu yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang dirinya akan dapat mengungkapkan diri dengan lebih tepat. Pengungkapan diri dapat bervariasi jika dilihat dari segi kejujurannya. Individu dapat mengungkapkan hal yang sebenarnya atau cenderung melebihlebihkan, mengabaikan hal-hal yang penting, atau berbohong. Pengungkapan diri yang baik adalah ketika individu dapat memberikan pernyataan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa melebih-lebihkan atau mengurangi informasi sehingga lawan bicara dapat mengetahui situasi dengan akurat.

17 4. Maksud (intention) Kemampuan individu untuk mengungkapkan diri sesuai dengan keluasan yang diinginkan, seberapa besar kesadaran individu dalam mengontrol informasi yang akan diungkapkan kepada orang lain. Pengungkapan diri yang baik ditandai dengan kemampuan individu untuk mengungkapkan diri sesuai dengan seberapa luas informasi yang ingin diungkapkan. Semakin akrab suatu hubungan ditandai dengan semakin luasnya informasi yang diungkapkan. 5. Kedalaman (intimacy) Seberapa besar kedalaman individu dalam mengungkapkan dirinya, apakah individu hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan atau juga mengungkapkan hal-hal yang bersifat sangat pribadi atau intim. Pengungkapan diri yang baik bagi suatu hubungan akrab adalah individu mampu mengungkapkan hal-hal yang bersifat sangat pribadi dan khusus tentang dirinya. II. B. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri Devito (1986) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri, yaitu: 1. Pengungkapan diri orang lain (the dyadic effect) Pengungkapan diri orang lain menyatakan secara tidak langsung bahwa dalam proses pengungkapan diri terdapat efek spiral (saling berhubungan) dimana setiap pengungkapan diri individu diterima sebagai stimulus untuk penambahan pengungkapan diri pendengar. Pengungkapan diri diantara kedua individu akan semakin baik jika pendengar bersikap positif dan menguatkan.

18 2. Jumlah pendengar Sejumlah ketakutan yang dimiliki individu dalam mengungkapkan diri membuat pengungkapan diri lebih efektif dilakukan dalam jumlah pendengar yang sedikit. Dalam pengungkapan diri akan lebih mudah bagi individu untuk menghadapi reaksi satu orang daripada reaksi kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang. Satu pendengar memudahkan individu dalam mengontrol apakah pengungkapan diri individu harus dilanjutkan atau dihentikan dibandingkan sejumlah pendengar yang memiliki sejumlah respon. Jumlah pendengar lebih dari satu akan menghasilkan variasi respon dan apa yang diungkapkan individu akan dianggap sebagai hal yang umum karena banyak orang yang tahu. 3. Topik Sidney M. Jourard menyatakan bahwa pengungkapan diri mengenai uang, kepribadiaan, dan fisik lebih jarang dibicarakan daripada tentang minat, sikap dan pendapat, serta pekerjaan. 4. Nilai Nilai yaitu hal-hal positif atau negatif yang diungkapkan. Pengungkapan diri tentang hal-hal yang positif akan lebih disukai daripada pengungkapan diri tentang hal-hal yang negatif. Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang menunjukkan bahwa individu akan mengembangkan ketertarikan pada orang yang memberikan pengungkapan diri yang positif kepada individu.

19 5. Jenis kelamin Secara umum, banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa perempuan lebih terbuka daripada laki-laki. Namun, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam jumlah dan tingkatan pengungkapan diri. 6. Ras, kebangsaan, dan umur Individu kulit hitam lebih jarang mengungkapkan diri dibandingkan individu kulit putih. Dilihat dari kebangsaan, individu di USA lebih mengungkapkan diri daripada individu di Jerman, Inggris, atau Timur Tengah. Dari usia, pengungkapan diri meningkat pada usia tahun dan menurun setelah itu. 7. Hubungan dengan penerima informasi Seseorang yang menjadi tempat bagi individu untuk mengungkapkan diri akan mempengaruhi kemungkinan dan frekuensi pengungkapan diri. Individu cenderung mengungkapkan diri pada seseorang yang hangat, penuh pemahaman, memberi dukungan, dan mampu menerima individu apa adanya. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi pengungkapan diri, yaitu: 1. Status sosial ekonomi Mayer (dalam Hendrick & Hendrick, 1992) menemukan bahwa individu dengan status ekonomi menengah keatas lebih mengungkapkan diri daripada individu dengan status ekonomi menengah kebawah. Individu dengan status menengah keatas biasanya mengungkapkan diri secara langsung kepada pasangan dan individu melihat pengungkapan diri sebagai alat untuk memperbaiki hubungan dan mendapatkan pengertian yang objektif bersama pasangan. Individu dengan status ekonomi menengah kebawah melihat pengungkapan diri sebagai alat untuk melontarkan emosi kepada pasangan.

20 2. Jenis kelamin Dari studi yang dilakukan Dindia & Allen menemukan bahwa perempuan lebih mengungkapkan diri daripada laki-laki. Meskipun demikian, tidak berarti laki-laki kurang ekspresif disetiap waktu. Dalam pernikahan, perempuan dan laki-laki menunjukkan tingkat pengungkapan diri yang sama dengan kecenderungan topik yang berbeda. Perempuan lebih suka mengungkapkan kelemahannya, sedangkan laki-laki lebih cenderung mengungkapkan kekuatannya. Perempuan mengungkapkan topik-topik feminim seperti: pendapat mengenai penampilannya. Laki-laki mengungkapkan topik-topik maskulin seperti: ketika individu mengambil risiko. Pengungkapan diri individu yang tinggi menyebabkan pasangan semakin ingin mengungkapkan dirinya (Feldman, 1995). II. B. 4. Fungsi Pengungkapan Diri Menurut Derlega & Grzelak (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu: 1. Ekspresi Individu dapat saja mengalami kekecewaan atau kegembiraan dalam menjalani kehidupan dan individu akan merasa senang ketika menceritakannya pada orang yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan diri, individu mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan. 2. Penjernihan diri Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan masalah yang sedang dihadapi, individu berharap memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan

21 masalah yang sedang dihadapinya sehingga pikiran individu menjadi lebih jernih dan dapat melihat inti persoalan. 3. Keabsahan sosial Setelah individu membicarakan sesuatu pendengar biasanya akan memberikan tanggapan. Dengan demikian, individu akan mendapatkan informasi yang bermanfaat tentang kebenaran pandangan individu. Individu dapat memperoleh dukungan atau sebaliknya. 4. Kendali sosial Individu dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya untuk mengadakan kontrol sosial misalnya, individu akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan yang baik tentang dirinya. 5. Perkembangan hubungan Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kepada orang lain serta saling mempercayai penting dalam merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban. II. B. 5. Prinsip-Prinsip Pengungkapan Diri Beebe, Beebe, & Redmond (dalam McLean, 2005) mengemukakan lima prinsip pengungkapan diri yang digunakan dalam berinteraksi, yaitu: 1. Pengungkapan diri bergerak dalam langkah-langkah kecil Individu biasanya mengungkapkan sedikit informasi tentang dirinya pada awal interaksi. Ketika kepercayaan individu meningkat, informasi yang diungkapkan akan semakin banyak. Kepercayaan yang diperoleh pada setiap kali melakukan pengungkapan diri akan mempengaruhi jumlah waktu yang

22 dihabiskan dalam berinteraksi apakah semakin meningkat atau semakin menurun dan akan mempengaruhi apakah hubungan akan diteruskan atau dihentikan 2. Pengungkapan diri bergerak dari informasi yang sifatnya permukaan ke informasi yang sifatnya intim Menurut Altman & Taylor dalam teori penetrasi sosial, informasi dalam pengungkapan diri bergerak dari informasi yang sifatnya permukaan kepada informasi yang sifatnya intim. 3. Proses pengungkapan diri adalah saling timbal balik Individu cenderung memiliki harapan bahwa orang lain akan mengungkapkan dirinya juga ketika individu mengungkapkan dirinya dalam proses interaksi yang ada. Dalam proses interaksi ini, pengungkapan diri masing-masing individu akan mengurangi ketidakpastian dan menolong individu untuk saling mengenal. 4. Pengungkapan diri melibatkan risiko Dengan mengungkapkan informasi tentang diri maka individu telah membuka dirinya kepada orang lain pada suatu tingkatan. Individu harus menyadari bahwa akan ada risiko penolakan saat pengungkapan diri terjadi, tetapi tanpa pengungkapan diri individu sulit untuk mengetahui dan mempercayai orang lain. 5. Pengungkapan diri membutuhkan kepercayaan Kepercayaan merupakan kemampuan untuk merasa aman pada seseorang. Kepercayaan melibatkan pemahaman dan kepastian terhadap seseorang

23 sehingga individu mau mengungkapkan dirinya. Kepercayaan didapatkan melalui proses yang diperoleh seiring dengan berjalannya suatu hubungan. II. B. 6. Manfaat Pengungkapan Diri Devito (1986) megemukakan enam manfaat pengungkapan diri, yaitu: 1. Pengetahuan diri Pengungkapan diri membuat individu mendapatkan perspektif baru tentang dirinya dan pemahaman yang lebih baik tentang perilakunya. 2. Kemampuan mengatasi kesulitan Melalui pengungkapan diri individu akan lebih mampu menanggulangi masalah atau kesulitan, khususnya perasaan bersalah. Salah satu ketakutan pada individu adalah tidak diterima lingkungan karena sesuatu yang pernah individu lakukan, perasaan dan/atau sikap tertentu yang dimiliki. Individu percaya hal itu menjadi dasar penolakan sehingga individu membangun rasa bersalah. Dengan mengungkapkan perasaan sebenarnya dan menerima dukungan, individu menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalahnya. Penerimaan diri akan sulit tanpa pengungkapan diri. Jika individu merasa ditolak, maka individu cenderung menolak dirinya juga. Melalui pengungkapan diri dan dukungan yang didapat, individu akan menempatkan dirinya pada posisi yang lebih baik dan lebih mungkin mengembangkan konsep diri yang positif. 3. Pelepasan energi Menyimpan suatu rahasia dan tidak mengungkapkannya membutuhkan energi yang lebih banyak untuk hidup. Dalam kondisi rahasia, individu selalu

24 berjaga-jaga agar rahasia tersebut tidak terbongkar. Dengan mengungkapkan diri, individu membebaskan diri dari topeng yang dipakainya. 4. Komunikasi yang efektif Pengungkapan diri dapat memperbaiki komunikasi. Individu dapat memahami pesan orang lain ketika individu memahami orang tersebut secara individual sehingga individu tahu apakah orang itu sedang serius atau sedang bercanda. Pengungkapan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain. Individu dapat hidup bersama seseorang selama bertahun-tahun, tetapi jika orang itu tidak pernah mengungkapkan dirinya, individu tidak akan memahami orang itu sebagai pribadi yang utuh. 5. Kedalaman hubungan Pengungkapan diri penting untuk membina hubungan yang bermakna diantara dua orang. Melalui pengungkapan diri, individu memberitahu orang lain bahwa individu mempercayai orang tersebut, menghargainya, serta peduli terhadap orang dan hubungan tersebut. Kondisi ini akan membuat orang lain mau membuka diri dan terbentuklah awal dari suatu hubungan yang bermakna yaitu suatu hubungan yang jujur dan terbuka bukan sekadar hubungan seadanya. 6. Kesehatan psikologis Penelitian yang dilakukan James Pennebacker menyimpulkan bahwa orang yang mengungkapkan diri lebih sulit untuk terkena penyakit daripada yang tidak. Pengungkapan diri dapat melindungi tubuh dari stress. Contohnya, individu yang kehilangan pasangan lebih rentan terhadap penyakit bila tidak mengungkapkan diri dengan berbagi kesedihan bersama orang lain.

25 II. B. 7 Bahaya Pengungkapan Diri Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pengungkapan diri (Devito, 1986): 1. Penolakan pribadi dan sosial Individu biasanya mengungkapkan diri pada seseorang yang individu percaya atau yang bersikap mendukung pengungkapan dirinya. Saat individu mengungkapkan diri, ada kemungkinan individu mengalami penolakan. 2. Kerugian material Pengungkapan diri dapat menyebabkan kerugian material. Contohnya, seorang guru yang mengungkapkan bahwa ia pernah bertindak tidak senonoh pada muridnya mungkin akan dijauhi rekan-rekannya. 3. Kesulitan intrapribadi Bila reaksi orang lain tidak seperti yang individu perkirakan dapat terjadi kesulitan intrapribadi. Apabila individu ditolak dan bukan didukung, individu harus memikirkan reaksi terhadap penolakan tersebut. Sebagian individu dapat bangkit dari akibat penolakan, namun ada juga individu yang terus menerus memikirkan penolakan tersebut.

26 II. C. Hubungan antara Pengungkapan Diri terhadap Pasangan dengan Kesepian pada Individu yang Menikah Pernikahan adalah komitmen bersama antara dua individu yang dibuat untuk diakui oleh masyarakat atau individu lain sebagai suatu kesatuan yang stabil, pasangan suami isteri, dan keluarga (Corsini, 2002). Pernikahan merupakan ikatan yang bersifat permanen sehingga hubungan suami isteri perlu dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan. Pasangan memerlukan kesiapan untuk terus menerus berupaya mewujudkan pernikahan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan (Gunarsa, 2002). Pasangan suami isteri akan menghadapi berbagai masalah dalam memelihara hubungan. Masalah dalam pernikahan merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Setiap individu memiliki pengalaman-pengalaman, memori, dan cara bertingkah laku dimasa lalu yang akan mempengaruhi cara individu memandang dan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pasangan suami isteri perlu mengungkapkan diri untuk mencari titik temu sehingga permasalahan dapat diselesaikan (Sadarjoen, 2005). Pengungkapan diri berarti individu memberitahu pasangan tentang pikiran dan perasaannya untuk menciptakan keterbukaan dalam hubungan pernikahan (Hendrick & Hendrick, 1992). Semakin baik suatu hubungan maka individu semakin terbuka untuk mengungkapkan dirinya sehingga semakin benar persepsi individu tentang pasangan dan tentang dirinya (Jalaludin, 2003). Proses timbal balik menjadi hal yang penting dalam pengungkapan diri. Individu akan lebih menyukai pasangan yang mampu mengungkapkan diri dan mau menerima pengungkapan diri individu (Sears, Freedman, Peplau, 1999).

27 Pengungkapan diri yang mendapat respon positif berupa simpati dari pasangan membuat individu merasa dimengerti, diakui, dan dipedulikan oleh pasangan. Dalam keadaan seperti ini, pengungkapan diri membuat individu dan pasangan dapat semakin saling mengenal serta memiliki kesempatan untuk membentuk keakraban yang diharapkan (Taylor, Sears, Peplau, 2002). Individu yang merasa tidak mendapat dukungan saat melakukan pengungkapan diri akan cenderung membatasi perilaku pengungkapan dirinya (Devito, 1986). Kondisi ini juga dapat membuat pola pengungkapan diri semakin memburuk yang ditandai dengan adanya penurunan dalam keluasan dan kedalaman pengungkapan diri (Baxter dalam Weiten & Lloyd, 2006). Hambatan yang dialami individu saat ingin mengungkapkan diri adalah rasa tidak aman. Individu mencemaskan isi pesan yang disampaikan akan digunakan untuk merendahkan atau melawan individu. Pengungkapan diri yang mampu membuat individu yakin bahwa pasangan melihat dirinya dengan cara yang sama seperti individu melihat dirinya akan menghasilkan keakraban diantara pasangan (Sadarjoen, 2005). Jourard menyatakan adalah hal yang memuaskan ketika individu dan pasangan dapat saling mengungkapkan diri. Kemampuan individu untuk mengungkapkan diri akan dapat membentuk keakraban yang diharapkan sedangkan ketidakmampuan individu untuk membentuk keakraban yang diharapkan bersama pasangan melalui pengungkapan diri akan membuat individu merasa kesepian (Myers, 1999). Menurut Perlman & Peplau (dalam Brehm et al, 2002) kesepian adalah perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan

28 antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial yang dimiliki. Individu yang menikah dapat merasa kesepian ketika individu merasakan ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan yang dijalaninya dimana individu belum mendapatkan keakraban yang diharapkannya. Kesepian yang dirasakan terhadap pasangan membuat individu kurang memiliki pertemuan kontak psikis dengan pasangan sehingga tidak dapat membentuk keserasian psikis. Kerenggangan kontak psikis membuat individu dan pasangan memilih jalan hidupnya masing-masing walaupun tinggal bersama (Gunarsa, 2003). Dampak dari kesepian yang dirasakan adalah keretakan terhadap kesatuan pasangan suami isteri. Tidak adanya kesatuan dalam hubungan suami isteri berarti tidak adanya kehidupan yang dinikmati bersama yang menjadi sumber kebahagiaan. Pengalaman kesepian ini dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan individu memandang dirinya sebagai seseorang yang telah mengalami kegagalan dalam pernikahan dan dapat menimbulkan kemerosotan harga diri (Sears, Freedman, Peplau, 1999).

29 II. D. Kerangka Berpikir Penelitian Pernikahan Masalah-masalah yang harus dihadapi Pengungkapan Diri Keakraban Kesepian Keterangan garis: : terdapat : memerlukan : menyebabkan II. E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian diatas maka hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang menikah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa BAB II LANDASAN TEORI II.A. Loneliness Pada Individu yang Melajang II.A.1. Pengertian Loneliness Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa dini, dewasa madya, maupun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan 12 BAB II LANDASAN TEORI II. A. Dukungan Sosial II. A. 1. Pengertian Dukungan Sosial Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial. Ada beberapa tokoh yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain. BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kesepian II.1.1. Definisi Kesepian Hampir semua orang, tak terkecuali remaja pernah merasa kesepian. Banyak sekali definisi mengenai kesepian yang dikemukakan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengungkapan Diri 1. Defenisi pengungkapan diri Wrightsman (dalam Dayakisni, 2009) menyatakan pengungkapan diri merupakan suatu proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan yang bisa menumbuhkan peradaban bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Esteem 2.1.1 Pengertian Self Esteem Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang dilakukan seseorang baik dalam cara positif maupun negatif terhadap

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self Disclosure 1. Pengertian Self Disclosure Menurut Devito (2010) self disclosure adalah jenis komunikasi di mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian BAB II LANDASAN TEORI II.A. KESEPIAN Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian dapat terjadi pada banyak situasi seperti ketika seseorang mencoba mendapatkan teman di sekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang 1 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal di depan penghulu atau kepala agama tertentu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith &

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & BAB II LANDASAN TEORI A. Loneliness 1. Pengertian Loneliness Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & Woodward, 1998) sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Menurut Archibald, dkk (dalam Baron, 2005 : 16) berpendapat bahwa kesepian (loneliness) adalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi pada setiap tahun ajaran baru, puluhan

BAB I PENDAHULUAN. muda. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi pada setiap tahun ajaran baru, puluhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan sarana pendidikan yang penting bagi generasi muda. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi pada setiap tahun ajaran baru, puluhan ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya istilah kejahatan ini diberikan kepada suatu jenis perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kesepian Pada bab sebelumnya, telah diberikan beberapa penjelasan mengenai kesepian. Dikatakan bahwa kesepian dapat dirasakan oleh setiap individu, kapan saja dan dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang BAB II LANDASAN TEORI II. A. Self Disclosure II. A. 1. Pengertian Self Disclosure Self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB-3 PEMAHAMAN DIRI (SELF AWARENESS) 3-1 KECAKAPAN ANTAR PERSONAL Copyright 2012 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MT, MM.

BAB-3 PEMAHAMAN DIRI (SELF AWARENESS) 3-1 KECAKAPAN ANTAR PERSONAL Copyright 2012 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MT, MM. BAB-3 PEMAHAMAN DIRI (SELF AWARENESS) 3-1 APAKAH PEMAHAMAN DIRI? Kesadaran diri adalah mengetahui motivasi, preferensi dan kepribadian serta memahami bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi penilaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat oleh perkawinan atau darah dan biasanya meliputi ayah, ibu, dan anak atau anakanak. Keluarga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL. Presented by : Dr. Mohammad Yamien,M.Si

INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL. Presented by : Dr. Mohammad Yamien,M.Si INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL Presented by : Dr. Mohammad Yamien,M.Si 1 Etos Kerja Profesional 1. Conceptual Skill Kemampuan mengelola organisasi dalam berbagai fungsi manajerial 2. Human Skill Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

SKALA AKTUALISASI DIRI REMAJA DITINJAU DARI KELEKATAN REMAJA DAN IBU

SKALA AKTUALISASI DIRI REMAJA DITINJAU DARI KELEKATAN REMAJA DAN IBU SKALA AKTUALISASI DIRI REMAJA DITINJAU DARI KELEKATAN REMAJA DAN IBU IDENTITAS RESPONDEN Kelas :... Usia :...Tahun PETUNJUK 1. Bacalah masing-masing pernyataan dengan teliti dan jawablah dengan sejujur-jujurnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keakraban. persahabatan yang terjalin dengan baik, meliputi orang-orang yang saling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keakraban. persahabatan yang terjalin dengan baik, meliputi orang-orang yang saling BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keakraban 1. Definisi Keakraban Keakraban menurut Smith Dkk (2000), didefinisikan sebagai ikatan emosional positif dimana didalamnya termasuk saling pengertian dan dukungan.

Lebih terperinci

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE Komunikasi menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia, setiap hari manusia menghabiskan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja, dimulai dari pergaulan bebas hingga tawuran antar pelajar. Untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di dunia ini dimana manusia memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Manusia bukanlah makhluk individual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahap perkembangan remaja, individu memiliki tugas perkembangan membangun hubungan intim dengan lawan jenis yang berguna untuk membentuk hubungan berpacaran pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik Menurut Machfoedz, (2009) Komunikasi terapeutik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci