BAB II LATAR BELAKANG TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LATAR BELAKANG TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LATAR BELAKANG TEORI 2.1 UMUM Tanah dalam bidang geoteknik dibedakan atas dua jenis, yaitu : Cohesionless soils (tanah tidak berkohesi atau sering juga disebut tanah berbutir kasar). Cohesive soils (tanah berbutir halus). Yang termasuk dalam cohesionless soils adalah gravels, sand, dan nonplastic silts. Kuat geser dari jenis tanah ini didapat dari tahanan geser dan interlocking antar partikel-partikelnya yang tergantung pada gaya-gaya tekan (cofining pressure) yang bekerja pada partikel tersebut. Jenis tanah ini mempunyai koefisien permeabilitas yang besar sehingga air dapat mengalir melalui pori-porinya dengan cepat. Yang termasuk dalam cohesive soils adalah lempung atau campuran antara beberapa partikel dimana partikel lempungnya dominan. Kuat geser tanah ini didapat dari ikatan antar partikel yang tidak tergantung dari gaya-gaya normal yang bekerja. Jenis tanah ini tetap mempunyai kuat geser walaupun dalam kondisi unconfined. Tanah ini mempunyai koefisien permeabilitas yang sangat kecil sehingga aliran air melalui pori-pori tanah akan lambat. Perbedaan ini didasarkan pada kondisi apakah partikel tanah tersebut bergabung hanya diakibatkan oleh beban gravitasi atau beban luar lainnya (cohesionless soils) atau disebabkan juga oleh ikatan antar partikel (cohesive Hotmatua Sinaga ( ) II-1

2 soils). Karakteristik-karakteristik ini akan sangat berpengaruh pada perilaku tanah. Penambahan beban di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel dan keluarnya air atau udara dari dalam pori. Pada pelaksanaan suatu konstruksi timbunan, lapisan tanah lempung lunak akan mengalami konsolidasi. Konsolidasi adalah proses dissipasi tekanan air pori ekses (excess pore pressure) akibat tegangan yang diterima sehingga terjadi pemampatan massa tanah dan penurunan (settlement). Proses konsolidasi dapat dipercepat dengan menggunakan vertical drain. Hal-hal yang mempengaruhi konsolidasi adalah : Koefisien permeabilitas (k) Waktu (t) Beban (q) Tebal lapisan lempung tanah jenuh (H) Koefisien konsolidasi (Cv) Dalam pelaksanaan konstruksi timbunan, elevasi timbunan harus diperhatikan. Bila konstruksi timbunan direncanakan untuk mencapai elevasi tertentu, maka konstruksi dilakukan bertahap agar tidak terjadi kegagalan konstruksi berupa amblasnya timbunan. Pada setiap penambahan timbunan akan terjadi kenaikan tegangan air pori pada tanah lunak yang secara perlahan-lahan akan berkurang diikuti dengan meningkatnya tegangan efektif. Hotmatua Sinaga ( ) II-2

3 Dengan meningkatnya tegangan efektif, maka daya dukung tanah lunak tersebut juga akan bertambah. Oleh karena itu pada pekerjaan penimbunan bertahap, kecepatan pekerjaan penimbunan ditentukan oleh kecepatan meningkatnya daya dukung tanah lunak akibat pekerjaan penimbunan pada tanah lunak pada tahap sebelumnya. Selain konsolidasi, perlu juga diperhatikan stabilitas dari lereng timbunan. Stabilitas lereng timbunan perlu diperhatikan agar timbunan tidak kehilangan kehandalannya sebagai suatu struktur. Dalam analisis lereng, ada kemungkinan terjadinya kelongsoran yang mengakibatkan kegagalan konstruksi. Harus dilakukan analisa terhadap lereng tersebut untuk mengetahui apakah akan terjadi kelongsoran atau tidak. Para ahli teknik sipil khususnya bidang geoteknik diharapkan mampu untuk memperhitungkan keamanan lereng tersebut. Faktor yang perlu dilakukan untuk memeriksa keamanan lereng adalah dengan menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk sepanjang permukaan retak yang paling mungkin dengan kekuatan geser tanah tersebut. Proses inilah yang disebut slope stability analysis Keruntuhan Pada Lereng Suatu permukaan tanah yang memiliki kemiringan dengan sudut tertentu terhadap bidang horisontal disebut sebagai lereng, Dalam ilmu teknik sipil, ada tiga jenis lereng yang harus diperhatikan, yaitu : Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam Hotmatua Sinaga ( ) II-3

4 Lereng yang dibuat dengan tanah asli, yaitu lereng dibuat untuk kepentingan umum dengan tanah asli yang belum dipadatkan. Misalnya tanah yang dipotong untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk kepentingan irigasi Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, yaitu lereng yang sudah melalui proses pemadatan terlebih dahulu. Misalnya tanggul untuk jalan atau bendungan tanah. Gerakan keruntuhan lereng merupakan suatu gambaran dari struktur tanah dimana gaya yang mendorong melebihi gaya yang menahan pada lereng tersebut. Hampir dari seluruh gaya yang menyebabkan keruntuhan lereng secara dominan dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan iklim. Gaya yang disebabkan oleh gravitasi mempunyai kontribusi besar antara lain terhadap berat lereng dalam bentuk material, berat beban tanah, serta gaya luar akibat bangunan, tiang pancang dan beban struktur lainnya. Gaya-gaya dari gempa bumi dan ledakan harus ditambahkan pada saat analisis slope stability. Adapun gaya yang diakibatkanoleh iklim akan selalu berhubungan dengan masalah air, udara, dan temperatur. Gaya yang diakibatkan oleh ketiga komponen alam tersebut antara lain adalah gaya dorong angin, aliran air permukaan, aliran air tanah, hujan, kelembaban dan temperatur akan memberikan dampak kepada perpindahan (displacement) tanah. Akan tetapi lereng memilii kekuatan gaya geser untuk menahan gaya yang menyebabkan material bergerak ke bawah atau menjauhi lereng. Tumbuh-tumbuhan dan sistem struktur buatan manusia seperti Hotmatua Sinaga ( ) II-4

5 penutup lereng (shore protection) dan struktur perkuatan lereng dapat meningkatkan perkuatan lereng. Keseimbangan gaya yang bekerja pada lereng bisa berubah seiring dengan bertambahnya waktu yang disebabkan oleh cuaca dan perubahan tekanan air pori yang diatur oleh faktor iklim. Untuk itu penggunaan teknologi yang tepat dapat meningkatkan dan memperbaiki kekuatan geser tanah atau meminimalkan efek yang merugikan dari faktor iklim. Sekali gerakan telah dimulai, bentukbentuk hubungan antara gaya dorong dan gaya tahan tanah mungkin sangat berbeda dari satu proses ke proses lainnya. Perbedaan ini umumnya digunakan untuk mengklasifikasikan proses keruntuhan lereng. Proses-proses tersebut dapat dipisahkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu gerakan massa tanah dan gerakan partikel tanah. Dalam gerakan massa tanah, keruntuhan yang akan terjadi merupakan suatu unit yang berhubungan. Jika gerakan massa tanah terjadi sepanjang permukaan yang halus (rigid body movement) disebut slide atau slump. Sedangkan bidang terjadinya keruntuhan disebut bidang gelincir (slip surface). Jika gaya geser terjadi merata di seluruh massa tanah tanpa bidang runtuh yang jelas disebut flow. Dalam flow, gerakan yang terjadi merupakan gerakan differensial di dalam massa tanah yang mengalir. Gerakan dimana partikel bergerak secara individual tanpa atau sedikit berhubungan dengan partikel di dekatnya sulit untuk terjadi. Sekalipun Hotmatua Sinaga ( ) II-5

6 demikian, beberapa proses terlihat sebagai gerakan partikel, khususnya pada erosi yang disebabkan oleh gelombang, aliran air, hujan, air tanah dan angin Konsep Angka Keamanan Menentukan besarnya angka keamanan adalah tugas para insinyur teknik sipil yang menganalisis stabilitas lereng. Angka keamanan merupakan hal yang vital dalam mendesain suatu lereng. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai stabilitas lereng. Nilai angka keamanan diambil sebanding dengan banyaknya ketidakpastian yang terdapat dalam mendesain sebuah lereng, seperti parameter kekuatan tanah, distribusi tekanan air pori dan profil lapisan tanah. Secara umum, semakin kecil kualitas dan investigasi lapangan, semakin tinggi angka keamanan yang harus diberikan. Angka keamanan akan semakin besar jika desainer memiliki pengalaman yang terbatas. Pada analisis keseimbangan batas, dihitung tegangan geser yang diperlukan sepanjang bidang keruntuhan potensial yang hanya cukup untuk mempertahankan keseimbangan dan dibandingkan dengan kekuatan geser yang ada. Pada kasus ini, angka keamanan diasumsikan konstan untuk seluruh bidang keruntuhan. Kekuatan geser yang ada dirata-ratakan dengan proporsi yang sama pada setiap titik di bidang keruntuhan. Berikut ini disajikan variasi angka keamanan yang biasa digunakan. Hotmatua Sinaga ( ) II-6

7 Gambar 2.1 Variasi Angka Keamanan (Lee, 1996) Untuk konsep tegangan total : s FS u τ reg = (2.1) Untuk konsep tegangan efektif : c ' σ '.tanφ τ reg = + (2.2) FS FS φ Dimana : Hotmatua Sinaga ( ) II-7

8 s u = Kekuatan geser total undrained c ' φ = Kohesi tanah efektif = Sudut friksi tanah efektif FS = Safety factor untuk tegangan total FS c dan FS φ = Safety factor untuk tegangan efektif Pengambilan FS c & FS φ dapat berbeda proporsinya untuk komponen kohesi dan friksi yang dimobilisasi sepanjang bidang keruntuhan. Pada banyak kasus analisis keseimbangan batas, dipakai FS c & FS φ. Defenisi lain angka keamanan selalu memperhitungkan perbandingan antara gaya yang menahan dan yang meruntuhkan untuk bidang keruntuhan yang datar atau perbandingan antara momen total dengan momen yang meruntuhkan. Ketiga metode perhitungan angka keamanan di atas akan memberikan harga-harga yang berbeda. Pemilihan angka keamanan untuk keperluan desain suatu lereng ditentukan oleh jenis / letak lereng yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. tingkat ketidakpastian data tanah yang dibutuhkan serta resiko yang akan ditanggung oleh manusia atau properti lain apabila lereng tersebut mengalami kegagalan. Hotmatua Sinaga ( ) II-8

9 Cost and Consequences of Slope Failure Uncertainty of Strength Measurements Small Large Cost of repair comparable to cost of construction. No danger to human life of other property if slope fails Cost of repair much greater than cost of construction, or danger to human life of other valuable property if slope fails or greater Tabel 2.1 Rekomendasi angka keamanan minimum (Duncan and Buchignani, 1987) Keandalan Parameter Tanah Kondisi Lingkungan Kurang Cukup Temporer Permanen Temporer Permanen Tidak ada hunian/bangunan Banyak bangunan sekitar Tabel 2.2 Angka keamanan minimum untuk lereng tanpa gempa (Konsensus TPKB DKI-Jakarta, 1999;Djayaputra, 1999) Hotmatua Sinaga ( ) II-9

10 United States (Federal Register, 1997) Minimum SF I End of construction 1.3 II Partial pool with steady seepage construction 1.5 III Steady seepage from spillway or decant crest 1.5 IV Earthquake (cases II and III with seismic loading) 1 Tabel 2.3 Rekomendasi angka keamanan minimum dari beberapa Institusi Internasional Kriteria Keruntuhan Mohr - Coulomb Pengetahuan mengenai perilaku tanah untuk dapat melakukan analisis dan desain yang akurat dalam geoteknik sangat penting. Perilaku tanah yang kompleks perlu diformulasikan dalam bentuk model tanah yang mempresentasikan hubungan tegangan-regangan tanah yang disajikan pada Gambar 2.2 berikut. Gambar 2.2 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (Lee, 1996) Hotmatua Sinaga ( ) II-10

11 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb ditunjukkan oleh garis lurus yang dikenal dengan Mohr Coulomb failure envelope. Garis ini menunjukkan batas kondisi stabil dan dan keruntuhan. Setiap regangan yang berada di bawah garis adalah keadaan stabil. Sedangkan keruntuhan terjadi kalau tegangan menyentuh atau melewati garis keruntuhan Mohr Coulomb. Besaran besaran c dan φ merupakan parameter parameter tahanan geser tanah efektif yang menunjukkan sifat sifat atau besarnya tahanan geser dari tanah tersebut Stabilitas End of Construction Timbunan di atas Tanah Lunak Pada Gambar 2.3 terlihat konstruksi embankment pada tanah lempung jenuh. Misalkan B adalah sebuah titik pada bidang keruntuhan potensial yang berbentuk busur lingkaran sebelum berdirinya timbunan. dengan asumsi Terzaghi, dimana pada kenyataannya sepanjang garis keruntuhan A-B ada value yang sebagian dipikul oleh tanah maka tekanan air pori di titik B dapat kita nyatakan dengan : (2.3) Gambar 2.3 Timbunan di Atas Tanah Lunak Hotmatua Sinaga ( ) II-11

12 Saat proses penimbunan mulai dikerjakan maka tekanan air pori akan terus bertambah sampai konstruksi timbunan selesai pada waktu tertentu, sehingga besarnya tekanan air pori menjadi : (2.4) Dimana : u = excess pore pressure yang terjadi akibat lambatnya proses drainase pada tanah lempung. Besarnya penambahan tegangan (akibat berdirinya konstruksi timbunan yang dianggap berlangsung pada waktu yang singkat) lebih cepat dari proses terdisipasinya air pori (undrained). Akibat proses penimbunan maka terjadi penambahan tegangan pada tanah yaitu penambahan tegangan total dari tanah, dimana penambahan tegangan total tersebut akan dibagi menjadi penambahan tegangan efektif dan penambahan tegangan air pori. σ = σ ' + u (2.5) Karena lempung memiliki daya rembes yang sangat rendah, dan air tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan akan dipikul oleh Hotmatua Sinaga ( ) II-12

13 air atau σ = u. Sesaat setelah penambahan tegangan, pada lapisan lempung, air dalam ruang pori mulai tertekan dan mengalir ke luar, sehingga tekanan air pori pada tiap tiap lapisan tanah akan berkurang secara perlahan lahan, dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah (tegangan efektif) akan bertambah. τ eff = σ ' eff tan φ ' + c (2.6) Akibat peristiwa ini, pada saat t = tak hingga, secara teori, seluruh kelebihan tekanan air pori akan hilang dari tanah lempung, u = 0, dan seluruh penambahan tegangan dipikul oleh butiran tanah, σ = σ ', sehingga kuat geser tanah akan meningkat. Karena adanya perubahan tekanan air pori dan kuat geser tanah, maka terjadi juga proses perubahan angka keamanan dari timbunan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Perubahan Faktor Keamanan pada kurun waktu tertentu akibat adanya Embankment (Lee,1996) Hotmatua Sinaga ( ) II-13

14 Gambar 2.5 Perubahan Kuat Geser Tanah pada kurun waktu tertentu akibat adanya Embankment (Lee,1996) Gambar 2.6 Perubahan Tekanan pada kurun waktu tertentu akibat adanya Embankment (Lee,1996) Hotmatua Sinaga ( ) II-14

15 Dari gambar gambar di atas dapat kita lihat kondisi kritis terjadi karena timbulnya excess pore pressure pada waktu end of construction yang disebabkan karena penambahan tegangan lebih cepat dibandingkan terdisipasinya air pori. Kondisi ini bisa disebut undrained condition, sehingga untuk menganalisa timbunan ini harus dilakukan undrained analysis Undrained Analysis Kekuatan geser pada tanah keadaan undrained berbeda pada keadaan drained. Di bawah kondisi tertentu, kekuatan geser pada keadaan drained dinyatakan dengan tegangan total, dengan parameter parameter kekuatan gesernya dinotasikan sebagai c u dan φ u. Keuatan geser tanah pada keadaan undrained dinyatakan dalam parameter parameter tegangan efektif c dan φ ' (Craig R.F). analisis pada keadaan undrained dapat dilakukan dalam bentuk analisa tegangan efektif, tetapi tegangan air pori yang terjadi ( u ) akibat perubahan tegangan harus diketahui. Kondisi undrained berhubungan dengan kasus stabilitas jangka pendek terutama untuk tanah yang memiliki permeabilitas kecil seperti pada tanah lempung. Untuk tanah yang berbutir kasar (granular), dengan permeabilitas besar, ketika diberi perubahan tegangan kondisi pendek dan jangka panjang bisa dianggap sama karena u yang cepat. Selain itu untuk menganalisa kondisi undrained dapat juga dilakukan dengan analisis tegangan total dengan menggunakan parameter Hotmatua Sinaga ( ) II-15

16 kekuatan tanah undrained. Pada analisa tegangan total ini maka distribusi tekanan air pori sepanjang bidang keruntuhan tidak diperlukan. Metode ini dapat dibuat menjadi lebih sederhana lagi dalam analisa dengan mengambila nilai φ = 0, tetapi untuk tegangan total, kita tidak dapat mengamati dan menganalisa besarnya konsolidasi setiap waktu selama konsolidasi berlangsung akibat tidak dapat diamatinya perubahan tegangan air pori yang terjadi. 2.2 TEORI PENURUNAN (SETTLEMENT) Bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya (misalnya akibat pondasi atau akibat lapisan tanah di atasnya), maka pada tanah akan mengalami penambahan tegangan, sehingga pada tanah terjadi penurunan (settlement). Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah. Berkurangnya volume tanah ini menyebabkan penurunan lapisan tanah tersebut. Untuk tanah lunak, air pori ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengalir keluar karena permeabilitasnya yang rendah (koefisien rembesan lempung sangat kecil dibandingkan dengan pasir). Pada umumnya, konsolidasi berlangsung dalam satu arah saja yaitu arah vertikal. Secara umum, jenis penurunsn ysng terjsdi akibat pembebanan dapt dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu : 1. Penurunan segera (immediate settlement), terjadi selama proses konstruksi dilakukan. Penurunan ini terjadi akibat dari deformasi tanah kering atau basah, dan jenuh air. Umumnya penurunan ini diturunkan oleh teori Hotmatua Sinaga ( ) II-16

17 elastisitas. Parameter yang dibutuhkan adalah undrained modulus dengan uji coba yang dianjurkan yaitu : SPT, Sondir, Dilameter test, dan Pressuremeter test. 2. Penurunan konsolidasi primer (primary consolidation settlement), adalah hasil penurunan yang disebabkan oleh perubahan volume yang yang berlangsung selama periode keluarnya air yang menempati pori-pori tanah. 3. Penurunan konsolidasi sekunder (secondary consolidation settlement), adalah penurunan tanah yang terjadi setelah tekanan air pori hilang seluruhnya, yang merupakan proses pemampatan yang disebabkan oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah. Biasanya hal ini dikenal juga dengan istilah creep Penurunan Elastik Penurunan elastik terjadi dalam kondisi undrained (tidak ada perubahan volume). Proses penurunan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Setelah diberi pembebanan, saat itu juga terjadi penurunan. Besarnya penurunan elastik tergantung dari besarnya modulus elastik kekakuan tanah dan besarnya beban timbunan yang diberikan. Besarnya penurunan elastik menurut Janbu, Bjerrum, dan Kjarensli (1926) dapat diperkirakan dengan persamaan berikut : q B S A A E 0 c = 1 2 (2.7) s Dimana : Hotmatua Sinaga ( ) II-17

18 A 1 = Beban timbunan, kn/m 2 = Konstanta yang dipengaruhi H/B dan L/B A 2 H B L = Konstanta yang dipengaruhi D f/b = Tebal lapisan = Lebar timbunan = Panjang timbunan D f = Dalamnya penggalian (untuk kasus timbunan maka D f = 0) Konsolidasi Primer Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti penambahan tegangan total, σ, akan terbagi sebagian ke tegangan efektif dan sebagian lagi ke tekanan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, maka : σ = σ ' + u (2.8) Dimana : σ ' = Penambahan tegangan efektif u = Penambahan tekanan pori Hotmatua Sinaga ( ) II-18

19 Gambar 2.7 Lapisan lempung yang mengalir ke atas dan ke bawah (M.Das. B, 1985) Karena lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan, σ, akan dipikul oleh air ( σ = u ) pada seluruh kedalaman lapisan tanah. Penambahan tegangan tersebut tidak dipikul oleh butiran tanah ( σ ' = 0 ). Sesaat setelah pemberian penambahan tegangan, σ, pada lapisan lempung, air dalam pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar. Dengan proses ini, tekanan air pori pada tiap-tiap kedalaman pada lapisan lempung akan berkurang secara perlahan-lahan, dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah (efektif) akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t <, σ = σ ' + u ( σ ' = 0 dan u < σ ). Hotmatua Sinaga ( ) II-19

20 Tetapi besarnya σ ' dan u pada tiap-tiap kedalaman tidak sama, tergantung pada jarak minimum yang harus ditempuh oleh air pori untuk mengalir ke luar lapisan pasir yang berada di atas atau di bawah lapisan lempung. Pada saat t =, seluruh kelebihan air pori sudah hilang dari lapisan tanah lempung, jadi tegangan total maka σ = σ '. u = 0. Sekarang penambahan σ, akan dipikul oleh butiran tanah/struktur tanah, Berikut ini adalah variasi tegangan total, tekanan air pori, dan tegangan efektif pada suatu lapisan lempung dimana air dapat mengalir ke atas dan ke bawah sebagai akibat dari penambahan tegangan σ, yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8, 2.9, dan Gambar 2.8 Kondisi Tegangan pada saat t = 0 (M.Das. B, 1985) Hotmatua Sinaga ( ) II-20

21 Gambar 2.9 Kondisi Tegangan pada saat 0 < t < (M.Das. B, 1985) Gambar 2.10 Kondisi Tegangan pada saat t = (M.Das. B, 1985) Proses terdisipasinya air dalam pori-pori tanah secara perlahan-lahan, sebagai akibat adanya penambahan beban yang disertaibdengan pemindahan kelebihan tekanan air pori ke tegangan efektif, akan meyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fugsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan tanah lempung. Suatu tanah di lapangan pada suatu kedalaman tertentu telah mengalami tekanan Hotmatua Sinaga ( ) II-21

22 efektif maksimum akibat berat tanah di atasnya (maximum effective overburden pressure) dalam sejarah geologisnya. Tekanan maksimum effective overburden pressure ini mungkin sama atau lebih kecil dari tekanan overburden yang ada pada saat pengambilan contoh tanah. Berkurangnya tekanan di lapangan tersebut mungkin disebabkan oleh beban hidup. Pada saat diambil, contoh tanah tersebut terlepas dari overburden yang membebani selama ini, sebagai akibatnya tanah tersebut akan mengembang. Pada saat dilakukan uji konsolidasi pada contoh tanah tersebut, suatu pemampatan yang kecil (yaitu perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tekanan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya oleh tanah yang bersangkutan. Apabila beban total yang dialami pada saat percobaan adalah lebih besar dari tekanan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya, maka perubahan angka pori yang terjadi lebih besar. Ada tiga defenisi dasar yang didasarkan pada riwayat geologis dan sejarah tegangannya, yaitu : 1. Terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), dimana tekanan efektif overburden pada saat ini merupakan tekanan maksimum yang pernah dialami oleh tanah tersebut. 2. Overconsolidated, dimana tekanan efektif overburden saat ini lebih kecil dari tekanan yang pernah dialami oleh tanah tersebut sebelumnya. Tekanan efektif overburden maksimum yang pernah Hotmatua Sinaga ( ) II-22

23 dialami sebelumnya dinamakan tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure, pc) 3. Under consolidated, dimana tekanan efektif overburden saat ini belum mencapai maksimum sehingga peristiwa konsolidasi masih berlangsung. Dua hal yang penting mengenai penurunan adalah : Besarnya penurunan yang terjadi Kecepatan penurunan tersebut Konsolidasi Sekunder Pada akhir konsolidasi primer (setelah tekanan air pori = 0), penurunan masih tetap terjadi sebagai akibat dari penyesuaian plastis butiran tanah. Tahap konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder. Variasi dari angka pori dan waktu untuk penambahan beban akan sama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11 sebagai berikut : Gambar 2.11 Variasi e versus log t, untuk indeks konsolidasi sekunder (M.Das. B, 1985) Hotmatua Sinaga ( ) II-23

24 Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung dengan rumus berikut ini : S = C ' H log( t ) s α 2 / t1 (2.9) Dimana : C α e e = = log t log t log( t ) 2 1 2/ t1 (2.10) C α = Indeks pemampatan sekunder e = Perubahan angka pori t = Waktu Cα C ' α = (2.11) + e 1 p e p = Angka pori pada akhir konsolidasi primer H = Tebal lapisan lempung, m Penurunan yang diakibatkan oleh konsolidasi sekunder sangat penting untuk semua jenis tanah organik dan tanah anorganik yang sangat mampu mampat (compressible). Untuk lempung anorganik yang terlalu terkonsolidasi, indeks pemampatan sekunder sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Hotmatua Sinaga ( ) II-24

25 2.3 TIMBUNAN DI ATAS TANAH LUNAK Pada tanah lempung yang diberi beban, air yang berada dalam rongga tanah akan susah untuk berdisipasi keluar karena permeabilitas tanah lempung yang rendah. Oleh karena itu untuk tanah lempung, dibutuhkan waktu yang lama agar tegangan air pori yang berlebih dapat berdisipasi. Hal ini berimplikasi pada pentingnya peranan waktu dalam menganalisa lapisan lempung tersebut. Angka keamanan untuk stabilitas timbunan di atas tanah lempung berubah seiring dengan waktu. Hal ini disebabkan perubahan parameter efektif kuat geser tanah seiring terjadinya proses disipasi tegangan air pori berlebih Penurunan Konsolidasi Dalam menghitung besarnya penurunan dan lamanya penurunan suatu lapisan tanah, maka perlu diketahui dahulu salah satu dari parameter kompresibilitasnya. Parameter parameter tersebut didapat dari percobaan laboratorium : 1. Koefisien Perubahan Volume (Coefficient of Volume Change) Adalah perubahan volume persatuan tegangan. Perubahan volume dapat dinyatakan dengan perubahan angka pori maupun perbahan tebal contoh tanah. Koefisien ini dinotasikan dengan m v. 2. Koefisien Kemampu-mampatan (Coefficient Compressibility) Adalah perbandingan antara perubahan angka pori dengan perubahan tegangan. Koefisien ini dinyatakan dalam notasi a v. 3. Index Kompresi (Compression Index) Yaitu kemiringan pada bagian linier dari kurva e-logσ. Parameter ini dinyatakan dengan notasi C c. Hotmatua Sinaga ( ) II-25

26 4. Koefisien Konsolidasi Yaitu parameter yang menentukan kevepatan proses konsolidasi. Parameter ini dinyatakan dengan notasi C v. Ada dua metoda yang digunakan untuk memperoleh koefisien konsolidasi yaitu metoda logaritma waktu (Casagrande dan Fedum, 1940) dan metoda akar waktu (Taylor, 1942). Untuk kedua metoda tersebut, parameter C v dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan di bawah ini : Tv. H Cv = t Dimana : 2 dr (2.12) H dr = panjang aliran rata-rata yang harus ditempuh air pori selama konsolidasi. Tv t Cv = faktor waktu = waktu = koefisien konsolidasi vertikal Untuk tanah yang terkonsolidasi normal besarnya penurunan dapat dihitung dengan rumus berikut : Cc. H p i S = log 1+ e ( ) ( i) o i + p p o o ( i) (2.13) Dimana : S C c = penurunan = index pemampatan Hotmatua Sinaga ( ) II-26

27 H i e o = tebal tanah untuk sub-lapisan i = angka pori awal po ( i) = tekanan overburden untuk sub-lapisan i p( i ) = penambahan tekanan overburden untuk sub-lapisan i Untuk tanah yang overconsolidated dengan jumlah tekanan overburden dan penambahan tegangan (akibat beban) lebih kecil dari tekanan prakonsolidasinya, ( po i) + p( i) ) pc ( : Cs. H p i S = log 1+ e ( ) ( i) o i + p p o o ( i) (2.14) Dimana : C s = Swelling Index Sedangkan untuk jumlah tekanan overburden dan kenaikan tekanan (akibat beban) lebih besar dari tekanan prakonsolidasi, ( po i) + p( i) ) > pc ( : Cs. Hi P c Cc. H p i o( i) + p( i) S = log + log 1+ eo po( i) 1+ e o p c (2.15) Dimana : P c = tekanan prakonsolidasi Hotmatua Sinaga ( ) II-27

28 Apabila uji konsolidasi tidak mungkin dilakukan, maka untuk perkiraan awal dapat digunakan nilai indeks pemampatan empiric. Tabel 2.4 memberikan hasil hasil empirik untuk nilai C c (menurut Skempton, 1944). Rumus Prakiraan Cc Cc = 0.007(LL-10%) Cc = 0.009(LL-10%) Cc = 0.007(LL-7) Cc = x 10-5 w 2 n x 10-3 w n 0.13 Cc = 1.15(e o 0.35) Cc = 0.3(e o 0.27) Cc = 1.15 x 10-2 w n Cc = 0.75(e o 0.5) Cc = (0.156e o )(1+e o ) Daerah Berlakunya Lempung sangat sensitif sampai normal Lempung dengan sensitivitas rendah Lempung remolded Lempung Chicago Semua lempung Tanah kohesif, anorganik; lanau, beberapa lempung dan lempung berlanau Lempung organik, humus, dan lain lain Tanah dengan plastisitas rendah Semua lempung Tabel 2.4 Hubungan untuk index pemampatan (C c ) empirik (Skempton, 1944) Tanah Timbunan dengan Geotextile Pada umumya penggunaan geotextile dalam aplikasi geoteknik memiliki salah satu dari kelima fungsi berikut : Separasi (separation) Filtrasi (filtration) Drainase (drainage) Perkuatan (reinforcement) Proteksi (protection) Hotmatua Sinaga ( ) II-28

29 Di dalam bab ini dibahas mengenai pengunaan geotextile sebagai materi perkuatan untuk persoalan tanah timbunan. Tanah mempunyai sifat bagus dalam menerima tekanan (compression) tapi buruk untuk menahan tarik (tension). Dalam hal ini geotextile dibutuhkan untuk memberi tambahan kekuatan dalam menahan tarik dari tanah yang akan diperkuat. Manfaat perkuatan dengan geotextile adalah menyediakan stabilitas kekuatan tanah sampai suatu waktu dimana tanah lunak di bawah timbunan mengalami konsolidasi (dan meningkatnya kekuatan geser tanah) sampai mempunyai cukup kekuatan untuk menahan beban timbunan di atasnya Kriteria desain Dalam mendesain tanah timbunan yang diperkuat dengan geotextile terdapat beberapa kriteria perancangan, meliputi : daya dukung tanah (bearing capacity) dalam menerima beban timbunan, stabilitas tanah timbunan terhadap kelongsoran (general stability), panjang penyaluran geotextile (anchorage length), kemampuan tanah timbunan dalam menahan gaya lateral tanah timbunan (lateral spreading) dan deformasi. Penjelasan terhadap kriteria perancangan tersebut adalah sebagai berikut : Bearing Capacity Tanah dasar timbunan harus mampu mendukung beban timbunan. Dengan mengetahui daya dukung tanah dasar, dapat diketahui apakah tanah dasar tersebut memerlukan Hotmatua Sinaga ( ) II-29

30 perbaikan untuk meningkatkan daya dukungnya atau cukup mampu menahan beban timbunan. Stabilitas tanah timbunan terhadap kelongsoran Tanah timbunan harus cukup stabil terhadap kelongsoran. Apabila tanah timbunan setelah dianalisis ternyata tidak stabil (longsor), maka perlu diperkuat dengan geotextile. Untuk perkuatan dengan geotextile, besarnya kekuatan tarik (tensile strength) geotextile harus cukup kuat menahan longsor dengan suatu faktor keamanan yang disyaratkan. Stabilitas terhadap gaya lateral Sudut friksi materi geotextile harus mampu menahan gaya lateral dari tanah isian timbunan. Besarnya sudut friksi geotextile ini diketahui apabila besarnya gaya gesek yang harus ditahan oleh geotextile diketahui. Panjang penyaluran (anchorage length) Panjang penyaluran harus cukup panjang, sehingga gaya gesek yang dihasilkan mampu menahan gaya yang bekerja pada geotextile akibat menahan kelongsoran yang termobilisasi. Apabila panjang penyaluran tidak cukup sehingga gaya gesek untuk menahan gaya geotextile tidak cukup, maka geotextile akan tertarik keluar (pull out) mengikuti bidang longsor yang terjadi. Deformation Harus diperhitungkan besarnya regangan maksimum yang terjadi pada geotextile sehingga cukup mampu menahan besarnya deformasi yang terjadi akibat penurunan tanah dasar. Hotmatua Sinaga ( ) II-30

31 Perhitungan daya dukung Gambar menunjukkan hasil penelitian laboratorium yang menggambarkan hubungan antara daya dukung dan ratio penurunan (settlement ratio). Dari penelitian tersebut terlihat bahwa peningkatan daya dukung mempunyai pengaruh yang besar untuk kondisi deformasi yang besar. Penelitian dilakukan menggunakan woven silt-film geotextile pada tanah jenis soft saturated clay, dengan spasi 3.75 cm, menggunakan 15 cm round footing dan menggunakan N-lapis geotextile, dimana N merupakan jumlah lapisan geotextile. Untuk menunjukkan besarnya pengaruh perbaikan daya dukung tanah dengan menggunakan geotextile dapat dinyatakan dalam rasio kapasitas daya dukung tanah atau BCR (The Bearing Capacity Ratio). q BCR = (2.16) q o Dimana : q = q o = Bearing pressure dari tanah dengan menggunakan geotextile Bearing pressure dari tanah tanpa menggunakan geotextile Hotmatua Sinaga ( ) II-31

32 Gambar 2.12 Grafik settlement ratio dan bearing capacity (Barrows, D. 1991) Perhitungan stabilitas tanah timbunan Perhitungan stabilitas tanah timbunan dapat dilakukan dengan menganalisa suatu bidang longsor tertentu dan menghitung keseimbangan momen gaya-gaya yang bekerja pada bidang longsor tersebut. Faktor keamanan terhadap kelongsoran sama dengan momen yang dihasilkan gaya-gaya yang menahan kelongsoran (resisting moment) dibagi dengan momen yang Hotmatua Sinaga ( ) II-32

33 dihasilkan gaya-gaya yang meyebabkan longsor (disturbing moment). Penggunaan geotextile untuk stabilitas tanah timbunan memberikan tambahan momen yang menahan kelongsoran, sehingga penggunaan geotextile akan meningkatkan faktor keamanan timbunan terhadap longsor. Analisis stabilitas timbunan dalam tugas akhir ini akan dibahas dalam bab IV Perhitungan sudut friksi geotextile Sudut friksi dari geotextile harus mampu memberikan gaya gesek yang diperlukan untuk menahan tekanan aktif lateral tanah timbunan. Perhitungan sudut friksi geotextile diberikan oleh persamaan berikut : Pa = τ L (2.17) Pa = ( σ tan δ ) L (2.18) v γ a (0.5 γ. tan δ ) H K = H L (2.19) Ka tanδ req = H (2.20) L Dimana : δ req = Sudut friksi geotextile yang dibutuhkan H = Tinggi timbunan K a = Koefisien tekanan aktif tanah = L φ = Panjang geotextile = Sudut geser tanah timbunan 2 tan (45 φ / 2) Hotmatua Sinaga ( ) II-33

34 Perhitungan panjang penyaluran geotextile Besarnya panjang penyaluran geotextile harus mampu menahan gaya geotextile yang bekerja. Prinsipnya adalah besarnya gaya friksi antara tanah dan geotextile di sepanjang penyaluran geotextile yang tidak berada dalam bidang longsor, harus mampu menahan gaya geotextile yang bekerja menahan kelongsoran. Perhitungan panjang penyaluran ini diformulasikan oleh persamaan sebagai berikut : T = 2τ L = 2( c + σ tan δ ) L (2.21) L L act a v req req Tact = 2( c + σ tan δ ) a Tact = 2. E( c + σ tan φ) Dimana : v v (2.22) (2.23) L req = Panjang penyaluran di belakang bidang longsor yang dibutuhkan T act = Tegangan actual yang bekerja pada geotextile c c a φ δ = Kohesi tanah = Adhesi tanah dari tanah ke geotextile = Sudut friksi tanah = Sudut friksi dari tanah ke geotextile σ v = Tegangan vertikal rata-rata = γ.h γ H = Berat jenis tanah timbunan = Tinggi timbunan E = Efisiensi dari geotextile ke tanah = Hotmatua Sinaga ( ) II-34

35 Pelengkungan geotextile Akibat penurunan yang terjadi akibat beban tanah timbunan, materi geotextile akan mengalami pelengkungan, sehingga menyebabkan terjadi regangan pada geotextile. Regangan yang terjadi harus lebih kecil dari regangan maksimum yang mampu ditahan geotextile. Ukuran yang digunakan untuk menentukan kemampuan geotextile mengalami regangan akibat tegangan yang bekerja adalah modulus elastisitas geotextile. Besarnya modulus elastisitas geotextile tergantung dari jenis dan spesifikasi geotextile yang diberikan oleh pabrik pembuatnya Pertimbangan faktor keamanan parsial Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih konservatif, harus dipertimbangkan reduksi kekuatan geotextile yang diakibatkan oleh sifat geotextile, pengaruh lingkungan, maupun pengaruh akibat pemasangan geotextile. Pengurangan kekuatan geotextile ini dilakukan dengan memberikan faktor-faktor keamanan yang mempengaruhinya atau disebut dengan faktor keamanan parsial. Pengaruh faktor keamanan parsial ini ditunjukkan oleh persamaan berikut : T allow = T ult 1 ( ) FS + FS + FS + FS id cr cd bd (2.24) Dimana : T allow = Kuat tarik yang diijinkan (allowable tensile strength) T ult = Kuat tarik batas (ultimate tensile strength) Hotmatua Sinaga ( ) II-35

36 FS id = Faktor keamanan terhadap kerusakan pada saat pemasangan (installation damage) FS cr = Faktor keamanan terhadap creep FS cd = Faktor keamanan terhadap degradasi kimia (chemical degradation) FS bd = Faktor keamanan terhadap degradasi biologis (biological degradation) Tabel 2.5 berikut ini menunjukkan besarnya faktor keamanan parsial yang dianjurkan di dalam mendesain aplikasi geoteknik dengan geotextile. Various partial factors of safety Application Area Intallation Creep Chemical Biological damage degradation degradation Separation 1.1 to to to to 1.2 Cushioning 1.1 to to to to 1.2 Unpaved road 1.1 to to to to 1.2 Walls 1.1 to to to to 1.3 Embankments 1.1 to to to to 1.3 Bearing capacity 1.1 to to to to 1.3 Slope stabilization 1.1 to to to to 1.3 Pavement overlays 1.1 to to to to 1.1 Railroads 1.5 to to to to 1.2 Flexible forms 1.1 to to to to 1.1 Silt fences 1.1 to to to to 1.1 Tabel 2.5 Nilai-nilai faktor keamanan parsial dan area aplikasinya (Barrows, D. 1991) Hotmatua Sinaga ( ) II-36

37 Geotextile untuk drainase Geotextile mempunyai kemampuan meneruskan airan air searah dengan bidang lembaran geotextile. Kemampuan ini disebut kemampuan drainase geotextile. Pada umumnya semua jenis geotextile mempunyai kemampuan drainase ini, hanya derajatnya saja yang berbeda-beda. Penggunaan geotextile untuk drainase horisontal pada tanah timbunan bertujuan untuk tempat keluarnya air pori sehingga proses konsolidasi menjadi lebih cepat, sehingga kekuatan geser tanah lebih cepat meningkat. Selain drainase horisontal, juga terdapat drainase vertikal untuk lebih mempercepat konsolidasi tanah. Drainase vertikal ini terutama digunakan dalam metoda konstruksi tanah timbunan secara bertahap sehingga waktu untuk menunggu timbunan tanah berikutnya menjadi lebih cepat. Untuk pemilihan geotextile sebagai materi drainase, terdapat suatu ukuran yang disebut sebagai transmissivity geotextile. Kriteria transmissivity untuk drainase horisontal di bawah timbunan diberikan oleh Giroud, sebagai berikut : B 2. k θ req = (2.25) C. t v Dimana : B k C v = Lebar tanah timbunan = Permeabilitas tanah dasar = Koefisien konsolidasi arah vertikal dari tanah dasar t = Waktu untuk meletakkan tanah timbunan Hotmatua Sinaga ( ) II-37

38 Faktor keamanan dihitung sebagai berikut : FS θ θ allow = (2.26) req Dimana : θ allow = Transmissivity geotextile (tergantung jenis & tipe geotextile) θ req = Transmissivity yang diperlukan Properti geotextile Properti geotextile digolongkan ke dalam 5 kelompok, yaitu : Physical properties Mechanical properties Hydraulic properties Endurance properties Degradation properties Penentuan properti yang menentukan dalam desain dengan menggunakan geotextile tergantung dari fungsi dan tujuan penggunaan geotextile itu sendiri. Untuk penggunaan geotextile sebagai perkuatan dimana pertimbangan utama adalah kekuatan tarik dan friksi geotextile maka sifat-sifat mekaniknya merupakan pertimbangan utama dalam perancangannya. Apabila tujuannya adalah sebagai filtrasi atau drainase maka pertimbangan utama dari properti geotextile adalah sifat-sifat hidrolisnya. Sedangkan sifat-sifat kekuatan (endurance) dan degradasi berkaitan dengan usia penggunaan geotextile dan pengaruh lingkungan terhadap geotextile. Hotmatua Sinaga ( ) II-38

39 Berikut ini adalah tabel tipikal nilai dari sifat-sifat geotextile. Walaupun begitu, karena perkembangan yang pesat dalam pembuatan serat sintetis tidak tertutup kemungkinan tersedia nilai properti geotextile yang lebih baik dari nilai dalam Tabel 2.6 berikut ini : SI units Physical properties specific grafity 0.9 to 1.4 mass per unit area g/m 2 thickness mm stiffness nil 25,000 mg-cm Mechanical properties compressibility nil to high tensile strength (wide width) kn/m confined tensile strength kn/m seam strength % of tensile fatique strength % of tensile burst strength kpa tear strength N impact strength J puncture strength N frictional behaviour % of soil friction pullout behaviour % of soil friction Hydraulic properties porosity (non woven) 50 95% percent open area (woven) 1 36% apparent opening size (sieve #10 - #200 analysis) s-1 permittivity s-1 permittivity under load 0.01 to 2.0 x 10e-3 m 3 /min-m transmissivity m.b.e (a) Hotmatua Sinaga ( ) II-39

40 soil retention:turbidity curtain soil retention:silt fences Endurance properties creep response confined creep response abrasion long term clogging gradient ratio clogging Degradation properties installation damage temperature degradation chemical degradation hydrolysis degradation biological degradation sunlight degradation other degradation processes polymeric aging (a) m.b.e : must be evaluated (b) g.n.p : generally no problem m.b.e (a) g.n.p(b) if < 40% strength is being used g.n.p if < 50% strength is being used % of fabric strength m.b.e for critical condition m.b.e for critical condition 0 70% of fabric strength g.n.p g.n.p unless agressive chemical g.n.p unless ph < 2 or ph > 11 g.n.p major problem unless stabilzed g.n.p g.n.p Tabel 2.6 Beberapa tipikal properti geotextile (Barrows, D. 1991) Hotmatua Sinaga ( ) II-40

41 2.3.3 Tanah timbunan dengan cerucuk dan matting bambu Dalam tugas akhir ini, struktur cerucuk dan matting bambu akan dimodelkan dengan cara equivalent beam dan equivalent spring, sedangkan struktur matting bambu hanya dimodelkan sebagai equivalent beam (Irsyam) Metoda Equivalent Beam Bambu dimodelkan sebagai elemen beam yang kontinu dalam satu arah yang sama. Adapun cara penentuan EA dan EI dapat diilustrasikan sebagai berikut : Dari Gambar 4.6 dapat ditentukan nilai - nilai sebagai berikut : Momen inersia penampang cerucuk dalam arah lentur : 4 4 ( ( 2 ) ) π I = d d t (2.27) 64 Luas netto penampang per tiang cerucuk : 2 2 ( ( 2 ) ) π A = d d t (2.28) 4 Sehingga untuk penampang equivalent beam dengan lebar 1 satuan dapat ditentukan : Kekakuan lentur ekuivalen : 4 4 ( ( 2 ) ) EI π E EIe = = d d t (2.29) s 64. s Kekauan aksial ekuivalen : 2 2 ( ( 2 ) ) EA π E EAe = = d d t (2.30) s 4. s Berat ekuivalen : w Aγ s e e = (2.31) Dimana : s = jarak spasi antar tiang cerucuk Hotmatua Sinaga ( ) II-41

42 d = diameter luar tiang cerucuk t = tebal tiang cerucuk γ e = berat volume bambu γ e 6 kn / m Untuk struktur cerucuk dengan konfigurasi 3 bambu/tiang, metoda transformasi penampangnya pada prinsipnya sama dengan cara transformasi untuk 1 bambu/tiang di atas. Perbedaannya hanya dalam penentuan nilai A dan I, yang dalam hal ini diperhitungkan sebagai kesatuan 3 bambu monolit. 3 Dalam praktek lapangan, ikatan antar struktur cerucuk dan matting bambu sebenarnya memungkinkan menahan gaya geser, namun karena kemempuannya sangat lemah maka dalam model diasumsikan nol. Untuk itu hubungan antara cerucuk dan matting bambu dimodelkan dengan elemen node to node anchor. Elemen ini mempunyai karakteristik hanya mampu menahan gaya aksial sehingga cukup representatif untuk asumsi di atas Metoda Equivalent Spring Dalam metoda ini, cerucuk bambu akan dimodelkan hanya memikul gaya aksial saja dengan node to node anchor. Dalam pendefenisian elemen node to node anchor untuk cerucuk bambu di atas, diperlukan masukan parameter berupa : Tipe material : dipilih jenis elastik Kekakuan aksial, EA (kn/m) Spasi antar cerucuk, s = 1m Hotmatua Sinaga ( ) II-42

43 Propertis Cerucuk dan Matting Bambu Bambu yang akan digunakan sebagai cerucuk diasumsikan memilki diameter rata rata sebesar 100mm, dengan ketebalan dinding sebesar 8mm. Propertis material bambu dalam kondisi jenuh air yang akan digunakan adalah sebagai berikut : Modulus Young, E = 8400 Mpa = 8, kn/m 2. Berat jenis, γ = 6,0 kn/m 3 Parameter cerucuk bambu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut : Identifikasi Matting Cerucuk 1bambu/tiang Cerucuk 3bambu/tiang Momen Inersia (m 4 ) 7.18E E E-05 Luas netto (m 2 ) 1.01E E E-02 Berat ekuivalen (w e ) 6.00E E-02 EA (kn/m) 8.44E E E+05 EI (kn/m 2 ) 7.18E E+02 Tebal, d (m) Poisson ratio, n Tabel 2.7 Parameter Cerucuk Bambu Spasi 1m 2.4 KUAT GESER TANAH Pada bidang geoteknik, kekuatan tanah yang dimaksud umumnya adalah kuat geser dari tanah tersebut. Hal ini disebabkan karena kemampuan tanah untuk menahan tegangan tarik sangat kecil, bahakan dapat diasumsikan sama dengan nol. Di samping itu, beban tekanan yang bekerja pada tanah akan Hotmatua Sinaga ( ) II-43

44 menyebabkan tanah tersebut runtuh akibat geser. Kuat geser tanah merupakan parameter tanah yang sangat penting dalam suatu perencanaan konstruksi, misalnya timbunan. Analisa mengenai kuat geser tanah adalah sebagai berikut : 1. Kuat geser tanah terdiri dari dua komponen utama, yaitu frictional strength dan cohessive strength. Besarnya kuat geser ini juga bergantung dengan nilai tegangan vertikal efektif tanah. 2. Nilai c dan ø sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain : jenis tanah, kadar air, kecepatan pembebanan, kondisi drainase, sejarah tegangan, tegangan geser, regangan lateral, tegangan tegangan utama. 3. Untuk tanah berbutir kasar, tidak terjadi gaya kohesif diantara butirannya, dimana nilai c sama dengan nol. Akan tetapi apabila pada tanah ini bekerja confining stress, maka tahanan tanah terhadap geser merupakan fungsi dari confining stress tersebut atau dengan kata lain kuat geser ini akan menjadi fungsi dari beban normal yang bekerja diantara partikel. Nilai ø terdiri dari tiga komponen, yaitu : gesekan antar partikel, interlocking, dan dilatancy. 4. Untuk tanah berbutir halus, nilai ø akan sama dengan nol, sehingga kuat gesernya akan bergantung pada nilai kohesi tanah, c. Itulah sebabnya untuk tanah ini, walaupun tegangan yang bekerja sama dengan nol, tanah ini masih mempunyai kuat geser. Pada pekerjaan penimbunan di atas tanah lunak, timbunan tidak akan segera mengakibatkan peningkatan kekuatan tanah. Setelah lapisan tanah dasar terkonsolidasi akibat beban timbunan, maka kekuatan geser tanah akan bertambah. Jadi, untuk analisa stabilitas setelah penimbunan, disarankan untuk melakukan analisa tegangan total dengan menggunakan nilai kekuatan Hotmatua Sinaga ( ) II-44

45 geser yang diperoleh dari percobaan unconsolidated undrained atau unconfined compression test. Selanjutnya, untuk analisa jangka panjang, lebih baik mempertimbangkan peningkatan kekuatan tanah dengan menggunakan analisa tegangan efektif. Tegangan efektif pada tanah lunak yang tidak jenuh meningkat sesuai dengan tegangan total, maka kekuatan geser sebagai faktor yang didasrkan pada nilai tegangan total mempunyai sifat peningkatan seperti yang terlihat pada Gambar Hal ini juga belaku untuk tanah yang berada dalam keadaan tidak didrainase (undrained) sampai seluruh pori menjadi jenuh air oleh pembebanan yang terjadi. Gambar 2.13 Tegangan Karakteristik Tanah Kohesif (Nakazawa K, 2000) Untuk tanah kohesif, kenaikan kekuatan tanah adalah : C = 0.22 σ (2.32) Sebelum ada timbunan atau pembebanan : Co = C tanah asli Hotmatua Sinaga ( ) II-45

46 Setelah timbunan awal (tahap 1) : C = Co σ 1 (2.33) Setelah timbunan berikutnya (tahap 2) : C = Co σ σ 2 (2.34) Nilai akan bertambah jika tahapan timbunan semakin tinggi. 2.5 DRAINASE VERTIKAL Konsolidasi primer biasanya membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan dapat memakan waktu bertahun tahun untuk jenis tanah lempung yang memiliki permeabilitas yang kecil. Waktu ini sering kali menjadi masalah yang merepotkan dalam pekerjaan geoteknik. Oleh karena itu diperlukan solusi yang dapat mempercepat keluarnya air pori dari dalam tanah dengan menggunakan vertical drain. Gambar 2.14 Drainase Vertikal di Bawah Timbunan Hotmatua Sinaga ( ) II-46

47 2.5.1 Konsolidasi dengan Drainase Vertikal Drainase vertikal adalah suatu sistem drainase yang terdiri dari bahan yang mempunyai permeabilitas tinggi yang ditanam di dalam tanah lunak yang hendak diperbaiki, dapat berupa kolom pasir ataupun bahan buatab pabrik yang terdiri dari suatu bahan pelindung sintetis yang dapat menutupi lubang lubang atau saluran plastik. Bahan pelindung sintetis itu terdiri dari bahan non-woven polpropylene geotextile atau kertas sintetis. Bahan ini berfungsi sebagai pembatas agar partikel tanah lunak tidak masuk ke dalam saluran plastik sehingga dapat menyebabkan penyumbatan aliran air. Sedangkan lubang lubang atau saluran plastik berfungsi untuk menyediakan lintasan aliran air. Ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan drainase vertikal, yaitu : 1. Pengaruh jarak vertical drain terhadap percepatan proses konsolidasi. Jarak antar drainase vertikal ini memberikan pengaruh terhadap lintasan drainase dari air pori tanah secara horizontal. Semakin jauh jarak antar drainase vertikal ini mengakibatkan semakin jauh pula jarak yang harus ditempuh air untuk keluar sehingga proses konsolidasi semakin lama. 2 Pengaruh panjang drainase vertikal terhadap percepatan proses konsolidasi Pada proses konsolidasi, drainase vertikal hanya mempercepat proses konsolidasi pada daerah sepanjang vertical drain saja. Drainase vertikal hanya mampu memperpendek jarak aliran Hotmatua Sinaga ( ) II-47

48 drainase pada arah sepanjang aliran drainase vertikal, sedangkan untuk daerah di bawahnya hanya akan mengalami konsolidasi biasa. Pengaruh panjang dan jarak drainase vertikal terhadap waktu konsolidasi dapat dilihat pada Gambar Gambar 2.15 Pengaruh Panjang dan Jarak Drainase Vertikal Terhadap Waktu Konsolidasi Persamaan diffrensial untuk proses konsolidasi radial diturunkan sebagai berikut : u t = c 2 u u + r r r h 2 (2.35) Dimana : u = tegangan air pori rata rata akibat pembebanan pada sembarang titik t = waktu setelah tanah mengalami pembebanan r = jarak radial dari pusat drainase ke titik yang dipertimbangkan Hotmatua Sinaga ( ) II-48

49 c h = koefisien konsolidasi horizontal Sedangkan untuk konsolidasi regangan vertikal sepadan (equal vertical strain) dan ideal (tidak terdapat efek smear dan tahanan sumur), persamaannya adalah sebagai berikut : U Dimana : T h 8T (2.36) h = 1 exp F( n) = c t / D (2.37) 2 h h e F( n ) = n n n n n (2.38) ( /( 1)) ln( ) (3 1) /(4 ) n = spacing ratio = d d e w d e = diameter ekivalen dari silinder tanah d w = diameter drainase pasir Efek Smear dan Gangguan Banyak variasi dalam pemasangan drainase vertikal, namun selalu tardapat masalah pada pemasangan itu sendiri. Pemasangan drainase vertikal dapat menimbulkan gangguan pada tanah sekelilingnya. Gangguan ini tergantung pada ukuran dan bentik mandrel, struktur mikro dari tanah, dan prosedur pemasangan. Solusi yang mungkin dapat diambil adalah dengan memperkecil luas penampang mandrel, namun kekakuannya harus dipertahankan. Korelasi untuk menentukan besarnya daerah smear adalah : d s = 2-3 dm (2.39) Hotmatua Sinaga ( ) II-49

50 d w = 2(a+b)/π (2.40) Dimana : d s = diameter daerah smear d w = diameter ekivalen drainase vertikal d m = luas mandrel Detail pengaruh smear dan gangguan dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut ini : Gambar 2.16 Skema PDVP dengan pengaruh tahanan drain dan gangguan tanah (Barron, R. A, 1948) Diameter ekivalen vertikal drain dan perkiraan zona terganggu di sekeliling mandrel dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan Gambar Gambar 2.17 Diameter Ekivalen PDVP (Barron, R. A, 1948) Hotmatua Sinaga ( ) II-50

51 Gambar 2.18 Perkiraan Zona Terganggu di Sekeliling Mandrel (Barron, R. A, 1948) Pemilihan Tipe Drainase Vertikal Dalam pemilihan tipe drainase vertikal perlu diperhatikan diameter ekivalennya, kapasitas pembuangannya, fleksibilitas, dan ketahanannya. Rixner (1986) menyarankan agar diameter ekivalen yang digunakan kurang dari 50 mm. Kapasitas pembuangan yang umum digunakan adalah sama atau lebih dari 100 m 3 /thn. Pemilihan filter atau jaket pelindung harus sedemikian rupa sehingga permeabilitas yang besar dapat diperolaeh, namun dapat menghindarkan partikel tanah yang kecil masuk melewati filter tersebut. Gambar 2.19 menunjukkan hubungan antara jarak drain (S) dengan zona pengaruh draian (D). Hotmatua Sinaga ( ) II-51

52 Gambar 2.19 Hubungan Antara Jarak Drain (S) dengan Zona Pengaruh Drain (D) (Barron, R. A, 1948) Pemodelan Drainase Vertikal Dengan Finite Element Pada Tanah Lunak Sebelum menganalisis konsolidasi dengan drainase vertikal menggunakan finite element, terlebih dahulu kita harus memodelkan drainase vertikal tersebut. Mengingat bahwa daerah pengaruh drainase vertikal adalah dalam arah radial, maka tentu saja analisis yang efektif adalah dengan menganalisis dalam kondisi axisymetric. Akan tetapi dalam analisis timbunan pada tanah lunak biasanya dianalisis dalam kondisi plane strain dimana pada tiap potongan timbunan stress rate dan strain rate-nya dianggap sama. Hasil perhitungan finite element untuk kondisi plane strain dan axisymetric harus ekivalen untuk setiap titik pada masing masing lapisan tanah. Hasil ekivalen ini terlihat pada derajat konsolidasi yang dapat dihitung dari settlement ataupun excess pore pressure untuk setiap waktu pada titik titik tersebut. Hotmatua Sinaga ( ) II-52

53 2.5.5 Pemasangan (Installation) Pemasangan drainase vertikal pada lapisan tanah lunak dilakukan dengan menggunakan mandrel (selongsong baja dengan panampang tubular). Mandrel tersebut dipasang pada alat pengarah atau leader pada suatu crane. Drainase vertikal yang berada di dalam mandrel kemudian ditanamkan ke lapisan lunak sampai kedalaman tanah keras. Ujung dari drainase vertikal kemudian dijepit pada lapisan tanah keras dan mandrel kemudian diangkat ke permukaan lapisan tanah dengan meninggalkan drainase vertikal pada lapisan tanah lunak tersebut. Alat pemasangan PDVP dapat dilihat pada Gambar 2.20 di bawah ini : Gambar 2.20 Alat Pemasangan PDVP (Barron, R. A, 1948) Hotmatua Sinaga ( ) II-53

54 Gambar 2.21 Proses Pemasangan Vertical Drain 2.6 PERSAMAAN DESAIN Persamaan Desain Umum Untuk Drainase Vertikal Laju konsolidasi dalam keadaan prakompresi pada umumnya dianalisis dengan menggunakan teori konsolidasi untuk drain satu dimensi yang dikembangkan oleh Terzaghi. Persamaan tersebut adalah ρ U t v ρ = (2.41) f Dimana : U v = derajat konsolidasi rata rata dari pita drainase vertikal ρ t = penurunan konsolidasi pada waktu antara (m) ρ f = penurunan konsolidasi akhir (m) Nilai U v berkaitan dengan faktor waktu tanpa dimensi T v, yaitu : Hotmatua Sinaga ( ) II-54

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM Analisis Stabilitas dan Penurunan Timbunan pada Tanah Lunak dengan Vertical Drain, Perkuatan Bambu dan Perkuatan Geotextile Studi Kasus pada Discharge Channel Proyek PLTGU Tambak Lorok, Semarang TUGAS

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 5224 KOMPONEN PENURUNAN (SETTLEMENT) Penambahan beban di atas suatu permukaan

Lebih terperinci

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT In civil construction frequently encountered problems in soft soils, such as low bearing capacity and

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Distribusi Tegangan Dalam Tanah Berbagai cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat beban pondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/b

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUMPULAN DATA Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, pada penelitian ini parameter tanah dasar, tanah timbunan, dan geotekstil yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah pendukung merupakan salah satu aspek utama dalam bidang geoteknik terutama pada lapisan tanah

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH SOIL SETTLEMENT/ PENURUNAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH SOIL SETTLEMENT/ PENURUNAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH SOIL SETTLEMENT/ PENURUNAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENYEBAB PENURUNAN /SETTLEMENT Tanah tidak mampu mendukung

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan DAFTAR NOTASI Sci = pemampatan konsolidasi pada lapisan tanah ke-i yang ditinjau Hi = tebal lapisan tanah ke-i e 0 = angka pori awal dari lapisan tanah ke-i Cc = indeks kompresi dari lapisan ke-i Cs =

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA 2.1 Sifat Alamiah Tanah Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang mempunyai ikatan antar partikel yang lemah atau sama sekali tidak mempunyai ikatan antar partikel tanahnya, dimana

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016 KONSOLIDASI Mekanika Tanah II Konsolidasi.??? Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan RIFKI FADILAH, INDRA NOER HAMDHAN

Lebih terperinci

KERUNTUHAN AKIBAT GESER

KERUNTUHAN AKIBAT GESER KUAT GESER TANAH 1 KERUNTUHAN AKIBAT GESER Tanah umumnya runth akibat geser strip footing embankment failure surface mobilised shear resistance Pada saat runtuh, nilai tekanan (beban) sepanjang bidang

Lebih terperinci

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc.

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Kuat Geser Tanah Shear Strength of Soils Dr.Eng. gus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Keamanan atau kenyamanan struktur yang berdiri di atas tanah tergantung pada kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Pada bab sebelumnya sedikit telah kita singgung mengenai elemen dari bangunan sipil yang secara umum meliputi dua bagian utama yaitu struktur bawah (sub structure) dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghiraukan kualitas konstruksi atau kualitas pondasi nya.

BAB 1 PENDAHULUAN. menghiraukan kualitas konstruksi atau kualitas pondasi nya. BAB 1 PENDAHULUAN Semua struktur pasti mengalami beberapa settlement (penurunan tanah), tanpa menghiraukan kualitas konstruksi atau kualitas pondasi nya. Tidak banyak yang menyadari bahwa tanah yang kita

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH Yeremias Oktavianus Ramandey NRP : 0021136 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

STUDI KORELASI ANTARA TIPE GEOTEKSTIL TERHADAP TANAH DASAR YANG MEMIKUL SUATU TIMBUNAN JALAN DENGAN BEBAN YANG BERBEDA

STUDI KORELASI ANTARA TIPE GEOTEKSTIL TERHADAP TANAH DASAR YANG MEMIKUL SUATU TIMBUNAN JALAN DENGAN BEBAN YANG BERBEDA STUDI KORELASI ANTARA TIPE GEOTEKSTIL TERHADAP TANAH DASAR YANG MEMIKUL SUATU TIMBUNAN JALAN DENGAN BEBAN YANG BERBEDA MELLIANA LAYUK NRP : 0721070 Pembimbing : Ir. Herianto Wibowo, M.Sc. FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH 2006/2007 BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI

PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH 2006/2007 BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI Das, Braja M. 1985. Mekanika Tanah jilid 1. Penerbit Erlangga: Jakarta. Bab 7, Kemampumampatan Tanah, Hal. 177. 2 DASAR TEORI Telah kita ketahui bahwa ketika sebuah material

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 1. Secara umum tanah terdiri dari tiga bahan, yaitu

Lebih terperinci

ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN

ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN Sesty E.J Imbar Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi O. B. A. Sompie Dosen Pasca Sarjana Program Studi S2

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSOLIDASI PONDASI TELAPAK PADA TANAH LEMPUNG MENGANDUNG AIR LIMBAH INDUSTRI. Roski R.I. Legrans ABSTRAK

PENURUNAN KONSOLIDASI PONDASI TELAPAK PADA TANAH LEMPUNG MENGANDUNG AIR LIMBAH INDUSTRI. Roski R.I. Legrans ABSTRAK PENURUNAN KONSOLIDASI PONDASI TELAPAK PADA TANAH LEMPUNG MENGANDUNG AIR LIMBAH INDUSTRI Roski R.I. Legrans ABSTRAK Efek samping dari produk yang dihasilkan suatu industri adalah limbah industri. Dalam

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang, pembagian klasifikasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan kekakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana 4 MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement 1. Pengertian Dasar Penambahan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 154 KRITERIA KERUNTUHAN MOHR COULOMB Keruntuhan geser (shear

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

Mata kuliah MEKANIKA TANAH Dr. Ir. Erizal, MAgr.

Mata kuliah MEKANIKA TANAH Dr. Ir. Erizal, MAgr. MEKANIKA Mata kuliah semester berikutnya BAGAN ALIR GAYA ANGKAT DISTRIBUSI DIBAWAH TEGANGAN BANGUNAN AIR (8) (6) PERENCANAAN TEGANGAN EFEKTIF (7) (9) PONDASI REMBESAN AIR DALAM (5) (1) KLASIFIKASI (3)

Lebih terperinci

TEKANAN TANAH LATERAL

TEKANAN TANAH LATERAL TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal. Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding penahan tanah, dinding basement,

Lebih terperinci

UJI KONSOLIDASI (CONSOLIDATION TEST) ASTM D2435

UJI KONSOLIDASI (CONSOLIDATION TEST) ASTM D2435 UJI KONSOLIDASI (CONSOLIDATION TEST) ASTM D2435 1. LINGKUP Uji konsolidasi dilakukan pada tanah lempung atau lanau yang jenuh air berdasarkan teori Terzaghi. Khusus untuk tanah ekspansif dan tanah organik,

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang. Pembagian klasifikasi pondasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI 2.1 Konsolidasi Konsolidasi merupakan suatu proses pemampatan tanah, dan berkurangnya volume pori dalam tanah. Hal ini dapat menghasilkan bertambahnya daya dukung

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI TUGAS AKHIR DESAIN TURAP PENAHAN TANAH DENGAN OPTIMASI LETAK DAN DIMENSI PROFIL PADA LOKASI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2 Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii v ix xii xiv xvii xviii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh 786 / FT.01 / SKRIP / 04 / 2008 PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI Oleh MIRZA RIO ENDRAYANA 04 03 01 047 X DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA

BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA IV.1 DATA INDEKS PROPERTIES Data indeks properties yang digunakan adalah data sekunder dari tanah gambut Desa Tampan Riau yang diperoleh pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Perkembangan analisis stabilitas pada ilmu rekayasa geoteknik terus berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu teknik sipil. Perkembangan ini terjadi karena timbulnya masalah

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR MOTTO PERSEMBAHAN

HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR MOTTO PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR NOTASI... xiii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Di daerah Kalimantan timur memiliki tanah organic clay yang menutupi

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Di daerah Kalimantan timur memiliki tanah organic clay yang menutupi Bab I. Pendahuluan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di daerah Kalimantan timur memiliki tanah organic clay yang menutupi sebagian dari wilayahnya. Secara umum organic clay selalu mempunyai sifat-sifat

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

II. Kuat Geser Tanah

II. Kuat Geser Tanah Pertemuan II & III II. Kuat Geser Tanah II.. Umum. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis antara lain ; Kapasitas dukung tanah Stabilitas lereng Gaya dorong pada dinding penahan

Lebih terperinci

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS)

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS) Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Penentuan lapisan tanah di lokasi penelitian menggunakan data uji bor tangan dan data pengujian CPT yang diambil dari pengujian yang pernah dilakukan di sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan konstruksi sipil, tanah mempunyai peranan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan konstruksi sipil, tanah mempunyai peranan yang sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan konstruksi sipil, tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Semuanya berawal dari penyelidikan tanah dan setiap lokasi yang berbeda memiliki karakteristik

Lebih terperinci

VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan

VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan Pertemuan XI, XII, XIII VII. Penurunan VII.1 Pendahuluan Jika tanah dibebani maka akan terjadi penurunan (settlement), penurunan akibat beban ini terdiri dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara. TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI 1. : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? : butiran tanah, air, dan udara. : Apa yang dimaksud dengan kadar air? : Apa yang dimaksud dengan kadar

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

KASUS DILAPANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES KONSOLIDASI PENURUNAN PENURUNAN AKIBAT KONSOLIDASI PENURUNAN AKIBAT PERUBAHAN BENTUK TANAH

KASUS DILAPANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES KONSOLIDASI PENURUNAN PENURUNAN AKIBAT KONSOLIDASI PENURUNAN AKIBAT PERUBAHAN BENTUK TANAH TEORI KONSOLIDASI DEFINISI & ANALOGI KASUS DILAPANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES KONSOLIDASI PENURUNAN PENURUNAN AKIBAT KONSOLIDASI PENURUNAN AKIBAT PERUBAHAN BENTUK TANAH PENYEBAB PROSES KELUARNYA AIR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mendirikan bangunan di atas tanah lempung akan menimbulkan beberapa

I. PENDAHULUAN. Mendirikan bangunan di atas tanah lempung akan menimbulkan beberapa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendirikan bangunan di atas tanah lempung akan menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya daya dukung tanah dan pemampatan tanah. Daya dukung tanah lempung pada umumnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH

BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH 3.1 Konsep Perancangan Gedung bertingkat yang penulis tinjau terdiri atas 12 lantai dan 3 lantai basement, dimana basement 1 sebenarnya merupakan Sub-Basement

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN GEOTEKSTIL TERHADAP KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJURSANGKAR DI ATAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF (Dr) = ± 23%

PENGARUH KEDALAMAN GEOTEKSTIL TERHADAP KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJURSANGKAR DI ATAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF (Dr) = ± 23% PENGARUH KEDALAMAN GEOTEKSTIL TERHADAP KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJURSANGKAR DI ATAS TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF (Dr) = ± 23% Jemmy NRP : 0021122 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir,

Lebih terperinci

Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang

Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (13) 1-5 1 Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang Yulieargi Intan Tri,

Lebih terperinci

III. KUAT GESER TANAH

III. KUAT GESER TANAH III. KUAT GESER TANAH 1. FILOSOFI KUAT GESER Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Kegunaan kuat geser Stabilitas lereng σ γ γ γ Daya dukung

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perhitungan daya dukung friksi pondasi tiang pancang dan pondasi sumuran hingga saat ini masih sering menimbulkan perdebatan. Satu pihak menganggap bahwa friksi tiang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Material Geosintetik Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas, material geosintetik yang telah teruji kekuatannya

Lebih terperinci

PERENCANAAN PONDASI UNTUK TANK STORAGE DAN PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE PRELOADING SISTEM SURCHARGE DAN WATER TANK DI KILANG RU-VI, BALONGAN Nyssa Andriani Chandra, Trihanyndio Rendy Satrya, Noor Endah

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) Violetta Gabriella Margaretha Pangemanan A.E Turangan, O.B.A Sompie Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS PLAXIS

BAB III METODE ANALISIS PLAXIS BAB III METODE ANALISIS PLAXIS 3.1 UMUM Metode analisis sudi kasus tugas akhir ini menggunakan software PLAXIS 7.11. PLAXIS adalah sebuah software yang dikembangkan berdasarkan metoda elemen hingga (finite

Lebih terperinci

STUDI GERAKAN TANAH AKIBAT PEMANCANGAN TIANG FONDASI (SQUARE PILE) STUDI KASUS PADA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG BANDARA SUPADIO PONTIANAK

STUDI GERAKAN TANAH AKIBAT PEMANCANGAN TIANG FONDASI (SQUARE PILE) STUDI KASUS PADA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG BANDARA SUPADIO PONTIANAK STUDI GERAKAN TANAH AKIBAT PEMANCANGAN TIANG FONDASI (SQUARE PILE) STUDI KASUS PADA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG BANDARA SUPADIO PONTIANAK Erna Yulianti 1), Indrayani 2) Abstrak Pertumbuhan penumpang

Lebih terperinci

TEORI TERZAGHI KO K N O S N O S L O I L DA D S A I S SA S T A U T U DI D ME M N E S N I S

TEORI TERZAGHI KO K N O S N O S L O I L DA D S A I S SA S T A U T U DI D ME M N E S N I S TEORI TERZAGHI KONSOLIDASI SATU DIMENSI Teori Terzaghi tentang Konsolidasi Satu Dimensi Anggapan-anggapan Tanah homogen Tanah jenuh Butiran tanah dan air tidak dapat dimampatkan Kemampatan dan aliran hanya

Lebih terperinci

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Fondasi Rakit dan Tiang Rakit pada Timbunan di Atas Tanah Lunak

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Fondasi Rakit dan Tiang Rakit pada Timbunan di Atas Tanah Lunak Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Analisis Daya Dukung dan Penurunan Fondasi Rakit dan Tiang Rakit pada Timbunan di Atas Tanah Lunak

Lebih terperinci

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA Adriani 1), Lely Herliyana 2) ABSTRAK Jalan lingkar utara adalah daerah yang berjenis tanah rawa atau tanah lunak maka untuk melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beban akibat konstruksi di atasnya, maka diperlukan perencanaan yang

I. PENDAHULUAN. beban akibat konstruksi di atasnya, maka diperlukan perencanaan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan konstruksi sipil, tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat konstruksi di atas tanah yang

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL Muliadi Hidayat NRP: 1121042 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.T. Pembimbing Pendamping: Andrias S. Nugraha, S.T., M.T. ABSTRAK Pondasi

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Kapasitas Dukung Tanah Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari setiap konstruksi yang direncanakan diatas tanah tersebut tanpa suatu kegagalan geser dan

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA KEAMANAN DIAFRAGMA WALL MENGGUNAKAN PERMODELAN MOHR COLOUMB DENGAN PARAMETER TOTAL DAN EFEKTIF

ANALISIS ANGKA KEAMANAN DIAFRAGMA WALL MENGGUNAKAN PERMODELAN MOHR COLOUMB DENGAN PARAMETER TOTAL DAN EFEKTIF Jurnal Fropil Vol 2 Nomor 2. Juli-Desember 2014 ANALISIS ANGKA KEAMANAN DIAFRAGMA WALL MENGGUNAKAN PERMODELAN MOHR COLOUMB DENGAN PARAMETER TOTAL DAN EFEKTIF Ferra Fahriani Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Perilaku Tiang Pancang Tunggal pada Tanah Lempung Lunak di Gedebage

Perilaku Tiang Pancang Tunggal pada Tanah Lempung Lunak di Gedebage Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Vol. 3 No.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2017 Perilaku Tiang Pancang Tunggal pada Tanah Lempung Lunak di Gedebage YUKI ACHMAD YAKIN, HELDYS NURUL SISKA,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mendesain bangunan geoteknik salah satunya konstruksi Basement, diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mendesain bangunan geoteknik salah satunya konstruksi Basement, diperlukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Parameter Tanah Dalam mendesain bangunan geoteknik salah satunya konstruksi Basement, diperlukan data data tanah yang mempresentasikan keadaan lapangan. Penyelidikan

Lebih terperinci

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21 4.2.4.4 Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21 Tabel 4.17 Daya Dukung Ultimate, final set lokasi BH 21 Rult Blow Count Ton Blows / ft. 74 6.5 148 1.5 223 15.4 297 22.2 371 26.8 445 32.5 519 39.8

Lebih terperinci

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R.

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R. 3108100065 LATAR BELAKANG Pembangunan Tower Apartemen membutuhkan lahan parkir,

Lebih terperinci

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2018 Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG

STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG Study Parameters Design Stone Column For Improving Bearing Capacity and Settlement on Clay Soil

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12 Eko Nityantoro NRP : 0021011 Pembimbing : Ibrahim Surya Ir.,M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Soil Compressibility and Consolidation Settlement

Soil Compressibility and Consolidation Settlement Soil Compressibility and Consolidation Settlement SI Pengenalan Mekanika Tanah 1 Tujuan: Mengetahui bagaimana proses penurunan tanah secara konsolidasi akibat pembebanan Pengetahuan tsb. sangat pentinguntuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza.

KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza. KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza. H NRP : 0221105 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir, M.sc FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

( EARIN I G CAPA P CTY T

( EARIN I G CAPA P CTY T DAYA DUKUNG (BEARING CAPACTY) Pondasi Dangkal pondasi Pondasi Dangkal Tipikal pondasi B Q D Ekivalen pondasi permukaan Q q s = γ D Pondasi mempunyai ratio D/B < 1 Pondasi Dangkal Metoda analisis Lower

Lebih terperinci