BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat pemakiannya, dikarenakan energi listrik merupakan energi yang mudah dibangkitkan, disalurkan atau didistribusikan walaupun dengan jarak yang sangat jauh, serta dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Dan energi listrik tidak dapat menimbulkan bahaya pencemaran lingkungan hidup, proses inilah yang dinilai lebih efisien, efektif, dan ekonomis dibandingkan dengan bentuk energi yang lainnya. Petir merupakan suatu kendala yang sangat serius karena mampu merusak infrastuktur yang telah disambarnya. Besarnya arus puncak petir 60 ka sampai dengan 200 ka atau lebih, dimana sambaran petir baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan kerusakan pada menara transmisi dari satu jaringan ke satu jaringan yang lainnya. Menara transmisi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menyalurkan tegangan dari pembangkit hingga ke konsumen. Menara transmisi dalam penyaluran tegangan kadang mengalami suatu kendala gangguan,gangguan yang sering terjadi diakibatkan oleh sambaran petir. Pada daerah Jatirangun Kelapa Dua Pernah mengalami gangguan dalam penyaluran tegangan listrik akibat sambaran petir dimana daerah tersebut menggunakan menara transmisi dengan tegangan 150 kv. Maka dengan alasan-alasan tersebut penulis mengevaluasi ganguan petir pada menara transmisi 150 kv dengan mengetahui jumlah sambaran petir yang terjadi. Sehingga dapat 1

2 diketahui dengan konfigurasi menara dan susunan kawat tersebut mampu tidaknya atau dengan kata lain efesien tidaknya kawat tanah serta komponen yang lain berfungsi meredam gangguan akibat sambaran petitr 1.2. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengevaluasi jumlah sambaran petir dan jumlah gangguan petir pada menara transmisi 150 kv didaerah JATIRANGUN- KELAPA DUA PEMBATASAN MASALAH Supaya tidak terjadi permasalahan yang lebih meluas, dalam penulisan tugas akhir ini penulis membatasi ruang lingkup permasalahan yaitu: Radius Efektif Kawat Tanah Dengan Korona. Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah dan Faktor Gandengannya. Impedansi surja Menara. Nilai koefisien terusan pada menara Tegangan pada puncak menara Koefisien pantulan pada menara untuk gelombang yang dating pada puncak menara Tegangan pada isolator Luas bayang bayang listrik 2

3 1.4. METODE PENULISAN Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode-metode penelitian sebagai berikut: a. Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan, membaca, mengolah data dari buku-buku referensi, jurnal, artikel dan lain-lain yang berhubungan dengan tugas akhir ini. b. Pengambilan data di PT PLN (PERSERO) penyaluran dan pusat pengatur beban Jawa Bali region Jakarta dan Banten. c. Memformulasikan masalah dengan memasukan rumus-rumus yang akan digunakan dalam analisa. d. Menganalisa data yang didapat SISTEMATIKA PENULISAN Sebagai gambaran secara umum mengenai tugas akhir ini dan untuk mempermudah pembahasan, maka penulisan dilakukan dengan menggunakan sistematika yang terdiri atas 5 bab. Bab dua memuat tentang jaringan transmisi tegangan tinggi, saluran transmisi dan gangguannya, komponen-komponen utama dari saluran transmisi, karakteristik transmisi, sambaran petir, sambaran petir kearah menara transmisi, mekanisme terjadinya petir. Bab tiga memuat materi penelitian dan merumuskannya untuk dibahas kemudian. Bab empat memuat tentang analisa dan pembahasan dari materi data dan penelitian yang didapat dari PT PLN (persero), menganalisa dan menghitung besarnya jumlah gangguan petir. Sedangkan bab lima merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran. 3

4 4

5 BAB II JARINGAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 2.1. UMUM Saluran transmisi dalam hal ini adalah menara atau tiang gawang yang berfungsi untuk membawa tenaga listrik dari pusat-pusat pembangkit ke pusat-pusat beban melalui saluran tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi. Tingkat tegangan yang lebih tinggi selain untuk memperbesar daya hantar dari saluran berbanding lurus dengan kuadrat tegangan juga untuk memperkecil rugi-rugi daya dan jatuh tegangan pada saluran. Ada dua kategori saluran transmisi yaitu saluran udara (overhead lines) dan saluran kabel tanah (underground cable). Saluran udara menyalurkan tenaga listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada menara dan tiang transmisi dengan perantara isolator-isolator, sedang kategori menyalurkan tenaga listrik melalui kabel-kabel yang tanam permukaan tanah. Kedua cara penyaluran diatas ada untung dan ruginya. Dibandingkan saluran udara, saluran bawah tanah tidak terpengaruh oleh cuaca buruk, taufan, hujan angin, bahaya petir dan sebagainya, lagi pula saluran bawah tanah lebih indah karena tidak menggangu pemandangan. Karena alasan terakhir ini, saluransaluran bawah tanah lebih disukai, terutama untuk daerah yang padat penduduknya dan di kota-kota besar. Namun biaya pembangunannya lebih mahal dibandingkan dengan saluran udara, dan perbaikannya lebih sukar bila terjadi gangguan hubung singkat. 4

6 2.2. MACAM MACAM SALURAN TRANSMISI Saluran transmisi terdiri atas tiga macam yaitu: Saluran Transmisi Jarak Pendek Saluran Transmisi Jarak Menengah Saluran Transmisi Jarak Panjang Saluran Transmisi Jarak Pendek Saluran transmisi pendek dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawah ini. Dimana I S dan I R merupakan arus pada ujung penerima, sedangkan V S dan V R adalah tegangan saluran terhadap netral pada ujung pengirim dan ujung penerima. Rangkaian itu dapat diselesaikan seperti halnya dengan rangkaian ac seri yang sederhana. Karena tidak terdapat cabang paralel (shunt), arus pada ujung ujung pengirim dan penerima akan sama besarnya, dan I s = I R (2.1) Tegangan pada ujung pengirim adalah V = V I Z (2.2) S R + R Dimana: Z adalah zl, yaitu impedansi seri keseluruhan saluran 5

7 Gambar 2.1. Rangkaian ekivalen suatu saluran transmisi pendek Saluran Transmisi Jarak Menengah Admintansi shunt yang biasanya merupakan admintansi murni, dimasukkan dalm perhitungan untuk saluran jarak menengah. Jika keseluruhan admintansi shunt saluran dibagi dua sama besar dan ditempatkan masing masing pada ujung pengirim dan ujung penerima, rangkaian yang terbentuk dinamakan suatu π nominal. Kita akan berpedoman pada gambar 2.2 untuk menurunkan persamaan persamaan. Untuk mendapatkan suatu rumus V S kita lihat bahwa arus dalam kapasitansi pada ujung penerima adalah V Y R dan arus dalam cabang seri adalah 2 I + V Y R R 2. Jadi Y V S = VR + I R Z + VR 2 (2.3) ZY V S = + 1 VR + ZI 2 R (2.4) 6

8 Untuk menurunkan I S kita perhatikan bahwa arus dalam kapasitansi shunt pada ujung pengirim adalah memberikan V S Y, yang dengan ditambahkan pada arus dalam cabang seri 2 Y Y I S = VS + VR I R (2.5) Dengan memasukan V S, seperti diberikan pada persamaan (2.4), ke dalam persamaan (2.5) kita dapatkan I S ZY ZY = VR Y + + I R (2.6) Gambar 2.2. Rangkaian π nominal pada saluran transmisi jarak menengah 7

9 Saluran Transmisi Jarak Panjang Gambar 2.3 Saluran panjang Gambar 2.3. memperlihatkan satu fasa dan hubungan netral saluran tiga fasa. Disini tidak diperlihatkan parameter terpusat, karena kita membahas penyelesaian saluran dengan impedansi dan admintansi yang tersebar secara merata dan seragam (uniformly distributed). Diagram yang sama juga mempresentasikan saluran fasa tunggal, jika impedansi seri saluran itu adalah impedansi seri keseluruhan (loop series impedance) dari saluran fasa tunggal tersebut dan bukannya impedansi seri perfasa untuk saluran tiga fasa, sedangkan admintansi shunt adalah admintansi antar saluran untuk saluran fasa tunggal itu dan bukannya admintansi shunt ke netral pada saluran fasa tiga SALURAN TRANSMISI DAN GANGGUANNYA Tegangan pada generator besar biasanya berkisar di antara 13,8 kv dan 24 kv. Tetapi generator besar yang modern dibuat dengan tegangan yang bervariasi antara 18 kv dan 24 kv. Tidak ada suatu standar yang umum diterima untuk tegangan generator. Tegangan generator dinaikkan ke tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 115 kv dan 765 kv. Tegangan tinggi standar (high voltages-hv standard) adalah 115, 138, dan 230 kv. Tegangan tinggi ekstra (extra high voltage-ehv) adalah 345, 500, 8

10 dan 765 kv. Kini sedang dilakukan penelitian untuk pemakaian tegangan tinggi ultra (ultra high voltage-uhv) antara 1000 sampai 1500 kv. Keuntungan transmisi dengan tegangan yang lebih tinggi akan menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan transmisi (transmission capability) suatu saluran transmisi. Kemampuan ini biasanya dinyatakan dengan megavolt-ampere. Kabel transmisi di bawah tanah (underground) untuk suatu tegangan tertentu kelihatannya baru dikembangkan 10 tahun setelah saluran transmisi terbuka untuk tegangan yang sama mulai dioperasikan. Dilihat dari keseluruhan panjangnya, transimisi di bawah tanah hampir-hampir dapat diabaikan saja, tetapi pertumbuhan yang diperlihatkan cukup berarti. Pemakian kabel semacam ini kebanyakan terbatas pada daerah-daerah yang padat penduduknya atau di daerah perairan yang luas. Penurunan tegangan dari tingkat tegangan transmisi pertama-tama terjadi pada stasiun-pambantu bertenaga besar, dimana tegangan yang diturunkan ke daerah antara 34,5 kvdan 138 kv, sesuai dengan tingkat kebutuhan beban yang dibutuhkan diwilayah tersebut. Setiap kesalahan dari suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya aliran arus yang normal disebut dengan gangguan. Sebagian dari gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 kv atau lebih disebabkan oleh petir, gangguan petir mengakibatkan terjadinya percikan bunga api (flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang sebab petir ada di antara penghantar dan menara atau penyangga yang ditanahkan (grounded) menyebabkan terjadi ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi (diimbas) oleh petir untuk mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini, impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju netral -nya transformator atau generator yang diketanahkan. Gangguan 9

11 langsung dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Dengan membuka pemutus-rangkaian akan mengisolasi bagian saluran yang terganggu dari keseluruhan sistem, aliran arus lewat jalur ionisasi akan terputus dan ini memungkinkan terjadinya de-ionisasi. Setelah proses de-ionisasi dibiarkan berjalan selama kira-kira 20 siklus pemutus-rangkaian biasanya dapat ditutup kembali tanpa menimbulkan percikan ulang. Dari pengalaman pengoperasian saluran transmisi diketahui bahwa ultra high speed reclosing breakers (pemutus yang menutup kembali dengan kecepatan sangat tinggi) dapat menutup kembali dengan baik setelah terjadinya gangguan yang bermacam ragam. Pada kasus ini dimana penutupan kembali berhasil dengan baik, ternyata sebagian besar dari kegagalan disebabkan oleh kesalahan lain yang permanen., dimana penutupan kembali tetap tidak akan mungkin terjadi meskipun interval antara pembukaan dan penutupan diperpanjang terus. Kesalahan permanen dapat disebabkan oleh saluran yang terhubung ke tanah, rangkaian isolator yang pecah karena sesuatu beban, misalnya beban es, kerusakan pada menara, dan karena tidak berfungsinya alat penangkal petir. Angka-angka pengalaman menunjukkan bahwa kira-kira 70% atau 80% dari gangguan saluran transmisi adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah, yang terjadi karena flashover dari saluran saja adalah gangguan yang melibatkan sekaligus tiga fasa dan disebut gangguan tiga fasa. Gangguan lain pada saluran transmisi adalah gangguan antara dua saluran dan tanah. Arus segera yang mengalir di berbagai bagian dari suatu sistem tenaga setelah terjadinya suatu gangguan berbeda dengan arus yang mengalir beberapa siklus kemudian, yaitu sesaat sebelum pemutus-rangkaian bereaksi dan memutuskan hubungan saluran pada kedua belah titik gangguan. Pemilihan yang tepat dari pemutus-rangkaian yang akan dipakai tergantung pada dua hal, yaitu besarnya arus segera setelah terjadinya gangguan dan besarnya arus yang harus diputuskan. 10

12 Perhitungan gangguan terdiri dari penentuan besarnya arus yang mengalir diberbagai lokasi pada suatu sistem untuk bermacam-macam jenis gangguan KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA DARI SALURAN TRANSMISI Komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari: Menara transmisi atau tiang transmisi besarta pondasinya. Isolator-isolator. Kawat penghantar (conductor), dan Kawat tanah (ground wires) Menara Atau Tiang Transmisi Menara atau tiang transmisi adalah suatu bangunan penopang saluran transmisi, yang bisa berupa baja, tiang baja, tiang beton bertulang, dan tiang kayu. Tiang-tiang baja, beton dan kayu umumnya digunakan pada saluran-saluran dengan tegangan relative rendah (dibawah 70 kv) sedang untuk saluran transmisi tegangan tinggi dan ekstra tinggi digunakan menara baja, lihat gambar

13 Gambar 2.4 Menara Transmisi Menara baja dibagi sesuai dengan fungsinya, yaitu: Menara penyangga Menara sudut Menara ujung Menara percabangan Isolator-isolator Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah jenis porselin atau gelas. Menurut penggunaannya dan konstruksinya dikenal tiga jenis isolator yaitu: Isolator jenis pasak Isolator jenis pos-saluran Isolator gantung 12

14 Ketiga jenis isolator tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5 Gambar 2.5. macam-macam isolator porselin Isolator jenis pasak dan pos-saluran digunakan pada saluran transmisi dengan tegangan relaive lebih rendah (kurang dari kv), sedang isolator gantung dapat digandeng menjadi rentengan isolator yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan Kawat Penghantar Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100% (CU 100%), tembaga dengan konduktivitas 97,5% (CU 97,5%) atau aluminium dengan konduktivitas 61% (Al 61%). Kawat penghantar aluminium terdiri dari berbagai jenis dengan lambang sebagai berikut: 13

15 AAC = All-Aluminium Conductor atau suatu kawat penghantar yang seluruhnya dari aluminium. AAAC = All-Aluminim Alloy Conductor yaitu suatu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran aluminium. ACSR = Aluminium Conductor Steel Reinforced yaitu suatu kawat penghantar aluminium berinti kawat baja. ACAR = Aluminium Conductor Alloy Reinforced yaitu suatu kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran. Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi kelemahannya ialah untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari aluminium, dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat penghantar aluminium telah menggantikan kedudukan tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat aluminium digunakan campuran aluminium (aluminium alloy). Untuk saluran-saluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara dua tiang atau menara jauh (ratusan meter), dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi Kawat Tanah Kawat tanah atau ground wires juga disebut sebagai kawat pelindung ( shield wires ) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar dan kawat-kawat fasa dari sambaran petir. Jadi kawat tanah dipasang diatas kawat fasa. Sebagai kawat tanah umumnya dipakai kawat baja (steel wires). Kedudukan kawat tanah harus memenuhi beberapa persyaratan yang penting, antara lain: 14

16 Jarak kawat tanah di atas kawat fasa diatur sehingga dapat mencegah sambaran langsung pada kawat-kawat fasa. Pada tengah gawang kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api selama waktu yang diperlukan untuk gelombang pantulan negatife dari menara. Pada perisai terhadap gardu induk kawat tanah harus cukup panjang sehingga surja yang masuk dapat diredam sehingga tidak berbahaya. Ada tiga besaran transmisi yang harganya ditentukan oleh kawat tanah. Ketiga besaran tersebut adalah: Sudut proteksi Faktor gandengan Impedansi surja Sudut Proteksi Besaran sudut proteksi merupakan faktor yang sangat menentukan koefisien fungsi kawat tanah. Sudut proteksi didefinisikan sebagai sudut antara garis vertikal yang melalui kawat tanah dan garis miring yang menghubungkan kawat fasa paling luar dengan kawat tanah Faktor Gandengan Faktor gandengan menentukan besarnya tegangan yang diinduksikan kawat fasa bila sambaran petir mengenai kawat tanah atau menara. Semakin besar faktor gandengan, semakin kecil tegangan yang dipikul oleh isolator. 15

17 Impedansi Surja Kawat Tanah Besar impedansi surja kawat tanah mementukan besarnya arus yang mengalir ke menara dan besarnya faktor refleksi gelombang surja yang berasal dari menara pada saat mencapai puncak menara Tahanan Kaki Menara Untuk suatu gelombang petir tertentu konfigurasi menara dan jumlah isolator tertentu, lompatan isolator ditetntukan oleh besarnya tahanan kaki menara. Besarnya tahanan kaki menara didefinisikan sebagai perbedaan tegangan kaki menara dengan suatu titik yang letaknya cukup jauh dari kaki menara, ini ditentukan dengan bentuk fisik dan tahanan jenis tanah. Untuk arus surja, tahanan yang digunakan ialah tahanan menara terhadap arus impuls surja. Besar tegangan yang ditimbulkan oleh lompatan balik sangat tergantung pada besarnya tahanan kaki Panjang Gawang Jumlah gangguan cenderung bertambah dengan panjang gawang, ini disebabkan panjang lintasan yang parallel dengan juga semakin panjang Jumlah Isolator Besar tegangan sangat ditentukan oleh sistem pentanahan yang digunakan. Banyak isolator yang digunakan telah mengalami pengetesan impuls dengan gelombang standar 1,2 x 50 (IEC), 1 x 40 (Jepang), 1 x 50 (Jerman dan Inggris) dan 1,5 x 40 (AIEE). 16

18 Mengingat bahwa surja yang menyambar sistem transmisi terdiri atas sejumlah gelombang impuls yang bisa non standar, maka seharusnya ada koreksi terhadap besar tegangan lompatan impuls. Koreksi disini ialah koreksi terhadap pengaruh keadaan-keadaan udara yang berbeda dengan keadaan standar karena pengaruh udara yang meliputi pengaruh tekanan udara, suhu, dan kelembaban KARAKTERISTIK TRANSMISI Pada tahap pertama perkembangan teori tentang mekanisme sambaran petir terhadap sistem transmisi diperkirakan sambaran tidak langsung yang merupakan penyebab utama terjadinya gangguan. Pengamatan lebih lanjut (Fertesque 1938, Mc Can dan Wagner 1942) menyimpulkan bahwa tegangan yang dihasilkan oleh pelepasan muatan awan petir disekitar sistem transmisi terlalu rendah, untuk dapat menimbulkan lompatan api pada isolator sistem tegangan tinggi, karena itu untuk sistem diatas 66 kv, hanya serangan langsung saja yang memungkinkan terjadinya gangguan. Gangguan yang disebabkan sambaran langsung dapat terjadi dengan dua cara yaitu: Karena tidak efektifnya sistem perlindungan yang diberikan kawat tanah (shielding failure) dan yang terkena sambaran langsung dalam hal ini ialah kawat fasa. Dikarenakan lompatan balik (back flashover) dalam hal ini petir menyambar kawat tanah atau puncak menara dan tahanan kaki menara. Tegangan pada isolator yang dihasilkan pada peristiwa ini dapat melampaui BIL isolator. Gangguan tipe pertama sangat ditentukan oleh letak kawat tanah terhadap kawat fasa sangat tinggi terhadap menara dan BIL isolator. Gangguan tipe kedua ditentukan oleh 17

19 berbagai faktor antara lain: besar tahanan kaki menara, konfigurasi tiang, BIL isolator, lebar gawang, impedansi surja kawat tanah dan faktor gandengan kawat tanah. Parameter-parameter transmisi yang perencanaannya ditentukan oleh karakteristik petir hanyalah jumlah dan letak kawat tanah SAMBARAN PETIR Serangan petir kearah tanah atau objek yang tidak begitu tinggi, selalu diawali dengan pelepasan muatan petir ke tanah. Untuk bangunan yang sangat tinggi seperti menara, pelepasan muatan dilakukan oleh menara tersebut. Pelepasan muatan petir yang oleh mata biasa terlihat berupa kilatan (flash) tunggal sebenarnya terdiri atas sejumlah komponen yang disebut sambaran (stroke). Komponen-komponen ini bergerak secara berurutan, tetapi mempunyai sifat yang berbeda, dan merambat melalui lintasan yang sama. Untuk jarak waktu antara dua komponen yang berurutan sebesar 0,0005 detik sampai 0,5 detik. Suatu aliran perintis (pilot streamer) yang besarnya hanya beberapa ampere mendahului komponen sambaran pertama, kilatan yang dihasilkan tidak begitu terang dan kecepatannya sekitar 2 x 10-3 kecepatan cahaya. Majunya aliran perintis diikuti oleh stepped leader yang kecepatannya kira-kira 1/6 kecepatan cahaya dan setiap lompatan berjarak 50 meter. Ketika sambaran ke bawah hampir mencapai tanah, sering terlihat aliran pendek atau connecting leader. Selanjutnya dari tanah timbul sambaran balik (return stroke) kea rah atas yang terang sekali. Dengan mengikuti lintasan sambaran ke bawah, sambaran balik ini menuju awan. Muatan yang dilepaskan ke tanah akan menimbulkan arus yang besar sekali yaitu sekitar 10 3 ampere sampai 2 x 10 5 ampere. Arus inilah yang dimaksud arus surja petir. 18

20 Prosese pertama yaitu terjadinya sambaran ke bawah yang memerlukan waktu cukup lama sekitar 2 x 10 4 mikro detik, sedangkan proses selanjutnya yaitu proses timbulnya sambaran balik yang memakan waktu 50 mikro detik sampai 100 mikro detik. Tabel 2.1 perbandingan sambaran awan ke awan dan awan ke tanah daerah musim Ng/Nc referensi sedang 1,5 pierce (1995) subtropis 3 Mac Kenras (1979) subtropis 4 Horner (1965) tropis 9 Aija and Sonde (1965) tropis 6 Horner (1965) Dalam tabel 2.2. diperlihatkan jumlah hari guruh untuk beberapa Negara berikut kerapatan kilat yang terjadi dalam daerah tersebut. 19

21 Tabel 2.2. Relasi empiris antara kerapatan sambaran kilat dan hari guruh tahunan no lokasi kerapatan sambaran petir N (per km. kwadrat per tahun) penyidik 1 India 0,10 IKL Aiya (1968) 2 Rhodesia 0,14 IKL Anderson dan Jenner(1954) 3 Afrika Selatan 0,023 (IKL)¹ ³ Anderson - Eriksson (1954) 4 Swedia 0,004 (IKL)² Muller - Hillebrand (1964) 5 Inggris (UK) a = 2,6 ± 0,2 x 10 ³ stringfellow (1974) 6 USA (bag.utara) 0,11 IKL Horn & Ramsey (1951) 7 USA (bag.selatan) 0,17 IKL Horn & Ramsey (1951) 8 USA 0,1 IKL Anderson (1968) 9 USA 0,15 IKL Brown & Whitehead (1969) 10 Russia 0,036 (IKL) kolokolov & pavlova (1972) 11 Dunia (iklim sedang) 0,19 IKL brooks (1950) 12 Dunia (iklim sedang) 0,15 IKL golde (1966) 13 dunia (iklim tropis) 0,13 IKL brooks (1950) 20

22 2.7. SAMBARAN PETIR KEARAH MENARA TRANSMISI Pertama kali diduga gangguan pada system transmisi banyak disebabkan peristiwa induksi, karena serangan petir didaerah sekitar saluran transmisi, menunjukan hanya serangan langsung saja yang dapat menimbulkan gangguan. Dan dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini. Gambar 2.6 Tegangan Induksi Petir (a) (b) medan listrik awan dan tanah, dan muatan kawat tanah gelombang berjalan Kerapatan Petir Frekuensi kerapatan petir dalam suatu daerah sangat ditentukan oleh faktor geografis daerah tersebut. Daerah yang beriklim tropis seperti di Indonesia mempunyai tingkat frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Ukuran umum yang digunakan telah menunjukan jumlah guruh yang terjadi ialah ISO keraunic level (IKL) atau Thunder Day (hari guruh). Di pulau Jawa hari guruh diperkirakan antara 9 sampai dengan 200. Dalam perhitungan transmisi yang paling penting ialah dengan mengetahui jumlah sambaran kilat yang menyambar saluran transmisi. Sambaran kilat yang terjadi dapat 21

23 berupa sambaran kilat antara awan yang yang satu dengan awan yang lain atau sambaran dari suatu awan menuju ke tanah. Masing-masing mempunyai jumlah yang diberi notasi Ng dan Nc. Mendekati khatulistiwa harga Ng semakin tinggi dan perbandingan Ng dan Nc semakin besar. Untuk daerah beriklim sedang harganya berkisar 1,2 sampai dengan 2, dan untuk daerah beriklim tropis berkisar 6 sampai dengan MEKANISME TERJADINYA PETIR downward negative upward positive Gambar 2.7 Proses terjadinya sambaran petir a) sambaran perintis negatif muatan b) muatan positif terbentuk dan berkumpul di permukaan tanah Petir merupakan hasil pemisahan muatan listrik secara alami di dalam awan-awan badai. Di dalam terjadi pemisahan muatan di mana beberapa teori menyatakan bahwasannya di dalam awan, kristal es bermuatan positif, sedangkan titik-titik air bermuatan negatif. Mekanisme selanjutnya ialah petir yang diawali dengan pengembangan sambaran perintis (stepped downward leader). Gerakan ke tanah ini bertahap sampai dekat ke tanah, sehingga muata negatif yang dibawa oleh stepped 22

24 leader tersebut memperbesar induksi muatan positif di permukaan tanah, akibatnya antara gradient tegangan antara dasar awan dengan tanah semakin besar. Apabila akumulasi muatan ini saling tarik-menarik, maka muatan positif dalam jumlah yang besar akan bergerak ke atas menyambut gerakan stepped leader yang bergerawak ke bawah, akhirnya terjadi kontak pertemuan antara keduanya. Gerakan ke atas muatan positif membentuk suatu streamer yang bergerak ke atas (Upward moving streamer), atau yang lebih popular disebut sebagai sambaran balik (Return stroke) yang menyamakan beda potensial seperti dapat dilihat pada gambar Proses Terjadinya Petir Proses terjadinya petir dapat dijelaskan di bagian berikut a. Leader dan streamer bertemu pada lompatan akhir sekitar m. b. Return stroke melalui jalur yang sudah terionisasi c. Total muatan yang di pindahkan sekitar coulomb dalam detik d. Petir ikutan melalui jalur yang sama Formasi dasar terjadinya petir Langkah-langkah terjadinya petir yaitu: a. Terjadinya pembentukan muatan negative di dalam awan b. Terjadinya peningkatan kuat medan listrik c. Muatan positif akan terbentuk dan berkumpul di permukaan tanah d. Terjadi ionisasi yang mengakibatkan petir melangkah e. Petir dari awan trus melangkah ketanah f. Kuat medan pada ujung strukturdi atas tanah terus meningkat g. Terjadinya muatan positif yang kuat dari atas struktur di tanah h. Aliran muatan bergerak cepat menuju ke awan 23

25 i. Aliran muatan positif ke atas bertemu dengan ujung lidah yang melangkah ketanah j. Membentuk alur muatan listrik yang di namakan dengan return stroke k. Terlihat cahaya petir 2.9. GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI Sebab-sebab dari gelombang berjalan yang diketahui saat ini ialah: Sambaran kilat secara langsung pada kawat. Sambaran tidak langsung pada kawat (induksi). Operasi pemutusan (switching operation). Busur tanah (arcing ground). Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan Tegangan sistem. Semua macam sebab-sebab diatas menimbulkan surja tegangan dan surja arus. Dari sudut energi dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan oleh penyuntikan energi secara tiba-tiba pada kawat. Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari kontanta-konstanta kawat. Pada kawat di udara, kecepatan merambat kira-kira 300 meter per μdet. 24

26 2.10. BENTUK DAN SPESIFIKASI GELOMBANG BERJALAN Bentuk umum suatu gelombang berjalan dapat dilihat pada gambar 2.8. dibawah ini. Gambar 2.8. Spesifikasi Gelombang Berjalan Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan adalah sebagai berikut: Puncak (crest) gelombang, E (kv) yaitu amplitude maksimum dari gelombang berjalan. Muka gelombang, t 1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak dalam gambar 2.8 diambil dari 10%E sampai 90%E. Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak. Panjang gelombang, t 2 (mikrodetik) yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor gelombang. Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih lebih dalam tahun Pada saat ini gelombang berjalan telah diselidiki pada: Kawat tunggal Kawat majemuk 25

27 Dan kecepatan majemuk dari gelombang berjalan Bagian terbesar dari studi mengenai gangguan pada system transmisi ialah gelombang berjalan yang membahas mengenai sumber gelombang, karakteristik gelombang, serta keadaan pada titik peralihan dari kawat transmisi. Tabel Arus puncak kilat dan sering terjadinya. Arus Puncak Kilat ( ka ) Seringnya Terjadi ( % ) Sampai Data Untuk SUTT sampai 230 kv 200 atau lebih

28 BAB III GANGGUAN KILAT PADA MENARA 3.1. Hal hal Yang Perlu Diperhatikan Untuk Mengetahui Jumlah Gangguan Kilat Pada Menara Saluran Transmisi Untuk menghitung gangguan kilat pada menara, diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi gangguan tersebut, yaitu diantaranya gangguan karena lompatan api balik (back flaschover). Untuk perhitungan lompatan api balik (back flashover) besar tegangan yang diterapkan V diambil 1,8 kali tegangan lompatan api isolator pada 2 udet. Besar tegangan lompatan api dari rentengan isolator dapat diperoleh dengan menggunakan rumus dibawah ini. K 2 V % = K 1 + x KV 0,75 t (3.1) Dimana : K 1 = 0,4 W K 2 = 0,71 W W t = panjang rentengan isolator, meter = waktu tembus atau waktu lompatan api, udet Radius Efektif Kawat Tanah Dengan Korona Pada umumnya kawat tanah terdiri dari kawat tunggal, jadi radius dari amplop korona (corona emvlope) itu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : 27

29 2h1 R ln = R V E 0 (3.2) Dimana : R h t V E o = radius amplop korona, meter = tinggi kawat di atas tanah pada menara, meter = tegangan yang diterapkan kawat, kv = batas gradient korona, harga E o biasanya diambil 1500 kv/meter Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah Dan Faktor Gandengannya Perhitungan implementasi surja kawat tanah dibedakan menjadi 2 macam yaitu keadaan bila tidak ada korona dan bila terjadi korona. Pada pembahasan ini penulis hanya menguraikan tentang bila terjadi korona. Maka didapat persamaan sebagai berikut : 1. Bila terjadi Korona Z g 2ht 2ht = 60 ln ln untuk satu kawat tanah (3.3) r R Z 11 + Z Z 12 g = untuk dua kawat tanah (3.4) 2 28

30 Dimana : Z g Z 11 Z 12 = impedasi surja sendiri ekivalen dari dua kawat tanah, ohm = impedansi surja sendiri dari satu kawat tanah = impedansi surja bersama dari dua kawat tanah = 60 In b12 a12 R = radius amplop korona dari kawat tanah, meter r = radius kawat tanpa korona, meter h t = tinggi rata-rata kawat untuk SUIT Faktor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa diberikan persamaan : K Z a1 a2 = untuk dua kawat tanah (3.5) Z 11 + Z + Z 12 K Z a1 = untuk satu kawat tanah (3.6) Z 11 29

31 Gambar 3.1 gambar potongan saluran transmisi Penghitungan Impedansi surja Menara Untuk menghitung nilai impedansi surja menara terlebih dahulu melihat bentuk dari menara itu sendiri. Karena itu janis menara yang akan kita bahas adalah dengan menggunakan tipe A, dan menggunakan rumus sebagai berikut : ( h + r2) Zt = In 2 r (3.7) 30

32 Nilai Koefisien Terusan Puncak Menara Untuk Gelombang Yang Dalam Dari Dasar Menara Bila koefisien terusan ini digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien pantulannya dengan menggunakan rumus dimisalkan terusan pada puncak menara untuk gelombang yang dalam dari dasar menara diberi symbol a dan symbol b untuk pantulannya. a = Z 2Z g g + 2Z t (3.8) Dimana koefisien pantulnya : b = a 1 (3.9) Tegangan Pada Puncak Menara Biasanya tegangan pada puncak menara akan naik seiring dengan terjadinya sambaran kilat untuk mengetahui nilai tegangan pada puncak menara adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : e = Z g Z t I s kv Z + 2Z 1 g (3.10) Dimana : I s = arus kilat, ka 31

33 Perhitungan Koefisien Pantulan pada Menara Untuk Gelombang yang datang dari puncak Menara Dimisalkan dengan symbol d, jadi koefisien pantulan d dapat dihitung sebagai berikut : d = R Z R + Z t t (3.11) Dimana : R = tahanan kaki menara Tahanan kaki pada menara sepanjang menara sepanjang saluran transmisi selalu berbeda-beda, maka perhitungan dilakukan dengan tahanan kaki menara yang ada di wilayah perhitungan tersebut Tegangan Pada Isolator Tegangan pada isolator dihitung nilainya untuk mengetahui nilai kecuraman arus kilat V 1 = e 0 (1-K) tc X + de C 2h1 X tc C + de h1 + x ( b Ka) tc c d 2 be h1 x1 4h1 + x 0 tc + d 2be0 ( b Ka) tc c c 4 1 (3.12) + d 3 b 2 e 6h1 _ x ht + x1 0 tc + d b e0 ( b Ka) tc c c 32

34 Gambar Diagram Tangga untuk menghitung tegangan Isolator 33

35 Mencari Besar Nilai Daerah A Yang Dilindungi Kawat Tanah Saluran transmisi di atas tanah dapat membentuk bayang-bayang listrik pada tanah yang berada di bawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya menyambar tanah di dalam bayang-bayang itu sama sekali tidak menyambar saluran. Maka lebar bayangan listrik dari suatu saluran transmisi dapat dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini: Gambar 3.2. Lebar Jalur Perisai Terhadap Sambaran Petir Maka lebar bayang bayang adalah: W = + ( b 4h 1, 09 ) (3.13) Dan luas yang bayang-bayang atau daerah yang dilindungi dapat dihitung dengan persamaan : A = 0,1 + 1,09 2 ( b 4h ) km per100 km saluran (3.14) 34

36 Menghitung Jumlah Sambaran Kilat Jumlah sambaran kilat N L yang mungkin menyambat kawat transmisi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : N L = 0,015 IKL (b+4h 1,09 ) sambaran per 100 km per tahun ( 3.15 ) Menghitung Gangguan Kilat Pada Menara Untuk menghitung jumlah gangguan kilat pada menara terlebih dahulu diketahui probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api atau arus susulan (power follow current) yang menimbulkan gangguan : Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT): η =0, 85 Pada saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dan saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) : η =1, 0 Dengan anggapan bahwa jumlah sambaran pada menara 60% dari seluruh sambaran, maka jumlah gangguan pada menara N 1 : N t = 0,85 x 0,6 x N L x P FL untuk SUTET ( 3.16 ) N t = 1,0 x 0,6 x N L x P FL untuk SUTUT ( 3.17 ) 35

37 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA 4.1. UMUM Saluran transmisi dalam hal ini adalah menara atau tiang gawang dimana keberadaannya sangat berguna dalam menyalurkan tegangan baik dari wilayah satu ke wilayah satunya maupun dari jaringan tinggi hingga ke jaringan yang berkapasitas rendah untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan tegangan. Saluran transmisi untuk jaringan tinggi ini terbuat dari besi yang dirancang khusus beserta alat-alat yang dipasang trafo maupun pengaman lainnya yang berupa pengaman lampu untuk lintas udara, pengaman petir. Hal ini dipakai karena bentuk tiang yang sangat tinggi. Saluran transmisi mempunyai alat pengaman berupa kawat tanah, kawat tersebut dipasang dibagian atas menara untuk melindungi menara atau kawat fasa dari sambaran petir yang bisa mengakibatkan gangguan transmisi atau gangguan penyaluran tegangan ke jaringan berikutnya. Pada saluran transmisi ini ada yang dipasang satu kawat tanah dan dua kawat tanah tergantung dari macam atau bentuk saluran transmisi atau menara yang dipakai pada daerah tersebut. Saluran transmisi sebagai penyalur juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai penyangga penghantar dan sebagai penarik penghantar supaya tetap terjaga penghantar pada tanah. 36

38 4.2. SALURAN TRANSMISI 150 KV WILAYAH JATIRANGUN-KELAPA DUA Data data saluran transmisi 150 kv yang ada dilapangan di wilayah Jatirangun Kelapa Dua adalah sebagai berikut: 1.Prosedur Perhitungan Kilat Pada Menara Dari data-data yang diperoleh dari lapangan, maka yang pertama harus dilakukan adalah dengan mengetahui data teknis kawat transmisi, jumlah sambaran kilat ke bumi sebanding dengan jumlah hari guruh pertahun atau dengan kata lain ISO kerunic level (IKL) di tempat itu, mengetahui nilai impedansi surja kawat yang ada pada menara, dan mengetahui faktor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa serta mengetahui bentuk susunan kawat tanah dan susunan kawat fasa. 2.Data Teknis Menara Transmisi 150 kv Susunan menara transmisi ini menggunakan 2 kawat tanah. Jarak antara kawat tanah satu dengan yang satunya adalah 11 m, kawat fasa terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Kawat fasa atas Kawat fasa tengah Kawat fasa bawah Berdasarkan jarak dengan tanah, jarak antara kawat fasa atas dengan kawat fasa atas lainnya adalah 11 m, jarak antara kawat fasa tengah yang satu dengan kawat fasa tengah lainnya adalah 17,1 m, jarak antara kawat fasa bawah dengan kawat fasa bawah lainnya adalah 11,5 m, serta jarak antara kawat tanah dengan kawat fasa paling atas 5,8 m, jarak antara kawat fasa atas dengan kawat fasa tengah adalah 7,5 m, jarak antara kawat fasa 37

39 tengah dengan kawat fasa bawah adalah 7,35 m, sedangkan jarak antara kawat fasa bawah dengan tanah adalah 22,20 m dan tinggi menara transmisi 42,85 m. untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 kawat-kawat dan menara 38

40 4.3. PERHITUNGAN IMPEDANSI SURJA KAWAT TANAH DAN FAKTOR GANDENGAN Untuk mengetahui nilai impedansi surja kawat maka harus mengetahui nilai tegangan lompatan api kritis V50 % dengan menggunakan muka gelombang kilat pada 2 μ det. Sehingga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.1) K 2 3 V2μ det = K1 + x10 kv 0,75 t 0,71x panjang rentengan isolator = 0,4 x panjang rentengan isolator + x10 waktu tembus atau lompa tan api isolator, det μ 3 0,71 x 2,5 = 0,4 x 2,5 + x10 0,75 2 = ( 1+ 1,056) x = 2,056 x10 3 = 2056 kv Dengan mengetahui hasil perhitungan sebesar 2056 kv nilai tegangan nilai lompatan api kritis kritis V50 % dengan menggunakan muka gelombang kilat pada 2 μ det.maka nilai tersebut digunakan untuk memperoleh besar atau kecil nilai tegangan yang akan diterapkan pada isolator Tegangan Yang Diterapkan V Pada Isolator Untuk menentukan tegangan yang diterapkan pada isolator digunakan ketentuan sebagai berikut dengan menggunakan persamaan (3.1) V =1,8 x tegangan lompatan api isolator 2 μdet 39

41 = 1,8 xv2 μ det = 1,8 x 2056 = 3700 kv Dari perhitungan tegangan yang diterapkan pada isolator adalah sebesar 3700 kv perolehan nilai tersebut untuk mengetahui nilai radius efektif kawat tanah Radius Efektif Kawat Tanah Dengan Korona Untuk perhitungan radius korona dengan kawat tanah harga Eo yang dipakai adalah sebesar 1500 kv/meter yang umum dipakai, maka radius korona kawat tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.2) 2ht R ln R = V Eo R ln ( 2 x 42,85) 3700 = 1500 kv 85,7 R ln = 2,4 kv R R = 0,46 Radius korona kawat tanah dari perhitungan diketahui sebesar 0,46 m Dengan menggunakan rumus pada persamaan (3.3) maka kita dapat mengetahui impedansi surja dengan satu kawat tanah Z = Z = 60 2h h r h 2h R 40

42 Dimana: h = 42,85 r = 0,5 cm = 0,005m R = 0,46 Z 11 = Z 22 = 60 ln 2h ln r 2h R = 60 ln 2 x 42,85 ln 0,005 2 ( 42,85) 0,46 = 60 ln x ln 186,3 = 60 9,749 x 5,23 = 60 50,9 = 428 ohm Impedansi surja dengan satu kawat tanah nilainya adalah 428 ohm, angka ini untuk perhitungan menentukan nilai pada factor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah. 41

43 4.4. Menghitung Faktor Gandengan Antara Kedua Kawat Tanah Dengan Melihat Data Dari Menara Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan gambar potongan saluran transmisi yang dapat dilihat pada gambar (3.1) Z 11 b = 60 ln a = 60 ln 11 = 60 ln 7,7 = 122 ohm Dengan diketahui nilai faktor gandengan antara kedua kawat tanah maka impedansi surja kawat tanah adalah: Zg = = = ohm nilai impedansi surja kawat tanah untuk menentukan tegangan puncak menara.dimana nilai impedansi surja kawat tanah 272 ohm. 42

44 Faktor gandengan antara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah Kc = Zc Z Zc Z 2 12 bc Zc 60 ln 1 1 = ac 1 = 60 ln ( 85,7 20,65) 20,65 = 60 ln 65,05 20,65 = 60 ln ( 3,150) = 68,8 ohm Zc 2 = 60 ln 66 23,6 = 60 = 60 ln ( 2,796) x 1,028 = 61,7 ohm Penghitungan diatas dengan menggunakan gambar potongan saluran transmisi didapat nilai sebesar 68,8 ohm dan 61,7 ohm dengan diketahui nilai nilai tersebut maka besar factor gandengan anatara kawat tanah dengan kawat fasa paling bawah adalah : Kc = 68, ,7 428 = 130,5 550 = 0,24 43

45 Angka diatas diperlukan untuk penghitungan yang dilakukan untuk mengetahui tegangan pada isolator Impedansi Surja Menara Jenis A Perhitungan impedansi surja menara jenis A dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.7) Zt 2 2 ( h r ) + = 30 ln 2 2 r 2 ( 42,85) ( 5) + = 30 ln ,1 25 = 30 ln = 30 ln = 30 ln 1861, ,2 25 = 30 ln 148,8 = 150 o0hm Dengan diketahui nilai pada impedansi surja menara jenis A sebesar 150 ohm maka koefisien terusan a dapat diketahui Koefisien Terusan a dan Koefisien Pantulan b Koefisien terusan a dihitung untuk menentukan nilai besar tegangan pada isolator dengan menggunakan persamaan (3.8), maka nilai koefisien terusan a adalah: 44

46 a = Z 2 Z g g + 2 Z t = 2 x ( 150) 544 = 0, Koefisien terusan a diketahui maka besar koefisien pantulan b dapat dihitung dengan persamaan (3.9), yaitu: b = a 1= 0,95 1 = 0,048 Nilai negative menunjukan suatu arah arus dimana arah arus sebenarnya ke bawah yang dipantulkan ke atas yang berlawanan dengan arah arus sebenarnya Tegangan Puncak Menara Tegangan puncak menara dihitung untuk menentukan besar nilai tegangan pada isolator dengan menggunakan persamaan (3.10), maka e = Z Z g g Z t + 2 Z t Is e = e o t 45

47 Dimana: e o = 272 x ( 150) Io T kv I T 0 = arus puncak kilat dalam ka = muka gelombang kilat dalam μ det = 272 x = = 7100 I o T Besar kecil nilai pada tegangan puncak menara mempengaruhi hasil perhitungan tegangan pada isolator.semakin besar nilai hasil perhitungan pada tegangan puncak menara semakin besar pula nilai tegangan pada isolator Koefisien Pantulan Pada Dasar Menara Untuk R = 20 ohm Nilai koefisien pantulan pada dasar menara ini juga digunakan untuk menentukan nilai tegangan pada isolator dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.11) R Z d = R + Z t t = = 0,76 46

48 47 Nilai negative ini menunjukan pengurangan nilai sebesar 0,76 pada arus pantulan dengan menggunakan R = 20 ohm Menghitung Tegangan Pada Isolator Dari persamaan (3.12). Perhitungan ini Dilakukan Untuk Semua Besar Arus Kilat dan Muka Gelombang Kilat. Misal pada tegangan untuk arus kilat 100 ka dan muka gelombang 1,0 μdet untuk fasa C dan A ( ) ( ) ( ) = c ht T Ka b c X c ht T b d c ht T Ka b c X c ht T b d c ht T Ka b c X c ht T d T K e V o i ) ( Dimana: a = 0,95 b = - 0,048 d = - 0,76 K c = 0,24

49 20,65 X 1 = panjang kawat fasa paling rendah dengan kawat tanah = m = 0,068 μ det 300 c = 300 μdet 1- K = 0,76 ; b-ka = (- 0,048) (0,23) = -,028 ; ht = 42,85 m = 0,143 μdet h t 2 c X c 1 = 2 ( 0,143 0,068) = 2 = 0,15 ( 0,075) 2 ht 2 c X c 1 85,7 = 2 0, = 2 = 2 ( 0, ) ( 0,2176) = 0,435 3ht 2 c X c 1 128,55 = 2 0, = 2 = 2 = 0,75 ( 0,429 0,068) ( 0,3605) 48

50 Dengan diketahui nilai nilai diatas yaitu nilai pantulan cepat rambat gelombang dari puncak menara untuk tegangan isolator. Untuk T = 1,0 μdet: Jadi : ht T 2 c X c 1 = 1 0,15 = 0,85 2ht T 2 c X c 1 = 1 0,435 = 0,565 3ht T 2 c X c 1 = 1 0,72 = 0,28 2ht 2 T = 1 c ( 42,85) 300 = 1 0,285= 0,715 4ht T c 4 = 1 ( 42,85) 300 = 1 0,571 = 0,429 6ht 6 T = 1 c ( 42,85) 300 = 1 0,857 = 0,143 Nilai diatas mengetahui nilai pantulan cepat rambat gelombang dengan muka gelombang kilat 1,0 mikro detik.penghitungan ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan tegangan pada isolator. 49

51 V V V = 7100 = 7100 = ( 0,76) + [ 0,76( 0,85 + ( 0,23) )]( 0,715) + ( 0,76 )( 0,048)( 0,565) + ( 0,23) [ ] 3 2 ( 0,429) + ( 0,76 )( 0,048 )( 0,28) + ( 0,23)( 0,143) [ 0,76 + {( 0, ,125) }] + [( 0,0156) + ( 0,00276) ] + ( 0, ,000033) { 0,76 + ( 0,251) + ( 0,01284) + ( 0,00025) } = 7100 = 7100 ( 0,76 0,53) ( 0,226) = 1604 kv Penghitungan tengangan pada isolator diketahui nilainya 1604 kv dari angka tersebut dipakai sebagai panduan bila tegangan isolator ini lebih kecil dari tegangan yang diterapkan pada isolator sebesar 3880 kv maka tidak terjadi lompatan bunga api pada isolator. 50

52 Data probabilitas gangguan kilat pada menara saluran ganda dengan R= 20 ohm dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Data Probabilitas Gangguan Kilat muka gelombang kilat T μdet seringnya terjadi probabilitas gangguan 0,5 7% 0,3% 1,0 23% 0,4% 1,5 22% 0,4% 2,0 48% 0,8% Maka probabilitas lompatan api dari saluran transmisi ganda adalah sebagai berikut: P FL adalah jumlah probabilitas lompatan api dari saluran transmisi ganda. P FL ( 0,07 x 0,003+ 0,23 x 0, ,22 x 0, ,48 0,006) = x = ( 0, , , ,0028) = 0,0048 Dari data data table yang ada didapat hasil untuk jumlah probabilitas lompatan api dari saluran transmisi ganda sebesar 0,0048 yang akan menentukan jumlah gangguan kilat pada menara. 51

53 4.10. Luas Bayang-Bayang Listrik A Luas bayang-bayang listrik A dihitung untuk menentukan nilai jumlah sambaran kilat dengan menggunakan persamaan (3.14). 1,09 2 ( b + 4h ) km per km saluran A= 0,1 100 Dimana: b h = 11 meter, jarak rentengan antar kawat tanah dengan kawat fasa = tinggi rata-rata kawat tanah di atas tanah = ht 2/3 andongan, kawat fasa terhadap kawat tanah dan kawat fasa. h = ht 2 3 x 7 h = 42, x 7 = 38,2 m Jadi luas bayang-bayang listrik A adalah A= 0,1 11 = 0,1 11 1,029 ( + 4 x ( 38,2 ) ( + 4 x53) = 22,3 km 2 per100 km saluran 52

54 Luas bayang bayang listrik menara tipe A sebesar 22,3 km 2 per 100 km saluran.jadi luas bayangan yang dapat dilindungi kawat tanah dengan perisainya sebesar 22,3 km 2 per 100 km saluran Jumlah Sambaran Kilat Jumlah sambaran kilat diketahui nilainya untuk menentukan besar jumlah nilai pada gangguan kilat dimenara dengan persamaan (3.15). N L = N x A = 0,15 IKL x A = 0,15 x100 x 22,3 = 334,5 = 335 sambaran per100 km tahun Jadi Jumlah Gangguan Kilat Pada Menara Dengan menggunakan persamaan (3.16) maka didapat jumlah gangguan kilat pada menara adalah: N t = 0,85 x 0,6 x N L x P FL N t = 0,85 x 0,6 x 335 x 0,0048 = 0,82 gangguan per100 km tahun 53

55 Jadi dengan mengetahui jumlah sambaran petir dalam 100 km pertahun pada saluran transmisi yaitu sekitar 335 sambaran per100 km pertahun. Maka jumlah sambaran petir yang terjadi adalah sekitar 0,82 gangguan per 100 km pertahun. Dengan menggunakan data data yang ada pada menara, didapat hasil dari perhitungan dengan menggunakan teori gelombang berjalan, dimana dapat ketahui besarnya jumlah ganguan kilat pada menara transimisi yaitu sebesar 0,82 gangguan per 100 km pertahun. Angka tersebut hasil perhitungan yang telah dilakukan pada saluran transmisi 150 kv Jatirangun Kelapa Dua adalah kurang dari satu, kenyataanya bahwa satu tahun dalam 100 km tidak terjadi gangguan pada menara saluran transmisi. 54

56 BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Dari pembahasan dan perhitungan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Dari penghitungan dengan menggunakan data data menara saluran transmisi diperoleh hasil besarnya jumlah gangguan kilat pada menara saluran transmisi yaitu sebesar 0.82 gangguan per 100 km tahun hal ini menunjukan bahwa angka tersebut tidak adanya gangguan kilat karena hasil angka yang didapat dari perhitungan tersebut dibawah batas angka terjadinya gangguan kilat dimana nilai besar jumlah gangguan kilat adalah satu SARAN Dilihat dari bentuk dan konfigurasi menara saluran transmisi yang sangat tinggi dengan jumlah hari guruh pertahun di daerah Jakarta dan sekitarnya sangat besar maka tidak menutup kemungkinan kawat tanah akan mengalami masalah dalam fungsinya sebagai perisai perlindungan terhadap petir.dengan hasil analisa data data yang ada dan penghitungan didapat nilai yang tidak menunjukkan gangguan pada 100 km tahun, maka disarankan pada daerah lain yang menara transmisinya sering mengalami gangguan pada saluran transmisi 150 KV untuk memakai susunan kawat dan konfigurasi menara seperti yang telah dianalisa dan dihitung keandalannya. 55

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut BAB II DASAR TEORI II.1 Hari Guruh Tahunan Isokreaunic Level (I kl ) Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang A II ITEM ALUAN TANMII ( 2.1 Umum ecara umum saluran transmisi disebut dengan suatu sistem tenaga listrik yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang dibawa oleh konduktor melalui

Lebih terperinci

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI Seperti kita ketahui bahwa kilat merupakan suatu aspek gangguan yang berbahaya terhadap saluran transmisi yang dapat menggagalkan keandalan dan keamanan sistem tenaga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Saluran Transmisi Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation ( gardu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian Skripsi ini antara lain adalah: 1. Studi literatur, yaitu dengan cara menelaah, menggali, serta mengkaji

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Transmisi Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik ke gardu induk.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR II.1 Umum Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di

BAB I PENDAHULUAN. Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem arus bolak balik (a.c. system) dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1885, ketika George Westinghouse membeli patent patent Amerika yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK Hendra Rudianto (5113131020) Pryo Utomo (5113131035) Sapridahani Harahap (5113131037) Taruna Iswara (5113131038) Teddy Firmansyah (5113131040) Oleh : Kelompok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Gardu Induk 150 KV Teluk Betung Tragi Tarahan, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. B. Data Penelitian Untuk mendukung terlaksananya

Lebih terperinci

Vol.3 No1. Januari

Vol.3 No1. Januari Studi Penempatan Arrester di PT. PLN (Persero) Area Bintaro Badaruddin Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana JL. Raya Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta, 11650 Telepon: 021-5857722

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Fenomena Petir Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover oleh : Putra Rezkyan Nash 2205100063 Dosen Pembimbing : 1. I G N Satriyadi H,ST,MT. 2. Dr.Eng.I Made Yulistya N,ST,M.Sc.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin II. TINJAUAN PUSTAKA A. Petir 1. Proses Pembentukan Petir Petir merupakan suatu peristiwa peluahan muatan listrik di atmosfir. Pada suatu keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat gerakan angin

Lebih terperinci

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S. OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.T, MT ABSTRAK Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan

Lebih terperinci

ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv

ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv JETri, Volume 8, Nomor, Februari 009, Halaman 1-0, ISSN 141-037 ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv Syamsir Abduh & Angga Septian* Dosen

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR 2.1. UMUM Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini dapat terjadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi dan Laboratorium Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP Oleh : Augusta Wibi Ardikta 2205.100.094 Dosen Pembimbing : 1. I

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR 3.1 Konsep Dasar Sistem Tenaga Listrik Suatu system tenaga listrik secara sederhana terdiri atas : - Sistem pembangkit -

Lebih terperinci

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017 Dielektrika, [P-ISSN 2086-9487] [E-ISSN 2579-650X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017 ANALISA SISTEM PROTEKSI PETIR (LIGHTNING PERFORMANCE) PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV SENGKOL-PAOKMOTONG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PLN (Persero) merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia tenaga listrik, salah satu bidang usahanya yaitu sistem distribusi tenaga listrik.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik dapat menyebabkan terhentinya pelayanan

Lebih terperinci

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH Yuni Rahmawati, ST* Abstrak: Untuk menganalisis besar tegangan maksimum yang terjadi pada jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam penyaluran dan pemanfaatannya. Energi listrik dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk energi

Lebih terperinci

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR 2.1 Pendahuluan Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa

Lebih terperinci

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract Pemanfaatan energi listrik secara optimum oleh masyarakat dapat terpenuhi dengan

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Listrik saat ini merupakan sebuah kebutuhan pokok yang tak tergantikan. Dari pusat kota sampai pelosok negeri, rumah tangga sampai industri, semuanya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR GELOMBANG BERJALAN DAN PEMBUMIAN (PENTANAHAN)

BAB II TEORI DASAR GELOMBANG BERJALAN DAN PEMBUMIAN (PENTANAHAN) BAB II TEORI DASAR GELOMBANG BERJALAN DAN PEMBUMIAN (PENTANAHAN) 2.1 Gelombang Berjalan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih dalam

Lebih terperinci

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad 23 BAB III PERALATAN PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH 3.1 Pendahuluan Gangguan tegangan lebih yang mungkin terjadi pada Gardu Induk dapat disebabkan oleh beberapa sumber gangguan tegangan lebih. Perlindunga

Lebih terperinci

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM :

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM : STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM : 050422035 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

Lebih terperinci

Bab 4 SALURAN TRANSMISI

Bab 4 SALURAN TRANSMISI Bab 4 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Rahmawati, Sistem Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Gardu Trafo SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Yuni Rahmawati, S.T., M.T., Moh.Ishak Abstrak: Gangguan tegangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Saluran Transmisi ( 1, 5, 7 ) Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat pembangkit listrik, saluran-saluran transmisi, dan sistem-sistem distribusi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEOR. Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup besar pada sistem tenaga listrik. Banyak sekali studi, pengembangan alat dan desain sistem perlindungan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling

Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling e-jurnal Teknik Elektro dan Komputer (201) 1 Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling M. S. Paraisu, F. Lisi, L. S. Patras, S. Silimang Jurusan Teknik Elektro-FT.

Lebih terperinci

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK 86 Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.2 ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK Tegangan lebih adalah

Lebih terperinci

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 3 SALURAN TRANSMISI Bab 3 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tenaga listrik dibangkitkan pada dalam pusat-pusat pembangkit listrik (power plant) seperti PLTA, PLTU, PLTG, dan PLTD lalu disalurkan melalui saluran transmisi setelah

Lebih terperinci

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 3 SALURAN TRANSMISI Bab 3 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini. Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan (ohm) Titik A Titik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 2014 dengan mengambil tempat di Gedung UPT TIK UNILA. 3.2

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI 1 BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem penyaluran tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik ke konsumen (beban), merupakan hal penting untuk

Lebih terperinci

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA 3.1. Pendahuluan Setiap bahan isolasi mempunyai kemampuan menahan tegangan yang terbatas. Keterbatasan kemampuan tegangan ini karena bahan isolasi bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petir atau halilintar merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan dimana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan yang beberapa saat

Lebih terperinci

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan Teknologi Elektro, Vol.15, No.1, Januari - Juni 016 7 Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan I W. A. Teja Baskara 1, I G. Dyana Arjana, I W. Rinas 3 Abstract Ground wire

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN TUGAS AKHIR - RE 1599 STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN ARIMBI DINAR DEWITA NRP 2202 109 044 Dosen Pembimbing Ir.Soedibyo, MMT. I Gusti Ngurah Satriyadi

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator, BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK II.1. Sistem Tenaga Listrik Struktur tenaga listrik atau sistem tenaga listrik sangat besar dan kompleks karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik

Lebih terperinci

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri Proteksi Terhadap Petir Distribusi Daya Dian Retno Sawitri Pendahuluan Sambaran petir pada sistem distribusi dapat menyebabkan kerusakan besar pada kabel overhead dan menyuntikkan lonjakan arus besar yang

Lebih terperinci

BAB II SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI. Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana

BAB II SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI. Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana BAB II SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI 2.1 Petir atau Halilintar Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan

Lebih terperinci

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN Oleh : Nina Dahliana Nur 2211106015 Dosen Pembimbing : 1. I Gusti Ngurah Satriyadi

Lebih terperinci

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc SUTT merupakan instalasi yang sering terjadi sambaran petir karena kontruksinya yang tinggi dan berada pada lokasi yang

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR Penentuan Lokasi Pemasangan Lighting Masts pada Menara Transmisi... (Agung Nugroho, Abdul Syakur) PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH Eykel Boy Suranta Ginting, Hendra Zulkarnaen Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI Nama kelompok 1 : Ridho ilham 2016330024 Romi eprisal 2015330008 Yuri ramado 2015330005 Rawindra 2015330007 A. KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI Sistem penyaluran tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372 ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE Syamsir Abduh Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas

Lebih terperinci

DAMPAK GEJALA MEDAN TINGGI PADA TRANSFORMATOR AKIBAT EFEK KORONA

DAMPAK GEJALA MEDAN TINGGI PADA TRANSFORMATOR AKIBAT EFEK KORONA DAMPAK GEJALA MEDAN TINGGI PADA TRANSFORMATOR AKIBAT EFEK KORONA Di Susun Oleh : Kelompok 2 1. AdityaEka 14.03.0.020 2. AnggaPrayoga. S 14.03.0.048 3. HasbiSagala 14.03.0.011 4. MuhammadIqbal 14.03.0.040

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki BAB II DASAR TEORI 2.1 Isolator Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki tegangan dan juga tidak bertegangan. Sehingga bagian yang tidak bertegangan ini harus dipisahkan

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET

BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET SUTET atau Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi merupakan media pendistribusian listrik oleh PLN berupa kabel dengan tegangan listriknya dinaikkan hingga mencapai 500kV

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan BAB II TEGANGAN TINGGI 2.1 Umum Pengukuran tegangan tinggi berbeda dengan pengukuran tegangan rendah, sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan tinggi yang akan

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Perilaku Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv Menggunakan Metode Burgsdorf

Analisa Pengaruh Perilaku Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv Menggunakan Metode Burgsdorf 29 JURNAL TEKNIK ELEKTRO ITP, Vol. 7, No. 1, JANUARI 2018 Analisa Pengaruh Perilaku Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv Menggunakan Metode Burgsdorf Erhaneli*, Afriliani Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI 11 BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem jaringan distribusi tenaga listrik dapat diklasifikasikan dari berbagai segi, antara lain adalah : 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK Sudut Lindung Menara Transmisi Dan Gardu Induk Proteksi Sistem Tenaga EP3076 Disusun Oleh : Bryan Denov (18013003) Aulia

Lebih terperinci

Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik

Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik 247 Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik Aeri Rachmad, Teknik Multimedia & Jaringan, Universitas Trunojoyo Madura, Bangkalan

Lebih terperinci

ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV

ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV TUGAS AKHIR RE 1599 ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV IKA PRAMITA OCTAVIANI NRP 2204 100 028 Dosen

Lebih terperinci

Dasman 1), Rudy Harman 2)

Dasman 1), Rudy Harman 2) PENGARUH TAHANAN KAKI MENARA SALURAN TRANSMISI 150 KV TERHADAP TEGANGAN LEBIH TRANSIENT AKIBAT SURJA PETIR DENGAN MENGGUNAKAN ELEKTROMAGNETIC TRANSIENTS PROGRAM (EMTP) (GI KILIRIANJAO GI MUARO BUNGO )

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG Wahyu Arief Nugroho 1, Hermawan 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV Fariz Dwi Pratomo NRP 2209105044 Dosen Pembimbing IG Ngurah Satriyadi Hernanda, ST, MT Dr.

Lebih terperinci

DASAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI. HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI 2009

DASAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI. HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI 2009 DASAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI 2009 Tegangan listrik Tegangan atau beda potensial antara dua titik, adalah usaha yang dibutuhkan untuk membawa muatan satu coulomb dari

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM :

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM : TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI (STUDI KASUS TRANSMISI 150 KV TITI KUNING-BRASTAGI) Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan

Lebih terperinci

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI Hal LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tinjauan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENDAHULUAN Energi listrik pada umumnya dibangkitkan oleh pusat pembangkit tenaga listrik yang letaknya jauh dari tempat para pelanggan listrik. Untuk menyalurkan tanaga listik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, industri, dan perumahan.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, industri, dan perumahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan tenaga listrik diberbagai wilayah di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, industri, dan perumahan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tegangan Lebih Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada hubungannya dengan tenaga atau arus listrik, maka perlu diperhatikan keadaan peralatan itu pada waktu

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. berlangsung secara aman dan efisien sepanjang waktu. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menyalurkan listrik secara

BAB I LATAR BELAKANG. berlangsung secara aman dan efisien sepanjang waktu. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menyalurkan listrik secara BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Pendahuluan Kebutuhan akan energi listrik yang handal dan kontinyu semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan beban. Penyaluran energi listrik diharapkan dapat berlangsung secara

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG Taruna Miftah Isnain 1, Ir.Bambang Winardi 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan A. SALURAN TRANSMISI Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. saluran udara (overhead lines); saluran transmisi

Lebih terperinci

LUQMAN KUMARA Dosen Pembimbing :

LUQMAN KUMARA Dosen Pembimbing : Efek Polaritas dan Fenomena Stres Tegangan Sebelum Kegagalan Isolasi pada Sela Udara Jarum-Plat LUQMAN KUMARA 2205 100 129 Dosen Pembimbing : Dr.Eng I Made Yulistya Negara, ST,M.Sc IG Ngurah Satriyadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan

Lebih terperinci

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR Yang dibimbing oleh Slamet Hani, ST., MT. Disusun oleh: Nama : Daniel Septian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gelombang berjalan juga dapat ditimbulkan dari proses switching atau proses

BAB I PENDAHULUAN. gelombang berjalan juga dapat ditimbulkan dari proses switching atau proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit listrik pada umumnya dihubungkan oleh saluran transmisi udara dari pembangkit menuju ke pusat konsumsi tenaga listrik seperti gardu induk (GI). Saluran transmisi

Lebih terperinci

5 Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5 Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem terpadu yang terbentuk oleh hubungan-hubungan peralatan dan komponen - komponen listrik, seperti generator,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Abstrak Evaluasi surja arrester dengan simulasi pemodelan sambaran langsung pada kawat fasa SUTT 150 kv Double Circuit yang menimbulkan efek kegagalan perlindungan(shielding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Oleh karena itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Oleh karena itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Oleh karena itu Indonesia memiliki iklim tropis, kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki hari guruh rata-rata

Lebih terperinci

MITIGASI GANGGUAN TRANSMISI AKIBAT PETIR PADA PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPT TANJUNG KARANG

MITIGASI GANGGUAN TRANSMISI AKIBAT PETIR PADA PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPT TANJUNG KARANG 1 MITIGASI GANGGUAN TRANSMISI AKIBAT PETIR PADA PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPT TANJUNG KARANG Handy Wihartady, Eko Prasetyo, Muhammad Bayu Rahmady, Rahmat Hidayat, Aryo Tiger Wibowo PT. PLN (Persero)

Lebih terperinci

BAB III LIGHTNING ARRESTER

BAB III LIGHTNING ARRESTER BAB III LIGHTNING ARRESTER 3.1 Pengertian Istilah Dalam Lightning Arrester Sebelum lebih lanjut menguraikan tentang penangkal petir lebih dahulu penyusun menjelaskan istilah atau definisi yang akan sering

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1 Umum BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Kehidupan moderen salah satu cirinya adalah pemakaian energi listrik yang besar. Besarnya pemakaian energi listrik itu disebabkan karena banyak dan beraneka

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting dalam menunjang kehidupan sehari hari. Kebutuhan akan energi listrik tersebut selalu meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Tentang Petir Petir adalah sebuah cahaya terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan-awan atau awan ke tanah. Biasanya terjadi,

Lebih terperinci

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ. PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA CONDOTEL BOROBUDUR BLIMBING KOTA MALANG Priya Surya Harijanto¹, Moch. Dhofir², Soemarwanto ³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ² ³Dosen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan terdapat jatuh tegangan (voltage drop) yang besarnya sebanding dengan panjang saluran. Penggunaan

Lebih terperinci

KOORDINASI ISOLASI. By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009

KOORDINASI ISOLASI. By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009 KOORDINASI ISOLASI By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009 KOORDINASI ISOLASI (INSULATION COORDINATION) Koordinasi Isolasi : Korelasi antara daya isolasi alat-alat dan rangkaian

Lebih terperinci