TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN"

Transkripsi

1 SKENARIO PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN OLEH : I WAYAN SUARMA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013

2 KATA PENGANTAR Om Swastyastu Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN tepat pada waktunya dengan hasil yang cukup maksimal. Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Pembelajaran. 2. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Jika dalam penyampaian penulis terdapat hal yang kurang berkenan dalam makalah ini, penulis mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Om Çanthi Çanthi Çanthi Om Denpasar, Januari 2014 Penulis TEORI BELAJAR BRUNER PADA MATERI PECAHAN i

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu konsep matematika yang menjadi fokus penelitian dewasa ini adalah pecahan. Pantazi, dkk. (2009) meneliti mengenai representasi internal pecahan siswa sekolah dasar yang berumur 8 11 tahun yang memiliki kemampuan matematika beragam. Penelitiannya dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa siswasiswa di daerah Midland, Inggris mengalami kesulitan dalam mengabstraksi konsep pecahan. Ketika siswa ditanya Apa yang dimaksud dengan pecahan?, siswa-siswa cenderung menjawab sesuatu yang sangat kecil, lingkaran yang dipotong kecilkecil, atau suatu bentuk dengan banyak garis-garis. Pecahan merupakan salah satu konsep yang sulit dipahami dalam matematika sekolah dasar (SD). Hal ini disebabkan karena keabstrakan konsep tersebut, sedangkan siswa sekolah dasar kelas III yang mulai mempelajarinya, menurut Piaget, masih berada pada tahap operasi konkrit (umur 7 11 tahun). Dimana pada tahap tersebut, ide anak masih dilandasi oleh observasi dan pengamatan pada obyek-obyek nyata, tetetapi ia sudah mulai menggeneralisasi atau membagi-bagi (memecah) dengan memanipulasi obyek-obyek sebagai cara untuk mengetahui (Hudojo, 2005:4). Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S. Bruner seorang ahli psikologi (1951) dari Universitas Harvard-Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari, serta Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 1

4 mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Bruner, membedakan tiga jenis model mental representasi, (1) Representasi Enaktif (enactive) adalah representasi sensori motor yang dibentuk melalui aksi atau gerakan. Pada tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi nyata, dan anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu. (2) Representasi Ikonik (iconic) berkaitan dengan image atau persepsi, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan/diwujudkan dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. (3) Representasi Simbolik (symbolic) berkaitan dengan bahasa matematika dan simbol-simbol. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek nyata. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstrac symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, katakata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Dalam pandangan Bruner (enactive, iconic, dan symbolic) berhubungan dengan perkembangan mental seseorang, dan setiap perkembangan representasi yang lebih tinggi dipengaruhi oleh representasi lainnya. Sebagai contoh, untuk sampai pada Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 2

5 pemahaman konsep pecahan untuk siswa SD, dapat diperoleh melalui beberapa pengalaman terkait, misalnya diawali dengan memanipulasi benda kongkrit seperti buah jeruk, apel, roti tar sebagai bentuk representasi enactive. Kemudian aktivitas tersebut diingatnya dan menghasilkan serta memperkaya melalui gambar-gambar (seperti gambar jeruk, gambar apel, gambar bangun bidang datar persegi, persegi panjang, segitiga dan lingkaran) atau persepsi statis dalam pikiran anak yang dikenal sebagai representasi iconic. Dengan mengembangkan berbagai persepsinya, simbol yang dikenalnya dimanipulasi untuk menyelesaikan suatu masalah sebagai perwujudan representasi symbolic Oleh sebab itu, guru diharapkan untuk mempelajari/memahami konsep pecahan, siswa mulai dengan benda-benda nyata kemudian mereka dibimbing untuk memperoleh sesuatu yang abstrak yaitu konsep pecahan. Pertama kali, siswa diajak memanipulasi wakil-wakil (representasi) pecahan berupa benda nyata/konkrit (enaktif). Wakil suatu konsep dinamakan reperesentasi konsep tersebut. Kemudian kegiatan tersebut dinyatakan dengan gambar-gambar (ikonik). Akhirnya, siswa menyatakan konsep tersebut dengan wakil-wakil yang berupa simbol atau notasi matematika (simbolik). Dari ketiga kegiatan tersebut, siswa diharapkan dapat memperoleh konsep pecahan. Penggunaan wakil-wakil atau representasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan siswa tidak dapat memahami suatu konsep. Selain itu, peralihan (transisi) antar representasi-representasi tersebut juga dapat menyebabkan siswa kehilangan makna dari konsep itu sendiri. Proses perpindahan dari level ikonik menuju simbolik perlu mendapat perhatian dalam pembentukan konsep matematika. Apabila tidak hati-hati, maka proses ini akan menjadi tidak bermakna karena simbol memiliki sifat abstrak dan kosong dari arti (Soedjadi, 2000). Menurut prinsip notasi, pencapaian suatu konsep dan penggunaan simbol matematika harus secara bertahap, dari sederhana secara kognitif dapat dipahami siswa kemudian perlahan-lahan meningkat ke lebih komplek. Bruner lebih menekankan agar setiap siswa mengalami dan mengenal peristiwa atau benda nyata di sekitar lingkungannya, kemudian menemukan dengan sendiri untuk merepresentasikan peristiwa atau benda tersebut dalam pikirannya. Ini sering dikenal sebagai model mental tentang peristiwa yang dialami atau benda yang diamati dan dikenali oleh siswa. Proses sampai pada model mental tersebut Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 3

6 ialah suatu proses abstraksi. Berdasarkan uraian di atas, penting untuk mengetahui bagaimana membelajarkan siswa mengenai konsep pecahan dengan menggunakan Teori Bruner. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan pada latar belakang, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut Bagaimana karakteristik teori belajar menurut Bruner dalam pembelajaran? Bagaimana contoh skenario pembelajaran menurut Bruner dalam pembelajaran matematika? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui contoh skenario pembelajaran menurut Bruner dalam pembelajaran matematika. 1.4 Manfaat Penulisan Berdasarkan uraian yang telah ditulis dalam makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat sebagai berikut Bagi Menambah pengetahuan para guru dengan contoh skenario pembelajaran menurut Bruner dalam pembelajaran matematika yang dapat mendukung tercapainya pembelajaran matematika yang menyenangkan, aktif, efektif, dan kreatif Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai cara mengajar atau metode yang akan digunakan sehingga pembelajaran matematika dapat diserap dengan baik oleh siswa dan menjadikan pembelajaran matematika sebagai kegiatan yang bermakna. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 4

7 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Karakteristik Teori Belajar Bruner Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Di samping itu, Bruner juga membahas teoriteori tentang cara belajar dan mengajar matematika. Bruner menekankan suatu proses bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif. Proses tersebut merupakan inti utama dari belajar. Oleh karenanya Bruner memusatkan perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia terhadap informasi. Di samping itu, Bruner juga membahas teori-teori tentang cara belajar dan mengajar matematika. Bruner menekankan suatu proses bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif. Proses tersebut merupakan inti utama dari belajar. Oleh karenanya Bruner memusatkan perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia terhadap informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukan setelah menerima informasi tersebut untuk pemahaman dirinya. a. Tiga Tahap Proses Belajar Teori Bruner tentang tiga tahap proses belajar berkait dengan tiga tahap yang harus dilalui siswa agar proses pembelajarannya menjadi optimal, sehingga akan terjadi internalisasi pada diri siswa, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat menyatu ke dalam struktur kognitif mereka. Ketiga tahap pada proses belajar tersebut adalah: 1) Tahap Enaktif. Pada tahap ini, para siswa mempelajari matematika dengan menggunakan sesuatu yang konkret atau nyata, yang berarti dapat diamati dengan menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas penjumlahan dan pengurangan di awal pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah, lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 5

8 model atau alat peraga lainnya. Ketika belajar penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai jembatan seperti: Garis bilangan dalam bentuk dua bilah papan. Gambar ini menunjukkan bahwa posisi 3 pada bilah papan bagian bawah sudah disejajarkan dengan posisi 0 pada bilah papan bagian atas, sehingga didapat beberapa hasil penjumlahan 3 dengan bilangan lainnya. Contohnya: = 2 (lihat tanda ruas garis berpanah) atau 3 + ( 2) = 5 Semacam koin dari plastik dengan tanda + dan. Dengan cara ini, diharapkan siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang diberikan. Dengan demikian cara pembelajaran matematika adalah memulai dengan sesuatu yang benar-benar konkret dalam arti dapat diamati dengan menggunakan panca indera. 2) Tahap Ikonik. Para siswa sudah dapat mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata. Sebagai contoh, dalam proses pembelajaran penjumlahan dua bilangan bulat dimulai dengan menggunakan benda nyata berupa garis bilangan Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 6

9 sebagai jembatan, maka tahap ikonik untuk 5 + ( 3) = 2 dapat berupa gambar atau diagram berikut. 3) Tahap Simbolik. Menurut Bruner, tahap simbolik adalah tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses abstraksi dan idealisasi. Proses abstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di atara per bedaanperbedaan yang ada (Cooney dan Henderson, 1975). Perbedaan yang terjadi saat menentukan hasil dari ataupun baik pada tahap enaktif maupun ikonik merupakan proses abstraksi yang terjadi dikarenakan siswa menyadari adanya kesamaan gerakan yang dilakukannya, yaitu ia akan bergerak dua kali ke kanan. Dengan bantuan guru, siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa penjumlahan dua bilangan positif akan menghasilkan bilangan positif pula. Tidaklah mungkin hasil penjumlahan dua bilangan positif akan berupa bilangan negatif. Melalui proses abstraksi yang serupa, pikiran siswa dibantu untuk memahami bahwa penjumlahan dua bilangan negatif akan menghasilkan bilangan negatif juga. Karena dua kali pergerakan ke kiri akan menghasilkan suatu titik yang terletak beberapa langkah di sebelah kiri titik awal 0. Melalui proses ini, siswa juga dapat memahami bahwa jika = 5 maka 2 + ( 3) = 5. Dengan demikian siswa dapat dengan mudah menentukan ( 200) = 300 karena = 300 dan ( 298) = 835 karena = 835. Pada intinya, menentukan penjumlahan dua bilangan negatif adalah sama dengan menentukan penjumlahan dua bilangan positif, hanya tanda dari hasil penjumlahannya haruslah negatif. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 7

10 Proses berabstraksi yang lebih sulit akan terjadi pada penjumlahan dua bilangan bulat yang tandanya berbeda. hasilnya bisa positif dan bisa juga negatif, tergantung pada seberapa jauh perbedaan gerakan ke kiri dengan gerakan ke kanan. Para guru dapat meyakinkan para siswanya bahwa hasil penjumlahan dua bilangan yang tandanya berbeda akan didapat dari selisih atau beda kedua bilangan tersebut tanpa melihat tandanya. Sebagi misal, 2 + ( 3) = 1 karena beda atau selisih antara 2 dan 3 adalah 1 sedangkan hasilnya bertanda negatif karena pergerakan ke kiri lebih banyak banyak. Namun ( 100) = 20 karena beda antara 100 dan 120 adalah 20 serta pergerakan ke kanan lebih banyak. b. Empat Teori Belajar dan Mengajar Meskipun pepatah Cina menyatakan Satu gambar sama nilainya dengan seribu kata, namun menurut Bruner, pembelajarn sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda nyata lebih dahulu. Karenanya, guru ketika mengajar matematika sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata untuk topiktopik tertentu yang dapat membantu pemahaman siswanya. Bruner mengembangkan empat teori yang terkait dengan asas peragaan ini adalah: a) Teorema konstruksi yang menyatakan bahwa siswa lebih mudah memahami ide-ide abstrak dengan menggunakan peragaan kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap semi kongkret (iconic) dan diakhiri dengan tahap abstrak (symbolic). Dengan menggunakan tiga tahap tersebut, siswa dapat mengkonstruksi suatu representasi dari konsep atau prinsip yang sedang dipelajari. b) Teorema notasi yang menyatakan bahwa simbol-simbol abstrak harus dikenalkan secara bertahap, sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Sebagai contoh: Soal seperti x+ 4 = 7 dapat diartikan sebagai menentukan bilangan yang kalau ditambah 4 akan menghasilkan 7. c) Teorema kekontrasan atau variasi yang menyatakan bahwa konsep matematika dikembangkan dengan beberapa contoh dan yang bukan contoh. Berikut ini adalah himpunan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang menjadi contoh dari himpunan kosong. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 8

11 Bukan contoh konsep himpunan kosong: Himpunan siswa SMP yang umurnya 14 tahun. Himpunan bilangan asli antara 10 dan 14 Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan huruf K Himpunan anak Presiden SBY Contoh konsep himpunan kosong: Himpunan siswa SMP yang umurnya 41 tahun. Himpunan bilangan asli antara 10 dan 11 Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan huruf Himpunan siswa SMP yang tidak naik kelas tiga tahun berturutturut. d) Teorema konektivitas yang menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan konsep-konsep lain yang relevan. Sebagai contoh, Perkalian dikaitkan dengan luas persegi panjang dan penguadratan dikaitkan dengan luas persegi. Penarikan akar pangkat dua dikaitkan dengan menentukan panjang sisi suatu persegi jika luasnya diketahui. 2.2 Contoh Skenario Pembelajaran Sesuai Teori Bruner dalam Pembelajaran Matematika Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru telah mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP, LKS, kuis, nama kelompok siswa dan alat tulis. Untuk nama kelompok, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen. Berikut akan disampaikan skenario pembelajaran menurut teori Bruner dalam pembelajaran matematika dengan materi pecahan. Ketika guru memasuki ruang kelas salah seorang siswa memberikan komando untuk mengucapkan salam (padaasana panganjali). Seluruh siswa mengucapkan Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 9

12 salam dan diikuti oleh guru (Om Swastiastu). Setelah guru dan siswa mengucapkan salam, guru duduk di kursi yang telah disediakan untuk guru. Pendahuluan : (melakukan absensi dengan menyebutkan nama siswa satu per satu) : (mengangkat tangan ketika namanya dipanggil dan menjawab hadir) : (mengarahkan siswa untuk duduk berkelompok) Anak-anak silahkan kalian duduk berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah dibagikan dan tetap menghadap ke depan! : Iyaa Pak... (duduk sesuai dengan kelompok dan tetap menghadap kedepan) :(memberikan pengarahan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran pada pertemuan ini yaitu tentang pecahan) Anak-anak hari ini kita akan mempelajari tentang pecahan. Kalian akan belajar secara berkelompok dimana setiap kelompok nantinya akan diberikan Lembar Kerja (LKS). Diskusikanlah permasalahan dalam LKS tersebut dengan teman kelompok. Semua siswa diharapkan ikut aktif dalam berdiskusi karena akan mempengaruhi nilai kelompok pada tes individu yang akan dilaksanakan sebelum jam pelajaran matematika berakhir. Setelah berdiskusi masing-masing kelompok menyiapkan seorang perwakilan untuk mempresentasikan jawaban yang telah didiskusikan kemudian akan dilaksanakan tes individu. : (mendengarkan penjelasan guru). : (menyampaikan tujuan indikator pembelajaran) Setelah pembelajaran ini berakhir, kalian diharapkan dapat memberikan contoh berbagai jenis dan bentuk bilangan pecahan. : (mendengarkan penjelasan guru dengan seksama) Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 10

13 Pada Tahap Enaktif meletakkan berbagai jenis benda di meja seperti roti bulat, roti persegi, roti persegi panjang, semangka, apel, dan coklat silver queen. A B C D : Anak-anak, apakah kalian mengetahui benda benda yang Bapak letakkan di depan? : Tahu Pak!!!. : Coba ambil salah satu dari benda tersebut yang paling kalian sukai.! : (berikir sejenak untuk melakukan pemilihan) : Apakah nama benda yang kalian ambil itu? : Roti Pak. : Cokelat Silver Queen Pak. : Saya mengambil apel Pak! : Semangka Pak. : Ya! Benar sekali. Kalian sudah mengetahui benda-benda tersebut. Sekarang, perwakilan masing-masing kelompok, ambilah alat untuk memotong/ mengiris/ membelah benda yang kalian pilih! : langsung mengambil pisau. : Coba, kalian belah/iris menjadi tiga bagian sama besar benda yang ada dihadapan kalian. Dengan semangat, siswa melakukan pekerjaan memotong/mengiris benda-benda yang telah dipilih dengan penuh hati-hati menjadi tiga bagian yang sama besar : Setelah kalian iris/belah, ada berapa banyak bagian benda sekarang? : Tiga Pak! : Apakah ketiga benda ini sama besar? : Iya pak, sama besar : Apakah bagian-bagian itu bentuknya sama? : Sama Pak! : Baiklah, sekarang ambilah satu benda belahan tadi! : ( mengambil satu bagian dari tiga bagian) : Ada berapa bagian dari belahan benda yang kalian ambil tersebut?! Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 11

14 : Satu Pak! : Bagus sekali, coba Bapak ulangi lagi, ada berapa bagian dari keseluruhan benda yang telah terambil? : dengan tegas menjawab satu Pak : Perhatikan pertanyaan bapak ini, apabila tiga bagian benda hasil irisan kalian tadi masing-masing dibagikan kepada tiga teman kalian, akan mendapat berapa bagiankah masing-masing teman kalian tadi? : : satu pertiga : Baiklah, adakah kata lain dari satu pertiga? : hem,...hem... sepertiga : Okey, kira-kira, apakah kata satu pertiga itu termasuk bilangan pecahan? : Iya pak! : Baiklah, sekarang Bapak akan membagikan LKS untuk kalian kerjakan secara berkelompok. ( membagikan LKS) Pada Tahap Ikonic : Perhatikan gambar bangun datar-bangun datar di hadapan kalian, kemudian coba sebutkan masing-masing nama-nama bangun tersebut. : Segitiga, persegi, persegi panjang dan lingkaran : Pilih salah satu bangun tersebut yang paling kalian sukai. : (Memikir sejenak untuk melakukan pemilihan) : Apakah nama benda yang kalian ambil itu? : Persegi panjang Pak! : Ada berapa unit benda yang kalian pilih? : Satu Pak! : Gambar bangun datar yang kalian pilih menjadi tiga bagian yang sama. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 12

15 langsung mengambil pensil dan penggaris untuk melakukan partisi : Apakah ke-tiga gambar belahan/partisi ini sama besar? : Ya pak, sama besar : Apakah bagian-bagian itu bentuknya sama? : Sama pak, sama : Baiklah, sekarang tandai dengan arsiran yang menyatakan bagian 1/3 : melakukan arsiran salah satu bagian. : Bagian yang diarsir/ditandai tersebut menyatakan pecahan berapa? : Satu pertiga : Apakah kalian bisa memberikan tanda/arsiran lain, selain yang kalian tandai tadi? : ( kembali mengarsir) : Bisa bentuk yang lain lagi? : Bisa Pak! ( kembali mengarsir) Pada Tahap Simbolik : Dapatkah kalian menuliskan lambang atau simbol satu pertiga? : Bisa pak, siswa menulis Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 13

16 : Berapa banyak keseluruhan gambar potongan persegipanjang tadi? : 3 : Jadi angka 1 pada bilangan pecahan 1/3 itu artinya apa? : satu (1) artinya bagian irisan yang ditandai atau yang diarsir : Sedangkan angka 3 pada bilangan pecahan 1/3 artinya apa? : tiga (3) bagian keseluruhan yang dipotong sama : Jadi, kalau begitu pecahan 1/3 itu dibaca apa? : sepertiga atau satu pertiga : Baiklah, kalau begitu simbol pecahan 1/3 itu artinya apa? : Satu utuh dibagi atau dipecah menjadi tiga bagian sama : Maksud saya, kalau kalian mempunyai sebuah apel, lalu makna atau arti simbol untuk pecahan 1/3 ini apa? : Sebuah apel dibelah jadi 3 bagian yang sama, lalu setiap bagian besarnya sama yaitu satu pertiga : Okey, sekarang kalau Bapak punya gambar persegi; bagian persegi yang mana sehingga disebut bagian 1/3 itu, coba gambarkan? : Yang diarsir menyatakan bagian 1/3 : Bagaimana kalau bagian-bagian belahan tadi tidak sama besar? Apakah belahan-belahan tadi masih bisa disebut bagian 1/3?Perhatikan gambar : Bukan 1/3 : Nah, di LKS kalian ada gambar-gambar bangun datar, coba berilah tanda arsiran daerah atau bagian mana yang menyatakan pecahan 1/3? : (mendekati dan mengamati siswa yang sedang berdiskusi kemudian membimbing siswa melakukan pengamatan, Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 14

17 komunikasi dan menarik kesimpulan secara jujur, bertanggung jawab dan saling bekerja sama dengan anggota kelompok) : Subjek memberi tanda bayang-bayang atau arsiran pada setiap gambar, hasil gambarnya adalah: : Apakah kalian bisa mengarsir untuk bagian-bagian yang lain yang menyatakan bagian 1/3? : Bisa Pak! Penutup : Anak-anak, apakah kalian sekarang sudah mengetahui tentang pecahan 1/3? : Sudah Pak! melanjutkan kegiatan belajar mengajar dengan memberikan kuis pada siswa untuk lebih memantapkan pemahaman siswa yang dikerjakan secara mandiri. : Karena secara umum Bapak lihat kalian sudah memahami materi pertemuan kali ini, Bapak ingin lebih memantapkan pemahaman kalian secara individu akan dilaksanakan kuis berupa tes tulis. Silahkan masukkan semua buku matematika yang ada di atas meja kalian ke dalam tas. Hanya ada satu lembar kertas dan pulpen. Bapak akan membagikan soal kuis silahkan kalian kerjakan secara mandiri dan waktu mengerjakan 15 menit. : Baik Pak. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 15

18 Setelah waktu pengerjaan kuis habis, kemudian mengumpulkan hasil jawaban siswa untuk dikoreksi jika sudah selesai dikerjakan. : Silahkan anak-anak kembali ketempat duduk masing-masing. Hari ini Bapak memberikan pekerjaan rumah untuk lebih memantapkan pemahaman kalian mengenai pecahan. Buka buku paketnya halaman 8 Latihan 1 no 2 dan 3, halaman 9 latihan 2 no 1 dan 4. PR ini dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. : Iya Pak guru. Ketua Kelas : Pada Asana. Parama Santih. Om Santih, Santih, Santih Om. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 16

19 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Untuk masalah pengoperasian bilangan pecahan dengan menggunakan teori belajar Bruner, kita bisa mengaplikasikan dengan cara berikut. a. Tahap Enaktif. Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek. b. Tahap Ikonik Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar. c. Tahap Simbolis Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. 3.2 Saran Diharapkan bagi para pendidik khususnya dalam bidang matematika dapat memberikan berbagai metode dalam pembelajaran matematika yang dapat mendukung tercapainya pembelajaran matematika yang menyenangkan, aktif, efektif, dan kreatif.. Teori Belajar Bruner Pada Materi Pecahan 17

20 DAFTAR PUSTAKA Pantazi, dkk Elementary School Students Mental Representations 0SSractions. ( Pitta- Pantazi.pdf, diakses tanggal 10 Januari 2014). Hudojo, Herman Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: IMSTEP. Soedjadi, R Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: PSMS UNESA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dilakukan secara sengaja atau tidak membutuhkan ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 1. Representasi a. Pengertian Representasi A. Kajian Pustaka Representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. A. Bruner Dan Teorinya

PEMBAHASAN. A. Bruner Dan Teorinya PENDAHULUAN Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada dari luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan, simbul

Lebih terperinci

REPRESENTASI PENYELESAIAN MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN ARITMATIKA SOSIAL OLEH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

REPRESENTASI PENYELESAIAN MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN ARITMATIKA SOSIAL OLEH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA REPRESENTASI PENYELESAIAN MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN ARITMATIKA SOSIAL OLEH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Ruberto, Rif at, dan Dwi Astuti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email : ruberto_09@yahoo.com

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN : REPRESENTASI SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN

PROSIDING ISBN : REPRESENTASI SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN REPRESENTASI SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN P -100 Wiryanto Dosen Unesa, Mhs. S3 Pendidikan Matematika Unesa e-mail: wiryantoro29@yahoo.co.id Abstrak Standar representasi (NCTM) menetapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Kajian Teori II.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Kajian Teori II.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Kajian Teori II.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika Sekolah Dasar yang terdiri dari bagian-bagian

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS ANAK USIA DINI

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS ANAK USIA DINI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS ANAK USIA DINI Wahyuni Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Langsa, Email: ayu.kamar@yahoo.co.id Abstract:This study aims to describe the ability of early childhood

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.

Lebih terperinci

TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES

TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES A. Pendahuluan Zoltan P. Dienes lahir di Hungaria pada tahun 96 dan pindah ke Inggris di usia 6 tahun. Setelah mempelajari matematika di berbagai negara,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA TABEL BERPOLA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM KONSEP PENGUKURAN SATUAN LUAS BAKU

PENGGUNAAN MEDIA TABEL BERPOLA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM KONSEP PENGUKURAN SATUAN LUAS BAKU PENGGUNAAN MEDIA TABEL BERPOLA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM KONSEP PENGUKURAN SATUAN LUAS BAKU (Studi deskriptif di kelas V SDN Sidamulya Kota Cirebon) Puputh Rusma Noermala 1 Maulana 2 Program

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN A. Paparan Data 1. Paparan Data Pra an Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengadakan studi pendahuluan di lokasi penelitian yaitu di MTs Negeri Bandung yang beralamatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Setelah melakukan uji instrumen pada beberapa jenjang pendidikan, ditemukan beberapa learning

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA

PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PENERAPAN POLA LATIHAN BERJENJANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA Abu Syafik Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Jalan KHA. Dahlan 3 Purworejo Abstrak Matematika

Lebih terperinci

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika I. Aliran Psikologi Tingkah Laku Teori Thorndike Teori Skinner Teori Ausubel Teori Gagne Teori Pavlov Teori baruda Teori Thorndike Teori belajar stimulus-respon

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Supardjo MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) MATEMATIKA Gemar Berhitung untuk Kelas III SD dan MI Semester 2 3B Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Bab I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A LATAR BELAKANG Bab I PENDAHULUAN Pecahan merupakan bagian matematika yang erat kaitannya dengan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari Sama halnya dengan bilangan asli, cacah, dan bulat, pecahan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD kelas awal oleh Rahayu Condro Murti, M.Si Belajar dan Pembelajaran Belajar : berusaha untuk memperoleh kepandaian atau

Lebih terperinci

BAB II MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN

BAB II MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN BAB II MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN A. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching 1. Pengertian Model Pembelajaran Reciprocal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi.

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi. BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Sedangkan berpikir adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara optimal. Salah satu pertanyaan mendasar yang merupakan inti dari pandangan hidup seseorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian tentang pembelajaran matematika pada materi balok dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian tentang pembelajaran matematika pada materi balok dengan BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian 1. Studi Pendahuluan Penelitian tentang pembelajaran matematika pada materi balok dengan Teori Bruner ini adalah untuk mengetahui kegiatan siswa

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) Abstrak Ketercapaian suatu pembelajaran matematika ditentukan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran matematika

Lebih terperinci

MAKALAH DASAR-DASAR DAN PROSES PEMBELAJARAN

MAKALAH DASAR-DASAR DAN PROSES PEMBELAJARAN MAKALAH DASAR-DASAR DAN PROSES PEMBELAJARAN TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA OLEH : KELOMPOK I 1. CHATRA YUDHA 2. HARDIANTI IBRAHIM 3. DEBY SURYANI M 4. ELVIANA WAHYUNI 5. DESI MUSDALIFA RAHMA

Lebih terperinci

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan perkenan-nya kami dapat menghadirkan bahan ajar yang disusun berdasarkan pada Standar Isi tahun 2006

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Analisis merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut Komaruddin (2002), analisis adalah kegiatan berpikir

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta Email : dikti@dikti.org homepage: www.dikti.org Naskah Soal Ujian Petunjuk: Naskah soal terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, dan di dalamnya terdapat pertukaran informasi dalam rangka mencapai suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pemakai buku ini sangat kami harapkan untuk penyempurnaan bahan ajar ini. Cisarua, Maret 2009 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan perkenan-nya kami dapat menghadirkan bahan ajar yang disusun berdasarkan pada Standar Isi tahun 2006

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN

IMPLEMENTASI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN Prosiding Seminar Nasional Volume 0, Nomor ISSN 3-09 IMPLEMENTASI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN Masni SMP Negeri Bua rahmanmasni@yahoo.co.id

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PERTEMUAN 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PERTEMUAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PERTEMUAN 1 Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu seluruhnya : SMP Negeri 3 Pati : Matematika : VII/Satu : Perbandingan dan Skala : 10 jam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajar mata pelajaran matematika di MI adalah kurangnya pengetahuan bagi

BAB I PENDAHULUAN. mengajar mata pelajaran matematika di MI adalah kurangnya pengetahuan bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang menyangkut pengelolaan proses belajar mengajar mata pelajaran matematika di MI adalah kurangnya pengetahuan bagi guru MI, serta

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Supardjo MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) MATEMATIKA 24B Gemar Berhitung untuk Kelas IV SD dan MI Semester Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas

Lebih terperinci

menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Ruseffendi matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur

Lebih terperinci

4. Melakukan penjumlahan. dan pengurangan bilangan sampai 20. dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah

4. Melakukan penjumlahan. dan pengurangan bilangan sampai 20. dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah A. ANALISIS SK DAN KD MATERI SISTEM BILANGAN Berikut akan dipaparkan SK dan KD yang terkait materi sistem bilangan riil untuk SD, SMP, SMA dan SMK berdasarkan BSNP dari pusat serta analisis pemetaan SK

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SMPN 1 Geger Mata Pelajaran : Matematika Kelas / Semester : VII / 1 Materi Pokok : Bilangan Bulat Alokasi waktu seluruhnya : 20 jam@ 40 menit Pertemuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perangkat Pembelajaran Siklus 1

Lampiran 1. Perangkat Pembelajaran Siklus 1 LAMPIRAN Lampiran 1 Perangkat Pembelajaran Siklus 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah : SDN Sidorejo lor 6 Mata Pelajaran Kelas/Smester Waktu : Matematika : 3 (tiga)/ii (dua) : 4 X 35 menit

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sekolah : SD Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : I/1 Tema : Diri Sendiri, Keluarga Standar Kompetensi : 1. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan

Lebih terperinci

p4tkmatematika.org Fenomena Hilangnya Tahap Melukis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Pada Geometri SMP ditulis oleh Puji Iryanti

p4tkmatematika.org Fenomena Hilangnya Tahap Melukis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Pada Geometri SMP ditulis oleh Puji Iryanti Fenomena Hilangnya Tahap Melukis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Pada Geometri SMP ditulis oleh Puji Iryanti Geometri sering dianggap sebagai bagian Matematika yang paling sulit. Banyak guru Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Obyek kajian matematika adalah benda-benda abstrak ( benda pikir ) yang disusun dalam sitem aksiomatik dengan menggunakan simbol atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. mengidentifikasi masalah pembelajaran matematika yang terdapat di kelas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. mengidentifikasi masalah pembelajaran matematika yang terdapat di kelas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini di awali dari orientasi lapangan untuk mengidentifikasi masalah pembelajaran matematika yang terdapat di kelas 2.B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dasar merupakan fondasi pada proses pendidikan selanjutnya. Keberhasilan guru dalam mendidik siswa menjadi prioritas utama bagi keberlangsungan siswa

Lebih terperinci

CONTOH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

CONTOH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR CONTOH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut Tanggal 6 s.d. 9 Agustus 200 di PPPG Matematika Oleh: Dra. Sukayati, M.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD Sufyani Prabawanto Sufyani_prabawanto@yahoo.com 6/3/2010 1 Belajar dan Pembelajaran Belajar? Upaya memperoleh kepandaian, memperoleh perubahan tingkah laku, memberi

Lebih terperinci

Representasi Mahasiswa Berkemampuan Matematika Tinggi Dalam Memecahkan Masalah Program Linier

Representasi Mahasiswa Berkemampuan Matematika Tinggi Dalam Memecahkan Masalah Program Linier 80 INOVASI, Volume XVIII, Nomor 1, Januari 2016 Representasi Mahasiswa Berkemampuan Matematika Tinggi Dalam Memecahkan Masalah Program Linier Sri Irawati dan Sri Indriati Hasanah Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Teguh Widodo SMP Negeri 3 Purworejo Jl. Mardihusodo 3 Kutoarjo, Purworejo. Abstrak

Teguh Widodo SMP Negeri 3 Purworejo Jl. Mardihusodo 3 Kutoarjo, Purworejo. Abstrak P E N I N G K A T A N H A S I L B E L A J A R F A K T O R I S A S I S U K U A L J A B A R MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN BLOK ALJABAR SISWA KELAS VIII C SEMESTER 1 SMP NEGERI 3 PURWOREJO TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebenarnya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, hal ini sesuai dengan pendapat Abdurrahman (2003, hlm. 199) dalam buku Pendidikan Bagi Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama bagi siswa untuk mempelajari kecakapan seperti: menulis, membaca, dan

BAB I PENDAHULUAN. pertama bagi siswa untuk mempelajari kecakapan seperti: menulis, membaca, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah dasar (SD) pada umumnya merupakan lembaga pendidikan pertama bagi siswa untuk mempelajari kecakapan seperti: menulis, membaca, dan menghitung. Kecapakan ini

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Supardjo MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) MATEMATIKA 22B Gemar Berhitung untuk Kelas II SD dan MI Semester Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA MOBIL MAINAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT

PENGGUNAAN MEDIA MOBIL MAINAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PENGGUNAAN MEDIA MOBIL MAINAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT Dyah Tri Wahyuningtyas Abstrak: Penggunaan Media Mobil Mainan untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi

Lebih terperinci

Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di Kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten Mamuju Utara

Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di Kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten Mamuju Utara Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di Kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten Mamuju Utara Dewi Lestari Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. A. Deskripsi Waktu Pengembangan Perangkat Pembelajaran

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. A. Deskripsi Waktu Pengembangan Perangkat Pembelajaran BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Waktu Pengembangan Perangkat Pembelajaran Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

Lebih terperinci

P 22 MEMBANGUN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BENDA KONKRET

P 22 MEMBANGUN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BENDA KONKRET P 22 MEMBANGUN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BENDA KONKRET Endang Setyo Winarni Universitas Negeri Malang Endang_Setyo_Winarni@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. 1. Teori Belajar. Menurut Tim Penyusun (2008: 23) belajar adalah berusaha untuk

BAB II KAJIAN TEORI A. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. 1. Teori Belajar. Menurut Tim Penyusun (2008: 23) belajar adalah berusaha untuk 12 BAB II KAJIAN TEORI A. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 1. Teori Belajar Menurut Tim Penyusun (2008: 23) belajar adalah berusaha untuk mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian,

Lebih terperinci

1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus Menjelaskan pengertian relasi dengan menggunakan kata-kata

1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus Menjelaskan pengertian relasi dengan menggunakan kata-kata 108 LAMPIRAN VI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP Kelas Eksperimen) Satuan Pendidikan : SMP Negeri 46 Sijunjung Kelas / Semester : VIII (Delapan)/1 (Ganjil) Mata Pelajaran : Matematika Materi Pokok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF A. Pendekatan Induktif-Deduktif Menurut Suriasumantri (2001: 48), Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi belajar diartikan

BAB II KAJIAN TEORI. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi belajar diartikan BAB II KAJIAN TEORI A. Prestasi Belajar Matematika 1. Pengertian Prestasi Belajar Para ahli memberikan pengertian prestasi belajar yang berbeda-beda. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013 tentang standart lulusan dalam Dimensi Pengetahuan menyebutkan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan faktual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelajaran matematika dimata siswa kelas I MI Ittihadil Ikhwan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelajaran matematika dimata siswa kelas I MI Ittihadil Ikhwan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran matematika dimata siswa kelas I MI Ittihadil Ikhwan Sumberdadi membosankan, rumit dan siswa sering tidak mengetahui materi yang dipelajarinya untuk apa. Hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang efektif akan dapat membantu siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran yang efektif menuntut guru untuk memahami dengan baik

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI BALONGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kode. Dok PBM.0 Edisi/Revisi A/0 Tanggal 7 Juli 207 Halaman dari RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI MATEMATIS DALAM MATERI STATISTIKA DASAR

KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI MATEMATIS DALAM MATERI STATISTIKA DASAR KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI MATEMATIS DALAM MATERI STATISTIKA DASAR Nila Kesumawati (nilakesumawati@yahoo.com) Dosen Pendidikan Matematika UPGRI Palembang Abstrak: Statistika dasar merupakan salah satu

Lebih terperinci

AYO MENABUNG!! Oleh: Sylvana Novilia S. A. Pendahuluan

AYO MENABUNG!! Oleh: Sylvana Novilia S. A. Pendahuluan AYO MENABUNG!! Oleh: Sylvana Novilia S A. Pendahuluan Pada hari Selasa, 20 September 2011 saya dan Christi Matitaputty mengunjungi SDN 21 Palembang untuk mempraktekkan pembelajaran PMRI bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang berprestasi rendah (underachievers) umumnya banyak ditemukan di sekolah,umum karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana 2.1.1 Pengertian Kemampuan Sebagaimana dikemukakan pada Bab I sebelumnya bahwa kemampuan yang dimaksud dalam bahasan ini

Lebih terperinci

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

A. Standar Kompetensi Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

A. Standar Kompetensi Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP Bhaktiyasa Singaraja Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : VII / Ganjil Tahun Ajaran : 2013-2014 A. Standar Kompetensi Memahami bentuk aljabar,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB V PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini adalah hasil tes tertulis dan wawancara terhadap 4 siswa yaitu 2 subjek yang memiliki gaya kognitif visualizer dan 2 subjek yang memiliki gaya kognitif verbalizer.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP Devi Aryanti, Zubaidah, Asep Nursangaji Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email : Thevire_yuga@yahoo.com

Lebih terperinci

TAHAPAN J. BRUNER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI SEKOLAH DASAR (SD/MI)

TAHAPAN J. BRUNER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI SEKOLAH DASAR (SD/MI) TAHAPAN J. BRUNER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI SEKOLAH DASAR (SD/MI) Retno Widyaningrum* 1 Abstract: Teaching is not only changing one s behavior but

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif, data tersebut bertujuan untuk menemukan jawaban dari rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Pengurangan Bilangan Pecahan 2.1.1 Pengertian Pecahan Menurut Sugiarto, (2006:36), pecahan adalah suatu bilangan cacah yang digunakan untuk menyatakan banyaknya anggota

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN OPERASI PADA BENTUK ALJABAR MENGGUNAKAN MODEL PERSEGI PANJANG DENGAN PENEMUAN TERBIMBING DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

PEMBELAJARAN OPERASI PADA BENTUK ALJABAR MENGGUNAKAN MODEL PERSEGI PANJANG DENGAN PENEMUAN TERBIMBING DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PEMBELAJARAN OPERASI PADA BENTUK ALJABAR MENGGUNAKAN MODEL PERSEGI PANJANG DENGAN PENEMUAN TERBIMBING DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MASALAH YANG DITEMUKAN MATEMATIKA ITU SULIT POKOK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga Alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BANGUN RUANG (1)

PEMBELAJARAN BANGUN RUANG (1) H. SufyaniPrabawant, M. Ed. Bahan Belajar Mandiri 5 PEMBELAJARAN BANGUN RUANG (1) Pendahuluan Bahan belajar mandiri ini menyajikan pembelajaran bangun-bangun ruang dan dibagi menjadi dua kegiatan belajar.

Lebih terperinci

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2 KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Matematika. : SMP/MTs. : VII s/d IX /1-2 Nama Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat saat ini, baik menyangkut materi sebagai penunjang ilmu-ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat saat ini, baik menyangkut materi sebagai penunjang ilmu-ilmu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang cukup berkembang pesat saat ini, baik menyangkut materi sebagai penunjang ilmu-ilmu yang lain maupun kegunaan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Corey, ( 1998 : 91 ) adalah suatu proses dimana. dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Corey, ( 1998 : 91 ) adalah suatu proses dimana. dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah sebuah proses perubahan didalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas siswa Pembelajaran

Lebih terperinci

Membuat Kubus dari Kertas Yuk Sambil Mempraktekkan Teori Bruner. Fadjar Shadiq, M.App.Sc. &

Membuat Kubus dari Kertas Yuk Sambil Mempraktekkan Teori Bruner. Fadjar Shadiq, M.App.Sc. & Membuat Kubus dari Kertas Yuk Sambil Mempraktekkan Teori Bruner adjar Shadiq, M.pp.Sc. (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) lat peraga sangat penting untuk membantu siswa memahami ide-ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar (SD) agar siswa mampu berpikir logis, analistis, sistematis, kritis, dan kreatif

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP DIKLAT SMP JENJANG DASAR

PEMANFAATAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP DIKLAT SMP JENJANG DASAR Kode Dok:F-PRO-016 Revisi No : 0 PEMANFAATAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP DIKLAT SMP JENJANG DASAR DISUSUN OLEH DRA.TH.WIDYANTINI, M.Si SIGIT TG, M.Si DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda di dalam lingkungannya, menemukan kembali

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Preliminary Design (Desain Permulaan) Pada tahap desain permulaan ini telah terkumpul data yang diperoleh melalui wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang tergolong ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang tergolong ilmu dasar BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang tergolong ilmu dasar dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkadang, siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata pelajaran Kelas/ semester Waktu : SMP... : Matematika : VII/ 1(satu) : 2 x 0 Menit A. Standar Kompetensi: 1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seorang guru ketika memberikan pelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika, diharapkan dapat mengoptimalkan siswa dalam menguasai konsep dan memecahkan

Lebih terperinci

MENGHITUNG KELIPATAN SAMBIL MENABUNG. (Laporan Observasi Pertama)

MENGHITUNG KELIPATAN SAMBIL MENABUNG. (Laporan Observasi Pertama) MENGHITUNG KELIPATAN SAMBIL MENABUNG (Laporan Observasi Pertama) A. PENDAHULUAN Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik menekankan kepada konstruksi dari konteks

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS LUAS DAN KELILING LINGKARAN BERDASARKAN TEORI BRUNER DI SMPN 9 PONTIANAK

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS LUAS DAN KELILING LINGKARAN BERDASARKAN TEORI BRUNER DI SMPN 9 PONTIANAK KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS LUAS DAN KELILING LINGKARAN BERDASARKAN TEORI BRUNER DI SMPN 9 PONTIANAK Eka Safitri, Agung Hartoyo, Bistari Program Studi Matematika FKIP UNTAN, Pontianak Email: eka_aja91@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGGUNAAN APLIKASI GEOGEBRA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI FUNGSI KUADRAT

PENGGUNAAN APLIKASI GEOGEBRA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI FUNGSI KUADRAT Minarto 1 PENGGUNAAN APLIKASI GEOGEBRA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI FUNGSI KUADRAT Oleh Minarto SMA Negeri 1 Bangorejo E-mail : minarto.boy@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal 4.1.1.1 Kondisi Proses Pembelajaran Kondisi pembelajaran yang terpusat pada guru terjadi pada pembelajaran matematika di

Lebih terperinci

Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Abstrak

Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang   Abstrak Pembelajaran Perkalian Pecahan Biasa. PEMBELAJARAN PERKALIAN PECAHAN BIASA BERBANTU MEDIA BENDA KONKRET: Studi Kasus Perbedaan Gender terhadap Kemampuan Matematika Siswa Kelas V SDN Sambiroto 3 Semarang

Lebih terperinci

P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR

P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR Yusuf Suryana 1, Oyon Haki Pranata 2, Ika Fitri Apriani 3 1,2,3 PGSD UPI Kampus

Lebih terperinci