BAB II KAJIAN PUSTAKA. karakteristik atau perilaku logam, ditinjau dari sifat mekanik (kekuatan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. karakteristik atau perilaku logam, ditinjau dari sifat mekanik (kekuatan,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metalurg Materal Regulator LPG Metalurg ddefnskan sebaga suatu lmu yang mempelaar karakterstk atau perlaku logam, dtnau dar sfat mekank (kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan lelah, dsb.), fsk (konduktvtas panas, lstrk, massa ens, magnetk, optk, dsb.), kma (ketahanan koros, dsb.) dan teknolog pengolahannya (Kusharanto, 2007). Untuk menghaslkan suatu produk berbahan logam tertentu, beberapa aspek pentng perlu dperhatkan, antara lan: Komposs kma logam (logam apa yang akan dplh, apakah baa atau alumnum paduan, unsur-unsur apa yang dbutuhkan). Struktur mkro (bagamana struktur mkro yang ada dkatkan dengan kekuatan dan bagamana mengontrol kekuatannya). Proses pembuatan (pemlhan proses pembuatan yang dkatkan dengan hasl yang akan dperoleh). Penamplan/harga (bagamana raso kekuatan terhadap massa ens, bagamana sfat mampu bentuknya, berapa ongkos produksnya). Pada tugas akhr n, beberapa karakterstk bahan yang memberkan kontrbusnya secara sgnfkan terhadap proses produks regulator, antara lan: sfat mekank bahan (kekuatan dan keuletan), sfat fsk (massa ens/denstas dan ttk lebur), sfat kma (ketahanan koros), dan masalah baya bahan. 6

2 . Denstas a. Defns Denstas Denstas adalah massa (m) per unt volume (V). Perubahan temperatur tdak berpengaruh sgnfkan terhadap denstas materal, walaupun materal mengembang ketka dpanaskan, perubahan ukurannya relatf sangat kecl b. Pengukuran dan Satuan Denstas Massa materal sangat mudah dan dengan akurat dapat dukur dalam neraca yang peka, tap volume lebh sult untuk dukur. Suatu nla pendekatan dapat dperoleh melalu bentuk sederhana dar dmensnya. Untuk pengukuran yang lebh akurat dapat dbuat dengan pengukuran umlah ar yang dpndahkan dar suatu kotak ar ketka keseluruhan obyek terbenamkan. Denstas dnyatakan dalam kg/m 3. Kadang denstas dnyatakan relatf terhadap ar, yatu denstas relatf = denstas/denstas ar (denstas ar = 000 kg/m 3 ). c. Permasalahan Desan Denstas Bobot suatu produk merupakan faktor yang sangat basa dalam desan. Dalam sstem tertentu, desan rngan sangat pentng, suatu komponen kuat pada bobot rendah, tap dalam beberapa permasalahan desan denstas tngg dperlukan. Jad kuanttas denstas n tergantung pada keperluan dan tuntutan produk. 7

3 2. Ttk Lebur a. Defns Ttk Lebur Ttk lebur suatu padatan merupakan rentang temperatur d mana teradnya perubahan keadaan dar padat ke car (Wkpeda, 2007). Pada ttk lebur fase padat dan car berada dalam kesetmbangan, ttk lebur relatf tdak senstf terhadap tekanan karena transs padat-car merepresentaskan sedkt perubahan dalam volume. b. Pengukuran dan Satuan Ttk Lebur Suatu peralatan standard untuk pengukuran ttk lebur bahan secara sederhana dengan capllary method: spesmen dtempatkan dalam suatu pemanas (lqud bath atau metal block) dalam tabung kaca tps, dtempatkan uga termometer, damat secara vsual sampa spesmen mencar. Pada peralatan mutahr, spesmen dtempatkan dalam suatu balok pemanas, dan pendeteksan optkal dotomatskan. Satuan ttk lebur n bsa o C (sstem metrk) atau o F (sstem Inggrs). c. Permasalahan Desan Ttk Lebur Untuk materal bahan yang akan dgunakan sebaga peralatan proses produks yang bekera pada temperatur tngg, sepert cetakan (des) pada proses de castng, ttk lebur tngg sangat dperlukan. Sedang pada materal bahan yang akan dgunakan sebaga produk 8

4 ataupun peralatan proses d mana tdak dgunakan/bekera pada temperatur tngg, ttk lebur rendah lebh dngnkan. 3. Kekuatan a. Defns Kekuatan Konsep kekuatan bahan katannya dengan metalurg mekans, bsa delaskan berdasarkan suatu konsep dasar, yatu kurva regangantegangan (stress-stran). σ Tegangan Regangan ε Gambar 2.. Kurva Regangan (ε ) Tegangan (σ ).. Kekuatan Tark Maksmum, 2. Kekuatan Luluh, 3. Batas Tegangan Proporsonal, 4. Tegangan Tatah, 5. Kekuatan Luluh Offset (e = 0.002).(Sumber: Deter, 996 ) Dalam kasus regulator n, kekuatan bahan yang dadkan prortas kaan dalam proses produks, melput: kekuatan luluh (yeld strength) dan kekuatan tark maksmum (ultmate tensle strength). Kekuatan 9

5 luluh (yeld strength) adalah ketahanan suatu bahan tehadap deformas plastk (Van Vlack, 986). Suatu materal yang kuat dperlukan beban tngg untuk mengubah bentuk secara permanent (atau patah). Kekuatan luluh n sebaga representas dar batas kelnearan hubungan regangan-tegangan, d mana hukum Hooke mash berlaku. Sebelum melewat ttk luluh (yeld pont), perubahan bahan mash bersfat elastk, ad ketka beban dhlangkan, bahan akan kembal ke bentuk semula. Sementara kekuatan tark maksmum (ultmate strength) adalah beban maksmum dbag luas penampang lntang awal benda u. Kekuatan tark maksmum n merepresentaskan tegangan (stress) maksmum yang mash bsa dtahan bahan. Besaran n auh lebh prakts untuk menentukan kekuatan bahan (Deter, 996). b. Pengukuran dan Satuan Kekuatan Nla besaran kekuatan bahan bsa dperoleh dengan melakukan penguan, u tark dan tekan. Namun yang serng dgunakan hasl penguannya adalah hasl dar u tark. Pada sstem penguan tark, materal du dengan cara dtark secara gradual hngga patah, materal logam u yang umum berbentuk rod (Gambar. 2.2). Gambar Bentuk Dasar Spesmen U Tark 0

6 Adapun spesfkas tekns u tark sesua dengan SNI (BSN, 989). Hasl dar sstem u tark adalah kurva hubungan tegangan vs regangan. Tegangan (σ) ddefnskan melalu relas berkut : F σ = (2.) A o F merupakan gaya sesaat yang bekera pada spesmen, Ao merupakan luas permukaan awal spesmen sebelum mengalam pembebanan. Regangan (є) ddefnskan sebaga perbandngan antara pertambahan panang (l f -l 0 ) terhadap panang awal (l 0 ): l f lo l ε = = (2.2) l 0 l 0 Pada alat u tark yang modern, nla besaran regangan-tegangan dan hubungannya dengan besaran kekuatan bahan, bsa dketahu secara real tme. Kekuatan dtentukan oleh tegangan, yatu gaya per luasan, sehngga satuannya N/m 2 atau Pascal ( Pascal = N/m 2 ; Mpa = N/mm 2 ). c. Permasalahan Desan Kekuatan Banyak komponen engneerng ddesan untuk menghndar kegagalan (falure) oleh kekuatan luluh sampa teradnya retak. Pada banyak kasus, kekuatan tngg dperlukan pada bobot rendah.

7 4. Keuletan a. Defns Keuletan Keuletan (elongaton) adalah suatu ukuran kelenturan (ductlty) suatu materal dkatkan dengan besar regangan permanent sebelum perpatahan (Van Vlack, 986). Materal yang lentur akan mendapat pemanangan tngg. Materal rapuh menunukkan pemanangan sangat rendah sebab mereka tdak secara plastk mengubah bentuk. b. Pengukuran dan Satuan Keuletan Cara untuk memperoleh nla keuletan dar u tark adalah regangan teknk pada saat patah e f dan pengukuran luas penampang pada patahan q. Kedua sfat n ddapat setelah terad patah, dengan menaruh benda u kembal dan mengukur L f dan A f (Deter, 996) e f L f L0 = x 00% (2.3) L 0 A0 A f q = x00% (2.4) A 0 Karena keuletan sama dengan kegagalan regangan (falure stran), maka tdak punya satuan, tetap serng dsampakan dalam % elongas. c. Permasalahan Desan Keuletan Keuletan merupakan komponen pentng yang menyerap energ dalam mengubah bentuk secara plastk. Keuletan adalah pentng dalam memproduks-mengukur berapa banyak pembengkokan dan 2

8 membentuk suatu materal dapat bertahan tanpa terpatahkan. 5. Ketahanan Koros a. Defns Ketahanan Koros Ketahanan koros merupakan sfat kma bahan berupa ndeks yang menyatakan kuanttas kualtas bahan berkatan dengan resstensnya terhadapap lngkungan yang korosf. Sebelum mengetahu ketahanan koros bahan, kta wab terlebh dahulu tahu tentang koros. Koros adalah kerusakan atau degradas logam akbat reaks dengan lngkungan yang korosf. Koros dapat uga dartkan sebaga serangan yang merusak logam karena logam bereaks secara kma atau elektrokma dengan lngkungan (Faraq, 997) b. Pengukuran dan Satuan Ketahanan Koros Koros secara umum terad karena nteraks dengan lngkungan korosf uga karena retak akbat resdual stress atau gabungan keduanya. Untuk setap produk yang dbuat melalu proses manufaktur (castng dan assemblng), koros dsebabkan oleh lngkungan dan akbat proses produks yang lebh dkenal dengan stlah Stress Corroson Crackng (SCC). Penguan SCC yang dlakukan d Puslt Tenaga Lstrk dan Mekatronk-LIPI dengan standard ASTM G44. Spesmen alumunum yang telah dpoles dcelup pada larutan 3.5 % NaCl selama 0 ment. Kemudan spesmen dbarkan d udara terbuka 3

9 selama 50 ment. Penguan dulang kembal dan dlakukan selama 0 har. Pengamatan dlakukan pada permukaan spesmen dmana setelah penguan ddapatkan beberapa profl defects sepert retak dan mcro hole. Analsa kualtatf dan kuanttatf dlakukan dengan tuuan untuk mendapatkan spesmen yang memlk ketahanan terhadap SCC yang palng bak. Dtnau dar struktur mkronya bahwa persebaran unsur paduanya merata d semua permukaan u. Semakn merata/melarut unsur paduan dengan alumnum, ketahanan koros semakn tngg. Analsa kuanttatf bsa dlakukan dengan cara spesmen dtmbang sebelum dan sesudah pencelupan, nla selshnya per satuan waktu pencelupan dsebut lau koros, d mana yang terendah yang terbak. b. Permasalahan Desan Ketahanan Koros Koros dapat dcegah (mnmal dperlambat) dengan cara pelapsan permukaan logam dengan pengecatan, dengan bahan polmer, maupun dengan logam tahan koros sepert nkel-krom. Koros tdak hanya dsebabkan oleh kandungan uap ar yang tngg d udara, tetap uga oleh suhu benda (logam) yang tngg pada saat operas atau karena proses asemblng. Karena tu, dperlukan bahan pelapsan yang tahan panas sekalgus tahan oksdas sehngga logam tdak mengalam koros dan memnmalsaskan pemberan stress berlebhan bak pada proses asemblng maupun pada penggunaannya dalam kehdupan sehar-har. 4

10 7. Baya Bahan a. Defns Baya Bahan Baya (cost) suatu produk tdak sama dengan harganya (prce). Baya (cost) adalah seberapa banyak pabrkan harus membayar tu, sedang harga (prce) adalah produk apa yang untuk dual, perbedaan/selshnya adalah laba b. Pengukuran dan Satuan Baya Bahan Materal pada umumnya dual berdasar berat tmbangan atau oleh ukuran. Harga materal kemudan dnyatakan sebaga harga per unt berat atau harga per unt volume. Materal tersebut pada umunya dbentuk ke dalam stock tem standard (msalnya sheet atau tube) sebelum dbel oleh pabrkan. Baya dapat dtentukan sebaga baya per unt massa, dalam Rp/kg, atau baya per unt volume, dalam Rp/m 3. Tentu saa mata uang lan dapat dgunakan sebaga gant rupah, pasar nternasonal basanya menggunakan US$. c. Permasalahan Desan Baya Bahan Manfaat dar kebanyakan desan adalah memnmas baya. Baya hanya menad lebh sedkt pentng ketka capaan produk adalah segalanya kepada pelanggan dan mereka sap membayar untuk tu. Untuk ndustr logam sendr baya bahan dsesuakan dengan keperluan desan dan keadaan pasar. 5

11 B. Multple Attrbute Decson Makng (MADM). Multple Crtera Decson Makng (MCDM) a. Defns dan Komponen MCDM Multple Crtera Decson Makng (MCDM) merupakan teknk pengamblan keputusan dar beberapa plhan alternatf yang ada. D dalam MCDM n ada beberapa komponen umum yang akan dgunakan (Janko, 2005): ) Alternatf, obek-obek yang berbeda dan memlk kesempatan yang sama untuk dplh oleh pengambl keputusan 2) Atrbut, serng uga dsebut sebaga karakterstk, komponen, atau krtera keputusan. Meskpun pada kebanyakan krtera bersfat satu level, namun tdak menutup kemungknan adanya sub krtera yang berhubungan dengan krtera yang telah dberkan. 3) Konflk antarkrtera. Beberapa krtera basanya mempunya konflk antara satu dengan yang lannya, msalnya krtera keuntungan akan mengalam konflk dengan krtera baya. 4) Bobot keputusan. Bobot keputusan menunukan kepentngan relatf dar setap krtera, W = (w, w 2,, w n ). pada MCDM akan dcar bobot kepentngan dar setap krtera. 5) Matrks keputusan. Suatu matrks keputusan X yang berukuran m x n, bers elemen x, yang merepresentaskan ratng dar alternatf A ( =,2,,m) terhadap krtera C (=,2,,n). 6

12 b. Jens MCDM Berdasar tuuannya, MCDM ada dua model (Zmermann, 99), yatu: ) Multple Obectve Decson Makng (MODM) MODM menyangkut masalah perancangan (desgn), d mana teknk-teknk matematk optmas dgunakan, untuk umlah alternatf sangat besar (sampa dengan tak berhngga) dan untuk menawab pertanyaan apa (what) dan berapa banyak (how much). 2) Multple Attrbute Decson Makng (MADM) MADM menyangkut masalah pemlhan, d mana analsa matematk tdak terlalu banyak dbutuhkan atau dapat dgunakan untuk pemlhan hanya terhadap seumlah kecl alternatf saa. 2. Konsep Dasar Multple Attrbute Decson Makng (MADM) a. Defns Secara umum model MADM dapat ddefnskan sebaga berkut (Zmermann, 99): Msalkan A = {a =,, n} adalah hmpunan alternatf-alternatf keputusan dan C = {c =,, m} adalah hmpunan tuuan yang dharapkan, maka akan dtentukan alternatf x o yang memlk deraat harapan tertngg terhadap tuuan-tuuan yang relevan c. b. Tahapan Multple Attrbute Decson Makng (MADM) Sebagan besar pendekatan MADM dlakukan melalu dua langkah (Kusumadew, 2006), yatu: pertama, melakukan agregas 7

13 terhadap keputusan-keputusan yang tanggap terhadap semua tuuan pada setap alternatf, kedua, melakukan perangkngan alternatfalternatf keputusan tersebut berdasarkan hasl agregas keputusan Dengan demkan bsa dkatakan bahwa, masalah MADM adalah mengevaluas m alternatf A (=, 2,., m) terhadap sekumpulan atrbut atau krtera C (=, 2,, n), d mana setap atrbut salng tdak bergantung satu sama lanya. Matrks keputusan setap alternatf terhadap setap atrbut, X, dberkan sebaga: x x2 X = M xm x x x 2 22 M m2 L L L x x n xn M mn (2.5) D mana x merupakan ratng knera alternatf ke- terhadap atrbut ke-. Nla bobot yang menunukan tngkat kepentngan relatf setap atrbut, dberkan sebaga, w: w = {w, w 2,..., w n } (2.6) Ratng knera (X), dan nla bobot (w) merupakan nla utama yang merepresentaskan preferens absolut dar pengambl keputusan. Masalah MADM dakhr dengan proses perankngan untuk mendapatkan alternatf terbak yang dperoleh berdasarkan nla keseluruhan preferens yang dberkan (Yeh, 2002). 8

14 c. Metode Penyelesaan Masalah MADM ) Smple Addtve Weghtng Method (SAWM) Metode SAW serng uga dkenal dengan stlah metode penumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencar penumlahan terbobot dar ratng knera pada setap alternatf pada semua atrbut (Fsburn, 967). Metode SAW membutuhkan normalsas matrks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat dperbandngkan dengan semua ratng alternatf yang ada. Proses normalsasnya adalah sebaga berkut : x Jka adalah atrbut keuntungan (beneft) Max x r = Mn x (2.7) Jka adalah atrbut baya (cost) x D mana r adalah ratng knera ternormalsas dar alternatf A pada atrbut C ; =,2,...,m dan =,2,...,n. Nla preferens untuk setap alternatf (V ) dberkan sebaga: V = n = w r (2.8) Nla V yang terbesar mengdkaskan bahwa alternatf A terplh. 2) Weghted Product (WP) Metode WP menggunakan perkalan untuk menghubungkan ratng atrbut, d mana ratng setap atrbut harus dpangkatkan dulu dengan bobot atrbut yang bersangkutan (Yoon, 9

15 999). Proses n sama halnya dengan proses normalsas. Preferens untuk alternatf A dberkan sebaga berkut : S = n = x w (2.9) dengan =,2,...,m. D mana w =, w adalah pangkat bernla postf untuk atrbut keuntungan, dan bernla negatf untuk atrbut baya. Preferens relatf dar setap alternatf, dberkan sebaga: V n w x = = n w ( x * ) (2.0) Nla V yang terbesar mengdkaskan bahwa alternatf A terplh. 3) Technque for Order Preference by Smlarty to Ideal Soluton (TOPSIS) TOPSIS ddasarkan pada konsep d mana alternatf terplh tdak hanya memlk arak terpendek dar solus deal postf, namun uga memlk arak terpanang dar solus deal negatf (Hwang, 98). Konsep n banyak dgunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesakan masalah keputusan secara prakts. Hal n dsebabkan: konsepnya sederhana dan mudah dpaham; komputasnya efsen; dan memlk kemampuan untuk 20

16 mengukur knera dar alternatf-alternatf keputusan dalam bentuk matemats sederhana. TOPSIS membutuhkan ratng knera setap alternatf A pada setap krtera C yang ternormalsas, yatu: r = x m = x 2 (2.) dengan =,2,...,m; =,2,...,n. Solus deal postf A + dan solus deal negatf A - dapat dtentukan berdasarkan ratng bobot ternormalsas (y ) sebaga: y = w r ; (2.2) A ( y y,..., y ); (2.3) + =, 2 n A ( = y y,..., y ); (2.4) dengan, 2 Max y = Mn y n + (2.5) y Mn y Jka adalah atrbut keuntungan (beneft) y = (2.6) Max y Jka adalah atrbut baya (cost) Jka adalah atrbut keuntungan (beneft) Jka adalah atrbut baya (cost) Jarak antara alternatf A dengan solus deal postf: D + = n + ( y ) y = 2 (2.7) Jarak antara alternatf A dengan solus deal negatf: 2

17 D = n 2 ( y ) y = (2.8) Nla preferens untuk setap alternatf (V ) dberkan sebaga: D V = (.2.9) D + D + Nla V yang terbesar menunukan bahwa alternatf A terplh. C. Relas Preferens Fuzzy. Dasar Logka Fuzzy a. Hmpunan Fuzzy (Fuzzy sets) Pada dasarnya, teor hmpunan fuzzy merupakan perluasan dar teor hmpunan klask (crsp). Pada hmpunan fuzzy, keberadaan suatu elemen pada suatu hmpunan tertentu, tdak hanya dnyatakan menad atau tdak menad anggota hmpunan, tetap dnyatakan melalu besarnya nla deraat keanggotaan. Jad dalam teor hmpunan fuzzy nla deraat keanggotaan dalam semesta pembcaraan tdak hanya berada pada 0 atau, namun uga terletak d antaranya. Dengan kata lan, nla kebenaran suatu tem tdak hanya bernla benar atau salah. Nla 0 menunukkan salah, nla menunukkan benar, dan mash ada nla-nla yang terletak antar benar dan salah yang berupa blangan real pada nterval [0 ] (Kusumadew, 2002). 22

18 b. Fungs Keanggotaan (membershp functon) Fungs keanggotaan (membershp functon) adalah kurva yang menunukkan pemetaan ttk-ttk nput data ke dalam nla keanggotaannya. Salah satu cara yang dapat dgunakan untuk mendapatkan nla keanggotaan adalah dengan melalu pendekatan fungs. Ada beberapa fungs yang bsa dgunakan, antara lan: representas lnear, representas kurva segtga, representas kurva trapesum, representas kurva bentuk bahu, representas kurva-s, dan representas kurva bentuk lonceng (Kusumadew, 2006). 2. Relas Preferens Fuzzy a. Konsep Dasar Konsep dasar dar sstem pendukung keputusan fuzzy adalah relas antarelemen dar hmpunan-hmpunan. Suatu relas fuzzy merepresentaskan deraat keanggotaan (hubungan) antara elemen dar dua atau lebh hmpunan. Relas fuzzy antara suatu elemen x X dan suatu elemen y Y ddefnskan sebaga XXY yang merupakan cartessn product dan dwuudkan dalam hmpunan pasangan (x,y) (Bourke, 998). Untuk melakukan agregas terhadap preferens para pakar ke dalam grup preferens, dbutuhkan relas preferens. Pada relas preferens, setap pakar menghubungkan nla preferens antara setap alternatf. 23

19 Relas preferens fuzzy basanya dgunakan oleh pengambl keputusan dalam memberkan deraat preferens alternatf x terhadap alternatf x. Relas preferens fuzzy, P, pada hmpunan alternatf X adalah hmpunan fuzzy dalam bentuk XXX, yang dcrkan dengan fungs keanggotaan: µ P : XXX [0,]. Dengan P = (P), dan P = µ (x,x ), = {,2,...,n} adalah deraat preferens alternatf x P terhadap alternatf x. Jka p = ½ berart tdak ada perbedaan antara x dengan x (x ~x ); ka p = berart bahwa x mutlak lebh bak darpada x ; dan ka p > ½ berart bahwa x lebh bak darpada x (Kusumadew, 2005). b. Format Preferens Ada beberapa format preferens dar para pengambl keputusan untuk beberapa alternatf (Ma,2004), sepert ordered vectors, utlty vectors, lngustc terms, selected subset, fuzzy selected subsed, dan fuzzy freference relaton. Format preferens yang dgunakan dalam tugas akhr n adalah: ) Ordered vectors Format preferens ordered vectors adalah: O k = (o k (), o k (2),..., o k (m)) dengan o k () adalah fungs permutas pada hmpunan ndeks {,2,...,m} dan o k () merepresentaskan rankng yang dberkan pengambl keputusan e k dar alternatf S, =,2,...,m. Penulsan rankng dmula dar yang terbak sampa terburuk. 24

20 2) Utlty Vectors Format preferens adalah: U k = (u k, u k 2,..., u k m) dengan u k m [0,]; dengan m dan u k m adalah nla utltas yang dberkan pengambl keputusan e k dar alternatf A, =,2,...,m. 3) Fuzzy Preference Relaton Seorang pengambl keputusan memberkan suatu matrks P = {p,=,2,...,m}, dengan p adalah deraat preferens alternatf A terhadap A, p + p =. c. Penyeragaman Format Preferens Pada dasarnya, format preferens dapat dtransformaskan ke dalam bentuk relas preferens fuzzy. Kegunaan dar transformas n adalah untuk proses agregas preferens pakar dan untuk melakukan penyeragaman format preferens, apabla proses pengamblan keputusan dlakukan dalam bentuk group (Group Decson Makng) yang mana setap pengambl keputusan memberkan preferensnya dengan format preferens yang berbeda-beda (Ma, 2004). Transformas ordered vectors ke relas preferens fuzzy antara alternatf A dan A drumuskan sebaga (Chclana, 998): p k k k o ( ) o ( ) = + m m ; 2 m (2.20) dengan o k () adalah poss rankng alternatf A d O k, =,2,...,m. 25

21 Relas preferens fuzzy n berupa matrks P = { p, =,2,...,m), dengan p adalah deraat preferens S terhadap S. Transformas utlty vectors ke relas preferens fuzzy antara A dan A drumuskan sebaga (Chclana, 998): p k k ( u ) k 2 ( ) = ; m k 2 u + ( u ) 2 dengan u k adalah preferens yang dberkan oleh e k (2.2) terhadap alternatf S d U k, =,2,...,m. D. Algortma Genetka (AG). Defns Algortma genetka adalah algortma pencaran yang berdasarkan pada mekansme sstem natural yakn genetka dan seleks alam. Dalam aplkas algortma genetka, varabel solus dkodekan ke dalam struktur strng yang merepresentaskan barsan gen, yang merupakan karakterstk dar solus masalah. Berbeda dengan teknk pencaran konvensonal, algortma genetka berangkat dar hmpunan solus yang dhaslkan secara acak. Hmpunan n dsebut populas. Sedangkan setap ndvdu dalam populas dsebut kromosom yang merupakan representas dar solus. Kromosom-kromosom berevolus dalam suatu proses teras yang berkelanutan yang dsebut generas. Pada setap generas, kromosom devaluas berdasarkan suatu fungs evaluas (Gen dan Cheng,997). 26

22 2. Komponen-komponen Algortma Genetka (AG) a. Skema Pengkodean Pengkodean adalah suatu teknk untuk menyatakan populas awal sebaga kanddat solus suatu masalah ke dalam suatu kromosom. Gen dan Cheng (2000) menelaskan bahwa berdasarkan ens smbol yang dgunakan sebaga nla suatu gen maka pengkodean dapat dklasfkaskan sebaga berkut: pengkodean bner, pengkodean blangan rl, pengkodean blangan bulat dan pengkodean struktur data. Pada tugas akhr n pengkodean yang dgunakan adalah ens strng bner. Pengkodean bner, yatu metode pengkodean yang menggunakan blangan bner. Metode n banyak dgunakan karena sederhana untuk dcptakan dan mudah dmanpulas. Pengkodean bner memberkan banyak kemungknan untuk kromosom walaupun dengan umlah nla-nla yang mungkn terad pada suatu gen yang sedkt (0 atau ). D phak lan, pengkodean bner n serng tdak sesua untuk banyak masalah dan pengoreksan harus dlakukan setelah operas crossover dan mutas (Desan & Arham, 2006). b. Prosedur Inslsas Ukuran populas tergantung pada masalah yang akan dpecahkan dan ens operator genetka yang akan dmplementaskan. Setelah ukuran populas dtentukan, kemudan harus dlakukan nsalsas terhadap kromosom yang terdapat pada populas tersebut. 27

23 Insalsas kromosom dlakukan secara acak, namun demkan harus tetap memperhatkan doman solus dan permasalahan yang ada. c. Fungs Evaluas Fungs evaluas merupakan dasar untuk proses seleks. Langkah-langkahnya yatu strng dkonvers ke parameter fungs, fungs obektf h devaluas, kemudan mengkonvert fungs obektf h tersebut ke dalam ftness, d mana untuk masalah maksmas, ftness sama dengan fungs obektfnya (Gen dan Cheng, 997). Output dar fungs ftness dpergunakan sebaga dasar untuk menyeleks ndvdu pada generas berkutnya. Untuk permasalahan mnmas, maka fungs obektf h tdak bsa dgunakan secara langsung, oleh karenanya, nla ftness untuk masalah mnmas f = /h. Tetap fungs n akan bermasalah ka h bsa bernla 0 (nol), sehngga nla f tak hngga. Maka untuk mengatasnya, h perlu dtambah dengan sebuah blangan yang danggap sangat kecl a (Suyanto, 2007), sehngga formula ftness-nya : f = ( h + a) (2.22) d. Metode Seleks Seleks bertuuan untuk memberkan kesempatan reproduks yang lebh besar bag anggota populas yang palng ft. Gen dan Cheng (2000) menelaskan bahwa selama dua dekade beberapa metode seleks telah dperkenalkan, dpelaar dan dbandngkan. Beberapa ens seleks yang umum dpaka adalah: Roulette wheel selecton, 28

24 Rank-based selecton, Tournament selecton, Steady-state reproducton, Rankng and scalng dan Sharng. Pada tugas akhr n metode seleks yang dgunakan adalah Roulette wheel selecton. Metode Roulette wheel selecton daukan oleh John Holland. Ide dasarnya adalah untuk menentukan propors probabltas seleks atau probabltas survval pada tap kromosom sesua dengan nla ftnessnya. Indvdu dpetakan dalam suatu segmen gars secara berurutan sedemkan hngga tap segmen ndvdu memlk ukuran yang sama dengan ukuran ftness-nya. Sebuah blangan random dbangktkan dan ndvdu yang memlk segmen dalam kawasan blangan random tersebut akan terseleks. Proses n dulang hngga dperoleh seumlah ndvdu yang dharapkan. e. Operator Algortma Genetka Operator genetka dpergunakan untuk mengkombnas (modfkas) ndvdu dalam alran populas guna mencetak ndvdu pada generas berkutnya. Ada dua operator genetka yatu crossover dan mutas. ) Crossover Crossover membangktkan offsprng (generas/anakan) baru dengan menggant sebagan nformas dar parents (orang tua/nduk). Operator crossover yang akan delaskan d sn onecut-pont crossover. 29

25 One- cut-pont crossover. Metode n analog dengan mplementas bnary. Algortmanya adalah: Memlh ste secara random dar parent pertama. Is d sebelah kanan ste pada parent pertama dtukar dengan parent ke dua untuk menghaslkan offsprng (Gen dan Cheng, 997). Gambar 2.3. Ilustras One-Cut-Pont Crossover 2) Mutas Mutas mencptakan ndvdu baru dengan melakukan modfkas satu atau lebh gen dalam ndvdu yang sama. Mutas berfungs untuk menggantkan gen yang hlang dar populas selama proses seleks serta menyedakan gen yang tdak ada dalam populas awal. Sehngga mutas akan menngkatkan varas populas. Shf mutaton dlakukan dengan cara: Menentukan dua ste secara random Ste pertama dtempatkan ke ste ke dua, untuk selanutnya dgeser ke kr sepert terlhat pada gambar 2.4 berkut (Gen dan Cheng, 997). 30

26 Sebelum mutas: Sesudah mutas: Gambar 2.4. Ilustras Shf Mutaton f. Penentuan Parameter Kontrol parameter genetka dperlukan untuk mengendalkan operator-operator seleks. Pemlhan parameter genetka menentukan penamplan knera algortma genetka dalam memecahkan masalah (Desan & Arham, 2006). Ada dua parameter dasar dar algortma genetka, yatu probabltas crossover (pc) dan probabltas mutas (pm). Probabltas crossover menyatakan seberapa serng proses crossover akan terad antara dua kromosom orang tua. Jka tdak terad crossover, satu orang tua dplh secara random dengan probabltas yang sama dan dduplkas menad anak. Jka terad crossover, keturunan dbuat dar bagan-bagan orang tua. Hasl peneltan yang sudah pernah dlakukan oleh prakts algortma genetka menunukkan bahwa angka probabltas crossover sebaknya cukup tngg. pc dsarankan antara 0,6 (60 %) sampa dengan 0,95 (95 %) (Kuswad, 2007). Probabltas mutas menyatakan seberapa serng bagan-bagan kromosom akan dmutaskan. Jka tdak ada mutas, keturunan dambl-dsaln langsung setelah crossover tanpa perubahan. Jka mutas dlakukan, bagan-bagan kromosom dubah. Tuuan dar 3

27 mutas adalah menaga perbedaan kromosom dalam populas, untuk menghndar teradnya konvergens prematur. Probabltas mutas dalam algortma genetka seharusnya dber nla yang kecl, yang umumnya dset untuk mendapatkan rata-rata satu mutas per kromom yatu per panang kromosom. Hasl yang sudah pernah dcoba menunukan bahwa angka probabltas mutas terbak antara 0.5% sampa % (Desan & Arham, 2006). Parameter lan yang uga kut menentukan efsens knera algortma genetka adalah ukuran populas, yatu banyaknya kromosom dalam satu populas. Jka terlalu sedkt, maka kemungkngan crossover sedkt dan hanya sebagan kecl ruang pencaran yang deksploras, ka terlalu besar, maka akan menad lambat dalam menemukan solus. Beberapa peneltan menunukkan bahwa ukuran populas yang terbak tergantung dar pengkodean, yatu ukuran dar barsan yang denkodekan, artnya ukuran populas harus sama dengan panang kromosom. Untuk mengatas masalah tersebut, Kusumadew (2005) memberkan solusnya, kromosom v merupakan representas dar varabel x yang berbentuk strng bner. Kromosom terbag atas n gen (v, v 2,..., v n ). Sedangkan panang setap gen adalah sama. Range yang dnkan untuk setap x adalah [a b], dengan a dan b adalah sembarang blangan real, dan ketepatan (press) msalkan dua angka d belakang koma, maka panang gen ke- (L ) dapat drumuskan: 2 2 L = (2.23) log[( b a)0 + ] 32

28 E. Multple Person Multple Attrbute Decson Makng (MP MADM) Pada beberapa kasus kadang dbutuhkan pemlhan alternatf yang harus dambl dar preferens beberapa pengambl keputusan yang ddasarkan atas beberapa krtera. Masalah sepert n serng kal dkenal dengan nama Multple Person Multple Attrbute Decson Makng (MPMADM). Langkahlangkah penyelesaannya adalah sebaga berkut:. Indentfkas Varabel MP MADM Pada MPMADM, ada beberapa varabel yang harus ddentfkas terlebh dahulu (Ma et al, 200), yatu: a. Beberapa pengambl keputusan: E = { e, e 2,..., e k }, dengan k 2. Setap pengambl keputusan dapat mengekspreskan preferensnya dalam format berbeda. b. Beberapa alternatf: S = { S, S 2,, S m }, dengan m 2. c. Beberapa atrbut (krtera): C = { C, C 2,..., C n }, dengan n 2. d. Bobot atrbut yang belum dketahu, dnotaskan dengan w = {w, w 2, n..., w n ), d mana w =, w 0. = e. Matrks keputusannya: A={a =,2,, m;}, dengan a 0; =,2,...,m; =,2,...,n. Sebelumnya pada matrks A dlakukan normalsas terlebh dahulu, agar a terletak pada range [0 ]. Msalkan matrks B adalah matrk yang elemen-elemennya adalah elemen-elemen matrks A yang sudah ternormalsas, dengan menggunakan rumus: 33

29 b b Max a a = ; untuk C Max Mn atrbut baya (2.24) a a Mn a a = ; untuk C Max Mn atrbut keuntungan (2.25) a a dengan: a Max = max{a, a 2,..., a m } (2.26) a Mn = max{a, a 2,..., a m } (2.27) =, 2,, m; =, 2,..., n. sehngga matrks keputusan A = [a ] mxn yang sudah dnormalsas dapat dnyatakan dalam B = [b ] mxn 2. Format Preferens Pada tugas akhr n format preferens yang dgunakan yatu berupa ordered vectors, utlty vectors dan relas preferens fuzzy (fuzzy freference relaton). 3. Transformas Format Preferens Ke Relas Preferens Fuzzy Transformas ordered vectors dan utlty vectors ke relas preferens fuzzy antara alternatf A dan A menggunakan persamaan (2.20) dan (2.2) 4. Agregas Preferens Ketka para pengambl keputusan dlbatkan dalam proses seleks dan evaluas, setelah preferens alternatf mereka dtransformas ke bentuk relas preferens fuzzy, tahap berkutnya adalah mengagregas semua relas freferens fuzzy tersebut. Operator agregas yang dgunakan dalam tugas 34

30 akhr n adalah operator yang palng umum smple addtve weghtng method (Chen & Hwang, 992), sebaga berkut : l gk = hl pk, m, (2.28) d mana h l merepresentaskan tngkat kepentngan relatf para pengambl keputusan e l, l =,2,...,K 5. Bobot Atrbut Dengan menggunakan smple addtve weghtng method (Chen & Hwang, 992), dapat dcar nla alternatf S sebaga berkut n d = bw; =,2,..., m = (2.29) d mana d adalah fungs eksplst dar varabel w (=,2,...n). Dengan semua nla yang ada, rankng tap alternatf dapat dperoleh. Nla d terbesar menunukan nla alternatf S adalah yang terbak. Agar semua nformas konssten, maka nla untuk semua alternatf harus dtransformas dulu ke dalam bentuk relas preferens fuzzy yatu : g k = d d + d = n = n = ( b b w + b k ) w, k m (2.30) Selsh antara f k ( w) = g = k n = g k dengan g k : g n b w = (2.3) gk, k m ( b + b ) w k k 35

31 f k (w) fungs eksplst dar w. Nla g k n akan mendekat g k. Dharapkan selsh antara keduanya adalah semnmum mungkn, sehngga dengan metode least square (Efunda, 2008), dperoleh model : Mnmas : m m = n = k= k = n ( b b w + b k ) w g k 2 (2.32) n w = Dengan batasan : = (2.33) w 0, =,2,..., n. Nla w dapat dcar dengan algortma genetka, dengan mnmas fungs ftness, persamaan (2.3). Untuk mencar nla bobot (w), sebelumnya dgunakan varabel temporer, yatu varabel x (x, x 2,..., x n ), dengan n adalah umlah atrbut. Kromosom v merupakan representas dar varabel x yang berbentuk strng bner. Kromosom terbag atas n gen (v, v 2,..., v n ). Sedangkan panang setap gen adalah sama. 6. Perankngan Alternatf Proses perankngan dapat dlakukan dengan menggunakan persamaan (2.29 ) 36

Preferensi untuk alternatif A i diberikan

Preferensi untuk alternatif A i diberikan Bahan Kulah : Topk Khusus Metode Weghted Product (WP) menggunakan perkalan untuk menghubungkan ratng atrbut, dmana ratng setap atrbut harus dpangkatkan dulu dengan bobot atrbut yang bersangkutan. Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tnjauan Pustaka Dar peneltan yang dlakukan Her Sulstyo (2010) telah dbuat suatu sstem perangkat lunak untuk mendukung dalam pengamblan keputusan menggunakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE SAW DAN TOPSIS PADA KASUS UMKM

PERBANDINGAN METODE SAW DAN TOPSIS PADA KASUS UMKM PERBANINGAN METOE SAW AN TOPSIS PAA KASUS UMKM Muh. Alyazd Mude al.mude@yahoo.com Teknk Informatka Unverstas Muslm Indonesa Abstrak alam pengamblan keputusan terhadap masalah berdasarkan sebuah analsa

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Perancangan Sstem Sstem yang akan dkembangkan adalah berupa sstem yang dapat membantu keputusan pemodal untuk menentukan portofolo saham yang dperdagangkan d Bursa

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam memlh sesuatu, mula yang memlh yang sederhana sampa ke hal yang sangat rumt yang dbutuhkan bukanlah berpkr yang rumt, tetap bagaman berpkr secara sederhana. AHP

Lebih terperinci

METODE OPTIMASI 11/13/2015. Capaian Pembelajaran

METODE OPTIMASI 11/13/2015. Capaian Pembelajaran 2 Capaan Pembelajaran METODE OPTIMASI N. Tr Suswanto Saptad Mahasswa dapat memaham dan mampu mengaplkaskan beberapa metode untuk menyelesakan masalah dengan alternatfalternatf dalam jumlah yang relatf

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PEMANCAR TELEVISI MENGGUNAKAN FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING

PENENTUAN LOKASI PEMANCAR TELEVISI MENGGUNAKAN FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING Meda Informatka, Vol. 2, No. 2, Desember 2004, 57-64 ISSN: 0854-4743 PENENTUAN LOKASI PEMANCAR TELEVISI MENGGUNAKAN FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING Sr Kusumadew Jurusan Teknk Informatka, Fakultas

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tnjauan Pustaka 2.1 Peneltan Terdahulu Pemlhan stud pustaka tentang sstem nformas penlaan knerja karyawan n juga ddasar pada peneltan sebelumnya yang berjudul Penerapan Metode TOPSIS untuk Pemberan

Lebih terperinci

Model SPK. Model optimasi (2) Model optimasi (1) Metode-metode Optimasi dengan Alternatif Terbatas 4/30/2017. Tujuan.

Model SPK. Model optimasi (2) Model optimasi (1) Metode-metode Optimasi dengan Alternatif Terbatas 4/30/2017. Tujuan. 4/0/207 Tujuan Metode-metode Optmas dengan Alternatf Terbatas N O V R I N A Mahasswa dapat memaham dan mampu mengaplkaskan beberapa metode untuk menyelesakan masalah dengan alternatf-alternatf dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan tugas akhr n, penulsan mendapat referens dar pustaka serta lteratur lan yang berhubungan dengan pokok masalah yang penuls ajukan. Langkah-langkah yang akan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DAN PEMILIHAN MITRA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODE SAW BERBASIS WEB

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DAN PEMILIHAN MITRA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODE SAW BERBASIS WEB SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DAN PEMILIHAN MITRA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN METODE SAW BERBASIS WEB Putr Har Ikhtarn ), Bety Nurltasar 2), Hafdz Alda

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN MEREK DAN TIPE SEPEDA MOTOR BERBASIS WEB DENGAN METODE TOPSIS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN MEREK DAN TIPE SEPEDA MOTOR BERBASIS WEB DENGAN METODE TOPSIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN MEREK DAN TIPE SEPEDA MOTOR BERBASIS WEB DENGAN METODE TOPSIS Lnda Purnama Sar (0911103) Mahasswa Program Stud Teknk Informatka, STMIK Buddarma Medan Jl. Ssmangaraja

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan matematika tidak hanya dalam tataran teoritis tetapi juga pada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan matematika tidak hanya dalam tataran teoritis tetapi juga pada BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Masalah Perkembangan matematka tdak hanya dalam tataran teorts tetap juga pada bdang aplkatf. Salah satu bdang lmu yang dkembangkan untuk tataran aplkatf dalam statstka

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan dalam Merekomendasikan Smartphone untuk Kalangan Pemula dengan Metode TOPSIS

Sistem Pendukung Keputusan dalam Merekomendasikan Smartphone untuk Kalangan Pemula dengan Metode TOPSIS Sstem Pendukung Keputusan dalam Merekomendaskan Smartphone untuk Kalangan Pemula dengan Metode TOPSIS Karmla 1, Muhammad dwan 2, In Parlna 3, Heru Satra 3 1,2,3 Jurusan Sstem Informas, STIKOM Tunas Bangsa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

UJI SENSITIVITAS METODE WP, SAW DAN TOPSIS DALAM MENENTUKAN TITIK LOKASI REPEATER INTERNET WIRELESS

UJI SENSITIVITAS METODE WP, SAW DAN TOPSIS DALAM MENENTUKAN TITIK LOKASI REPEATER INTERNET WIRELESS UJI SENSITIVITAS METODE WP, SAW DAN TOPSIS DALAM MENENTUKAN TITIK LOKASI REPEATER INTERNET WIRELESS Davd Ahmad Effendy 1), Rony Her Irawan 2) 1) Sekolah Tngg Agama Islam Kedr (STAIN Kedr) 2) Unverstas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Dalam kehdupan sehar-har, serngkal dumpa hubungan antara suatu varabel dengan satu atau lebh varabel lan. D dalam bdang pertanan sebaga contoh, doss dan ens pupuk yang dberkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Masalah Transportas Jong Jek Sang (20) menelaskan bahwa masalah transportas merupakan masalah yang serng dhadap dalam pendstrbusan barang Msalkan ada m buah gudang (sumber) yang

Lebih terperinci

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a Lecture 2: Pure Strategy A. Strategy Optmum Hal pokok yang sesungguhnya menad nt dar teor permanan adalah menentukan solus optmum bag kedua phak yang salng bersang tersebut yang bersesuaan dengan strateg

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2 LNDSN TEORI 2. Teor engamblan Keputusan Menurut Supranto 99 keputusan adalah hasl pemecahan masalah yang dhadapnya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang past terhadap suatu pertanyaan.

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN BIBIT UBI KAYU MENGGUNAKAN METODE TOPSIS (Studi Kasus : PT. Hutahaean)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN BIBIT UBI KAYU MENGGUNAKAN METODE TOPSIS (Studi Kasus : PT. Hutahaean) Majalah Ilmah Informas dan Teknolog Ilmah (INTI ISSN : 3390X SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN BIBIT UBI KAYU MENGGUNAKAN METODE TOPSIS (Stud Kasus : PT. Hutahaean Relska Elfrda Capah (086 Mahasswa

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manurung (2010) menerapkan sistem pendukung keputusan seleksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manurung (2010) menerapkan sistem pendukung keputusan seleksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tnjauan Pustaka Manurung (2010) menerapkan sstem pendukung keputusan seleks penerma beasswa dengan metode Analtcal Herarcy Process (AHP) dan Technque Order Preference by Smlarty

Lebih terperinci

RANCANGAN SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN PRODUK LAPTOP MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHT (SAW)

RANCANGAN SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN PRODUK LAPTOP MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHT (SAW) RANCANGAN SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN PRODUK LAPTOP MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHT (SAW) Larasat Ayudha Jurusan Sstem Informas, Sekolah Tngg Manajemen Informatka dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

Ardi Kurniawan 1), Kusrini 2) Sistem Informasi STMIK AMIKOM Yogyakarta 2)

Ardi Kurniawan 1), Kusrini 2) Sistem Informasi STMIK AMIKOM Yogyakarta 2) Semnar Nasonal Teknolog Informas dan Multmeda 2016 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-7 Februar 2016 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA GURU (PKG) MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. sistem statis dan sistem fuzzy. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Aziz (1996).

2 TINJAUAN PUSTAKA. sistem statis dan sistem fuzzy. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Aziz (1996). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stud Yang Terkat Peneltan n mengacu pada jurnal yang dtuls oleh Khang, dkk.(1995). Dalam peneltannya, Khang, dkk membandngkan arus lalu lntas yang datur menggunakan sstem stats dan

Lebih terperinci

3 METODE HEURISTIK UNTUK VRPTW

3 METODE HEURISTIK UNTUK VRPTW 12 3 METODE HEURISTIK UNTUK VRPTW 3.1 Metode Heurstk Metode heurstk merupakan salah satu metode penentuan solus optmal dar permasalahan optmas kombnatoral. Berbeda dengan solus eksak yang menentukan nla

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN Latar elakang Sekolah merupakan salah satu bagan pentng dalam penddkan Oleh karena tu sekolah harus memperhatkan bagan-bagan yang ada d dalamnya Salah satu bagan pentng yang tdak dapat dpsahkan

Lebih terperinci

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a UKURAN SAMPEL Prof. Dr. H. Almasd Syahza, SE., MP Emal: asyahza@yahoo.co.d Webste: http://almasd. almasd.staff. staff.unr.ac.d Penelt Senor Unverstas Rau Penentuan Sampel Peneltan lmah hampr selalu hanya

Lebih terperinci

PEMILIHAN LAHAN TERBAIK UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING

PEMILIHAN LAHAN TERBAIK UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING Semnar Nasonal Inovas Dan Aplkas Teknolog D Industr 2017 ISSN 2085-4218 ITN Malang, 4 Pebruar 2017 PEMILIHAN LAHAN TERBAIK UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING Helza

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321) Usaha dan Energi

Fisika Dasar I (FI-321) Usaha dan Energi Fska Dasar I (FI-31) Topk har n (mnggu 5) Usaha dan Energ Usaha Menyatakan hubungan antara gaya dan energ Energ menyatakan kemampuan melakukan usaha Usaha,,, yang dlakukan oleh gaya konstan pada sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM BAB X RUANG HASIL KALI DALAM 0. Hasl Kal Dalam Defns. Hasl kal dalam adalah fungs yang mengatkan setap pasangan vektor d ruang vektor V (msalkan pasangan u dan v, dnotaskan dengan u, v ) dengan blangan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Dagram Alr Peneltan Materal Amorph Magnetk (Fe 73 Al 5 Ga 2 P 8 C 5 B 4 S 3 ) Ekspermen DfraksNeutron (I vs 2theta) Smulas Insalsas atom secara random Fungs struktur, F(Q) Perhtungan

Lebih terperinci

Pendahuluan. 0 Dengan kata lain jika fungsi tersebut diplotkan, grafik yang dihasilkan akan mendekati pasanganpasangan

Pendahuluan. 0 Dengan kata lain jika fungsi tersebut diplotkan, grafik yang dihasilkan akan mendekati pasanganpasangan Pendahuluan 0 Data-data ang bersfat dskrt dapat dbuat contnuum melalu proses curve-fttng. 0 Curve-fttng merupakan proses data-smoothng, akn proses pendekatan terhadap kecenderungan data-data dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fska Dasar I (FI-31) Topk har n (mnggu 5) Usaha dan Energ Usaha dan Energ Energ Knetk Teorema Usaha Energ Knetk Energ Potensal Gravtas Usaha dan Energ Potensal Gravtas Gaya Konservatf dan Non-Konservatf

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBELIAN PERANGKAT KOMPUTER DENGAN METODE TOPSIS (Studi Kasus: CV. Triad)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBELIAN PERANGKAT KOMPUTER DENGAN METODE TOPSIS (Studi Kasus: CV. Triad) Jurnal Informatka Mulawarman Vol. 10 No. 2 September 2015 1 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBELIAN PERANGKAT KOMPUTER DENGAN METODE TOPSIS (Stud Kasus: CV. Trad) Bunga Annete Bennng 1), Indah Ftr Astut 2),

Lebih terperinci

OPTIMASI MASALAH PENUGASAN. Siti Maslihah

OPTIMASI MASALAH PENUGASAN. Siti Maslihah JPM IIN ntasar Vol. 01 No. 2 Januar Jun 2014, h. 95-106 OPTIMSI MSLH PNUGSN St Maslhah bstrak Pemrograman lner merupakan salah satu lmu matematka terapan yang bertuuan untuk mencar nla optmum dar suatu

Lebih terperinci

BAB VI MODEL-MODEL DETERMINISTIK

BAB VI MODEL-MODEL DETERMINISTIK BAB VI MODEL-MODEL DETERMINISTIK 6. Masalah Penyaluran Daya Lstrk Andakan seorang perencana sstem kelstrkan merencakan penyaluran daya lstrk dar beberapa pembangkt yang ternterkoneks dan terhubung dengan

Lebih terperinci

Sifat-sifat Operasi Perkalian Modular pada Graf Fuzzy

Sifat-sifat Operasi Perkalian Modular pada Graf Fuzzy SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 07 Sfat-sfat Operas Perkalan Modular pada raf Fuzzy T - 3 Tryan, ahyo Baskoro, Nken Larasat 3, Ar Wardayan 4,, 3, 4 Unerstas Jenderal Soedrman transr@yahoo.com.au

Lebih terperinci

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM Tut Susant, Mashad, Sukamto Mahasswa Program S Matematka Dosen Jurusan Matematka Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusa dlahrkan ke duna dengan ms menjalankan kehdupannya sesua dengan kodrat Illah yakn tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, berart setap nsan harus

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PEDAHULUA. Latar Belakang Rsko ddentfkaskan dengan ketdakpastan. Dalam mengambl keputusan nvestas para nvestor mengharapkan hasl yang maksmal dengan rsko tertentu atau hasl tertentu dengan rsko yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 II TINJUN PUSTK 2.1 Manaemen Proyek 2.1.1 Pengertan Manaemen Proyek Sebelum mengemukakan apa art dar Manaemen Proyek, terlebh dahulu akan mengetahu art dar Manaemen dan Proyek tu. Menurut Hamng dan Nurnaamuddn

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Keanggotaan Fuzzy

Optimasi Fungsi Keanggotaan Fuzzy Optmas Fungs Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Dua Tahap Menggunakan Algortma Genetka Pada Pemlhan Calon Penerma Beasswa dan BBP-PPA (Stud Kasus: PTIIK Unverstas Brawjaya Malang) Bunga Amela Restuputr 1, Wayan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut teor molekuler benda, satu unt volume makroskopk gas (msalkan cm ) merupakan suatu sstem yang terdr atas sejumlah besar molekul (kra-kra sebanyak 0 0 buah molekul) yang

Lebih terperinci

Catatan Kuliah 12 Memahami dan Menganalisa Optimisasi dengan Kendala Ketidaksamaan

Catatan Kuliah 12 Memahami dan Menganalisa Optimisasi dengan Kendala Ketidaksamaan Catatan Kulah Memaham dan Menganalsa Optmsas dengan Kendala Ketdaksamaan. Non Lnear Programmng Msalkan dhadapkan pada lustras berkut n : () Ma U = U ( ) :,,..., n st p B.: ; =,,..., n () Mn : C = pk K

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MODEL

BAB IV PEMBAHASAN MODEL BAB IV PEMBAHASAN MODEL Pada bab IV n akan dlakukan pembuatan model dengan melakukan analss perhtungan untuk permasalahan proses pengadaan model persedaan mult tem dengan baya produks cekung dan jont setup

Lebih terperinci

BAB III METODE KOMPRESI DAN DEKOMPRESI. untuk setiap B X. fraktal. Penjelasan dimulai dengan pengenalan Multiple Reduction Copy

BAB III METODE KOMPRESI DAN DEKOMPRESI. untuk setiap B X. fraktal. Penjelasan dimulai dengan pengenalan Multiple Reduction Copy BAB III METODE KOMPRESI DAN DEKOMPRESI Kompres ctra fraktal memodelkan ctra sebaga lmt dar suatu proses teras. Jka dberkan suatu ctra A X, metode n akan mencar suatu proses W sedemkan sehngga ttk tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

BAB 4 PERHITUNGAN NUMERIK

BAB 4 PERHITUNGAN NUMERIK Mata kulah KOMPUTASI ELEKTRO BAB PERHITUNGAN NUMERIK. Kesalahan error Pada Penelesaan Numerk Penelesaan secara numers dar suatu persamaan matemats kadang-kadang hana memberkan nla perkraan ang mendekat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Pada peneltan n, penuls memlh lokas d SMA Neger 1 Bolyohuto khususnya pada sswa kelas X, karena penuls menganggap bahwa lokas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah jarngan terdr dar sekelompok node yang dhubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jens arus tertentu berkatan dengan setap busur. Notas standart untuk menggambarkan sebuah jarngan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor merupakan alat yang palng dbutuhkan sebaga meda transportas. Kendaraan dbag menjad dua macam, yatu kendaraan umum dan prbad. Kendaraan umum

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negosas Negosas dapat dkategorkan dengan banyak cara, yatu berdasarkan sesuatu yang dnegosaskan, karakter dar orang yang melakukan negosas, protokol negosas, karakterstk dar nformas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan. menggantikan penilaian mereka. Dss ditujukan untuk keputusan keputusan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan. menggantikan penilaian mereka. Dss ditujukan untuk keputusan keputusan yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Sstem Pendukung Keputusan Lttle (1970) mendefnskan DSS sebaga sekumpulan prosedur berbass model untuk data pemrosesan dan penlaan guna membantu para manajer mengambl

Lebih terperinci

34 SEBATIK STMIK WICIDA

34 SEBATIK STMIK WICIDA 34 SEBATIK STMIK WICIDA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN SUPPLIER BAHAN BANGUNAN MENGGUNAKAN METODE SMART (SIMPLE MULTI ATTRIBUTE RATING TECHNIQUE) PADA TOKO BINTANG KERAMIK JAYA Irwan ukkas 1), Heny

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Kerangka Pemkran dan Hpotess Dalam proses peneltan n, akan duj beberapa varabel software yang telah dsebutkan pada bab sebelumnya. Sesua dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia)

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia) PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Stud Kasus pada Data Inflas Indonesa) Putr Noorwan Effendy, Amar Sumarsa, Embay Rohaet Program Stud Matematka Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Matematka sebaga bahasa smbol yang bersfat unversal memegang peranan pentng dalam perkembangan suatu teknolog. Matematka sangat erat hubungannya dengan kehdupan nyata.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jens Peneltan Jens peneltan n adalah peneltan quas expermental dengan one group pretest posttest desgn. Peneltan n tdak menggunakan kelas pembandng namun sudah menggunakan

Lebih terperinci

MENCERMATI BERBAGAI JENIS PERMASALAHAN DALAM PROGRAM LINIER KABUR. Mohammad Asikin Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Abstrak

MENCERMATI BERBAGAI JENIS PERMASALAHAN DALAM PROGRAM LINIER KABUR. Mohammad Asikin Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Abstrak JURAL MATEMATIKA DA KOMUTER Vol. 6. o., 86-96, Agustus 3, ISS : 4-858 MECERMATI BERBAGAI JEIS ERMASALAHA DALAM ROGRAM LIIER KABUR Mohammad Askn Jurusan Matematka FMIA UES Abstrak Konsep baru tentang hmpunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I ENDHULUN. Latar elakang Mengambl keputusan secara aktf memberkan suatu tngkat pengendalan atas kehdupan spengambl keputusan. lhan-plhan yang dambl sebenarnya membantu dalam penentuan masa depan. Namun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and III. METODE PENELITIAN A. Desan Peneltan Peneltan n merupakan peneltan pengembangan (Research and Development). Peneltan pengembangan yang dlakukan adalah untuk mengembangkan penuntun praktkum menjad LKS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n telah dlaksanakan d SMA Neger 1 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 011/ 01. Populas peneltan n adalah seluruh sswa kelas X yang terdr dar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum dlakukan peneltan, langkah pertama yang harus dlakukan oleh penelt adalah menentukan terlebh dahulu metode apa yang akan dgunakan dalam peneltan. Desan

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, , Desember 2002, ISSN :

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, , Desember 2002, ISSN : JURNAL MATEMATIKA AN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, 161-167, esember 00, ISSN : 1410-8518 PENGARUH SUATU ATA OBSERVASI ALAM MENGESTIMASI PARAMETER MOEL REGRESI Hern Utam, Rur I, dan Abdurakhman Jurusan Matematka

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE ALGORITMA GENETIKA DAN DARWINIAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK FUNGSI MULTIMODAL

PENGEMBANGAN METODE ALGORITMA GENETIKA DAN DARWINIAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK FUNGSI MULTIMODAL Arad Retno TH, Pengembangan Metode Algortma Gen, Hal 93-0 PENGEMBANGAN METODE ALGORITMA GENETIKA DAN DARWINIAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK FUNGSI MULTIMODAL Arad Retno Tr Hayat Abstrak Metode optmas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 23-32, April 2001, ISSN :

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 23-32, April 2001, ISSN : JRNAL MATEMATIKA DAN KOMPTER Vol 4 No 1, 3-3, Aprl 1, ISSN : 141-51 KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SK KONVEKSI Suhartono dan

Lebih terperinci

Bab 1 Ruang Vektor. R. Leni Murzaini/0906577381

Bab 1 Ruang Vektor. R. Leni Murzaini/0906577381 Bab 1 Ruang Vektor Defns Msalkan F adalah feld, yang elemen-elemennya dnyatakansebaga skalar. Ruang vektor atas F adalah hmpunan tak kosong V, yang elemen-elemennya merupakan vektor, bersama dengan dua

Lebih terperinci

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE 6B.1 Pelathan ADALINE Model ADALINE (Adaptve Lnear Neuron) dtemukan oleh Wdrow & Hoff (1960) Arstekturnya mrp dengan perseptron Perbedaan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Untuk menjawab permasalahan yatu tentang peranan pelathan yang dapat menngkatkan knerja karyawan, dgunakan metode analss eksplanatf kuanttatf. Pengertan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

Implementasi Teori Keputusan Penentuan Penerimaan Beasiswa Bagi Mahasiswa FMIPA Universitas Sulawesi Barat

Implementasi Teori Keputusan Penentuan Penerimaan Beasiswa Bagi Mahasiswa FMIPA Universitas Sulawesi Barat JURNAL SAINTIFIK OL.3 NO., JANUARI 07 Implementas Teor Keputusan Penentuan Penermaan Beasswa Bag Mahasswa FMIPA Unverstas Sulawes Barat Hrman Rachman *, Nzar, Unverstas Sulawes Barat emal: manksman0@gmal.com,

Lebih terperinci