IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN
|
|
- Sucianty Fanny Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN IDENTIFICATION OF QUANTITATIVE TRAITS ON MALE "TINGGIAN" AND SPRINT RACING PIGEONS Dimas Aji S*, Dani Garnida**, dan Iwan Setiawan** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran *Alumnus Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad suatumalam@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di empat lapang merpati merpati tinggian di Kecamatan Jatinangor dan dua peternak merpati balap dasar, Kabupaten Sumedang selama dua minggu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum mengenai sifat-sifat kuantitatif merpati balap tinggian jandan dewasa dan merpati balap dasar jantan dewasa. Metode penelitianyang digunakan yaitu Purposive Sampling dengan jumlah populasi 57 ekor merpati balap tinggian jantan dewasa dan 48 ekor merpati balap dasar jantan dewasa. Sifat kuantitatif merpati balap tinggian jantan dan merpati balap dasar jantan yang diteliti yaitu bobot badan, panjang paruh, lebar paruh, panjang kepala, lebar kepala, tinggi kepala, panjang leher, panjang punggung, panjang rentang sayap, tebal pangkal sayap, jarak antar tulang pubis, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki, panjang shank, jumlah bulu sayap primer, jumlah bulu ekor. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang membedakan dari merpati balap tinggian dan merpati balap dasar berdasarkan sifat kuantitatif yaitu bobot badan, lebar paruh, panjang kepala, tinggi kepala, tebal pangkal sayap, rentang panjang sayap, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki dan panjang shank. Kata kunci : merpati balap tinggian jantan dewasa, merpati balap dasar jantan dewasa, sifat-sifat kuantitatif. ABSTRACT The research was conducted in four field "tinggians" racing pigeons in Jatinangor Subdistrict and two sprint racing pigeon breeders, Sumedang District for two weeks. The study aims to determine the general description of quantitative traits of adult male "tinggian" racing pigeons and male sprint racing pigeons. The method used is purposive sampling with a population of 57 adult male "tinggian" racing pigeons and 48 adult male sprint racing pigeons. Quantitative traits of male "tinggian" racing pigeons and sprint racing pigeons studied were body weight, beak length, beak width, head length, head width, head height, long neck, long brisket, long wing span, thicknees of base wing, the distance between the pubic bone, chest widht, length chest, chest circumference, long legs, long shank, the number of primary wing feathers and tail feathers number. Based on the results of research and discussion, it can be concluded that the difference of "tinggian" racing pigeons and sprint racing pigeons on quantitative trait were body weight, beak width, head length, head height, thickness of base wing, the wing span length, chest width, length chest, chest circumference, long legs and a long shank. Keywords : adult male "tinggian" racing pigeons, adult male sprint racing pigeons, quantitative traits
2 PENDAHULUAN Burung merpati disebut juga burung dara. Kata merpati diambil dari bahasa sangsekerta yaitu Bharyapati. Merpati bersifat monogami yang selalu dijumpai hidup berpasangan dan hidup dalam kelompok. Merpati merupakan salah satu jenis burung yang cukup banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Merpati yang terdapat di Indonesia berasal dari jenis merpati lokal, merpati lokal tersebut diperkirakan berasal dari jenis merpati liar (Columba livia) yang telah lama dibudidayakan dan awal mulanya berasal dari Eropa. Ketertarikan masyarakat pada merpati hanya sebatas mudah dikembangbiakkan mudah sekali jinak, dan memiliki kemampuan terbang yang cepat. Tujuan pemeliharaan merpati secara umum terbagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai merpati balapan (racing), merpati konsumsi, merpati hias (fancy) dan merpati pos. Dari keempat jenis merpati, merpati balap adalah jenis yang cukup banyak dipelihara oleh masyarakat, karena selain pemeliharaannya mudah, pengembangbiakannya tidak sulit dan ternak afkirnya dapat dijadikan sebagai ternak pedaging, di Indonesia awalnya merpati balap dikenal sebagai ketangkasan burung merpati, yang mana sepasang merpati lokal dibuat jodoh. Selanjutnya merpati jantan dipisah agak jauh dari pasangannya. Begitu dilepas merpati jantan akan terbang menghampiri pasangan sekuat tenaga (Rachmanto, 2001). Merpati balap terbagi menjadi dua jenis, yaitu merpati balap tinggian dan merpati balap dasar. Merpati tinggian di Jawa sering disebut tomprangan atau merpati kentongan atau merpati dhuwuran. Sampai saat ini masih sedikit informasi ataupun referensi mengenai sifat kualitatif dan kuantitatif untuk merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dan juga masyarakat belum secara efisien bisa membedakan mana merpati balap tinggian dan mana merpati balap dasar. Selain itu merpati balap tinggian maupun merpati balap dasar merupakan aset bangsa yang kepemilikannya masih dipegang utuh oleh bangsa Indonesia dan termasuk salah satu sumber daya genetik unggas lokal yang perlu ditingkatkan baik potensi maupun kualitas genetiknya. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai identifikasi sifat kuantitatif merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan di Kabupaten Sumedang. BAHAN DAN METODE Burung merpati yang digunakan sebagai materi penelitian berasal dari Kabupaten Sumedang. Adapun jumlah burung merpati berjumlah 57 ekor merpati tinggian yang ada di
3 empat lapang merpati tinggian di Kecamatan Jatinangor dan 48 ekor merpati balap dasar yang terdapat di dua peternak merpati balap di Kecamatan Tomo dan Kecamatan Sumedang Utara. Pengambilan data dilaksanakan selama dua minggu. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, pita ukur, jangka sorong, kamera digital dan alat tulis. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling. Metode ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan diataskan strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Peubah yang diamati meliputi bobot badan, panjang paruh, lebar paruh, panjang kepala, lebar kepala, tinggi kepala, panjang leher, panjang punggung, panjang rentang sayap, tebal pangkal sayap, jarak antara tulang pubis, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki, panjang shank, jumlah bulu sayap (primer) dan jumlah bulu ekor. Data dianalisis secara statistik deskriptif (Sudjana, 2005), meliputi rata-rata, simpangan baku dan koefisien variasi kemudian dilakukan uji lanjut menggunakan uji T (Independent Test) untuk mengetahui perbedaan antara merpati balap tinggian dan merpati balap dasar. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penimbangan dan perhitungan dari bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Bobot badan rata-rata merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 401,14 ± 20,16 gram dan koefisien variasi 5,03%, sedangkan rata-rata bobot badan merpati balap dasar jantan dewasa 442 ± 33,13 gram dan koefisien variasi 7,48% ini menandakan bobot badan merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa bobot badan merpati balap tinggian berbeda dengan bobot badan merpati balap dasar. Bobot badan merpati balap tinggian lebih ringan karena digunakan untuk terbang tinggi di udara. Rata-rata panjang paruh merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 1,99 ± 0,18 cm dan koefisien variasi 9,05%, sedangkan rata-rata panjang paruh merpati balap dasar jantan dewasa yaitu 2 ± 0,12 cm dan koefisien variasi 6% ini menyatakan panjang paruh merpati balap tinggian
4 dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa panjang paruh merpati balap tinggian tidak berbeda dengan panjang paruh merpati balap dasar. Menurut Tanubrata (2004) paruh pendek, lurus, kuat dan ujungnya sedikit melengkung menandakan keket atau giringnya bagus, sehingga akan menunjang dalam kemaksimalkan kecepatan terbangnya. Tabel 1. Hasil dan Perhitungan Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Merpati Balap Tinggian dan Merpati Balap Dasar Jantan Dewasa Peubah yang diamati Rata-rata KV Tinggian Dasar Tinggian Dasar Bobot Badan (g) 401,14 ± 20, 16 (a) 442,81 ± 33,13 (b) 5,03% 7,48% Panjang Paruh (cm) 1,99 ± 0,18 (a) 2 ± 0,12 (a) 9,05% 6% Lebar Paruh (cm) 0,25 ± 0,04 (a) 0,19 ± 0,04 (b) 16% 21,05% Panjang Kepala (cm) 3,38 ± 0,22 (a) 3,71 ± 0,25 (b) 6,51% 6,74% Lebar Kepala (cm) 1,93 ± 0,08 (a) 1,92 ± 0,09 (a) 4,15% 4,69% Tinggi Kepala (cm) 2,38 ± 0,23 (a) 2,82 ± 0,11 (b) 9,66% 3,9% Panjang Leher (cm) 7,01 ± 0,43 (a) 7,2 ± 0,58 (a) 6,13% 8,06% Panjang Punggung (cm) 12,8 ± 0,95 (a) 12,99 ± 1,03 (a) 7,42% 7,93% Panjang Rentang Sayap (cm) 29,32 ± 1,54 (a) 30,15 ± 0,76 (b) 5,25% 2,52% Tebal Pangkal Sayap (cm) 0,59 ± 0,11 (a) 0,89 ± 0,18 (b) 18,64% 20,22% Jarak Antar Tulang Pubis (cm) 0,57 ± 0,08 (a) 0,56 ± 0,06 (a) 14,04% 10,71% Lebar Dada (cm) 7,9 ± 0,21 (a) 8,01 ± 3,87 (b) 2,66% 3,87% Panjang Dada (cm) 8,93 ± 1,05 (a) 10,84 ± 1,13 (b) 11,76% 10,41% Lingkar Dada (cm) 24,39 ± 1,09 (a) 25,12 ± 0,86 (b) 4,47% 3,42% Panjang Kaki (cm) 7,05 ± 0,37 (a) 7,4 ± 0,5 (b) 5,25% 6,76% Panjang Shank (cm) 2,91 ± 0,32 (a) 3,23 ± 0,44 (b) 11% 13,62% Jumlah Bulu Sayap (p) (helai) 9,96 ± 0,19 (a) 11,93 ± 0,32 (a) 1,91% 0% Jumlah Bulu Ekor (helai) 11,93 ± 0,32 (a) 11,92 ± 0,35 (a) 2,68% 2,94% Keterangan: n = 57 ekor(tinggian) ; n = 48 ekor (dasar) Rata-rata lebar paruh merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 0,25 ± 0,04 cm dengan koefisien variasi 16%, sedangkan rata-rata hasil penelitian lebar paruh merpati balap dasar
5 jantan dewasa yaitu 0,19 ± 0,04 cm dan koefisien variasi 21,05% ini menyatakan lebar paruh merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif beragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa lebar paruh merpati balap tinggian berbeda dengan lebar paruh merpati balap dasar, merpati balap dasar memiliki lebar paruh yang lebih pendek dan runcing dari pada merpati balap tinggian, karena lebih aerodinamis dan menambah kecepatan ketika melakukan terbang lurus. Paruh merpati balap dasar seperti moncong pesawat tempur yang bagian depan berbentuk runcing dan kecil, karena dapat menambah kecepatan terbang, ini didukung dengan teori pesawat dari Anderson (2010) yang mengatakan, untuk menambah kecepatan sebuah ujung pesawat tempur berbentuk kerucut, karena shock (keadaan transisi yang tiba-tiba kecepatannya naik melebihi kecepatan suara) berbentuk busur membentuk kerucut mendekati pangkal kerucut. Rata-rata panjang kepala merpati balap tinggian hasil penelitian 3,38 ± 0,22 cm dengan koefisien variasi 6,51%, sedangkan panjang kepala merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 3,71 ± 0,25 cm dengan koefisien variasi 6,74% ini menyatakan panjang kepala merpati balap tinggian dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang kepala merpati balap tinggian berbeda dengan panjang kepala merpati balap dasar, merpati balap dasar memiliki kepala lebih panjang dari merpati balap tinggian. Lebar kepala merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 1,93 ± 0,08 cm dengan koefisien varisi 4,15%, sedangkan lebar kepala merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 1,92 ± 0,09 cm dengan koefisien varisi 4,69% ini menyatakan lebar kepala merpati balap tinggian dan merpati dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa lebar kepala merpati balap tinggian tidak berbeda dengan lebar kepala merpati balap dasar. Tinggi kepala merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 2,38 ± 0,23 cm dengan koefisien variasi 9,66%, sedangkan tinggi kepala merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 2,82 ± 0,11 cm dengan koefisien variasi 3,9% ini menyatakan tinggi kepala merpati balap tinggian dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil
6 uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa tinggi kepala merpati balap tinggian berbeda dengan tinggi kepala merpati balap dasar, merpati balap dasar memiliki kepala lebih tinggi dari merpati balap tinggian. Berdasarkan perbedaan panjang dan tinggi kepala akan mempengaruhi bentuk dari kepala merpati, bentuk kepala merpati akan berbentuk bulat dan juga berbentuk lonjong. Menurut Sutejo (2002) yang menyatakan bahwa bentuk kepala merpati balap dasar yang baik adalah bentuk kepala merpati yang lonjong, yaitu lonjong tidak terlalu kecil atau besar. Karakteristik bentuk kepala pada merpati juga dapat membedakan antara merpati balap dasar dan merpati balap tinggian. Bentuk kepala merpati balap tinggian berbentuk bulat, ini dikarenakan merpati tersebut terbang tinggi dan tekanan udara kurang, sehingga tidak mempengaruhi gaya terbang merpati balap tinggian. Berbeda dengan merpati balap dasar yang mendapat tekanan dari udara cukup besar, sehingga diperlukan bentuk kepala yang lonjong untuk mengurangi tekanan udara, jika bentuk kepala merpati balap dasar berbentuk bulat akan mempengaruhi kecepatan terbang, karena dengan bentuk kepala bulat merpati balap dasar tersebut akan mendapatkan tekanan angin yang besar sehingga akan menghambat terhadap kecepatan terbang merpati itu sendiri. Menurut Rahmanto (2001) bentuk kepala merpati tinggian bulat, sedangkan bentuk kepala merpati dasar lonjong. Rata-rata panjang leher merpati balap tinggian jantan dewasa yaitu 7,01 ± 0,43 cm dengan koefisien variasi 6,19%, sedangkan rata-rata panjang leher merpati balap dasar jantan dewasa yaitu 7,2 ± 0,58 cm dengan koefisien variasi 8,06% ini menyatakan panjang leher merpati balap tinggian dan merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa panjang leher merpati balap tinggian tidak berbeda dengan panjang leher merpati balap dasar. Panjang leher menjadi kriteria di dalam pemilihan merpati balap dasar jantan yang memiliki tubuh proposional dapat menjaga posisi terbang terhadap udara agar tetap streamline (Tanubrata, 2004). Rata-rata panjang punggung merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 12,8 ± 0,95 cm dan koefisien variasi 7,42%, sedangkan panjang punggung merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 12,99 ± 1,03 cm dan koefisien variasi 7,93% ini menyatakan
7 panjang punggung merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa panjang punggung merpati balap tinggian tidak berbeda dengan panjang punggung merpati balap dasar. Panjang rentang sayap merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 29,32 ± 1,54 cm dengan koefisien variasi 5,25%, sedangkan panjang rentang sayap merpati balap dasar memiliki rata-rata 30,15 ± 0,76 cm dengan koefisien variasi 2,52% ini menyatakan panjang rentang sayap merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang rentang sayap merpati balap tinggian berbeda dengan panjang rentang sayap merpati balap dasar. Panjang rentangan sayap pada merpati balap dasar lebih panjang bila dibandingkan dengan merpati balap tinggian. Panjangnya sayap menunjang dalam hal kecepatan terbangnya, karena dapat mengambil dorongan angin lebih banyak ketika sayap di kepakan sehingga panjang rentang sayap menjadi sesuatu hal yang dianggap perlu dalam pemilihan merpati balap dasar jantan (Firmansyah, 2007). Merpati balap ketika sayapnya sengaja direntangkan akan menutup kembali dengan cepat ini menandakan merpati balap tersebut bagus. Rata-rata tebal pangkal sayap merpati balap tinggian 0,59 ± 0,11 cm dan koefisien varasi 18,64%, sedangkan rata-rata tebal pangkal sayap merpati balap dasar 0,89 ± 018 cm dan koefisien variasi 20,22% ini menyatakan tebal pangkal sayap merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif beragam. Hasil uji T didapat P < 0,05 artinya bahwa tebal pangkal sayap merpati balap tinggian berbeda dengan tebal pangkal sayap merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki pangkal sayap yang lebih tebal dari merpati balap tinggian. Perbedaan dari tebal pangkal sayap pada merpati balap dipengaruhi oleh faktor latihan, semakin sering merpati melakukan latihan pangkal sayap akan semakin tebal dan kuat. Dewi (2005) Menyatakan aktifitas terbang pada merpati mengandalkan otot bagian sayap, merpati balap yang lebih sering melakukan kepakan sayap akan memiliki otot yang lebih bagus, oleh karena itu merpati yang belum dilatih terbang belum memiliki perototan yang baik di tubuhnya.
8 Jarak antar tulang pubis merpati balap tinggian jantan dewasa memiliki rata-rata 0,57 ± 0,08 cm dan koefisien variasi 14,04%,sedangkan rata-rata jarak tulang pubis merpati balap dasar jantan dewasa, yaitu 0,56 ± 0,06 cm dan koefisien variasi 10,71% ini menyatakan jarak tulang pubis merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T didapat P > 0,05 artinya bahwa jarak tulang pubis merpati balap tinggian tidak berbeda dengan jarak tulang pubis merpati balap dasar. Faktor yang membedakan jarak tulang pubis adalah jantan dan betina karena untuk produksi telur. Menurut pendapat Sutejo (2002), merpati balap yang baik memiliki jarak tulang pubisnya yaitu sekitar 0,5 cm. Apabila jarak tulang pubis terlalu renggang tubuh merpati tidak aerodinamis. Tulang pubis merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan pemilihan kualitas merpati balap yang baik (Firmansyah, 2007). Rata-rata lebar dada merpati balap tinggian 7,9 ± 0,21 cm dan koefisien variasi 2,66%, sedangkan lebar dada merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 8,01 ± 0,31 cm dan koefisien variasi 3,87% ini menyatakan lebar dada merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa lebar dada merpati balap tinggian berbeda dengan lebar dada merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki dada yang lebih lebar dari pada merpati balap tinggian. Merpati balap dasar memerlukan oksigen yang banyak karena sering mengepakan sayapnya dan terbang cepat sehingga dada menjadi lebih lebar. Apabila terlalu pendek lebar dadanya menyebabkan cadangan udara (oksigen) tidak banyak disimpan (Firmansyah, 2007). Panjang dada merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 8,93 ± 1,05 cm dan koefisien variasi 11,76%, sedangkan panjang dada hasil penelitian memiliki rata-rata 9,71 ± 1,05 cm dan koefisien variasi 10,81% ini menyatakan panjang dada merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang dada merpati balap tinggian berbeda dengan panjang dada merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki dada yang lebih panjang dari pada merpati balap tinggian.
9 Lingkar dada merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 24,39 ± 1,09 dan koefisien variasi 4,47%, sedangkan lingkar dada merpati balap dasar hasil penelitian memiliki rata-rata 25,12 ± 0,86 dan koefisien variasi 3,42% ini menyatakan lingkar dada merpati balap dasar di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa lingkar dada merpati balap tinggian berbeda dengan lingkar dada merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki lingkar dada yang lebih besar dari merpati balap tinggian. Lebar dada, panjang dada, lingkar dada harus seproposional mungkin karena jika terlalu besar kecepatan terbang akan berkurang karena merpati akan tertahan oleh dorongan angin. Hal ini sependapat dengan pernyataan Firmansyah (2007), Lebar dada, panjang dada dan lingkar dada menentukan aerodinamis suatu merpati dan juga menentukan kecepatan terbang. Menurut penelitian Firmansyah (2012) lebar dada dalam, lingkar dada, panjang dada, panjang punggung dan lebar pangkal ekor sebelum dan setelah diterbangkan sama. Hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh tersebut. Rata-rata panjang kaki merpati balap tinggian jantan dewasa 7,05 ± 0,37 cm dan koefisien variasi 5,25%, sedangkan rata-rata panjang kaki merpati balap dasar jantan dewasa 7,4 ± 0,5 cm dan koefisien variasi 6,76% ini menyatakan kaki merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang kaki merpati balap tinggian berbeda dengan panjang kaki merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki kaki yang lebih panjang dari merpati balap tinggian. Kaki berfungsi sebagai penopang bobot badan pada saat tidak terbang dan juga sebagai sarana pada saat merpati mendarat (Firmansyah, 2007). Tanubrata (2004) mengatakan bahwa kaki proposional dengan jari yang kecil dan panjang digunakan untuk mengarahkan angin kebelakang setelah melewati dada pada saat terbang. Panjang shank merpati balap tinggian hasil penelitian memiliki rata-rata 2,91 ± 0,32 cm dan koefisien variasi 11%, sedangkan panjang shank merpati balap hasil penelitian memiliki rata-rata 3,23 ± 0,44 cm dan koefisien variasi 13,62% ini menyatakan panjang shank merpati balap tinggian dan merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P < 0,05 artinya bahwa panjang shank merpati balap tinggian
10 berbeda dengan panjang shank merpati balap dasar. Merpati balap dasar memiliki shank yang lebih panjang dari merpati balap tinggian, hal ini kemungkinan untuk lebih mudah mengendalikan jari-jari kaki ketika sedang terbang lurus yang rendah dalam kecepatan tinggi dan shank harus kuat dan kokoh sebab berguna untuk menahan hambatan angin, jika shank tidak kuat maka kecepatan terbang diudara akan berkurang. Menurut Firmansyah (2007) Kekuatan dan kekokohan shank penting, sama halnya dengan kaki pada merpati sebab digunakan untuk menopang seluruh bobot badannya. Merpati balap tinggian jantan dewasa memiliki jumlah bulu sayap primer rata-rata 9,96 ± 0,19 helai dibulatkan menjadi 10 helai dan koefisien variasi 1,91%, sedangkan merpati balap dasar jantan dewasa memiliki jumlah bulu sayap primer rata-rata 10 ± 0 helai dan koefisien variasi 0% ini menyatakan jumlah bulu sayap primer merpati balap balap jantan dewasa di Kabupaten Sumedang seragam. Hasil uji T tersebut di dapat P > 0,05 artinya bahwa bulu sayap merpati balap tinggian tidak berbeda dengan bulu sayap merpati balap dasar. Bulu sayap merpati balap dasar pada penelitian ini semuanya berjumlah sepuluh (normal) dikarenakan semua burung balap dasar di penelitian dijaga kondisinya dengan baik sehingga mampu berlomba dengan maksimal. Hasil ini sejalan dengan pendapat Tanubrata (2004) yang menyatakan bahwa bulu sayap primer normalnya terdiri dari sepuluh helai bulu, tetapi kadang ditemui merpati dengan bulu sayap primer dengan sebelas helai bulu pada salah satu atau kedua sayapnya. Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa sayap pada burung berfungsi memberikan dorongan pada tubuh sehingga menambah kecepatan terbang. Bulu sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang. Jumlah bulu ekor primer merpati balap tinggian rata-rata 11,93 ± 0,32 helai dibulatkan menjadi 12 helai dan koefisien variasi 2,68%, sedangkan jumlah bulu ekor primer merpati balap dasar rata-rata 11,92 ± 0,35 helai dibulatkan menjadi 12 helai dan koefisien variasi 2,94% ini menyatakan jumlah bulu ekor primer merpati balap dasar jantan dewasa di Kabupaten Sumedang relatif seragam. Hasil uji T tersebut didapat P > 0,05 artinya bahwa bulu ekor merpati balap tinggian tidak berbeda dengan bulu ekor merpati balap dasar. Hasil penelitian ini sejalan
11 dengan pendapat sutejo (2002) bulu ekor merpati balap rata-rata berjumlah dua belas helai, hal ini menunjukan keadaan (jumlah bulu) maksimal (lengkap). Jumlah bulu ekor harus berjumlah lengkap karena bulu ekor berpengaruh ketika terbang di udara, karena bulu ekor bisa menjadi kemudi ketika akan berbelok. Menurut Dewi (2005) Bulu ekor akan berpengaruh pada saat pendaratan yaitu memungkinkan pendaratan yang keras. Bulu ekor Pada merpati balap tinggian di Kabupaten Sumedang kondisinya sebagian besar berjumlah normal. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang membedakan dari merpati balap tinggian dan merpati balap dasar berdasarkan sifat kuantitatif yaitu bobot badan, panjang kepala, tinggi kepala, lebar paruh, tebal pangkal sayap, rentang panjang sayap, lebar dada, panjang dada, lingkar dada, panjang kaki dan panjang shank. Disarankan dalam menentukan standarisasi merpati balap tinggian jantan dewasa dan juga merpati balap dasar jantan dewasa yang berkualitas, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan sifat kuantitatif dengan kecepatan terbang. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, pembimbing, dan rekan-rekan yang telah meluangkan waktu, bimbingan, motivasi, dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.D Fundamentals of Aerodynamics. Five Edition. McGraw-Hill. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dewi, D. R. K Karakteristik Sifat Kualitatif Merpati Balap Di Kabupaten Bondowoso. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
12 Firmansyah, F Identifikasi Bobot Badan Dan Ukuran-Ukuran Tubuh Pada Merpati Balap Dasar Jantan Dewasa. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Sumedang. Firmansyah, R Karakteristik Dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rachmanto Beternak dan Mencetak Merpati Menjadi Jago Balap dan Raja Awan. Penerbit Kanisus. Yogyakarta. Sudjana Metode Statistik. Edisi lima. Penerbit Tarsito. Bandung Sutejo Merpati Balap. Penebar Swadaya. Jakarta. Tanubrata, H. Dan U. S. R. Syamkhard Menghasilkan Merpati Balap Sprint Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Tyne, J. V & A. J. Berger Fundamentals of Ornithology. 2 nd ed.a Willey Interscience Publication. John Wiley and Sons. NewYork-London-Sidney-Torontalo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna
Lebih terperinciIdentifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan
IDENTIFIKASI BOBOT BADAN DAN UKURAN UKURAN TUBUH ITIK BALI (Kasus Di Kelompok Ternak Itik Manik Sari Dusun Lepang Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali) IDENTIFICATION OF
Lebih terperinciIdentifikasi Sifat-Sifat Kuantitatif Burung Puyuh...Listiana
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF BURUNG PUYUH TEGALAN LORENG (Turnix suscitator atrogularis) (Di Daerah Gunung Tilu, Desa Cihonje, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) IDENTIFICATION
Lebih terperinciPengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan.
PENGUKURAN SIFAT-SIFAT KUANTITATIF Coturnix coturnix Japonica JANTAN LOKAL DAN Coturnix coturnix Japonica JANTAN LOKAL HASIL SELEKSI MEASUREMENT OF QUANTITATIVE TRAITS OF LOCAL MALE Coturnix Coturnix Japonica
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan
Lebih terperinciIdentifikasi Sifat-Sifat Kuantitatf Pada Kalkun... Fauzy Eka Ferianto
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KALKUN (Meleagris gallopavo) JANTAN DAN BETINA DEWASA IDENTIFICATION OF QUANTITATIVE TRAITS OF ADULT MALE AND FEMALE TURKEYS (Meleagris gallopavo) ABSTRAK Fauzy Eka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai alasan diantaranya adalah burung lebih mudah dilihat dari hewan lain. Beberapa burung memiliki
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL Different Characteristics of The Male Body and Columba
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF PUYUH MALON BETINA DEWASA
IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF PUYUH MALON BETINA DEWASA IDENTIFICATION OF QUALITATIVE AND QUANTITATIVE TRAITS ON ADULT FEMALE MALON QUAIL Oktafan Pasadena*, Endang Sudjana**, Iwan Setiawan**
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )
TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya
Lebih terperinciEvaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta
Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Perlengkapan penelitian 3.1.1 Objek ternak dan jumlah sampel Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica jantan lokal dan Coturnix coturnix
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati
TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR CHARASTERISTIC AND BODY SIZE IDENTIFICATION OF FRIES HOLLAND DAIRY COW IN KAWASAN USAHA PETERNAKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak
Lebih terperinciKorelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji
Korelasi antara Nilai Frame Score dan Muscle Type dengan Bobot Karkas pada Sapi Kebiri Australian Commercial Cross (Studi Kasus di Rumah Potong Hewan Ciroyom, Bandung) Correlation between Frame Score and
Lebih terperinciMORFOMETRIK ANAK SAPI BALI HASIL PERKAWINAN ALAMI DAN INSEMINASI BUATAN YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF DI KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR
SKRIPSI MORFOMETRIK ANAK SAPI BALI HASIL PERKAWINAN ALAMI DAN INSEMINASI BUATAN YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF DI KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR UIN SUSKA RIAU ASRIADI 10881004132 JURUSAN ILMU
Lebih terperinciSIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA
SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba
14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Domba Lokal betina dewasa sebanyak 26 ekor dengan ketentuan domba
Lebih terperinciKarakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT
KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH
KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN Ricky
Lebih terperinciEVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)
EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang) CHARACTERISTICS EVALUATION OF DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND (A Case Study at KPSBU Lembang)
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan
7 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Karakterisasi Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2016 - Oktober
Lebih terperinciPENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN)
PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN) (Morphometric Evaluation of Merawang Chicken: a Case Study at BPTU Sapi Dwiguna
Lebih terperinciPenyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A
PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER DAN RUMUS ARJODARMOKO TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL SAPI PASUNDAN DI KABUPATEN GARUT (Kasus di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut) DEVIATION OF PRESUMPTION
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA KALKUN (Meleagris gallopavo sp.) JANTAN DAN BETINA DEWASA
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA KALKUN (Meleagris gallopavo sp.) JANTAN DAN BETINA DEWASA IDENTIFICATION OF QUALITATIVE CHARACTERISTICS ON MALE AND FEMALE ADULT TURKEY (Meleagris gallopavo sp.)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah deskriptif,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),
1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL
LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL KORELASI ANTARA BOBOT BADAN DENGAN UKURAN-UKURAN TUBUH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF ANSAR HALID NIM. 621409005 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI
Lebih terperinciMETODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi
Lebih terperinciHubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 23-28 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah
Lebih terperinciIII.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di
III.METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. 3.2 Materi Materi penelitian adalah ternak domba
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Ciamis (Jawa Barat), Tegal (Jawa Tengah) dan Blitar (Jawa Timur). Waktu penelitian dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu pengukuran
Lebih terperinciRelationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.
Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Oleh *APRIYANTO BAKARI, ** NIBRAS K. LAYA, *** FAHRUL ILHAM * Mahasiswa Progra Studi Peternakan
Lebih terperinciKECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH
KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRACT The Flight Speed
Lebih terperinciPenyimpangan Bobot Badan dengan Rumus Winter Alfi Fauziah
PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN BERDASAR RUMUS WINTER TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB DEVIATION OF ESTIMATED BODY WEIGHT BASED ON WINTER FORMULA TO ACTUAL BODY WEIGHT OF POLO
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak
Lebih terperinciHubungan Antara Suara dengan Bagian Tubuh Ayam Kokok Balenggek Jantan..Rifki M.H HUBUNGAN ANTARA SUARA DENGAN BAGIAN TUBUH AYAM KOKOK BALENGGEK JANTAN
HUBUNGAN ANTARA SUARA DENGAN BAGIAN TUBUH AYAM KOKOK BALENGGEK JANTAN CORRELATION BETWEEN THE SOUND WITH BODY PARTS MALE COCK CROWING BALENGGEK Rifki Muhammad Husein*, Dani Garnida**, Dudi** Fakultas Peternakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir
Lebih terperinciANALISIS UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL DI KOTA PADANG PADA JENIS KELAMIN BERBEDA
SKRIPSI ANALISIS UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL DI KOTA PADANG PADA JENIS KELAMIN BERBEDA Oleh : Yuliana 10981008368 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
Lebih terperinciIdentifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF AYAM WARENG TANGERANG DI UPT BALAI PEMBIBITAN TERNAK DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DESA CURUG WETAN KECAMATAN CURUG KABUPATEN TANGERANG Andika Mahendra*, Indrawati Yudha
Lebih terperinciPERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT
PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)
KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut) CHARACTERISTICS OF LACTATION DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND (A Case at Koperasi Peternak Garut
Lebih terperinciIdentifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif...Deddy Arwan Sihite
IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF BABI LOKAL DI KECAMATAN SIANJUR MULAMULA, KABUPATEN SAMOSIR, PROVINSI SUMATERA UTARA Deddy Arwan Sihite*, Sauland Sinaga, dan Primiani Edianingsih Universitas
Lebih terperinciSTUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT
STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI
Lebih terperinciPERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN
PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.
1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan
Lebih terperinciL a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1
L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 PERSAMAAN LAJU PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL JANTAN DAN BETINA UMUR 1-12 BULAN YANG DITINJAU DARI PANJANG BADAN DAN TINGGI PUNDAK (Kasus Peternakan Domba Di
Lebih terperinciPenyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual
Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Deviation of Local Sumba Horse Body Weight Between Actual Body Weight Based on Lambourne Formula Nurjannah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor
MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian
Lebih terperinciKarakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R
KARAKTERISTIK EKSTERIOR TELUR TETAS ITIK PERSILANGAN RCp (Rambon x Cihateup) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR EXTERIOR CHARACTERISTICS OF HATCHING EGGS ON RCp (Rambon x Cihateup) CROSSBREED DUCK
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama
Lebih terperinciIII. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).
III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini
Lebih terperinciPENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG
PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK
Lebih terperinciStudy Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus
STUDI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH ANTARA KAMBING JANTAN BOERAWA DAN PADA MASA DEWASA TUBUH DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS Study Characteristics and Body Size between Goats Males
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING
HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Agung Gilang Pratama*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Desa Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar Provinsi Riau, pada bulan Oktober sampai November 2014. 3.2.
Lebih terperinciSifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi
SIFAT-SIFAT KUANTITATIF DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YEARLING PADA MANAJEMEN PEMELIHARAAN SECARA TRADISIONAL DI PESISIR PANTAI SELATAN KABUPATEN GARUT QUANTITATIVE TRAITS OF THIN TAIL SHEEP RAM YEARLING IN
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH
HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH (The Correlation between body measurements and body weight of Wonosobo Rams in Wonosobo
Lebih terperinciKARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN
KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan
Lebih terperinciPerforma Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar
PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix-coturnix Japonica) HASIL PERSILANGAN WARNA BULU HITAM DAN COKLAT THE PRODUCTION PERFORMANCE OF LAYING QUAIL (Coturnix-coturnix Japonica) COME FROM BLACK AND BROWN
Lebih terperinciKarakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi
Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi (Morphological Characteristics of Timor Deer (Rusa timorensis) In Indonesian Research Institute for Animal Production)
Lebih terperinciPerforma Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase
PERFORMA PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PETELUR BETINA SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN GROWTH PERFORMANCE (Coturnix coturnix japonica)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul
Lebih terperinciIdentifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak
Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas
Lebih terperinciEvaluasi Penyimpangan Bobot Badan...Muhammad Iqbal
EVALUASI PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN BERDASARKAN RUMUS WINTER TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA SAPI PASUNDAN EVALUATION OF ESTIMATED BODY WEIGHT BASE ON WINTER FORMULA AND ACTUAL BODY WEIGHT DEVIATION
Lebih terperinciPENYIMPANGAN BOBOT BADAN MENURUT RUMUS SCHOORL TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB
PENYIMPANGAN BOBOT BADAN MENURUT RUMUS SCHOORL TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB THE DIVERGENCE OF BODY WEIGHT USING THE SCHOORL FORMULA TO ACTUAL BODY WEIGHT OF POLO PONY
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sejarah Perkembangan Puyuh Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan terhadap burung puyuh. Mula-mula ditujukan untuk hewan kesenangan dan untuk kontes
Lebih terperinciHubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil
HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. olahraga polo. Tinggi kuda polo berkisar antara 142 sampai dengan 159 cm
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kuda Polo Kuda yang menjadi objek penelitian adalah kuda yang sedang aktif olahraga polo. Tinggi kuda polo berkisar antara 142 sampai dengan 159 cm dengan rataan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar
Lebih terperinciCIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK
CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4-7 tahun sebanyak 33 ekor yang mengikuti perlombaan pacuan kuda
16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian adalah kuda Sumba jantan yang berumur 4-7 tahun sebanyak 33 ekor yang mengikuti perlombaan
Lebih terperinciBAHAN/OBJEK DAN METODE PENELITIAN. sebanyak 25 ekor, yang terdiri dari 5 ekor jantan dan 20 ekor betina dan berumur
15 III BAHAN/OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah kuda polo sebanyak 25 ekor, yang terdiri dari 5 ekor jantan
Lebih terperinciPengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati
Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Erna Winarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jln. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman, Yogyakarta E-mail:
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur
14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu
Lebih terperinciUKURAN LINIER TUBUH BABI LOKAL TIMOR JANTAN YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF Redempta Wea dan Theresia Koni ABSTRACT
PARTNER, TAHUN 19 NOMOR 1, HALAMAN 33-42 33 UKURAN LINIER TUBUH BABI LOKAL TIMOR JANTAN YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF Redempta Wea dan Theresia Koni Program Studi Produksi Ternak Politeknik Pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak
Lebih terperinciPEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)
PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan
Lebih terperinciSifat Kualitatif dan Kuantitatif Babi Lokal...Edrin
IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF BABI LOKAL DEWASA DI KECAMATAN SUMBUL, KABUPATEN DAIRI, SUMETERA UTARA IDENTIFICATION OF QUALITATIVE AND QUANTITATIVE NATURE OF THE LOCAL PIG ADULTS IN SUBDISTRICT
Lebih terperinciPERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS
1 PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS Eka Trismiati 1, Mudawamah 2 dan Sumartono 3 1. Jurusan Peternakan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG
KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG (The Qualitative Characteristic and Body Size of Tangerang-Wareng Chicken) T. SUSANTI, S. ISKANDAR dan S. SOPIYANA Balai Penelitian
Lebih terperinci