BAB I PENDAHULUAN. anggaran belanja pemerintah pusat berupa anggaran subsidi sebagai salah satu
|
|
- Yuliani Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, termasuk kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat berupa anggaran subsidi sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berdimensi kewilayahan untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, pemerintah pusat dapat secara langsung berperan aktif dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran program pembangunan di segala bidang kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan, antarprogram, antarsektor, dan antarfungsi pemerintahan, mendukung stabilitas ekonomi, serta menunjang distribusi pendapatan yang lebih merata. Salah satu fungsi anggaran yaitu fungsi distribusi, peranan terkait fungsi distribusi dilakukan melalui dukungan untuk pemberdayaan berbagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, kurang beruntung atau berkemampuan ekonomi terbatas. Peranan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk pembayaran transfer antara lain berupa bantuan langsung seperti program keluarga harapan (PKH), alokasi anggaran bagi program-program dan kegiatankegiatan yang mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha. Implementasi dari langkah tersebut
2 2 antara lain adalah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), bantuan operasional sekolah (BOS), dan program jaminan kesehatan untuk masyarakat. Termasuk dalam fungsi ini, penyediaan berbagai jenis subsidi, baik subsidi harga barang-barang kebutuhan pokok (price subsidies), maupun subsidi langsung ke objek sasaran (targeted subsidies). Dalam upaya mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi dan respon cepat untuk menghadapi kondisi iklim ekstrim, Presiden melalui Inpres Nomor 5 tahun 2011, telah mengeluarkan instruksi kepada para Menteri, Kepala Badan, Gubernur, dan Bupati/Walikota agar segera mangambil langkahlangkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mengamankan produksi gabah/beras nasional. Melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tersebut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Pertanian, antara lain untuk meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi, dan jumlah. Selanjutnya, Presiden mengintruksikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) antara lain untuk meningkatkan fungsi BUMN dalam menyediakan dan menyalurkan sarana produksi dan distribusi gabah/beras. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan, benih mempunyai peranan yang sangat strategis. Ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat yang memenuhi aspek kualitas dan kuantitas dibarengi dengan aplikasi teknologi budidaya lainnya seperti pupuk
3 3 berimbang, akan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas, produksi dan mutu hasil produk tanaman pangan. Untuk mendukung program ketahanan pangan, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah mengalokasikan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa anggaran subsidi ketahanan pangan, yang terdiri dari subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi benih. Dalam kurun waktu , anggaran subsidi ketahanan pangan secara nominal mengalami peningkatan. Data selengkapnya mengenai anggaran subsidi ketahanan pangan dari tahun , dapat dilihat dari tabel berikut: No Tabel 1.1. Anggaran Subsidi Ketahanan Pangan Tahun (triliun rupiah) Uraian Real Real Real APBNP APBN APBNP 1 Subsidi Pangan 16,5 19,1 20,3 18,2 18,9 18,9 2 Subsidi Pupuk 16,3 14,0 17,6 21,0 35,7 39,5 3 Subsidi Benih 0,1 0,1 0,4 1,6 0,9 0,9 Total 32,9 33,2 38,3 40,8 55,5 59,3 Sumber data: Berdasarkan tabel di atas, jumlah anggaran subsidi ketahanan pangan dari tahun cenderung mengalami peningkatan. Khusus untuk anggaran subsidi benih dari tahun cenderung berfluktuasi. Tahun 2014 jumlah anggaran subsidi benih meningkat menjadi 1,6 triliun. Tahun 2015 anggaran subsidi benih turun menjadi 0,9 triliun.
4 4 Selain itu, guna mendukung pelaksanaan program tanaman pangan diperlukan adanya keterlibatan dari semua unsur termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pangan dan pupuk. BUMN yang bergerak di bidang pangan antara lain adalah PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero), sedangkan yang bergerak di bidang pupuk adalah PT Pupuk Indonesia (Persero) beserta anak perusahaannya yaitu PT Pupuk Sriwijaya Palembang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pupuk Petrokimia Gresik. BUMN tersebut bergerak pada bidang usaha penyediaan kebutuhan budi daya padi, jagung, kedelai dan pupuk yang dijual kepada petani secara free market dan melaksanakan penugasan dari pemerintah cq Kementerian Negara BUMN dalam rangka public service obligation (PSO). Menurut UUD 1945 (perubahan) pasal 34 ayat 3 menyatakan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, kemudian diatur lebih lanjut melalui Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 66 yang menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan BUMN. Dalam penjelasan pasal 66 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut, meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel,
5 5 pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Adanya penugasan Pemerintah berupa kewajiban pelayanan umum atau public service obligation (PSO) adalah dalam rangka menjaga agar kegiatan penyediaan barang publik tersedia dalam jumlah yang cukup sekalipun tidak memberikan keuntungan yang cukup bagi penyedia jasa untuk dapat menjalankan kegiatannya. PSO yang secara finansial tidak memberikan keuntungan harus tetap disediakan, karena hal tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect secara ekonomi bagi masyarakat (Makmun, 2008). Penugasan Pemerintah kepada BUMN untuk menyelenggarakan public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan umum, memiliki konsekuensi bahwa pemerintah harus menyediakan sejumlah dana pada pos pengeluaran subsidi untuk bantuan kepada BUMN dalam rangka menjalankan PSO. Untuk mendukung peningkatan produksi pertanian, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh petani. Alokasi anggaran subsidi benih dalam APBNP Tahun 2015 sebesar Rp0,9 triliun, lebih rendah dibandingkan alokasi anggaran subsidi benih dalam APBNP tahun 2014 sebesar Rp1,6 triliun. Sedangkan alokasi anggaran subsidi benih Tahun 2013 terealisasi sebesar Rp0,4 triliun. Menteri Negara BUMN, melalui Surat Nomor S-39/MBU/2013 tanggal 23 Januari 2013 kepada Menteri Pertanian, memberikan persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk
6 6 Tahun Anggaran 2013 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Untuk pelaksanaan subsidi benih Tahun Anggaran 2014, Menteri Negara BUMN telah menerbitkan surat kepada Menteri Pertanian melalui Surat Nomor S-747/MBU/2013 tanggal 19 Desember 2013 perihal persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk Tahun Anggaran 2014 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero). Sedangkan untuk pelaksanaan subsidi benih Tahun Anggaran 2015, Menteri BUMN telah menerbitkan surat kepada Menteri Pertanian melalui Surat Nomor S- 70/MBU/2/2015 tanggal 2 Februari 2015 perihal persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk Tahun Anggaran 2015 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Apabila ada produsen benih swasta/penangkar benih yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan subsidi benih, dapat dimungkinkan dengan di bawah koordinasi produsen benih pelaksana PSO subsidi benih. Permasalahan yang timbul atas penyerapan anggaran subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) sampai saat ini, antara lain mekanisme pelaksanaan PSO belum jelas, realisasi dana PSO yang diterima tidak sesuai dengan APBN yang sudah disetujui, proses pencairan dana PSO lambat (Harahap, 2009). Belum adanya persepsi yang sama tentang pengertian/definisi PSO, Belum semua kegiatan PSO dilakukan melalui proses lelang, Perhitungan dasar kebutuhan dana PSO belum seragam, kebutuhan PSO yang dapat direalisasikan dalam APBN cenderung lebih rendah, karena keterbatasan keuangan negara dan perencanaan yang kurang baik (Makmun, 2008). Model penerapan PSO pada
7 7 BUMN saat ini malah menimbulkan beban, karena dana PSO berasal dari APBN, penugasan diterima sejak awal tahun, sementara dana diterima pada akhir tahun setelah dilakukan verifikasi, mekanisme PSO belum efektif (Kartikasari, dkk., 2013). Keterlambatan juknis subsidi benih, kemampuan keuangan perusahaan produsen benih belum memadai (BPKP, 2014). Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) masih belum berjalan secara efektif. Dari fakta tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi atas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten. Penelitian akan difokuskan pada efektifitas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO dan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya realisasi penyerapan dana subsidi benih. 1.2 Perumusan Masalah Pemerintah melalui Kementerian Teknis dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum atau dikenal dengan istilah Public Service Obligation (PSO) dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Terkait kebijakan subsidi benih, untuk tahun anggaran 2013, pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN telah menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih. Untuk tahun anggaran 2014 Kementerian BUMN hanya menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih. Sedangkan
8 8 untuk Tahun Anggaran 2015 Kementerian Negara BUMN kembali menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih guna membantu petani dalam memenuhi kebutuhan jumlah benih sesuai masa tanam dengan varietas unggul bersertifikat dan dengan harga yang terjangkau. Mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO hingga saat ini belum berjalan secara efektif. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Apakah mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten telah berjalan secara efektif. 2) Mengapa realisasi penyerapan dana subsidi benih melalui PSO rendah? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal berikut: 1) Menilai efektifitas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten. 2) Memberikan bukti atau informasi penyebab rendahnya penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten Tahun 2013 sampai dengan 2015.
9 9 3) Memberikan usulan rekomendasi perbaikan atas kelemahan-kelemahan mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui penugasan Public Service Obligation (PSO). 1.5 Motivasi Penelitian Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat selama bekerja sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, peneliti juga ingin memperkaya khasanah keilmuan terutama mengenai pelaksanaan penugasan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1) Sebagai masukan kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan dalam merumuskan kebijakan terkait penugasan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN. 2) Sebagai masukan kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten untuk peningkatan kinerja pada umumnya dan pelaksanaan penugasan PSO pada khususnya. 3) Bidang akademis dan dunia penelitian, agar dapat menambah literatur mengenai pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) pada sektor publik. 1.7 Proses Penelitian Tahapan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
10 10 Sumber: Pedoman Umum Penulisan Tesis (Maksi FEB UGM, 2012). Gambar 1.1 Proses Penelitian Studi Kasus 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam enam bab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi landasan teoritis sebagai kerangka berfikir untuk melaksanakan investigasi dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan. BAB III : LATAR BELAKANG KONSTEKSTUAL PENELITIAN. Bab ini menjelaskan secara deskriptif tentang obyek penelitian secara selektif, aplikasi teori dan konsep untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik obyek penelitian terkait dengan perspektif teori dan konsep yang digunakan pada bab sebelumnya.
11 11 BAB IV : RANCANGAN PENELITIAN. Bab ini berisi pengambilan data dan analisis data penelitian, yang meliputi rasionalitas penelitian, pemilihan obyek penelitian, jenis, sumber dan teknik pengumpulan data, validitas data serta metode analisis data. BAB V : PEMAPARAN TEMUAN INVESTIGASI KASUS. Bab ini berisi pemaparan mengenai data yang diperoleh beserta hasil analisisnya. BAB VI : ANALISIS DISKUSI DAN HASIL INVESTIGASI KASUS. Bab ini berisi temuan-temuan dalam investigasi yang menggambarkan fakta-fakta untuk dapat menjawab tujuan penelitian, serta pembahasan, analisis dan diskusi atas permasalahan yang ditemukan pada bab sebelumnya. BAB VII : RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi ringkasan hasil penelitian, simpulan, keterbatasan penelitian, dan rekomendasi yang menunjukkan hasil implikasi dari hasil penelitian.
BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi tanaman pangan guna
BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI 7.1. Ringkasan Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi tanaman pangan guna mendukung ketahanan pangan nasional dengan mengalokasikan dana
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/Permentan/HK.140/2/2016 TENTANG PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 167/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA CADANGAN BENIH NASIONAL DAN BANTUAN LANGSUNG BENIH UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016 PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI
SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK. 02/2006 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK. 02/2006 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN CADANGAN BENIH NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2006
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Subsidi Benih. Prosedur Penggunaan.
No.348, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Subsidi Benih. Prosedur Penggunaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar sangat perlu memantapkan kestabilan pangan secara berkelanjutan, oleh karenanya perlu melakukan strategi dan upaya-upaya
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG
KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation-PSO) sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Secara umum permasalahan tersebut antara lain adalah belum adanya persepsi yang sama tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan yang dihasilkan hanya berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dengan menggunakan sistem pencatatan tunggal (single
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia pada akhir abad 20 tidak dapat dilepaskan dari kegagalan pemerintah dalam mengembangkan sistem manajemen pemerintahan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.511, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pupuk Bersubsidi. Pengadaan. Penyaluran. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-DAG/PER/4/2013 TENTANG PENGADAAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG SUBSIDI BENIH PADI, KEDELAI, JAGUNG HIBRIDA DAN JAGUNG KOMPOSIT BERSERTIFIKAT HASIL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 202/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA UPAYA KHUSUS KEDELAI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 202/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA UPAYA KHUSUS KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan
Lebih terperinciCatatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Sang Hyang Seri (Persero)
Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Pendahuluan Laju pertumbuhan produksi pangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Dana Cadangan. Benih Nasional. Benih Unggul.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Dana Cadangan. Benih Nasional. Benih Unggul. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124/PMK.02/2009 TENTANG TATA
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinci2016, No Mengingat-----:--1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.815, 2016 KEMENHUB. Angkutan Kota. Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi. Pelayanan Publik. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN
ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS BIDANG PERKERETAAPIAN, BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS BIDANG PERKERETAAPIAN, BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 203/PMK.02/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 203/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN ANGGARAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN LANGSUNG PUPUK DAN BANTUAN LANGSUNG SARANA PRODUKSI PERTANIAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disahkan untuk periode satu tahun merupakan bentuk investasi pemerintah dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disusun dan disahkan untuk periode satu tahun merupakan bentuk investasi pemerintah dalam pembangunan perekonomian
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 42/Permentan/OT.140/9/2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 42/Permentan/OT.140/9/2008 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 30/PERMENTAN/OT.140/6/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 202/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA UPAYA KHUSUS KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan
BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2014 Direktur Pupuk dan Pestisida, Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc NIP
Direktorat Pupuk dan Pestisida KATA PENGANTAR Direktorat Pupuk dan Pestisida mempunyai tugas melaksanakan Penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN dan APBD yang kurang terserap di awal tahun, tapi digenjot penyerapannya di akhir
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP
KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan benih varietas unggul bersertifikat padi dan kedelai guna memenuhi kebutuhan benih untuk pelaksanaan budidaya tanaman pangan secara nasional, Pemerintah telah memprogramkan
Lebih terperinci2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyediaan Anggaran. Subsidi Pupuk. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.02/2011 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Oleh : Bambang Prasetyo Prajogo U. Hadi Nur K. Agustin Cut R. Adawiyah PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciCatatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero)
Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero) Pendahuluan Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Peningkatan produksi
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G
SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.02/2011 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI BERAS BAGI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DENGAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.02/2011 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN ANGGARAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI PUPUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciJakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP
KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM
INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM PRESIDEN, Dalam upaya mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi
Lebih terperinciBUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG
1 BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pengendalian internal dibutuhkan dalam semua lingkungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengendalian internal dibutuhkan dalam semua lingkungan aktivitas organisasi agar dapat mencapai visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Statement
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI TENGAH
GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam
No.139, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi. Pelayanan Publik. Penyelanggaraan. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran
Lebih terperinci2012, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS BIDANG PERKERETAAPIAN, BIAYA PENGGUNAAN
Lebih terperinciKebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung
12 Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung I. Pendahuluan Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul dapat memberikan berbagai keuntungan, karena dapat meningkatkan produktivitas dan
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI. Effektifitas Penyaluran Belanja Bantuan Sosial. I. Pendahuluan
Effektifitas Penyaluran Belanja Bantuan Sosial (catatan temuan Hasil Pemeriksaan BPK pada LKPP 2010) I. Pendahuluan Pelaksanaan penyaluran APBN secara tidak langsung mencerminkan bagaimana pemerataan dan
Lebih terperinciKebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY Disampaikan Oleh : Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan DJPK Kementerian
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciDirektorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-nya kami dapat menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Tahun 2014. Laporan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinci6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan
PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, proses penelitian, dan sistematika
Lebih terperinciBUPATI TANJUNG JABUNG BARAT
BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN PENETAPAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KEBUTUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah di negara Indonesia telah terlaksanakan lebih dari satu dasawarsa. Otonomi daerah di negara Indonesia pertama kali mulai diberlakukan melalui
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. suatu negara. Bangsa yang maju pasti tingkat pendidikan rakyatnya juga
88 BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI 7.1. Ringkasan Pendidikan merupakan aspek penting dalam peningkatan kualitas kehidupan suatu negara. Bangsa yang maju pasti tingkat pendidikan
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciRegulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1
Ringkasan Eksekutif Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1 Perum Bulog didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2003. Merujuk pada PP tersebut, sifat usaha, maksud, dan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja
Lebih terperinciBUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 150/PMK.02/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 150/PMK.02/2011 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI BERAS BAGI MASYARAKAT
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/SR.130/5/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN ANGGARAN
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/SR.130/5/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN ANGGARAN 2010 1 Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciDEPUTI BIDANG USAHA INDUSTRI PRIMER 08 FEBRUARI 2012
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA GERAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN berbasis KORPORASI (GP3K) REALISASI TAHUN 2011 & RENCANA TAHUN 2012 DEPUTI BIDANG USAHA INDUSTRI PRIMER 08 FEBRUARI 2012 REV 2011-07-05
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciWALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA
WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan masyarakat sebagai steakholder serta pihak swasta, secara bersama-sama untuk
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciMenyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi
Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan di Indonesia sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan anggaran berbasis kinerja pemerintah daerah mulai dilaksanakan di Indonesia sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,
BUPATI BENGKAYANG PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1
Lebih terperinciBAB 1 INTRODUKSI. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
BAB 1 INTRODUKSI Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, dan sistematika
Lebih terperinciPENGANTAR. Muhrizal Sarwani
PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Pupuk dan Pestisida Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis
Lebih terperinci