BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Pendarahan Arteri Koroner Pendarahan Arteri Koroner 1. Arteri Koroner Kiri Utama/Left Main(LM) Arteri koroner kiri utama yang lebih popular dengan sebutan Left Main (LM), keluar dari sinus aorta kiri; kemudian segera bercabang-cabang dua menjadi arteri Left Anterior Descending (LAD) dan Left Circumflex (LCX).Arteri LM berjalan diantara alur keluar ventrikel kanan (right ventricle outflow tract) yang terletak didepannya, dan atrium kiri dibelakangnya; baru kemudian bercabang menjadi arteri LAD dan arteri LCX (Kaligis, 2012). 2. Arteri Left Anterior Descending (LAD) Arteri LAD berjalan di parit interventrikular depan sampai ke apeks jantung, men-suplai: bagian depan septum melalui cabang-cabang septal dan bagian depan ventricular kiri melalui cabang-cabang diagonal, sebahagian besar ventrikel kiri dan juga berkas Atrio-ventrikular. Cabangcabang diagonal keluar dari arteri LAD dan berjalan menyamping mensuplai dinding antero lateral ventrikel kiri; cabang diagonal bisa lebih dari satu (Kaligis, 2012). 3. Arteri Left Circumflex (LCX) Arteri LCX berjalan di dalam parit atrioventrikular kiri diantara atrium kiri dan ventrikel kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel kiri melalui cabang-cabang obtuse marginal yang bisa lebih dari satu (M₁, M₂ dst). Pada umumnya arteri LCX berakhir sebagai cabang obtuse marginal, namun pada 10% kasus yang mempunyai sirkulasi dominan kiri maka arteri LCX juga men-suplai cabang posterior descending arteri (PDA) (Kaligis, 2012).

2 6 4. Arteri Koroner Kanan/Right Coronary Artery (RCA) Arteri koroner kanan keluar dari sinus aorta kanan dan berjalan didalam parit atrioventrikular kanan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan menuju ke bagian bawah dari septum. Pada 50-60% kasus, cabang pertama dari RCA adalah cabang conus yang kecil yang mensuplai alur keluar ventrikel kanan. Pada 20-30% kasus, cabang conus muncul langsung dari aorta. Cabang sinus node pada 60% kasus keluar sebagai cabang kedua dari RCA dan berjalan ke belakang mensuplai SA-node. (Pada 40% kasus cabang ini keluar dari arteri LCX). Cabang-cabang berikutnya adalah cabang-cabang yang berjalan diagonal dan mengarah ke depan dan mensuplai dinding depan ventrikel kanan. Selanjutnya adalah cabang acute marginal (AM) dan berjalan ditepi ventrikel kanan diatas diafragma. RCA berlanjut kebelakang berjalan didalam parit atrioventrikular dan bercabang arteri AV node.pada 65% kasus, cabang Posterior Descending Artery (PDA) keluar dari RCA (sirkulasidominan kanan). Cabang PDA mensuplai dinding bawah ventricular kiri dan bagian bawah septum (Kaligis, 2012). 5. Vena koroner Sebagian besar darah vena disalurkan melalui pembuluh vena yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner. Vena kardiak bermuara di sinus koronarius yaitu suatu vena besar yang berakhir di atrium kanan. Sebagian kecil darah dari sirkulasi koroner datang langsung dari otot jantung melalui vena-vena kecil dan disalurkan langsung ke dalam ke empat ruang jantung (Kaligis, 2012). 6. Vena Kardiak Besar (Great Cardiac Vein/Vena Cordis Magna) Bermula di apeks jantung dan naik sepanjang parit interventrikular depan, berdampingan dengan arteri LAD, kemudian belok ke kiri ke dalam parit atrioventrikular, berjalan disamping arteri LCX. Great Cardiac Vein juga menampung darah dari atrium kiri (Kaligis, 2012). 7. Sinus koronarius

3 7 Berjalan ke kanan di dalam parit atrioventrikular. Berakhir di dinding belakang atrium kanan, diantara pangkal vena cava inferior dan celah atrioventrikular dan menerima darah vena kardiak sedang dan kecil (Kaligis, 2012). 8. Vena Kardiak Sedang dan Kecil (Middle Cardiac Vein dan Small Cardiac Vein/Vena Cordis Parva) Vena kardiak sedang berjalan didalam parit interventrikular belakang dan vena kardiak kecil berjalan di parit atrioventrikular berdampingan dengan RCA (Kaligis, 2012). 9. Vena Posterior Ventrikel Kiri Vena ini berakhir di sisi samping ventrikel kiri dan masuk ke dalam sinus koronarius (Kaligis, 2012). Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri berjalan dibelakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama. Arteri ini kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan cabang lain adalah arteri koroner desenden posterior yang akan mendarahi nodus atrio-ventrikuler (Oemar, 1996). Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan gambar 2.2.

4 8 Gambar 2.1 Anatomi arteri koroner jantung. Sumber : Atlas of human anatomy, Frank H. Netter Gambar 2.2 Anatomi arteri koroner jantung. Sumber : Atlas of human anatomy, Frank H. Netter 2011.

5 9 2.2 Sindrom Koroner Akut (SKA) Definisi Sindrom Koroner Akut SKA adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI) (Departemen Kesehatan, 2006). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila pertanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS (Departemen Kesehatan, 2006). Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu proses berjenjang: dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang itu terutama dipengaruhi oleh kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya dan lamanya iskemia miokard berlangsung (Departemen Kesehatan, 2006) Epidemiologi Sindrom Koroner Akut Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tak stabil; di mana 6 samapi 8 persen kemudian mendapat

6 10 serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan (Trisnohadi, 2009). Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit.Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,meningggal dalam tahun pertama setelah IMA (Alwi, 2009). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD, diperkirakan 5,3 juta kunjungan/tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh (unstable angina=ua dan non ST elevation myocardial infarction=nstemi), dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan ke RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat, sementara angka infark miokard dengan elevasi (STEMI) menurun (Harun et al., 2009) Etiologi Sindrom Koroner Akut Penyebab dari Sindrom Koroner Akut ini adalah : 1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada 2. Obstruksi dinamik ( spasme koroner atau vasokonstriksi ) 3. Obstruksi mekanik yang progresif 4. Inflamasi dan/atau infeksi 5. Faktor atau keadaan pencetus (Departmen Kesehatan, 2006) Dalam empat penyebab pertama, ketidakseimbangan oksigen terjadi terutama oleh karena suplai oksigen ke miokard yang berkurang, sedangkan pada penyebab ke lima adalah ketidakseimbangan terutama akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard, biasanya disertai adanya keadaan kekurangan pasokan oksigen yang menetap (Departemen Kesehatan, 2006).

7 11 1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien (Departemen Kesehatan, 2006). 2. Obstruksi dinamik Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal).spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil (Departemen Kesehatan, 2006). 3. Obstruksi mekanik yang progresif Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI) (Departemen Kesehatan, 2006). 4. Inflamasi dan/atau infeksi. Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-t di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA (Departemen Kesehatan, 2006). Faktor atau keadaan pencetus. Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang

8 12 mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena : a. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis b. Berkurangnya aliran darah koroner c. Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia. Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait (Departemen Kesehatan, 2006) Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Overbaugh, 2009). Faktor resiko yang tidak dapat diubah adalah: 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Riwayat keluarga Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah adalah : 1. Merokok 2. Hipertensi 3. Hiperlipidemia 4. Diabetes mellitus 5. Obesitas (Overbaugh, 2009) Klasifikasi Sindrom Koroner Akut 1. Angina Pektoris Tak Stabil (APTS) APTS adalah keadaan pasien dengan simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen

9 13 ST, inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien (Juzar, et al., 2012). Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: a. Pasien dengan angina yang masih baru dalam dua bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. b. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan. c. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. d. Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik (Juzar, et al., 2012). Beratnya angina : a. Kelas 1 Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada. b. Kelas 2 Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir. c. Kelas 3 Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir (Trisnohadi, 2009) Keadaan Klinis : a. Kelas A Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris. b. Kelas B Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak. c. Kelas C Angina yang timbul setelah serangan infark jantung (Trisnohadi, 2009)

10 14 2. Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan angina pektoris tak stabil (APTS) diketahui merupakan kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis APTS menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung (Harun et al., 2009). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke instalasi gawat daruratan. Perlu diingat bahwa prinsip penatalaksanaan sangat tergantung kepada sarana/prasarana yang tersedia di tempat pelayanan masing-masing khususnya untuk tindakan intervensi koroner (Harun et al., 2009). 3. Infark Miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) Infark Miokard dengan elevasi segmen ST merupakan bahagian dari spektrum SKA yang mengambarkan cedera miokard transmural, akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus. Bila tidak dilakukan revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis miokard yang berhubungan linear dengan waktu. Maka dikenalah paradigm time is muscle, yang berarti tidak akan bisa diselamatkan. Paradigma ini menekan perlunya reperfusi sedini mungkin (Juzar et al., 2012) Patofisiologi Sindrom Koroner Akut Angina Pektoris Tak Stabil 1. Ruptur plak Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan

11 15 angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2009). 2. Trombosis dan agregasi trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2009). 3. Vasospasme Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi, 2009).

12 16 4. Erosi pada plak tanpa ruptur Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2009) Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid (Alwi, 2009). Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa (Alwi, 2009). Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vwf) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul

13 17 multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi (Alwi, 2009). Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2009) Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI) NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hscrp di hati (Sjaharuddin, 2009) Gambaran Klinis Sindrom Koroner Akut Gambaran Klinis Angina Tak Stabil 1. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. 2. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.

14 18 3. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. 4. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas (Trisnohadi, 2009) Gambaran Klinis Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (STEMI) 1. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar. 2. Nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. 3. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. 4. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik. 5. Gejala tidak khas seperti dispneu,mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun (Harun et al., 2009) Gambaran Klinis Infark Miokard Dengsn Elevasi Segmen ST (STEMI) 1. Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial. 2. Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. 3. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. 4. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

15 19 5. Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas (Alwi, 2009) Diagnosis Sindrom Koroner Akut Anamnesis Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu; gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien SKA (Departemen Kesehatan, 2006). Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut : 1. Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial 2. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. 3. Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. 4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat 5. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan 6. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas (Departemen Kesehatan, 2006) Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala APTS/NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular

16 20 multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis (Departemen Kesehatan, 2006). Tabel 2.1. Tiga Penampilan Klinis Umum (Departemen Kesehatan, 2006). * Klasifikasi AP dari CCS classification No Patogenesis Penampilan Klinis Umum 1 Angina saat istirahat Angina terjadi saat istirahat dan terus menerus, biasanya lebih dari 20 menit Angina yang pertama kali terjadi, 2 Angina pertama kali 3 Angina yang meningkat setidaknya CCS Kelas III Angina semakin lama makin sering, semakin lama waktunya atau lebih mudah tercetus Pemeriksaan Fisik Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkanprognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK) (Departemen Kesehatan, 2006) Elektrokardiografi EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah : 1. Depresi segmen ST > 0,05 mv 2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mv inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial. 3. Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan

17 21 adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI (Departemen Kesehatan, 2006). Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan katagori: 1. Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. 2. Infark miokard non-q: depresi segmen ST, inversi gelombang T (Departemen Kesehatan, 2006) Petanda Biokimia Jantung Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama. Kemampuan dan nilai dari masing-masing petanda jantung dapat dilihat pada Tabel 2 (Departemen Kesehatan, 2006) Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah relative rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segment ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB (Departemen Kesehatan, 2006).

18 22 Tabel 2.2. Petanda Biokimia Jantung Untuk Evaluasi dan Tatalaksana SKA tanpa Elevasi Segmen ST (Departemen Kesehatan, 2006) Petanda Keunggulan Kekurangan Rekomendasi klinik Troponin Jantung - Modalitas yang kuat untuk stratifikasi risiko - Sensitivitas dan spesitifitas yanglebih baik dari CKMB - Deteksi serangan infark miokard sampai dengan 2 minggu setelah terjadi - Bermanfaat untuk seleksi pengobatan - Deteksi reperfusi CK-MB - Cepat, efisiensi biaya dan tepat - Dapat mendeteksi awal infark Mioglobin - Sensitifitas tinggi - Bermanfaat untuk deteksi awal infark miokard - Deteksi reperfusi - Sangat bermanfaat dalam menilai infark miokard - Kurang sensitif pada awal terjadinya serangan(onset <6 jam) dan membutuhkan penilaian ulang pada 6-12 jam, jika hasil negatif. - Kemampuan yang terbatas untuk mendeteksi infark ulangan yang terlambat. - Kehilangan spesifitas pada penyakit otot jantung dan kerusakan otot miokard akibat bedah - Kehilangan sensitifitas saat awal infark miokard akut (onset < 6 jam) atau sesudahnya setelah onset (36 jam) dan untuk kerusakan otot jantung minor (terdeteksi dengan Troponin). - Spesifitas yang rendah dalam menilai kerusakan dan penyakit otot rangka - Penurunan yang cepat ke nilai normal, sensitif untuk kejadian yang terlambat (normal kembali dalam 6 jam) -Tes yang bermanfaat untuk mendiagnosis kerusakan miokard, dimana klinisi harus membiasakan diri dengan keterbatasan penggunaan pada laboratorium RS masing-masing. - Standar yang berlaku dan masih dapat diterima sebagai tes diagnostik pada sebagaian besar kondisi - Tidak digunakan sebagai satusatunya petanda diagnostik karena kelemahan pada spesifitas jantung

19 23 Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitifitas yang tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negative dari mioglobin dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu satunya petanda jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita (Departemen Kesehatan, 2006). Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. Pemeriksaan troponin jantung dapat dilakukan di laboratorium kimia atau dengan peralatan sederhana / bediside. Jika dilakukan di laboratorium, hasilnya harus dapat diketahui dalam waktu 60 menit (Departemen Kesehatan, 2006). Tabel 2.3. Spektrum Klinis Sindrom Koroner (Departemen Kesehatan, 2006) Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung APTS Angina pada waktu istirahat/aktivitas ringan (CCS III-IV). Cresendo angina. Hilang dengan nitrat Depresi segmen T Inversi gelombang T Tidak ada gelombang Q Tidak meningkat NSTEMI Lebih berat dan lama (> 30 menit). Tidak hilang dengan nitrat, perlu opium. STEMI Lebih berat dan lama (> 30 menit) tidak hilang dengan nitrat, perlu opium Depresi segmen ST Inversi gelombang T Hiperakut T Elevasi segmen T Gelombang Q Inversi gelombang T Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal.

20 Tatalaksana Sindrom koroner akut Evaluasi Awal Langkah pertama dalam penanganan pasien dengan keluhan nyeri dada bertujuaan untuk menegakkan diagnosis kerja dengan cepat dan memilih tatalaksana yang tepat. Berdasarkan kwalitas nyeri dada, anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah serta gambaran EKG, pasien dikelompokan menjadi salah satu dari : STEMI, NSTEMI dan kemungkinan diagnosis SKA rendah (Juzar et al., 2012) Penanganan Awal Penanganan awal dimulai saat diagnosis angina pektoris tidak stabil dan STEMI ditegakan atau bahkan dicurigai terhadap SKA cukup tinggi, meliputi : 1. Atasi nyeri dada akibat iskemia. 2. Melakukan penilaian status hemodinamik dan perbaiki kelainannya. Sebagai contoh hipertensi dan takikardia merupakan keadaan yang meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen, dan bisa diatasi dengan pemberian penyekat beta dan nitrogliserin intravena. 3. Risiko untuk terjadi komplikasi diestimasi menggunakan stratifikasi risiko dini. 4. Berdasarkan estimasi stratifikasi risiko diatas, strategi tatalaksana ditentukan antara strategi invasif (angiografi koroner dengan tujuan revaskularisasi) atau konservatif (medikamentosa). 5. Inisiasi terapi antitrombolitik (antiplatelet dan antikoagulan) untuk mencegah terjadinya trombosis baru dan embolisasi dari plak aterosklerosis yang ruptur atau erosi. 6. Pemberian penyekat beta untuk mencegah terjadinya iskemia berulang dan aritmia ventrikular maligna (Juzar et al., 2012). Penangan awal diikuti dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka panjang seperti dibawah ini :

21 25 1. Pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan risiko trombosis arteri koroner berulang. 2. Penyekat beta 3. Statin (Juzar et al., 2012). Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik 1. Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%. 2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan pemberian kontinu melalui intravena, manfaat nitrogliserin antara lain : a. Dilatasi arteri koroner b. Dilatasi system vena/venodilator akan menurunkan preload/volume ventrikel dan tekanan baji arteri pulmonalis, sehingga berguna pada pasien dengan kongesti pulmonal. c. Dilatasi arteri sistemik, mengurangi afterload sehingga konsumsi oksigen menurun. d. Terminasi angina variant/angina prinzmetal/angina vasospasme. e. Meningkatkan aliran darah melalui kolateral (Juzar et al., 2012). Pemberian nitrat bentuk apapun harus dihindari pada keadaan- keadaan dibawah ini : a. Tekanan darah sistolik 90 mmhg atau penurunan tekanan >30mmHg dari baseline. Hipotensi pada iskemia miokard dapat mengakibatkan kerusakan miokard yang lebih luas. b. Dicurigai terdapat infark miokard ventrikel kanan. c. Pasien masih dalam pengaruh penyekat diesterase inhibitor (seperti sildenafil), karena dapat menyebabkan hipotensi berat. d. Kardiomiopati hipertropik dengan obstruksi alur keluar ventrikel. e. Stenosis katup aorta yang berat (Juzar et al., 2012).

22 26 Dosis dan cara pemberian : a. Sublingual nitrogliserin 0.4 mg atau isosorbide dinitrat (ISDN) 5mg setiap 5 menit. b. Nitrogliserin intravena digunakan bila angina tidak teratasi dengan pemberian sublingual. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5mcg/menit ditingkatkan secara titrasi sebesar 5 mcg/menit setiap 3-5 menit. Bila tidak ada response pada dosis 20 mcg dapat ditingkatkan dengan sebesar mcg/menit hingga dosis maksimal 400 mcg/menit. ISDN diberikan dengan dosis awal 1 mg/jam ditingkatkan secara titrasi sebesar 1 mg/jam setiap 3-5 menit hingga dosis maksimal 10 mg/jam (Juzar et al., 2012). 3. Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas dengan dosis awal 2-4 mg, dapat ditingkatkan hingga 8 mg dan diulang setiap 5-15 menit. Namun efek samping depresi nafas di antisipasi pada dosis tinggi. 4. Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin terhadap miokard dengan cara menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard menurun (Juzar et al., 2012). Agen Antiplatelet Peran aktivasi dan agregasi platelet sangat besar pada propagasi trombus, sehingga merupakan target utama pada penanganan pasien SKA. Pemberian antiplatelet harus dilakukan secepatnya untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian aterotrombosis berulang. Saat ini ada tiga kelas antiplatelets, yaitu : 1. Penghambat siklo oksiginase (COX1) : Aspirin 2. Penyekat reseptor P2Y12 : Clopigogrel, Prasugrel dan Ticagrelor. 3. Penyekat reseptor GPIIbIIIa : (Abxicimab, eptifibatide dan tirofiban) (Juzar et al., 2012). Rekomendasi penggunaan antiplatelets pada pasien dengan APTS dan NSTEMI :

23 27 1. Semua pasien tanpa kontraindikasi, dosis awal mg dan dosis pemeliharaan mg untuk jangka panjang. 2. Penyekat reseptor P2Y₁₂ diberikan secepatnya dan diberikan untuk 12 bulan, kecuali ada kontraindikasi, seperti pendarahan. 3. Penyekat Pompa Proton (PPI) di kombinasi dengan pemberian dual antiplatelets (DAPT) pada pasien dengan riwayat pendarahan gastrointestinal. 4. Pemberhentian penyekat reseptor P2Y12 sebelum 12 bulan sejak kejadian ACS, perlu dihindari kecuali ada indikasi klinis. 5. Ticagrelor (loading 18 mg, dosis pemeliaraan 2 90 mg) untuk semua pasien dengan risiko sedang dan berat (peningkatan enzim petanda jantung). 6. Prasugrel* (loading 60 mg, dosis pemeliharaan 1 10 mg) pada pasien yang anatomi koroner telah diketahui dan dilakukan PCI, kecuali mempunyai faktor risiko untuk terjadi perdarahan masif dan kontraindikasi lainnya. *Saat artikel ini ditulis prasugrel tidak tersedia di Indonesia. 7. Clopidogrel (loading 300mg, dosis pemeliharaan 1 75 mg) untuk pasien yang tidak mendapatkan ticagrelor dan prasugrel. 8. Loading clopidogrel 600 mg dianjurkan untuk pasien yang menjalani strategi invasif dan tidak mendapat ticagrelor dan prasugrel. 9. Pada pasien dengan penyekat reseptor P2Y₁₂ dan perlu menjalani operasi mayor (termasuk Coronary Arterial Bypass Graft, CABG), bila memungkinkan ditunda selama 5 hari (clopidogrel dan ticagrelor) atau 7 hari (prasugrel). 10. Kombinasi aspirin dengan NSAID tidak dianjurkan (Juzar et al., 2012). Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Ada tiga GPIIb/IIIa yang digunakan pada pasien SKA: Abxicimab (Reopro), eptifibatide (Integrilin) dan Tirofiban (Aggrastat). Sebagai antiplatelet ternyata keuntungan dalam menurunkan angka kematian dan infark miokard hanya terlihat pada pasien yang menjalani strategi invasif (dilakukan PCI), sedangkan pada

24 28 pasien menjalani strategi konservatif hasilnya tidak lebih baik dibandingkan placebo. Perlu diingat bahwa pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor, sehingga potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya. Pada pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi (usia lanjut, riwayat perdarahan gastrointestinal) keuntungan penggunaan GIIb/IIIa jadi berkurang (Juzar et al., 2012). Antikoagulan Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya. Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat trombosis. Kombinasi kedua agen akan lebih efektif dari hanya pemberian salah satu agen saja. Ada beberapa macam antikoagulan, yaitu : 1. Penghambat thrombin indirek unfractionated heparin (UFH), Low molecular weight heparin (LMWH). 2. Penghambat faktor Xa indirek : LMWH dan Fondaparinux 3. Penghambat faktor Xa direk : Bivalirudin (Juzar et al., 2012). Rekomendasi penggunaan antikoagulan : 1. Semua pasien dan dikombinasi dengan terapi antiplatelet. 2. Fondaparinux 2.5 mg subkutan setiap hari. 3. Pada pasien yang telah menggunakan fondaparinux, bila akan dilakukan PCI memerlukan tambahan UFH 85 iu/kg bolus tunggal atau 60 iu/kg bila mendapatkan GP IIB/IIIa. 4. Enoxaparin 1 mg/kg dua kali perhari bila fondaparinux tidak tersedia. 5. Bila Fondaparinux atau anoxaparin tidak tersedia, berikan UFH 85 iu/kg dengan target aptt 50-70s. 6. Pada pasien dengan strategi konservatif antikoagulan diberikan hingga pasien dipulangkan. 7. Setelah menjalani PCI, pertimbangkan untuk menghentikan antikoagulan (Juzar et al., 2012).

25 29 Revaskukarisasi Koroner Pasien dengan NSTEMI mempunyai spektrum yang luas dan heterogen, mulai dari risiko rendah hingga risiko tinggi; sehingga stratifikasi risiko menjadi penting. Pada pasien dengan risiko rendah, pendekatan terbaik dengan medikamentosa (strategi konservatif). Namun pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom, memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis. Penilaiaan stratifikasi risiko menjadi bahagian penting untuk menentukan strategi yang optimal untuk setiap pasien. Pasien dinyatakan berisiko sangat tinggi dan membutuhkan pendekatan invasif mendesak (dalam 2 jam), bila ditemukan salah satu tanda dibawah ini; 1. Angina pektoris yang tidak dapat diatasi dengan medikamentosa. 2. Gagal jantung yang berat. 3. Instabilitas hemodinamik. 4. Aritmia ventricular maligna. Metode revaskularisasi yang dipilih antara metoda PCI (percutaneous coronary intervention) dan metoda bedah pintas koroner (coronary artery bypass graft, CABG) tegantung banyak faktor, yaitu: kondisi pasien adanya gambaran risiko tinggi, penyakit komorbid dan berat serta banyaknya lesi berdasarkan hasil angiografi koroner (Juzar et al., 2012). Sekitar setengah pasien NSTEMI memperlihatkan hasil angiografi koroner penyempitan pada satu pembuluh darah (lesi culprit ). Pada keadaan ini angiografi dilanjutkan dengan tindakan PCI menggunakan stent. Namun 50% dari pasien NSTEMI memperlihatkan penyempitan arteri koroner yang multiple, sehingga keputusan untuk menggunakan metoda revaskularisasi PCI atau CABG menjadi lebih kompleks (Juzar et al., 2012). Intervensi koroner perkuatan (PCI) Intervensi koroner perkutan (PCI) umumnya menggunakan stent/cincin untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba (abrupt closure) dan penyempitan

26 30 kembali. Tipe cincin dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : stent bersalut obat (DES : drug eluting stent) dan cincin tanpa salutan obat (BMS : bare metal stent). Drug eluting stent lebih unggul dalam menurunkan kejadian restenosis, namum memerlukan dual antiplatelet (DAPT), yaitu aspirin dan penghambat P2Y12 selama minimal 12 bulan. Penghentian DAPT secara premature meningkatkan risiko in stent trombosis dengan manifestasi SKA. Kejadian restenosis lebih tinggi pada penggunaan BMS,DAPT dapat diberikan minimal 12 bulan. Pemilihan tipe cincin hendaknya mempertimbangkan kepatuhan pasien minum DAPT jangka panjang dan memungkinkan untuk menggunakan DAPT selama 12 bulan, (tidak ada riwayat perdarahan gastro-intestinal atau tidak membutuhkan operasi mayor lainya (Juzar et al., 2012). Intervensi bedah : Coronary artery bypass graft (CABG) Pemilihan waktu untuk CABG dipertimbangkan berdasarkan symptom, hemodinamik, anatomi koroner dan iskemia. Seperti diuraikan terdahulu, menekan proses trombosis merupakan target terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani CABG risiko perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara umum bila memungkinkan, CABG dilakukan setelah minimal jam (Juzar et al., 2012) Tatalaksana jangka panjang Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu, prevensi sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang mencakup : 1. Perbaikan gaya hidup seperti : berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan diet. 2. Penurunan berat badan pada pasien obese dan kelebihan berat badan overweight. 3. Kontrol tekanan darah. 4. Tatalaksana diabetes. 5. Intervensi terhadap profil lipid

27 31 a. Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, efek pleitropik. b. Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target LDL<100 mg/dl 6. Meneruskan pemakaian anti-platelet. 7. Pemakaian penyekat beta : harus diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. 8. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor : diindikasikan sebagai terapi jangka panjang pada semua pasien dengan LVEF 40%. 9. Penghambat reseptor angiotensin (ARB): harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor dan/atau dengan gagal jantung atau infark miokard dengan LVEF <40%. 10. Antagonis reseptor aldosteron: harus dipertimbangkan pada pasien pasca infark miokard yang telah mendapat ACE inhibitor dan beta bloker dan LVEF<40% dan dengan diabetes atau gagal jantung, tanpa disfungsi renal atau hiperkalemia. 11. Rehabilitasi dan kembali ke aktivitas fisik (Juzar et al., 2012). Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST, direkomendasi penilaiaan kapasitas funsional. Berdasarkan status kardiovaskuler dan penilaian kapasitas fisik fungsional tersebut, pasien diberi informasi mengenai waktu dan level aktivitas fisik yang direkomendasikan, termasuk rekreasi, kerja, dan aktivitas seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi ST dapat disarankan menjalani uji latih jantung dengan EKG atau suatu pemeriksaan stress non invasif untuk iskemia yang setara, dalam 4-7 minggu setelah perawatan (Juzar et al., 2012) Tatalaksana Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) Terapi reperfusi bertujuan membatasi luasnya daerah infark miokard, hal yang sangat menentukan prognosis pasien. Bila STEMI terjadi dalam waktu 12 jam setelah awitan simptom, maka reperfusi perlu dilakukan secepatnya. Tetapi

28 32 bila STEMI sudah melampaui 12 jam dari awitan symptom, tidak ada lagi jaringan yang bisa diselamatkan, infark miokard telah komplit dan keluhan pasien hilang. Terapi reperfusi hanya diberikan kalau masih ada tanda-tanda iskemia berupa nyeri dada, elevasi segmen ST, atau terjadi left bundle branch block baru. Ada dua jenis strategi reperfusi, pertama dengan intervensi koroner perkutan primer (primary PCI) dan kedua secara medikamentosa dengan obat fibrinolitik (Irmalita, 2012). Intervensi koroner perkutan primer Primary PCI merupakan pilihan pertama, karena hasil studi memperlihatkan angka kematian lebih rendah dibanding fibrinolitik. Dianjurkan untuk melakukan PCI sedini mugkin, idealnya kurang dari 90 menit sejak keluhan nyeri dada timbul. Pilihan reperfusi perlu mempertimbangkan waktu awitan dari STEMI, fasilitas, sumber daya dan demografi. Sekitar 50% kasus STEMI mempunyai penyempitan lebih dari satu arteri koroner (multivessel). Intervensi koroner perkutan pada STEMI hanya dilakukan pada lesi culprit, yaitu lesi di arteri yang berhubungan dengan daerah infark. Pada syok kardiogenik, lesi non culprit dapat dipertimbangkan untuk diintervensi. Kelebihan PCI primer, dapat mengidentikasi lesi culprit terkait infark dan anatomi koroner yang lainya. Pada PCI primer dianjurkan untuk menggunakan stent, guna menurunkan kejadian trombosis. Rescue PCI, angiografi koroner dengan tujuan revaskularisasi dilakukan segera pada kasus fibrinolitik yang tidak berhasil. Rescue PCI dilakukan bila terdapat tanda-tanda iskemia secara klinis (nyeri dada berulang atau perubahan segmen ST) atau kapasitas latihan rendah atau stress test farmakologik memperlihatkan tanda-tanda iskemia (Juzar et al, 2012). Rekomendasi antitrombotik pada pasien yang menjalani PCI primer :

29 33 Terapi antiplatelet 1. Aspirin 2. Penyekat P2Y12/ ADP (prasugrel 40 mg, ticagrelor 180 mg atau Clopidogrel 600 mg). 3. GPIIb/IIa hanya digunakan sebagai bail out bila saat tindakan memperlihatkan beban trombus yang tinggi (Juzar et al., 2012). Terapi antikoagulan 1. Unfractioned heparin ui/kg pada pasien yang tidak mendapatkan enoxaparin atau bivalirudin (Juzar et al., 2012). Terapi reperfusi medikamentosa/ fibrinolitik Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang sangat penting, terutamanya bila PCI primer tidak dapat dilakukan karena masalah fasilitas sumberdaya dan demografi. Keuntungan terbesar bila dilakukan dalam 6 jam pertama. Terapi fibrinolitik dinyatakan berhasil bila angina berkurang, resolusi amplituda segmen ST > 50% dan dijumpai aritmia reperfusi. Risiko untuk terjadinya stroke hemoragik cukup rendah yaitu 1%. Semua pasien post fibrinolitik idealnya dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan kemampuan PCI. Pasien yang gagal terapi fibrinolitik dengan kriteria angina disertai dengan resolusi segmen ST < 50%, perlu dilakukan rescue PCI secepatnya (Juzar et al., 2012). Rekomendasi terapi antitrombotik untuk pasien yang mendapatkan fibrinolisis : 1. Terapi fibrinolisis untuk semua tanpa kontraindikasi yang datang < 12 jam. 2. Pada pasien yang datang dalam waktu 2 jam dengan infark miokard luas dan risiko perdarahan yang rendah, bila prediksi waktu yang dibutuhkan hingga tiba di meja katerisasi >90 menit. 3. Fibrin spesifik agen merupakan pilihan pertama (Juzar et al., 2012).

30 34 Antiplatelets 1. Aspirin dan clopidogrel (Juzar et al., 2012). Antithrombin co-terapi fibrinolisis 1. Antikoagulan post fibrinolitik hingga revaskularisasi atau dipulangkan. 2. Enoxaparin IV diikuti dengan subkutan. 3. Unfractionated heparin bolus. 4. Pasien dengan streptokinase fondaparinux IV dan bolus setelah 24 jam (Juzar et al., 2012). Terapi medical postreperfusi 1. Aspirin 81 mg/hari harus dimakan seumur hidup. 2. Clopidogrel 600 mg dosis loading diikuti 75 m/hari. Semua pasien yang mendapatkan drug-eluting stents melanjutkan clopidogrel selama minimal 1 tahun. Pada yang mendapatkan bare-metal stents clopidogrel dilanjutkan sampai minimal 1 bulan, idealnya 1 tahun. 3. Penyekat Beta harus dimulai pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang datang dengan STEMI dalam 24 jam pertama dan pada kebanyakan kasus dilanjutkan seumur hidup. Sebaiknya dimulai dengan obat kerja pendek seperti Lopresor; ketika dosis optimum tercapai berdasarkan laju nadi dan tekanan darah yang diinginkan, obat kerja panjang sekali sehari dapat diberikan. Pada pasien dengan disfungsi LV, dapat diberikan carvedilol 3,25 mg dua kali sehari untuk dititrasi bila dapat ditoleransi. Beta bloker harus dihindari pada pasien dengan STEMI Killip II, III, atau IV atau dengan hipotensi, bradikardia, atau syok. 4. ACE inhibitors harus dimulai dalam 24 jam pertama. Sebaiknya dimulai dengan obat kerja pendek (captopril) pada 24 jam pertama sampai dosis maksimum tercapai. Setelah pasien dapat mentoleransi dosis ini, obat kerja panjang sekali sehari dapat diberikan misalnya lisinopril. Inisiasi ACE inhibitor harus dilanjutkan seumur hidup pada pasien dengan fraksi ejeksi <40% dan paling sedikit 1 bulan pada semua pasien. Inisiasi ACE

31 35 inhibitor dihubungkan dengan peningkatan awal kreatinin, namun pada banyak kasus merupakan transien. Pertimbangkan ARB bila terdapat kontraindikasi ACE inhibitor. 5. Terapi insulin direkomendasikan untuk kontrol gula darah pada semua pasien yang dirawat di CVCU, berikan insulin-drip bila kadar gula darah >200 mg/dl. Hindari penggunaan glucophage pada pre dan post-pci karena obat ini berhubungan dengan asidosis laktat. 6. Statin harus dimulai pasca reperfusi setelah hemodinamik pasien stabil. Dapat diberikan atorvastatin 80 mg/hari. Low density lipoprotein cholesterol (LDL-C) harus dikurangi sampai mg/dl pada semua pasien dengan STEMI. Namun ada beberapa bukti bahwa terapi statin dosis tinggi memiliki efek pleiotropic diluar level LDC-C. 7. Amiodarone dapat dipertimbangkan pada pasien dengan disritmia, sebaiknya dihindari pada pasien muda. Umumnya terapi beta bloker agresif cukup adekuat untuk mengatasi masalah aritmia pada STEMI (Juzar et al., 2012). Terapi bedah Tindakan bedah CABG tidak lazim dilakukan untuk revaskularisasi awal dan segera pada STEMI tanpa komplikasi. Namun, setelah upaya awal dengan PCI atau reperfusi fibrinolitik telah dilakukan, nyeri dada menetap/berulang, atau anatomi koroner risiko tinggi (stenosis left-main atau triple vessel pada diabetes) atau terjadi komplikasi mekanis (rupture septum ventrikel, rupture muskulus papilaris) intervensi bedah patut dipertimbangkan. Pada kondisi seperti ini, sebaiknya menunggu paling sedikit 24 jam setelah STEMI dan setelah hemodinamik stabil. Topangan mekanik dengan intra-aortic ballon pump (IABP) dibutuhkan sebagai jembatan untuk pembedahan pada kasus nyeri dada menetap, aritmia, dan hemodinamik tidak stabil (Juzar et al., 2012).

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Koroner Akut (SKA) 2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang berasosiasi dengan infark miokard. Menurut WHO, pada 2008 terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik DIAGNOSIS Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA) Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai

Lebih terperinci

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital dr Jetty RH Sedyawan SpJP K FIHA FAsCC Sindroma koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu spektrum penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

Informed Consent Penelitian

Informed Consent Penelitian 62 Lampiran 1. Lembar Kerja Penelitian Informed Consent Penelitian Yth. Bapak/Ibu.. Perkenalkan saya dr. Ahmad Handayani, akan melakukan penelitian yang berjudul Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi pembuluh darah koroner Gambar 2.1 Anatomi Pembuluh Darah Koroner 6 Pada gambar 2.1 dapat dilihat ada 2 arteri koroner utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 1 BAB I PENDAHULUAN Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Lipid 2.1.1 Lipid Lipid adalah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin, dan steroid, yang bersifat larut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung koroner masih merupakan pembunuh terbesar baik di Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung koroner umumnya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di negaranegara maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan diseluruh dunia, penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit kardiovaskular merupakan gangguan pada jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

Sindrom Koroner Akut. Definisi

Sindrom Koroner Akut. Definisi Sindrom Koroner Akut Definisi Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup dan memperpendek harapan hidup (Wong, 2014). Pasien

Lebih terperinci

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A. Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : 09.30 A. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi

Lebih terperinci

Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN

Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN Faktor prognostik yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien Sindroma Koroner Akut selama periode Januari sampai dengan Desember 2011 di RSUP. H. Adam Malik Medan

Lebih terperinci

BAB 2 TINAJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINAJUAN PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN Serangan jantung adalah suatu penyakit di mana terjadinya gangguan aliran darah ke jantung sehingga menyebabkan sel-sel jantung mati akibat kurangnya pasokan darah ke selsel jantung.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya nefrologi dan endokrinologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya nefrologi dan endokrinologi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya nefrologi dan endokrinologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

ANGINA PECTORIS. Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan

ANGINA PECTORIS. Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan ANGINA PECTORIS Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan Angina pectoris: Nyeri dada akibat berkurangnya suplai O2 ke jantung Berkaitan dengan penyakit jantung koroner / atherosklerosis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung (Siregar, 2011). Penyebab IMA yang

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa. Penyakit ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah sindrom koroner akut (Lilly, 2011). Sindom koroner akut (SKA) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan

Lebih terperinci

Sindroma Koroner Akut dengan elevasi segmen ST ST Elevation Myocard Infacrt Acute Coronary Syndrome ( STEMI ACS) Dr.Muh A Sungkar, SpPD,KKV, SpJP

Sindroma Koroner Akut dengan elevasi segmen ST ST Elevation Myocard Infacrt Acute Coronary Syndrome ( STEMI ACS) Dr.Muh A Sungkar, SpPD,KKV, SpJP Sindroma Koroner Akut dengan elevasi segmen ST ST Elevation Myocard Infacrt Acute Coronary Syndrome ( STEMI ACS) Dr.Muh A Sungkar, SpPD,KKV, SpJP Pendahuluan Penyakit Jantung koroner (PJK) merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokard disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari keseluruhan penanganan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER : FOKUS SINDROM KORONER AKUT

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER : FOKUS SINDROM KORONER AKUT 616.123 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER : FOKUS SINDROM KORONER AKUT DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI

DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI No. Variabel Definisi Operasional dan Kode Cara Ukur 1 Rumah Sakit Nama fasilitas kesehatan yang mengisi formulir data sindrom koroner akut istemi 2 RM

Lebih terperinci

SINDROM KORONER AKUT PJK MCI. Prodi Fisioterapi STIKes Medistra

SINDROM KORONER AKUT PJK MCI. Prodi Fisioterapi STIKes Medistra SINDROM KORONER AKUT PJK MCI Prodi Fisioterapi STIKes Medistra DX.MEDIS : ACUT CORONARY SYNDROME Definisi : iskemik yang berlangsung lebih dari 30-45 menit yang menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Korener Akut 2.1.1 Definisi Penyakit jantung akibat perubahan obstruktif pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan fungsi jantung terganggu. Sebab utama dari ACS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS MAGISTER Oleh ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup spektrum kondisi klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara akut, diakibatkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia dan masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Klasifikasi dan Komplikasi Sindroma Koroner Akut SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan sebagai kondisi dimana muncul gejala-gejala khas iskemik miokard dan kenaikan segmen ST pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

TUGAS E-LEARNING KRITIS 2 NAMA : BESTYA NURIMA M.A NIM : KELAS : A-11 B

TUGAS E-LEARNING KRITIS 2 NAMA : BESTYA NURIMA M.A NIM : KELAS : A-11 B TUGAS E-LEARNING KRITIS 2 NAMA : BESTYA NURIMA M.A NIM : 131111093 KELAS : A-11 B KASUS IMA 1. Data Tambahan yang diperlukan kasus 1 dan kasus 2 a. Primary Survey 1) Airway Ada ada sumbatan jalan nafas?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

Penyakit Jantung Koroner

Penyakit Jantung Koroner Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung telah menjadi penyakit pembunuh kedua di Hong Kong setelah kanker. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung utama. Menurut statistik dari Departemen

Lebih terperinci