PENTINGNYA QUANTITATIVE REASONING (QR) DALAM PROBLEM SOLVING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENTINGNYA QUANTITATIVE REASONING (QR) DALAM PROBLEM SOLVING"

Transkripsi

1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 PENTINGNYA QUANTITATIVE REASONING (QR) DALAM PROBLEM SOLVING Agustinus Sroyer Program Studi Pendidikan Matematika PMIPA FKIP Uncen Jl. Raya Sentani Abepura Jayapura, sroyera@yahoo.co.id Abstrak Quantitative Reasoning (QR) atau Penalaran Kuantitatif merupakan suatu penalaran yang menekankan suatu penarikan kesimpulan berdasarkan data-data atau informasi kuantitatif. Penalaran ini sangat penting karena sangat baik untuk menyelesaikan soal-soal problem solving. Diharapkan, penalaran ini menjadi salah satu pilihan karena dapat meningkatkan daya nalar siswa. Keywords: penalaran, penalaran kuantitatif, informasi kuantitatif, problem solving PENDAHULUAN Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (tahun 2000), tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan: komunikasi matematis, penalaran matematis, problem solving matematis, koneksi matematis, dan representasi matematis. Lebih lanjut menurut NCTM, salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan problem solving matematis. Standar problem solving NCTM, menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui problem solving; memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam kontekskonteks yang lain; menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah; dan memonitor dan merefleksikan proses dari problem solving matematis. Penelitian dari Wahyudin (1999) mengungkapkan bahwa hasil belajar matematika dalam hal penalaran belum menggembirakan karena siswa kurang menggunakan penalaran yang logis dalam menyelesaikan masalah matematika. Pentingnya problem solving juga ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan bahwa problem solving merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Seperti yang dikemukakan Ruseffendi (1991) bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kita ketahui bersama bahwa kenyataan di lapangan pada umumnya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pembelajaran matematika masih cenderung berorientasi pada buku teks; guru matematika masih menggunakan cara konvensional seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 25

2 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa. Pembelajaran seperti ini tentunya kurang dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan problem solving matematis siswa. Siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan guru, jika diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji tipe-tipe soal yang berkaitan dengan penalaran kuantitatif (QR). Diharapkan, soal-soal yang berkaitan dengan QR dapat diberi dan dilatih kepada siswa agar kemampuan bernalar secara kuantitatif menjadi lebih baik. PEMBAHASAN 1. Penalaran Kuantitatif (QR) Penalaran merupakan proses berpikir dalam proses penarikan kesimpulan (Sumarmo, 2013: 148). Secara garis besar, penalaran dibagi menjadi dua yaitu induktif dan deduktif. Penarikan kesimpulan berdasarkan sejumlah kasus atau contoh terbatas disebut induksi sedangkan penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati disebut deduksi (Sumarmo, 1987). John Carroll (1993) menyatakan bahwa penalaran kuantitatif sudah ada pada anak usia lima tahun sampai dewasa. Beliau menyimpulkan bahwa ada tiga kemampuan penalaran utama: sekuensial (deduktif), induktif, dan kuantitatif. QR adalah kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika untuk menganalisis informasi kuantitatif dan untuk menentukan keterampilan dan prosedur yang dapat diterapkan pada masalah tertentu untuk sampai pada suatu solusi. Oleh karena itu, tidak terbatas pada keterampilan yang diperoleh dalam mata pelajaran matematika, tetapi mencakup kemampuan penalaran yang dikembangkan dari waktu ke waktu melalui praktek di hampir semua program sekolah atau perguruan tinggi, serta dalam kegiatan sehari-hari seperti penganggaran dan pembelanjaan barang. Penalaran kuantitatif, baik secara umum maupun untuk tujuan penilaian, difokuskan pada problem solving. Hal tersebut meliputi enam kemampuan: membaca dan memahami informasi yang diberikan dalam berbagai bentuk; menafsirkan informasi kuantitatif dan membuat gambaran kesimpulan; problem solving menggunakan aritmatika, aljabar, geometri, atau metode statistik; memperkirakan jawaban dan memeriksa kelayakan; mengkomunikasikan informasi kuantitatif; dan membuat batasan dari metode matematika atau statistik. NCTM (2000), Asosiasi Matematika Amerika (MAA, 2003), masyarakat matematika Amerika (AMS) (Howe, 1998), dan (Asosiasi Matematika Amerika untuk Diploma Dua [AMATYC], 1995), dalam laporan mereka tentang tujuan pendidikan matematika, semua membahas penalaran kuantitatif sebagai kemampuan yang harus dikembangkan pada semua siswa SMA dan mahasiswa. 26 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

3 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 2. Problem Solving Kemampuan problem solving adalah suatu keterampilan pada diri siswa agar mampu menggunakan kegiatan matematis untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah dalam ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupannya yang semakin kompleks, bukan hanya pada masalah dalam matematika itu sendiri tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi lain dan masalah dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya. 3. Tipe-tipe Pertanyaan Penalaran Kuantitatif Menurut ETS (2010), terdapat 4 tipe pertanyaan untuk mengukur QR yaitu: perbandingan kuantitatif (quantitative comparison), pilihan ganda (multiplechoice-select one), pilihan ganda (multiplechoice-select one or more), dan memasukkan jawaban dalam kotak (numeric entry). Berikut diberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan 4 tipe tersebut. a). Perbandingan kuantitatif. Pertanyaan ini untuk membandingkan dua kuantitas (A dan B) kemudian menentukan pernyataan mana yang menjelaskan perbandingan. Contoh: (1). Kuantitas A Kuantitas B 54% dari A. Kuantitas A lebih besar. B. Kuantitas B lebih besar. C. Dua kuantitas adalah sama. D. Hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan. (2). Panjang PQ = PR Kuantitas A Kuantitas B Panjang PS Panjang SR A. Kuantitas A lebih besar. B. Kuantitas B lebih besar. C. Dua kuantitas adalah sama. D. Hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 27

4 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 b). Pilihan ganda satu pilihan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan pilihan ganda untuk memilih hanya satu pilihan jawaban dari lima pilihan. Contoh: (1). Sebuah mobil menghabiskan 1 galon bensin tiap 33 mil, di mana biaya bensin 2,95 dollar per galon. Berapa perkiraan biaya bensin (dalam dollar) yang digunakan dalam mengendarai mobil sejauh 350 mil? A. $10 B. $20 C. $30 D. $40 E. $50 (2).Sebuah kantong berisi 60 jelly kacang-22 putih, 18 hijau, 11 kuning, 5 merah, dan 4 ungu. Jika jelly kacang dipilih secara acak, berapakah probabilitas bahwa jelly kacang bukan merah atau ungu? A. 0,09 B. 0,15 C. 0,54 D. 0,85 E. 0,91 c). Pilihan ganda beberapa pilihan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan pilihan ganda untuk memilih satu atau lebih pilihan jawaban dari daftar pilihan. Contoh: (1). Manakah dari bilangan bulat berikut kelipatan 2 dan 3? Tunjukkan semua bilangan bulat tersebut. A. 8 B. 9 C. 12 D. 18 E. 21 F. 36 (2). Yang mana dari bilangan-bilangan berikut mempunyai hasil kali yang lebih besar dari 60? A. -9 B. -7 C. 6 D Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

5 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 d). Memasukkan jawaban dalam kotak. Pertanyaan ini untuk memasukkan jawaban berupa integer atau desimal atau pecahan. Contoh: (1). Satu pena seharga 0,25 dollar dan satu spidol seharga 0,35 dollar. Berapa biaya total 18 pena dan 100 spidol? (2). Persegi panjang R memiliki panjang 30 dan lebar 10, dan persegi S memiliki panjang 5. Berapa keliling S dari keliling R? Selain keempat tipe tersebut, terdapat satu tipe QR yang menggambarkan QR secara umum yaitu menginterpretasikan data. Maksud dari menginterpretasikan data adalah dengan merujuk pada tabel, grafik, atau presentasi data lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini meminta kita untuk menafsirkan atau menganalisis data yang diberikan. Jenis-jenis pertanyaan mungkin pilihan ganda (bisa 1 pilihan atau beberapa pilihan). Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 29

6 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 SIMPULAN DAN SARAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem solving dalam matematika merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari penalaran atau QR. Dengan kata lain, jika seseorang mempunyai daya nalar yang baik maka kemungkinan untuk menyelesaikan/memecahkan suatu masalah dalam matematika menjadi mudah. QR juga sangat perlu dikembangkan dari usia Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Penalaran Kuantitatif (QR) merupakan suatu bentuk penalaran yang sangat berguna dalam pembelajaran matematika karena melalui penalaran ini siswa dapat mengembangkan kemampuan mereka masing-masing melalui informasi kuantitatif (berhubungan dengan angka/bilangan) yang diberikan. Pertanyaan/Soal-soal QR yang bervariasi sangat berguna untuk melatih cara berpikir siswa. Gurupun diharapkan mengajukan soal-soal yang berhubungan dengan problem solving sehingga siswa menjadi terbiasa untuk memecahkan masalah, baik masalah matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran yang merujuk kepada pembelajaran konvensional harus segera ditinggalkan. DAFTAR PUSTAKA American Mathematical Association of Two-Year Colleges. (1995). Crossroads in mathematics: Standards for introductory college mathematics before calculus. Retrieved October 15, 2002, from Carroll, J. B. (1993). Human cognitive abilities: A survey of factor-analytic studies. Cambridge, England: Cambridge University Press. Dwyer, C. A., Gallagher, A., Levin, J., & Morley, M. E. (2003). What is Quantitative Reasoning? Defining the Construct for Assessment Purposes. Pricenton, NJ: Educational Testing Service. Educational Testing Service (ETS). (2010). Introduction to the Quantitative Reasoning Measure. United States. 30 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

7 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Howe, R. (1998). The AMS and mathematics education: The revision of the NCTM standards. Notices of the AMS, 45(2), Mathematical Association of America (MAA). (2003). Guidelines for programs and departments in undergraduate mathematical sciences. Washington, DC: Author. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: Author. Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sumarmo, U. (2013). Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya: Kumpulan Makalah. Jurusan Pendidikan Matematika, UPI, Bandung. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 31

8 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Sakrani Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI Jl. Setia Budhi, Bandung. sakrani.sukro@gmail.com ABSTRAK Makalah ini mengkaji pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik(PMR) dalam meningkatkan kemampuan representasi dan penalaran matematis siswa. PMR menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR mangacu pada pendapat Fruedhental yang mengatakan bahwa Proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari menjadi bermakna (meaningful) bagi siswa. Karakteristik pendidikan matematika realistik meliputi: (1) penggunaan konteks; (2) penggunaan model untuk matematisasi progresif; (3) pemanfaatan hasil konstruksi siswa; (4) interaktivitas; (5) keterkaitan. Dalam hal ini kemampuan representasi matematis siswa meliputi: representasi visual, simbolik dan verbal. Sedangkan kemampuan penalaran dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Kata kunci: Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik(PMR), kemampuan representasi, dan kemampuan penalaran. PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu yang kaya dan menarik, karena banyak materi matematika yang bisa dikaitkan dengan kehidupan nyata, sehingga memungkinkan banyak hal yang bisa dieksplorasi dan diinteraksikan dengan siswa. Namum pada saat pembelajaran interaksi matematika yang sering terjadi hanyalah pemberian informasi berupa penjelasan definisi, penjelasan contoh dan pemberian latihan kepada siswa, sehingga siswa tidak dijadikan sebagai subjek pembelajaran. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Russefendi menyatakan bahwa bagian terbesar dari matematika yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan. Pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang aktif karena kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih banyak berinteraksi dengan sesama dan dapat membuat siswa memandang matematika sebagai suatu kumpulan aturan dan latihan yang dapat berujung pada rasa bosan dan bingung saat diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan. Berdasarkan pedoman penyusunan KTSP Depdiknas (2006 : 36) tujuan dari pembelajaran matematika meliputi: memahami konsep, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika. Rumusan tujuan pembelajaran matematika dipertegas lagi dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu belajar untuk berkomunikasi (mathematical 32 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

9 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection), belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation). Dari tujuan pembelajaran yang tercantum baik di KTSP dan NCTM maka kelima tujuan pembelajaran harus mampu dihadirkan setelah melakukan pembelajaran matematika. Dalam makalah ini penulis memilih dua dari lima tujuan pembelajaran matematika yang perlu dihadirkan yaitu kemampuan representasi dan penalaran matematis. Kedua tujuan pembelajaran tersebut juga memeberikan peranan penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Kemampuan representasi matematis untuk dimiliki oleh siswa, karena sangat membantu siswa dalam memahami konsep matematis berupa gambar, simbol, dan kata-kata tertulis. Penggunaan representasi yang benar oleh siswa akan membantu siswa menjadikan gagasangagasan matematis menjadi lebih konkrit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hudiono (Indah Widiati, 2012) menyatakan bahwa kemampuan representasi matematis yang masih lemah adalah aspek visual. Sementara itu hasil yang berbeda ditunjukkan melalui penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2008) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lemah dalam menyatakan ide atau gagasannya melalui kata-kata atau teks tertulis, ini artinya salah satu aspek representasi yang kurang berkembang adalah aspek verbal. Sedangkan kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dilatih melalui belajar matematika (Depdiknas). Meskipun kemampuan representasi matematis salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah pembelajaran matematika, akan tetapi pelaksanaannya bukan merupakan hal yang mudah. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar dengan cara pembelajaran matematika biasa belum memungkinkan mengembangkan kemampuan representasi secara optimal. Hal tersebut dikarenakan siswa cendrung meniru langkah guru, siswa kurang diberikan kesempatan untuk menghadirkan kemampuan representasinya yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Partini dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan penalaran matematis yang merupakan salah satu kompetensi yang diharapkan dalam KTSP, secara keseluruhan belum mencapai hasil yang memuaskan. Indikatornya ditunjukkan oleh hasil studi tentang kemampuan penalaran matematis pada siswa SMA ditemukan bahwa baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, kemampuan siswa dalam penalaran matematis masih kurang memuaskan. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 33

10 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Sesuai dengan amanat KTSP, pembelajaran yang dianjurkan sejalan dengan teori belajar konstruktivisme. Menurut Pusat Perkembangan Kurikulum Kementrian Pendidikan Malaysia, konstruktivisme merupakan teori belajar yang berpusat pada siswa artinya pengetahuan dibina sendiri oleh siswa secara aktif berdasarkan pengetahuan yang ada. Bertitik tolak dari itu maka pengetahuan dibina secara aktif oleh siswa, siswa tidak menyerap secara pasif pengetahuan yang disampaikan oleh guru, siswa menyesuaikan sebarang pengetahuan dengan pengetahuan yang ada untuk membentuk pengetahuan baru sehingga bermuara pada pembelajaran bermakna. Oleh sebab itu diperlukan model atau pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif, menarik dan menantang siswa untuk berfikir sehingga berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam merepresentasi dan menggunakan penalaran dalam memahami materi pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan penggunaan model atau pendekatan pembelajaran yang tepat maka materi pelajaran yang disampaikan dapat dengan mudah dimengerti oleh siswa dan diharapkan terjadi pembelajaran yang optimal. PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Karena PMR memiliki karakteristik dan prinsip yang memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal, seperti kebebasan siswa untuk menyampaikan pendapatnya, adanya masalah konstektual yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata. Menurut Russefendi (2004), alasan digunakannya pendekatan matematika realistik di sekolah karena matematika dapat digunakan diberbagai keadaan, digunakan oleh setiap manusia pada setiap kegiatan baik pola pikir maupun matematika itu sendiri, dan siswa yang bersekolah itu mempunyai kemampuan beragam. LANDASAN TEORI A. Representasi Matematis Dalam psikologi umum representasi berarti proses membuat model konkrit dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. NCTM mengemukakan representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Terkait dengan kemampuan representasi matematis Sternberg, (2008 : 217) mengemukakan bahwa ada dua jenis representasi yaitu representasi eksternal dan internal. Representasi eksternal terdiri dari simbol, kaidah (ketentuan), dan diagram yang digunakan siswa untuk menyatakan definisi. Sedangkan representasi internal, berhubungan secara individu, membangun psikologi, dan penetapan sebuah definisi. Lesh, Post, dan Bohr (Indah Widiati, 2012) menyatakan bahwa terdapat lima representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika yang terdiri dari (1) representasi objek dunia nyata (2) representasi konkrit (3) representasi simbol aritmatik (4) representasi bahasa dalam 34 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

11 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 berbicara (5) representasi gambar dan grafik. Di antara kelima representasi tersebut, tiga representasi yang terakhir lebih abstrak dan level representasinya lebih tinggi. B. Kemampuan Penalaran Menurut Kreaf (Sukirwan, 2008: 32) istilah penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kesimpulan. Tim PPPG matematika (2005) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Sejalan dengan itu, penalaran itu sendiri merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan dengan menggunakan logika tertentu berdasarkan informasi yang diberikan. Sebagai bukti kebenaran dari kesimpulan tersebut seorang siswa harus memberikan argument atau alasan yang logis. Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi penalaran seringkali ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Misalnya: Untuk menentukan hasil dari 5 X 9, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya para siswa yaitu (5 X 10 ) 5, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan 5 X 9 adalah sama dengan 50 5 atau sama dengan 45. Sumarmo (2010) mengatakan bahwa secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah: 1. Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus yang lainnya. Contoh: segitiga ABC siku-siku di A berlaku BC 2 = AC 2 + AB Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. Dari Jakarta ke Bandung ada dua rute bis, dan dari Bandung ke Semarang ada tiga rute bis. Relasi antara banyaknya rute bis dari Jakarta ke Semarang melalui Bandung dengan bilangan 6. Serupa dengan Relasi antara banyaknya pasangan celana panjang (warna putih, biru, hitam) dan kemeja (warna kuning dan merah) dengan bilangan: a. 2 c. 5 e. 8 b. 3 d. 6 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 35

12 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati. Contoh soal Berdasarkan gambar di atas, terdapat pola 1, pola 2, pola 3, dan pola 4. Tentukanlah pola ke-n dari gambar di atas. 4. Menggunakan pola hubungan untuk menaganalisis situasi, dan menyusun konjektur. Contoh soal: berdasarkan gambar pada soal c) tentukanlah pola ke tujuh dari gambar di atas. 5. Memperkirakan jawaban, solusi, kevendrungan, interpolasi dan ekstrapolasi. Contoh soal: berdasarkan laporan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima, dikabupaten Bima tercatat 200 siswa sekolah menengah yang putus. Diantaranya 150 siswa disebabkan oleh ekonomi, 30 siswa disebabkan oleh narkoba, serta sisanya disebabkan oleh faktor lain. Berapakah peluang bahwa siswa tersebut putus sekolah bukan karena faktor ekonomi? 6. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat hubungan, atau pola yang ada. Contoh soal: sebuah kolam renang memliki panjang 50 m, lebar 20 m, dan kedalaman 3 m. Andi ingin mengisi kolam hingga penuh dalam waktu 20 hari? Berikan alasan. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah tidak bisa sekaligus keduanya. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu 2. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argument, membuktikan dan menyusun agumen yang valid. Contoh soal: seseorang hendak berpergian dari kota A menuju kota C melalui kota P atau kota Q. dari kota A ke kota Q ada 2 jalan dan dari kota Q ke kota C ada 5 jalan. Dari kota P ke kota Q atau sebaliknya tidak ada jalan. Berapa banyak cara yang dapat ditempuh untuk berpergian dari kota A menuju kota C? 3. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tidak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika C. Pendidikan Matematika Realistik (PMR) 36 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

13 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan salah satu teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori PMR pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970an oleh sekelompok ahli matematika dari Institut Freudentahl dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai aktivitas manusia mathematics as human activity yang dicetuskan oleh Hans Freudhental (Ariyadi Wijaya, 2012). Teori ini mengacu pada pendapat Freudhental yang mengatakan bahwa Proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna (meaningful) bagi siswa Freudentahl & CORD. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses belajar melibatkan masalah realistik atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks. (NCTM: 2000). Secara umum menurut Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012) menyebutkan lima karakteristik dari pembelajaran matematika realistik, yaitu: penggunaan konteks, penggunaan model untuk matematisasi progresif, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan. Karakteristik yang pertama mengemukakan pentingnya menggunakan kontek. Kontek memainkan peranan penting dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa juga sesuatu yang bisa dibayangkan siswa. Konteks terbagi dalam tiga jenis (De Lange dalam Jarnawi 2011) yakni kontek orde satu, kontek orde dua, kontek orde tiga. Kontek orde satu berbentuk terjemahan dari soal-soal matematika dalam bentuk teks. Sebagai contoh: Tentukan volume bak mandi yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 50 cm Konteks orde dua memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan proses matematika. Sebagai contoh: Misalkan diketahui kapasitas bis yang akan dipakai untuk karyawisata SD A berkapasitas 40 penumpang. Jika pada saat karyawisata tersebut digunakan 4 bis siswa terisi penuh, berapa banyak siswa yang mengikuti karyawisata tersebut? Konteks orde tiga memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep maupun algoritma dalam matematika. Sebagai contoh: Dalam suatu pertemuan warga RT 05 setiap orang yang hadir saling bersalaman. Jika diketahui warga yang ikut pertemuan tersebut 25 orang, berapa banyak salaman yang terjadi? Karakteristik yang kedua mengemukakan tentang pentingnya menggunakan model dalam menyelesaikan masalah matematika. Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 37

14 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal dalam artian dari hal-hal yang konkrit menuju hal-hal abstrak. Karakteristik yang ketiga pemanfaatan hasil konstruksi siswa maupun kontribusinya dalam memecahkan masalah diperoleh melalui berbagai kegiatan, sisa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep maupun algoritma dalam matematika melalui kegiatan doing mathematics. Untuk terwujudnya konstruksi tersebut guru perlu merangsang siswa agar dapat berkontribusi secara maksimal. Karakteristik yang keempat adalah pelunya interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam pembelajaran matematika. Interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam bentuk interprestasi, diskusi, kerja sama, dan evaluasi merupakan kegiatankegiatan interaktivitas dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya interaksi dari berbagai unsur akan membuat suasana kelas menjadi dinamis dan hidup. Hal ini akan membuat siswa termotivasi dalam belajar matematika. Interaksi tersebut akan membuat siswa menjadi fokus dari segala kegiatan di kelas. Guru berfungsi sebagai moderator agar interaksi yang terjadi berlangsung secara efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karakteristik terakhir mengenai pentingnya keterkaitan antar topik dalam matematika maupun dengan topik di luar matematika bertujuan mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep yang terdapat dalam topik yang bersangkutan. Suatu topik dalam matematika lebih sukar dipahami bila terpisah dengan topik lain. Peran guru dalam karakteristik ini adalah memberikan wawasan baru (new insight) tentang keterkaitan antar topik tersebut dan siswa memahami keterkaitan tersebut, serta memunculkan konsep yang terdapat pada topik-topik tersebut. Menurut Hadji (Akbar & Jarnawi, 2011: ) terdapat lima langkah atau tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan realistik, yakni sebagai berikut: 1. Guru mengkondisikan kelas agar kondusif 2. Guru menyampaikan dan menjelaskan masalah kontekstual 3. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual 4. Penarikan kesimpulan 5. Penegasan dan pemberian tugas D. Hubungan PMR dengan Representasi Matematis dan Penalaran Matematis Salah satu dari lima karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik yang diungkapkan oleh Ariyadi Wijaya (2012 : 22) yaitu Penggunaan model untuk matematisasi progresif. Pada karakteristik ini penggunaan model berfungsi sebagai jembatan 38 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

15 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Dalam PMR, masalah nyata berfungsi sebagai sumber dari proses belajar masalah nyata dan situasi nyata, keduanya digunakan untuk menunjukkan dan menerapkan konsep-konsep matematika. Ketika siswa mengerjakan masalah-masalah nyata mereka dapat mengembangkan ide-ide/konsep-konsep matematika dan pemahamannya. Pertama, mereka mengembangkan strategi yang mengarah (dekat) dengan konteks. Kemudian aspek-aspek dari situasi nyata tersebut dapat menjadi lebih umum. Artinya model atau strategi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah lain. Bahkan model tersebut memberikan akses siswa menuju pengetahuan matematika yang formal. Jadi proses pendekatan ini, siswa mencoba menemukan hubungan-hubungan antara bagianbagian masalah kontekstual dan mentransfernya ke dalam model matematika melalui kemampuan representasi. Secara garis besar seperti berikut : Konstekstual Informal Formal. Pengembangan pengetahuan dimulai dari masalah kontekstual hingga sampai ke masalah formal merupakan suatu proses yang bertahap, proses tersebut dapat didukung dengan penggunaan kemampuan representasi dan penalaran yang tepat. PENELITIAN YANG RELEVAN Pembelajaran dengan pendekatan realistik dan kontekstual memiliki berbagai kesamaan baik dari teori belajar serta masalah kontekstual (masalah yang bisa dibayangkan) sebagai karakteristik khusus dari kedua pendekatan ini, sehingga penelitian yang relevan untuk pendekatan realistik bisa diambil dari hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kontekstual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini Hutagaol (2007) dan dinyatakan dalam tesisnya menjelaskan bahwa siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran Kontekstual untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa lebih besar persentasenya daripada siswa yang mendapat belajar matematika dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa. Sedangkan penelitian yang berkenaan dengan hubungan PMR terhadap penalaran, juga pernah dipaparkan pada workshop pembelajaran matematika oleh Siswono (2006), PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Pealaran, Kreativitas dan Kpribadian siswa. Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Putri (2012) dan dinyatakan dalam tesisnya bahwa siswa yang belajar dengan pendekatan PMR memliki pengaruh postif terhadap kemampuan penalaran matematis. KESIMPULAN 1. Secara teoretis, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 39

16 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret Secara teoretis, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan penalaran matematis siswa. SARAN 1. Guru matematika pada semua jenjang pendidikan hendaknya mempelajari dan lebih memperdalam lagi tentang konsep-konsep dan teori-teori pendekatan PMR 2. Guru hendaknya memilih atau membuat soal- soal kontekstual sesuai dengan kemampuan matematis yang dicapai DAFTAR PUSTAKA Ariyadi Wijaya (2012). PMR: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu. Areti Panaoura (2007). The Impact of Recent Metacognitive Expereiences on Preservice Teachers Self-representation in Mathematics and its Teaching. University of Cyprus, Fredrick Institute of Technology. Athanasios Gagagtsis, dkk, (2006) Are Registers of Representations and Problem Solving Processes on Functions Compartmentalized in Students Thinking. Depdiknas. (2006). Pedoman Penyusunan; Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jica: Bandung. Finola Marta Putri. (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI: Tidak diterbitkan. Hutagaol, Kartini (2007). Pembelajaran Matematika Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Jarnawi Afgani D. & Akbar Sutawidjaja (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics United States. Partini (2009). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan kemampuan Penalaran dan Represesntasi Matematis Siswa SMA. Tesis UPI Robert J. Sternberg, dkk. (2008). Psikologi Kognitif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta 40 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

17 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Russefendi (2004), landasan Filosofis dan Psikologi Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disajikan dalam lokakarya pembelajaran matematika realistik bagi guru SD. Bandung. Sofia Anastasiadou & Athanasios Gagatsis (2007). Exploring the Effects of Representations on the Learning of Statistics in Greek Primary School. University of Western Macedonia dan University of Cyprus. Sukirwan (2008). Kegiatan Pembelajaran Exploratif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis siswa Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sumarmo, Utari (2010), Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung FMIPA UPI. Supardi (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika ditinjau dari Motivasi Belajar. Jurnal Cakrawala Pendidikan. Tatang Yuli Eko Siswono (2006), PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa. Makalah Workshop Pembelajaran Matematika. Zulkardi, (2005). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan Implementasinya. Makalah pada seminar kenaikan jabatan dari Lektor Kepala ke Guru Besar Pendidikan Matematika pada tanggal 29 Maret 2005 di Inderalaya. Zulkardi, (2001). Realistik Mathematics Education dan Pembelajarannya. Makalah dalam seminar kenaikan Jabatan pada tanggal 21 Maret 2001: FKIP Uniersitas Sriwijaya Palembang. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 41

18 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Kajian Literatur tentang Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika Indah Riezky Pratiwi Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung 40154, indah_riezky@yahoo.com Abstrak Masalah Matematika digambarkan sebagai persoalan atau tantangan dimana seorang siswa tidak langsung mengetahui bagaimana cara/prosedur khusus yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh semua siswa. Namun kenyataannya, kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini bisa diamati berdasarkan hasil studi TIMMS tahun 2011 (Trends in International Mathematics and Science Study) yang menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah yaitu berada pada peringkat ke-38 dari 45 negara yang berpartisipasi pada penilaian tersebut. Siswa indonesia mengalami kesulitan dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.perlu diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan siswa kurang terampil dalam memecahkan masalah adalah karena kurangnya kemampuan heuristik. Studi literatur ini bertujuan untuk membahas mengenai apa itu heuristik, pentingnya heuristik, apa saja komponen dari heuristik, dan bagaimana Heuristik dapat diajarkan dalam pembelajaran Matematika. Kata Kunci: Pemecahan Masalah Matematika, Heuristik. PENDAHULUAN Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh semua siswa. Kemampuan pemecahan Masalah Matematika dibutuhkan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari dalam proses pengambilan keputusan dalam berbagai hal. Masalah Matematika berkaitan dengan persoalan atau tantangan dimana seseorang tidak langsung mengetahui bagaimana cara/prosedur khusus yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah Matematika yang dimiliki oleh siswa Indonesia tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Kemendikbud (2012) memaparkan hasil studi TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Selain itu, beberapa hasil penelitian yang memfokuskan pada bagaimana kemampuan pemecahan masalah Matematika menunjukkan bahwa siswa masih saja sering menemui kesulitan dalam memecahkan masalah Matematika. Arslan dan Altun (2007) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah adalah kurangnya kemampuan heuristik. 42 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

19 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Ketika dihadapkan pada masalah kompleks yang tidak familiar, sebagian besar siswa tidak secara langsung menerapkan strategi heuristik seperti menggambarkan skema yang cocok, atau membuat tabel, dan sebagainya. Siswa biasanya hanya melihat masalah secara sekilas dan mencoba memutuskan perhitungan apa yang cocok untuk dijalankan terhadap bilangan yang ada pada permasalahan. Sebagai dimensi proses, pemecahan masalah dibelajarkan sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir Matematik siswa dalam memecahkan masalah Matematika. Pemecahan masalah dilakukan melalui tahapan-tahapan berpikir yang disebut heuristik. Oleh karena itu, konsep heuristik tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang pemecahan masalah dan pembelajarannya (Yusnita,2012). Lemahnya keterampilan siswa dalam menggunakan heuristik tentu saja menghambat proses pemecahan masalah yang dilakukan. Sehingga diperlukan upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sebelum mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan keterampilan heuristik ini, pengkajian literatur secara lebih mendalam sangat diperlukan untuk mengupas tuntas mengenai heuristik dan konsep-konsep yang berhubungan dengannya sehingga melalui penelitian, selanjutnya peneliti dapat mengembangkan keterampilan heuristik tersebut melalui treatment yang tepat. A. Masalah matematika dan Pentingnya pemecahan masalah Dalam proses pembelajaran Matematika, seringkali kita mendengar tentang masalah Matematika. Namun, masih sering terjadi kesalahpahaman mengenai pendefinisian masalah itu sendiri. Bahkan ada sebagian dari kita yang memaknai semua soal Matematika sebagai suatu masalah Matematika. Ternyata konsep dan pendefinisian masalah bukan merupakan suatu yang sederhana. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) menyatakan bahwa menyusun masalah Matematika merupakan salah satu tantangan untuk para guru, karena bukan merupakan satu hal yang mudah. Banyak hambatan yang sering ditemui oleh guru dalam menyusun masalah Matematika. Dari pernyataan di atas, kita dapat menangkap suatu fenomena mengenai kesalahpahaman dari pendefinisian konsep masalah Matematika yang mungkin masih ada sampai sekarang. Karena masih ada di antara kita yang memahami masalah Matematika sebagai soal biasa yang sering digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Baik yang berupa soal ingatan biasa atau bahkan soal cerita. Sehingga diperlukan pengkajian secara lebih mendalam mengenai hal tersebut. Beberapa ahli merangkum definisi masalah sebagai berikut : a. Krulik dan Rudnik (1995) mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut : A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group of individual, that requires resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 43

20 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 means or path to obtaining a solution. Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak melihat secara jelas atau langsung mengenai cara/jalan untuk dapat memperoleh solusinya. b. Kusnandi (2012) menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang siswa sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin. Maksudnya adalah siswa belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya, tetapi ia harus mampu menyelesaikannya berdasarkan baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya terlepas dari apakah ia sampai atau tidak kepada jawabannya. c. Cooney dkk (Shadiq, 2004) mengatakan bahwa suatu pernyataan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku. Berdasarkan definisi yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa masalah Matematika dipandang sebagai suatu tantangan yang dihadapkan kepada seorang individu atau suatu kelompok yang mana individu atau kelompok tersebut tidak dapat menyelesaikan tantangan tersebut secara langsung melalui prosedur biasa (langkah-langkah rutin dengan penggunaan rumus langsung) sehingga mereka harus memiliki kesiapan mental maupun pengetahuan untuk memperoleh solusi dari masalah yang diberikan melalui berbagai strategi/trik yang bisa digunakan untuk mendekatkan siswa kepada solusi yang diharapkan. Sekarang pemahaman konsep kita tentang masalah Matematika harus digeser ke arah yang lebih mendalam, bahwa tidak semua soal yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran Matematika bisa dikatakan sebagai suatu masalah. Masalah Matematika bersifat relatif, bahwa suatu tantangan/soal bisa menjadi masalah bagi seorang siswa, namun belum tentu bagi siswa lainnya. Sehingga seorang guru harus benar-benar menguasai karakteristik dan pemahaman siswa sehingga masalah yang dikonstruk oleh guru untuk digunakan dalam proses pembelajaran dapat menjadi masalah bagi seluruh siswa secara universal. Tentu saja hal ini merupakan tantangan bagi para guru, karena menyusun masalah Matematika bukanlah merupakan hal yang mudah. Dibawah ini dilampirkan contoh masalah Matematika dan soal rutin. Sumber: Yoong (2006) 44 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

21 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Kita dapat melihat perbedaan dari kedua jenis soal di atas. Pertanyaan nomor 1 bisa dikategorikan sebagai masalah bagi siswa kelas 1 SMP. Karena ketika siswa kelas 1 SMP diberikan soal tersebut, mereka tidak dapat secara langsung menentukan solusi dari masalah tersebut hanya dengan sekedar mensubstitusikan nilai ke dalam rumus. Melainkan mereka harus memilih strategi yang melibatkan proses berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Berbeda dengan pertanyaan nomor 2, dimana siswa kelas 1 SMP dapat memecahkan masalah tersebut hanya dengan melakukan operasi hitung biasa. Sehingga pertanyaan nomor 2 tidak bisa dikatakan sebagai masalah, melainkan termasuk soal rutin. Melalui masalah yang diberikan oleh guru, siswa diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut sehingga ditemukan solusi yang memenuhi masalah tersebut. Menurut Wardhani (Munaka, 2007) menjelaskan pemecahan masalah sebagai proses penerapan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dalam situasi baru yang belum diketahui. Masalah bersifat relatif, artinya masalah bagi seorang pada suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat itu atau pada orang itu sendiri berapa saat kemudian. Masalah pada hakekatnya adalah pertanyaan yang harus dijawab. Sebaliknya suatu pertanyaan belum tentu menjadi masalah bagi seseorang. Pentingnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tertuang dalam tujuan kurikulum. Namun kenyataannya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat kurang. Sehingga masih sangat perlu dilakukan pengkajian mendalam mengenai hal ini. Josep (2010) menambahkan bahwa berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Kai Kow Joseph YEO dalam penelitiannya mengenai kesulitan siswa SMP dalam menyelesaikan masalah nonrutin diperoleh informasi bahwa siswa terbiasa menggunakan satu jenis heuristik. Siswa tidak menunjukkan fleksibilitas dalam mencari cara untuk memecahkan masalah dengan menggunakan lebih dari satu heuristik.siswa yang bekerja dengan satu solusi sering tidak menyadari bahwa solusi yang mereka ambil tidak benar. Selain itu juga, siswa tidak berusaha memeriksa apakah solusi mereka benar atau memenuhi kondisi masalah atau tidak. Pendapat dari ahli lain yang mendukung hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kai Kow Joseph, Arslan dan Altun (2007) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah adalah kurangnya kemampuan heuristik. Ketika dihadapkan pada masalah kompleks yang tidak familiar, sebagian besar siswa tidak secara langsung menerapkan strategi heuristik seperti menggambarkan skema yang cocok, atau membuat tabel, dan sebagainya. Siswa biasanya hanya melihat masalah secara sekilas dan mencoba memutuskan perhitungan apa yang cocok untuk dijalankan terhadap bilangan yang ada pada permasalahan. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 45

22 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Ho dan Tan (2013) mengemukakan bahwa tidak seluruh siswa memiliki pengetahuan umum tentang berbagai heuristik. Mereka berada pada titik tolak dan tingkatan pengetahuan heursitik yang berbeda. Penyajian dari apa yang mereka kerjakan mengenai langkah-langkah pengerjaannya sangat bergantung pada bagaimana guru matematika yang mengajar sebelumnya dan seberapa luas pembelajaran yang mereka ikuti sebelumnya B. Heuristik dalam Pemecahan Masalah Pemecahan Masalah Matematika terintegrasi dalam proses pembelajaran, dimana melalui proses pembelajaran siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mereka. Wong Khoon Yoong (2006) mengatakan bahwa pemecahan masalah sudah menjadi fokus utama dalam Kurikulum Matematika Singapore selama lima belas tahun terakhir. Untuk sukses dalam menyelesaikan berbagai jenis masalah, khususnya masalah nonrutin, seorang siswa yang termotivasi harus menerapkan empat tipe kemampuan matematika yaitu konsep matematika, keterampilan, proses, dan metakognisi untuk memecahkan masalah. Dalam kemampuan proses adalah menggunakan heuristik. Powwel dan Lai (2010) menjelaskan bahwa melalui heuristik, kita dapat menjelaskan setiap tahap-tahap pengerjaan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yang menyajikan sebuah makna untuk meningkatkan pemahaman dalam tugas pemecahan masalah. Kita tidak menyatakan secara tidak langsung bahwa ketika pemecah masalah mengimplementasikan heuristik hal itu dapat menghantarkan mereka menuju penemuan solusi, tapi hanya bermaksud melakukannya. Pemikiran kita tentang heuristik memasukan strategi umum yang harus dipatuhi dan secara nyata seperti yang dijelaskan oleh Polya. Definisi mengenai Heuristik sangat beragam. Romanycia dan Pelletier (1985) menegaskan bahwa sesuatu bisa disebut sebagai heuristik oleh seorang peneliti belum tentu dikatakan juga oleh peneliti lain. Hal ini disebabkan karena beberapa heuristik memasukkan berbagai sisi yang menonjol yang berbeda dan beberapa peneliti sudah menekankan perbedaan dari masing-masing karakteristik ini sebagai sesuatu yang mendasar untuk menjadi sebuah definisi heuristik. Definisi Heuristik menurut beberapa ahli yang dirangkum melalui berbagai sumber. Adapun definisi-definisi yang terangkum adalah sebagai berikut: 1. Lidinillah (2009) menjelaskan bahwa heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memandu pemecah masalah dalam menentukan solusi masalah. Berbeda dengan algoritma yang berupa prosedur penyelesaian sesuatu dimana jika prosedur itu digunakan maka akan sampai pada solusi yang benar. Sementara heuristik tidak menjamin solusi yang tepat, tetapi hanya memandu dalam menemukan solusi. Jika langkah-langkah algoritma harus dilakukan secara berurutan, maka heuristik tidak menuntut langkah berurutan. 46 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

23 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 2. Slage (Romanycia dan Pelletier,1985) menjelaskan heuristik sebagai rule of thumb, strategi, metode, atau trik yang biasa digunakan untuk mengembangkan ketepatgunaan suatu sistem yang dicoba untuk menemukan solusi dari permasalahan yang kompeks. 3. Ministry of Education Singapore(2009) menjelaskan bahwa heuristik merupakan apa yang siswa dapat lakukan untuk mendekatkan sebuah permasalahan ketika solusi dari permasalahan tersebut tidak jelas. 4. Chaves (2007) menjelaskan bahwa Heuristik dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah non rutin atau masalah yang tidak jelas bentuk penyelesaiannya. Teknik ini adalah petunjuk umum yang sangat berguna dalam menyelesaikan masalah yang luas kajiannya. Perbedaan heuristik menyajikan maksud yang berbeda yaitu membantu anak memahami masalah, mengidentifikasi segala alasan yang mungkin terjadi, mengidentifikasi beberapa solusi yang memungkinkan, berfikir atau bernalar. Sehingga dapat kita tarik benang merah dari beberapa definisi heuristik tersebut dalam memahami konsep heuristik. Kita melihat suatu kata kunci dari penjabaran beberapa pengertian heuristik yang sudah didefinisikan oleh para ahli. Heuristik erat kaitannya dengan tahapantahapan/langkah-langkah berpikir/aturan/strategi/teknik/apa saja yang bisa dilakukan terhadap suatu permasalahan yang diberikan dengan tujuan mendekatkan permasalahan tersebut kepada solusi yang tepat ketika kita dihadapkan oleh permasalahan yang tidak familiar. Seringkali, dalam pembelajaran Matematika di sekolah siswa akan cederung mudah menyerah ketika mereka menemui kesulitan dan merasa tidak bisa berbuat banyak atas permasalahan yang mereka hadapi. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang tidak familiar. Newell (1981) menyatakan bahwa heuristik disini erat kaitannya dengan langkahlangkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya. Adapun karakteristik dari heuristik yang diadopsi dari tahapan berfikir Polya adalah sebagai berikut: Proses yang dilibatkan dalam model Polya dielaborasi pada tahun 2001 pada silabus Matematika, seperti yang ditunjukkan di bawah ini : Langkah Langkah untuk Pemecahan Masalah 1. Memahami Masalah Mencari informasi yang diberikan dapat memberikan gambaran tentang informasi yang diberikan mengatur informasi yang diberikan menghubungkan informasi yang diberikan 2. Merencanakan sebuah rancangan Act it out (menunjukkan/ membuktikan) Menggunakan diagram atau pemodelan Menggunakan terkaan dan pengecekan Membuat sebuah daftar yang teratur Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 47

24 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Mencari pola-pola Bekerja dari langkah belakang Menggunakan konsep sebab akibat Membuat sebuah anggapan/perkiraan/dugaan/pengandaian Menyelesaikan masalah dengan menggunakan jalan lain Menyederhanakan masalah Menyelesaikan bagian dari permasalahan Memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan Menggunakan sebuah persamaan 3. Menjalankan Rencana Menggunakan Kemampuan perhitungan Menggunakan kemampuan geometri Menggunakan Penalaran Logika 4. Refleksi/Evaluasi Mengoreksi solusi yang telah diselesaikan Membetulkan metode yang digunakan Mencari solusi alternatif Mengembangkan cara untuk masalah lain Ministery of Education Singapore (2009 ) Pada kenyataannya, heuristik tidak selalu menjamin kebenaran selalu tercapai dalam proses penyelesaian masalah, namun proses tersebut yang paling penting, bagaimana siswa berusaha mencari jalan keluar untuk mendekatkan masalah pada solusi yang diharapkan. Wong Khoon Yoong (2006) mengatakan bahwa guru Matematika sering berkeinginan untuk menunjukan perbedaan strategi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan niat untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa dan untuk mematahkan persepsi umum bahwa masalah Matematika selalu hanya memiliki satu cara yang benar dan satu-satunya jawaban yang benar. Guru berharap siswa berfikir keras tentang perbedaan strategi untuk pemecahan masalah dalam masalah yang sama. Karena berdasarkan hal tersebut, guru memperoleh pemahaman yang mendasar tentang bagaimana siswa berfikir secara Matematis, seringkali dalam cara yang benar-benar tidak terduga, jawaban yang benar ataupun salah. Berdasarkan uraian di atas, sangat diperlukan adanya pengkajian secara lebih mendalam mengenai kemampuan heuristik yang mengarah pada keterampilan siswa dalam menggunakan heuristik dengan tujuan untuk memperkuat keterampilan proses pemecahan masalah. Selain itu, siswa yang cenderung menggunakan beberapa heuristik dalam menyelesaikan masalah yang sama diharapkan akan memiliki kemampuan berfikir kreatif yang baik. John, Hedberg,dan Luis (2010) mengatakan bahwa dalam pelaksanan proses pembelajaran, tidak semua macam heuristik dapat diajarkan oleh guru secara eksplisit, karena 48 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

25 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 kenyataannya kadangkala ada beberapa heuristik yang digunakan oleh siswa diperoleh dari pengalaman pemecahan masalah mereka pribadi atau yang diidentifikasi ketika mereka mengobservasi pemecahan masalah dari orang lain. Kita juga dapat mempelajari macam-macam heuristik melalui pengujian dan belajar berdasarkan pada contoh yang ada pada textbook. Alasan yang paling penting untuk mempelajari heuristik adalah karena heuristik dapat membantu menyelesaikan masalah pada topik yang tidak familiar, walaupun sebenarnya tanpa bantuan heuristik, siswa mungkin masih bisa menyelesaikan masalah, dalam hal ini heuristik hanya meningkatkan kesempatan untuk menemukan solusi yang tepat. Pengajaran tentang penggunaan Heuristik ini diterapkan oleh guru melalui penugasan penyelesaian masalahmasalah Matematika sehingga siswa terbiasa dalam menggunakan berbagai macam Heuristik. KESIMPULAN Heuristik tidak dapat dipisahkan dari proses pemecahan masalah Matematika. Heuristik dipandang sebagai proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah Matematika yang berkaitan dengan tahapan-tahapan/langkah-langkah berpikir/aturan/strategi/teknik/apa saja yang bisa lakukan terhadap suatu permasalahan yang diberikan dengan tujuan mendekatkan permasalahan tersebut kepada solusi yang tepat ketika kita dihadapkan oleh permasalahan yang mereka hadapi. Heuristik erat kaitannya dengan dengan langkah-langkah pemecahan masalah Polya yaitu: (1) Memahami masalah; (2) Merencanakan sebuah rancangan; (3) Menjalankan rencana; dan (4) Refleksi/evaluasi. Heuristik dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran Matematika melalui latihan pengerjaan masalah nonrutin sehingga diharapkan siswa dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam mengaplikasikan heuristik dalam penyelesaian masalah Matematika. DAFTAR PUSTAKA Arslan dan Altun.(2007).Learning to Solve Non-Routine Mathematical Problems.Elementary Education Online 6 (1). Ho,K.Fai dan Preston T.(2013).Weaving Reflection into Enchance Problem- Solving in Mathematics Classroom,Innovation an Exemplary Practice in Mathematics Education :The6th East Asia Regional Conference on Mathematics Education Proceedings Vol.2,64-72.Phuket,Thailand:ICMI- International Commission on Mathematical Instruction Jhon Tion dkk.(2010).a Metacognitive Approach to Support Heuristic Solution of Mathematical Problems.diakses tanggal 20 Oktober Josep,Kai Kow.(2010).Secondary 2 Student s Difficulties in Solving Non-Routine Problems.National Institute of Education. Krulik, Stephen dan Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Boston : Temple University. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 49

26 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Kusnandi.(2012).Penalaran Matematika.Modul Perkuliahan UPI: Tidak diterbitkan. Kemendikbud.(2012).Dokumen Kurikulum 2013.Jakarta:Kemendikbud Lidinillah.(2009).Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika dan Pembelajarannya di Sekolah Dasar. Diakses melalui TASIKMALAYA/DIDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA) / %20- %20didin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Heuristik%20Pemecahan%20Masalah.pdf Ministry of Education Singapore.(2009).The Singapore Model Method for Learning Mathematics.Singapore : Ministry of Education Singapore Munaka, Fitrianty.(2007).Makalah Peserta Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Pemberdayaan Siswa Berbakat Intelektual Sebagai Asisten Guru salam Pembeljajaran Pemecahan Masalah Matematika di Sekolah Menengah Pertama).Palembang:UNSRI Newell,Allen.(1981).The Heuristic of George Polya and Its Relation to Artificial Intelligence.United States :Department of Computer Science Carnegie Mellon University Pittsburgh,Pennsylvania Pratiwi,I.R.(2012).Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika di SMAN 15 Palembang.Skripsi UNSRI:Tidak diterbitkan Romanycia,Pelletier.(1985).What is a heuristics?.comput.intel vol 1, Shadiq,Fajar.(2004).Pemecahan Masalah,Penalaran dan Komunikasi Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar Tanggal 6 s.d 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.Yogyakarta:Depdiknas Yoong.(2006). Enhancing Mathematical Reasoning at Secondary School Level. ongky%20math%20reasoning.pdf/tanggal 10 Oktober 2012) Yoong dan Tiong.(2008).Developing the Repertoire of Heuristics for Mathematical Problem Solving: Student Problem Solving Exercises and Attitude. Technical Report for Project CRP38/03 TSK Yusnita.(2012).Pembelajaran Heuristik Pemecahan Masalah Matematika.( tanggal 10 Oktober 2013). 50 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

27 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENENTUKAN POLA GAMBAR TUMBUH SEBAGAI PENDUKUNG PEMBELAJARAN ALJABAR Georgius Rocki Agasi 1), M. Andy Rudhito 2) 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma Kampus III USD Paingan Maguwoharjo Yogyakarta, Agasi.georgeus.13@gmail.com 2) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma Kampus III USD Paingan Maguwoharjo Yogyakarta, arudhito@gmail.com Abstract Kemampuan berpikir menentukan pola sangat diperlukan dalam pembelajaran aljabar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan cara berpikir siswa SMP dalam menentukan pola gambar tumbuh. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif dengan subyek penelitian 5 siswa SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menentukan pola gambar tumbuh. Ada berbagai variasi cara berpikir siswa dalam menentukan pola gambar perulangan dengan benar. Siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menentukan pola masih sulit diungkap cara berpikirnya. Keywords:siswa SMP, pola, gambartumbuh, pembelajaranaljabar. PENDAHULUAN Matematika dipandang sebagai dasar dari penalaran tentang objek dan hubungan. Selain itu matematika hal lain melibatkan seperti memeriksa, menyelidikikebenaran dan klaimtentangbenda danhubungan ( Carpenter et al. 2003) ( dalam E. Warren T. Cooper.2008). Kelebihan matematika terletak pada hubungan sehingga menimbulkan pola dan generalisasi. (Soekadijo, 1999: 134) ( dalam Herdian. 2010) mengatakan bahwa penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi. ( Rahman, 2004: 15) ( dalam Herdian. 2010) mengatakan bahwa generalisasi adalah proses penarikan kesimpulan dimulai dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum. Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sedangkan (Trisnadi, 2006:11) ( dalam Dedy, 2013) mengungkapkan bahwa generalisasi adalah menyatakan pola, menentukan struktur/ data/ gambaran/ suku berikutnya dan memformulasikan keumuman secara simbolis. Abstrak pola adalah transformasi dasar pengetahuan struktural bertujuan untuk pembelajaran matematika dalam konteks pendidikan. Jadi tujuan pembelajaran matematika harus diarahkan untuk mendorong keterampilan dasar dalam hal generalisasi. Memahami pola untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan) merupakan salah satu Kompetensi Dasar yang ada dalam Kurikulum 2013 ( Lampiran Permendikbud tentang Kurikulum SMP-Mts, 2013:68). Kegiatan yang sering terjadi pada sekolah dasar selama beberapa tahun adalah eksplorasi pola berulang sederhana menggunakan bentuk, warna, gerakan, merasakan dan suara. Biasanya siswa diminta untuk menyalin dan melanjutkan polapola, mengidentifikasi bagian mengulang, dan menemukan unsur-unsur yang hilang, fokus pada pemikiran variasional tunggal dimana variasi terjadi dalam pola itu sendiri. Pada Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 51

28 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 kenyataannya hanya sedikit aktivitas terjadi dengan pola pertumbuhan visual. Tetapi pendekatan dengan memperkenalkan aljabar untuk anak-anak di usia rata-rata tahun membangun eksplorasi awal pola visual, ini digunakan untuk menghasilkan ekspresi aljabar. Pola yang digunakan dalam pengalaman pengantar aljabar formal didominasi pola pertumbuhan visual. Siswa diminta untuk membentuk hubungan antara pola dan posisi mereka, dan menggunakan generalisasi ini untuk menghasilkan langkah-langkah dalam polauntukposisilain, yaitu, dimanamereka diminta untuk mempertimbangkan kembali pola yang tumbuh sebagai fungsi (yaitu, sebagai hubungan antara pola dan posisinya ) bukan sebagai variasi satu set data ( yaitu, sebagai hubungan antara periode yang berurutan dalam pola itu sendiri ). Umumnya ini menghasilkan representasi visual, data rekaman dalam tabel ( posisi dan jumlah elemen pada posisi itu ), dan dari tabel teridentifikasi hubungan antara dua set data. Ini berbeda dari pengenalan pola yang digunakan dalam induksi matematika. Fokus di hasil adalah memastikan pada hubungan fungsional antara set data dan mengeksplorasi konsep variabel. Kesulitan-kesulitan yang terjadiyaitu kurangnya bahasa yang tepat diperlukan untuk menggambarkan hubungan ini, kecenderungan hanya tertuju pada satu data tunggal untuk menggambarkan generalisasi dan ketidakmampuan untuk memvisualisasikan spasial atau pola lengkap. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif Waktu dan Tempat Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah anak SMP kelas 7 yang rata-rata berusia tahun. Untuk teknik memperoleh subjek adalah meminta subjek penelitian yang berasal dari sekolah tempat Peneliti PPL ( Progam Pengalaman Lapangan) di SMPN 6 Yogyakarta. Selain itu subjek juga berasal SMP Stella Duce 2. Prosedur Penelitian dilakukan dibeberapa dua tempat dan waktu yang berbeda, yang pertama adalah di rumah subjek yaitu di Kadipaten Wetan no 196 Yogyakarta dan SMPN 6 Yogyakarta yaitu berada di kelas 7A. Data didapat dengan meminta subjek untuk mengerjakan Tes yang diberikan kepada mereka dengan waktu 30 menit. Prosedur pengambilan penelitian adalah dengan meminta subjek mengerjakan soal dengan memilih jawaban yang telah disediakan dan didalam soal itu terdapat kolom alasan mengapa subjek memilih jawaban yang telah disediakan. Selain mengisi soal ada juga wawancara lisan yang digunakan untuk mengetahui secara detail apa yang menyebabkan siswa tidak mengisi kolom alasan yang diberikan secara jelas. 52 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

29 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Untuk pengambilan data di Kadipaten wetan no 196 Yogyakarta diambil waktu malam hari pk WIB sedangkan untuk di SMPN 6 Yogyakarta, data diambil pada siang hari sepulang sekolah pk Teknis pengumpulan data pada subjek di SMPN 6 Yogyakarta adalah dengan mengempulkan mereka sepulang sekolah dan meminta mereka untuk menegerjakan tes yang diberikan dan tentunya dengan waktu yang sudah disiapkan yaitu 30 menit sedangkan untuk pengambilan data yang berada di Kadipaten wetan yaitu dengan membuat janji terlebih dahulu dengan subjek untuk waktu yang tepat lalu mendatangi subjek di waktu yang telah dijanjikan. Berikut Instrumen Tes pola gambar tumbuh yang diberikan kepada subjek : SOAL SOAL GAMBAR POLA TUMBUH Selamat Mengerjakan I. Kerjakan soal-soal dibawah ini dengan benar dan lengkap seperti contoh diatas! II. 1. Alasan : 2 Alasan : Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 53

30 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret Alasan : 4 Alasan : 5 Alasan : 6 Alasan : 54 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

31 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 7. Alasan : Gambar 1.Soal soal Tes Pola gambar tumbuh Teknik Analisis Data Cara memaknakan data yang diperoleh dengan dua cara yaitu dengan melihat dari kolom alasan dan wawancara lisan terkait jawaban yang dipilih subjek.untuk menegetahui jawaban yang benar yaitu melihat kunci jawaban yang sudah benar. Dari pengisian kolom alasan dan wawancara lisan dapat mengetahui apa saja yang menjadi pemikiran subjek serta dapat mengetahui permasalahan apa saja terkait masalah gambar pola tumbuh dan dari situ dapat diketahui seberapa pemahaman siswa mengenai hubungan gambar pola tumbuh dan juga pemahaman tentang bentuk aljabarnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada saat pengambilan data awalnya mengambil 5 subjek untuk diteliti tetapi saat hasil sudah didapat banyak terdapat hasil kurang memuaskan dikarenakan banyak jawaban yang tidak dijawab dan tidak memberikan alasan. Untuk itu perlu dilakukan pengambilan data dari subjek lain maka ditambah lagi pencarian data dan mendapatkan 10 subjek untuk diteliti. Setelah dilakukan pencarian data yang kedua dihasilkan data yang dicari tetapi masih perlu disaring karena masih terdapat jawaban kurang memuaskan dari subjek yang diteliti. Pada akhirnya daritotal 15 data yang dicari hanya lima yang dianggap cukup memuaskan untuk diteliti lebih lanjut. Berikut adalah hasil yang didapat dari penelitian ini. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 55

32 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Tabel 1. Alasan Siswa dalam Memilih Jawaban Nama Soal no 1 Soal no 2 Soal no 3 Soal no 4 Soal no 5 Soal no 6 Soal no 7 MRM Karena garis dari kiri Karena Karena Karenadari Karena Karena 1 Karena K adalah angka kecil garisnya Urutan 1 lalu garis 1 = 0 (D). 4,3 lalu jika diurutkan yang besar(d). titiknya loncat dalam BENAR 2(F) paling besar garis 6 BENAR adalah 3(C). segitiga BENAR dan urutan. (E). angka SALAH berawalan BENAR berikutnya dari angka (D) 4 sampai BENAR dengan 10 (A) BENAR DAJ Soalnya itu kan Karena, itu Itu urut ( Titiknya adalah Lingkaran Lingkaran tambah garis ke urut titiknya ) urut (B) persamaan nya terus dikurang kanan ( ukurannya kebalikan 1 5 BENAR arah berkurang dan kotak selang-seling) dari arah Searah dengan 2. (D) ditambah (E)BENAR jarum jam jarum jam Misal 1 BENAR (D) dan warna (D) dengan 5 ( BENAR titik tengah BENAR sama- selang sama seling (D) segitiga BENAR )(D) SALAH PRR Karenasetiappolapast Karena Karenapad Setiap Saya tidak Ketika Setiap iditambahgarispanjan pola-pola apolaini, titiknya bisa lingkaran Kotaknya gataupendek. ini panahituak bertamba menjawab dikurangi, tambah, Polaketigadiakhiride berselang andiputar h, maka. maka kotak lingkaran ngangarispendek. seling 90⁰. Dan titiknya SALAH ditambah. diatas Makaharusditambahg (dari padapangk akan Makajawab akan arispanjangpadapolas lingkaran al, berada di an yang berkurang. elanjutnya (E). tengah titiknyaber seberang tepatadalah Pada pola BENAR hitam tambah. titik yang (D). terakhir, putih Makadariit terdahulu BENAR kotak ada hitam u, yang secara satu dan putih ) dan arahdanju diagonal. lingkaran setiap mlahtitik Jadi yang ada satu. bentuk yang pas Maka selanjutny tetapadalah adalah apabila a akan D. (B). kotak 56 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

33 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 ditambah satu garis. Maka jawaban yang tepat adalah E. BENAR BENAR BENAR ditambah dan lingkaran dikurangi, maka yang tepat adalah (F) BENAR MFD Jika diurutkan dari Karena Hanya Jika titik Bagian Hanya Hanya yang pertama bagian atas mengikuti pertama bawah mengurutk mengurutk dimulai dari garis ditengah arah panah dimulai sama an dari an dari pendek sedangkan hanya sebelumny dari kanan seperti atas.(d) atas.(f) yang ke-3 berhenti kebalikan a (D) bagian bagian BENAR BENAR digaris yang pendek dari yang atas, lalu atas maka dibawah titik cuman di garisselanjutnya (D). keduadiba putar dimulai dari garis BENAR gian saja.(d) panjang.(e) BENAR bawah, SALAH maka titik ketiga dan keempat pasti sebaliknya dari titik kesatu dan kedua.(b) SALAH AA Jika dilihat dari kiri, Karena Karena Jika Karena Karena Karena jumlah garis ada 3 jika jika diurutkan jika jika jika dan diurutkan sesuai diurutkan diurutkan pola dan dilihat- diurutkan dilihat- dengan jumlah dan jawaban sesuai jumlah lihat sesuai pola lihat pola.(e) ini benar. jumlah dan titik jawaban dan jumlah jawaban BENAR (D) pola menurut ini titik dan ini benar. ( BENAR jawaban saya ini menurut kotak, F ) ini benar.(b) saya menurut BENAR benar.(d) BENAR benar. ( A saya ini BENAR ). benar.(d) BENAR BENAR Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 57

34 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Pada awal ketika soal ini diberikan kepada subjek hampir semua subjek merasa kebingungan dengan maksud dari soal. Untuk itu, disiapkan juga contoh pengerjaan soal. disini mulai tampak perbedaan daya tangkap subjek mengenai penjelasan contoh yang diberikan. Tiga subjek dapat mengerti dengan cepat dan 2 subjek lainnya membutuhkan waktu cukup lama untuk mengerti tentang contoh pengerjaan soal itu sendiri. Namun demikian pada akhirnya semua siswa dapat mengerti dengan contoh yang diberikan sehingga mereka dapat mulai mengerjakan soal. Pembahasan dimulai dari nomor 1. Dari hasil penelitian semua subjek mampu menjawab dengan benar. Pada soal nomor 1 dapat dilihat dari pola yang tumbuh dari kiri ke kanan dan jumlah terus bertambah maka gambar yang terakhir adalah pola yang memiliki jumlah yang paling banyak selain melihat jumlah pola yang dilihat sebagai indikator benar adalah dari garis panjang garis pendek yang berurutan dimulai dari gambar yang pendek dahulu sehingga jawaban yang paling tepat adalah (E) karena jawaban (E) terdapat jumlah garis yang berjumlah 6 dan berurutan dimulai dari dari garis yang pendek. Semua subjek menjawab dengan benar yaitu (E). Tetapi untuk alasan yang mereka buat terdapat perbedaan hanya pada kalimatnya saja. Untuk pemikiran pola yang ada pada mereka dapat dikatakan sama karena kesimpulan yang mereka buat hampir sama. Pada pengerjaan pada nomor 2. Jawaban nomor 2 adalah D karena pada soal dapat dilihat bahwa ada dua proses yang terjadi yaitu pola berulang dari lingkaran putih hitam putih hitam dan ada garis tumbuh seperti mau membuat bentuk lingkaran dengan bertambah 1 garis di tiap gambarnya dan tambahan gambar berlawanan arah jarum jam. Dari 2 proses tadi maka jawaban yang paling tepat adalah lingkaran yang berwarna putih dan memiliki jumlah garis 4 yaitu D. Semua subjek mampu menjawab dengan benar, tetapi untuk alasan terdapat banyak perbedaan seperti alasan pada subyek yang bernama MRMK. Alasan yang dia kemukakan adalah karena garisnya besar. Jika berpedoman pada alasan ini maka jawabannya menjadi kurang tepat untuk itu peneliti melakukan sedikit wawancara. P : kog alasannya bisa begitu? MRMK : iya mas, aku bingung soalnya, ya pokoknya gitu mas P : Lha idemu gimana to? MRMK : Ya pokoknya gini mas. Pada wawancara yang dilakukan pun masih belum terungkap maksud dari subjek. Jika dilihat dari alasan yang subjek buat memang belum menunjukkan alasan yang kuat mengapa dia memilih jawaban D tetapi dari pengerjaannya mungkin subjek melihat dari jumlah garis yang bertambah jadi jawaban yang dia pilih adalah D. Pada soal nomor 3, Semua subjek memilih jawaban yang sama dan memang benar bahwa jawaban untuk soal nomor 3 adalah D. Jawaban ini benar karena pada soal yang dicari untuk gambar kelima adalah gamabar yang memiliki jumlah titik paling banyak yaitu 5 dan arah 58 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

35 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 panah mengikuti arah jarum jam. Dari alasan subjek mereka mempunyai ide yang sama walaupun kata-kata yang mereka buat berbeda. Untuk nomor 3 tidak terlihat perbedaan cara pikir atau pun pilihan yang berbeda. Untuk nomor 3 kesimpulan dari pemahaman mereka adalah sama. Hal ini terkait pada pembelajaran aljabar di kelas VII yang berhubungan dengan bilangan bulat saat menggunakan garis bilangan. Pengerjaan soal nomor 4, semua subjek telah menjawab tetapi ada satu subjek yang menjawab salah yaitu MRMK. Jawaban yang benar pada soal nomor 4 adalah B. Pada pola yang terdapat di soal nomor 4 adalah dari 1 titik di gambar satu lalu menjadi 1titik dan 2 titik di gambar 2 lalu di gambar 3 menjadi 1 titik dengan 2 titik dan 3 titik. Maka dapat disimpulkan gambar selanjutnya akan bertambah 4 titik. MRMK mengalami kesalahan dikarenakan tidak dapat melihat pola yang terlihat dari awal sampai akhir dan dia tidak tahu jawaban mana yang paling tepat sehingga hanya dia yang mengalami kesalahan dalam pengerjaannya. Untuk keempat subjek yang lain dapat memberikan jawaban yang benar dan hanya 3 subjek yang memberi jawaban secara rinci dan tepat. Ada satu subjek yaitu AA yang memberikan alasan tetapi kurang rinci bagaimana cara dia mencari jawabannya. Pada soal nomor 5 jawaban yang tepat adalah A. Karena setiap gambar bergerak searah dengan jarum jam dengan sudut rata-rata 30⁰. Jika diperhatikan pola garis pada setiap perubahan gerak. Garis tersebut mewakili bilangan angka romawi maka jawaban yang paling tepat adalah jawaban A. Semua subjek mengalami kesulitan dalam mengerjakan dan juga mereka sampai akhir pun tidak mampu menemukan pola yang terdapat pada soal nomor 5. Tetapi yang mengejutkan bahwa ada satu subjek yang memberi jawaban yang benar yaitu MRMK tetapi alasan yang dia buat kurang tepat jika melihat dari kunci jawaban yang tersedia. Pada pengerjaan soal nomor 6 sistem gambar tumbuh dibuat terbalik dan pola itu sendiri dibagi menjadi tiga baris sehingga bisa terlihat bahwa polanya semakin lama semakin mengecil bisa dari baris atas ke baris bawah atau bisa dari kolom kiri ke kolom kanan. Untuk jawaban yang paling tepat adalah D. Pada pengerjaannya kelima subjek mampu menjawab dengan benar. Dalam hal ini kelima subjek yang menjawab dengan benar mereka mempunyai alasan yang berbeda termasuk pola pikir yang ada pada mereka. Seperti DAJ dengan MRMK, DAJ mempunyai ide bahwa semakin kebawah ataupun ke kanan jumlah lingkarannya akan terus berkurang dan MRMK menjawab nilai 0 yang didapat adalah hasil dari 1-1 yaitu 0. Dari dua alasan yang ada di sini disebutkan bahwa DAJ mempunyai pemahaman yang sama dengan kunci jawaban sedangkan MRMK mempunyai alasan yang tidak sama. Perbedaan yang terjadi disebabkan pemahaman dasar tentang pola gambar tumbuh yang dan bentuk aljabarnya kurang dapat dipahami dengan baik. Sehingga dia tidak dapat memberikan alasan yang tepat saat disuruh menuliskan alasannya tentang soal nomor 6. Untuk Mengerjakan Soal nomor 7, cara pengerjaannya ada dua cara yaitu melalui kolom kiri ke kolom kanan atau per baris yaitu dari baris atas ke baris. Jawaban yang paling Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 59

36 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 tepat pada soal nomor 7 yaitu F karena jika dilihat dari pola yang berjalan misalkan dilihat per baris maka nilai kotak akan bertambah dan nilai lingkaran berkurang. Seperti pada baris 1 mempunyai nilai kotak dari dan lingkaran Jika di teruskan sampai baris ke 3 maka jawaban yang tepat adalah F. Begitu juga jika dilihat per kolom tetapi bedanya dengan baris nilai kotak semakin mengecil sedangkan nilai lingkaran tetap mengecil. Dari jawaban para subjek semuanya menjawab benar dan alasan mereka juga hampir sama hanya penulisannya saja yang berbeda-beda tetapi pola pikirnya sama semua. SIMPULAN DAN SARAN Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan pemahaman yang para subjek dapat sewaktu masih berada di Sekolah Dasar tentang pola setiap anak berbeda-beda dan itu sangat penting untuk sekarang ini. Apalagi dengan paham akan pola maka mereka akan lebih mudah dalam memahami pembelajaran tentang aljabar karena Pola gambar tumbuh ini dapat digunakan sebagai pendukung dalam pembelajaran aljabar. Selain itu juga, penelitian ini dimulai untuk mengidentifikasi tindakan yang mendukung guru dalam memeriksa gambar tumbuh sebagai pola hubungan fungsional antara pola dan posisinya.dari situ guru dapat mengetahui gambaran pemikiran yang ada pada siswayang tampak pada proses ini. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk pendukung pemikiran dalam mempermudah pemahaman akan pembelajaran aljabar. DAFTAR PUSTAKA E. Warren T. Cooper 171, Generalising the pattern rule for visual growth patterns: Actions that support 8 year olds9 thinking, Educational Studies in Mathematics, Vol. 67, No. 2 (Feb., 2008), I. Dedy, Kemampuan Generalisasi Dalam Pembelajaran Matematika, (Juli.,2013), Herdian, Kemampuan Generalisasi Matematika, (Mei., 2010) PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH HAL 48 Taufiqurrohman, Hak Cipta Tes Potensi Akademik, Sukses Psikotest, 60 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

37 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) Sonya Fanny Tauran Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNAI Jl. Kolenel Masturi Km 6,5 Parongpong,Bandung Barat fanny_tauran@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih kurangnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Pertama dalam pelajaran matematika. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 di Cisarua Bandung Barat. Desain penelitian ini adalah Randomised Pretest Postest Control Group Design. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri tes tertulis dalam bentuk uraian untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, angket skala sikap dan lembar observasi. Analisis data yang dilakukan adalah uji normalitas, uji homogenitas, uji perbedaan dua rata-rata dan uji Anova dua jalur. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa 1) peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa; 2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (kelompok atas, tengah dan bawah); 3) siswa-siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS memiliki sikap positif terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran dengan model ARIAS; dan 4) kegiatan pembelajaran dengan model ARIAS mendapat respon yang baik dari guru. Kata Kunci: Model Pembelajaran ARIAS, Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemampuan Penalaran Matematis. PENDAHULUAN Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian dalam KTSP yaitu pelajaran matematika. Depdiknas (2003) menyatakan bahwa pembelajaran matematika bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan, bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efisien dan efektif. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah melalui Permen Diknas nomor 22 dan 23 tahun 2006 telah menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk mata pelajaran matematika. Secara garis besar Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan pada pelajaran matematika meliputi kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah matematis serta sikap menghargai matematika dalam kehidupan. Namun ada beberapa kenyataan yang menunjukkan bahwa hasil pencapaian siswa pada pelajaran matematika masih tergolong rendah. Hasil survey TIMSS (Trends in International Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 61

38 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Mathematics and Science Study) tahun 2003, peringkat Indonesia pada pelajaran matematika yaitu peringkat ke 35 dari 46 negara, sedangkan tahun 2007 mendapat peringkat 36 dari 49 negara. Sedangkan berdasarkan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009, peringkat siswa Indonesia pada pelajaran matematika yaitu ranking 61 dari 65 negara (Litbang Kemdikbud, 2011). Sutama (dalam Latief, 2011) menjelaskan bahwa kesenjangan lain di lapangan, guru dalam mengajar Matematika sering kurang memerhatikan kemampuan awal siswa. Guru tidak melakukan pengajaran bermakna dengan metode pengajaran yang kurang variatif dan terkesan membosankan. Hal ini mengakibatkan motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajarnya cenderung menghafal. Kondisi-kondisi siswa yang masih terjadi dalam kegiatan pembelajaran matematika adalah kurangnya motivasi dan minat belajar, cenderung pasif, cemas, takut dan tidak berani untuk mengungkapkan gagasan, pertanyaan atau jawaban baik secara lisan maupun tulisan dalam menyelesaikan soal maupun mempresentasikannya. Hal ini menimbulkan anggapan siswa bahwa sulit untuk belajar matematika, bahkan ada yang tidak menyukainya. Hal ini dikuatkan oleh penelitian Wahyudin (1999) yang menunjukkan bahwa salah satu kecenderungan yang mengakibatkan sejumlah siswa gagal dalam menguasai pokok-pokok bahasan matematika adalah karena kurangnya kemampuan bernalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan matematika yang diberikan. Selanjutnya Priatna (2003), Somatanaya (2005), dan Muin (2005) menemukan bahwa kualitas kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa Sekolah Menengah Pertama masih tergolong rendah. Hutajulu (2010), Nasution (2010), dan Wildan (2010) menemukan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Atas berada dalam katagori sedang. Sehubungan dengan keberhasilan dalam pembelajaran matematika, maka siswa diharapkan dapat menguasai kompetensi matematika.pemahaman matematis yang merupakan bagian dari kompetensi matematika perlu dikembangkan oleh siswa saat mempelajari matematika. Menurut Herdian (2010), pemahaman matematis memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Penalaran matematis juga merupakan salah satu kompetensi matematika yang memiliki keterkaitan yang sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan dengan materi matematika dan pemahaman matematis. Menurut Herdian (2010), penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual. Baroody (dalam Dahlan, 2004) menyatakan bahwa pemahaman dan penalaran dapat meningkatkan hasil belajar. Selanjutnya, jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya 62 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

39 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 sendiri, maka siswa akan lebih mudah memahami konsep. Jika siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda-benda nyata, melihat pola, mereformulasikan dugaan dengan pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya, maka hasil yang diperoleh siswa lebih informatif. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami proses yang disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematika. Selain kemampuan pemahaman dan penalaran matematis, sikap positif siswa terhadap matematika juga merupakan kompetensi yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa. Sebagaimana yang telah dituliskan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran matematika, sikap siswa dalam menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan berhubungan dengan memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tidak adanya sikap-sikap di atas, dapat berakibat adanya siswa yang tidak senang terhadap matematika apalagi memahami dan menalar konsep yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan pernyataan Siskandar (2008) bahwa siswa secara efektif akan memperoleh kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang bekenaan dengan pemahaman terhadap fakta, konsep, prosedur dan keterampilan dalam mengerjakan operasi hitung, jika memiliki sikap positif terhadap pelajaran matematika dan memiliki motivasi dalam belajar matematika. Menurut Sabandar (2008), seseorang akan sulit untuk mempelajari matematika, jika ia tidak memandang matematika sebagai subjek yang penting untuk dipelajari manfaatnya untuk berbagai hal. Sedangkan menurut Ruseffendi (2006), siswa bersikap positif dapat ditunjukkan dengan mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan tugas dengan baik, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai pada waktunya, dan merespon dengan baik tantangan dari bidang studi. Sikap positif terhadap matematika berkolerasi positif dengan prestasi belajarnya. Pemahaman dan penalaran matematis yang merupakan bagian dari kompetensi matematika sangat perlu dikembangkan oleh siswa saat mempelajari matematika. Hal ini disebabkan oleh beberapa fakta yang menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran yang masih belum memuaskan. bguru memiliki peran untuk memotivasi siswa agar kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dapat ditanamkan dan dikembangkan dengan baik. Upaya guru untuk membangun dan meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk memiliki rasa percaya diri, menarik minat siswa agar dapat memahami konsep dan melatih siswa untuk bernalar. Hal ini diperkuat dengan pernyatan Meece & Blumenfeld (dalam Suciati, 1990) bahwa jika guru mengajar dengan cara yang menarik, menantang siswa berpikir dan berperan aktif, maka itu akan mempengaruhi motivasi siswa secara positif, sedangkan jika guru tidak bersemangat, tidak kreatif dan cenderung membosankan dalam mengajar, maka akibatnya motivasi siswa akan menjadi rendah. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 63

40 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Salah satu model pembelajaran telah dikembangkan dalam upaya untuk memotivasi dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah model pembelajaran ARIAS. Model pembelajaran ARIAS adalah pengembangan dari model pembelajaran ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Model pembelajaran ARCS yang dikembangkan oleh Keller (Suzuki, 1995; Keller,1999; Small, 2000) merupakan jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Ada lima komponen dari model pembelajaran ARIAS yaitu assurance (percaya diri), relevance (relevan), interest (minat/perhatian), assessment (penilaian), dan satisfaction (kepuasan/rasa bangga). Model pembelajaran ARIAS merupakan suatu kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, relevan dengan aktivitas pengalaman siswa, dan berusaha membangkitkan minat/perhatian siswa. Selanjutnya penilaian terhadap siswa diadakan selama proses pembelajaran dan di akhir pembelajaran, dan pemberian penguatan positif untuk menumbuhkan rasa bangga/puas atas hasil yang dicapai siswa. Model pembelajaran ARIAS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalan upaya peningkatan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Strategi yang dapat dilakukan dalam komponen pembelajaran ini adalah Assurance (percaya diri), yaitu guru menginformasikan siswa mengenai pembelajaran, prasyarat kinerja dan kriteria penililaian, memberikan kesempatan yang menantang dan berarti bagi pembelajaran yang berhasil, menghubungkan kesuksesan belajar dengan usaha dan kemampuan siswa. Relevance (relevan),yaitu guru memberikan informasi tentang kompetensi yang akan dicapai, mengemukakan tujuan dan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa dimasa sekarang dan akan datang, mengizinkan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja secara lisan atau tertulis untuk mengakomodasi kebutuhan dan gaya belajar yang berbeda-beda, memberi contoh-contoh yang berhubungan dengan kehidupan nyata serta menghubungkan pengetahuan dan aktivitas pengalaman siswa. Interest (minat/perhatian), yaitu guru memberikan kejutan untuk merangsang persepsi, mengajukan pertanyaan atau masalah untuk diselesaikan, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpatisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah, mengadakan demonstrasi, mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran, atau menggunakan media/alat peraga sehingga menarik perhatian siswa, menggunakan cerita atau biografi yang terkait dengan materi yang dipelajari. Assessment (penilaian), yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menilai diri mengenai apa yang sudah atau belum dipahami, mengadakan penilaian terhadap teman seperti kegiatan tanya jawab atau memeriksa pekerjaan teman, memberikan evaluasi tertulis dan menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa. Satisfaction (kepuasan/rasa bangga), yaitu dorongan dan dukungan dalam diri siswa dari pengalaman belajar, penghargaan secara verbal (ucapan luar biasa atau bagus sekali ) maupun non-verbal (senyuman, tepuk tangan, hadiah) kepada siswa atas kemampuan mereka dalam menyelesaikan kerja. 64 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

41 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Sopah (1998), Lienda Yanti (2008), Hamidah (2008,2010), Faizah (2011), Istianah (2009) menunjukan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan-kemampuan matematis. Tujuan penelitian ini adalah adalah unutk mengetahui:apakah peningkatan ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?, Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?, Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah)?apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah)?, Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ARIAS? Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran matematika antara lain: Bagi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS, dapat memiliki motivasi belajar yang lebih baik lagi sehingga memperoleh peningkatan dalam hasil belajar khususnya peningkatan pemahaman dan penalaran matematis.bagi guru matematika dapat menggunakan pembelajaran dengan model ARIAS sebagai acuan dalam memperluas dan memperkaya wawasan dalam pembelajaran matematika.bagi peneliti dapat menjadikan penelitian ini menjadi rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang relevan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Pre-test Post-test Control Group Design. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran di SMP Negeri 1 Cisarua, Bandung Barat. Target/Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII. Sampel dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua kelas yaitu kelas VIII-A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-B sebagai kelas kontrol. Prosedur Penelitian Tahap persiapan penelitian yang dilakukan adalah melakukan studi pendahuluan dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran di sekolah, merumuskan masalah, dan melakukan kajian pustaka terhadap teori-teori yang berkaitan dengan model pembelajaran Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 65

42 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 ARIAS, menyusun rencana pembelajaran dan instrumen penelitian, melakukan uji coba instrumen penelitian, dan mengurus perizinan terkait dengan penelitian. Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan adalah memilih dua kelas dari kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol, memberikan tes awal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, melakukan kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan jadwal dan jam pelajaran matematika yang ditetapkan, memberikan tes akhir kemampuan pemahaman dan penalaran matematis dilaksanakan setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir pada kedua kelas, memberikan angket kepada siswa kelas eksperimen, untuk mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran ARIAS. Tahap Analisa Data yang dilakukan adalah sebagai berikut: melakukan analisa data secara kuantitatif dan kualitatif, dan memberikan kesimpulan dan rekomendasi. Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi skor kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, data tentang sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model ARIAS. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu: 1) tes tertulis berbentuk uraian untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, dan 2) non tes dalam bentuk angket skala sikap. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan tes, angket skala sikap. Data yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa dikumpulkan melalui tes yaitu pretes dan postes. Data yang berhubungan dengan sikap siswa dalam pembelajaran dengan model ARIAS dikumpulkan melalui angket siswa. Teknik Analisis Data Terhadap data skor pretes dan postes dilakukan analisis gain ternormalisasi untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya sebelum uji beda dua rata-rata, dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunakpasw Statistics 18. Jika populasi kedua kelas berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan menggunakan PASW Statistics 18 : Independent Sample T-Test. Jika ada hasil perhitungan data yang tidak berdistribusi normal atau tidak homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji non-parametrik: Mann-Whitney. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal dilakukan analisis ANOVA dua jalur. 66 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

43 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Kemampuan Pemahaman Matematis Di bawah ini disajikan tabel-tabel yang akan menunjukkan apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen Tabel 1. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Shapiro-Wilk Keterangan Statistic df Sig. Pretes Pemahaman Eksperimen Tidak normal Kontrol Tidak normal Postes Pemahaman Eksperimen Normal Kontrol Normal Gain Pemahaman Eksperimen Normal Kontrol Tidak normal Tabel 2. Uji Homogenitas Kemampuan Pemahaman Matematis Pretes Pemahaman Postes Pemahaman Gain Pemahaman Levene Keterangan Statistic df1 df2 Sig. Based on Mean Homogen Based on Mean Homogen Based on Mean Homogen Tabel 3. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Mann-Whitney U Asymp. Sig. (2-tailed).000 Karena berdasarkan tabel 1 dan 2, populasi data gain tidak terdistribusi normal, walau homogen, maka digunakan uji Mann Whitney. Tabel 3 menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelas eksperimen (yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS) lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelas kontrol (yang memperoleh model pembelajaran biasa). Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 67

44 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Selanjutnya hasil uji ANOVA dua jalur disajikan pada Tabel sebagai berikut: Tabel 4 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematis berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa Source Type III Keterangan Sum of Squares df Mean Square F Sig. KELOMPOK (atas, tengah dan bawah) H 0 ditolak Hasil pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah). c. Kemampuan Penalaran Matematis Di bawah ini disajikan tabel-tabel yang akan menunjukkan apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen Tabel 5. Uji Normalitas Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Shapiro-Wilk Keterangan Statistic df Sig. Pretes Penalaran Eksperimen Tidak normal Kontrol Tidak normal Postes Penalaran Eksperimen Normal Kontrol Normal Gain Penalaran Eksperimen Normal Kontrol Tidak normal Tabel 6.Uji Homogenitas Hasil Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis Levene Keterangan Statistic df1 df2 Sig. Pretes Penalaran Postes Penalaran Gain Penalaran Based on Mean Tidak homogen Based on Mean Homogen Based on Mean Homogen 68 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

45 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Tabel 7. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis Gain Penalaran Mann-Whitney U Asymp. Sig. (2-tailed).000 Keterangan H o ditolak Karena berdasarkan tabel 5 dan 6, populasi data gain tidak terdistribusi normal, walau homogen, maka digunakan uji Mann Whitney. Tabel 7 menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen (yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS) lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol (yang memperoleh model pembelajaran biasa). Selanjutnya hasil uji ANOVA dua jalur disajikan pada tabel sebagai berikut: Tabel 8 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis berdasarkan Klasifikasi Kemampuan Awal Matematis Siswa Source Type III Sum Mean Keteranga of Squares df Square F Sig. n KELOMPOK (atas, tengah dan bawah) H 0 ditolak Hasil pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah). Secara keseluruhan peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS secara signifikan lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan model ARIAS dirancang untuk memotivasi mengaktifkan siswa selama kegiatan pembelajaran. Peningkatan hasil kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS didukung juga oleh sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran dengan model ARIAS. Selain itu juga menurut observasi dari guru, aktivitas guru dan siswa pada pembelajaran dengan model ARIAS dilakukan dengan baik, sehingga Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 69

46 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 model ini dapat dirujuk untuk menjadi sekolah. salah satu alternatif pembelajaran matematika di KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisa data dan temuan dalam penelitian ini, makadapat disimpulkan bahwa: Pembelajaran dengan model ARIAS sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa SMP, dan dapat membedakan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah). Selanjutnya, siswa-siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS memiliki sikap positif terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran dengan model ARIAS. Disarankan agar pembelajaran dengan model ARIAS digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa di Sekolah Menengah Pertama. DAFTAR PUSTAKA Akinsola, M.K. & Olowojaiye, F.B. (2008). Teacher Instructional Metods and Student Attitudes Towards Mathematics. International Electronic Journal of Mathematics Education. Vol.3, No.1, February Tersedia: Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bergqvist, T., Lithner, J., &Sumpter, L. (2006). Upper Secondary Students Task Reasoning. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology, Vol. 00, No. 00, September 2006, 1 9. Tersedia: Cai, J.L. & Jakabcsin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 And Beyond. Virginia : NCTM. Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan. Depdiknas. (2002). Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. Driscoll, M. (2000). Psychology of Learning for Instruction. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon. 70 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

47 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Faizah, U. (2011). Efektifitas Model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dengan Media Lingkungan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Pokok Himpunan. Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,Semarang. Hake, R.R. (2007). Should We Measure Change? Yes!. Tersedia: Hamidah.(2008). Efektivitas Pembelajaran Model ARIAS Disertai Liquid Crystal Display (LCD) pada Materi Aritmatika Sosial Di Kelas VII. Skripsi FKIP UNTAN. Pontianak: Tidak Diterbitkan. Hamidah.(2010). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS Terhadap Kemamuan Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau Dari Tingkat Kecerdasan Emosional. Tesis SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan. Hopkins, C. D. & Antes, R. L. (1990). Classroom Measurement and Evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc. Herdian. (2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. Tersedia: Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Matematika. Tersedia: Hutajulu, M. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan. Istianah, I. (2009). Pengaruh Penerapan Pembelajaran ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siwa Sekolah Menengah Pertama. Skripsi UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berpikir Kritis & Pengkomunikasian. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan. Keller, J. M. & Koop, T.W. (1987). An Application of the ARCS Model of Motivational Design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Keller, J.M. (1999). Motivation in cyber learning environments. International Journal of Educational Technology, 1, Knowlton, A., Savage, T. & Shellnut, B. (1998). Using the ARCS Model to Design Multimedia College Engineering Courses. Paper presented at the National Convention of the Association for Educational Communications and Technology, St. Louis, MO. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 71

48 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Latief, M. (2011). Matematika Dan Guru Yang Membosankan. Kompas. Tersedia: osankan. Latief, M. (2011) Persen Siswa SMP Buta Matematika. Kompas. Tersedia: SMP.Buta.Matematika Lienda, Y. (2009). Pembelajaran Matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar dan Motivasi Siswa. Skripsi UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Mills, R.J. & Sorensen, N. (2004). Kids College TM 2004: An Implementation of the ARCS Model of Motivational Design. Manuscript. Utah State University. Tersedia: Muin. A. (2005). Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan. Nasution, S.L. (2010). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Ketrampilan Metakognitif dengan Model Advance Organizer Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia. NCTM. (2000). Princip AndStandards for School Mathematics. Reston, Virginia. Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif serta Kaitannya dengan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi PPs UPI. Bandung : Tidak Dipublikasikan. Razali, N.M. & Wah, Y.B. (2011). Power Comparisons Of Shapiro-Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling Test. Journal of Modeling Statistical dan Analytics Vol.2 No.1, 21-33, 2011.Faculty of Computer and Mathematical Sciences. Universiti Teknologi MARA. Selangor, Malaysia. Tersedia: Rodgers, D.L.,& Thorton, B.J.W. (2005). The Effect of Instructional Media On Learner Motivation. International Journal of Instructional Media Vol.32 (4).Tersedia: Rodgers_EffectOfInstuctionalMedia.pdf Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. 72 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

49 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Sabandar. J. (2008). Pembelajaran Matematika Sekolah Dan Permasalahan Ketuntasan Belajar Matematika. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan. Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis Dan Komunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. UPI : Tidak Diterbitkan. Siskandar. (2008). Sikap dan Motivasi Siswa dalam kaitan dengan Hasil Belajar Matematika di SD. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 072 Tahun ke-14, Mei Slavin, R.E. (1988). Educational Psychology (Theory Into Practice). 2 nd edition. Prentice Hall, Englewood Cliff, New Jersey. Small, R. (2000). Motivation in Instructional Design. Teacher Librarian. 27(5), Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 73

50 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DENGAN STRATEGI MOTIVASI ARCS PADA MATERI TRANSPORTASI DITINJAU DARI KETUNTASAN BELAJAR SISWA, AKTIVITAS BELAJAR SISWA, RESPON SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN, DAN KEMAMPUAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN 1 Bambang Sugiarto, Yemi Kuswardi, Gatut Iswahyudi, Mardjuki 2 Pendidikan Matematika UNS Abstrak Materi Transportasi merupakan materi yang sulit bagi siswa. Kesulitan pada materi ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya kepasifan siswa selama perkuliahan, kekurang telitian siswa, kurangnya latihan-latihan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, dan kekurangberanian siswa dalam menanyakan segala sesuatu yang belum mereka pahami kepada pengajar dan kekurang beranian siswa dalam mengungkapkan pendapat. Untuk mengatasi hal tersebut penulis akan mencoba menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 5Edengan strategi motivasi ARCS Model pembelajaran Learning Cycle 5E secara sistematis menuntun dan membantu siswa melalui langkah-langkah atau tahapantahapan tertentu, yang dapat membangkitkan minat siswa terhadap pembelajaran, mengajak siswa untuk aktif mengeksplor pengetahuan, mengembangkan sikap ilmiah siswa dengan melakukan penemuan sendiri, membangkitkan keberanian siswa dalam mengkonfirmasikan pendapatnya kepada orang lain. Model pembelajaran learning cycle 5E diperkenalkan oleh Robert Karplus dan dikembangkan oleh Lorsbach. Model pembelajaran ini terdiri dari 5 tahapan, yaitu: (1) pembangkitan minat (engagement), (2) menyelidiki (exploration), (3) menjelaskan (explanation), (4) memperluas (elaboration/extention), (5) penilaian (evaluation). Strategi motivasi ARSC (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) merupakan strategi yang dapat meningkatkan motivasi terhadap materi pembelajaran dan aktifitas belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) ketuntasan belajar pada penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS pada materi Transportasi, (2) aktifitas belajar selama mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS pada materitransportasi, (3) respon siswa terhadap model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS pada materi Transportasi, (4) kemampuan pengelolaan pembelajaran model pembelajaran Learning Cycle 5Edengan strategi ARCS pada materi Transportasi, dan (5) efektifitas model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS pada materi Transportasi.Sejalan dengan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah siswa Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang menempuh mata kuliah Program Linier. Pada penelitian ini diperoleh hasil (1) ketuntasan belajar siswa tercapai karena terdapat 97,5% siswa tuntas (dari 40 siswa, 39 siswa yang tuntas), (2) Keefektifan aktifitas belajar siswa tercapai (pada rata-rata aktifitas belajar siswa dari enam indikator aktifitas belajar siswa semua indikator efektif), (3) Respon siswa terhadap pembelajaran positif, (4) keefektifan kemampuan pengajar dalam mengelola pembelajaran tercapai, karena rata-rata nilai setiap aspek yang diamati dalam mengelola pembelajaran berada pada interval 2,50 4,00 dan kegiatan inti berada pada kategori baik, dan (5) model pembelajaran Learning Cycle 5Edengan strategi ARCS efektif untuk mengajarkan materi Transportasi, hal ini dikarenakan ketuntasan belajar siswa tercapai, keefektifan aktifitas belajar siswa efektif, respon siswa terhadap pempelajaran positif, dan keefektifan kemampuan pengelolaan pembelajaran tercapai. Keyword: Learning Cycle 5E, strategi motivasi ARCS, efektifitas pembelajaran 74 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

51 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 PENDAHULUAN Salah satu materi yang terdapat didalam mata kuliah program linier adalah Transportasi. Dalam mempelajari materi Transportasi ini sangat diperlukan keterampilan didalam memahami suatu permasalahan sehari-hari dan memodelkannya ke dalam bentuk kalimat matematika. Selain itu diperlukan pula pemahaman, ketelitian, dan keterampilan didalam menggunakan operasi-operasi bilangan dalam menerapkan algoritma Transportasi. Dalam pembelajaran yang selama ini berlangsung, siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang aktif dalam pengungkapan pendapat, kurang aktif dalam mengkonstruk pengetahuan sehingga konsep hanya sekedar menerima untuk diterapkan. Hal ini berdampak pada rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep. Dan dampaknya hasil pembelajaran tidak seperti yang diharapkan. Untuk mengatasi hal tersebut maka salah satu alternatif penyelesaiannya adalah dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS. Keller (1987: 2) memperkenalkan suatu strategi motivasi ARSC (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Selanjutnya Keller (1987: 3) mengemukakan bahwa: strategi motivasi model ARCS adalah suatu metode untuk meningkatkan motivasi terhadap materi pembelajaran. Dalam hal ini strategi motivasi ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) memiliki strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi, dan aktivitas siswa dalam belajar. Dalam strategi motivasi ARCS terdapat kiat-kiat sebagai berikut. (1) Untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap materi pelajaran; (2) menghubungkan materi dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari; (3) untuk meningkatkan kepercayaan siswa terhadap materi yang diberikan guru; dan (4) untuk mewujudkan kepuasan siswa dalam proses pembelajaran dan materi yang dipelajarinya. Sedangkan Model pembelajaran Learning Cycle 5E secara sistematis menuntun dan membantu siswa melalui langkah-langkah atau tahapantahapan tertentu, yang dapat membangkitkan minat siswa terhadap pembelajaran, mengajak siswa untuk aktif mengeksplor pengetahuan, mengembangkan sikap ilmiah siswa dengan melakukan penemuan sendiri, membangkitkan keberanian siswa dalam mengkonfirmasikan pendapatnya kepada orang lain. Model pembelajaran learning cycle 5E diperkenalkan oleh Robert Karplus dan dikembangkan oleh Lorsbach. Model pembelajaran ini terdiri dari 5 tahapan, yaitu: (1) pembangkitan minat (engagement), (2) menyelidiki (exploration), (3) menjelaskan (explanation), (4) memperluas (elaboration/extention), (5) penilaian (evaluation). METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 75

52 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang menempuh mata kuliah Program Linier pada tahun ajaran 2012/2013 Metode Pengumpul Data Dalam penelitian ini diperlukan data hasil belajar siswa, data aktivitas siswa, data kemampuan pengelolaan pembelajaran, dan data tentang respon siswa. Untuk memperoleh data hasil belajar siswa pada materi Transportasi, kepada siswa diberikan tes sesudah kegiatan pembelajaran. Untuk memperoleh data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dilakukan observasi oleh 4 orang observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Data kemampuan pengelolaan pembelajaran diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan pengajar selama melakukan pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan oleh 3 observer. Untuk memperoleh data tentang respon siswa, kepada siswa diberikan angket respon siswa setelah kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS. Analisis Data a. Data Hasil Belajar Analisis data hasil belajar siswa secara deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah taraf penguasaan sebagai nilai batas lulus (NBL) berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret tahun b. Data Aktivitas Siswa Analisis data aktivitas siswa dengan menggunakan percentase bertujuan untuk mengetahui keefektifan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran. Keefektifan aktivitas siswa didasarkan pada alokasi waktu yang direncanakan dalam rencana pembelajaran. Keefektifan aktivitas siswa ditentukan oleh kesesuaian terhadap aktivitas ideal yang diindikasikan dengan waktu ideal yang ditetapkan. Presentase waktu ideal untuk setiap kategori aktivitas siswa adalah seperti disajikan pada tabel berikut ini. Aktivitas Siswa Waktu Ideal 1. Memperhatikan/mendengarkan penjelasan pengajar 20% 2. Membaca/mencatat (yang relevan dengan KBM) 20% 3. Mengerjakan/menyelesaikan masalah 25% 4. Berdiskusi/bertanya antar siswa atau antar siswa dan 30% 76 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

53 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 pengajar 5. Mengkomunikasikan hasil kerja kelompok 6. Perilaku yang tidak relevan dengan KBM 5% 0% Tabel 1. Waktu ideal Kategori Aktivitas siswa Batas toleransi pencapaian keefektifan aktivitas siswa untuk tiap indikator ditetapkan sebesar 5%. Sehingga kriteria pencapaian efektifitas aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini. Aktivitas Siswa Waktu Ideal Kriteria batasan efektivitas (%) 1. Memperhatikan/mendengarkan penjelasan pengajar 2. Membaca/mencatat (yang relevan dengan KBM) 3. Mengerjakan/menyelesaikan masalah 4. Berdiskusi/bertanya antar siswa atau antar siswa dan pengajar 5. Mengkomunikasikan hasil kerja kelompok 6. Perilaku yang tidak relevan dengan KBM 20% 20% 25% 30% 5% 0% Tabel 2. Batas Toleransi Pencapaian Keefektifan Aktivitas Siswa Aktivitas siswa dikatakan efektif jika empat dari enam indikator tersebut memenuhi kriteria batasan efektivitas siswa dengan syarat indikator 3 dan 4 terpenuhi. c. Data Respon Siswa Respon siswa terhadap komponen kegiatan pembelajaran dikelompokkan dalam kategori senang dan tidak senang. Komponen kegiatan pembelajaran meliputi materi pembelajaran, lembar kegiatan kelompok. Respon siswa terhadap model pembelajaran dikelompokkan dalam kategori mengalami kesulitan atau tidak dalam mempelajari modul, lembar kegiatan kelompok, dan diskusi dalam kelompok. Selain itu ditanyakan pula apakah siswa mengalami kesulitan atau tidak dalam diskusi kelas, apakah mengalami kemajuan atau tidak bagi diri siswa, serta ditanyakan juga tentang ketertarikan dan manfaat kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS. Selanjutnya siswa diminta memberikan komentar mengenai bahasa dan penampilan pada modul. Untuk menentukan kriteria efektivitas respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran dilakukan sebagai berikut. 1) Dari hasil angket respon siswa dianalisis secara diskriptif dalam bentuk persentase dan dikelompokkan untuk setiap indikator Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 77

54 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret ) Respon siswa dikatakan positif apabila persentase yang terbesar dari rata-rata persentase setiap indikator berada dalam kategori senang, tidak ada kesulitan, ada kemajuan, tertarik, berminat, paham, jelas, dan baik. d. Data Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Data pengamatan tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dianalisis dengan menghitung rata-rata setiap aspek yang diamati dalam mengelola pembelajaran dari lima kali pertemuan. Selanjutnya nilai rata-rata tersebut dikonversikan dengan kategori pembelajaran interaktif setting kooperatif menggunakan kriteria: tidak baik (1,00 1,49), kurang baik (1,50 2,49), baik (2,50 3,49), dan sangat baik (3,50 4,00), (Adopsi Alhadad, 2002: 73). Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata nilai setiap aspek yang diamati dalam mengelola pembelajaran berada pada interval 2,50 4,00 dengan syarat hasil pengamatan pada kegiatan inti untuk setiap aspek yang diamati mencapai kategori minimal baik. e. Kriteria Keefektifan Model Learning Cycle 5Edengan Strategi Motivasi ARCS Keefektifan model Learning Cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS dalam pembelajaran materi Transportasi pada mata kuliah program linier tercapai jika paling sedikit tiga aspek dari empat aspek berikut dipenuhi (1)Ketuntasan belajar tercapai, (2) keefektifan aktivitas siswa tercapai, (3)respon siswa terhadap pembelajaran positif, dan (4) kemampuan pengelolaan pembelajaran efektif [dengan syarat aspek (1) terpenuhi] HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis deskriptif dilakukan untuk menganalisa data hasil belajar siswa, data aktifitas belajar siswa, data kemampuan pengelolaan pembelajaran, serta data respon siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran pada materi Transportasi dengan menerapkan model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS. Hasil Belajar Siswa Pelaksanaan tes hasil belajar pada materi Transportasi dilakukan pada 40 mahasiswa. Data hasil belajar 40 mahasiswa dan deskripsi data tes hasil belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini. 78 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

55 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Grafik 1. Data Tes Hasil Belajar pada Materi Transportasi Tabel 3. Deskripsi Data Tes Hasil Penelitian Keterangan Kelas Eksperimen Rata-Rata Nilai 74,92 Banyaknya siswa 40 Banyak siswa yang mencapai nilai Persentase banyak siswa yang mencapai nilai 97,5 60 Dari hasil tersebut tampak bahwa penerapan model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS untuk mengajarkan materi Transportasi pada mata kuliah program linier dapat dianggap berhasil, karena banyaknya siswa yang mencapai nilai 60 atau lebih sebanyak 39 anak dari 40 anak atau 97,5%. Karena banyaknya siswa yang mencapai nilai kelulusan di atas 75% maka berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor: 475/J27/PP/2005 Bab IX tentang Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa pada pasal 14 (3) a, ketuntasan belajar tercapai. Aktivitas Siswa Berdasarkan hasil pengamatan dari para pengamat mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCSdapat dilihat pada tabel berikut ini. Grafik 2. Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Grafik 3. Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 79

56 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Grafik 4. Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Tabel 4. Persentase Aktivitas siswa Persentase Aktivitas Siswa Kategori Pengamatan Pertemuan Ke- Rata Rata 1. Memperhatikan penjelasan pengajar Membaca/Mencatat (yang relevan dengan KBM) 3. Mengerjakan/menyelesaikan masalah Berdiskusi/bertanya antar siswa dan antar siswa dan pengajar mengkomunikasikan hasil kerja kelompok perilaku yang tidak relevan dengan KBM ,8 Batas waktu toleransi keefektifa n (%) Keefek Tivan Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif Dari tabel tersebut tampak bahwa jika dilihat secara keseluruhan semua kategori pengamatan efektif, meskipun pada pertemuan pertama pada kegiatan mengkomunikasikan hasil kerja kelompok tidak efektif. Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Penerapan model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS diberikan pada 3 pertemuan. Pada masing-masing pertemuan dilakukan pengamatan terhadap kemampuan pengajar dalam pengelolaan pembelajaran. Pengamatan dilakukan oleh 3 orang observer. Pada pengamatan kemampuan pengelolaan pembelajaran dilakukan pengamatan terhadap kemampuan pengelolaan pembelajaran yang disesuaikan dengan langkah-langkah 80 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

57 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 model pembelajaran learning cycle 5E. Hasil pengamatan pada masing-masing pertemuan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Pertemuan Pertama Pertemuan Kedua Grafik 5. Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Grafik 6. Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Pertemuan Ketiga Grafik 7. Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Grafik 8. Rata-Rata Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Pada Grafik 8 terlihat bahwa rata-rata nilai setiap aspek yang diamati dalam mengelola pembelajaran baik pada fase Engage, fase Explore, Fase Explain, Fase Extend, maupun pada fase Evaluate berada pada interval 2,50 4,00 dengan hasil pengamatan pada kegiatan inti yang meliputi fase Explore, Fase Explain, Fase Extend, maupun pada fase Evaluate untuk setiap aspek yang diamati mencapai kategori baik. Dengan berdasar hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pengajar dalam mengelola pembelajaran efektif. Respon siswa Data tentang respon siswa diperoleh setelah proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS selesai. Data ini diperoleh dengan cara memberikan angket respon siswa kepada 40 mahasiswa. Namun, saat pengembalian tidak semua angket terkumpul. Dari 40 angket yang disebar hanya terdapat 30 angket saja yang terkumpul. Dari 30 angket yang terkumpul diperoleh data prosentase respon siswa yang tampak pada tabel berikut ini. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 81

58 Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Grafik 9. Presentase Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Dari Grafik di atas menunjukkan bahwa persentase yang terbesar dari persentase setiap indikator berada dalam kategori senang, tidak ada kesulitan, tertarik, berminat, paham, dan jelas sehingga respon siswa terhadap komponen model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS dapat dikatakan positif dan siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E dengan strategi motivasi ARCS. Keefektifan Pembelajaran Model Pembelajaran Learning cycle 5E dengan Strategi Motivasi ARCS Berdasarkan kriteria keefektifan yang telah ditetapkan pada Bab III maka pembelajaran dengan menerapkan model pembalajaran learning cycle 5E dengan strategi Motivasi ARCS pada materi transportasi efektif. Keefektifan ini tercapai karena keseluruhan peninjauan keefektifan baik pada Ketuntasan belajar siswa, aktivitas belajar siswa, kemampuan pengelolaan pembelajaran efektif serta adanya respon siswa terhadap pembelajaran yang positif. DAFTAR PUSTAKA Arends, R. I Classroom Instruction and Management. New York: Mcraw-Hill Learning to Teach. Fourth Edition. New York: Mcraw-Hill Higher Education. Borich, G. D Observation Skill for Effective Teaching. New York: Macmillan Publishing Company. Carrin, arthur. A Teaching Modern Science. Sixth Edition. New York: Macmillan Publishing Company. Dafid J Benson The Standard-Based Teaching/Learning Cycle. The Colorado Coalition for standard-based Education 82 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

PENALARAN KUANTITATIF (QUANTITATIVE REASONING) DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

PENALARAN KUANTITATIF (QUANTITATIVE REASONING) DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PENALARAN KUANTITATIF (QUANTITATIVE REASONING) DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Agustinus Sroyer FKIP Universitas Cenderawasih Jayapura sroyera@yahoo.co.id Abstrak Menurut NCTM, quantitative reasoning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP Finola Marta Putri *) *) Dosen Fakutas Ilmu Tarbiah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kampus UIN Syarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP Anggun Rizky Putri Ulandari, Bambang Hudiono, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari. Hal ini karena matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) adalah dengan meningkatkan pendidikan. Bangsa yang maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Menurut Sumarmo (2005)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan sangat mendasar dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan: (1) komunikasi matematis, (2) penalaran matematis, (3) pemecahan masalah matematis, (4) koneksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan sumber dari segala disiplin ilmu dan kunci ilmu pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sudah ada semenjak zaman sebelum masehi. Banyak ilmuwan-ilmuwan zaman dahulu yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan program pendidikan bermula pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan adalah guru mendorong

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB)

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB) EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB) Oleh: Dian Mardiani Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada permasalahan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang penting untuk dipelajari. Pentingnya matematika dalam kehidupan dapat dirasakan dan dilihat dari diajarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA Mutia Fonna 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS Yeni Yuniarti*) Abstrak Pembelajaran matematika yang berpusat pada guru, kurang memberikan kesempatan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses pembentukan kepribadian dan pola pikir siswa. Salah satu pembelajaran yang mampu membentuk kepribadian dan pola pikir siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dari jenjang pendidikan dasar hingga kelas XII memerlukan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam standar kurikulum dan evaluasi matematika sekolah yang dikembangkan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) tahun 1989, koneksi matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah sebagai bekal untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir terjadi di setiap negara, bahkan negara kita Indonesia. Dari pandangan awal bahwa matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang wajib dipelajari oleh setiap siswa pada jenjang pendidikan manapun. Di Indonesia khususnya para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan terorganisir yang memiliki keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Matematika diberikan kepada

Lebih terperinci

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA Yerizon FMIPA UNP Padang yerizon@yahoo.com PM - 28 Abstrak. Disposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for problems (Gravemeijer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan setiap manusia, pendidikan juga merupakan upaya manusia untuk memperluas pengetahuan dalam rangka membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 PM - 104 Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA Samsul Feri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam bernegara. Karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF FX. Didik Purwosetiyono 1, M. S. Zuhri 2 Universitas PGRI Semarang fransxdidik@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci