ENTERIM REPORT TERM I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ENTERIM REPORT TERM I"

Transkripsi

1 Oktober 2008 DRAFT 02 Pedoman Analisis Bahaya Dan Risiko Bencana Gempabumi Dipersiapkan untuk BNPB/SCDRR oleh Danny Hilman Natawidjaja ENTERIM REPORT TERM I

2 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Tujuan dan Sasaran Dari Pedoman Ruang Lingkup dan Struktur Pedoman Terminologi Umum Memahami Gempabumi dan Potensi Bencananya Definisi Gempabumi Patahan Aktif Kekuatan dan Intensitas Gempabumi Gempa Karakteristik dan Perioda Ulang Macam Bencana Gempabumi Bencana Akibat Goncangan Gempabumi Bencana Akibat Pergerakan Patahan Gempa Bencana Ikutan Yang Dipicu Gempa Pengangkatan dan Penurunan Muka Bumi Akibat Gempa Beberapa Permasalahan Umum dan Solusinya Kelangkaan Data Patahan Aktif dan Potensi Gempabumi Kelangkaan Peta Rawan Bencana Gempabumi Keterbatasan Pemahaman Gempabumi dan Mitigasi Bencananya Tips Awal Untuk Mitigasi Bencana Gempabumi di Daerah Analisis Bahaya Patahan Aktif Pemetaan Patahan Aktif Syarat Pemetaan Patahan Aktif Syarat Keahlian Skala Ketelitian Peta Menilai Bahaya (Segmen) Patahan Aktif Zonasi Bahaya Patahan Aktif Mitigasi risiko goncangan gempabumi: Cara Sederhana Tahapan Melakukan Pengurangan Risiko Bencana Patahan Gempa Analisis Bahaya Goncangan Tanah (Ground-motion hazard Analysis) Metoda dan Syarat Membuat Peta Bahaya Goncangan gempabumi Input Data Sumber Gempabumi Data Patahan Aktif Area Sumber Gempa Peta Bahaya Goncangan Gempa Berdasarkan Sejarah (Historis) Pemetaan Dengan Metoda Skenario Gempa (Deterministik) Metoda Deterministik Konvensional Metoda Deterministik Detil (Stochastic) Pemetaan Dengan Metoda Multisumber Gempa (Probabilistik) Input Data Model Atenuasi Gelombang Gempa Intensitas Pada Batuan Dasar Keteknikan Efek Amplifikasi Gelombang di Dekat Permukaan Respon Struktur... 49

3 4.5.6 Tampilan Peta Probabilitas Goncangan Gempa Deterministik Vs Probabilistik DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN LAMPIRAN A: PATAHAN AKTIF LAMPIRAN A.1. Klasifikasi Tipe Patahan Gambar II.1. Notasi geometri untuk menentukan orientasi bidang patahan [Kramer, 1996] LAMPIRAN A.2. Contoh Kenampakan Bentang Alam Dari Jalur Patahan Aktif Di Sumatra Barat LAMPIRAN A.3. Peta Regional Patahan Sumatra, Segmentasi dan Laju gerak LAMPIRAN A.4 Hubungan Empiris Magnitudo dengan Dimensi Patahan Gempa LAMPIRAN A.5: Metoda Paleoseismologi LAMPIRAN A.6 Pengenalan Metoda Tektonik Geodesi/GPS LAMPIRAN B: LAMPIRAN B.1: Skala Kekuatan (Magnitudo) Gempabumi LAMPIRAN B: Skala Intensitas Gempa LAMPIRAN.B.2. Prosedur Kompilasi dan Analisis Katalog Gempa untuk Input Data Analisis Bahaya Guncangan Gempa LAMPIRAN B.3. Metoda Logic Tree LAMPIRAN B.4. Formula Empiris untuk Atenuasi Gelombang LAMPIRAN B.6. Perumusan Analisis Bahaya Guncangan Gempabumi Metoda Probabilistik LAMPIRAN B.7. Faktor Kondisi Lokal untuk Guncangan Gempa LAMPIRAN C: Contoh Peta LAMPIRAN E: WILAYAH RAWAN GEMPABUMI DI INDONESIA kerangka Tektonik Aktif dan Jalur Gempa di Indonesia Sumber Gempabumi di Sumatra Sumber Gempa di Jawa Sumber gempa di Indonesia Timur... 89

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Hubungan patahan dan gempabumi: Gempabumi tektonik terjadi karena pergerakan pada bidang patahan di dalam bumi yang kemudian menghasilkan gelombang gempa yang menjalar ke sekitarnya. Titik atau wilayah episenter adalah proyeksi bidang patahan gempa pada permukaan bumi. 15 Gambar 2.2. Bangunan dan rumah-rumah yang tidak memperhitungkan goncangan gempabumi runtuh ketika gempa terjadi. (a) Bangunan kantor yang runtuh akibat efek goncangan ketika gempa Jogya tahun 2006, (b) Rumah-rumah tembok bertingkat dua yang runtuh ketika gempa Nias-Simekue tahun Gambar 2.3. Rumah dan infrastruktur yang runtuh/rusak karena lokasinya persis di atas jalur patahan gempabumi. (a) Rumah yang runtuh ketika gempa Liwa tahun 1994 di Sumatra Selatan, (b). Jembatan yang runtuh di Taiwan ketika gempa Chi-Chi tahun (Desain grafis: 22 Gambar 2.4. Ruas jalan di wilayah Danau Kerinci, Sumatra yang longsor ketika gempabumi Kerinci tahun (Photo koleksi: Teddy Boen). 23 Gambar 2.6. Fenomena sand blow atau semburan dari campuran pasir dan air yang merupakan ciri adanya lapisan yang ter-likuifaksi di bawahnya. (a) Semburan pasir akibat gempabumi di Patahan Denali tahun 2002 di wilayah Kanada ketika. Fenomena ini mirip gunung lumpur yang terjadi di Porong Jawa Timur. Bedanya semburan lumpur porong berasal dari lapisan terlikuifaksi yang bertekanan sangat tinggi yang letaknya jauh lebih dalam sedangkan gunung pasir di foto ini sumber lapisan pasirnya di dekat permukaan. (b) Proses likuifaksi dan semburan pasir di dekat lapangan terbang Jogyakarta ketika gempabumi tahun Gambar 2.4. A-B-C. Proses siklus gempabumi pada zona subduksi/penunjaman lempeng di barat Sumatra dan terjadinya tsunami karena dasar laut terangkat ketika terjadi gempa besar. (Desain Grafis: Sambas Miharja). 25 Gambar Desa Haloban di Pulau. Aceh turun 50cm menyebabkan sebagian rumah-rumah sekarang berada di bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi. 27 Gambar Wilayah pantai di selatan Pulau Nias ini mengalami penurunan sampai 30 cm ketika gempa Nias tahun Penurunan ini menyebabkan proses erosi pantai lebih menjorok ke daratan sehingga sebagian ruas jalan menjadi longsor. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan ini hádala pengambilan pasir pada tebing jalan yang tidak terkontrol. 27 Gambar 3.1. Contoh bentang alam dari jalur patahan geser. Pada diagram bagian muka bergerak mendatar ke arah kanan pada bidang patahannya yang dicirikan oleh tebing patahan ( fault scarps ), bukit memanjang di depan tebing ( shutter/linear ridge ) dan lembah sempit memanjang ( linear valley ). Fenomena lainnya yang umum menandai jalur patahan geser aktif adalah kenampakan dari pergeseran alur-alur sungai dan alur sungai yang terpotong ( offset streams and beheaded stream)danau-danau kecil ( sag ponds ) dan juga kemunculan mata-mata air. 31 Gambar 3.2. Contoh kenampakan jalur patahan geser aktif dari: (a) Patahan San-Andreas di Carizo Plain, California, (b) Patahan Sumatra di daerah Lembah Sianok, Bukit Tinggi, Sumatra Barat. 32

5 Gambar 3.3. Jalur Patahan Lembang di Utara Bandung dicirikan oleh kenampakan bukit-bukit memanjang disepanjang jalur tersebut seperti Bukit Gunung Batu di foto ini. 32 Gambar 3.4 Kompleksitas jalur patahan: A. Berupa satu jalur patahan tegas, B. Terdiri dari banyak cabang patahan yang sub-paralel, C. Jalurnya tidak jelas (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 35 Gambar 3.5. Membuat zonasi bahaya (= Fault Avoidance Zone) dari patahan aktif: 20 meter di kanan-kiri jalur patahan (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 35 Gambar 3.6. Tahapan pengurangan risiko bencana patahan gempa (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 37 Gambar 4.1. Prinsip menghitung besar goncangan gempabumi : 1. Sumber (Patahan) Gempabumi, 2. Proses perambatan/propagasi dan peredaman gelombang gempa, 3. Efek amplifikasi gelombang pada lokasi (Ilustrasi gambar diambil dari Seismic Hazard Manual Guide, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention Japan, 2008) 39 Gambar 4.2 Bagan memperlihatkan rangkaian kegiatan dan alur kerja dari kajian rawan bencana goncangan gempa. Ketersediaan data hasil penelitian dasar gempabumi sangat menentuan kualitas kajian bahaya goncangan gempa. Penelitian dasar gempa notabene adalah bagian yang paling sulit dan memerlukan program jangka panjang. Hasil kajian analisis bahaya gempa harus selalu direvisi secara regular untuk meng- update inputdata sejalan dengan tersedianya data baru. 41 Gambar 4.3. Contoh peta intensitas gempa dari gempa-gempa merusak di masa lalu. Wilayah yang diarsir hitam = MMI >=VIII (kerusakan parah), Yang diarsir sedang = MMI V VIII, Yang diarsir tipis MMI I IV (sumber: Newcomb and McCann, 1987) 43 Gambar 4.4. Diagram cara membuat peta bahaya goncangan berdasarkan metoda deterministik standar (Diadposi dari Seismic Hazard Manual Guide, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention Japan, 2008) 44 Gambar 4. Peta Patahan Sumatra di wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan dari foto udara 1: dan topografi skala 1: (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Segmen patahan aktif Renun panjangnya ~170km. Di bagian utaranya di batasi oleh diskontinuitas jalur patahan berupa struktur extensional step-over Lembah Alas. Di bagian selatannya dipisahkan dari segmen patahan Toru oleh perubahan arah jalur gempanya dan compressional step-over. 45 Gambar 4.6. Peta bahaya goncangan gempabumi (pada batuan dasar) berdasarkan analsisis deterministik-konvensional dari Patahan Sumatra segmen Renun di wilayah Toba (MCE=Mw7.6) dengan memakai formula empiris atenuasi gelombang dari Fukushima dan Tanaka (1990). 46

6 Gambar 4.7. Diagram cara membuat peta bahaya goncangan berdasarkan metoda deterministik detil (Diadposi dari Seismic Hazard Manual Guide, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention Japan, 2008) 47 Gambar 4.8 Contoh 2 macam tampilan peta probabilistik bahaya goncangan gempa untuk wilayah di Jepang: (a) Peta kiri memperlihatkan perkiraan besar intensitas goncangan dengan tingkat kemungkinan 6% dalam 30 tahun ke depan. Peta kanan memperlihatkan perkiraan besar intensitas (dalam JMA) goncangan dengan tingkat kemungkinan 3% dalam 30 tahun ke depan. (b) Peta kiri memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 5 (skala JMA). Peta kanan memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 6 (skala JMA) 51 Gambar 4.9. Peta probabilistic tingkat bahaya goncangan gempa di Sumatra untuk untuk 10% probability of excedance dalam 50 tahun (dari Petersen et al [2004] ). 51 Gambar 4.10 Diagram alur kerja Kajian Bahaya Goncangan Gempa dengan Metoda Probabilistik (Disarikan dari Seismic Hazard Manual Guide, NRI-ESDP Japan, 2008 dan Seismic Hazard and Risk Analysis by R.K. McQuire, 2004) 52 Gambar A.2.1 Diagram Jalur Patahan Sumatra di Sumatra barat. (Sumber data: [Sieh and Natawidjaja, 2000], gambar diambil dari brosur: Sumatra Rawan Gempabumi, LIPI Caltech) 58 Gambar A.3.1. Peta jalur Patahan Sumatra. Patahan besar ini terbagi menjadi 20 segmen utama yang membatasi potensi magnitudo maximum gempanya (sumber dari: [Natawidjaja and Triyoso, 2007] 60 Gambar A.3.2. Peta Patahan Sumatra memperlihatkan kecepatan gerak patahan dari data pengukuran geologi dan survey GPS. Angka berwana putih adalah kecepatan gerak patahan (dalam mm/tahun) dari pengukuran geologi. Angka yang kuning adalah hasil pengukuran survey GPS. Kecepatan gerak relative lempeng adalah 57 mm/tahun, yang terbagi menjadi 45mm/tahun adalah komponen gerak yang tegak lurus batas lempeng dan 29 mm/tahun adalah komponen gerak (dekstral) yang sejajar lempeng (sumber: Natawidjaja and Triyoso [2007] ). 62 Gambar B.1.1 Hubungan besaran macam skala magnitude gempabumi (McQuire p33) 69 Gambar E.1. Peta tektonik aktif Indonesia. Panah merah menunjukan pergerakan relative lempeng-lempeng bumi. Tanda panah hitam adalah data pergerakan relative permukaan bumi dari survey GPS data [dari Bock et al, 2002]. 81 Gambar. E.2. Peta tektonik aktif Indonesia dan gempabumi yang terjadi sejak tahun Titik merah=episenter gempa dengan kedalaman 0-30km, titik kuning=episenter gempa dengan kedalaman 33-60km, titik oranye=episenter gempa dengan kedalaman 61-90km, titik hijau=episenter gempa dengan kedalaman , titik biru=episenter gempa dengan kedalaman lebih besar dari 151 km. 81 Gambar E.3. Diagram zona subduksi Sumatra memperlihatkan struktur bumi di bawah permukaan. Sumber gempa besar di Sumatra adalah pada zona megathrust dan jalur Patahan Sumatra. Megathtrust adalah patahan bidang kontak zona subduksi sampai kedalaman ~ 50km. Patán Sumatra adalah patán geser besar yang berada pada punggungan Pulau Sumatra. Pada

7 kedalaman km dari zona subduksi, lempeng meleleh. Lelehan lempeng ini kemudian naik ke atas menjadi magma dan muncul di permukaan sebagai letusan gunung api. (Illustrasi: Sambas Miharja, diambil dari Poster dan Brosur LIPI-Caltech : Sumatra Rawan Gempa ). 83 Gambar E.4. Sumber gempabumi dan gempa-gempa besar yang terjadi pada megathrust di zona subduksi di bawah perairan barat Sumatra. 84 Gambar E.5. Peta regional Patahan Sumatra dan gempa-gempa merusak yang pernah terjadi pada masa sejarah. Elips kuning menandai patahan gempa dan wilayah dengan kerusakan serius dengan keterangan tahun kejadian (magnitudo). 85 Gambar E.6. Peta tektonik aktif dan sumber gempabumi di Pulau Jawa. Lempeng Australia menunjam di bawah Jawa dengan kecepatan sekitar 70 mm/tahun. Di lepas pantai terdapat zona megathrust, yaitu patahan besar pada batas lempeng penunjaman biasanya pada kedalaman di atas 50 km). Di daratan jawa terdapat indikasi banyak jalur patahan aktif (sumber peta patahan aktif: Natawidjaja dkk, 2006-laporan ke Caltech-USGS belum dipublikasikan) 86 Gambar E.7. Peta sejarah gempa-gempa merusak di Jawa sejak tahun 1850 dari berbagai sumber. Gempa Jogya tahun 1867 dan Gempa Jogya tahun 2006 mempunyai wilayah kerusakan yang sama karena itu kemungkinan berasal dari jalur patahan aktif yang sama. 87 Gambar E.8. Diagram ruang-waktu kejadian gempa bumi di wilayah selatan Jawa berdasarkan catatan sejarah dan rekaman seismik. Setiap kolom menunjukkan satu kejadian gempa. Kolom putih = skala MMI I-!V, kolom titik-tik = skala MMI V-VII, kolom hitam = skala MMI > VII. Garis bergelombang mengindikasikan wilayah yang terkena tsunami (sumber: Newcomb dan McCann, 1987). 88 Gambar E.9. Peta kegempaan di Pulau Jawa sejak tahun 1973 (sumber data: NEIC-USGS catalog ) memperlihatkan aktifitas kegempaan pada patahan aktif di daratan dan patahan zona subduksi. Wilayah sepi gempa diantara wilayah gempa Pangandaran Juli 2006 dan gempa tahun 1994 di Pancer Jawa Timur dan juga di sebelah barat gempa Pangandaran bisa ditafsirkan sebagai seismic gap yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar di masa datang. 89 Gambar E.10. Peta tektonik aktif Indonesia timur menunjukan batas lempeng dan jalur patahan aktif besar. Patahan geser Sorong mempunyai laju pergerakan 8-10 cm/tahun adalah patahan geser yang tercepat di dunia. 90 Gambar E.11. Gempabumi dengan magnitude lebih dari 7 yang terjadi sejak tahun 1973 (sumber data: Katalog Gempa USGS) 90 Gambar E.12. Peta sejarah gempa bumi dari wilayah Indonesia Timur sejak Abad ke-17. Keterangan: tahun kejadian (magnitudo). Wilayah yang di arsir merah adalah sumber patahan gempa di bawah laut yang berpotensi tsunami. 91 Gambar E.13. Sejarah kejadian tsunami. Keterangan menunjukan : tahun kejadian (tinggi tsunami dalam meter). Titik-titik merah menunjukan lokasi yang dilaporkan pernah terkena tsunami. (Sumber data tsunami dari Latief, 2002) 91

8 Gambar E.14. Sejarah kejadian tsunami. Keterangan menunjukan : tahun kejadian (jumlah korban tewas). Titik-titik merah menunjukan lokasi yang dilaporkan pernah terkena tsunami. 92

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Definisi patahan aktif dan patahan kapabel dalam kurun waktu geologi (mengacu ke : Spec. Pub. 42 of California Div. Mines and Geology: Fault Rupture Hazard Zones in California ) Tabel 2.2. Klasifikasi Kekuatan Gempabumi Tabel 2.3. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) Table 3.1. Klasifikasi Perioda Ulang Patahan Gempa (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) Tabel 4. Perbandingan metoda deterministik dan probabilistik untuk analisis goncangan gempa Tabel B.1.1 Macam skala magnitudo (kekuatan) gempa. Level Saturasi (saturation level) maksudnya adalah magnitudo gempa maximum yang masih bisa diukur dengan baik. Di atas itu maka ukuran kekuatannya menjadi tidak sensitif lagi. Contohnya skala Richter tidak baik untuk dipakai mengukur gempa dengan kekuatan diatas M Table Segmen utama dari Patahan Sumatra dan karakteristiknya (Sumber: Natawidjaja and Triyoso, 2006 )... 63

10 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Catatan sejarah dan rekaman alat menunjukan bahwa bencana gempabumi sudah sering terjadi di berbagai wilayah kepulauan Indonesia. Seringnya gempabumi disebabkan karena wilayah Kepulauan Indonesia terletak pada zona batas dari empat lempeng besar, yaitu: lempeng Eurasia, Lempeng India dan Australia, dan Lempeng Pacifik. Selain deformasi pada batas lempeng, pergerakan tektonik dari empat lempeng bumi ini menyebabkan pembentukan banyak patahan-patahan aktif baik di wilayah daratan maupun di dasar lautan. Batas lempeng dan patahan-patahan aktif ini menjadi sumber dari gempa-gempa tektonik yang dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Gempa bumi mempunyai potensi bencana dari deformasi tanah di sepanjang jalur patahannya, dan efek goncangan yang menyebar ke wilayah di sekelilingnya sampai radius beratus-ratus kilometer jauhnya tergantung dari besarnya kekuatan gempa. Disamping itu, getaran gempa juga dapat memicu terjadinya bencana ikutan berupa longsor dan amblasan tanah. Apabila sumber gempabuminya di bawah laut maka pergerakannya dapat menyebabkan gelombang tsunami. 1.2 Tujuan dan Sasaran Dari Pedoman Manajemen bencana alam memerlukan biaya yang tidak sedikit dan melibatkan banyak stakeholders. Karena itu ketersediaan peta-peta dengan standar yang baik adalah suatu keharusan, karena kalau tidak maka usaha yang dilakukan akan tidak tepat dan efisien, dan mungkin bisa berakibat lebih banyak korban karena kesalahan dalam membuat kebijakan dan langkah-langkah mitigasi yang dilakukan. Pedoman ini berisi panduan dan uraian tentang tata-cara melakukan analisis dan pemetaan bahaya dan risiko bencana gempabumi. Adapun yang dimaksud dengan analisis risiko bencana gempabumi adalah kegiatan penelitian dan evaluasi dari prosesproses yang berkaitan dengan gempa yang dapat menjadi sumber bencana atau membahayakan kehidupan dan menimbulkan kerugian bagi manusia. Dengan mengetahui potensi dan risiko bencana gempabumi di wilayah yang bersangkutan maka hal ini akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah maupun instansi instansi terkait dalam merancang upaya-upaya mitigasi bencana gempabumi baik dalam aspek non-struktural maupun struktural pada saat sebelum, pada saat terjadi dan sesudah bencana. Pedoman ini diharapkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh pihak pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan semua pihak yang terkait/berkepentingan untuk melakukan usaha pengurangan risiko bencana dan membuat program pembangunan yang mempertimbangkan usaha penanggulangan bencana sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 8 dan 9 dari UU No.24, 2007

11 Dengan adanya pedoman ini diharapkan analisis dan pembuatan peta bahaya dan risiko bencana gempabumi akan lebih terarah, terpadu, dan berkualitas. Apabila petunjuk dan syarat-syarat teknis yang diuraikan dalam pedoman ini diikuti dengan baik maka siapapun atau pihak manapun yang membuat analisis dan peta-peta ancaman dan risiko gempabumi hasilnya seharusnya tidak akan jauh berbeda dalam hal standar teknis, mutu dan penyajiannya. Dengan demikian maka pihak pengguna peta tidak akan dibingungkan lagi oleh berbagai peta yang standar teknis dan penyajian yang beragam. 1.3 Ruang Lingkup dan Struktur Pedoman Pedoman ini dibuat untuk para pengambil keputusan dan perencana di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana gempabumi. Selain itu pedoman ini juga akan berguna untuk para pakar bencana gempabumi dan praktisi/konsultan yang terlibat dalam kegiatan ini sebagai bahan acuan dan review dalam persyaratan dan metoda untuk melakukan analisis bahaya dan risiko. Seorang perencana tidak berkompeten untuk melakukan keputusan dalam mitigasi bencana gempa, tapi harus mendapat masukan yang sebaik-baiknya dari ahli di bidang ini. Karena itu sangat penting untuk berkonsultasi dengan ahli bencana gempa sejak awal proses. Badan utama dari pedoman ini di-desain agar cukup mudah dipahami oleh para perencana sehingga mereka dapat lebih paham tentang langkah apa yang harus dilakukan, termasuk informasi dan masukan materi apa yang harus didapat dari para ahli bencana gempa dan instansi terkait. Isi pedoman dibagi beberapa bagian sebagai berikut: Bab 1: Menjelaskan latar belakang, tujuan dan sasaran, serta ruang lingkup dari pedoman ini. Bab 2: Pemahaman pengetahuan dasar gempa dan potensi bencananya. Menjelaskan beberapa parameter dasar yang biasa dipakai dalam analisis bencana, termasuk: intensitas, magnitudo, dan perioda ulang. Kemudian uraian tentang macam bencana yang diakibatkan oleh gempabumi. Lalu memberikan panduan awal untuk langkah mitigasi bencana gempabumi Bab 3: Menguraikan tentang persyaratan dan metoda untuk melakukan analisis bahaya patahan aktif, termasuk cara pemetaan dan analisis patahan aktif, membuat zonasi bahaya patahan, dan tahapan untuk melakukan usaha pengurangan resiko bencana patahan gempa. Bab 4: Menguraikan tentang persyaratan dan metoda untuk melakukan analisis bahaya goncangan gempabumi, termasuk untuk input data sumber gempa, melakukan prediksi besar goncangan gempa dengan metoda deterministic dan probabilistic. Kemudian membahas cara untuk memperhitungkan efek amplifikasi pada lokasi target dan pembahasan tentang respon struktur. Terakhir menguraikan macam peta-peta bahaya gempabumi.

12 Lampiran-Lampiran: Menguraikan secara lebih detil/teknis/ilmiah tentang aspek alam dari gempabumi, metoda analisis bencananya, dan juga memberikan contoh-contoh peta bahaya gempabumi. 1.4 Terminologi Umum Bencana = peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Pasal 1 Ayat 1 UU 24,2007) Bencana alam = bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (Pasal 1 Ayat 2 UU 27, 2007) Penanggulangan bencana (alam) = (natural) hazard assesments = serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. (UU 24, 2007: Pasal 1:5). Catatan tambahan: penanggulangan meliputi aspek perencanaan, pengurangan risiko dan pencegahan bencana, persyaratan analisis risiko bencana, pendidikan dan pelatihan, dan penetapan estándar teknis dalam penanggulangan bencana (UU 24: Psl 5:1) Mitigasi (bencana) = serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU 25,2007: Pasal 1:9) Pengurangan risiko (bencana) = kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana (UU 24: Pasal 7) Pencegahan bencana = serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana (UU24,2007:1:16) = kurang lebih sama artinya dengan mitigasi bencana dan pengurangan risiko Kesiapsiagaan : serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (UU 25,2007: Pasal 1:7) Peringatan dini : serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana (dalam waktu relatif dekat) pada suatu tempat (oleh lembaga yang berwenang). Bahaya (bencana alam) = Hazard = statu kondisi/efek yang behubungan dengan statu sumber bencana yang dapat menimbulkan kerusakan tertentu

13 (besarnyanya intensitas kerusakan yang bisa ditimbulkan sebanding dengan tingkat bahaya. Catatan: kata bahaya dipakai dalam UU24:7e, 9d, 38:a c, pasal 71:2a, dimana sumber ancaman bencana bisa sama artinya dengan bahaya bencana (apabila ada populasi masyarakat ataupun infrastruktur dalam zona bahaya tersebut ) Ancaman (bencana alam) = suatu kejadian atau peristiwa (alam) yang bisa menimbulkan bencana = dengan kata lain apabila suatu zona bahaya berada dalam wilayah populasi manusia maka bahaya tersebut disebut sebagai ancaman Rawan (bencana alam) = suatu populasi manusia dan infrastruktur kehidupan dikatakan rawan terhadap bencana alam atau mempunyai kemungkinan mengalami kerusakan apabila berada dalam zona bahaya (bencana alam)/ancaman (bencana alam). Catatan: definisi wilayah rawan bencana disebutkan dalam UU 24, 2007:Pasal 1:14. Rentan (bencana alam) = vulnerable = disebut dalam UU24:26:1b dalam kaitannya dengan masyarakat yang rentan bencana = kondisi tertentu dari masyarakat atau faktor lainnya yang ada dalam masyarakat termasuk infrastruktur, bangunan, dan rumah-rumah yang memungkinakan untuk mengalami cedera atau rusak oleh suatu bencana alam (tertentu). Risiko (bencana) = risk = potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Peta Bahaya Vs Peta Rawan Bencana vs Peta Risiko Bencana: Ke tiga istilah di atas seringkali dikacaukan dalam pemakaiannya. Dalam pedoman ini didefinisikan bahwa: - Peta bahaya = hazard map - Peta rawan Bencana = (potential) dissaster map - Peta risiko bencana = risk map Hubungan antara ke tiga jenis peta tersebut diperlihatkan dalam diagram di berikut ini:

14 Jadi peta bahaya (hazard map) menggambarkan semua wilayah berpotensi merusak sedangkan peta rawan bencana memperlihatkan wilayah populasi manusia dan semua elemen kehidupannya yng berada dalam zona bahaya tapi baru menyatakannya secara kualitatif. Setelah wilayah rawan ini analisis lebih lanjut baik dengan cara rating (semi kuantitatif) ataupun dengan lebih detil (kuantitatif) sehingga keluar perkiraan kehilangan dan kerusakannya maka peta yang dihasilkan menjadi peta risiko. 2 Memahami Gempabumi dan Potensi Bencananya 2.1 Definisi Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa goncangan bumi karena penjalaran gelombang seismik dari suatu sumber gelombang kejut ( shock wave ) yang diakibatkan oleh pelepasan akumulasi tekanan di bawah permukaan bumi secara tiba-tiba.

15 Sumber gempa yang paling umum ada dua, yaitu: (1) Pergerakan ( slip ) pada zona patahan aktif yang disebut sebagai gempa tektonik dan (2) Pergerakan magma pada aktifitas gunung api yang disebut sebagai gempa vulkanik. Yang biasanya berkekuatan besar dan merusak adalah gempa patahan/tektonik, sedangkan gempa vulkanik biasanya kecil. Dalam pedoman ini yang akan dibahas adalah gempa tektonik. Gempa vulkanik akan dibahas dalam pedoman untuk gunung api sebagai salah satu fenomena yang menyertai proses letusan gunung api. Gambar 2.1. Hubungan patahan dan gempabumi: Gempabumi tektonik terjadi karena pergerakan pada bidang patahan di dalam bumi yang kemudian menghasilkan gelombang gempa yang menjalar ke sekitarnya. Titik atau wilayah episenter adalah proyeksi bidang patahan gempa pada permukaan bumi Patahan Aktif Patahan adalah bidang atau zona rekahan pada kerak bumi dimana bagian bumi di kedua sisi rekahan tersebut bergerak relatif terhadap satu dengan yang lainnya. Dua bagian bumi pada kedua sisi patahan tersebut terekat satu sama lain oleh tekanan dan gaya friksi permukaannya sehingga ketika dua sisi itu bergerak secara perlahan-lahan namun zona patahannya tetap merekat sehingga tekanan pada bidang patahan ini akan terus meningkat sampai akhirnya akumulasi tekanan yang terjadi melampaui gaya rekatnya sehingga bidang rekahan tersebut pecah dan bergerak secara tiba-tiba

16 melepaskan semua tekanan. Peristiwa pecah dan pergerakan tiba-tiba pada bidang patahan ini menimbulkan gelombang kejut ( shock waves ) yang kemudian menjalar ke semua arah dan menggetarkan bumi di sekitarnya yang dikenal sebagai gempabumi. Perlu digarisbawahi bahwa sumber gempabumi adalah sebuah bidang (patahan) bukan berupa titik (ledak). Patahan diklasifikasikan sebagai patahan aktif apabila diketahui pernah bergerak (mengeluarkan gempabumi) dalam kurun waktu 11,000 tahun terakhir (Zaman Holosen), termasuk yang tercatat dalam sejarah ataupun diketahui dari analisis data geologi (Tabel 2.1). Proses gempabumi pada setiap zona patahan merupakan siklus sehingga kejadian gempa di masa lalu akan terjadi lagi di masa datang. Patahan disebut sebagai patahan kapabel ( capable fault ) apabila menunjukkan indikasi pergerakan pada Zaman Kuarter atau pada perioda waktu selama 1.6 juta tahun terakhir. Pada prinsipnya hal ini dapat diketahui apabila pergerakan patahan tersebut mempengaruhi/mendeformasi bentukan alam atau lapisan tanah/batuan yang berumur 1.6 juta tahun atau lebih muda. Patahan kapabel artinya masih dianggap ada kemungkinan untuk dapat bergerak atau mengeluarkan gempabumi lagi. Secara umum patahan kapabel belum dianggap sebagai patahan aktif yang perlu di perhitungkan dalam mitigasi bencana gempabumi sebelum hal ini dikaji lebih lanjut untuk memastikan keaktifannya. Meskipun demikian, khusus untuk pembangunan infrastruktur berisiko tinggi seperti pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) patahan berstatuskapabel ini biasanya perlu diperhitungkan. Dalam pedoman ini yang disebut sebagai patahan gempa ( earthquake-fault rupture ) adalah bidang/jalur/jejak patahan aktif yang pecah dan bergerak ketika terjadi gempabumi. Patahan gempa di permukaan ( surface fault rupture ) adalah jejak/kenampakan patahan gempa yang terbentuk pada muka tanah ketika terjadi gempabumi. Tabel 2.1. Definisi patahan aktif dan patahan kapabel dalam kurun waktu geologi (mengacu ke : Spec. Pub. 42 of California Div. Mines and Geology: Fault Rupture Hazard Zones in California )

17 2.1.3 Kekuatan dan Intensitas Gempabumi Besarnya gempabumi diukur dari kekuatan dan intensitas-nya. Kekuatan atau magnitudo gempa adalah skala gempa berdasarkan besarnya (dimensi) sumber. Skala magnitudo ini banyak dikenal masyarakat sebagai Skala Richter. Sebetulnya Skla Richter adalah skala magnitudo yang pertamakali dipakai yang diciptakan oleh Prof. Richter di California Instutute of Technology (Caltech). Skala Richter (SR) sekarang sudah sangat jarang dipakai tapi diganti dengan parameter yang lebih modern. Dalam Skala Richter (SR), besarnya kekuatan gempa disebandingkan dengan besarnya amplitudo gelombang gempa yang terekan pada alat seismograf (Lihat Lampiran). Skala magnitudo yang sekarang umum dipakai yang langsung memperlihatkan kesebandingan antara besarnya kekuatan gempa dengan besarnya dimensi patahan gempa dan pergerakan atau slip ( displacement )-nya adalah magnitudo momen (= moment magnitude, Mw), seperti berikut ini: Magnitudo Momen (Mw) = (Log Mo 16.05)/1.5 Dimana Momen Seismik (Mo) = µ * A * D µ = konstanta shear rigidity = 3 x Newton/cm 2, A= luas area patahan gempa (= panjang x lebar bidang patahan yang pecah) dalam (meter 2 ), D = displacement = besar pergerakan patahan yang terjadi ketika gempa (meter). Jadi dari formula di atas kita mengerti bahwa semakin besar magnitudo gempanya maka makin besar pula dimensi sumber/patahan gempa (=A) dan semakin besar juga pergerakan yang terjadi di sepanjang bidang patahan gempanya (=D), dan tentunya semakin besar juga gelombang (kejut) gempa yang dihasilkan di sumbernya tersebut Klasifikasi Gempa Magnitudo Efek Merusak Frekuensi Kejadian di Dunia / tahun Gempa Besar >= 8 Katastropik 1 setiap 5 10 thn Gempa Utama Kerusakan besar 20 x Gempa Kuat Kerusakan sedang - besar 100 x Gempa Sedang Kerusakan kecil - sedang > 1000 x Gempa Ringan Kerusakan nil - kecil Ribuan x Gempa Minor Tidak merusak Puluhan ribu x Gempa Mikro < 3.0 Umumnya tidak terasa Ratusan ribu x Tabel 2.2. Klasifikasi Kekuatan Gempabumi Intensitas gempa menyatakan besarnya (efek) getaran/guncangan yang terjadi atau dirasakan di suatu lokasi. Besarnya guncangan tanah ini sebanding dengan besarnya kekuatan sumber gempa dan jaraknya dari sumber gempa ke lokasi tersebut. Jadi walaupun kekuatan sumber gempanya kecil tapi kalau letaknya dekat maka guncangannya bisa besar. Sebaliknya walaupun kekuatan sumber gempanya besar tapi kalau jaraknya jauh sekali maka guncangan yang dirasakan kecil karena proses penjalaran gempa sewaktu menempuh jarak tersebut secara umum akan meredam

18 (amplitudo) gelombang gempa menjadi semakin kecil (i.e. proses peredaman/atenuasi gelombang). Skala intensitas yang biasa dipakai di Indonesia adalah skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Skala ini adalah deskripsi guncangan dan efek gempa secara kualitatif atau hanya berdasarkan pengamatan/laporan dari efek yang dilihat/dirasakan masyarakat. Untuk ukuran yang kuantitatif biasanya yang dipakai adalah besaran akselerasi tanah (Peak Ground Acceleration PGA). PGA bisa dihitung secara empiris atau analitis berdasarkan informasi sumber gempa dan kondisi geologi setempat, dan bisa juga didapat dari pengukuran langsung oleh alat akselerograf yang terpasang di lokasi tersebut.

19 Tabel 2.3. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) Selain kekuatan dan intensitas, gempa sering juga diklasifikasikan berdasarkan kedalaman sumbernya. Klasifikasi tersebut adalah sbb: Gempa dangkal untuk kedalaman sumber/hiposenter 0 70km Gempa menengah untuk kedalaman sumber km Gempa dalam untuk kedalaman sumber lebih dari 300 km

20 2.1.4 Gempa Karakteristik dan Perioda Ulang Gempa karakteristik (= characteristic earthquake ) adalah gempa dengan kekuatan dan mekanisme tertentu yang (dianggap) terjadi berulang-ulang dalam suatu bagian pada suatu jalur patahan aktif. Dalam perhitungan analisis bencana gempabumi gempa karakteristik ini sering diartikan sebagai kekuatan gempa maksimum yang dapat terjadi pada bagian patahan aktif tersebut. Besarnya magnitudo/kekuatan maksimum ini dapat diukur berdasarkan panjang/besar (segmen) patahan gempa yang bersangkutan atau bisa juga di dapat dari sejarah gempa-gempa yang sudah terjadi dipatahan tersebut atau juga dari studi paleoseismologi. Perioda ulang patahan gempa adalah interval waktu rata-rata dari kejadian gempa karakteristik-nya.. Lamanya perioda ulang gempa biasa dipakai untuk acuan dalam menilai tingkat bahaya dan risiko bencana gempabumi. Setiap (segmen) patahan gempa (dianggap) mempunyai karakteristik kekuatan gempa tertentu beserta perioda ulangnya yang dalam kisaran tertentu juga. Apabila waktu terjadi gempa yang terakhir diketahui dan perioda ulangnya juga sudah diestimasi, maka kita dapat memperkirakan besarnya kemungkinan terjadi lagi gempa yang serupa di masa datang. Ada beberapa metoda untuk mengetahui perioda ulang ini, termasuk melakukan studi paleoseismologi dan pengukuran pergerakan patahan dengan peralatan GPS (Global Positioning Sistem). 2.2 Macam Bencana Gempabumi Potensi merusak dari kejadian gempabumi disebabkan oleh tiga macam bencana gempa, yaitu: o Goncangan bumi akibat gelombang gempa o Deformasi/pergerakan di jalur patahan gempa. o Bencana ikutan yang dipicu oleh proses gempa seperti pemicuan longsor, amblasan tanah, likuifaksi, dan juga tsunami Oleh karena itu peta rawan bencana gempabumi harus dapat menjawab tiga pertanyaan berikut ini: - Apakah ada jalur patahan aktif pada wilayah yang bersangkutan? - Apakah ada sumber gempa pada dan di sekitar wilayah tersebut yang bisa menimbulkan goncangan yang merusak? - Apakah ada potensi gerakan tanah, likuifaksi, atau tsunami yang bisa dipicu/ditimbulkan oleh kejadian gempa pada dan disekitar wilayah tersebut? Bencana Akibat Goncangan Gempabumi Goncangan/getaran bumi yang dirasakan adalah fenomena gempabumi yang paling dikenal masyarakat. Efek merusak dari goncangan gempa karena penjalaran

21 gelombang seismik ini bisa sampai radius ratusan kilometer dari sumbernya, tergantung dari besar kekuatan sumber. Makin besar magnitudo sumber akan makin besar dan jauh efek guncangan yang terjadi. Itulah salah satu fakta kenapa efek penjalaran gelombang gempabumi ini paling dikenal dan diperhitungkan, yaitu karena wilayah yang terkena dampaknya bisa sangat luas, tidak hanya wilayah yang berdekatan dengan atau pada jalur patahan gempanya saja. Yang disebut sebagai Peta Bahaya Seismik (Seismic Hazard Map) tidak lain adalah peta yang memperlihatkan estimasi besarnya goncangan tanah yang dapat terjadi di berbagai wilayah pada peta. Estimasi besar goncangan tanah ini dapat dihitung berdasarkan beberapa metoda yang akan dijelaskan dalam bab selanjutnya. Informasi tentang perkiraan bahaya goncangan gempabumi ini dapat dipakai untuk mendesain struktur bangunan tahan (goncangan) gempa agar bangunan tidak akan mengalami kerusakan kalau digoncang sampai tingkat goncangan yang diperkirakan tersebut. Gambar 2.2. Bangunan dan rumah-rumah yang tidak memperhitungkan goncangan gempabumi runtuh ketika gempa terjadi. (a) Bangunan kantor yang runtuh akibat efek goncangan ketika gempa Jogya tahun 2006, (b) Rumah-rumah tembok bertingkat dua yang runtuh ketika gempa Nias-Simekue tahun Bencana Akibat Pergerakan Patahan Gempa Ketika terjadi gempabumi maka tubuh tanah/batuan serta permukaan tanah pada dan di sekitar jalur/bidang patahan gempa yang pecah akan bergerak secara tiba-tiba. Oleh karena itu rekahan pada permukaan tanah dan pergerakan yang terjadi berpotensi menimbulkan kerusakan kepada rumah-rumah, bangunan dan segala jenis infrastruktur yang terletak di atasnya. Cara menghindari bencana akibat pergerakan patahan gempa adalah dengan mengetahui atau memetakan lokasi patahan aktif di wilayah yang bersangkutan dan kemudian menghindari pembangunan di sepanjang garis patahan tersebut, terutama bangunan-bangunan yang apabila rusak akan berisiko tinggi atau dapat menimbulkan banyak korban seperti: hotel, rumah sakit, dan sekolah-sekolah. Berbeda dengan mitigasi goncangan gempa, tidak ada cara yang mudah atau bahkan tidak mungkin untuk membuat struktur bangunan yang tahan pada efek terbentuknya rekahan dan pergerakan tanah pada fondasinya.

22 (a) (b) Gambar 2.3. Rumah dan infrastruktur yang runtuh/rusak karena lokasinya persis di atas jalur patahan gempabumi. (a) Rumah yang runtuh ketika gempa Liwa tahun 1994 di Sumatra Selatan, (b). Jembatan yang runtuh di Taiwan ketika gempa Chi-Chi tahun (Desain grafis: Bencana Ikutan Yang Dipicu Gempa Gempa memicu Longsor dan Likuifaksi Guncangan tanah dapat memicu terjadinya gerakan tanah/longsor dan juga proses likuifaksi di bawah permukaan tanah. Potensi bencana ikutan dapat diketahui dengan memetakan kestabilan lereng dan kondisi lapisan tanah di bawah permukaan yang rawan likuifaksi. Dalam analisis gerakan tanah/longsor yang dapat dipicu gempa, pada prinsipnya ditambahkan faktor goncangan sebagai beban tambahan yang dapat mengakibatkan lereng menjadi tidak stabil.

23 Gambar 2.4. Ruas jalan di wilayah Danau Kerinci, Sumatra yang longsor ketika gempabumi Kerinci tahun (Photo koleksi: Teddy Boen). (a) (b) Gambar 2.6. Fenomena sand blow atau semburan dari campuran pasir dan air yang merupakan ciri adanya lapisan yang ter-likuifaksi di bawahnya. (a) Semburan pasir akibat gempabumi di Patahan Denali tahun 2002 di wilayah Kanada ketika. Fenomena ini mirip gunung lumpur yang terjadi di Porong Jawa Timur. Bedanya semburan lumpur porong berasal dari lapisan terlikuifaksi yang bertekanan sangat tinggi yang letaknya jauh lebih dalam sedangkan gunung pasir di foto ini sumber lapisan pasirnya di dekat permukaan. (b) Proses likuifaksi dan semburan pasir di dekat lapangan terbang Jogyakarta ketika gempabumi tahun 2006.

24 Gempa Bawah Laut Menyebabkan Tsunami Apabila patahan gempa yang terjadi di bawah dasar laut maka pergerakan patahan tersebut dapat mengganggu volume air yang di atasnya dan menimbulkan gelombang tsunami. Pada umumnya gempabumi yang menyebabkan tsunami adalah gempabumi yang terjadi pada zona patahan raksasa antar lempeng di zona subduksi/tumbukan, seperti halnya yang menyebabkan tsunami besar di wilayah Aceh dan Laut Andaman pada tahun Gambar 2.4. mengilustrasikan bagaimana proses ini terjadi. Pada masa diantara gempabumi besar, bidang kontak dua lempeng yang terekat kuat akan mengkerut dan menghimpun tekanan, karena lempeng Lautan Hindia terus bergeser masuk di bawah lempeng Sumatra (Gambar 2.4A). Sejalan dengan itu, pulau-pulau yang berada di atas lempeng Sumatra ikut terseret ke bawah perlahan-lahan dan juga terhimpit kearah daratan Sumatra. Suatu saat, tekanan yang terhimpun diantara dua lempeng ini menjadi terlalu besar untuk ditahan, sehingga rekatan diantara dua lempeng ini pecah dan lempeng di bawah pulau akan terhentak dengan sangat kuat ke arah barat dan atas (Gambar 2.4B). Lentingan lempeng ini menghasilkan goncangan keras yang dikenal sebagai gempabumi, dan membuat pulau-pulau di sebelah barat terangkat, sebaliknya yang di bagian timur turun ke bawah akibat efek deformasi elastik. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi dan pulau-pulau kembali terseret ke bawah (Gbr 2.4C). Siklus proses gempabumi ini berlangsung selama satu abad atau lebih sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempabumi besar. Ketika pulau-pulau terhentak ke atas saat gempabumi, permukaan bumi di dasar laut ikut terangkat sehingga sejumlah besar volume air ikut terdorong ke atas dan menghasilkan bumbungan besar air di atas permukaan laut (Gbr. 2.4B). Bumbungan air ini kemudian menyebar ke segala arah dan menjadi gelombang tsunami. Gelombang tsunami sangat panjang dan bergerak sangat cepat menerjang dan membanjiri daratan. Waktu tempuh tsunami dari sumbernya ke pantai barat Sumatra adalah sekitar 30 menit atau lebih cepat. Gelombang tsunami bisa sangat berbahaya walaupun hanya beberapa meter karena seluruh massa airnya bergerak dengan sangat cepat sehingga mempunyai energi momentum yang tinggi. Ini berbeda dengan gelombang biasa yang pergerakannya hanya di bagian atasnya saja.

25 Gambar 2.4. A-B-C. Proses siklus gempabumi pada zona subduksi/penunjaman lempeng di barat Sumatra dan terjadinya tsunami karena dasar laut terangkat ketika terjadi gempa besar. (Desain Grafis: Sambas Miharja). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam membuat analisis bencana tsunami akibat gempa adalah bahwa baik tidaknya suatu pemodelan tsunami untuk memperkirakan berapa besar tsunami yang bisa terjadi di suatu wilayah tergantung dari baik tidaknya input data sumber gempa untuk pemodelan tsunaminya. Penentuan parameter sumber gempa ini ada dalam keahlian ilmu gempabumi, bukan keahlian seorang ahli pemodelan tsunami. Oleh karena itu pembuatan peta bahaya tsunami sebaiknya dibuat oleh tim yang terdiri dari ahli gempa dan pemodel tsunami Pengangkatan dan Penurunan Muka Bumi Akibat Gempa Efek bencana dari pergerakan patahan gempa selain rekahan dan pergeseran tanah di sepanjang jalur patahan adalah terjadinya pengangkatan dan penurunan muka bumi yang serntak ketika gempa dan juga penurunan yang perlahan-lahan ketika perioda antar gempa. Proses pengangkatan dan penurunan muka bumi ini terjadi pada patahan naik di bawah permukaan, utamanya pada patahan megathrust di zona subduksi.

26 Pengangkatan tiba-tiba pada wilayah kepulauan memberikan dampak kerusakan lingkungan antara lain sebagai berikut: Populasi terumbu karang pada zona pasang-surut di sepanjang tepi pantai akan terangkat ke atas air dan mati, baik sebagian ataupun total. Rusaknya ekosistem terumbu karang juga membuat populasi ikan yang tadinya banyak hidup di terumbu karang menjadi kabur mencari tempat yang baru. Hal ini tentu akan berpengaruh pada mata pencaharian para nelayan di sekitarnya. Hal yang positif pengangkatan wilayah pantai adalah membuat daratan menjadi luas sehingga membuka lahan kehidupan baru untuk dijadikan sawah ladang dan sebagainya. Namun perlu diingat bahwa proses selanjutnya akan kembali menenggelamkan daratan baru ini secara perlahan-lahan sampai terjadi lagi gempa besar yang mengangkat kembali daratan ini. Pengangkatan juga menyebabkan dasar laut naik sehingga hal ini bisa mempengaruhi peta navigasi laut; artinya ada banyak daerah yang tadinya bisa dilalui perahu nelayan menjadi tidak bisa lagi karena sudah terlalu dangkal. Infrastruktur di tepi pantai seperti pelabuhan menjadi tidak berfungsi Penurunan tiba-tiba dari wilayah pantai menyebabkan: Ekosistem yang tadinya hidup di atas air menjadi tenggelam dan mati. Wilayah pantaipun menjadi menyusut. Wilayah pemukiman yang terlalu dekat dengan muka laut menjadi tenggelam di bawah air sehingga tidak bisa dihuni lagi. Hal ini sudah terjadi di berbagai wilayah pantai Sumatra Utara dan NAD setelah gempa Aceh-Andaman 2004 dan gempa Nias-Simelue Erose pantai yang maju ke daratan bisa merusak infrastruktur di dekat pantai. Gambar. Pelabuhan Sirombu di pantai barat Pulau Nias yang terangkat 3 meter ketika gempa Nias pada bulan Maret 2005 sehingga tidak bisa dipakai lagi.

27 Photo: D.H. Natawidjaja, 26 Mei 2005 Gambar Desa Haloban di Pulau. Aceh turun 50cm menyebabkan sebagian rumah-rumah sekarang berada di bawah air sehingga tidak dapat dihuni lagi. Gambar Wilayah pantai di selatan Pulau Nias ini mengalami penurunan sampai 30 cm ketika gempa Nias tahun Penurunan ini menyebabkan proses erosi pantai lebih menjorok ke daratan sehingga sebagian ruas jalan menjadi longsor. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan ini hádala pengambilan pasir pada tebing jalan yang tidak terkontrol.

28 2.3 Beberapa Permasalahan Umum dan Solusinya Kelangkaan Data Patahan Aktif dan Potensi Gempabumi Data dan peta patahan aktif di Indonesia masih langka. Karena itu analisis bahaya dan resiko bencana gempabumi akan banyak menggunakan asumsi-asumsi untuk input data sumber gempabuminya. Agar hasilnya masih tetap dapat dipertanggungjawabkan maka asumsi-asumsi yang dibuat harus benar-benar berdasarkan pengetahuan dan pertimbangan ahli yang sebaik-baiknya. Walaupun demikian sebaik-baiknya asumsiasumsi tetap bukan berdasarkan fakta sebenarnya oleh karena itu dalam laporan/keterangan ketidaktersediaan data dan penggunaan asumsi-asumsi ini harus dijelaskan secukupnya sehingga apabila dikemudian hari sudah ada datanya maka hasil analisis dan petanya harus direvisi berdasarkan input data baru. Untuk rencana jangka panjang diperlukan program penelitian gempabumi, yang komprehensif dan sistematis, terutama yang berkaitan langsung untuk input analisis bahaya gempabumi. Selain dari keperluan untuk revisi input data, pengetahuan mendalam dari tiap-tiap patahan gempa tidak kalah penting dari membuat peta rawan bencananya itu sendiri. Pengetahuan ini akan sangat membantu dalam mendidik masyarakat agar menjadi lebih kenal dan paham bencana dari kondisi alam disekitar tempat tinggalnya sehingga menjadi lebih peduli dan siaga bencana Kelangkaan Peta Rawan Bencana Gempabumi Sebelum keluarnya UU No mitigasi bencana alam belum menjadi suatu keharusan dalam kehidupan masyarakat dan penyelenggarakan pembangunan sehingga pembuatan peta-peta bahaya alam belum dilakukan secara serius dan bertanggung jawab karena kebanyakan peta-peta tersebut masih belum benar-benar dipakai. Oleh karena itu tidak aneh kalau peta-peta yang tersedia sekarang masih minim kuantitas dan kualitasnya. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menginventarisasi semua peta-peta rawan bencana gempabumi yang sudah dibuat oleh berbagai pihak/instansi. Kemudian dibuat seleksi kelayakan dari peta-peta tersebut berdasarkan standar kualitas yang baik. Setelah itu pemerintah dan pihak terkait dapat membuat program untuk memenuhi kebutuhan peta-peta rawan bencana gempabumi yang dibutuhkan untuk usaha mitigasi bencana ke depan Keterbatasan Pemahaman Gempabumi dan Mitigasi Bencananya Sebelum kejadian gempa-tsunami Aceh-Andaman tahun 2004 masih sedikit yang peduli tentang bencana gempabumi dan tsunami, termasuk para eksekutif dan praktisi pembangunan. Ketidakpedulian dan ketidaktahuan ini bukan hal yang aneh karena baik pendidikan formal di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi ataupun pendidikan umum melalui media massa tidak banyak memberikan pengetahuan tentang gempabumi dan potensi bencananya. Hal ini tentu merupakan salah satu tantangan dalam mengembangkan usaha mitigasi bencana gempabumi di Indonesia. Untuk menjawab tantangan ini, perlu diadakan banyak training-training, seminarseminar tentang gempabumi termasuk untuk para eksekutif, staf ahli pemerintah dan para

29 praktisi pembangunan. Untuk rencana jangka panjang pengetahuan tentang bencana alam termasuk gempabumi perlu diajarkan di pendidikan formal sejak tingkat sekolah dasar. 2.4 Tips Awal Untuk Mitigasi Bencana Gempabumi di Daerah Pada bab-bab selanjutnya akan dibahas tentang cara yang lebih rinci tentang pedoman untuk mitigasi bencana gempabumi. Namun sebagai langkah awal dalam usaha ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan dengan segera dan cukup mudah, yaitu: 1. Kenali Sejarah Kegempaan Di Daerah Sendiri Gali informasi tentang apakah di daerah ini pernah terjadi gempa besar di masa lalu sejarah Apabila pernah terjadi gempa besar berarti daerah ini jelas rawan bencana gempabumi. Gali informasi lebih lanjut tentang detil kejadian dan kerusakan yang pernah terjadi, terutama di mana kerusakan terparah terjadi. Apabila belum pernah terjadi gempa dalam sejarah tidak berarti di daerah ini belum pernah terjadi gempa besar karena catatan sejarah sangat terbatas, paling hanya beberapa puluh tahun sampai 1-2 ratus tahun kebelakang saja. 2. Cari Informasi Apakah Daerah Ini Dekat Atau Dilalui Oleh Jalur Patahan Aktif Atau Tidak o Apabila Ya: artinya daerah ini rawan bencana gempabumi. Cari informasi lebih lanjut di mana tepatnya jalur patahan aktif tersebut, juga tentang penelitian mengenai tektonik dan patahan aktif yang pernah dilakukan, termasuk penelitian paleoseismologi, pengukuran tektonik geodesi (GPS), dan studi seismologi, o Salah satu cara yang efektif untuk mengumpulkan informasi: adakan workshop/seminar dengan mengundang para narasumber ahli, terutama apabila ada yang meneliti wilayah yang bersangkutan. 3. Kumpulkan Peta-Peta Bahaya Dan Risiko Bencana Gempabumi Yang Sudah Dibuat o Peta-peta tersebut termasuk: Peta Patahan Aktif, Peta Seismo Tektonik, Peta Bahaya Seismik (Seismic Hazard Map), Peta Microzonasi Gempabumi, Peta Rawan bencana gempabumi, Peta Risiko bencana Gempabumi, dan juga Peraturan Kode Bangunan yang berlaku o Tanyakan keberadaan peta-peta tersebut pada instansi yang berkaitan, juga kepada para ahli gempabumi atau ali terkait.

30 4. Evaluasi Apakah Peta-Peta Yang Ada Sudah Memadai Untuk Melakukan Tindakan Pengurangan Risiko Bencana: o Evaluasi tersebut menyangkut skala ketelitian, input data, dan metoda yang dipakai, dan juga sajian hasil analisis yang memadai. Selain itu perlu juga dikaji apakah peta ini masih up-to-date dalam hal input data yang dipakai dan metoda analisis-nya. o Evaluasi peta-peta yang ada dalam kaitannya dengan kebutuhan untuk mitigasi bencana memerlukan bantuan satu atau beberapa ahli yang mengerti 5. Buat Rencana Atau Program Untuk Mendapatkan Atau Membuat Peta-Peta Bahaya Dan Risiko Bencana Gempa Yang Belum Ada Dan Dibutuhkan 6. Mengevaluasi Tindakan Yang Paling Tepat Untuk Pengurangan Risiko Bencana : o Dari peta bahaya, peta kerawanan, dan peta risiko bencana yang dibuat maka dapat diambil tindakan yang paling tepat dan efektif untuk rencana pengurangan dan penanggulangan bencana. o Perlu diadakan forum diskusi dan lokakarya yang melibatkan para ahli gempabumi, para pejabat dan instansi yang berkaitan, para praktisi dan consultan, dan para tokoh masyarakat o Tindakan pengurangan dan penanggulangan bencana ini meliputi: peraturan konstruksi tahan gempabumi (yang sesuai dengan tingkat bahaya goncangan gempabumi-nya), pedoman mitigasi bencana untuk wilayah yang dilalui patáhan aktif, penerapan peta mikrozonasi gempabumi untuk RT RW Dalam melakukan langkah-langkah di atas sebaiknya selalu berkonsultasi dengan para ahli. Proses pemantauan dan evaluasi kemajuan dari usaha mitigasi bencana ini perlu secara intensif dilakukan di setiap tapan.

31 3 Analisis Bahaya Patahan Aktif 3.1 Pemetaan Patahan Aktif Langkah utama untuk mengidentifikasi sumber gempabumi artinya melakukan identifikasi patahan-patahan aktif, baik yang berada di daratan ataupun di bawah laut. Kemudian patahan aktif yang teridentifikasi tersebut dipetakan lokasinya dengan teliti dan seakurat mungkin. Peta patahan aktif adalah peta dari kenampakan jalur patahan di permukaan bumi yang merupakan garis pertemuan antara bidang patahan dan permukaan. Kenampakan patahan di permukaan dapat dikenal dari berbagai kenampakan alam sebagai hasil dari interaksi antara proses pergerakan pada patahan dan proses-proses alam di permukaan. Gambar 3.1. Contoh bentang alam dari jalur patahan geser. Pada diagram bagian muka bergerak mendatar ke arah kanan pada bidang patahannya yang dicirikan oleh tebing patahan ( fault scarps ), bukit memanjang di depan tebing ( shutter/linear ridge ) dan lembah sempit memanjang ( linear valley ). Fenomena lainnya yang umum menandai jalur patahan geser aktif adalah kenampakan dari pergeseran alur-alur sungai dan alur sungai yang terpotong ( offset streams and beheaded stream)danau-danau kecil ( sag ponds ) dan juga kemunculan mata-mata air.

32 (a) (b) Gambar 3.2. Contoh kenampakan jalur patahan geser aktif dari: (a) Patahan San-Andreas di Carizo Plain, California, (b) Patahan Sumatra di daerah Lembah Sianok, Bukit Tinggi, Sumatra Barat. Gambar 3.3. Jalur Patahan Lembang di Utara Bandung dicirikan oleh kenampakan bukit-bukit memanjang disepanjang jalur tersebut seperti Bukit Gunung Batu di foto ini. 3.2 Syarat Pemetaan Patahan Aktif Syarat Keahlian Pemetaan patahan aktif memerlukan keahlian khusus untuk melakukannya. Sebaiknya pemetaan ini dilakukan oleh seorang ahli geologi yang sudah terlatih dalam teknik pemetaan patahan aktif. Seorang ahli teknik sipil/ geoteknik dapat juga memperoleh kualifikasi dalam memetakan patahan aktif. Perlu pahami bahwa peta

33 patahan aktif yang dimaksud tidak sama dengan peta patahan yang ada di peta-peta geologi umum (seperti yang diterbitkan oleh Badan Geologi ESDM). Prinsip dan metoda yang dipakai dalam memetakan jejak patahan aktif berbeda dengan pemetaan patahan yang dilakukan dalam membuat peta geologi umum Skala Ketelitian Peta Patahan aktif harus dapat ditentukan lokasinya pada skala yang memadai sesuai dengan tujuan penggunaannya. Untuk dapat melakukan pemetaan aktif berskala regional/nasional paling tidak harus menggunakan peta dasar topografi berskala 1: atau foto udara strereografi (3-d) berskala 1: Selain bisa juga memakai peta DEM (Digital Elevation Map), seperti Peta SRTM (Shuttle Radar Thematic Mapping) yang mempunyai ketelitian grid spasial 90 m. Untuk keperluan detil perencanaan tata ruang di daerah dan tindakan pengurangan risiko bencana diperlukan peta patahan aktif dengan skala minimum 1: Tingkat ketelitian ini perlu karena perencanaan mitigasi bencana memerlukan informasi zona rawan bencana sampai tingkat batas wilayah properti dan bahkan sampai lokasi dari setiap individual bangunan dan infrastruktur di daerah tersebut. Idealnya, sebelum melakukan pemetaan detil, peta patahan aktif berskala regional sudah terlebih dahulu tersedia/dibuat. Oleh karena itu diperlukan koordinasi, kerjasama, dan pembagian tugas antara pemerintah daerah dan pemerintah/instansi pusat yang berkaitan dengan masalah ini. Perlu benar-benar dipahami bahwa syarat skala peta yang dimaksud adalah skala ketelitian yang dipakai untuk pemetaan-nya, bukan hasil pembesaran. Jadi, tidak apabila untuk mendapatkan peta patahan aktif berskala 1:10.000, orang mendapatkannya dengan pembesaran 5x dari peta berskala 1: Menilai Bahaya (Segmen) Patahan Aktif Ada 3(tiga) parameter utama yang menentukan tingkat potensi bahaya suatu patahan aktif, yaitu: o Besar magnitudo/kekuatan gempabumi (karakteristik) yang dapat terjadi (pada patahan tersebut) o Perioda ulang gempabumi karakteristik). o Kompleksitas struktur/jejak patahan di permukaannya Kekuatan gempabumi yang dapat dihasilkan oleh suatu segmen patahan aktif dapat diketahui dari rekaman/sejarah gempa yang pernah terjadi di masa lalu atau dapat juga diperkirakan dari panjang segmen patahan tersebut. Perioda ulang suatu gempa karakteristik pada suatu patahan adalah waktu ratarata diantara kejadian gempa tersebut. Informasi ini sangat penting untuk evaluasi tingkat bahaya/risiko dari suatu patahan aktif. Perkiraan perioda ulang dapat dianalisa

34 dari studi paleoseismologi atau dari pengukuran laju pergerakan (sliprate) patahan tersebut. Data sejarah dan geologi menunjukkan bahwa patahan gempa terjadi berulangulang pada jalur/bidang patahan yang sempit. Oleh karena itu bahaya pergerakan patahan gempa tidak sulit untuk ditentukan lokasinya dan tentunya tidak susah untuk dihindari. Patahan dengan perioda ulang gempa lebih pendek tentunya akan lebih besar kemungkinannya untuk terjadi lagi di masa datang daripada yang perioda ulangnyalebih lama. Kemungkinan terjadinya gempa tentunya akan lebih besar lagi apabila gempa terakhirnya sudah lama terjadi. Table 3.1. Klasifikasi Perioda Ulang Patahan Gempa (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) Kompleksitas suatu jalur patahan mengacu kepada lebar jalur dan pola distribusi deformasi tanah disekitar jalur patahan tersebut. Ada jalur patahan yang berupa satu bidang atau garis yang tegas di permukaan tanah dengan lebar zona hanya beberapa meter saja. Tapi ada juga zona patahan yang terdiri dari lebih satu garis dengan lebar zpna sampai beberapa kilometer. Kadangkala ada juga zona patahan yang tidak tampak indikasinya di permukaan sehingga harus ada telaahan khusus untuk zonasi patahan-nya.

35 Gambar 3.4 Kompleksitas jalur patahan: A. Berupa satu jalur patahan tegas, B. Terdiri dari banyak cabang patahan yang sub-paralel, C. Jalurnya tidak jelas (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 3.3 Zonasi Bahaya Patahan Aktif Apabila peta patahan aktif yang dengan akurasi dan skala yang memadai sudah tersedia maka selanjutnya yang diperlukan adalah membuat zonasi bahaya dari jalur patahan aktif tersebut. Zonasi bahaya ( set-back ) jalar patahan aktif yang sudah diberlakukan di U.S.A dan New Zealand adalah selebar 20 meter di kanan-kiri jalur pataha. Meskipun demikian, lebar zonasi bahaya ini bisa lebih dipersempit apabila ada studi yang lebih detil yang menunjukan bahwa resiko bahaya akibat pergerakan patahan aktif tersebut lebih terkonsentrasi pada zona yang lebih sempit. Studi detil tersebut bisa berupa membuat paritan paleoseismologi untuk menentukan lokasi lebih pasti dari jalur patahannya dan juga detil struktur patahan di bawah permukaannya. Gambar 3.5. Membuat zonasi bahaya (= Fault Avoidance Zone) dari patahan aktif: 20 meter di kanan-kiri jalur patahan (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003) 3.4 Mitigasi risiko goncangan gempabumi: Cara Sederhana o Cara paling sederhana: dari catatan sejarah intensitas gempabumi di masalalu o Data patahan aktif adalah bentuk yang paling sederhana untuk peta goncangan gempa: zoning goncangan bisa diperkirakan beberapa kilometer di sekitar jalur patahan o Cara lebih advance dengan memakai rumus empiris

36 3.5 Tahapan Melakukan Pengurangan Risiko Bencana Patahan Gempa Ada empat prinsip dalam mitigasi bencana patahan gempabumi, yaitu: 1. Dapatkan informasi dan peta bahaya patahan gempa sebaik dan seakurat mungkin 2. Buat rencana dan peraturan untuk menghindari pembangunan di zona bahaya 3. Ambil tindakan pengurangan risiko bencana untuk komunitas masyarakat, bangunan-, dan infrastruktur yang sudah terlanjur berada pada zona bahaya. 4. Komunikasikan dan diskusikan dengan sebaik-baiknya perihal risiko bencana patahan gempa dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait terutama untuk kasus no.3 di atas.

37 Gambar 3.6. Tahapan pengurangan risiko bencana patahan gempa (di adopsi dari Planning for Development of Land on or Close to Active Faults, oleh Kerr dkk, 2003 dan Becker dkk, 2005, GNS, New Zealand, 2003)

38 4 Analisis Bahaya Goncangan Tanah (Ground-motion hazard Analysis) Goncangan gempa adalah fenomena yang paling dikenal oleh masyarakat karena fenomena ini yang paling umum dirasakan, dilihat, dan diamati, dan juga daerah yang terkena dampaknya bisa sangat luas sampai berpuluh-puluh bahkan ratusan kilometer dari sumber (patahan) gempanya. Analisis bahaya goncangan tanah pada prinsipnya adalah metoda untuk memperkirakan berapa besar goncangan gempa disuatu daerah/lokasi tertentu akibat kemungkinan terjadinya gempa-gempa di masa datang. Tujuan dari membuat peta bahaya goncangan gempabumi adalah untuk menghindari atau mengurangi kerusakan yang bisa terjadi terhadap rumah-rumah, bangunan dan infra struktur yang berada pada zona rawan goncangan gempa apabila terjadi gempa. Dari nilai besar goncangannya kemudian dapat dilakukan tindakan pencegahan kerusakan dengan cara menghindari zona tersebut atau mensyaratkan struktur bangunan yang tahan goncangan gempa. 4.1 Metoda dan Syarat Membuat Peta Bahaya Goncangan gempabumi Peta rawan bencana goncangan gempabumi dapat dibuat dengan beberapa cara, mulai dari yang paling sederhana sampai cara yang paling canggih, tergantung dari ketersediaan data, waktu, dana, tenaga ahli dan juga kebutuhannya. Cara yang paling sederhana adalah berdasarkan kerusakan akibat bencana gempabumi di masa lalu. Cara yang lebih ilmiah-teknis ada dua macam, yaitu: 1. Metoda deterministik (berdasarkan satu atau beberapa skenario gempa dari patán gempa tertentu, 2. Metoda probabilistik (berdasarkan semua sumber gempabumi yang ada di wilayah yang bersangkutan dengan analisis probabilistik). Ke dua metoda ini akan diuraikan pada bagian selanjutnya. Pada prinsipnya, terlepas dari metoda yang dipakai, keakuratan dan kualitas dari analisis goncangan gempa tergantung dari seberapa baik si pemodel goncangan gempabumi dalam mendesain/memilih/menentukan 4 (empat) hal di bawah: Input data: sumber gempabumi Model/analisis peredaman gelombang gempa dari sumber ke lokasi-lokasi di sekitarnya Data geologi bawah permukaan terutama lapisan tanah beberapa meter sampai puluh meter di bawah tanah untuk perhitungan efek amplikasi gelombang/goncangan gempabumi. Asumsi-asumsi yang dipakai untuk ke tiga hal di atas. Asumsi-asumsi selalu diperlukan karena keterbatasan data, biaya, waktu, dan kemampuan pemodelan-nya.

39 Analisis dan penentuan ke-4 faktor di atas memerlukan pengetahuan dan pertimbangan ahli yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu supaya peta rawan goncangan gempabumi yang dibuat bisa dievaluasi keakuratan dan kualitasnya maka peta rawan goncangan gempa harus disertai keterangan yang cukup tentang faktor-faktor di atas tersebut. Gambar 4.1. Prinsip menghitung besar goncangan gempabumi : 1. Sumber (Patahan) Gempabumi, 2. Proses perambatan/propagasi dan peredaman gelombang gempa, 3. Efek amplifikasi gelombang pada lokasi (Ilustrasi gambar diambil dari Seismic Hazard Manual Guide, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention Japan, 2008) 4.2 Input Data Sumber Gempabumi Ada dua macam input data sumber gempabumi untuk analisis bahaya goncangan gempa, yaitu: Data patahan aktif (= earthquake fault sources ) Data Area sumber gempa (= earthquake area sources ) Data Patahan Aktif Patahan aktif adalah sumber gempabumi yang sudah teridentifikasi/terpetakan. Sistem patahan aktif tersebut bisa merupakan individual patahan aktif atau bisa juga zona patahan yang terdiri dari banyak segmen atau cabang-cabang, termasuk patahan yang terkubur atau tidak sampai ke permukaan tanah (= blind thrusts ). Data parameter patahan aktif yang umumnya diperlukan adalah:

40 Segmentasi patahan: khususnya untuk menentukan potensi gempa maximum atau juga membuat skenario gempa Orientasi bidang: arah bidang (strike) dan kemiringan (dip) dari setiap segmen Lokasi geografis jalur/bidang patahan Dimensi patahan gempa: panjang, kedalaman zona seismik (untuk patahan intra lempeng biasanya kedalaman zona seismik berkisar antara km; untuk megathrust biasanya sampai kedalaman maximum 60km) (Karakteristik) besar dan arah pergerakan (slip) untuk skenario gempa: homogen atau inhomogen Laju gerak patahan (sliprate): baik data dari metoda geologi (= geological sliprate ) ataupun dari pengukuran geodesi ( GPS/geodetical sliprate ). Perioda ulang gempa ( recurrent interval ): data paleoseismologi atau dihitung dari besarnya pergerakan (slip) dari gempa karakteristik dibagi oleh laju gerak patahannya. Waktu terakhir terjadi pergerakan (gempa) untuk menghitung ellapsed time Karakteristik bidang patahan termasuk asperities, geometri dan kedalaman zona seismic: data ini umumnya didapat dari studi seismologi (mikroseismisitas dan makroseismisitas). Untuk analisis stochastic skenario gempa diperlukan juga arah propagasi rekahan gempa(rupture propagation) dan kecepatan perekahannya ( rise time ) Area Sumber Gempa Area sumberi gempa maksudnya adalah potensi kegempaan (yang signifikan) dari suatu area/wilayah yang ditentukan berdasarkan pertimbangan ahli. Area sumber gempa ini biasa juga disebut sebagai seismik latar belakang ( background seismicity ). Ada beberapa alasan dimana sumber gempabumi tidak bisa direpresentasikan oleh patahan aktif, yaitu: 1. Potensi bencana gempa nya diketahui dari sejarah dan rekaman seismisitas dari wilayah/zona yang bersangkutan akan tetapi data patahan aktifnya belum ada atau belum cukup informasinya untuk dapat dimasukan sebagai input data. 2. Apabila dari data seismik terlihat banyak gempa-gempa (kecil) yang terjadi di wilayah tersebut terdistribusi secara merata/acak tidak ada kecenderungan terfokus pada satu atau beberapa jalur patahan yang sudah teridentifikasi. Untuk input data area sumber gempa ini biasanya diasumsikan bahwa potensi gempa-gempa bisa terjadi di mana saja pada area tersebut dengan besar kekuatan yang beragam juga. Inputdata zona potensi gempa ini memerlukan asumsi kekuatan gempa

41 minimum dan maximumnya. Penentuan area sumber gempa biasanya berdasarkan analisis data seismik. Prinsip dasar yang biasa dipakai adalah memakai Formula Gutenberg-Richter untuk menganalisa hubungan antara magnitudo dan frekuensi gempanya. Selain data seismik data lain yang bisa dipakai untuk karakterisasi area sumber gempa adalah dari: Sejarah gempabumi dan catatan intensitas gempa-nya Data pergerakan kerak bumi dari studi GPS (global positioning system) yang menunjukan pergerakan tektonik pada perioda antar gempa untuk menghitung potensi akumulasi energi regangan dalam area yang bersangkutan Gambar 4.2 Bagan memperlihatkan rangkaian kegiatan dan alur kerja dari kajian rawan bencana goncangan gempa. Ketersediaan data hasil penelitian dasar gempabumi sangat menentuan kualitas kajian bahaya goncangan gempa. Penelitian dasar gempa notabene adalah bagian yang paling sulit dan memerlukan program jangka panjang. Hasil kajian analisis bahaya gempa harus selalu direvisi secara regular untuk meng- update inputdata sejalan dengan tersedianya data baru. 4.3 Peta Bahaya Goncangan Gempa Berdasarkan Sejarah (Historis) Cara yang paling mudah untuk membuat peta bahaya goncangan gempabumi adalah dengan membuat peta dari data intensitas/kerusakan gempabumi dari gempa-

42 gempa yang pernah terjadi di masa lalu. Dalam hal ini diasumsikan bahwa ancaman goncangan gempabumi yang akan terjadi di masa datang akan kurang lebih sama dengan yang terjadi di masa lalu. Kelemahan dari metoda ini adalah: Di wilayah yang bersangkutan harus sudah pernah terjadi gempa-gempa yang merusak pada masa sejarah. Data intensitas/kerusakan akibat gempa-gempa tersebut harus cukup baik dan lengkap sehingga bisa dipetakan dengan cukup memadai. Gempa-gempa yang pernah terjadi di masa lalu belum tentu merupakan potensi gempa terbesar di wilayah yang bersangkutan karena umumnya gempa-gempa berkekuatan besar mempunyai perioda ulang sampai ratusan bahkan ribuan tahun sehingga wajar saja kalau gempa dengan kekuatan maximumnya tidak tercatat dalam sejarah (tapi tentunya pernah terjadi di masa pra-sejarah). Apabila patahan-patahan aktif di wilayah yang bersangkutan sudah dipetakan maka data kerusakan gempa di masa lalu ini dapat dikombinasikan dengan lokasi patahan aktifnya. Dari banyak catatan sejarah kerusakan gempabumi di Indonesia dan di dunia pada umumnya, wilayah yang terkena kerusakan parah adalah pada zona sekitar beberapa puluh meter sampai beberapa kilometer (i.e. tergantung dari magnitudo gempa-nya) dari jalur patahan gempanya. Prinsipnya intensitas (goncangan) gempa semakin kuat semakin dekat dengan patahan gempanya.

43 Gambar 4.3. Contoh peta intensitas gempa dari gempa-gempa merusak di masa lalu. Wilayah yang diarsir hitam = MMI >=VIII (kerusakan parah), Yang diarsir sedang = MMI V VIII, Yang diarsir tipis MMI I IV (sumber: Newcomb and McCann, 1987) 4.4 Pemetaan Dengan Metoda Skenario Gempa (Deterministik) Metoda ini memakai input data skenario gempabumi dari satu sumber patahan gempa bumi yang paling berpotensial untuk menimbulkan bencana di wilayah yang bersangkutan. Di Jepang metoda ini disebut juga sebagai Peta Goncangan Gempa Berdasarkan Sumber Patahan Gempa Tertentu ( Seismic Hazard Map for Specified Source Fault ). Cara ini terutama baik dilakukan untuk wilayah yang kebetulan dilintasi atau berada pada jarak cukup dekat dari suatu patahan gempa utama sehingga diperkirakan akan mengalami kerusakan yang signifikan apabila gempa besar terjadi pada patahan tersebut. Selain itu pembangunan infrastruktur besar dan wilayah kota besar juga sering memakai metoda determiistik ini, khususnya yang cara detil seperti akan diuraikan di bawah. Metoda deterministik atau berdasarkan skenario gempa pada satu patahan tertentu ini dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Metoda standar/konvensional: memakai fomula empiris untuk model goncangan gempanya 2. Metoda Detil: memakai metoda Stochastic - Green s Function untuk simulasi numerik dari sumber gempa dan penjalaran gelombangnya Metoda Deterministik Konvensional Prinsip memperkirakan besar goncangan dengan metoda deterministik standar adalah dengan memakai rumus-rumus empiris atau formula hubungan antara besar kekuatan dan tipe sumber gempa dengan dampak kerusakan berdasarkan data-data kerusakan gempabumi di dunia. Kekurangan metoda ini adalah karena sampai saat ini belum ada rumus-rumus empiris yang khusus dikembangkan untuk wilayah Indonesia. Oleh karena itu terpaksa harus mengambil rumus-rumus empiris yang dikembangkan berdasarkan data-data dari luar Indonesia, sehingga belum tentu cocok. Keuntungannya, metoda ini jauh lebih mudah daripada metoda detil.

44 Gambar 4.4. Diagram cara membuat peta bahaya goncangan berdasarkan metoda deterministik standar (Diadposi dari Seismic Hazard Manual Guide, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention Japan, 2008) Contoh Analisis Goncangan Gempa dengan Metoda Deterministik Konvensional Dalam analisis deterministik faktor probabilitas atau berapa besar kemungkinan terjadinya suatu gempa besar di suatu wilayah tertentu tidak dipentingkan. Yang dihitung adalah berapa besar goncangan yang mungkin terjadi di wilayah tersebut apabila gempa besar yang terjadi pada salah satu sumber gempa disekitarnya terjadi. Jadi besar goncangan yang terjadi adalah akibat dari satu kejadian gempa. Biasanya diambil besar magnitudo maximum ( worst-case ). Secara sederhana model besar goncangan gempa dapat dihitung sebagai berikut: Akselerasi gempa ~( sebanding dengan)~ Besar kekeuatan/ magnitudo sumber gempa /(berbanding terbalik dengan) jarak sumber ke lokasi * peredaman gelombang gempa Jadi besar goncangan gempa berbanding lurus dengan besar sumber gempa (magnitudo) dan berbanding terbalik dengan jarak gempa (makin jauh/besar akan makin kecil) dan faktor peredaman gelombang. Pada contoh studi ini akan dihitung perkiraan potensi bahaya goncangan gempa dari Segmen Renun dari Patahan Sumatra di Wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan berdasarkan foto udara skala 1: dan peta topografi skala 1: Peta patahan aktif ini sudah cukup besar skalanya untuk bisa melakukan segmentasi patahan. Dari analisis segmentasi, diketahui bahwa panjang segmen patahan aktif Renun sekitar 170 km. Berdasarkan panjang patahannya maka dari formula empiris didapat perkiraan besar magnitudo gempa maximum (MCE=Maximum Credible Earthquake) nya adalah Mw 7.6.

45 Gambar 4. Peta Patahan Sumatra di wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan dari foto udara 1: dan topografi skala 1: (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Segmen patahan aktif Renun panjangnya ~170km. Di bagian utaranya di batasi oleh diskontinuitas jalur patahan berupa struktur extensional step-over Lembah Alas. Di bagian selatannya dipisahkan dari segmen patahan Toru oleh perubahan arah jalur gempanya dan compressional step-over. Untuk model goncangan gempa dipakai formula empiris dari attenuasi gempa oleh Fukushima dan Tanaka [1990], sbb: log 0.41Mw A = 0.41M - log (R ) R 1.30 [Fukushima and Tanaka, 1990] 10 w 10 + dimana, A = rata-rata ground peak acceleration-pga (cm.sec -2 ); R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa (km); Mw = skala magnitudo momen.

46 Berdasarkan input data patahan aktif Segmen Renun pada Gamber 4.5 dan formula atenuasi gelombang di atas maka didapt perkiraan besar goncangan gempa (dalam satuan PGA=peak ground acceleration g = m/detik 2 ) seperti terlihat pada Gambar 4.6. di bawah. Gambar 4.6. Peta bahaya goncangan gempabumi (pada batuan dasar) berdasarkan analsisis deterministik-konvensional dari Patahan Sumatra segmen Renun di wilayah Toba (MCE=Mw7.6) dengan memakai formula empiris atenuasi gelombang dari Fukushima dan Tanaka (1990). Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa pola goncangan gempabuminya simetris. Artinya dalam pemodelan ini tidak diperhitungkan faktor variasi arah propagasi dari perekahan patahan gempa dan juga kondisi tanah/batuan disekelilingnya diasumsikan homogen. Pada kenyataannya besar goncangan gempa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi geologi dan tanah di dekat permukaan, konfigurasi struktur bawah permukaan dan lain lain Metoda Deterministik Detil (Stochastic) Cara lebih canggih, metoda deterministik detil, memerlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi dalam bidang seismic hazard. Kelebihan dari metoda ini adalah bisa memperhitukan berbagai skenario kemungkinan proses gempabumi pada satu patahan aktif yang sama tapi bisa menghasilkan pola efek goncangan yang berbeda-beda,

47 tergantung dari asumsi dan parameter patahan gempa yang diterapkan. Metoda ini mensimulasikan secara numerik gelombang gempabumi mulai dari pembentukan di sumber gempanya kemudian menjalar ke sekelilingnya melewati lapisan-lapisan tanah dan struktur bawah permukaan yang di-model-kan berdasarkan data geologi bawah permukaan. Data karakteristik fisik material tanah di permukaan juga dapat dimasukkan sebagai input datanya untuk mendapat variasi goncangan gempa sesuai dengan perkiraan efek amplifikasi di berbagai titik-titik target. Hasil dari metoda detil ini tidak hanya peta intensitas gempabumi seperti pada metoda deterministik standar, tapi juga mendapatkan data seri-waktu ( time-series ) dari gelombang seismik/gempa (sintetis) untuk semua lokasi. Seismogram sintesis untuk memprediksi karakteristik seri-waktu gelombang penting untuk men-desain struktur bangunan tahan gempabumi. Gambar 4.7. Diagram cara membuat peta bahaya goncangan berdasarkan metoda deterministik detil (Diadposi dari Seismic Hazard Manual Guide, National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention Japan, 2008) 4.5 Pemetaan Dengan Metoda Multisumber Gempa (Probabilistik) Analisis goncangan gempabumi dengan cara probabilistik ( Probabilistic Seismic/Ground-motion Hazard Assesment (PSHA) ) adalah cara yang paling umum dilakukan di dunia. Metoda ini tidak hanya memperhitungkan satu sumber patahan gempabumi saja tapi menghitung semua efek goncangan gempa dari semua sumbersumber gempabumi pada dan di sekitar wilayah studi. Metoda ini tidak mengasumsikan satu atau beberapa skenario gempa pada setiap sumber (patahan) gempanya tapi semua kemungkinan magnitudo gempabumi yang dapat terjadi berikut nilai perioda ulang atau frekuensi nya masing-masing. Umumnya metoda ini memakai pendekatan rumus-rumus empiris, mirip dengan yang dipakai dalam metoda deterministik standar tapi

48 diaplikasikan untuk banyak sumber gempa sekaligus dan dengan memakai prinsip probabilistik bukan skenario gempa Input Data Input data sumber gempa dipakai untuk metoda PSHA,yaitu: 1. Patahan Aktif 2. Area Sumber Gempa / Seismik Latar Belakang Data patahan aktif adalah input data yang paling menentukan kualitas hasil PSHA. Semakin komplit dan semakin baik kualitas data untuk input patahan aktifnya akan semakin baik juga hasil PSHA-nya. Untuk itu langkah pertama yang utama adalah mengumpulkan semua data patahan aktif yang sudah tersedia untuk kemudian di analisis satu-persatu untuk diperiksa kualitas dan akurasi datanya,juga dibandingkan antara satu sumber dengan yang lainnya. Faktanya dibanyak tempat di dunia termasuk di Indonesia data patahan aktif ini masih terbatas sehingga input data area smber gempa/ seismik latar belakang menjadi sangat penting. Oleh karena itu untuk melakukan PSHA prosedur standar untuk mendesain input data seismik latar belakang ini perlu benar-benar diperhatikan. Lebih jelasnya, data seismik latar belakang ini di analisis dan disintesiskan dari katalog gempabumi, yaitu: data rekaman seismik yang berisi informasi tentang lokasi episenter dan kedalaman sumber atau hiposenter, magnitudo, dan waktu terjadi gempa-gempa di masa lalu. Tahapan-tahapan untuk mempersiapkan pangkal data katalog gempa yang baik adalah sebagai berikut: Model Atenuasi Gelombang Gempa o Kompilasi semua katalog gempa bumi yang ada dan pemilihan serta eliminasi data yang sama (= completness analysis ) o agar datanya komplit o Menyamakan skala magnitudo yang dipakai oleh berbagai katalog tersebut. o Melakukan proses declustering, yaitu menghilangkan semua data-data gempa yang termasuk ke dalam gempa-gempa pendahuluan dan gempa-gempa susulan (karena yang diperlukan untuk PSHA hanya gempa-gempa utama atau yang berdiri sendiri saja) o Tahapan yang cukup sulit atau bahkan sering tidak bisa dilakukan adalah menyamakan kualitas dan keakuratan dari semua katalog gempabumi yang dikompilasi untuk homogenisasi pangkal data seismiknya. Formula empiris adalah hubungan kuantitatif/matematis/statistik antara dua atau lebih parameter berdasarkan berdasarkan data-data kejadian yang melibatkan parameterparameter tersebut. Secara umum rumus empiris atenuasi gelombang gempa adalah hubungan antara sumber gempa, terutama magnitudonya, dengan tingkat kerusakan yangterjadi disekitarnya sebagai fungsi dari jarak (antara sumber gempa dan titik target).

49 Lebih lanjut lagi, parameter lainnya seperti jenis mekanisme gempa (apakah patahan naik, turun, atau geser) dan lingkungan tektonik patahan gempanya (apakah patahan yang berada pada lempeng atau patahan di batas antar lempeng) juga dimasukan sebagai parameter sumber gempa. Untuk kerusakan di target poin juga dimasukkan parameter tambahan seperti efek amplifikasi pada poin tersebut yang tergantung pada jenis tanah/batuannya. Ada banyak formula empiris untuk atenuasi gelombang yang sudah dibuat untuk berbagai kondisi sumber gempa dan kondisi lokasinya. Sebagian formula empiris khusus dikembangkan untuk wilayah/ngara tertentu yang tentunya juga bedasarkan data dari suatu wilayah/negara tersebut. Sebagian lainnya dkembangkan lebih universal berdasarkan data dari seluruh dunia. Sampai sekarang belum ada formula empiris yang dikembangkan dari data Indonesia dan untuk Indonesia. Juga belum ada usaha yang lebih komprehensif untuk membuat koreksi dan penyesuaian terhadap berbagai formula yang sudah dikembangkan untuk bisa diterapkan lebih baik di Indonesia. Karena itu pemilihan formula empiris yang akan dipakai harus dengan kehati-hatian mengingat belum tentu benar-benar cocok. Lebih baik kalau memakai beberapa rumus empiris sekaligus sehingga bisa dibandingkan hasilnya untuk kemudian dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya untuk menentukan nilai mana yang akan dipakai. Dengan akan tersedianya banyak data seismometer dan akselerometer di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka keperluan TEWS maka dapat dipastkan bahwa data ini nantinya dapat dipakai untuk membuat/mengkoreksi formula-formula empiris atenuasi gelombang gempa Intensitas Pada Batuan Dasar Keteknikan Nilai kecepatan atau percepatan gelombang gempa atau juga konversinya ke intensitas atau besarnya goncangan gempa dapat di perkirakan pada batuan dasarnya atau pada permukaan tanahnya. Yang disebut sebagai batuan dasar adalah batuan/tanah yang lebih keras dan padat di bawah tubuh tanah yang lebih lunak dan tidak terkonsolidasi. Batuan dasar keteknikan ( engineering bedrock ) adalah batuan dasar yang menjadi fondasi untuk struktur bangunan besar Efek Amplifikasi Gelombang di Dekat Permukaan Ketika gelombang gempa menjalar dari batuan dasar ke atas permukaan maka gelombang ini akan mengalami amplifikasi. Besarnya amplifikasi ini ditentukan oleh jenis atau sifat fisik tanahnya. Yang sekarang umum dipakai untuk standar besarnya amplifikasi adalah nilai kecepatan gelombang permukaan pada tubuh tanah dari permukaan sampai kedalaman 30 meter (= Vs-30m). (Lihat LAMPIRAN). Satuan goncangan untuk batuan dasar dan permukaan ini biasa direpresentasikan sebagai Puncak Kecepatan/Percepatan Gelombang( peak ground velocity/acceleration- PGV/PGA ) Respon Struktur Selain besar goncangan gempa pada batuan dasar dan permukaan, potensi bencana juga ditentukan oleh respon dari struktur bangunan karena efek resonansi dari struktur bangunan akan memperkuat gelombang gempa. Oleh karena itu dalam analisis goncangan perihal respon struktur bangunan ini diperhitungkan. Respon struktur pada

50 gelombang gempa yang datang ini biasa disebut sebagai spektra respon ( response spectra ) Tampilan Peta Probabilitas Goncangan Gempa Ada dua macam tampilan dari peta probabilitas bahaya goncangan gempabumi: Peta besarnya probabilitas dari goncangan gempa yang melewati nilai goncangan yang ditentukan untuk perioda waktu yang ditentukan ( the probability for a fixed time period and intensity ) Peta probabilitas besarnya goncangan gempa yang melewati nilai yang tidak ditentukan untuk besar probabilitas dan perioda waktu yang ditentukan ( the intensity for a fixed time period and probability ) (a)

51 (b) Gambar 4.8 Contoh 2 macam tampilan peta probabilistik bahaya goncangan gempa untuk wilayah di Jepang: (a) Peta kiri memperlihatkan perkiraan besar intensitas goncangan dengan tingkat kemungkinan 6% dalam 30 tahun ke depan. Peta kanan memperlihatkan perkiraan besar intensitas (dalam JMA) goncangan dengan tingkat kemungkinan 3% dalam 30 tahun ke depan. (b) Peta kiri memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 5 (skala JMA). Peta kanan memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 6 (skala JMA) Gambar 4.9. Peta probabilistic tingkat bahaya goncangan gempa di Sumatra untuk untuk 10% probability of excedance dalam 50 tahun (dari Petersen et al [2004] ).

52 Gambar 4.10 Diagram alur kerja Kajian Bahaya Goncangan Gempa dengan Metoda Probabilistik (Disarikan dari Seismic Hazard Manual Guide, NRI-ESDP Japan, 2008 dan Seismic Hazard and Risk Analysis by R.K. McQuire, 2004)

53 4.6 Deterministik Vs Probabilistik Metoda deterministik dan probabilistik yang diuraikan di atas mempunyai kelemahan dan kekuatannya masing-masing. Pemilihan metoda ini tergantung dari kondisi geologi dan tektonik setempat dan juga tujuan penggunaannya. Ringkasan perbedaan kedua metoda ini disajikan dalam tabel di bawah. INPUT SUMBER GEMPA PRINSIP KALKULASI GONCANGAN KARAKTERISTIK OUTPUT PENGGUNAAN DETERMINISTIK Satu atau beberapa skenario gempa dari satu segmen patahan aktif tertentu Prediksi besar goncangan yang terjadi di sekitar patahan tersebut apabila gempa terjadi. Biasanya untuk kemungkinan terburuk -bisa memakai formula empiris peredaman gelombang (konvensional) - bisa memakai metoda stochastic- Green Function yang menghasilkan seismogram sintesis -mengasumsikan skenario gempa tertentu -untuk metoda detil bisa memperhitungkan berbagai kemungkinan mekanisme dan parameter patahan gempa -dapat memasukan data detil dari geologi lokal -menghasilkan analisis gelombang disamping peta -setiap peta disajikan untuk satu skenario -biasanya mengambil skenario terburuk tidak memperhitungkan tingkat kemungkinan terjadinya skenario gempa tersebut, tapi hal ini bisa dilakukan -sering dilakukan untuk wilayah yang dekat atau dilalui jalur patahan besar -diperlukan untuk analisis detil mekanisme gempa, penjalaran gelombang, dan efek geologi lokal untuk konstruksi besar yang berada di dekat jalur patahan PROBABILISTIK Memperhitungkan semua sumber gempa di suatu wilayah, termasuk semua patahan aktif dan sumber area gempa Efek goncangan dari semua sumber gempa tersebut dihitung dengan mempergunakan teori probabilistik. -umumnya hanya memakai formula empiris peredaman gelombang -memodelkan tingkat bahaya goncangan gempa dari semua sumber gempa dengan perhitungan probabilistik -besar goncangan tanah umumnya dihitung berdasarkan formula empiris peredaman gelombang -tidak memperhitungkan detil faktor geologi lokal dan efek amplifikasinya secara lebih spesifik -peta tingkat bahaya goncangan gempa untuk nilai probabilitas tertentu dan kurun waktu tertentu -nilai besar bahaya goncangan gempa ditentukan dari nilai probabilitas dan kurun waktu (= return period )nya, contoh: prediksi goncangan gempa untuk tingkat probabilitas 2% nilainya terlampaui akan lebih tingi dari untuk probabilitas 10%; goncangan gempa untuk kurun waktu 50 tahun kedepan akan lebih tinggi dengan apabila dihitung hanya untuk 30 tahun ke depan. -umum digunakan untuk peta bahaya goncangan gempabumi skala regional sampai cukup detil. -biasa dipakai untuk membuat respon konstruksi besar terhadap probabilitas tingkat goncangan. -pilihan terbaik untuk wilayah yang jauh dari patahan aktif besar atau wilayah yang relatif stabil Tabel 4. Perbandingan metoda deterministik dan probabilistik untuk analisis goncangan gempa.

54 5 DAFTAR ISTILAH

55 6 LAMPIRAN 6.1 LAMPIRAN A: PATAHAN AKTIF LAMPIRAN A.1. Klasifikasi Patahan Berdasarkan Lingkungan Tektonik patahan dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: o Patahan pada batas lempeng (Interplate Faults) o Patahan di dalam Lempeng (Intraplate Faults atau Crustal faults) Gambar A.1.1. Diagran yang memperlihatkan 3 (tiga) jenis batas lempeng. Berdasarkan geometri dan tipe pergerakannya patahan dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu: A. Patahan Normal B. Patahan Geser C. Patahan Naik D. Patahan Kombinasi

56 Gambar A.1.2. Klasifikasi tipe patahan berdasarkan geometri dan mekanisme pergerakan. Arah dan orientasi patahan dapat dibedakan dari jurus atau strike dan kemiringan bidang atau dip-nya. Jurus adalah garis horisontal hasil perpotongan bidang patahan terhadap bidang horisontal (Gambar A.1.3.). Azimuth dari garis jurus ini digunakan untuk menentukan orientasi patahan dengan mengacu pada arah utara. Gambar A.1.3. Notasi geometri untuk menentukan orientasi bidang patahan.

57 6.1.2 LAMPIRAN A.2. Contoh Kenampakan Bentang Alam Dari Jalur Patahan Aktif Di Sumatra Barat Karena proses penunjaman Lempeng Lautan Hindia yang menabrak bagian barat Sumatra secara miring maka tekanan dari pergerakan ini terbagi menjadi dua komponen. Pertama adalah komponen yang tegak lurus dengan batas lempeng atau palung. Komponen pergerakan tegak lurus ini sebagian besar diakomodasi oleh zona subduksi dan menyebabkan gempa-gempa besar pada zona megathrust atau patahan naik besar pada batas antar lempeng tersebut. Kedua adalah komponen gerakan horizontal yang sejajar dengan arah palung dan menyeret bagian barat Sumatra ke arah baratlaut. Karena pergerakan tektonik ini maka terbentuklah patahan aktif besar disepanjang punggungan pulau yang dikenal sebagai Patahan (Besar) Sumatra ( Sumatran Fault ). Bidang kontak pada zona Patahan Sumatra ini tegak lurus membelah dua bumi Pulau Sumatra. Dari waktu ke waktu bumi di bagian barat Patahan Sumatra ini bergerak ke arah baratlaut dengan kecepatan 10 sampai dengan 30 mm/tahun relatif terhadap bagian di sebelah timurnya. Namun, umumnya bidang Patahan Sumatra ini sampai kedalaman km juga terkunci/terekat erat sehingga terjadi akumulasi tekanan elastik pada perioda antar gempa, berpuluh-puluh tahun sampai ratusan tahun. Suatu saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak/patahan sudah tidak kuat lagi menahan, sehingga pecah dan bagian di kanan-kiri bidang patán akan melenting tiba-tiba dengan kuat, terjadilah gempabumi besar. Berbeda dengan yang di zona subduksi, pada Patahan Sumatra gerakan yang terjadi arahnya menyamping/horisontal pada sepanjang bidang patahan yang tegak lurus. Bumi di bagian barat patáhan akan bergeser tiba-tiba ke arah utara dan yang di bagian timur bergeser ke arah selatan. Setelah gempa, bidang patahan akan kembali merekat dan terkunci lagi, dan mengumpulkan tekanan elastik sampai suatu hari nanti terjadi gempabumi besar lagi. Demikian siklus gempa ini terus berlangsung. Jalur Patahan Sumatra ini bisa dikenal dari kenampakan bentang alam di sepanjang jalur. Dari udara kita dapat melihat kelurusan dari jalur patahan yang membelah bumi (jalur merah pada Gambat). Jalur ini ditandai oleh kenampakan bentang alam khusus akibat interaksi antara proses pergerakan tektonik dan proses erosi dan sedimentasi. Bentang-alam jalur patahan di wilayah Sumatra Barat ini berupa gawir-gawir patahan di dataran dan kelurusan lembah-lembah sungai yang dalam di wilayah Sungai Ngarai Sianok. Dalam inset foto udara dalam Gbr juga terlihat jalur patahan membuat aliran sungai tergeserkan sesuai tipe pergerakannya yang menganan ( rightlateral ). Jalur patahan ini juga dapat dikenali pada badan gunung api Marapi di sebelah baratnya berupa gawir-gawir sesar, kelurusan lembah dan juga pergeseran alur-alur sungai yang mengalirdari atas badan gunung ke arah bawah melewati jalur patahan. Fenomena yang spektakuler adalah Danau Singkarak yang terkenal sangat indah. Danau ini sebenarnya terbentuk karena pergerakan patahan selama kurun waktu 2 juta tahun lamanya. Hal ini terjadi karena wilayah danau ini berada pada dua jalur segmen

58 patahan yang mengalami gaya peregangan.( extensional stepover fault zone ). Bagian utara danau ditarik ke arah baratdaya sedangkan bagian selatannya ditarik ke arah tenggara oleh pergerakan patahan ini. Laju gerak patahan di wilayah ini diperkirakan paling tidak mm/tahun sehingga dalam dua juta tahun total panjang D. Singkarak mencapai km. Di Selatan Danau Singkarak, jalur patahan Sumatra sampai ke wilayah Solok jelas dicirikan oleh kenampakan bukit-bukit yang memanjang dengan tinggi bberapa meter sampai puluhan meter. Kemudian di ujung wilayah pada Gbr.3.1 tersebut terlihat bahwa Danau Dibawah juga terbentuk karena pergerakan tektonik pada patahan ini. Danau Dibawah terbentuk tidak hanya karena pergerakan patahan tapi juga proses pembentukan gunung api, karena Danau ini juga merupakan kawah/kaldera gunung api tua. Jadi Danau Dibawah terbentuk karena kombinasi proses tektonik dan magmatik (gunung api). Gambar A.2.1 Diagram Jalur Patahan Sumatra di Sumatra barat. (Sumber data: [Sieh and Natawidjaja, 2000], gambar diambil dari brosur: Sumatra Rawan Gempabumi, LIPI Caltech)

59 6.1.3 LAMPIRAN A.3. Peta Regional Patahan Sumatra, Segmentasi dan Laju gerak Segmentasi Berdasarkan pemetaan detil yang dilakukan oleh Sieh and Natawidjaja [2000] Patahan Sumatra dibagi menjadi 20 segmen utama yang panjangnya 35 s/d 200 km tiap segmen. Untuk sistematika dan konsistensi, masing-masing segmen ini diberi nama sesuai dengan nama sungai atau teluk yang dilalui oleh segmen tersebut. Segmen patahan ini terpisahkan satu dengan lainnya oleh banyak sekali diskontinuitas selebar 4 sampai dengan 12 km. Dari teori mekanika gempa, adanya diskontinuitas ini mempengaruhi/membatasi besar maksimum gempa yang dapat terjadi [Harris et al., 1991; Harris and Day, 1993]. Faktanya sumber gempabumi yang sudah terjadi (dalam sejarah) selalu di pengaruhi atau dibatasi oleh diskontinuitas segmen ini [Natawidjaja and Triyoso, 2007]. Memahami aspek segmentasi patahan ini penting karena segmentasi ini mempengaruhi/menentukan dimensi dari sumber gempa atau membatasi besar maximum dari magnitudo gempabumi. Catatan sejarah menunjukkan segmentasi patahan ini membatasi besar magnitudo gempa merusak antara 6.5 s/d 7.7 skala magnitudo (atau skala Richter) [Natawidjaja and Triyoso, 2007]. Tiap patahan aktif mempunyai kecepatan gerak tertentu. Patahan aktif Sumatra mempunyai kecepatan gerak dari hanya 2.5 mm/tahun di Selatan kemudian tambah cepat ke utara menjadi sekitar 30 mm/tahun di Danau Toba. Kecepatan gerak atau sliprate ini menentukan perioda ulang gempa. Makin cepat geraknya akan makin sering gempanya.

60 Gambar A.3.1. Peta jalur Patahan Sumatra. Patahan besar ini terbagi menjadi 20 segmen utama yang membatasi potensi magnitudo maximum gempanya (sumber dari: [Natawidjaja and Triyoso, 2007]

61 Laju Gerak Besarnya kecepatan gerakan (akibat tektonik) di jalur patahan aktif sangat penting untuk memahami tektonik dan aspek kebencanaannya. Dalam laporan ini, pembahasan akan sibatasi hanya untuk memahami potensi bencananya. Secara teoritis, akibat bentuk batas lempeng Sumatra yang melengkung, maka tumbukan lempng yang miring dari lempeng lautan Hindia-Australia terhadap lempeng Sumatra atau lempeng benua Eurasia ini akan membuat kecepatan gerak patahan menjadi semakin cepat ke utara. Dari pengukuran yang dilakukan terbukti bahwa hipotesa ini secara umum memang benar. Pengukuran besar kecepatan gerak patahan di sekitar Selat Sunda adalah hanya sekitar 2.5 mm/tahun [Natawidjaja and Triyoso, 2007]. Sieh et al [1994; Sieh et al., 1991] dan Sieh and Natawidjaja et al, [2000] melakukan pengukuran kecepatan gerak berdasarkan besarnya offset endapan sediment dan sungai serta umur dari endapan/sungai tersebut. Hasilnya kecepatan gerak patahan Sumatra di selatan khatulistiwa adalah sekitar mm/tahun. Kecepatan gerak ini kelihatannya bertambah ke utara. Di Danau Toba (2 LU) pengukuran menunjukkan bahwa kecepatan gerak patahan ini sekitar 27 mm/tahun. Belum dilakukan pengukuran (geologi) kecepatan gerak patahan di utara Danau Toba, namun ujung utara dari Patahan Sumatra di Laut Andaman diduga mempunyai kecepatan gerak sekitar 37 mm/tahun berdasarkan data geofisika (i.e. dari liniasi magnetic dari kerak dasar lautan untuk analisa kecepatan bukaan jalur pemekaran laut andaman). Genrich at all [2000] juga melakukan studi kecepatan gerak dari Patahan Sumatra dengan memakai metoda pengukuran memakai survey GPS. Hasilnya secara umum cukup bersesuaian dengan hasil pengkuran geologi. Namun di beberapa tempat, khususnya di Bukit Tinggi hasilnya ada perbedaan cukup tajam. Hasil pengukuran geologi hanya 11 mm/tahun sedangkan dari pengukuran GPS adalah sekitar 22 mm/tahun alias dua kali lebih cepat. Karena itu hal ini masih harus diteliti lebih lanjut. Hal yang aneh lainnya adalah pengukuran GPS di Aceh yang menunjukan kecepatan gerak dari segmen patahan Seulimeum hanya sekitar 13 mm/tahun. Hal ini sangat rendah dibandingkan dengan analisa tektonik. Dari tektonik seharusnya kecepatan di sini antara 27 mm/tahun dan 37 mm/tahun. Hal inipun harus dikaji lebih lanjut.

62 Gambar A.3.2. Peta Patahan Sumatra memperlihatkan kecepatan gerak patahan dari data pengukuran geologi dan survey GPS. Angka berwana putih adalah kecepatan gerak patahan (dalam mm/tahun) dari pengukuran geologi. Angka yang kuning adalah hasil pengukuran survey GPS. Kecepatan gerak relative lempeng adalah 57 mm/tahun, yang terbagi menjadi 45mm/tahun adalah komponen gerak yang tegak lurus batas lempeng dan 29 mm/tahun adalah komponen gerak (dekstral) yang sejajar lempeng (sumber: Natawidjaja and Triyoso [2007] ).

63 Section Index # Location Y1 Y2 Length (km) 1 Sunda 1S Historical Earthquakes Magnitude Slip Rate by Geol. Slip Rate by GPS Year(M) MMax 1 MMax 2 mm/yr mm/yr None - but many recent M n/a n/a 2 Semangko 1R n/a n/a 3 Kumering 1Q (Ms=7.5); 1994(Mw=7.0) n/a n/a 4 Manna 1P n/a n/a 5 Musi 1O (Ms=6.6) n/a 6 Ketaun 1N (Ms=7.3); 1952(Ms=6.8) n/a 7 Dikit 1M no record n/a 8 Siulak 1L (Ms=7.6); 1995(Mw=7.0) Suliti 1K (Ms=7.4) ± 5 10 Sumani 1J (Ms=7.6); 1926(Ms~7) Sianok 1I (Ms~7) ± 3 12 Sumpur 1H no record n/a n/a 13 Barumun 1G no record n/a 4 14 Angkola 1F (Ms=7.7) n/a 19 ± 4 15 Toru 1E (Ms=6.6) n/a Renun 1D Tripa 1C ; 1921 (mb=6.8); 1936(Ms=7.2) 1936 (Ms7.2); 1990(Ms=6?) ± n/a n/a 19 Aceh 1A no record n/a n/a 20 Seulimeum 1B (Ms=6.5) n/a 13 Table A.3.1 Segmen utama dari Patahan Sumatra dan karakteristiknya (Sumber: Natawidjaja and Triyoso, 2006 )

64 6.1.4 LAMPIRAN A.4 Hubungan Empiris Magnitudo dengan Dimensi Patahan Gempa Tabel A.4.1 Hubungan Empiris antara besar magnitude (M) dengan bidang patahan ( rupture area ), panjang jalur patahan gempa ( rupture length (RL) ), pergerakan gempa (slip) rata-rata ( average displacement AD ) (diambil dari McQuire, 2005)

65 6.1.5 LAMPIRAN A.5: Metoda Paleoseismologi

66 6.1.6 LAMPIRAN A.6 Pengenalan Metoda Tektonik Geodesi/GPS

67 6.2 LAMPIRAN B: LAMPIRAN B.1: Skala Kekuatan (Magnitudo) Gempabumi Ada berbagai skala kekuatan gempabumi atau magnitudo gempa yang dipakai, diantaranya yang paling umum dikenal adalah: 1. Skala Magnitudo Lokal (Local Magnitude,M L ) atau lebih dikenal sebagai Skala Richter: Skala Richter adalah skala kekuatan gempabumi yang pertama yang diciptakan oleh Profesor Charles Richter dari California Institute of Technology pada tahun Metoda ini mengukur kekuatan sumbe gempa berdasarkan besar maximum amplitudo gelombang gempabumi yang terekam pada alat seismometer Wood-Anderson pada jarak 100 km dri titik episenter. Skala ini sudah jarang dipakai karena seismometer Wood-Anderson sudah hampir tidak digunakan lagi. Namun masih ada orang yang menggunakan skala ini dengan memakai seismometer tipe lain dan juga pada jarak yang tidak 100 m. Untuk melakukan hal ini diperlukan kalibrasi ukuran secara empiris. M L = Log A + f (X) Dimana: A=amplitudo maximum, f(x) = fungsi kalibrasi dari jarak lokasi ke episentral yang ditentukan secara empiris 2. Skala magnitudo gelombang badan (body-wave magnitude, m b ): Kekuatan gempabumi diukur berdasarkan rasio amplitudo/perioda gelombang badan yang terekam oleh seismometer. Skala mb yang pertama diciptakan oleh Profesor Guttenber tahun 1945 dengan notasi m B : m B = Log (A/T) + q (X,h) dimana: A=amplitudo, T=perioda, q (X,h)=fungsi kalibrasi 3. Skala magnitudo gelombang permukaan (Surface-wave magnitude, Ms): Kekuatan gempabumi yang diukur bedasarkan rekaman data gelombang permukaan. Skala Ms pertama dikenalkan oleh Gutenberg tahun 1945 dengan mengukur kekuatan gempa berdasarkan amplitudo maximum pada perioda gelombang sekitar 20 detik. Sekarang Ms biasa dipakai oleh USGS (United States Geological Survey) dan ISC (International Seismological Center) dengan memakai Formula Praque, sbb: Ms = Log (A/T)m Log X + 3.3, dimana A/T = rasio maximum amplitudo/perioda gelombang, X=jarak episentral 4. Skala magnitudo momentum (moment magnitude, Mw): Skala ini diciptakan oleh Profesor Kanamori tahun Skala ini memakai ukuran momentum skalar gempa (=moment seismic, Mo), yaitu formula yang menghubungkan magnitudo dengan energi gempa. Skala ini diangap yang paling merepresentasikan besar dimensi patahan gempa dan pergerakan yang terjadi. Magnitudo Momentum (Mw) = (Log Mo 16.05)/1.5 Dimana Moment Seismik (Mo) = µ * A * D

68 µ = konstanta shear rigidity = 3 x Newton/cm 2, A= luas area patahan gempa (= panjang x lebar bidang patahan yang pecah) dalam (meter 2 ), D = displacement = besar pergerakan patahan yang terjadi ketika gempa (meter). 5. Skala magnitudo JMA (Mj): skala magnitudo yang dipakai di Japan. JMA=Japan Metereological Agency. Besaran Mj hampir sama dengan Ms untuk gempa-gempa dangkal dan hampir sama dengan mb untuk gempa menengah dan dalam. Tabel B.1.1 Macam skala magnitudo (kekuatan) gempa. Level Saturasi (saturation level) maksudnya adalah magnitudo gempa maximum yang masih bisa diukur dengan baik. Di atas itu maka ukuran kekuatannya menjadi tidak sensitif lagi. Contohnya skala Richter tidak baik untuk dipakai mengukur gempa dengan kekuatan diatas M 6.8.

69 Gambar B.1.1 Hubungan besaran macam skala magnitude gempabumi (McQuire p33)

70 6.2.2 LAMPIRAN B: Skala Intensitas Gempa Berikut ini adalah beberapa skala intensitas gempa bumi di dunia: Modified-Mercalli Intensity Scale (MMI), dibuat berdasarkan pengamatan efek gempa yang terjadi di Amerika Utara dan terdapat 12 tingkatan. Skala intensitas ini yang biasa dipakai di Indonesia Skala Ross-Forel (RF) dan skala Mercalli-Cancani-Sieberg, dibuat berdasarkan pengamatan gempa di negara-negara Eropa Barat. Japan Meteorological Agency Scale (JMA), dibuat berdasarkan pengamatan gempa di Jepang, terdapat 8 tingkatan dan digunakan di negara Jepang. Medvedev-Spoonheuer-Karnik Scale (MSK), dibuat berdasarkan pengamatan di Rusia dan digunakan di negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur. Gambar B. Perbandingan skala intensitas MMI, RF, JMA dan MSK [Richter (1958), Murphy & O Brien (1977)].

71 LAMPIRAN.B.2. Prosedur Kompilasi dan Analisis Katalog Gempa untuk Input Data Analisis Bahaya Guncangan Gempa

72 LAMPIRAN B.3. Metoda Logic Tree Perhitungan secara probabilistik memungkinkan adanya ketidakpastian yang sistematis dari suatu parameter dalam suatu model hazard gempa. Dalam beberapa kasus, metode penentuan parameter yang terbaik untuk suatu model tidak dapat ditentukan dengan jelas. Penggunaan logic tree [Power et al., 1981; Kulkarni et al., 1984; Youngs dan Coppersmith, 1986; National research Council 1988] memberikan sebuah kerangka kerja yang sistematis untuk melihat ketidakpastian dalam suatu model. Dengan logic tree dimungkinkan ditampilkan beberapa alternatif model, pendekatan logic tree memberi kemungkinan untuk menggunakan model alternatif, setiap alternatif diberikan faktor bobot yang diartikan sebagai kemungkinan relatif suatu model memberikan nilai yang benar. Jumlah probabilitas pada setiap cabang harus bernilai satu. Pada studi ini, logic tree digunakan untuk mengakomodasi ketidakpastian dalam pemilihan model atenuasi, parameter seismisitas, dan magnitude maksimum.

73 6.2.3 LAMPIRAN B.4. Formula Empiris untuk Atenuasi Gelombang REFERENSI UTAMA: 1. Journal Earthquake Spectra, Volume 24, Issue 1, pp 1-341: Special Issue about NGA (Next Generation Attenuation), February Journal Bulletin of The Seismological Society of America, Vol. 93, No.1, February Seismological Research Letter, Volume 2, No.1, Web-Site on NGA:

74 5. LAMPIRAN B5: Perumusan Analisis Bahaya Guncangan Gempabumi Metoda Deterministik-Empiris

75 6.2.4 LAMPIRAN B.6. Perumusan Analisis Bahaya Guncangan Gempabumi Metoda Probabilistik

76 LAMPIRAN B.7. Faktor Kondisi Lokal untuk Guncangan Gempa Kondisi lokal ( local site condition ) dalam hal ini didefiniskan sebagai : Kondisi geologi/batuan/tanah di permukaan dan dekat permukaan Nilai kecepatan gelombang shear ( shear-wave velocity =Vs) Kedalaman sediment atau kedalaman batuan dasar keteknikan Dari ke tiga parameter di atas yang paling banyak digunakan adalah nilai Vs karena hal ini berhubungan langsung dengan respon dinamis lokasi target tersebut terhadap perambatan gelombang seismik permukaan. Metoda yang paling banyak digunakan untuk karakterisasi nilai SWF adalah: nilai rata-rata Vs pada bagian tanah/batuan 30m dari permukaan (=V S-30 ). Dimana: di = ketebalan tanah, Vsi = Vs pada layer i. Jumlah dari numeratornya harus sesuia/sama dengan 30m. Tabel B.7.1 Klasifikasi Kondisi lokasi berdasarkan US Building Codes Apabila informasi geologi dari lokasi diketahui maka V S-30 dapat diperkirakan dengan mempergunakan Tabel B.7.2 di bawah:

77 Table B.7.2 Klasifikasi V S-30 berdasarkan data geologi di California Selatan (dari Wills dkk, 2000) Perlu diingat bahwa tabel diatas dibuat berdasarkan kondisi geologi di California Selatan jadi belum tentu benar-benar cocok untuk kondisi geologi di Indonesia. Di masa depan tabel serupa harus dikembangkan khusus untuk wilayah Indonesia. National Earthquake Hazard Reduction Programm (NEHRP) juga menggunakan dasar V S-30 ini untuk mengklasifikasikan kondisi lokasi bagi keperluan kode bangunan dan syarat konsruksi, seperti pada tabel di bawah. Site Classes A B C D E V S in Upper 30 m (100 ft) Greater than 1500 m/sec 760 m/sec to 1500 m/sec 360 m/sec to 760 m/sec 180 m/sec to 360 m/sec Less than 180 m/sec Table B.7.1. Klasifikasi kondisi lokasi dari National Earthquake Hazard Reduction Program s (NEHRP) [BSSC, 1994].

78

79 6.3 LAMPIRAN C: Contoh Peta

80 6.4 LAMPIRAN E: WILAYAH RAWAN GEMPABUMI DI INDONESIA kerangka Tektonik Aktif dan Jalur Gempa di Indonesia Busur Kepulauan Indonesia terletak pada wilayah batas pertemuan empat lempeng tektonik bumi yang sangat aktif, karena itu merupakan wilayah sangat rawan terhadap bencana gempa-gempa tektonik akibat pergerakan lempeng-lempeng bumi tersebut (Gbr ). Lempeng Lautan Hindia dan Australia bergerak ke Utara sekitar mm/tahun dan menunjam di bawah Palung laut dalam Sumatra Jawa sampai ke Barat Pulau Timor di NTT. Kemudian di sepanjang tepian Lempeng Kepulauan dari P. Timor ke arah Timur dan terus memutar ke Utara berlawanan arah jarum jam menuju wilayah perairan Maluku, Lempeng Benua Australia menabrak dengan kecepatan ~ 70 mm/tahun. Jadi di wilayah ini yang terjadi bukan penunjaman lempeng lautan lagi tapi zona tumbukan lempeng benua terhadap lempeng Kepulauan. Di Utara Indonesia Timur, Lempeng Pacific menabrak sisi Utara Pulau Irian dan Pulau-pulau di Utara Maluku dengan kecepatan 120 mm/tahun, dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman Lempeng di bagian sisi Barat dan Selatan Indonesia. Tekanan dahsyat karena pergerakan dari empat lempeng besar bumi ini menyebabkan interior lempeng bumi dari Kepulauan Indonesia terpecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil kerak bumi yang bergerak antara satu terhadap lainnya yang dibatasi oleh jalur-jalur patahan aktif. Dari aspek tenaga tektonik bagian Indonesia Timur mempunyai potensi ancaman bencana gempabumi dua kali lipat dibandingkan dengan yang di bagian barat. Namun dari aspek kerentanan, bagian barat Indonesia (Sumatra dan Jawa) lebih rentan terhadap bencana gempabumi karena populasi penduduknya lebih padat dan infrastrukturnya sudah lebih berkembang.

81 Gambar E.1. Peta tektonik aktif Indonesia. Panah merah menunjukan pergerakan relative lempeng-lempeng bumi. Tanda panah hitam adalah data pergerakan relative permukaan bumi dari survey GPS data [dari Bock et al, 2002]. Gambar. E.2. Peta tektonik aktif Indonesia dan gempabumi yang terjadi sejak tahun Titik merah=episenter gempa dengan kedalaman 0-30km, titik kuning=episenter gempa dengan

82 kedalaman 33-60km, titik oranye=episenter gempa dengan kedalaman 61-90km, titik hijau=episenter gempa dengan kedalaman , titik biru=episenter gempa dengan kedalaman lebih besar dari 151 km. Kejadian gempabumi besar dan merusak umumnya terjadi pada wilayah batas ke tiga lempeng besar dan jalur patahan aktif utama yang terbentuk di bagian interior lempeng kepulauan Indonesia (Gbr.2). Sebagian patahan aktif tersebut berada di daratan yang dekat dengan populasi penduduk dan sebagian lagi berada di bawah laut sehingga berpotensi tsunami. Kecuali di wilayah Sumatra, data patahan aktif sumber gempabumi baik pada zona batas lempeng-lempeng besar maupun di dalam interior lempeng sangat terbatas. Pengetahuan sumber gempa yang ada umumnya hanya sebatas pada pengetahuan dasar dalam skala regional saja tanpa pengetahuan detil yang memadai sehingga jauh dari mencukupi untuk dapat diimplementasikan dalam usaha mitigasi bencana. Oleh karena itu perlu diadakan program nasional yang komprehensif terintregasi dan sistematis untuk melakukan studi dan pemetan detil dari sumber patahan gempabumi dan juga potensi tsunami nya Sumber Gempabumi di Sumatra Sumber gempabumi di Sumatra adalah yang paling intensif diteliti sehingga datadata dasar yang diperlukan untuk analisis ancaman bencananya sudah jauh lebih banyak dibandingkan dengan data dari wilayah lainnya. Meskipun demikian data dari hasil-hasil penelitian ini kebanyakan untuk keperluan akademis sehingga hampir semuanya hanya dipresentasikan dan dipublikasi dalam bentuk makalah-makalah ilmiah di jurnal-jurnal ilmiah baik untuk tingkat nasional ataupun internasional sehingga pengetahuan dari hasilhasil yang sudah dicapai inipun belum banyak sampai ke masyarakat luas. Selain itu data ilmiah yang ada masih harus diolah dan diterjemahkan ke dalam bentuk informasi dan peta yang dapat dipahami oleh masyarakat dan siap untuk diimplementasikan dalam usaha mitigasi bencana. Dengan kata lain publikasi umum untuk masyarakat khususnya peta-peta ancaman gempabumi di Sumatra yang dibuat khusus untuk keperluan mitigasi bencana alam masih sangat langka walaupun datanya sudah cukup banyak. Sumatra mempunyai dua zona gempa utama, yaitu zona gempa di bawah wilayah perairan barat Sumatra dan zona gempa di wilayah daratan Sumatra. Yang pertama adalah gempa-gempa yang terjadi pada zona subduksi, yaitu batas pertemuan lempeng lautan Hindia-Australia yang menunjam dengan kecepatan sekitar 50 sampai dengan 60 mm/tahun di sepanjang palung laut di barat Sumatra (Gbr.3). Yang kedua adalah gempagempa yang terjadi di sepanjang patahan aktif besar yang dikenal sebagai Patahan Sumatra. Dua zona sumber gempa ini terbentuk karena pergerakan relatif dari Lempeng Hiandia-Australia yang arahnya miring terhadap jalur pertemuan Lempengnya.

83 Gambar E.3. Diagram zona subduksi Sumatra memperlihatkan struktur bumi di bawah permukaan. Sumber gempa besar di Sumatra adalah pada zona megathrust dan jalur Patahan Sumatra. Megathtrust adalah patahan bidang kontak zona subduksi sampai kedalaman ~ 50km. Patán Sumatra adalah patán geser besar yang berada pada punggungan Pulau Sumatra. Pada kedalaman km dari zona subduksi, lempeng meleleh. Lelehan lempeng ini kemudian naik ke atas menjadi magma dan muncul di permukaan sebagai letusan gunung api. (Illustrasi: Sambas Miharja, diambil dari Poster dan Brosur LIPI-Caltech : Sumatra Rawan Gempa ). Catatan sejarah menunjukan bahwa pada zona subduksi Sumatra sudah banyak terjadi gempa-gempa sangat besar dengan kekuatan lebih dari 8 Skala Magnitudo yang menimbulkan tsunami pada tahun 1797 (Mw ) dan 1833 (Mw ) di wilayah Kepulauan Mentawai sampai Enggano), dan tahun 1861 (M8.5) di wilayah Nias-Simelue. Tahun 1907 di Simelue terjadi juga gempa berkekuatan hanya M7.6 tapi menimbulkan tsunami besar yang menghantam wilayah pesisir Timur P. Simelue dengan tinggi tsunaminya dua kali lebih besar dari ketika gempa-tsunami Aceh-Andaman tahun Rentetan gempa-gempa besar yang terjadi di sini di kurun sepuluh tahun terakhir dimulai sejak gempabumi di wilayah Bengkulu pada tahun 2000 (Mw7.8). Kemudian disusul dengan gempa bumi tahun 2002 di P.Simelue. Setelah itu, pada pagi hari tangal 26 Desember 2004 terjadilah bencana tsunami terbesar pada abad ini. Sumber dari tsunami Aceh-Andaman ini adalah gempa pada zona subduksi sepanjang 1400 km dari Simelue sampai wilayah Lautan Andaman dengan kekuatan Mw 9.2. Hanya tiga bulan setelah tragedi besar ini, terjadi lagi gempa besar dengan kekuatan Mw8.7 di wilayah Nias-Simelue, yaitu pada tanggal 28 Maret 2005 pukul 11 malam. Gempa tahun 2005 ini tidak menimbulkan tsunami besar tapi efek goncangannya memakan banyak korban jiwa dan meluluhlantakan banyak rumah-rumah di P.Nias. Terakhir gempa besar dengan kekuatan Mw8.4 terjadi pada sore hari tangal 11 September 2007 di wilayah Bengkulu Mentawai yang kemudian pada pagi hari berikutnya, tanggal 12 September, disusul oleh gempa besar Mw7.9 yang lokasi sumbernya lebih ke arah utara di wilayah Kep.Mentawai.

84 Gambar E.4. Sumber gempabumi dan gempa-gempa besar yang terjadi pada megathrust di zona subduksi di bawah perairan barat Sumatra. Di daratan Sumatra, Patahan Sumatra terbentang di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Teluk Semangko di Selat Sunda sampai dengan wilayah Aceh di utara sepanjang sekitar 1900 km [Sieh & Natawidjaja, 2000]. Sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi di sepanjang Patahan Sumatra dalam 100 tahun terakhir (Gbr. 3) [Natawidjaja & Triyoso, 2007]. Dengan kata lain, gempa besar di Sesar Sumatra terjadi rata-rata satu kali dalam lima tahun. Berbeda dengan di zona subduksi Sumatra yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar dengan magnitudo > 8 tapi hanya sekitar 2-3 kali dalam 100 tahun, gempa di Sesar Sumatra magnitudo-nya < 7.7 tapi sering dan sumbernya atau patahan gempanya lebih dekat dengan populasi penduduk. Gempa terakhir pada tangal 6 April 2007 di wilayah Danau Singkarak Sumatra Barat membuktikan bahwa gempa yang hanya bermagnitudo ~ M6.3 tersebut dapat menimbulkan kerusakan dan korban yang cukup banyak (Gbr. ) [Natawidjaja et al, 2007]. Pada dekade sebelumnya, terjadi dua gempa besar di Liwa tahun 1994 (M6.9) [Natawidjaja et al, 1995; Widiwijayanti et al, 1999] dan di wilayah Danau Kerinci tahun 1995 (M7.0) yang juga banyak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Fakta ini menunjukan bahwa potensi gempa di sepanjang Sesar Sumatra juga tidak kalah pentingnya untuk diantisipasi potensi bencananya selain ancaman gempa yang disertai tsunami yang sumbernya dari zona subduksi [Natawidjaja & Harjono, 2007].

85 Jadi dari catatan sejarah bencana gempabumi dan rentetan gempa besar dalam kurun sepuluh tahun terakhir saja sudah cukup sebagai fakta yang tidak terbantah bahwa wilayah Sumatra, baik di daratan terutama di wilayah sekitar Patahan Sumatra dan di pesisir barat Sumatra adalah wilayah rawan gempa dan juga tsunami (untuk wilayah pesisir barat). Pengalaman dan catatan sejarah ini juga didukung oleh banyak data dari hasil-hasil penelitian sumber gempa dan potensi bencananya yang sudah cukup banyak dilakukan. Langkah selanjutnya yang belum dilakukan adalah menuangkan pengetahuan dan data-data ini kedalam peta-peta bahaya dan risiko bencana gempabumi yang mudah dipahami masyarakat sehingga dapat diaplikasikan ke dalam tindakan mitigasi bencana. Gambar E.5. Peta regional Patahan Sumatra dan gempa-gempa merusak yang pernah terjadi pada masa sejarah. Elips kuning menandai patahan gempa dan wilayah dengan kerusakan serius dengan keterangan tahun kejadian (magnitudo).

86 6.4.3 Sumber Gempa di Jawa Potensi gempabumi dan tsunami untuk wilayah Pulau Jawa umumnya belum banyak diketahui. Seperti halnya di Sumatra, di Jawa pun sumber patahan gempanya ada yang di daratan dan juga di bawah Lautan di Selatan Jawa, yaitu sumber gempabumi dari sistem patahan batas lempeng dari zona subduksi Jawa. Berdasarkan pemetaan pendahuluan regional yang sudah dilakukan (Gbr. 6) di daratan Jawa terdapat cukup banyak jalur patahan aktif yang berpotensi menghasilkan gempa merusak. Patahan aktif yang sudah cukup dikenal umum adalah Patahan Cimandiri Lembang dan Patahan Baribis, meskipun demikian potensi bencananya belum banyak dipelajari dan mendapat perhatian serius. Patahan aktif lainnya yang sudah teridentifikasi diantaranya adalah patahan naik di wilayah Semarang Brebes dan patahan di sebelah timur Gunung Muria dimana akan dibangun reaktor nuklir pembangkit listrik. Kemudian, di Jawa Timur terdapat jalur lipatan Kendeng yang aktif pada zaman Kuarter dan mungkin masih aktif sampai sekarang. Semburan lumpur di Porong yang banyak memakan korban lokasinya berada di ujung timur jalur lipatan ini. Gambar E.6. Peta tektonik aktif dan sumber gempabumi di Pulau Jawa. Lempeng Australia menunjam di bawah Jawa dengan kecepatan sekitar 70 mm/tahun. Di lepas pantai terdapat zona megathrust, yaitu patahan besar pada batas lempeng penunjaman biasanya pada kedalaman di atas 50 km). Di daratan jawa terdapat indikasi banyak jalur patahan aktif (sumber peta patahan aktif: Natawidjaja dkk, 2006-laporan ke Caltech-USGS belum dipublikasikan) Selain peta patahan aktif, laporan-laporan kuno dan catatan sejarah gempabumi di daratan Pulau Jawa sejak pertengahan abad 19 juga menunjukkan sudah banyak terjadi gempa-gempa merusak di masa lalu (Gbr. 7). Dari laporan kerusakan atau atau intensitas gempa-gempa tersebut yang wilayah kerusakannya lokal dapat disimpulkan bahwa

87 sumber gempanya adalah patahan-patahan aktif yang berdekatan dengan wilayah kerusakannya, bukan berasal dari gempa besar Zona Subduksi yang jauh di bawah lautan di Selatan Jawa. Dari rekaman seismik dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, belum pernah terjadi gempa dangkal yang berkekuatan skala magnitudo 7 atau lebih. Meskipun demikian, hanya dari rekaman seismik yang pendek ini belum dapat disimpulkan bahwa patahan-patahan aktif di Jawa tidak ada yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa dengan kekuatan sampai magnitudo 7 atau lebih. Perlu penelitian lebih lanjut untuk analisis sumber gempa dan potensinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa potensi ancaman gempa di daratan P. Jawa memang lebih kecil dibandingkan dengan di daratan Sumatra, yaitu di sepanjang Patahan Sumatra. Meskipun demikian karena populasi di Jawa lebih padat dibandingkan Sumatra, juga inrastruktur dan kota-kota besar sudah lebih berkembang di Jawa maka risiko bencananya belum tentu lebih kecil dari wilayah di sepanjang Patahan Sumatra. Gambar E.7. Peta sejarah gempa-gempa merusak di Jawa sejak tahun 1850 dari berbagai sumber. Gempa Jogya tahun 1867 dan Gempa Jogya tahun 2006 mempunyai wilayah kerusakan yang sama karena itu kemungkinan berasal dari jalur patahan aktif yang sama. Gempa Bantul pada bulan Mei 2006 (Mw 6.2) yang memakan korban ~5000 jiwa membuktikan hal ini. Gempaini sumbernya adalah Patahan aktif Opak (Gbr?) [Natawidjaja, 2007]. Sebelumnya, pernah terjadi gempa di lokasi sama pada tahun 1867 yang waktu itu memakan korban lebih dari 500 jiwa dan menghancurkan rumah-rumah dan infrastruktur di wilayah Jogyakarta pada waktu itu. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa penguasa dan masyarakat pada waktu itu meyakini bahwa bencana serupa tidak akan terjadi lagi di masa datang. Kemungkinan ini menjadi salah satu faktor kenapa masyarakat di wilayah Jogyakarta umumnya sudah lupa tentang bencana gempabumi di masa lalu itu dan rumah-rumah di sana dibangun tanpa memperhitungkan

88 kemungkinan bencana gempa. Hal ini menyebabkan gempa Mei 2006 menelan begitu banyak korban jiwa dan harta. Catatan sejarah gempa dan tsunami di masa lalu dan beberapa kejadian gempabumi di masa kini menunjukkan bahwa zona subduksi Jawa mempunyai potensi bencana yang harus diperhitungkan (Gbr.8). Seperti halnya dengan gempa di daratan, potensi gempa dan tsunami dari sumber zona subduksi di lepas pantai Selatan Jawa secara umum lebih rendah dibandingkan potensi dari zona subduksi Sumatra. Dari data gempa sejak pertengahan Abad 19 terlihat bahwa gempa besar di zona subduksi yang terjadi tidak sesering dan sebesar di Sumatra. Kekuatan gempa terbesar yang pernah terjadi belum ada yang sampai magnitudo 8. Meskipun demikian, fakta sejarah dan rekaman seismik saja belum cukup untuk mengatakan bahwa zona subduksi Jawa tidak bisa mengeluarkan gempa dengan kekuatan sampai skala magnitudo 9. Hal ini perlu penelitian geologi dan goefisika yang lebih rinci dan komprehensif. Gambar E.8. Diagram ruang-waktu kejadian gempa bumi di wilayah selatan Jawa berdasarkan catatan sejarah dan rekaman seismik. Setiap kolom menunjukkan satu kejadian gempa. Kolom putih = skala MMI I-!V, kolom titik-tik = skala MMI V-VII, kolom hitam = skala MMI > VII. Garis bergelombang mengindikasikan wilayah yang terkena tsunami (sumber: Newcomb dan McCann, 1987). Terlepas dari apakah zona subduksi Jawa Oleh karena itu potensi gempa dan tsunami dari zona subduksi P. Jawa harus diperhitungkan untuk mitigasi bencana alam. Hal ini dibuktikan dengan pengalaman dua gempa zona subduksi masa kini, yaitu pada tahun 1994 dan tahun Gempa dan tsunami Pangandaran tejadi pada bulan Juli 2006 (Mw7.7), hanya dua bulan setelah gempa di Bantul,. Sumbernya adalah pelepasan tekanan tektonik pada megathrust di zona subduksi Jawa (Gbr.9). Gempa serupa yang juga disertai tsunami serupa pernah terjadi di wilayah Pancer, Jawa Timur tahun 1994 (Mw7.6). Pengalaman dua gempa ini menunjukan bahwa walaupun gempanya bermagnitudo tidak sampai skala 8 tapi bisa menghasilkan tsunami yang cukup besar.

89 Gambar E.9. Peta kegempaan di Pulau Jawa sejak tahun 1973 (sumber data: NEIC-USGS catalog ) memperlihatkan aktifitas kegempaan pada patahan aktif di daratan dan patahan zona subduksi. Wilayah sepi gempa diantara wilayah gempa Pangandaran Juli 2006 dan gempa tahun 1994 di Pancer Jawa Timur dan juga di sebelah barat gempa Pangandaran bisa ditafsirkan sebagai seismic gap yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar di masa datang. Untuk mitigasi bencana gempabumi di Pulau Jawa, mengingat data patahan aktif dan potensi bencana gempanya masih sedikit, diperlukan program penelitian yang komprehensif meliputi pemetaan patahan aktif detil, studi paleoseismologi, studi pergerakan lempeng dengan metoda geodesi (GPS), dan karakterisasi potensi gempabumi dari studi data seismik Sumber gempa di Indonesia Timur Wilayah Timur Indonesia mempunyai struktur geologi dan tatanan tektonik aktif yang lebih rumit. Kontras dengan hal ini penelitian geologi dan geofisika gempabumi yang sudah dilakukan masih sedikit, apalagi penelitian- peneltian tersebut lebih banyak ditujukan untuk ilmiah bukan untuk mitigasi bencana. Disamping kurangnya data, belum ada usaha/kajian untuk mengumpulkan dan mensintesakan data-data sumber gempa bumi yang sudah ada agar lebih bisa siap pakai untuk analisis ancaman bencana. Itulah sebabnya data potensi ancaman gempa (dan juga tsunaminya) masih sangat sedikit. Petapeta patahan aktif dan sumber gempabumi yang sudah dibuat baru dalam skala sangat kecil (regional). Jelas bahwa analisis ancaman dan risiko gempabumi untuk wilayah ini akan terbentur dengan masalah kelangkaan data sumber gempa ini. Oleh karena itu untuk program jangka panjang perlu digalakkan penelitian dasar untuk mempelajari sumbersumber gempa dan potensi bencananya.

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST Oleh : Rahmat Triyono,ST,MSc Kepala Stasiun Geofisika Klas I Padang Panjang Email : rahmat.triyono@bmkg.go.id Sejak Gempabumi

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH Oleh Abdi Jihad dan Vrieslend Haris Banyunegoro PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh disampaikan dalam Workshop II Tsunami Drill Aceh 2017 Ditinjau

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Selama peradaban manusia, gempa bumi telah dikenal sebagai fenomena alam yang menimbulkan efek bencana yang terbesar, baik secara moril maupun materiil. Suatu gempa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempabumi sangat sering terjadi di daerah sekitar pertemuan lempeng, dalam hal ini antara lempeng benua dan lempeng samudra akibat dari tumbukan antar lempeng tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tembok bangunan maupun atap bangunan merupakan salah satu faktor yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tembok bangunan maupun atap bangunan merupakan salah satu faktor yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gempabumi merupakan salah satu bencana alam yang berpotensi menimbulkan kerusakan parah di permukaan Bumi. Sebagian besar korban akibat gempabumi disebabkan oleh kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi dari tiga lempeng utama (kerak samudera dan kerak benua) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak

Lebih terperinci

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami TSUNAMI Karakteristik Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu dari kata tsu dan nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

Puslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon

Puslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon Tim Peneliti Gempa, tergabung dalam LabEarth bagian dari Poklit Gempa dan Geodinamika, telah berhasil memetakan besar dan lokasi gempa-gempa yang terjadi di masa lalu serta karakteristik siklus gempanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara dimana terdapat pertemuan 3 lempeng tektonik utama bumi. Lempeng tersebut meliputi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan

Lebih terperinci

Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Gempa bumi adalah peristiwa bergeraknya permukaan bumi atau permukaan tanah secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh pergerakan dari lempenglempeng bumi. Menurut M.T. Zein gempa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak di Pacific ring of fire atau cincin api Pasifik yang wilayahnya terbentang di khatulistiwa dan secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB Peta Rawan : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Risiko Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA A ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI DELISERDANG SUMATRA UTARA Oleh Fajar Budi Utomo*, Trisnawati*, Nur Hidayati Oktavia*, Ariska Rudyanto*,

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ). 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor

Lebih terperinci

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa Pertemuan ke-2 http://civilengstudent.blogspot.co.id/2016/06/dynamic-analysis-of-building-using-ibc.html 7 lempeng/plate besar Regional Asia Regional Asia http://smartgeografi.blogspot.co.id/2015/12/tektonik-lempeng.html

Lebih terperinci

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Bahaya Tsunami Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Tsunami adalah serangkaian gelombang yang umumnya diakibatkan oleh perubahan vertikal dasar laut karena gempa di bawah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng India-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 84 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Hazard Gempa Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Ez-Frisk dan menghasilkan peta hazard yang dibedakan berdasarkan sumber-sumber gempa yaitu

Lebih terperinci

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. 1.1 Apakah Gempa Itu? Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran tersebut disebabkan oleh pergerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Dicetak ulang oleh: UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2014

Dicetak ulang oleh: UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2014 Dicetak ulang oleh: UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2014 Teman- teman, Kita belajar yuk, mengapa ya di Indonesia banyak terjadi bencana alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fenomena alam gempabumi sering terjadi berbagai belahan dunia terutama di Indonesia. Setiap tahunnya, dapat terjadi lebih dari sepuluh gempabumi dengan magnitudo besar

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus disikapi secara serius oleh stakeholders bidang perencanaan dan perancangan kota. Gempa bumi

Lebih terperinci

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi karena pergeseran batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik. Pergerakan tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana Gempa bumi merupakan sebuah ancaman besar bagi penduduk pantai di kawasan Pasifik dan lautan-lautan lainnya di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATAPENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE PENGENALAN Irman Sonjaya, SE PENGERTIAN Gempa bumi adalah suatu gangguan dalam bumi jauh di bawah permukaan yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda di permukaan. Gempa bumi datangnya sekonyong-konyong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi ini memiliki dataran seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Hubungan Persebaran Episenter Gempa Dangkal dan Kelurusan Berdasarkan Digital Elevation Model di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta I.2.

Lebih terperinci

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI Oleh : Rahmat Triyono, ST, MSc Kepala Stasiun Geofisika Klas I Padang Panjang Email : rahmat.triyono@bmkg.go.id (Hasil Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017 KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI 2016 15 DESEMBER 2017 Oleh ZULHAM. S, S.Tr 1, RILZA NUR AKBAR, ST 1, LORI AGUNG SATRIA, A.Md 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnitudo Gempabumi Magnitudo gempabumi adalah skala logaritmik kekuatan gempabumi atau ledakan berdasarkan pengukuran instrumental (Bormann, 2002). Pertama kali, konsep magnitudo

Lebih terperinci

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang sangat aktif kegempaannya. Hal ini disebabkan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA Oleh Artadi Pria Sakti*, Robby Wallansha*, Ariska

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMA PERNYATAAN KATAPENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMA PERNYATAAN KATAPENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMA PERNYATAAN... iii KATAPENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

Mitigating Earthquake Hazards

Mitigating Earthquake Hazards RISTEK, Workshop 21 Juli 2009 Pengembangan Peta Zonasi Gempa (Seismic /Ground-motion Hazard Map) INDONESIA: Pembahasan Input Data : Geologi (Patahan Aktif), Seismologi, Geodesi, dan Keteknikan Oleh: Danny

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rekayasa gempa berhubungan dengan pengaruh gempa bumi terhadap manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi pengaruhnya. Gempa bumi merupakan

Lebih terperinci

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*) POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA Oleh : Hendro Murtianto*) Abstrak Aktivitas zona patahan Sumatera bagian tengah patut mendapatkan perhatian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

Bab II. Landasan Teori dan Data

Bab II. Landasan Teori dan Data Bab II Landasan Teori dan Data 2.1 Pengertian 2.1.1 Gempa Bumi Menurut wikipedia Indonesia: Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan lempeng

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008)

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008) EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008) GEDE SUANTIKA Sub Bidang Pengamatan Gempabumi Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS Bayu Baskara ABSTRAK Bali merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami karena berada di wilayah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan, sarana dan prasarana serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, gempa sendiri terjadi akibat pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempabumi tektonik. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tektonik, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng mikro Filipina. Interaksi antar lempeng mengakibatkan

Lebih terperinci

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan Gempa bumi, tsunami, erosi, banjir, gelombang ekstrem dan kenaikan paras muka air laut adalah ancaman wilayah pesisir. Tapi tidak berarti hidup di negara kepulauan pasti menjadi korban bencana.. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami 13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami Rahmat Triyono, ST. Dipl. Seis, MSc, Kepala Stasiun Geofisika Silaing Bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh aktifitas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Lempeng tektonik mengalami dislokasi atau pemindahan/pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana bumi, dimulai dari letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami karena wilayah nusantara dikepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (http://wordpress.com/2010/10/25

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (http://wordpress.com/2010/10/25 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan mengalami bencana alam yang disebabkan oleh banjir, tsunami, gempabumi, tanah longsor, letusan gunung berapi. Frekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maslah Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik menjadikan kawasan Indonesia ini memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks. Selain menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh gejala alam sehingga mengakibatkan timbulnya

Lebih terperinci

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA Disusun Oleh: Josina Christina DAFTAR ISI Kata Pengantar... 2 BAB I... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Tujuan... 3 1.3 Rumusan Masalah... 4 BAB II... 5 2.1 Pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN MENGENAI INFORMASI DAN ANTISIPASI BENCANA GEMPA BUMI

BAB II KAJIAN MENGENAI INFORMASI DAN ANTISIPASI BENCANA GEMPA BUMI BAB II KAJIAN MENGENAI INFORMASI DAN ANTISIPASI BENCANA GEMPA BUMI 2.1 Pengertian Informasi Menurut Wiryanto dalam Pengantar Ilmu Komunikasi (2004:29) menerangkan bahwa informasi adalah hasil dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara astronomis terletak pada titik koordinat 6 LU - 11 LS 95 BT - 141 BT dan merupakan Negara kepulauan yang terletak pada

Lebih terperinci

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG Nama : I Made Mahajana D. NRP : 00 21 128 Pembimbing : Ir. Theodore F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Pesisir pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Pada tahun 2016 di Bulan Juni bencana tanah longsor menimpa Kabupaten Purworejo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala Richter sehingga dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Halini

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir. Kegempaan. Evaluasi Tapak. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir. Kegempaan. Evaluasi Tapak. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR No.840, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir. Kegempaan. Evaluasi Tapak. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

EVALUASI GEMPA DAERAH SULAWESI UTARA DENGAN STATISTIKA EKSTRIM TIPE I

EVALUASI GEMPA DAERAH SULAWESI UTARA DENGAN STATISTIKA EKSTRIM TIPE I Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING Vol., No., Maret 0 ISSN 087-9 (-) EVALUASI GEMPA DAERAH SULAWESI UTARA DENGAN STATISTIKA EKSTRIM TIPE I Julius E. Tenda Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEAK GROUND ACCELERATION DAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN DATA MIKROSEISMIK PADA DAERAH RAWAN GEMPABUMI DI KOTA BENGKULU

ANALISIS NILAI PEAK GROUND ACCELERATION DAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN DATA MIKROSEISMIK PADA DAERAH RAWAN GEMPABUMI DI KOTA BENGKULU ANALISIS NILAI PEAK GROUND ACCELERATION DAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN DATA MIKROSEISMIK PADA DAERAH RAWAN GEMPABUMI DI KOTA BENGKULU Yeza Febriani, Ika Daruwati, Rindi Genesa Hatika Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang letak geografis berada pada 94-141 BT dan 6 LU - 11 LS. Letak geografisnya, menjadikan Indonesia sebagai negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi khususnya Bidang Mitigasi Gempabumi dan Gerakan Tanah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci