BAB II STUDI PUSTAKA. Indra Susatyo Bagja Munggaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI PUSTAKA. Indra Susatyo Bagja Munggaran"

Transkripsi

1 BAB II STUDI PUSTAKA II.1. Umum Parkir merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari suatu proses perjalanan dengan menggunakan kendaraan, dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan harus disimpan di suatu tempat, sementara pengendaranya melakukan beberapa urusan, misalnya urusan pribadi, keperluan umum, rekreasi, atau pelayanan. Kebutuhan akan parkir ditimbulkan oleh adanya penghentian kendaraan selama penumpang melakukan berbagai kegiatan di luar kendaraan. Maka ketersediaan ruang untuk parkir sangat penting untuk dapat memberikan kelancaran proses perjalanan tersebut. Kebutuhan lahan parkir sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan kendaraan pribadi. Dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi akan meningkatkan kebutuhan lahan parkir. Pengelolaan parkir sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan parkir yang semakin meningkat, namun hal ini sering dibatasi oleh ketersediaan lahan untuk parkir.namun pengelolaan parkir yang baik tidak hanya terpaku pada penyediaan lahan parkir kendaraan, tetapi juga kepentingan terhadap jaminan keamanan kendaraan, agar pemilik kendaraan merasa aman dan nyaman dalam menggunakan fasilitas parkir. Dalam permasalahan parkir di bandara, letak bandara yang jauh dari wilayah komersial lainnya menjadikan banyaknya penggunaan kendaraan pribadi bila kendaraan umum yang melayani rute dari dan menuju bandara tidak baik tingkat pelayanannya. Bandara biasanya terletak dalam sebuah kawasan khusus yang hanya memiliki fungsi khusus. Sehingga kapasitas dan letak parkir bandara harus direncanakan dengan baik agar ketersediaan lahan parkir mencukupi permintaan ruang parkir. Sebagian besar bandara pada dewasa ini, kebutuhan akan parkir mobil menjadi persoalan yang penting dan membutuhkan pemikiran yang dominan dalam membuat rancangan bandara. Pertimbangan utama dalam merencanakan lokasi parkir kendaraan untuk penumpang pesawat adalah jarak berjalan kaki (walking distance) sedemikian rupa hingga sependek mungkin, maka penempatan mobil sedekat mungkin ke pintu masuk gedung terminal penumpang. Volume dan karakteristik pemakai lahan parkir, memainkan peran penting di dalam merencanakan fasilitas lahan parkir. 4

2 II.2. Perencanaan Parkir Terminal Penumpang II.2.1. Pengertian Dasar Kebutuhan Parkir Dalam setiap proses perjalanan, setiap kendaraan harus diparkir ketika penumpang ataupun pengemudi harus melakukan aktifitas di luar kendaraan tersebut. Oleh karena itu jelas tempat parkir sangat dibutuhkan dalam sistem lalu lintas. Beberapa pengertian mengenai tempat parkir berikut ini mempunyai maksud yang relatif sama, yaitu: i. Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu yang lama atau sebentar tergantung kendaraan dan kebutuhannya (Buku Peraturan Lalu Lintas). ii. Parkir adalah tempat memberhentikan kendaraan angkutan/barang (bermotor maupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu. iii. Parkir adalah berhentinya kendaraan untuk beberapa saat atau dalam jangka waktu yang lama sesuai dengan kebutuhan pengendaranya. Maka, secara sederhana kebutuhan parkir dapat diartikan sebagai kebutuhan akan lahan untuk memarkir sejumlah kendaraan selama durasi waktu tertentu. Dalam Tugas Akhir ini, parameter yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan parkir diambil dari perkiraan jumlah penumpang pesawat yang dianalisa dengan berbagai faktor perencanaan. II.2.2. Jalan Akses Jalan masuk ke bandara bukan saja diperlukan oleh penumpang pesawat, tetapi juga oleh para pengguna bandara lainnya, seperti: karyawan, pengunjung, truk-truk pengangkut barang dan kegiatan lain sehubungan dengan pengguna bandara. Semua moda angkutan darat harus dipertimbangkan. Statistik menunjukkan bahwa mobil pribadi adalah kendaraan terbanyak yang dipakai masuk ke bandara, termasuk di dalamnya penumpang dan karyawan. Kecenderungan ini akan terus berlanjut di masa depan, walaupun telah tersedia angkutan massal yang terus dikembangkan dari dan ke bandara. Meskipun barang yang diangkut pesawat berkembang cepat, lalu lintas truk ternyata bukan penyumbang utama bagi kepadatan lalu lintas. Pada beberapa bandara, perjalanan yang dilakukan oleh karyawan bandara bahkan lebih besar dari lalu lintas mobil yang dikendarai oleh penumpang pesawat. Hal ini tergantung ukuran dan fasilitas pendukung pada bandara itu. Langkah awal untuk memperkirakan lalu lintas darat oleh penumpang pesawat adalah perkiraan perjalanan udara di masa depan. Itu sebabnya dibutuhkan sekali adanya perkiraan 5

3 distribusi harian dari jumlah penumpang yang dibagi dalam penumpang datang dan penumpang berengkat terutama pada jam sibuk setiap harinya. Langkah berikutnya memperkirakan Modal Split (memecahnya kebutuhan angkutan) di antara moda-moda angkutan darat yang tersedia yaitu mobil pribadi, taksi, dan angkutan massal. Sesudah memperkirakan modal split perlu memperkirakan tingkat keterisian (occupancy) tiap-tiap jenis angkutan itu (misalnya 2 penumpang tiap mobil pribadi). Setelah itu, dapat ditentukan jumlah kendaraan yang dibutuhkan oleh jumlah penumpang pesawat. Sebagaimana diterangkan sebelumnya, lalu lintas darat yang disebabkan oleh karyawan sepanjang jam-jam sibuk dapat melebihi yang dihasilkan oleh penumpang dan pengunjung. Rupanya ini bisa dipertimbangkan untuk membuat jalan akses bagi karyawan yang terpisah dari jalan akses penumpang. Karyawan biasanya mempunyai pattern (pola) asal dan tujuan yang berbeda dengan penumpang, hal ini berpengaruh kepada kebutuhan jalan masuk. Analisa menunjukkan bahwa tidak timbul hubungan yang konsisten antara jumlah karyawan bandara dan jumlah tahunan penumpang pesawat. Ketika jumlah lalu lintas memasuki bandara telah diketahui, sangat perlu untuk merancang sirkulasi lalu lintas kendaraan di areal bangunan terminal dengan baik, apabila tidak ingin terjadi kemacetan. Sirkulasi lalu lintas kendaraan di bandara secara umum diatur dengan lalu lintas satu arah, putaran arah jarum jam (karena letak kemudi mobil di Indonesia berada di sebelah kanan) dengan penempatan bangunan terminal di kiri pengemudi. Jalan harus cukup lebar agar mobil bisa mendahului bila yang lain sedang menurunkan penumpang. Petunjuk arah untuk mencapai terminal penumpang yang datang dan berangkat dan fasilitas lain harus cukup besar, jelas, dan jumlahnya cukup, serta mengundang perhatian. II.2.3. Macam-Macam Parkir Macam-macam parkir diklasifikasikan menjadi beberapa bagian menurut beberapa parameter berikut ini, yaitu: II Parkir Menurut Letak Penempatan Kendaraan Menurut letak penempatan kendaraan terhadap badan jalan, parkir dibagi menjadi: i. Parkir di Badan Jalan (on-street parking) Parkir jenis ini menggunakan sebagian lebar jalan untuk tempat parkir kendaraan. Parkir jenis ini kurang baik diterapkan pada lahan dimana mempunyai tingkat intensitas tinggi karena akan mengganggu lalu lintas yang ada dengan mengurangi lebar jalan sehingga akan menimbulkan kemacetan lalu lintas bila tidak diatur dengan baik dan benar. ii. Parkir di Luar Badan Jalan (off-street parking) Parkir jenis ini menggunakan lahan parkir tertentu di luar badan jalan, baik di pelataran terbuka ataupun di dalam bangunan yang khusus disedikan untuk lahan perpakiran. Off- 6

4 street parking dapat berupa taman parkir ataupun bangunan parkir. Taman parkir biasanya terdapat pada lahan terbuka pada pusat kota ataupun dipinggir kota, selain itu taman parkir juga bisa digunakan sebagai lahan hijau untuk pendukung penghijauan kota. Bangunan parkir biasanya terdapat di pada pusat kota dimana lahan terbuka untuk parkir kendaraan tidak banyak,biasanya berupa bangunan bertingkat tinggi maupun parkir di bawah tanah. Lokasi dan rancangan dari parkir di luar jalan harus dapat menimbulkan perhatian khusus bagi pemarkir yang akan menggunakannya, dalam bentuk kemudahan akses, sirkulasi, parkir, jarak berjalan dan kembali, serta jalan keluarnya. Selain menyediakan ruang parkir, tempat parkir di luar jalan akan menawarkan suatu keamanan dari kerusakan dan pencurian, dan dapat pula menyediakan fasilitas-fasilitas yang lain, seperti misalnya pencucian dan perawatan (service). Untuk mengantisipasi dan untuk menghindarkan timbulnya tempat-tempat parkir liar di luar jalan, dalam setiap membangun gedung, baik berupa gedung pemerintahan maupun swasta khususnya maka diwajibkan menyediakan ruang parkir yang memadai sesuai standar peraturan yang telah ditentukan berdasarkan luas dan lebar lantai bangunan yang tersedia. II Parkir Menurut Statusnya Menurut status kepemilikan dan pengelolaan suatu lahan parkir dibagi menjadi: i. Parkir Umum Merupakan perparkiran yang menggunakan tanah-tanah, jalan-jalan, lapangan yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah. ii. Parkir Khusus Perpakiran yang menggunakan tanah-tanah yang dimiliki dan dikelola oleh pihak nonpemerintah. II Parkir Menurut Jenis Kendaraan Pembagian parkir menurut jenis kendaraan yang menggunakan lahan parkir tersebut adalah seperti berikut: i. Parkir untuk kendaraan beroda dua tidak bermesin (sepeda) ii. Parkir untuk kendaraan beroda dua bermesin (sepeda motor) iii. Parkir untuk kendaraan beroda empat (mobil penumpang) iv. Parkir untuk kendaraan beroda empat atau lebih (mobil non-penumpang) II.2.4. Pengguna Fasilitas Perparkiran Kendaraan penumpang (mobil) merupakan alat angkutan utama untuk penumpang angkutan udara dan pengunjung bandara. Fasilitas parkir bagi mobil penumpang sangat penting untuk 7

5 bandara. Walaupun penggunaan angkutan umum dari dan ke bandara dikembangkan, namun penggunaan kendaraan pribadi akan masih tetap berpengaruh di masa depan. Sebagian besar bandara pada dewasa ini, kebutuhan akan parkir mobil menjadi persoalan yang penting dan membutuhkan pemikiran yang dominan dalam membuat rancangan bandara. Pertimbangan utama di dalam merencanakan lokasi parkir kendaraan untuk penumpang pesawat adalah jarak jalan kaki sedemikian rupa hingga sependek mungkin, maka penempatan mobil sedekat mungkin ke pesawat. Volume dan karakteristik pemakai lahan parkir, memainkan peran penting di dalam merencanakan fasilitas lahan parkir. Setiap kelas masyarakat pengguna lahan parkir mempunyai kebutuhan yang berbeda, tergantung kepada tingkatan dan kepentingannya di bandara. Lahan parkir di bandara digunakan untuk: a. Penumpang pesawat dan VVIP, b. Pengunjung yang menemani penumpang, c. Pengunjung bandara untuk rekreasi, d. Karyawan bandara, e. Taksi, tempat penyewaan mobil, f. Orang yang berkepentingan dengan usaha di bandara. Lahan parkir untuk karyawan bandara sebaiknya dipisahkan secara khusus. Lokasi parkir ditempatkan sedekat mungkin dengan fasilitas tempat bekerjanya. Parkir untuk penyeewaan mobil tidak perlu dekat dengan bangunan terminal, tetapi harus disediakan ruangan bagi mobil yang telah dipesan di dekat pintu masuk maupun keluar untuk drop-off maupun dropin. Lapangan parkir umum disediakan untuk penumpang, penjemput, dan orang-orang yang rekreasi di bandara (penonton). Survey yang diadakan di bandara-bandara di AS menunjukkan bahwa hampir 80% pemarkir kendaraan memarkir 3 jam atau kurang. Parkir kurang dari 2 jam dikategorikan sebagai parkir short term, parkir selama 2-5 jam dikategorikan medium term, dan lebih dari 5 jam disebut long term. Dalam perencanaan bandara prioritas diberikan kepada parkir medium term, sehingga hanya memerlukan lapangan parkir yang tidak terlalu luas. Proyeksi-proyeksi kebutuhan lapangan parkir di masa depan pada umumnya dibuat dengan metode korelasi terhadap proyeksi pertumbuhan lalu lintas udara, biasanya penumpang pesawat. 8

6 Tabel 2.1 Klasifikasi Kode Pengguna Tempat Parkir Contoh Pengguna class code Perkiraan Rata-Rata Durasi Parkir Parkir untuk penyewa, pekerja,dan universitas (umumnya parkir dalam jangka waktu seharian penuh). 1 >5 jam Parkir di perkotaan, tempat olahraga, pusat hiburan, hotel, motel, parkir pengunjung bandara (umumnya medium term parking ) jam Pusat perbelanjaan, departement stores, supermarket, rumah sakit, medical centres (umumnya short term parking). 3 <2 jam Parkir untuk orang cacat 4 Sumber: Young (1991) II.2.5. Desain Pelataran Parkir Dalam mendesain pelataran parkir, ukuran-ukuran yang baik dan kemudahan sirkulasi dianggap lebih penting daripada mencoba untuk memaksa menyelipkan sedikit tambahan ruang parkir ke dalamnya. Ukuran-ukuran dan topografi daerah sering akan menentukan rancangan yang terbaik untuk tempat parkir tersebut, khususnya jalan masuk dan keluar yang disediakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain lahan parkir adalah sebagai berikut: 1. Ukuran ruang parkir, kereb, dan lebar gang parkir. Prinsipnya sama seperti untuk parkir di jalan; pada prakteknya ruang parkir sejajar jarang digunakan mengingat hal ini akan menggunakan ruang yang lebih banyak daripada parkir bersudut, tetapi pemilihan terhadap pengaturan tersebut akan tergantung pada dimensidimensi yang tersedia pada daerah tersebut. 2. Sistem sirkulasi, lebar jalan, kelandaian, radius belokan, ruang bebas atas. Ruang sirkulasi tidak boleh digunakan untuk parkir dan harus diperkecil. Kecepatan dan kapasitas dapat diperkirakan dari pertimbangan-pertimbangan praktis, kapasitas rencana harus tergantung pada arus yang dihasilkan dari volume parkir dan lamanya parkir. Yang diperlukan dalam mendesain sistem sirkulasi adalah sebagai berikut: i. Kendaraan-kendaraan harus berjalan menurut arah jarum jam, mengingat hal ini akan memberikan garis pandangan yang terbaik kepada pengemudi. ii. Sistem 1 arah memperkecil konflik dan menghindarkan terjadinya kemacetan. 9

7 iii. Lebar gang parkir tergantung pada sudut parkir, yang selanjutnya tergantung pada ukuran daerah, topografi, dan lokasi jalan masuk dan keluar yang dihasilkan. iv. Gang parkir dua arah dapat disetujui, bila ruang parkir memiliki sudut masuk sebesar 90 ; untuk sudut masuk kurang dari 90, maka gang parkir 1-arah lebih dipilih dengan tiap gang-nya tidak boleh memiliki lebih dari 30 ruang parkir tanpa adanya suatu gang parkir yang memotong. v. Radius belokan harus kecil, tetapi harus diingat bahwa apabila ada satu kendaraan saja yang mogok, maka hal ini akan menimbulkan persoalan yang besar. vi. Ruang bebas atas biasanya dibatasi hingga 2,25 m. Rambu peringatan harus diletakkan pada titik-titik masuk. vii. Sistem elevator dapat digunakan, tetapi hanya akan efektif bila keterbatasan ruang tinggi dan lamanya parkir cukup panjang. 3. Pengaturan masuk dan keluar, karcis dan pembayaran. Pintu masuk dan keluar harus ditempatkan sejauh mungkin dari persimpanganpersimpangan jalan dan harus memiliki jarak pandangan yang memadai. Daerah masuk dan keluar membutuhkan desain yang hati-hati untuk kapasitas dan geometrik, khususnya jika suatu parkir kendaraan cepat menjadi penuh atau menjadi kosong. Jalan masuk ke tempat parkir biasanya termasuk penyerahan parkir yang dicetak waktunya. Hal ini dapat dikerjakan secara manual atau dengan pintu penghalang otomatis, dan saat meninggalkan tempat parkir tersebut, karcis tersebut diserahkan ke suatu gardu parkir dan biaya parkirnya dibayarkan. Jika biaya tersebut tetap, tidak peduli lamanya parkir, maka hal ini dapat dibayarkan pada gardu pintu masuk saja dan gardu pintu keluar menjadi tidak diperlukan. Gardu karcis harus ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari kendaraankendaraan agar tidak terjadi antrian pada jalan umum. Panjang antrian dapat diramalkan dan panjang daerah antrian yang cukup memadai di luar jalan harus disediakan. Jumlah gardu masuk dan keluar yang memadai harus disediakan untuk mempertemukan kapasitas arus yang diperlukan. Prinsip dari desain gardu pada parkir sangat mirip dengan gardu yang digunakan pada jalan-jalan tol. Pintu masuk dan keluar harus mengikutsertakan perhitungan jumlah kendaraan, sehingga tidak ada kendaraan lain diperbolehkan masuk apabila ruang parkir tersebut telah penuh. 4. Akses pejalan kaki. Biasanya disediakan oleh lift dan hal ini merupakan faktor yang penting dalam hal waktu berjalan dan keinginan. 5. Penerangan. Penerangan yang cukup memadai sangat penting, baik untuk para pengemudi maupun untuk alasan-alasan keamanan yang umum. 6. Rambu dan marka. 10

8 Penyediaan rambu dan marka dibutuhkan untuk memperlihatkan: i. Arah sirkulasi, ii. Jalan keluar kendaraan, iii. Kereb parkir dan daerah-daerah yang tidak diizinkan untuk parkir, iv. Lokasi parkir khusus, misalnya untuk orang-orang cacat, v. Pintu masuk dan keluar bagi pejalan kaki; tangga, lift. Rambu-rambu harus ditempatkan dengan memperhatikan garis pandangan dan penerangannya. Rambu tersebut harus mudah terlihat oleh para pengemudi. Dasar pertimbangan perencanaan perparkiran adalah sebagai berikut: 1. Kemudahan Pencapaian Minimalisasi jarak jalan kaki, kemudahan pencapaian ke terminal penumpang, dan pembangunan pelataran parkir di muka bangunan terminal penumpang. Pelataran parkir sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan terminal atau kawasan lain yang dilayani. Penggunaan lahan sebaiknya sehemat mungkin. Pelataran parkir untuk penggunaan dalam waktu yang panjang dapat ditempatkan agak berjauhan dari kawasan pelayanan. Demikian juga halnya dengan pelataran parkir taksi, karena kemudahan pelayanan angkutan ini sudah dipenuhi dengan penyediaan taksi stan muka terminal. 2. Persentase Penggunaan Moda Transportasi Asumsi-asumsi: Penumpang kendaraan pribadi = 45 % Penumpang dengan kendaraan taksi = 49 % Penumpang dengan angkutan umum = 6 % Sumber: Dinas Perhubungan Jawa Barat (2005) 3. Tingkat Keterisian Penumpang Tiap Kendaraan (occupancy) Untuk perencanaan pelataran parkir bandara digunakan tingkat keterisian kendaraan/okupansi yang berbeda untuk tiap jenis kendaraan. Okupansi kendaraan biasanya berbeda dalam perencanaan di suatu negara dengan negara yang lainnya. Okupansi kendaraan ini dipengaruhi tingkat pelayanan transportasi umum di negara tersebut. Semakin baik tingkat pelayanan transportasi umum biasanya semakin besar okupansi kendaraan umum dan semakin kecil okupansi kendaraan pribadi, dan sebaliknya. Sebagai contoh, okupansi kendaraan pribadi dan kendaraan umum pada bandara dapat dilihat pada Tabel

9 Tabel 2.2 Mode Shares and Vehicle Occupancy Mode Shares and Vehicle Occupancy Mode Mode Share 1 Vehicle Occupancy (Passengers per Vehicle) 1 Private Vehicle Curb Side 25,5% 1,2 Short-Term Parking 17% 1,2 Long-Term Parking 2,5% 1,3 Remote Parking 2-1,3 Rental Car 3-1,4 Ground Transportation Taxi 7,3% 1,5 Limousine 1,3% 1,5 For-Hire Shuttle 9,5% 4 Hotel/Motel Courtessy Shuttle 5,8% 2,3 Rental Car Courtessy Shuttle 19,1% 1,5 Remote Parking Courtessy Shuttle 10% 1,8 Public Transit 1% 5 Charter/Other Bus 1% 15 Total 100% Mode shares and vehicle occupancy based on HNTB calibration. Uses the same mode share percentage as remote parking courtessy shuttles. Uses the same mode share percentage as rental car courtessy. Sumber: San Diego International Airport (2006) 4. Kebutuhan Ruang Parkir a. Luas ruang parkir setiap kendaraan Ukuran setiap kendaraan, untuk mobil penumpang adalah 25 m 2, yang kemudian tiap ruang parkir ditambahkan lagi sebesar 5 m 2 yang akan digunakan untuk ruang terbuka hijau, sehingga luas tiap ruang parkir membutuhkan lahan seluas 30 m 2. b. Layover Faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan ruang parkir, yaitu jumlah keterisian ruang parkir tiap satuan waktu. Dikenal juga Parking Turn Over (PTO). c. Jumlah ruang parkir yang dibutuhkan Merupakan banyaknya ruang parkir yang dibutuhkan pada jam puncak. Jumlah ruang parkir yang harus disediakan ini dipengaruhi berbagai hal lain, seperti: tingkat okupansi kendaraan, persentase kendaraan yang parkir, layover, jumlah shift kerja, dll. 12

10 Maka jumlah ruang parkir umum yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan: Ruang parkir = % kendaraan pnp jam puncak : okupansi ( pnp / kend ) SF layover ( kend / ruang ) Sedangkan jumlah ruang parkir karyawan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan : % kendaraan jumlah pegawai SF Ruang parkir = Shift ker ja 5. Luas Lahan Luas yang digunakan adalah luas lahan yang dibutuhkan pada saat jam puncak. Luas = Jumlah ruang parkir x Luas ruang parkir tiap kendaraan Dimensi ukuran yang digunakan untuk kebutuhan ruang parkir disesuaikan dengan kendaraan yang ada. Standar minimum untuk panjang ruang parkir adalah 5,5 meter. Lebar yang digunakan disesuaikan dengan kode klasifikasi pengguna parkir dan variasinya terhadap sudut konfigurasi parkir (Tabel 2.3). Lebar gang yang digunakan bisa untuk sirkulasi satu dan dua arah, manuver kendaraan ketika masuk dan keluar menjadi bahan pertimbangan untuk merencanakan desain lebar gang. Tipikal untuk parkir bersudut 90 derajat adalah 6,2 meter, sedangkan untuk parkir bersudut lebar gang yang digunakan dari 4,6 m untuk parkir 60 0 sampai 2,9 m untuk parkir Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5. Tabel 2.3 Minimum Lebar Ruang Parkir class code Lebar Ruang Parkir (m) 1 2,4 2 2,5 3 2,6 4 Sumber: Young (1991) Tabel 2.4 Minimum Lebar Ruang Parkir dan Lebar Gang - Parkir 90 13

11 Lebar (m) Class Code Satu Arah Dua Arah ,4 2,5 2,6 6,2 6,2 2,5 2,6 2,7 5,8 5,8 2,6 >2,7 >2,7 5,4 5,8 Lebar Gang (m) Sumber: Young (1991) Tabel 2.5 Minimum Lebar Ruang Parkir dan Lebar Gang - Parkir Bersudut Sudut Parkir Lebar Gang (m) Lebar Parkir (m) ,9 2, ,7 2, ,6 2,5 Sumber: Young (1991) Kebutuhan ruang parkir ini meliputi panjang, lebar, dan setengah gang yang berdekatan. Rata-rata luas ruang parkir untuk satu mobil adalah lebar 2,5 m dan panjang 5,5 m, namun untuk perhitungan luas lahan parkir tiap mobil, disertakan juga setengah dari lebar gang sebesar 3,1 m. Sehingga luas lahan parkir untuk tiap mobil adalah sebesar 2,5 m untuk lebar dan 8,6 m untuk panjangnya, maka luasnya adalah 21,5 m 2. namun untuk kemudahan dalam perencanaan digunakan luas tiap petak parkir sebesar 25 m 2, kemudian ditambahkan 5 m 2 /ruang parkir untuk luas lahan ruang terbuka (RTH, drainase, dll). Tabel 2.6 Ruang Parkir Mobil Deskripsi Dimensi (meter) Panjang ruang parkir 5,5 Lebar ruang parkir 2,5 Panjang tambahan 3,1 Sumber: Young (1991) Kebutuhan ruang parkir untuk kendaraan umum yaitu bus, panjang ruang yang digunakan adalah 13 m dengan lebar ruang parkir 3 m dan minimum jari-jari manuver untuk berbelok adalah 12 m. Luas kebutuhan ruang parkir untuk bus ini yaitu 75 m 2. Tabel 2.7 Ruang Parkir Bus Deskripsi Dimensi (meter) Panjang ruang parkir Lebar ruang parkir 3 Radius putar minimum 12 Sumber: USAF (1998) 14

12 Ruang parkir untuk sepeda motor disediakan oleh pengelola khusus untuk karyawan bandara saja. Luas total untuk 1 ruang parkir motor termasuk jalan sirkulasi dan ruang terbuka lainnya adalah 5 m 2. Kebutuhan ruang parkir sepeda motor ini dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Ruang Parkir Motor Deskripsi Dimensi (meter) Panjang ruang parkir 2,5 Lebar ruang parkir 1,5 Sumber: USAF (1998) Sumber: Hobbs (1995) Gambar 2.1 Tatanan Tempat Parkir Kebutuhan dasar sirkulasi lalu-lintas berupa jalan menuju seluruh tempat parkir harus sependek mungkin dan gerakan lalu-lintas harus tersebar cukup merata untuk mencegah kemacetan, terutama sekali pada periode sibuk. Ruang parkir mungkin harus dikorbankan untuk mempertinggi efisiensi operasional, sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.2. Tapak tempat parkir sering terlihat tidak teratur dan beberapa alternatif tata letak mungkin diperlukan sebelum desain akhir ditetapkan. Bagian tapak yang berbentuk ganjil dan sangat miring yang tidak sesuai untuk parkir dapat dimanfaatkan sebagai taman. 15

13 Sumber: Hobbs (1995) Gambar 2.2 Sirkulasi Lalu-Lintas di Tempat Parkir II.2.6. Lajur Khusus untuk Menaikkan dan Menurunkan Penumpang Lajur khusus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang sangat dibutuhkan (baik yang menggunakan kendaraan pribadi, taksi, maupun bus) agar penumpang tersebut tidak perlu berjalan terlalu jauh dari pemberhentian kendaraan tersebut. Lajur khusus itu dikenal dengan lajur drop-off dan drop-in. Lajur khusus ini ditempatkan pada lajur terdekat dengan gedung terminal, agar penumpang tersebut tidak perlu menyeberangi jalan. Pada BIJB, lajur khusus ini juga akan dibatasi oleh separator agar kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang tidak mengganggu kelancaran arus di lajur lainnya. Ukuran-ukuran yang digunakan sesuai dengan standar dalam Young (1991), yang dapat dilihat pada Tabel 2.9. Untuk perencanaan ini digunakan sudut parkir 0º dengan panjang ruang parkir 6 m dan lebar 2,3 m. 16

14 Gambar 2.3 Ruang Drop-off dan Drop-in Tabel 2.9 Ruang Drop-off dan Drop-in Kriteria Parkir Satu Lajur Dua Lajur Sudut A D M D+M D+M-J L W L W Parkir m m m m m m m m m 0 2,3 2,3 3,0 5,3 2,8 3,5 6,3 7,0 9,8 30 2,5 4,5-4,9 2,9 7,4-7,8 4,9-5,3 3,5 8,4-8,8 7,0 11,9-12,3 45 2,5 5,1-5,6 3,7 8,8-9,3 6,3-6,8 3,5 9,8-10,3 7,0 13,3-13,8 60 2,5 5,3-5,6 4,6 9,9-10,6 7,4-8,1 3,5 10,9-11,6 7,0 14,4-15,1 90 2,5 4,8-5,4 5,8 10,6-11,2 8,1-8,7 3,5 11,6-12,2 7,0 15,1-15,7 Volume lalu lintas (kend/jam) di lajur yang berdekatan dengan parkir Sumber: Young (1991) II.3. Perencanaan Struktur Perkerasan pada Pelataran Parkir Pada suatu lahan yang digunakan untuk menahan beban statis yang cukup besar, sebaiknya dilapisi lapisan perkerasan agar kondisi tanah yang dibebani kendaraan tidak rusak, selain itu juga untuk menambah kenyamanan pengguna parkir tersebut. Struktur perkerasan dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: struktur perkerasan lentur dan struktur perkerasan kaku. Pengelompokkan struktur perkerasan tersebut lebih didasarkan pada bahan perkerasan yang digunakan. Struktur perkerasan lentur umumnya menggunakan lapisan beton aspal sebagai lapisan permukaan, dan kadang-kadang juga sebagai lapisan-lapisan di bawahnya. Sedangkan struktur perkerasan kaku menggunakan pelat beton semen sebagai komponen struktur utamanya (Gambar 2.4). 17

15 Selain kedua jenis struktur perkerasan diatas, ada struktur perkerasan komposit yang menggunakan lapisan beton aspal dan beton semen pada satu konstruksi perkerasan secara bersamaan, seperti misalnya lapisan beton semen di atas lapisan pondasi beton aspal, atau lapisan beton aspal di atas lapisan pondasi berstabilisasi semen/kapur, atau lapisan beton aspal sebagai tambahan (overlay) di atas lapisan beton semen lama yang telah mengalami kerusakan. Namun dalam proses desainnya, struktur perkerasan komposit ini harus tetap dianalisis sifatnya sebagai perkerasan lentur atau perkerasan kaku. Gambar 2.4 Struktur Perkerasan Lentur dan Kaku II.3.1 Perencanaan Struktur Lapisan Perkerasan Lentur Dalam mendesain suatu struktur perkerasan, ada beberapa parameter desain yang perlu diperhatikan, antara lain: a. Beban lalu lintas Beban lalu lintas yang diperlukan dalam desain struktur perkerasan jalan adalah jumlah total perulangan beban sumbu standar ekivalen yang diperkirakan akan lewat pada lajur rencana jalan yang didesain selama masa layan. Hal-hal yang perlu ditinjau adalah : i. Data lalu lintas 18

16 ii. Faktor ekivalen FE W L1 L 1 = (rumus dasar AASHTO) W8,16 Dengan : FE L1 = Faktor ekivalen untuk beban sumbu L 1. W L1 = Perulangan beban sumbu L 1 yang dapat diterima oleh perkerasan. W 8,16 = Perulangan beban sumbu standar (L 1 = 8,16 ton) yang dapat diterima oleh struktur perkerasan. Sumber: Bina Marga (1983) Gambar 2.5 Tabel Komposisi Sumbu Kendaraan dan Nilai Angka Ekivalennya 19

17 Rumus Pendekatan: 4 FEL = k( L ) 8,16 Dengan : L = beban sumbu kendaraan (ton) k = 1,000; untuk sumbu tunggal = 0,086; untuk sumbu tandem = 0,021; untuk sumbu tripel iii. Total kumulatif beban sumbu standar Beban sumbu tunggal 8,16 ton diperhitungkan sebesar satu lintasan ekivalen (satu derajat kerusakan), satu beban sumbu tunggal seberat (2x8,16) ton diperhitungkan sebesar 16 lintasan ekivalen, sedangkan beban sumbu tunggal seberat (0,5x8,16) ton hanya diperhitungkan sebesar 1/16 lintasan ekivalen. Dengan pendekatan tersebut, maka beban lalu lintas dapat dihitung dengan rumus-rumus seperti di bawah ini: n j =1 LHR j. C j E j LEP =. n LHR j = 1 j + UR ( 1 i). C j E j LEA =. LEP + LEA LET = 2 LER = LET. UR 10 Dengan: LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen Akhir LET = Lintas Ekivalen Tengah LER = Lintas Ekivalen Rencana LHR = lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana pada jalan dua arah tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median j = jenis kendaraan i = Faktor pertumbuhan lalu lintas Cj = Koefisien distribusi kendaraan Ej = Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan Untuk menentukan nilai koefisien distribusi (Cj) dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut ini. 20

18 Tabel 2.10 Koefisien Distribusi Kendaraan (Cj) Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,000 5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,500 8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475 11,25 m < L < 15,00 m 4 jalur - 0,30-0,450 15,00 m < L < 18,75 m 5 jalur - 0,25-0,425 18,75 m < L < 22,00 m 6 jalur - 0,20-0,400 Catatan: *) Kendaraan ringan: berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, mobil box. **) Kendaraan berat: berat total > 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, semi trailler, trailler. Sumber: Bina Marga (1983) b. Stabilitas tanah dasar Tanah dasar yang umumnya merupakan tanah asli (galian atau timbunan), yang relatif lemah, memiliki peranan yang sangat penting bagi kestabilan sistem perkerasan dan juga nilai ekonomi. Untuk kondisi tertentu, semakin tinggi stabilitas tanah dasar akan semakin tipis lapisan struktur perkerasannya, yang tentunya akan mempengaruhi biaya konstruksi. Korelasi antara nilai CBR dan nilai DDT yang ditetapkan dalam Metode Analisa Komponen diberikan dalam bentuk nomogram. Persamaannya sebagai berikut: DDT = 4,3 log(cbr) + 1,7 Sumber: Bina Marga (1983) Gambar 2.6 Korelasi DDT vs CBR 21

19 Pendekatan statistik dapat juga digunakan untuk mencari nilai CBR desain. Data CBR yang acak dapat didekati dengan distribusi normal. Sesuai dengan ketetapan dari Metoda Analisa Komponen, maka nilai CBR desain merupakan nilai probabilitas 10% pada sisi kurva distribusi normal, yaitu: CBR desain = (CBR rata-rata) 2-1,28σ Dengan: σ = standar deviasi c. Kualitas bahan perkerasan Bahan perkerasan umumnya merupakan material yang didatangkan khusus ke lokasi pembangunan. Masing-masing tiap lapisan memiliki kualitas bahan yang berbeda, dengan semakin ke atas permukaan jalan maka harus memiliki kualitas bahan yang semakin baik dan dengan demikian akan semakin tinggi biayanya. d. Faktor lingkungan Faktor lingkungan seperti: curah hujan, permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, geometrik jalan, karakteristik pengoperasian kendaraan, dan temperatur udara, dapat mempengaruhi masa layan struktur perkerasan, meskipun parameter desain lainnya sama. Dalam Metoda Analisa Komponen, faktor lingkungan dinyatakan dengan nilai FR (Faktor Regional), yang merupakan fungsi dari landai jalan, komposisi kendaraan berat, dan curah hujan. Nilai FR mempunyai rentang dari 0,5 sampai 4,0, dengan FR = 1,0 menyatakan konsisi normal. Semakin tinggi nilai FR yang digunakan, maka struktur perkerasan desain akan semakin konservatif. Tabel 2.11 Faktor Regional Landai Jalan I (<6%) Landai Jalan II (6-10%) Landai Jalan I (>10%) Faktor Regional % kendaraan Berat % kendaraan Berat % kendaraan Berat 30% >30% 30% >30% 30% >30% Curah Hujan I ( 900mm/thn) 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5 Curah Hujan II ( 900mm/thn) 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5 Sumber: Bina Marga (1983) e. Kriteria keruntuhan Metoda Analisa Komponen sebagai metoda empiris menetapkan kriteria keruntuhan struktur perkerasan dengan menggunakan Indeks Permukaan (IP) dengan skala 0-4. Nilai IP = 0 menyatakan kondisi jalan yang telah rusak dan nilai IP = 4 untuk jalan yang kondisinya sangat baik pada saat jalan baru dioperasikan, sedangkan nilai antara menyatakan kondisi jalan diantara keduanya. 22

20 Pada Tabel 2.12 dan Tabel 2.13 di bawah ini dapat diketahui besar indeks permukaan awal (IPo) dan indeks permukaan akhir (IPt) yang digunakan dalam perhitungan tebal perkerasan yang akan dibangun. Tabel 2.12 Index Permukaan Awal (IP 0 ) Jenis Lapis Permukaan IPo Roughness (mm/km) LASTON > ,9-3,5 >1000 LASBUTAG 3,9-3, ,4-3,0 >2000 HRA 3,9-3, ,4-3,0 >2000 BURDA 3,9-3,5 <2000 BURTU 3,4-3,0 <2000 LAPEN 3,4-3, ,9-2,5 >3000 LATABUM 2,9-2,5 BURAS 2,9-2,5 LATASIR 2,9-2,5 Jalan Tanah <2,4 Jalan Kerikil <2,4 Sumber: Bina Marga (1983) Tabel 2.13 Index Permukaan Akhir (IPt) LER (SS/hari) Klasifikasi Jalan Lokal Kolektor Arteri Tol <10 1,0-1,5 1,5 1,5-2, ,5 1,5-2,0 2, ,5-2,0 2,0 2,0-2,5 - >1000-2,0-2,5 2,5 2,5 Sumber: Bina Marga (1983) II.3.2 Penentuan Tebal Lapisan Perkerasan Metode Analisa Komponen untuk mendesain struktur perkerasan lentur jalan (konstruksi langsung) diturunkan dari metode AASHTO setelah disesuaikan seperlunya dengan kondisi perkerasan di Indonesia. Dengan penyesuaian tersebut model struktur perkerasan yang digunakan dalam Metode Analisa Komponen sebagai berikut: 23

21 IPo IPt log 4,2 1,5 1 Log ( LER ) 9,36 log( 2,54) 3,9892 = ITP log( ) + 0,372( DDT 3) ,4 + FR ( ITP + 2,54) Dengan: LER ITP = Lintasan Ekivalen Rencana (SS/10thn) = Index Tebal Perkerasan (cm) IPo = Index Permukaan Awal IPt = Index Permukaan Akhir DDT = Daya Dukung Tanah Nilai ITP merupakan parameter tunggal dari struktur perkerasan yang menyatakan tebal dan jenis lapisan struktur perkerasan. Tiga nilai ITP diperoleh, masing-masing berdasarkan nilai DDT dari lapisan pondasi, lapis pondasi bawah, dan tanah dasar. Nilai ITP terhadap lapis pondasi dan lapis pondasi bawah dapat dihitung hanya jika stabilitas lapisan tersebut dinyatakan dalam nilai CBR. Tebal lapisan perkerasan kemudian diperoleh dari 3 (tiga) persamaan berikut: ITP 2 = a 1 x D 1 ITP 3 = a 1 x D 1 + a 2 x D2 I TP 4 = a 1 x D + a x D + a x D Dengan: ITP = Index Tebal Perkerasan (cm) a = Koefisien kekuatan relatif D = Tebal lapisan perkerasan (cm) 1,2,3,4 = Index berturut-turut adalah lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah dan tanah dasar. Tabel 2.14 Tebal Perkerasan Minimum 5,19 24

22 ITP (cm) Tebal Minimum (cm) Bahan Lapisan Permukaan < 3,00 5 Lapisan pelindung (Buras/Burtu/burda) 3,00-6,70 5 Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutang,Laston 6,71-7,49 8 Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutang,Laston 7,50-9,99 8 Lasbutag, Laston 10,00 10 Laston Lapis Pondasi <3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur 3,00-7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur 10 Laston Atas 7,50-9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur, Pondasi Macadam 15 Laston Atas 10,00-12,24 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur, Pondasi Macadam,Laston Atas 12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur, Pondasi Macadam,Laston Atas Lapis Pondasi Bawah Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan lapis pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm Sumber: Bina Marga (1983) Tabel 2.15 Koefisien Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan a1 a2 a3 SM (kg) Kt (Kg/cm2) CBR(%) Jenis Lapisan Perkerasan 0, , , LASTON 0, , , , LASBUTAG 0, , HRA 0, , Aspal Macadam 0, , , Laston Atas - 0, , LAPEN(mekanis) - 0, LAPEN(manual) - - 0,15 0, ,13 0, Stabilisasi tanah dengan semen Stabilisasi tanah dengan kapur - 0, Batu Pecah kelas A - 0, Batu Pecah kelas B 0,12 60 Batu Pecah kelas C - - 0, Sirtu/Pitrun kelas A - - 0, Sirtu/Pitrun kelas B - - 0, Sirtu/Pitrun kelas C - - 0, Lempung Kepasiran Sumber: Bina Marga (1983) 25

23 II.4. Perencanaan Sistem Drainase pada Pelataran Parkir Perencanaan drainase pada suatu daerah seperti pemukiman, pertokoan, pertanian, perkebunan, bandar udara dan fasilitas umum lainnya sangat penting. Drainase yang digunakan pada tiap lahan mempunyai karakteristik yang berbeda yang harus diperhitungkan tersendiri. Fungsi utama drainase jalan adalah untuk mengumpulkan dan membuang (menyalurkan) air permukaan maupun air bawah permukaan melalui saluran di sekeliling pelataran parkir. Saluran yang mengalirkan air pada suatu permukaan bebas disebut saluran terbuka. Saluran terbuka dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artficial). Saluran alam meliputi semua alur alir yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil, dan sungai besar sampai ke muara sungai. Saluran buatan merupakan saluran yang dibuat oleh manusia, seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit tenaga listrik, saluran irigasi dan talang, parit pembuangan, pelimpah tekanan, saluran banjir, selokan, termasuk juga saluran drainase pada tempat parkir. Volume air yang jatuh pada daerah tangkapan tersebut merupakan faktor utama dalam penentuan dimensi dan bentuk penampang saluran drainase. Pembuatan sistem drainase dilakukan agar air hujan di tempat pakir tidak menggenang dan tidak merusak lapisan perkerasan yang ada sehingga para pengguna parkir dapat merasa nyaman pada saat memarkirkan kendaraannya. Dalam perencanaan drainase ini yang terpenting adalah saluran pembuang air dari tempat parkir harus direncanakan dengan tepat sehingga dapat menampung besarnya volume air yang ada. Drainase pada pelataran parkir diletakkan pada tepi sekeliling pelataran parkir dan samping jalan (di sisi kiri dan kanan badan jalan). Tujuan dari pembuatan suatu drainase pelataran parkir diantaranya adalah seperti yang diuraikan di bawah ini: 1. Mencegah terjadinya genangan yang dapat merusak kondisi pelataran parkir sehingga mengurangi kenyamanan pengguna parkir. 2. Mencegah timbulnya gelombang pada perkerasaan fleksibel. 3. Mencegah berkurangnya kekuatan bahan-bahan penutup. 4. Menjaga kadar air tanah pada badan/pondasi jalan agar mencapai umur rencana yang diharapkan. 5. Mengurangi perubahan volume tanah dasar. 6. Mencegah terjadinya erosi tanah. Pada jalan sirkulasi pada pelataran parkir, saluran drainase dibuat di samping Fungsi saluran drainase adalah: 1. Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan. badan jalan. 26

24 2. Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah pengaliran sekitar jalan untuk nantinya dapat disalurkan ke drainase alam (sungai). Bila didasarkan pada cakupan layanannya, sistem drainase dapat dibedakan dalam dua jenis sistem, yaitu: 1. Drainase Bangunan Drainase bangunan merupakan fasilitas yang hanya malayani pembuangan air hujan yang jatuh di atas bangunan itu sendiri. Dengan demikian daerah tangkapan air drainase tersebut adalah bangunan itu sendiri. Sebagai contoh, bangunan yang dilayani oleh sistem drainase seperti ini antara lain jembatan, jalan raya, tempat parkir kendaraan, bangunan kantor, rumah, dll. 2. Tahapan perencanaan drainase bangunan ini adalah: i. Tentukan daerah tangkapan air dari sistem drainase yang direncanakan. ii. Hitung luas daerah tangkapan air. iii. Tentukan karakteristik DTA/DAS sistem drainase tersebut untuk memperoleh koefisien run-off. iv. Hitung hujan rencana dengan periode ulang yang disyaratkan. v. Hitung beban limpahan drainase. Drainase Lahan Drainase Lahan merupakan fasilitas yang melayanai pembuangan air hujan yang berasal dari suatu lahan yang ditentukan batasannya. Dengan demikian daerah tangkapan air dari sistem ini mencakup tidak saja areal dari lahan itu sendiri tetapi juga areal dari lahan yang pengalirannya mempengaruhi direct run-off dari areal tersebut diatas. DTA dari sistem drainase lahan jauh lebih luas dan kompleks dari drainase bangunan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan desain saluran drainase, antara lain: a. Perhitungan Dimensi Saluran Drainase Secara garis besar, perencanaan saluran drainase meliputi 3 (tiga) tahap berikut: i. Analisis hidrologi ii. Perhitungan hidrolika iii. Gambar rencana b. Bahan Bangunan Saluran Drainase Pemilihan jenis material untuk saluran drainase umumnya ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana maksimum aliran air yang akan melewati saluran drainase sehingga jenis material dapat dilihat pada Tabel 2.16 berikut ini. Tabel 2.16 Kecepatan Aliran Air yang Diizinkan Berdasarkan Jenis Material 27

25 Jenis Material Kecepatan Aliran Air yang Diizinkan (m/detik) Pasir halus 0,45 Lempung Kepasiran 0,50 Lanau Aluvial 0,50 Kerikil Halus 0,75 Lempung Kokoh 0,75 Lempung Padat 1,10 Kerikil Kasar 1,20 Batu-batu Besar 1,50 Pasangan Batu 1,50 Beton 1,50 Beton Bertulang 1,50 Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat hidrolis penampang saluran, salah satunya adalah kemiringan saluran. Dari Tabel 2.16 dapat dilihat hubungan antara kemiringan maksimum saluran drainase dengan jenis material yang digunakan. Tabel 2.17 Hubungan Kemiringan Maksimum Saluran Drainase (i) dan Jenis Material Kemiringan Maksimum Saluran Drainase Jenis Material i (%) Tanah Asli Pasir halus Napal Kepasiran 0 5 Lanau Aluvial Kerikil Halus Lempung Padat / Kokoh Kerikil Kasar 5 10 Batu-batu Besar Pasangan: Pasangan Batu 10 Beton Beton Bertulang Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) c. Penampang Melintang Saluran Pemilihan tipe penampang melintang saluran drainase didasarkan atas: i. Kondisi tanah. ii. Kedudukan muka air tanah. iii. Kecepatan aliran air. II.4.1. Karakteristik Hujan 28

26 Hujan memiliki berbagai faktor yang akan menentukan besarnya debit aliran air yang harus dibuang/dialirkan, dan nantinya dengan besar debit aliran tersebut kita dapat merencanakan desain saluran drainasenya. Beberapa faktor hujan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Durasi Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering dikaitkan sengan waktu konsentrasi, khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat akan toleransi terhadap lamanya genangan. b. Intensitas Curah Hujan Intenstas adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas curah hujan (I) mempunyai satuan mm/jam, yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian milimeter dalam kurun waktu setiap jamnya. c. Lengkung Intensitas (Kurva Basis) Lengkung Intensitas adalah grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk intensitas hujan dengan kala ulang hujan tertentu. Pada Gambar 2.7 merupakan contoh lengkung intensitas hujan untuk beberapa macam kala ulang hujan menurut Haspers. 29

27 Sumber: Direktorat Perguruan Tinggi Swasta (1997) Gambar 2.7 Kurva Basis Intensitas Hujan Menurut Haspers Dari kurva tersebut dapat digunakan untuk merencanakan saluran drainase dengan memilih kurva yang sesuai dengan besar tahun rencana. 30

28 Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) Gambar 2.8 Kurva Basis Intensitas Hujan Menurut van Breen d. Waktu Konsentrasi (T) Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Wak tu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi: i. Inlet time (t o ), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase. ii. Conduit time (t d ), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: tc = t o + t d t o = t d = 2 nd 3,28 Lo 3 s L 60 V 0,167 Keterangan: tc = waktu konsentrasi (menit) t o = waktu inlet (menit) t d = waktu aliran (menit) Lo = jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m) L = panjang saluran (m) nd = koefisien hambatan (lihat Tabel 2.18) s = kemiringan daerah pengaliran v = kecepatan air rata-rata pada drainase (m/det) Lama waktu mengalir di dalam saluran (t d ) ditentukan dengan rumus sesuai dengan kondisi salurannya. Untuk saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sukar ditentukan, maka td ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air pada tabel. Pada saluran buatan nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy atau yang lainnya. Tabel 2.18 Hubungan Kondisi Permukaan dengan Koefisisen Hambatan 31

29 No. Kondisi Lapis Permukaan nd 1 Lapisan semen dan aspal beton 0,013 2 Permukaan licin dan kedap air 0,020 3 Permukaan licin dan kokoh 0,100 4 Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan sedikit kasar 0,200 5 Padang rumput dan rerumputan 0,400 6 Hutan gundul 0,600 7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan rumput jarang sangat rapat 0,800 Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : i. Luas daerah pengaliran, ii. Panjang saluran drainase, iii. Kemiringan dasar Saluran, iv. Debit dan kecepatan aliran. Dalam perencanaan drainase waktu konsentrasi sering dikaitkan dengan durasi hujan, karena air yang melimpas mengalir di permukaaan tanah dan saluran drainase akibat adanya hujan selama waktu konsentrasi. II.4.2. Analisis Hidrologi Analisis hidrologi dilakukan atas dasar data curah hujan (maksimum), topografi daerah, karakteristik daerah pengaliran serta frekuensi banjir rencana. Hasil analisis hidrologi adalah besarnya debit air yang harus ditampung oleh saluran drainase. Selanjutnya atas dasar debit yang kita peroleh maka dimensi saluran drainase dapat kita rencanakan berdasarkan analisis perhitungan hidrolika. Curah hu jan maksimum diperlukan dalam menentukan beban drainase suatu lahan yang akan dikaji, yang akhirnya akan mempengaruhi jaringan tata air. Penentuan curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu dapat menggunakan Metode Distribusi Normal. Metode Log Normal, Metode Gumbel, Metode Log Pearson III. a. Metode Distribusi Normal x μ f ( x) = exp σ 2π 2 σ Dengan: σ = standar deviasi μ = rata-rata b. Metode Distribusi Log Normal 32

30 Penentuan curah hujan maksimum dengan menggunakan distribusi log normal, setiap data dikonversikan menjadi bentuk logaritma. Curah hujan pada periode tertentu (Tr) dapat diperoleh dari persamaan: 1 f ( x) = exp σ 2π x μ n σ n Dengan: = standar deviasi untuk y = ln x σ n μ n = rata-rata deviasi untuk y = ln x c. Metode Gumbel Menurut Gumbel curah hujan untuk suatu periode tertentu (Tr) dapat diperoleh dari persamaan: yt yn X tr = X rata rata + S SN Dengan: 6 Tr K T = ln ln n Tr 1 Tr y T = reduced var iate = ln ln Tr 1 Y N = reduced mean S = reduced standar deviasi N Tabel 2.19 Reduced Mean Y N n ,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0, ,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0, ,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0, ,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0, ,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0, , ,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0, , ,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0, , ,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5780 0,5580 0,5581 0,5583 0, , ,5587 0,5589 0, ,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0, , 5600 Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) Tabel 2.20 Reduced Standar Deviasi S N 33

31 n ,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1, ,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1044 1,1047 1, ,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1, ,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1, ,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1, ,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1, ,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1, ,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1, ,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2044 1,2049 1,2055 1, ,2065 Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) d. Metode Log Pearson III Menurut Log Pearson III curah hujan untuk suatu periode tertentu (Tr) dapat diperoleh dari persamaan: log x = log x + K T T S log x Dengan: k Tr = koefisien yang merupakan fungsi dari C s C s = ( log xi log xt ) ( n 1) ( n 2) S 3 2 log xi S log xi = standar deviasi log x i Tabel 2.21 Faktor Frekuensi KT untuk Distribusi Log-Pearson Type III dengan Cs 0 34

32 Koef Kala-Ulang (Tahun) Skew 1, ,0-0,667-0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 2,9-0,690-0,390 0,440 1,195 2,227 3,134 4,013 4,904 2,8 0,714-0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 4,847 2,7-0,740-0,376 0,479 1,224 2,272 3,093 3,932 4,783 2,6-0,769-0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889 4,718 2,5-0,799-0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 2,4-0,832-0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 4,584 2,3-0,867-0,341 0,555 1,274 2,248 2,997 3,753 4,515 2,2-0,905-0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 2,1-0,946-0,319 0,592 1,194 2,230 2,942 3,656 4,372 2,0-0,990-0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 1,9-1,037-0,294 0,627 1,310 2,207 2,881 3,553 4,223 1,8-1,087-0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 1,7-1,140-0,268 0,660 1,324 2,179 2,815 3,444 4,069 1,6-1,197-0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 1,5-1,256-0,240 0,690 1,333 1,146 2,743 3,330 3,910 1,4-1,318-0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 1,3-1,383-0,210 0,719 1,339 2,108 2,666 3,211 3,745 1,2-1,449-0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 1,1-1,518-0,180 0,745 1,341 2,066 2,585 3,087 3,675 1,0-1,588-0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 0,9-1,660-0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 0,8-1,733-0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 3,312 0,7-1,806-0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 0,6-1,880-0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 0,5-1,550-0,083 0,808 1,323 1,910 2,231 2,686 3,041 0,4-2,029-0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 0,3-2,104-0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 0,2-2,178-0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 0,1-2,252-0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 0,0-2,326 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 Sumber: Harto (1993) Tabel 2.22 Faktor Frekuensi KT untuk Distribusi Log-Pearson Type III dengan Cs 0 35

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN.. ii v vi ix xi BAB I PENDAHULUAN.. 1 1.1. LATAR BELAKANG. 1 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH.. 3 1.3. RUMUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara sedang berhenti dengan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya (Direktorat Jendral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sementara itu fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara sedang berhenti dengan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya (Direktorat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR Proyek pembangunan areal parkir Rukan ini terdapat di areal wilayah perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 m2. Berikut

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Lalu lintas berjalan menuju suatu tempat tujuan dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan harus diparkir, sementara pengendaranya melakukan berbagai urusan,

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS BAB IV STUDI KASUS BAB STUDI KASUS Untuk menguji ketepatan program FPP dalam melakukan proses perhitungan, maka perlu dilakukan suatu pengujian. Pengujian ini adalah dengan membandingkan hasil dari perhitungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir ialah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir ialah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parkir Parkir ialah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Fasilitas parkir dibangun bersamaan dengan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). menginginkan kendaraannya parkir ditempat, dimana tempat tersebut mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). menginginkan kendaraannya parkir ditempat, dimana tempat tersebut mudah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sedangkan defenisi berhenti adalah kendaraan tidak bergerak suatu kendaraan

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA

BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA 4.1 PERENCANAAN PERPARKIRAN 4.1.1 Data Proyeksi Penumpang Sesuai dengan metodologi yang telah dibuat, tahap pertama dari perencanaan perparkiran adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan yang bergerak suatu saat akan berhenti dan pada saat berhenti dibutuhkan tempat untuk memarkir kendaraan tersebut. Dari hubungan ini memperjelas

Lebih terperinci

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Pengertian 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang bersifat sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Pengertian lain parkir yaitu suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB V VERIFIKASI PROGRAM 49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F DAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA SIDIKALANG BATAS PROVINSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya (Nawawi, Sherly Novita Sari, 2015). Secara hukum dilarang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

FASILITAS PEJALAN KAKI

FASILITAS PEJALAN KAKI FASILITAS PEJALAN KAKI I. PENDAHULUAN - Di negara-negara sedang berkembang perhatian terhadap pejalan kaki masih tergolong rendah., terlihat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu: jumlah kecelakaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data 30 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Di dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Satuan Ruang Parkir (SRP) Satuan ruang parkir disingkat SRP adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan dalam hal ini mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jenis jalan yang direncanakan Arteri) Tebal perkerasan = Jalan kelas IIIA (jalan = 2 lajur dan 2 arah Jalan dibuka pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Satuan Ruang Parkir Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang parkir adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan suatu kendaraan (mobil penumpang, bus/truk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 272/HK.105/DJRD/96 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir menyebutkan parkir adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan

TINJAUAN PUSTAKA. Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Parkir Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan / barang (bermotor maupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu (Taju,1996).

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA STA KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA STA KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA 57+000 STA 60+050 KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR Disusun oleh : MARIA EKA PRIMASTUTI 3106.030.082 LATAR BELAKANG Ruas Jalan Pandan Arum Pacet Link

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parkir Parkir adalah lalu lintas berhenti yang ditinggal pengemudi saat mencapai suatu tempat tujuan dengan jangka waktu tertentu. Perilaku pengendara kendaraan bermotor memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan. Jalan raya sebagai sarana

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP : Oleh Mahasiswa PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) JALAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SEPANJANG RUAS JALAN Ds. MAMEH Ds. MARBUI STA 0+00 STA 23+00 MANOKWARI PROPINSI PAPUA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergeraknya suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara, termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat

Lebih terperinci

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN DIAGRAM... xv DAFTAR SIMBOL... xvi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri di tempat parkir. Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan, baik kendaraan pribadi, angkutan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Satuan Ruang Parkir (SRP) Satuan Ruang Parkir (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk meletakan kendaraan (mobil penumpang, bus / truk, sepeda motor), termasuk ruang bebas

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PARKIR DI KABUPATEN JEMBRANA (Studi Kasus Parkir Tepi Jalan Pasar Umum Negara) TUGAS AKHIR BAB II

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PARKIR DI KABUPATEN JEMBRANA (Studi Kasus Parkir Tepi Jalan Pasar Umum Negara) TUGAS AKHIR BAB II ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PARKIR DI KABUPATEN JEMBRANA (Studi Kasus Parkir Tepi Jalan Pasar Umum Negara) TUGAS AKHIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. durasi parkir, akumulasi parkir, angka pergantian parkir (turnover), dan indeks parkir. 3.2. Penentuan Kebutuhan Ruang Parkir

BAB III LANDASAN TEORI. durasi parkir, akumulasi parkir, angka pergantian parkir (turnover), dan indeks parkir. 3.2. Penentuan Kebutuhan Ruang Parkir BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Uraian Umum Maksud dari pelaksanaan studi inventarisasi ruang parkir yaitu untuk mengetahui fasilitas ruang parkir yang tersedia. Dalam studi tersebut dapat diperoleh informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 Jalan Raya Flexible Pergerakan bebas Jarak Dekat Penelitian Metode Lokasi Kerusakan = Kerugian Materi Korban Batasan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

Perancangan Perkerasan Jalan

Perancangan Perkerasan Jalan Perancangan Perkerasan Jalan Direncanakan sesuai kebutuhan Lalu Lintas (Jenis/volume) Sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan Sesuai waktu, tenaga, mutu dan dana tersedia Memperhatikan amdal daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Parkir Beberapa pengertian tentang parkir antara lain : 1. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). 2. Parkir

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui 3.1. Metode Pengambilan Data BAB III METODE PERENCANAAN 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui keadaan medan yang akandiencanakan. 2. Metode wawancara dalam menambah data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), parkir merupakan keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara sedangkan berhenti adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian umum yang berhubungan dengan parkir, cara dan jenis parkir, pengaturan parkir, metode-metode parkir, kebijakan parkir, serta standar

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Citra Andansari NRP : 0221077 Pembimbing Utama : Ir. Silvia Sukirman Pembimbing Pendamping : Ir. Samun Haris, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III Bab III Metode Analisis METODE ANALISIS 3.1 Dasar-dasar Perencanaan Drainase Di dalam pemilihan teknologi drainase, sebaiknya menggunakan teknologi sederhana yang dapat di pertanggung jawabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 + 4.3. Perhitungan Daerah Kebebasan Samping Dalam memperhitungkan daerah kebebasan samping, kita harus dapat memastikan bahwa daerah samping/bagian lereng jalan tidak menghalangi pandangan pengemudi. Dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Landasan Teori

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Landasan Teori BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Parkir merupakan salah satu bagian dari sistem transportasi dan juga merupakan suatu kebutuhan. Oleh karena itu perlu suatu penataan dan pemenuhan fasilitas pakir

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115. ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM. 114.70 KM. 115.80) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Parkir adalah tempat pemberhentian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Parkir adalah tempat pemberhentian 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Parkir Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk BAB 3 METODOLOGI PENULISAN 3.1 SASARAN PENELITIAN Beberapa sasaran yang ingin dicapai dari permodelan menggunakan program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Kebutuhan orang untuk melakukan perjalanan dengan cepat dan efisien tentu saja memerlukan transportasi yang dimaksud salah satunya adalah dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang.

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Studi Parkir Studi ini dilaksanakan dengan maksud agar memperoleh informasi tentang fasilitas ruang parkir yang ada. Adapun informasi yang diperoleh berupa karakteristik-karekteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Dalam Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran. a. Parkir adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Parkir Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu pendek atau lama, sesuai dengan kebutuhan pengendara. Parkir merupakan salah satu unsur prasarana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Parkir Berdasarkan dari definisi-definisi parkir maka dapat ditarik kesimpulan bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - RC

TUGAS AKHIR - RC TUGAS AKHIR RC09 1380 EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus : Jl. Yogyakarta Magelang Km 21

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur E69 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur Muhammad Bergas Wicaksono, Istiar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa fasilitas parkir menjadi bagian yang sangat penting dari sistem transportasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa fasilitas parkir menjadi bagian yang sangat penting dari sistem transportasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan yang bergerak suatu saat akan berhenti dan pada saat berhenti dibutuhkan tempat untuk memarkir kendaraan tersebut. Dari hubungan ini memperjelas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 IDENTIFIKASI MASALAH

BAB 3 METODOLOGI 3.1 IDENTIFIKASI MASALAH BAB 3 METODOLOGI Tempat parkir memegang peranan cukup penting dalam pengoperasian terminal. Keinginan untuk membuat gedung parkir pada Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Majalengka perlu ditanggapi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI 03-1732-1989 Irwan Setiawan NRP : 0021067 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Satuan Ruang Parkir 2.1.1. Dimensi Ruang Suatu Satuan Ruang Parkir (SRP) adalah tempat untuk satu kendaraan. Dimensi ruang parkir menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Fungsi Jalan 2.1.1. Pengertian Jalan Kemajuan teknologi menjadi sangat cepat dan berlanjut sampai sekarang. Pengetahuan dan segala penemuan mengenai tanah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa

Lebih terperinci