ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI"

Transkripsi

1 ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 0

2 ABSTRAK HANDANU DWARADI. Analisis Model Mangsa-Pemangsa Michaelis-Menten dengan Pemanenan pada Populasi Mangsa. Diiming oleh PAIAN SIANTURI dan ALI KUSNANTO. Dalam karya ilmiah ini diahas dinamika model mangsa-pemangsa Michaelis-Menten dengan pemanenan pada populasi mangsa. Dari analisis yang dilakukan didapat empat titik tetap dengan sifat stail, sadel, takstail ergantung dari parameter yang dierikan. Simulasi komputer juga dilakukan untuk menunjukkan dinamika dengan memvariasikan nilai parameternya. Agar populasi mangsa dan pemangsa tidak mengalami kepunahan, tingkat pemanenan harus leih rendah dari atas maksimum pemanenan. Batas maksimum tingkat pemanenan adalah seperempat dari populasi mangsa. Jika tingkat pemanenan meleihi seperempat populasi mangsa, maka sistem tidak memiliki titik tetap dan kedua spesies akan mengalami kepunahan.

3 ABSTRACT HANDANU DWARADI. Prey-Predator Model Analysis of Michaelis-Menten with Harvesting on Prey Population. Supervised y PAIAN SIANTURI and ALI KUSNANTO. In this manuscript, the dynamics of prey-predator model of Michaelis-Menten is discussed with harvesting on prey populations. Based on the analysis conducted, it was otained four steady states with characteristics stale, saddle, unstale depending on the value of parameters used. A computer simulation was also carried out to show its dynamics y varying the parameter values. In order to prevent the etinction of the prey and predator, the harvesting level should e lower than maimum limit. The maimum limit of the harvesting level is a quarter of the prey population. If the harvesting level eceeds a quarter of the prey population, then the system has no steady state and oth species will e etinct.

4 ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI Skripsi seagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika DEPERTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 0

5 Judul : Analisis Model Mangsa-Pemangsa Michaelis-Menten dengan Pemanenan pada Populasi Mangsa Nama : Handanu Dwaradi NRP : G50507 Menyetujui Pemiming I, Pemiming II, Dr. Paian Sianturi NIP Drs. Ali Kusnanto, M.Si. NIP Mengetahui : Ketua Departemen, Dr. Berlian Setiawaty, MS. NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini erhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini erjudul Analisis Model Mangsa- Pemangsa Michaelis-Menten dengan Pemanenan Pada Populasi Mangsa. Penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari antuan eragai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang seesar-esarnya kepada:. Bapak dan Iu tersayang, terima kasih atas didikan, kasih sayang, nasihat, semangat, serta do a yang tiada henti-hentinya. Do a yang selalu menjadi penerang jalan penulis.. Dr. Paian Sianturi dan Drs. Ali Kusnanto, M.Si seagai pemiming I dan II yang telah memiming, memerikan anyak saran, meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga hingga karya ilmiah ini selesai. Semua ilmu yang Pak Paian dan Pak Ali erikan sangat ermanfaat agi penulis. Terima kasih. 3. Ir. N. K. Kutha Ardana, M.Sc. selaku dosen penguji. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang sangat ermanfaat agi penulis.. Mas ada, ma ina, uti, dan cita yang sudah mendoakan dan memeri semangat 5. Semua dosen Departemen Matematika, terima kasih atas ilmu dan nasehatnya selama ini. Terima kasih anyak. 6. Bu Susi, u Ade, mas Bono, pak Yono, mas Heri dan seluruh staf pegawai Departemen Matematika, terima kasih atas antuannya selama ini. 7. Keluarga condet, Mah Mar, ule Entri, ule Ida, Bule Eni, om Tio, om Pras, om Tri terima kasih atas doa dan nasehatnya. 8. Suwarno, Irsyad, Apri, dan Iko terima kasih atas antuannya selama ini 9. Nisa dan Vido terima kasih atas doa dan dukungannya yang tiada hentinya, terima kasih atas waktu dan keersamaannya selama ini. Terima kasih. 0. Kakak kelas dan adik kelas terima kasih atas doa dan dukungannya.. Teman-teman matematika angkatan : Yudi, Kinun, Sapto, Dendi, Ardy, Septian, Awi, Eko, Rendy, oy, Haryo, Arif, Ridwan, Yusep, Bima, Ilyas, iput, Facri, Bayu, Heri, Acuy, Ryu, Ricken, Agnes, Hikmah, Dian, Titi, Mira, Octa, Rita, Vita, Vera, Gita, Luri, Rima, Hesti, Ayu, Nyoman, Ida, Achi, dewi, Lisda, Erlin, eyyi, Hapsari, Jane, Lela, Lina, Mega, Niken, Nola, Nopi, Oy, Ocoy, Pipit, Siti, Tia, Vino, Yuni, Ety, Zil. Teman satu imingan Gandi, Ache, dan Ridwan terima kasih atas doa, dukungan dan keersamaannya selama imingan. 3. Teman-teman nakama: Danu, Dera, Marta, Mochan, dan Steven terima kasih atas dukungan, doa, dan nasehatnya selama ini. Semoga karya ilmiah ini dapat menamah informasi di dunia keilmuan khususnya matematikadan menjadi inspirasi agi penelitian-penelitian selanjutnya. Bogor, Maret 0 Handanu Dwaradi

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii I PENDAHULUAN.... Latar Belakang.... Tujuan... II LANDASAN TEORI.... Persamaan Differensial Biasa.... Sistem Persamaan Differensial Linear....3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen.... Titik Tetap....5 Titik Tetap Hiperolik....6 Titik Tetap non-hiperolik....7 Titik Tetap Stail....8 Titik Tetap Tak Stail....9 Pelinearan....0 Analisis Kestailan Titik Tetap.... Diagram Fase penondimensionalan... 3 III PEMODELAN Model Mangsa-Pemangsa Model Umum Pemanenan Model Michaelis-Menten dengan Pemanenan Konstan pada Populasi Mangsa... IV PEMBAHASAN DAN HASIL Menentukan Nilai Pemanenan Maksimal untuk Nilai Pemangsa Nol Penentuan Nilai Titik Tetap Konstruksi Matriks Jacoi Analisis Kestailan Titik Tetap Kestailan Titik di Titik Tetap T Kestailan Titik di Titik Tetap T Kestailan Titik di Titik Tetap T Kestailan Titik di Titik Tetap T Simulasi Analisis Kestailan Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus 7... V SIMPULAN... 6 DAFTAR PUSTAKA... 6 LAMPIRAN... 7 vii

8 DAFTAR GAMBAR Halaman Diagram Fase... 3 Diagram Model Mangsa-Pemangsa... 3 Kurva Pertumuhan Logistik Populasi... 6 Bidang Solusi Pertumuhan Logistik populasi Kurva Titik Tetap pada Kondisi... 6 Bidang Solusi Populasi terhadap t... 7 Bidang Solusi Populasi y terhadap t... 8 Kurva Titik Tetap pada Kondisi... 9 Kurva Titik Tetap pada Kondisi Kurva Titik Tetap pada Kondisi... 3 Kurva Titik Tetap pada Kondisi Kurva Titik Tetap pada Kondisi Kurva Titik Tetap pada Kondisi 7... Kurva Titik Tetap pada Kondisi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Penondimensionalan... 8 Penentuan Titik Tetap Konstruksi Matriks Jacoi... Penentuan Nilai Eigen dari Titik Tetap Simulasi dan Bidang Solusi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Simulasi pada Kondisi Kurva Persamaan Logistik... 0 Bidang Solusi Persamaan Logistik...

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 7 Juni 986 dari Didi Gunadi dan Martini. Penulis merupakan anak kedua dari empat ersaudara. Tahun 00, penulis lulus dari SMA Negeri 50 jakarta dan di tahun 005 penulis erhasil masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Tahun 006, penulis diterima di departemen Matematika, Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam setelah di tahun pertama menjalani Tahap Persiapan Bersama. Penulis selama masa perkuliahan. Tahun 007, penulis aktif seagai panitia pada eerapa acara antara lain try out SPMB dan Pesta Sains Nasional.

10 I PENDAHULUAN. Latar Belakang Makhluk hidup di umi ini terdiri dari ermacam-macam spesies yang mementuk populasi dan hidup ersama. Makhluk hidup selalu ergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu erhuungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, aik individu dalam satu populasi atau individu-individu dari populasi lain. Ada eerapa jenis huungan yang dapat terjadi antar spesies. Salah satu interaksi terseut adalah predasi, yaitu huungan antara mangsa (prey) dan pemangsa (predator). Huungan ini sangat erat kaitannya karena tanpa mangsa, predator tidak dapat ertahan hidup karena tidak ada sumer makanan yang akan dikonversi menjadi individu-individu aru yang akan memperkecil kemungkinan terjadinya kepunahan. Sealiknya predator erfungsi seagai pengontrol populasi mangsa. Menurut Xiao (005) salah satu cara kepunahan populasi diseakan karena anyaknya populasi awal yang terlalu rendah. Oleh karena itu, tingkat predasi yang sangat tinggi terhadap mangsa akan menyeakan semakin erkurangnya populasi mangsa yang akan memungkinkan terjadinya kepunahan pada spesies mangsa. Hal ini akan erdampak sama pada populasi pemangsa secara tidak langsung, karena pemangsa tidak dapat ertahan hidup tanpa adanya mangsa. Seiring dengan erjalannya waktu maka pemangsa akan mengalami kepunahan juga. Untuk mengontrol tingkat predasi agar tidak menyeakan terjadinya kepunahan pada kedua spesies, maka dierikan perlakuan terhadap populasi mangsa, yaitu dengan memanen populasi mangsa secara teratur. Namun jika tingkat pemanenan terlalu tinggi maka dapat juga menyeakan punahnya kedua spesies. Oleh karena itu tingkat pemanenan juga harus diatasi. Dalam melakukan usaha pemanenan ini, hal yang harus diutamakan adalah usaha pemanenan dengan memuat sistem lingkungannya tidak mengalami kepunahan. Dalam karya ilmiah ini akan diahas tentang model interaksi mangsa-pemangsa Michaelis-Menten yang dierikan perlakuan pemanenan terhadap populasi mangsa untuk mencegah kepunahan kedua spesies. Dalam tulisan ini juga akan ditentukan atas maksimal dari pemanenan, sehingga tidak terjadi eksploitasi terhadap populasi mangsa yang akan menyeakan kepunahan. Untuk melihat dinamika populasi sistem, akan dipelajari eerapa faktor yang menjadi penentu, seperti tingkat kematian dan kelahiran, frekuensi pertemuan antara kedua spesies dan tingkat pemanenan yang dilakukan.. Tujuan. Melakukan analisis terhadap model mangsa-pemangsa Michaelis-Menten dengan pemanenan pada populasi mangsa.. Menentukan nilai maksimum pemanenan agar tidak terjadi kepunahan pada kedua spesies. II LANDASAN TEORI. Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Persamaan diferensial iasa diartikan seagai suatu persamaan yang meliatkan turunan pertama atau leih dari fungsi searang terhadap peuah t. Contohnya adalah suatu persamaan diferensial iasa orde I yang dinyatakan seagai : (Farlow 99). Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) Misalkan seuah sistem persamaan diferensial (SPD) linear dinyatakan seagai erikut: n = A +, (0) =, R (.) dengan A adalah matriks koefisien erukuran n n n dan vektor konstan R, maka sistem terseut dinamakan SPD linear orde dengan kondisi awal (0) = λ. Sistem (.) dikatakan homogen jika = 0 dan tak homogen jika 0.

11 (Tu 99).3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Misalkan A adalah matriks n n maka seuah vektor taknol di dalam R n diseut vektor eigen dari A. Jika untuk skalar λ, yang diseut nilai eigen dari A, erlaku: A = λ (.) Vektor diseut vektor eigen yang ersesuaian dengan nilai eigen λ. Untuk mencari nilai eigen erukuran n n maka persamaan (.) dapat ditulis seagai erikut: ( A λi) = 0 (.3) dengan I matriks identitas. Persamaan (.3) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika det( A λi) = 0 (.) Persamaan (.) diseut persamaan karakteristik dari A. (Anton 995). Titik Tetap Dierikan SPD n, R (.5) Titik diseut titik tetap jika 0. Titik tetap diseut juga titik kritis atau titik kesetimangan. (Tu 99).5 Titik Tetap Hiperolik Titik diseut titik tetap hiperolik jika pelinearan menghasilkan akar karakteristik dengan agian real tak nol. (Tu 99).6 Titik Tetap Non-Hiperolik Titik diseut titik tetap non-hiperolik jika dari pelinearan ada akar karakteristik dengan agian real sama dengan nol. (Tu 99).7 Titik Tetap Stail * Misalkan adalah titik tetap seuah SPD dan () t adalah solusi SPD dengan nilai awal * (0) = 0 dengan 0. Titik * dikatakan titik tetap stailjika untuk searang radius ρ > 0 terdapat r > 0 sedemikian sehingga jika * posisi awal 0 memenuhi 0 < r maka * solusi () t memenuhi t ( ) < ρ, untuk setiap t > 0. (Verhulst 990).8 Titik Tetap Tak Stail * Misalkan adalah titik tetap seuah SPD dan () t adalah solusi SPD dengan nilai awal * (0) = 0 dengan 0. Titik * titik tetap tak stail jika terdapat ρ > 0 dengan ciri seagai erikut: untuk searang r > 0 terdapat posisi awal 0 memenuhi * 0 < r, erakiat solusi () t memenuhi * t ( ) ρ, untuk paling sedikit satu t > 0. (Verhulst 990).9 Pelinearan Perhatikan sistem tak linear erikut: (.6) dengan menggunakan perluasan Taylor pada suatu titik tetap *, untuk penyederhanaan titik * didefinisikan pada titik asal, maka diperoleh = A + ϕ( ) (.7) dengan A= Df(*) = Df() * = (.8) f f n A = fn f n n Dan ϕ( ) mempunyai lim ϕ( ) = 0. * Sistem = A (.9) Diseut pelinearan dari (.7). (Verhulst 990).0 Analisis Kestailan Titik Tetap Dierikan sistem persamaan differensial semarang n = f( ), R analisis kestailan titik tetap dilakukan melalui matriks Jacoi, yaitu matriks A. Penentuan kestailan titik tetap didapat dengan melihat nilai-nilai eigennya, yaitu λ i dengan i =,, 3,..., n yang diperoleh dari det ( A λ I) = 0 Secara umum kestailan titik tetap mempunyai tiga perilaku seagai erikut:. Stail, jika a. Setiap nilai eigen real adalah negatif ( λ i < 0 untuk semua i). Setiap komponen nilai eigen kompleks agian realnya leih kecil atau sama dengan nol ( Re( λi ) 0 untuk semua i).. Takstail, jika

12 3 a. Setiap nilai eigen real adalah positif ( λ i > 0 untuk semua i).. Setiap komponen nilai eigen kompleks agian realnya leih esar atau sama dengan nol ( Re( λi ) 0 untuk semua i). 3. Sadel, jika perkalian dua uah nilai eigen real semarang adalah negatif ( λi, λ j < 0 untuk i dan j semarang). Titik tetap sadel ini ersifat takstail (Tu 99). Diagram Fase Suatu persamaan diferensial = f( ) tidak semuanya dapat diselesaikan secara kuantitatif. Jika hal ini terjadi maka diperlukan solusi kualitatif dalam entuk diagram fase. Diagram fase akan menggamarkan peruahan kecepatan terhadap (lihat gamar ). Jika > 0, maka kurva erada di atas sumu horizontal, yaitu naik sepanjang waktu yang ditujukan oleh arah panah dari kiri ke kanan. Jika < 0, maka kurva erada di awah sumu horizontal, yaitu menurun sepanjang waktu. Pada sumu horizontal, = 0 yaitu tidak eruah, merupakan titik ekuilirium atau titik tetap. Jika f '( ) < 0 yaitu f ( ) adalah fungsi turun, maka ekuilirium stail. Jika f '( ) > 0 yaitu f ( ) adalah fungsi naik, maka ekuilirium tidak stail. Gamar. Diagram fase. [Tu 99]. Penondimensionalan Penondimensionalan adalah suatu metode untuk menyederhanakan suatu persamaan anyak parameter menjadi persamaan dengan sedikit parameter. Biasanya penondimensionalan mengelompokkkan eerapa parameter dengan seuah parameter tunggal. [Srogatz 99] III PEMODELAN 3. Model Mangsa-pemangsa Model mangsa-pemangsa yang anyak dikenal adalah model Lotka-Voltera. Model ini disusun erdasarkan asumsi-asumsi erikut:. Dalam keadaan tanpa pemangsa, lingkungan hidup populasi mangsa sangat ideal sehingga perkemangannya tak teratas.. Pertumuhan pemangsa juga ideal, kecuali terdapat kendala makanan. 3. Laju pemangsaan proporsional dengan laju pertemuan antara mangsa dan pemangsa.. Laju kematian pemangsa adalah konstan, tidak terpengaruh terhadap kepadatan dan umur pemangsa. 5. Efisiensi pemangsaan tidak tergantung umur pemangsa dan mangsa. 6. Efisiensi penggunaan mangsa seagai makanan pemangsa untuk ereproduksi adalah konstan dan tidak tergantung umur dan kepadatan pemangsa. 7. Gerakan dan kontak mangsa dan pemangsa erlangsung secara acak. Setiap individu mangsa memiliki peluang yang sama untuk dimangsa. 8. Waktu yang digunakan pemangsa untuk memangsa diaaikan. 9. Kepadatan mangsa tidak mempengaruhi peluang pemangsaan. 0. Kepadatan pemangsa tidak mempengaruhi peluang pemangsa untuk memangsa.. Keadaan lingkungan adalah homogen. Pertumuhan perkapita mangsa dan pemangsa model Lotka-Voltera adalah dx = rx cxy dt (3.) dp dt = XY dy X = kepadatan populasi mangsa Y = kepadatan populasi pemangsa r = laju pertumuhan intrinsik mangsa c = koefisien tingkat pemangsaan = tingkat kelahiran pemangsa tiap satu mangsa yang dimakan d = tingkat kematian pemangsa

13 Misalkan X menyatakan jumlah populasi mangsa pada waktu t dan Y jumlah populasi pemangsa pada waktu t. Laju pertumuhan perkapita populasi mangsa adalah selisih dari laju pertumuhan intrinsik dengan erkurangnya populasi mangsa akiat interaksi dengan pemangsa. Laju pertumuhan perkapita populasi pemangsa merupakan pertamahan laju kelahiran pemangsa karena interaksi dengan mangsa dikurang laju kematian pemangsa. Model Lotka-Voltera layak digunakan jika interaksi yang terjadi hanya interaksi interspesies, yaitu interaksi antara individu pada populasi spesies yang satu dengan individu pada populasi spesies yang lain dan mengaaikan interaksi antar individu pada populasi yang sama. Model ini juga hanya layak dalam kondisi nyata dengan ketidakteratasan kapasitas pemangsa. Jika pada sistem interaksi antar individu pada satu populasi dan terdapat keteratasan kapasitas, maka model Lotka-Voltera tidak dapat digunakan. Pada kasus ini akan digunakan generalisasi dari model Lotka-Voltera, yaitu model mangsa-pemangsa Michaelis-Menten. Selain itu pada model ini dierikan perlakuan pemanenan pada populasi mangsa. 3. Model Umum Pemanenan Misalkan dalam populasi terdapat individu mangsa dan daya dukung lingkungan K terdapat pada model pertumuhan perkapita. Sehingga kapasitas penampungan lingkungan yang tersisa adalah K individu. Jadi masih ada K K agian lingkungan yang masih isa ditinggali. Bagian inilah yang seanding dengan pertumuhan populasi. Sehingga terentuk persamaan pertumuhan populasi perkapita seagai erikut: r K (3.) Persamaan di atas merupakan persamaan pertumuhan logistik. Persamaan terseut menunjukkan ahwa model terseut elum mengalami eksploitasi atau usaha pemanenan. Huungan antara pertumuhan perkapita alamiah dan usaha pemanenan merupakan dinamika populasi mangsa. Sehingga laju pertumuhannya dipengaruhi oleh jumlah kelahiran mangsa dan jumlah pemanenan yang dilakukan. Jika pemanenan dilakukan dengan ukuran h, maka persamaan pertumuhan logistik menjadi = F( ) h (3.3) = r h K dengan peuah tak eas 0, populasi awal (0) diasumsikan diketahui, sedangkan h diasumsikan 0 h hmaks, dengan hmaks adalah nilai maksimal mangsa yang dapat dipanen. 3.3 Model Michaelis-Menten dengan Pemanenan konstan pada populasi mangsa Pemanenan yang dilakukan untuk memanfaatkan suatu spesies dalam suatu populasi iasanya terjadi pada idang kehutanan, perikanan, dan kehidupan liar. Pemanenan yang diahas pada karya ilmiah ini adalah pemanenan pada kehidupan liar atau perikanan secara umum, yang terdapat interaksi mangsa pemangsa. Namun pemanenan dilakukan hanya pada spesies mangsa saja. Karena diasumsikan hanya spesies mangsa yang memiliki nilai komersil. Diagram di awah akan memperlihatkan gamaran permasalahan dalam entuk model matematika sederhana. Pertumuhan Intrinsik rk, Mangsa h Pemanenan cm, Kelahiran Pemangsa f Pemangsa D mati Gamar 3.Diagram model mangsapemangsa. Gamar di atas menunjukkan ahwa laju pertumuhan populasi mangsa ( ) adalah seesar r yang merupakan akiat pertumuhan alamiah. Laju perkapita populasi

14 5 mangsa erkurang seesar r untuk setiap K ertamahnya satu individu mangsa karena adanya keteratasan daya dukung lingkungan dan seesar c akiat dimangsa oleh pemangsa. Besarnya tingkat pemangsaaan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan pemangsa seesar m. Terakhir erkurang seesar h akiat dipanen. Selanjutnya laju pertumuhan perkapita populasi pemangsa ( y) adalah seesar laju kelahiran f dengan mengkonversi setiap mangsa yang dimangsa menjadi kelahiran agi pemangsa dan dipengaruhi tingkat kepuasan pemangsa seesar m. Berkurang seesar tingkat kematian D. Model pemanenan pada mangsa terseut dirumuskan menjadi model matematika oleh Xiao dan Leslie seagai erikut: cy = r h K my+ (3.) f y = y D+ my + dengan = anyaknya mangsa y = anyaknya pemangsa r = laju pertumuhan intrinsik K = daya dukung lingkungan c = anyaknya mangsa yang ditangkap m = tingkat kepuasan pemangsa D = laju kematian pemangsa f = faktor konversi yang menyatakan anyaknya pemangsa aru yang lahir untuk tiap mangsa yang di tangkap h = konstanta tingkat pemanenan mangsa dengan r, K, c, m, D, f, h adalah parameter positif. Pada model ini hanya populasi mangsa saja yang dipanen, karena diasumsikan hanya populasi mangsa yang memiliki nilai komersil. Oleh karena itu akan ditentukan nilai h maksimum, jika mangsa dipanen meleihi dari nilai h maksimum maka akan terjadi kepunahan. Kepunahan dapat terjadi juga pada pemangsa karena secara tak langsung mempengaruhi kelangsungan hidup pemangsa karena tidak ada mangsa yang akanditangkap. Nilai h maksimum iasa diseut h MSY (maimum sustainale yield). Konsep maimum sustainale yield didasarkan pada model pertumuhan iologi yang mengasumsikan jika anyaknya persediaan dalam populasi leih rendah dari tingkat persediaan K, maka terdapat keleihan individu yang dapat dipanen. Jika keleihan terseut tidak dipanen maka akan menyeakan pengurangan daya dukung lingkungan K. Model terseut juga memiliki anyak kesetimangan pada > 0, y > 0 IV PEMBAHASAN DAN HASIL Pada agian ini akan diahas tentang penentuan atasan nilai dari usaha pemanenan untuk mencegah terjadi kepunahan pada populasi. Hal ini merupakan tujuan utama dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam a ini juga akan diahas tentang pencarian titik tetap dari sistem mangsa pemangsa model Michaelis-Menten. Dari titik tetap yang telah didapat akan dilakukan analisis kestailan sistem pada setiap titik tetap. Untuk leih jelasnya, pada agian akhir pemahasan akan dilakukan simulasi dengan kondisi yang ereda-eda. Hal ini dilakukan untuk melihat peruahan kestailan dengan meruah parameter-parameter dari sistem terseut.. Menentukan nilai pemanenan maksimum (h maks ) untuk nilai pemangsa nol Persamaan (3.3) akan seimang jika = r 0 (.) K = sehingga populasi akan sama dengan daya dukung yang ada. Sedangkan pertumuhan populasi akan mencapai nilai maksimum pada kondisi setengah dari daya dukung lingkungannya. Gamar di awah ini merupakan kurva pertumuhan logistik dari populasi mangsa ( ) dari persamaan (.) (Lampiran 3)

15 Gamar.Kurva pertumuhan logistik populasi. Dari gamar di atas dapat dilihat ahwa titik tetap terjadi pada = 0 dan = K. Dengan melihat diagram pada gamar di atas ahwa pada = 0 adalah titik tetap tidak stail dan = K adalah titik tetap stail. Secara iologis jika = 0 adalah titik tetap tak stail karena pemilihan populasi yang kecil akan tumuh dengan cepat dan menjauhi = 0. Misalkan dierikan 0 > 0, titik terseut akan selalu menuju = K. Oleh sea itu populasi akan selalu mendekati daya dukung lingkungan (K). Misalkan dierikan 0 < K, titik ini akan ergerak cepat hingga mencapai titik maksimal pada saat 0 = K. Ini erarti ahwa populasi pada awalnya tumuh dengan cepat, dan grafik dari () t cekung ke atas. Tetapi setelah mencapai titik = K /, turunan mulai menurun dan juga ( t) cekung ke awah dan memiliki asimtot ke garis horizontal = K. Jika syarat awal 0 terletak antara K dan K, kecepatan solusinya menjadi erkurang dari awal. Karena itu solusinya cekung ke awah untuk semua nilai t. Jika populasi awalnya meleihi daya dukung lingkungan 0 > K maka ( t ) menurun menuju = K dan cekung ke atas. Akhirnya, jika 0 = 0 atau 0 = K, maka populasi tetap konstan. Sehingga akan mementuk grafik seagai erikut (Lampiran ) Gamar. Bidang solusi pertumuhan logistik populasi. Untuk mendapatkan hasil pemanenan yang maksimal maka diasumsikan tidak ada yang memangsa populasi mangsa dan jumlah populasi maksimal pada saat setengah dari daya dukungnya, sehingga diasumsikan nilai K pemangsa sama dengan nol dan =. Jika nilai terseut disutitusi ke persamaan (3.), maka persamaan (3.) menjadi = r( ) h = 0 K r = r h = 0 K Maka r K h = r ; = K rk h = karena adanya penskalaan pada persamaan (3.) dengan skala seagai erikut: my t rt, K, y K maka diketahui ahwa nilai r = dan K =, sehingga nilai h maks =. Setelah didapat nilai hmaks secara kualitatif maka selanjutnya akan dilakukan pemuktian secara kuantitatif dengan melakukan analisis pada model terseut. Untuk leih sederhana dalam melakukan analisis maka dilakukan penondimensionalan pada persamaan (3.) dengan skala terseut di atas maka akan didapat persamaan erikut: (Lampiran ) ay = ( ) h y+ y = y d + y+ (.)

16 7 dengan = anyaknya mangsa y= anyaknya Pemangsa a = anyaknya mangsa yang ditangkap = anyaknya pemangsa yang lahir d = laju kematian pemangsa h = tingkat pemanenan parametera,, d, h merupakan parameter positif.. Penentuan Titik Tetap Titik tetap pada persamaan (.)diawali pada > 0, y > 0. Misalkan, anggap ay f (, y) = ( ) h y+ f (, y) = y d + y+ (.3) dengan,,, adalah parameter positif, dan hanya akan diahas dinamika dari persamaan (.3) pada kuadran positif. Jadi kondisi awal secara iologi erarti (0) 0 dan y(0) 0. Jika dimisalkan = 0 dan y = 0, maka f (0,0) = h, f (0,0) = 0. Oleh sea itu, solusi dari persamaan (.3) dengan kondisi awal yang taknegatif, ada dan unik. Semua solusi menyentuh sumu melewati kuadran pertama, dan titik (0,0) ukan titik tetap dari persamaan (.3). Pertama-tama, akan ditentukan lokasi dan jumlah dari ekuilirium dari persamaan (.3) pada kuadran pertama di. Persamaan (.3) akan memiliki titik tetap di jika dan hanya jika persamaan ay f(, y) = ( ) h = 0 y+ f (, y) = y d + = 0 y+ (.) memiliki sepasang solusi real yang taknegatif,. Titik tetap persamaan (.) diperoleh dengan menentukan f (, y ) = 0dan f ( y ) =, sehingga menurut persamaan, 0 terseut didapat: y d + = 0 y+ yang menghasilkan ( d) = 0, y = d y dan ( ) ay h = 0 y + jika y = 0 maka jika ± h = ( d) y = d Maka a( d) ± ( a( d) ) h = Dari hasil di atas maka didapat titik tetap seagai erikut (Lampiran ) h T :(, y) = (,0) + h T :(, y) = (,0) * * a ( d ) Δ d * T3 :(, y ) =, d * * a( d) + Δ d * T :(, y ) =, d Dengan Δ= ( a ( d) ) h.3 Konstruksi matriks Jacoi Misalkan sistem persamaan (.) dituliskan seagai erikut : d = f dt dy = f dt (, y) (, y) Matriks Jacoi dientuk dengan menyusun turunan parsial dari f dan f terhadap dan y yang dituliskan seagai erikut (Lampiran 3)

17 8 f f y J = f f y J Kestailan sistem persamaan (.) akan diperoleh dengan menganalisis nilai eigen matriks Jacoi.. Analisis kestailan titik tetap.. Kestailan sistem di titik tetap T Titik tetap T = ( h,0) disutituskan pada persamaan J, maka di peroleh J = h 0 a d Untuk memperoleh nilai eigen dari J maka A λ I = 0, yaitu : ( h λ)( d λ) = 0 λ λ( ( h) ( d) ) ( h)( d) + + = 0 didapat nilai eigen seagai erikut (Lampiran ) λ = d ay a ( y+ ) ( y+ ) = y d + i λ = h Berdasarkan teorema kestailan, nilai eigen yang didapat mempunyai kemungkinan, yaitu untuk λ = d > 0 dan λ = h > 0maka T ersifat tak stail untuk λ = d < 0 dan λ = h > 0 maka T ersifat sadel. ( y+ ) ( y+ ).. Kestailan sistem di titik tetap T + h Titik tetap T = (,0) disutitusikan pada persamaan J, maka akan diperoleh J h a = 0 d Untuk memperoleh nilai eigen dari J maka, yaitu : A λ I = 0 didapat nilai eigen seagai erikut (Lampiran ) λ = d λ = h Berdasarkan teorema kestailan, nilai eigen yang didapat mempunyai kemungkinan, yaitu untuk λ = d > 0 dan λ = h < 0maka T ersifat sadel atau untuk λ = d < 0 dan λ = h < 0 maka T ersifat stail...3 Kestailan sistem di titik tetap T 3 Titik tetap T 3 = a ( d ) Δ *, d d disutitusikan pada persamaan J, maka akan diperoleh J a ( dd ) + Δ ad = ( d) d( d) 3 Untuk memperoleh nilai eigen dari J 3 maka dimisalkan: J 3 = p q r s Dengan i ( h λ)( d λ) = 0 (( h) ( d) ) ( h)( d) λ + λ + = 0

18 9 a ( dd ) + Δ p = ad q = ( d) r = d ( d) s = Untuk memperoleh nilai eigen, digunakan persamaan karakteristik A λi = 0 sehingga p λ r q = 0 s λ dengan menggunakan software Mathematica 7, maka diperoleh nilai eigen seagai erikut (Lampiran ) ( R S (( R S) 3 d( T S ds) )) R S (( R S) 3 d( T S ds) ) λ = λ = dengan 3 R = a d + d ad d ( ) S = ( + a( d)) h T = ad a d ad Nilai eigen pada titik tetap T 3 memiliki eerapa kemungkinan, yaitu tergantung dari kondisi parameter yang akan dierikan. Untuk kasus yang pertama nilai parameter > d akan menghasilkan nilai eigen λ > 0 dan λ < 0, sehingga titik tetap T 3 ersifat sadel. Pada kasus yang kedua nilai parameter < d akan menghasilkan nilai eigen λ > 0 dan λ < 0, sehingga titik tetap T 3 ersifat sadel. Untuk kasus yang ketiga nilai parameter d akan menghasilkan nilai eigen a λ > 0 dan λ < 0, sehingga titik tetap T 3 ersifat sadel. Terakhir kasus yang keempat nilai parameter d < akan menghasilkan a nilai eigen λ > 0 dan λ > 0, sehingga titik tetap T 3 ersifat tidak stail...kestailan sistem di titik tetap T Titik tetap T = a( d) + Δ d *, d disutitusi pada persamaan J, maka di peroleh : J a ( dd ) Δ ad = ( d) d( d) Untuk memperoleh nilai eigen dari J maka dimisalkan: J = k l m n Dengan a ( dd ) Δ k = ad l = ( d) m = d ( d) n = Untuk memperoleh nilai eigen, digunakan persamaan karakteristik A λi = 0 sehingga k λ m l = 0 n λ dengan menggunakan software Mathematica 7, maka diperoleh nilai eigen seagai erikut: 3 ( R S (( R S) d( T S ds) )) 3 ( R S (( R S) d( T S ds) )) λ = λ = Dengan 3 R = a d + d ad d S = ( + a( d)) h T = ad a d ad (Lampiran )

19 0 Nilai eigen pada titik tetap T, yaitu tergantung dari kondisi parameter yang akan dierikan. Untuk kasus yang pertama, nilai parameter > d akan menghasilkan nilai eigen λ > 0 dan λ < 0, sehingga titik tetap T ersifat sadel. Untuk kasus yang kedua nilai parameter < d akan menghasilkan nilai eigen λ > 0 dan λ < 0, sehingga titik tetapt ersifatsadel. Pada kasus yang ketiga, nilai parameter d akan menghasilkan a nilai eigen λ > 0 dan λ > 0, sehingga titik tetap T ersifat tidak stail. Terakhir, kasus keempat dengan nilai parameter d < a akan menghasilkan nilai eigen λ > 0 dan λ < 0, sehingga titik tetap T ersifat sadel. Dari percoaan di atas jelas ahwa persamaan (.) memiliki empat pasang solusi real taknegatif (, y ) dan * * (, y ) dengan i i i + ( ) h i = y i = 0 i * a( d) + ( ) Δ * d * i = yi = i d Dengan i =,, i i Δ= ( a ( d) ) h Berikut merupakan tael kestailan titik tetap dari hasil pencarian titik tetap dengan eerapa kondisi yang ereda: Tael Ringkasan Keeradaan dan Kestailan Titik Tetap dari Beragai Kondisi Kondisi T T T 3 T 0< h< dan < d Sadel Stail hiperolik < h< dan > d Tak stail Sadel Stail hiperolik Stail hiperolik 0< h< dan d < a Tak stail hiperolik Sadel hiperolik Tak stail Sadel 0< h< dan d a Tak stail hiperolik Sadel < h < dan = d h > h = dan d h = dan > d Sadel Sadel Stail Sadel

20 Dari tael di atas dapat dilihat sifat-sifat titik tetap dari eragai kondisi. Jumlah titik tetap juga tergantung dari kondisi yang dikenakan pada sistem. Untuk leih jelasnya, maka dilakukan simulasi untuk melihat jumlah titik tetap dan orit kestailan dari masing-masing titik tetap dari setiap kondisi.5 Simulasi Analisis Kesetailan Pada agian simulasi ini, akan dilakukan uji coa eerapa kondisi yang mempengaruhi kestailan model yaitu dengan menguah parameter-parameter. Hal ini dilakukan untuk menggamarkan eerapa kasus jika terjadi pada kondisi seagai erikut :.5. Simulasi Analisis Kestailan pada Kasus ( < d dan 0 < h < ) Titik Tetap Berikut ini adalah ilustrasi pencarian titik tetap pada kasus < d. Kurva titik tetap didapat dengan menggunakan software mathematica 7. Lalu dengan memilih parameter a = 0., = 0., d = 0.3, dan h = 0, maka diperoleh nilai T = (0.70, 0) dan T = ( , 0), maka dari titik terseutdiperoleh kurva seagai erikut (Lampiran 5) HtL 3 yhtl The phase portrait of system HtL HtL t Gamar.3 Kurva titik tetap dan idang solusi pada kondisi < d dan 0 < h <. Dari gamar di atas dapat dilihat ahwa pada kondisi terseut terdapat dua titik tetap pada kuadran positif dan dua titik terseut merupakan titik kesetimangan, yaitu pada titik T dan titik T. Titik T ersifat sadel hiperolik dan titik T ersifat stail hiperolik. Gamar di atas menunjukan ahwa orit menuju ke titik tetap T dengan kondisi tingkat kelahiran pemangsa leih kecil daripada tingkat kematian pemangsa. Gamar di atas dapat disimpulkan ahwa titik tetap T ersifat stail hiperolik, karena dapat dilihat oritnya menuju ke titik T dan titik T sadel hiperolik..5. Simulasi Analisis Kestailan Pada Kasus ( > d dan 0 < h < ) Titik Tetap Berikut ini adalah ilustrasi pencarian titik tetap pada kondisi tingkat kelahiran pemangsa leih esar daripada tingkat kematian pemangsa ( > d ). Titik tetap pada kondisi ini didapat dengan menggunakan software mathematica 7. Lalu dengan memilih parameter a =, = 3, d =, dan h = 0, Maka diperoleh nilai T = (0.70, 0), T = ( , 0), T 3 = (0.3, 0.), T = (0., 0.). Dan diperoleh gamar seagai erikut (Lampiran 6) t

21 .0 The phase portrait of system.0 The phase portrait of system yhtl yhtl HtL Gamar. Kurva titik tetap pada kondisi > d dan 0 < h <. Dari gamar di atas dapat dilihat ahwa pada kondisi terseut terdapat empat titik tetap, titik T dan T merupakan titik kesetimangan. Titik T ersifat tak stail hiperolik dan T ersifat sadel hiperolik. Titik tetap T 3 dan T ersifat stail hiperolik. Gamar di atas menunjukan ahwa oritnya mendekati titik T 3 dan T yang ersifat stail hiperolik dengan kondisi tingkat kelahiran pemangsa leih esar daripada tingkat kematian pemangsa. Titik T ersifat tak stail dan titik T ersifat sadel..5.3 Simulasi Analisis Kestailan pada Kasus 3 ( d < dan 0 < h < ) a Titik tetap Berikut ini ilustrasi pencarian titik tetap pada kasus d <, dimana nilai titik tetap a T dan T ergantung pada nilai h dan titik tetap T 3 dan T ergantung pada nilai parameter a,, dan d, dengan memilih nilai parameter a = 0.5, = 0.3, d = 0., dan h = 0.0. Maka diperoleh nilai T = (0.07, 0), T = ( , 0), T 3 = ( , ), T = (0.6,.). Dari nilai parameter terseut di peroleh hasil seagai erikut (Lampiran 7) HtL Gamar.5 Kurva titik tetap pada kondisi d < dan 0 < h <. a Dari gamar di atas dapat dilihat ahwa pada kondisi terseut terdapat empat titik tetap, dimana titik T rsifat hiperolik tidak stail dan T ersifat hiperolik sadel. Dan titik T 3 ersifat tak stail, sedangkan titik T ersifat sadel. Gamar di atas juga menunjukan terdapat dua ekuilirium yaitu pada titik T yang merupakan titik takstail hiperolik dan pada titik T yang merupakan titik sadel hiperolik. Gamar di atas menunjukkan ahwa oritnya mendekati titik T merupakan titik sadel dan titik tetap T merupakan titik tak stail..5. Simulasi Analisis Kestailan pada Kasus ( d dan 0 < h < ) a Titik Tetap Berikut ini ilustrasi penentuan titik tetap pada kondisi d. Titik tetap didapat a dengan menggunakan software mathematica 7. Lalu dengan memilih parameter a =, = 0., d = 0., dan h = 0.05, maka diperoleh nilai T = ( , 0), T = (0.97, 0). Dari nilai parameter di atas maka diperoleh hasil seagai erikut (Lampiran 8).

22 3 The phase portrait of system The phase portrait of system yhtl 0. yhtl HtL Gamar.6 Kurva titik tetap pada kondisi d dan 0 < h <. a Dari gamar di atas dapat dilihat ada dua titik tetap. Dimana titik tetap T ersifat tak stail hiperolik, titik tetap T ersifat sadel hiperolik. Gamar di atas juga menunjukan ahwa dua titik tetap terseut juga merupakan ekuilirium yaitu pada titik T yang merupakan titik takstail hiperolik dan pada titik T yang merupakan titik sadel hiperolik. Gamar di atas menunjukan ahwa orit menjauh dari titik T mendekati titik (0,0) sehingga dapat dikatakan titik T merupakan titik tidak stail hiperolik. Sedangkan titik T merupakan titik sadel hiperolik..5.5 Simulasi Analisis Kestailan pada Kondisi 5 ( = d dan 0 < h < ) Titik Tetap Berikut ini ilustrasi penentuan titik tetap pada kondisi = d dimana nilai titik tetap T dan T ergantung pada esar kecilnya nilai h dan nilai titik tetap T 3 dan T ergantung pada nilai parameter a,, dan d. dipilih nilai parameter a =, =, d =, dan h = 0., maka diperoleh nilai T = (0.70, 0), T = ( , 0), T 3 = (0.70, 0), T = ( , 0), karena titik T sama dengan titik T 3 dan titik T sama dengan titik T maka dapat dikatakan ahwa pada kondisi tingkat kelahiran pemangsa sama dengan tingkat kematian pemangsa hanya memiliki dua titik tetap. Dari titik terseut diperoleh kurva seagai erikut (Lampiran 9) HtL Gamar.7 Kurva titik tetap pada kondisi = d dan 0 < h <. Dari gamar di atas dapat dilihat ada dua titik tetap, yaitu titik tetap T dan T. Gamar di atas juga menunjukan ahwa dua titik tetap terseut merupakan titik ekuilirium yang merupakan titik sadel. Gamar di atas menunjukan ahwa orinya menjauhi titik T mendekati titik T namun mementuk cekungan sehingga tidak nenuju titik T. Sehingga titik T dan titik T merupakan titik sadel..5.6 Simulasi Analisis Kestailan pada Kondisi 6 ( h > ) Titik Tetap Berikut ini adalah ilustrasi pencarian titik tetap pada kasus h >. Kurva titik tetap didapat dengan menggunakan software mathematica 7. Lalu dengan memilih parameter a =, = 0., d = 0.5, dan h = 0, 3. Maka dari parameter terseut didapat idang fase seagai erikut dan sistem tidak memiliki titik tetap. (Lampiran 0) yhtl The phase portrait of system HtL

23 Gamar.8 Kurva pada kondisi h >. Gamar di atas menunjukkan ketika h > persamaan (.3) tidak memiliki ekuilirium dan t () < 0pada R +, dinamika dari persamaan (.3) pada R + terlihat dari gamar di atas dimana semua orit akan melewati sumu y dan akan keluar dari R +. Jika demikian, hal ini akan mengakiatkan spesies mangsa akan mengalami kepunahan dan hal ini pula yang akan menjadi penyea punahnya populasi pemangsa. Oleh karena itu, untuk menjaga agar kedua spesies dapat ertahan hidup, maka tingkatpemanenan mangsa tidak oleh meleihi seperempat. Bukti: h > ay ( ) > > 0 + y ay > ( ) > 0 + y ay > ( ) ( + y) > 0 ( ) ( + y) y > > 0 a y > 0 y < 0 adalah a =, =, d =, dan h = 0, 5 dengan syarat tingkat kelahiran pemangsa leih kecil daripada tingkat kematian pemangsa ( < d ) maka akan didapat nilai erikut T = (0.5,0) dant = (0.5,0) karena nilai T dan T sama, sehingga dapat dikatakan pada kondisi terseut sistem hanya memiliki satu titik tetap. Titik tetap terseut merupakan titik stail dan juga titik ekuilirium. Bagian linear dari persamaan (.3) pada ( 0, y 0) ditentukan oleh matrik 0 a Df ( 0, y0) = 0 d Untuk memperoleh nilai eigen, digunakan persamaan karakteristik A λi = 0 sehingga 0 λ 0 a 0 d λ = Dari matrik di atas didapat nilai eigen seagai erikut λ = 0 λ = d Karena nilai dari salah satu nilai eigennya sama dengan nol, maka ekuilirium ( 0, y0) adalah titik tetap stail non-hiperolik. Dengan menggunakan software mathematica 7 maka akan didapat hasil seagai erikut (Lampiran ) Gamar orit di atas menunjukan ahwa oritnya menuju titik (0,0) dan akan melewati sumu y pada kondisi pemanenan melehi dari seperempat. Karena titik (0,0) ukan merupakan titik tetap dan titik ekuilirium, maka dapat dikatakan ahwa pada kondisi terseut sistem tidak memiliki ekuilirium. Hal inilah yang akan menyeakan terjadinya kepunahan pada spesies mangsa dan secara tidak langsung akan erdampak sama pada spesies pemangsa. yhtl The phase portrait of system.5.7 Simulasi Analisis Kestailan pada Kondisi 7 ( h = ) Titik Tetap Persamaan (.3) memiliki ekuilirium yang unik di R +, dengan ( 0, y0) = (,0) jika h = dan d, jika parameter yang dipilih HtL Gamar.9 Kurva titik tetap pada kondisi h = Gamar di atas menunjukana kondisi saat tingkat kelahiran pemangsa leih kecil daripada tingkat kematian pemangsa terdapat

24 5 satu titik tetap T. Titik terseut merupakan titik stail. Gamar di atas merupakan orit ketika h =, maka sistem memiliki ekuilirium yang unik yaitu ( 0, y 0) = (,0). Orit dari gamar di atas menuju ke titik T dan dari nilai eigen yang di dapat maka titik T merupakan titik tetap stail non-hiperolik. Jika parameter yang dipilih adalah a =, =, d =, dan h = 0, 5 dengan syarat tingkat kelahiran pemangsa leih esar daripada tingkat kematian pemangsa ( > d ) maka akan didapat nilai erikut T = (0.5,0) dan T = (0.5,0) karena nilai T dan T sama, sehingga dapat dikatakan pada kondisi terseut sistem hanya memiliki satu titik tetap. Titik tetap terseut merupakan titik sadel dan juga titik ekuilirium. Bagian linear dari persamaan (.3) pada ( 0, y 0) ditentukan oleh matrik 0 a Df ( 0, y0) = 0 d untuk memperoleh nilai eigen, digunakan persamaan karakteristik A λi = 0 sehingga 0 λ 0 a 0 d λ = Dari matrik di atas didapat nilai eigen seagai erikut: λ = 0 λ = d Karena nilai dari salah satu nilai eigennya sama dengan nol, maka ekuilirium ( 0, y 0) adalah titik sadel non-hiperolik. Dengan menggunakan software mathematica 7 maka akan didapat hasil seagai erikut (Lampiran ) yhtl The phase portrait of system HtL Gamar.0 Kurva titik tetap pada kondisi h =. Gamar di atas menunjukkan pada kondisi tingkat kelahiran pemangsa leih esar daripada tingkat kematiaan pemangsa terdapat satu titik tetap T. Titik terseut adalah titik sadel dan juga merupakan titik ekuilirium. Gamar di atas menunjukan ahwa oritnya menjauhi titik T lalu menuju sumu y, sehingga titik terseut dikatakan tidak stail. Dari kedua gamar di atas dapat dikatakan ahwa titik T merupakan titik sadel.

25 6 V SIMPULAN Dalam tulisan ini telah dipelajari Model mangsa-pemangsa Michaelis-Menten dengan pemanenan pada populasi mangsa. Dari hasil analisis, diperoleh maksimum titik tetap. Banyaknya titik tetap dan kestailannya dipengaruhi oleh konstanta pemanenan dan perandingan antara tingkat kematian pemangsa dan tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa. Dari hasil pemahasan diperoleh nilai pemanenan maksimal h MSY =. Agar populasi mangsa dan pemangsa tidak mengalami kepunahan, maka ditentukan tingkat pemanenan maksimum yaitu seperempat populasi mangsa. Jika tingkat pemanenan meleihi seperempat populasi mangsa, maka sistem tidak memiliki titik tetap dan kedua spesies akan mengalami kepunahan. Namun kepunahan tidak terjadi secara ersamaan. Mangsa akan mengalami kepenuhan terleih dahulu kemudian diikuti dengan punahnya populasi pemangsa karena tidak lagi mendapat sumer makanan yang iasa diperoleh dari populasi mangsa. Analisis yang dilakukan pada sistem dapat diketahui ahwa sistem memiliki satu titik tetap jika nilai usaha pemanenannya sama dengan seperempat pada saat populasi mangsa sama dengan setengah dan diasumsikan tidak ada pemangsaan terhadap spesies mangsa. Pada kondisi tingkat kelahiran pemangsa leih kecil atau sama dengan tingkat kematian pemangsa dengan nilai usaha pemanenan antara nol hingga kurang dari seperempat akan memliki dua titik tetap. Sedangkan pada kondisi tingkat kelahiran pemangsa leih esar daripada tingkat kematian pemangsa dengan nilai usaha pemanenan antara nol hingga kurang dari seperempat akan memiliki empat titik tetap. Agar tidak ada populasi yang mengalami kepunahan maka esarnya interaksi antara mangsa dan pemangsa harus dipilih meleihi tingkat kematian pemangsa. DAFTAR PUSTAKA Anton H Aljaar Linear Elementer. Edisi ke-5. Terjemahan Pantur Silaan dan I Nyoman Susila. Erlangga, Jakarta. Farlow SJ. 99. An Introduction to Differential Equation and Their Application. Mc Graw-Hill, New York. Strogatz SH. 99. Nonlinear Dynamics and Chaos, with Applications to Physics, Biology, Chemistry, and Engineering. Addison-Wesley Pulishing Company, Reading, Massachusete. Tu PNV. 99. Dynamical System, An Introduction with Application in Economics and Biology. Springer- Verlag. Heidelerg, Germany. Verhulst F.990. Nonlinear Differential Eqution and Dynamical System. Springer. Verlag. Heidelerg. Germany. Xiao D Bifurcations of A Ratio- Dependent Predator-Prey System with Constant Rate Harvesting. SIAM J. App. Math. 65. pp

26 LAMPIRAN

27 8 Lampiran. Penondimensionalan cy = r( ) K my + f y = y( D+ ) my + Dengan skala t rt,, K y my K Dierikan c f a =, =, mr r D d = r cy = r( ) K my + amyr = ( ) yk + K aykr = ( ) y + = ( ) ay y + ay = ( ) y +

28 9 ( ) f y y D my r K y dr yk K r K y dr yk K y r d yk t y d t y y d y =

29 0 Lampiran. Penentuan Titik Tetap Untuk menemukan titik tetap dari : d dt dy dt ay = ( ) h y + = y d + y + d Maka persamaan terseut diuat menjadi 0 dt =, dy = dt 0 seperti pada persamaan erikut: ay ( ) h = 0 y + y d + = 0 y + Maka dari persamaan y d + = 0, dapat diketahui ahwa: y+ y = 0 atau d + = 0 y+ Dari persamaan d + = 0, didapat y+ = d y+ = d ( y + ) = dy + d dy = d d y = d ( d) y = d Sehingga diperoleh y = 0 atau ( d) y = d Jika y = 0 maka nilai y = 0 disutitusi ke persamaan ( ) ay h = 0 y + sehingga: untuk memperoleh nilai,

30 ( ) h = 0 h = 0 + h = 0 ± h = Maka didapat titik tetap T dan T seagai erikut: h + h T :(, y) = (,0), T :(, y) = (,0) Jika ( d) y = d ( d) maka nilai y = disutitusi ke persamaan ( ) ay h = 0 d y + nilai, sehingga: untuk memperoleh ( d) y = d y = d Lalu disutitusi ke persamaan ( ) ay h = 0, sehingga: y +

31 ay ( ) h = 0 y+ ay h = 0 y+ a( ) d h = 0 ( ) + d a ( a ) d h = 0 d a d ( a )( ) h = 0 d ad ( a ) h = 0 ad a + h = 0 ad + a + h = 0 ad ( a+ ) + h = 0 Maka

32 3 ad ad ( a+ ) ± ( + a ) h = a + ad + a ad = ± h + a ad a+ ad = ± h + a ad a+ ad ± h = + a ad a+ ad ± h = a+ ad ± = ( + a ad) h a( d) ± ( a( d) ) h = Maka didapat titik tetap T 3 dan T seagai erikut: * * a ( d ) Δ d * * * T3 :(, y ) =, a( d) + Δ d *, T :(, ), d y = d Dengan Δ= ( a ( d) ) h

33 Lampiran 3. Konstruksi Matriks Jacoi Menentukan matriks Jacoi dari model mangsa pemangsa Michaelis-Menten seagai erikut: ay f (, y) = ( ) h y+ f (, y) = y d + y + J = f f f y f y ay f (, y) = ( ) h y + f (, y) = y d + y + ay f (, y) = h y + f ay = ( + y) ay f (, y) = ( ) h y + f a = y ( y + )

34 5 f(, y) = y d+ y + y f(, y) = yd+ y + f y = ( y+ ) f(, y) = y d+ y + y f(, y) = yd+ y + f = d + y ( y + ) Jadi menghasilkan matriks jacoi seagai erikut J = ay a ( y+ ) ( y+ ) y d + ( y+ ) ( y+ )

35 6 Lampiran. Penentuan Nilai Eigen dari Titik Tetap Nilai eigen dari titik tetap T dapat ditentukan dengan program erikut ini : Solve 0 0, Menghasilkan, Nilai eigen dari titik tetap T dapat ditentukan dengan program erikut ini : Solve 0 0, Menghasilkan, Nilai eigen dari titik tetap T 3 dapat ditentukan dengan program erikut ini : Menghasilkan Solve 0,,

36 7 Atau dapat diperoleh dengan program erikut : Eigenvalues ^ ^ / ^, ^ / ^, ^/, / Menghasilkan, Dari hasil diatas dapat disederhanakan menjadi : 3 ( R S (( R S) d( T S ds) )) 3 ( R S (( R S) d( T S ds) )) λ = λ = Dengan : 3 R = a d + d ad d S = ( + a( d)) h T = ad a d ad Nilai eigen dari titik tetap T dapat ditentukan dengan program erikut ini :

37 8 Menghasilkan Solve 0,, Atau dapat diperoleh dengan program erikut ini : Eigenvalues ^ ^ / ^, ^ / ^, ^/, / menghasilkan,

38 9 Dari hasil diatas dapat disederhanakan menjadi : ( R S (( R S) 3 d( T S ds) )) ( R S (( R S) 3 d( T S ds) )) λ = λ = Dengan 3 R = a d + d ad d S = ( + a( d)) h T = ad a d ad

39 30 Lampiran 5. Simulasi dan Bidang Solusi pada Kondisi < d dan 0 < h< Manipulate[ Module[{ plt, plt, sol, 0 = 0, y0 = yy0}, a[] t y[] t [] t sol = NDSolve[{ '[ t] == [ t]( [ t]) h, y '[ t] == y[ t] d +, yt [] + [ ] yt [] + t [] t [ /; t 0] = 0, yt [ /; t 0] == y0},{ t [ ], yt [ ]},{ t,0,000}]; plt = ParametricPlot[{ t, [ t]} /. sol, { t, 0, 000}, PlotRange{{0,8},{0,}}, PlotStyle { RGBColor[, 0, ], Thick}, AesLael {" t "," ( t)"}]; plt = StreamPlot[{ ( - ) - ( a y) / ( y + ) - h, y (- d + ( ) / ( y + )) }, {, 0, }, { y, - 0.5, 0.5}, FrameLael - > { { Style[ Row[{ Style[" y ", Italic], "(", Style[" t ", Italic], ")"}],], None}, { Style[ Row[{ Style[" ", Italic], "(", Style[" t ", Italic], ")"}],], Style[ Row[{ Style[" The phase portrait of system", Bold]}],]}}, StreamPo int s - > 50]; Show[ plt, ImageSize - > {50, 00}]], Style["formulate :", Bold], Style[" = ( - ) - ( a y) / ( y + ) - h", Bold ], ( ) Style["y = y - d + ( ) / ( y + ) ", Bold], Delimiter, Style["parameters", Bold, 0], {{a, 0., "a"}, 0, 5,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{, 0., ""}, 0, 3,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{d, 0.3, "d"}, -3, 3,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{h, 0., "h"}, 0,,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, Delimiter, Style["initial conditions", Bold,0], {{0, 0.5,"0"}, 0, 0,.0,ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{yy0,0,"y0"}, 0, 0,.0,ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, ControlPlacement Left, SynchronousUpdating False]

40 3 Bidang Solusi Pada Kondisi < d dan 0 < h< Manipulate[ Module[{ plt, plt, sol, 0 = 0, y0 = yy0}, a[] t y[] t [] t sol= NDSolve[{ '[ t] == t [ ]( t [ ]) h, y'[ t] == yt [ ] d+, yt [] + [ ] yt [] + t [] t [ /; t 0] = 0, yt [ /; t 0] == y0},{ t [ ], yt [ ]},{ t,0,000}]; plt = ParametricPlot[{ t, [ t]} /. sol, { t, 0, 000}, PlotRange{{0,8},{0,}}, PlotStyle { RGBColor[, 0, ], Thick}, AesLael {" t "," ( t)"}]; plt = StreamPlot[{ ( - ) - ( a y)/( y + ) - h, y (- d + ( )/( y + )) }, {, 0, }, { y, -0.5, 0.5}, FrameLael - > { { Style[ Row[{ Style[" y ", Italic], "(", Style[" t ", Italic], ")"}],], None}, { Style[ Row[{ Style[" ", Italic], "(", Style[" t ", Italic], ")"}],], Style[ Row[{ Style[" The phase portrait of system", Bold]}],]}}, StreamPo int s - > 50]; Show[ plt, ImageSize - > {50, 00}]], Style["formulate :", Bold], Style[" = ( - ) - ( a y)/( y + ) - h", Bold ], ( ) Style["y = y - d + ( ) / ( y + ) ", Bold], Delimiter, Style["parameters", Bold, 0], {{a, 0., "a"}, 0, 5,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{, 0., ""}, 0, 3,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{d, 0.3, "d"}, -3, 3,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{h, 0., "h"}, 0,,.0, ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, Delimiter, Style["initial conditions", Bold,0], {{0, 0.5,"0"}, 0, 0,.0,ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, {{yy0,0,"y0"}, 0, 0,.0,ImageSize Small, Appearance "Laeled"}, ControlPlacement Left, SynchronousUpdating False] HtL t

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL DINAMIKA TERORISME MAKINUN AMIN

ANALISIS MODEL DINAMIKA TERORISME MAKINUN AMIN ANALISIS MODEL DINAMIKA TERORISME MAKINUN AMIN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK MAKINUN AMIN. Analisis Model Dinamika Terorisme.

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR Ba 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR Model kinematika diperlukan dalam menganalisis pergerakan suatu root moil. Model kinematik merupakan analisis pergerakan sistem yang direpresentasikan secara matematis

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

MODEL PEMANENAN DALAM MANAJEMEN PERIKANAN DIAN LESTARI

MODEL PEMANENAN DALAM MANAJEMEN PERIKANAN DIAN LESTARI MODEL PEMANENAN DALAM MANAJEMEN PERIKANAN DIAN LESTARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK DIAN LESTARI. Model Pemanenan dalam

Lebih terperinci

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II DENGAN MANGSA YANG TERLINDUNG DAN ADANYA PEMANENAN POPULASI EKA PUJIYANTI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 6 No 3, 118-177, Desemer 2003, ISSN : 1410-8518 METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS Sunarsih dan Ahmad Khairul Ramdani Jurusan Matematika FMIPA UNDIP ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian dan pemahasan serius dari pemerintah dan ahli kependudukan. Bila para ahli

Lebih terperinci

PERSAMAAN FUNGSI KUADRAT-1

PERSAMAAN FUNGSI KUADRAT-1 PERSAMAAN FUNGSI KUADRAT- Mata Pelajaran K e l a s Nomor Modul : Matematika : X (Sepuluh) : MAT.X.0 Penulis Pengkaji Materi Pengkaji Media : Drs. Suyanto : Dra.Wardani Rahayu, M.Si. : Drs. Soekiman DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HOLLING-TANNER TIPE II INTAN SELVYA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 6 No 3, 167-178, Desemer 2003, ISSN : 1410-8518 METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS Sunarsih dan Ahmad Khairul Ramdani Jurusan Matematika FMIPA UNDIP ABSTRAK

Lebih terperinci

4. Mononom dan Polinom

4. Mononom dan Polinom Darpulic www.darpulic.com 4. Mononom dan Polinom Sudaratno Sudirham Mononom adalah pernataan tunggal ang erentuk k n, dengan k adalah tetapan dan n adalah ilangan ulat termasuk nol. Fungsi polinom merupakan

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Volume 1, Nomor 2, Desember 2007

Volume 1, Nomor 2, Desember 2007 Volume Nomor 2 Desemer 27 Barekeng Desemer 27 hal3-35 Vol No 2 TITIK-ANTARA DI DALAM RUANG METRIK DAN RUANG INTERVAL METRIK (Between-Points In Metric Space And Metric Interval Space MOZART W TALAKUA Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan mikro di dalam rumah tanaman khususnya di daerah tropika asah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat iri iklim tropika asah dengan suhu udara yang relatif panas,

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN Sumer: Art & Gallery 44 Matematika X SMK Kelompok: Penjualan dan Akuntansi Standar kompetensi persamaan dan pertidaksamaan linier dan kuadrat terdiri atas tiga kompetensi dasar.

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN INTERFERENSI ANTARPEMANGSA FIKRI AZHARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 03 ABSTRAK FIKRI

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Titik Keseimbangan Model Perilaku Jumlah Pelaku Narkoba dengan Faktor Rehabilitasi

Analisis Kestabilan Titik Keseimbangan Model Perilaku Jumlah Pelaku Narkoba dengan Faktor Rehabilitasi Vol. 7 No. 6-7 Januari Analisis Kestailan Titik Keseimangan Model Perilaku Jumlah Pelaku Narkoa dengan Faktor ehailitasi Syamsuddin Toaha Astrak Tulisan ini memahas suatu model laju eruahan jumlah elaku

Lebih terperinci

Pertemuan XI, XII, XIII VI. Konstruksi Rangka Batang

Pertemuan XI, XII, XIII VI. Konstruksi Rangka Batang ahan jar Statika Mulyati, ST., MT ertemuan XI, XII, XIII VI. Konstruksi Rangka atang VI. endahuluan Salah satu sistem konstruksi ringan yang mempunyai kemampuan esar, yaitu erupa suatu Rangka atang. Rangka

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

1). Definisi Relasi Relasi dari dua himpunan A dan B adalah pemasangan anggota-anggota A dengan anggota B.

1). Definisi Relasi Relasi dari dua himpunan A dan B adalah pemasangan anggota-anggota A dengan anggota B. Bayangkan suatu fungsi seagai seuah mesin, misalnya mesin hitung. Ia mengamil suatu ilangan (masukan), maka fungsi memproses ilangan yang masuk dan hasil produksinya diseut keluaran. x Masukan Fungsi f

Lebih terperinci

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI

MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA INTERAKSI DUA POPULASI Supandi, Saifan Sidiq Abdullah Fakultas PMIPATI Universitas PGRI Semarang hspandi@gmail..com Abstrak Persaingan kehidupan di alam dapat dikategorikan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

MODEL DINAMIKA SEL TUMOR DENGAN TERAPI PENGOBATAN MENGGUNAKAN VIRUS ONCOLYTIC

MODEL DINAMIKA SEL TUMOR DENGAN TERAPI PENGOBATAN MENGGUNAKAN VIRUS ONCOLYTIC 1 MODEL DINAMIKA SEL TUMOR DENGAN TERAPI PENGOBATAN MENGGUNAKAN VIRUS ONCOLYTIC HIKMAH RAHMAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 009 ABSTRACT HIKMAH

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Dewi Ratna Nawangsari NRP Dosen Pembimbing : Tri Tiyasmihadi, ST. MT

Disusun Oleh : Dewi Ratna Nawangsari NRP Dosen Pembimbing : Tri Tiyasmihadi, ST. MT STUDI PENGARUH BENTANGAN(SPAN) PADA SINGLE GIRDER OVERHEAD CRANE DENGAN KAPASITAS 5 TON TYPE EKKE DAN ELKE DAN KAPASITAS 10 TON TYPE EKKE TERHADAP BERAT KONSTRUKSI GIRDERNYA Disusun Oleh : Dewi Ratna Nawangsari

Lebih terperinci

Matriks & Operasi Matriks (2) Pertemuan 5 Aljabar Linear & Matriks

Matriks & Operasi Matriks (2) Pertemuan 5 Aljabar Linear & Matriks Matriks & Operasi Matriks () Pertemuan 5 Aljaar Linear & Matriks Sifat-sifat Operasi Matriks Perkalian antara dua matriks tidak mengikuti hukum komutatif, artinya AB tidak sama dengan BA (dengan asumsi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA HUTCHINSON DENGAN WAKTU TUNDA DAN PEMANENAN KONSTAN LILIS SAODAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Konstruksi Rangka Batang

Konstruksi Rangka Batang Konstruksi Rangka atang Salah satu sistem konstruksi ringan yang mempunyai kemampuan esar, yaitu erupa suatu Rangka atang. Rangka atang merupakan suatu konstruksi yang terdiri dari sejumlah atang atang

Lebih terperinci

Bab III Model Difusi Oksigen di Jaringan dengan Laju Konsumsi Konstan

Bab III Model Difusi Oksigen di Jaringan dengan Laju Konsumsi Konstan Ba III Model Difusi Oksigen di Jaringan dengan Laju Konsumsi Konstan Pada a ini, akan diahas penyearan oksigen di pemuluh kapiler dan jaringan, dimana sel-sel di jaringan diasumsikan mengkonsumsi oksigen

Lebih terperinci

PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI GEOMETRIK

PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI GEOMETRIK PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI GEOMETRIK Arantika Desmawati, Respatiwulan, dan Dewi Retno Sari S Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Seelas Maret Astrak.

Lebih terperinci

Aplikasi Geometri pada Permainan Dinamis Non- Kooperatif Skalar Waktu tak Berhingga

Aplikasi Geometri pada Permainan Dinamis Non- Kooperatif Skalar Waktu tak Berhingga Seminar Nasional eknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNIKI) 7 ISSN :85-99 Pekanaru, Novemer 5 Aplikasi Geometri pada Permainan Dinamis Non- Kooperatif Skalar Waktu tak Berhingga Nilwan Andiraja

Lebih terperinci

Gelanggang Evalusi dan Sifat-sifatnya

Gelanggang Evalusi dan Sifat-sifatnya Vol. 5, No.1, 52-57, Juli 2008 Gelanggang Evalusi dan Sifat-sifatnya Amir Kamal Amir Astrak Sifat-sifat gelanggang evaluasi eserta pemuktiannya sudah ada dieerapa literatur seperti misalnya pada McConnel

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN BAKTERI S. Aerous MELALUI PENDEKATAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

LAJU PERTUMBUHAN BAKTERI S. Aerous MELALUI PENDEKATAN PERSAMAAN DIFERENSIAL LAJU PERTUMBUHAN BAKTERI S. Aerous MELALUI PENDEKATAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Nurdeni 1, Witri Lestari 2, dan Seruni 3 1 Program Studi Pendidikan Matematika, FTMIPA, Universitas Indraprasta PGRI [Email:

Lebih terperinci

E-LEARNING MATEMATIKA

E-LEARNING MATEMATIKA MODUL E-LEARNING E-LEARNING MATEMATIKA Oleh : NURYADIN EKO RAHARJO, M.PD. NIP. 9705 00 00 Penulisan Modul e Learning ini diiayai oleh dana DIPA BLU UNY TA 00 Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan

Lebih terperinci

6. 2 Menerapkan konsep fungsi linier Menggambarkan fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat

6. 2 Menerapkan konsep fungsi linier Menggambarkan fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Sumer: Art and Gallery Standar Kompetensi 6. Memecahkan masalah yang erkaitan dengan fungsi, persamaan fungsi linier dan fungsi kuadrat Kompetensi Dasar 6. Mendeskripsikan peredaan konsep relasi dan fungsi

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey. Abstract

Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey. Abstract Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika 99 Local Stability of Predator Prey Models With Harvesting On The Prey Oleh : Saiful Marom Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pekalongan Abstract In this paper considered

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK SEMIRATA MIPAnet 2017 24-26 Agustus 2017 UNSRAT, Manado MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK HASAN S. PANIGORO 1, EMLI RAHMI 2 1 Universitas

Lebih terperinci

TRIGONOMETRI. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Aturan sinus Aturan kosinus Luas segitiga A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR

TRIGONOMETRI. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Aturan sinus Aturan kosinus Luas segitiga A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR a 6 TRIGONOMETRI A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN ELAJAR Kompetensi Dasar 1. Menghayati pola hidup disiplin, kritis, ertanggungjawa, konsisten dan jujur serta menerapkannya dalam kehidupan sehari hari..

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

COURSE NOTE : Sistem Persamaan Liniear

COURSE NOTE : Sistem Persamaan Liniear COURSE NOTE : Sistem Persamaan Liniear PERSAMAAN LINIEAR Secara umum kita mendefinisikan persamaan liniear dalam n variale x 1 x x n seagai erikut : dengan a1 a... an adalah konstanta real. a1x 1 ax ax...

Lebih terperinci

APLIKASI PERSAMAAN DEFERENSIAL BIASA MODEL EKSPONENSIAL DAN LOGISTIK PADA PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA SURABAYA

APLIKASI PERSAMAAN DEFERENSIAL BIASA MODEL EKSPONENSIAL DAN LOGISTIK PADA PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA SURABAYA MUST: Journal of Mathematics Education, Science and Technology Vol. 2, No. 1, Juli 2017. Hal 129 141. APLIKASI PERSAMAAN DEFERENSIAL BIASA MODEL EKSPONENSIAL DAN LOGISTIK PADA PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp. PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp. 071-5904 5751 TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHAP 1 TAHUN PELAJARAN 01/01 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv

BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv BAB II PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv DAN PENYULANG 20 kv 2.1. Transformator Daya Transformator adalah suatu alat listrik statis yang erfungsi meruah tegangan guna penyaluran daya listrik dari suatu rangkaian

Lebih terperinci

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam

PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR. Yuliani, Marwan Sam Jurnal Dinamika, September 2015, halaman 25-38 ISSN 2087-7889 Vol. 06. No. 2 PEMANENAN OPTIMAL PADA MODEL REAKSI DINAMIK SISTEM MANGSA-PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR Yuliani, Marwan Sam Program StudiMatematika,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seluruh perusahaan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seluruh perusahaan yang 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seluruh perusahaan yang go pulic di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang diamil diatasi pada perusahaanperusahaan

Lebih terperinci

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR

ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI

BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA DAN TINGKAT PEMANENAN KONSTAN LOLA OKTASARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika Penyebaran Penyakit Leptospirosis Antara Vektor Penyebar Dengan Populasi Manusia

Pemodelan Matematika Penyebaran Penyakit Leptospirosis Antara Vektor Penyebar Dengan Populasi Manusia SEMNAR NASONAL MATEMATKA DAN PENDDKAN MATEMATKA UNY 5 T - 39 Pemodelan Matematika Penyearan Penyakit Leptospirosis Antara Vektor Penyear Dengan Populasi Manusia Fuji Lestari, Sugiyanto Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

PENENTUAN BESARNYA PENGARUH FAKTOR GENETIK TERHADAP SIFAT FENOTIP DENGAN METODE PASANGAN KEMBAR

PENENTUAN BESARNYA PENGARUH FAKTOR GENETIK TERHADAP SIFAT FENOTIP DENGAN METODE PASANGAN KEMBAR PNNTUN BSRNY PNGRUH FKTOR GNTIK TRHDP SIFT FNOTIP DNGN MTOD PSNGN KMBR. Setiawan Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Indonesia stract. Twins

Lebih terperinci

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL ABSTRACT

ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL ABSTRACT ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL Handali, S 1), Gea, O 2) 1) Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta e-mail

Lebih terperinci

PEMODELAN TRAFIK SELF-SIMILAR DENGAN DISTRIBUSI PARETO ZAKI MUBARROK

PEMODELAN TRAFIK SELF-SIMILAR DENGAN DISTRIBUSI PARETO ZAKI MUBARROK PEMODELAN TRAFIK SELF-SIMILAR DENGAN DISTRIBUSI PARETO ZAKI MUBARROK DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 007 PEMODELAN TRAFIK SELF-SIMILAR

Lebih terperinci

Metode Simpleks Diperbaiki (Revised Simplex Method) Materi Bahasan

Metode Simpleks Diperbaiki (Revised Simplex Method) Materi Bahasan /7/ Metode Simpleks Diperaiki (Revised Simple Method) Kuliah TI Penelitian Operasional I Materi ahasan Dasar-dasar aljaar dari metode simpleks Metode simpleks yang diperaiki TI Penelitian Operasional I

Lebih terperinci

STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN

STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 013 ABSTRAK LAZUARDI RAMADHAN. Stabilitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI

PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI 1) DAN A. KUSNANTO 2) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

V. DEFLEKSI BALOK ELASTIS: METODE-LUAS MOMEN

V. DEFLEKSI BALOK ELASTIS: METODE-LUAS MOMEN V. DEFEKSI BOK ESTIS: METODE-US MOMEN Defleksi alok diperoleh dengan memanfaatkan sifat diagram luas momen lentur. Cara ini cocok untuk lendutan dan putaran sudut pada suatu titik sudut saja, karena kita

Lebih terperinci

BAB II FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT

BAB II FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT BAB II FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT Standar kompetensi:. Memecahkan masalah yang erkaitan dengan fungsi, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat Kompetensi Dasar:. Memahami konsep fungsi.

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1) PENDEKATAN TEORI A. Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan seagai ilmu umtuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya peredaan suhu diantara enda atau material (Holman,1986).

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR Jurnal Euler, ISSN: 2087-9393 Januari 2014, Vol.2, No.1, Hal.1-12 ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR Hasan S. Panigoro 1 Diterima:

Lebih terperinci

DETERMINAN, INVERS, PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR

DETERMINAN, INVERS, PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DETERMINAN, INVERS, PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DETERMINAN Definisi Setiap matriks kuadrat/persegi mempunyai suatu nilai khusus yang diseut determinan. determinan adalah jumlah hasil kali elementer

Lebih terperinci

BAB XII GAYA DAN TEKANAN

BAB XII GAYA DAN TEKANAN BAB XII GAYA DAN TEKANAN 1. Bagaimanakah huungan antara gaya dan tekanan?. Faktor apakah yang mempengaruhi tekanan di dalam zat cair? 3. Apakah yang dimaksud dengan hukum Pascal? 4. Apakah yang dimasudkan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI Eka Yuniarti 1, Abadi 1 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LONGITUDINAL DENGAN PROFIL SIKU EMPAT KEADAAN TAK TUNAK KASUS 2D

EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LONGITUDINAL DENGAN PROFIL SIKU EMPAT KEADAAN TAK TUNAK KASUS 2D EFISIENSI DAN EFEKIVIAS SIRIP LONGIUDINAL DENGAN PROFIL SIKU EMPA KEADAAN AK UNAK KASUS 2D PK Purwadi Jurusan eknik Mesin, FS, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Email: pur@mailcity.com ABSRAK Penelitian

Lebih terperinci

dlp2usaha - - USAHA DAN ENERGI - - Usaha dan Eenergi 8105 Fisika 1 mv

dlp2usaha - - USAHA DAN ENERGI - - Usaha dan Eenergi 8105 Fisika 1 mv - - USAHA DAN ENERGI - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp2usaha Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor agaimana cara downloadnya.

Lebih terperinci

REGRESI KEKAR SIMPANGAN MUTLAK TERKECIL DENGAN MODIFIKASI SIMPLEKS MUHAMMAD YUSUF DWIHARJANGGI

REGRESI KEKAR SIMPANGAN MUTLAK TERKECIL DENGAN MODIFIKASI SIMPLEKS MUHAMMAD YUSUF DWIHARJANGGI REGRESI KEKAR SIMPANGAN MUTLAK TERKECIL DENGAN MODIFIKASI SIMPLEKS MUHAMMAD YUSUF DWIHARJANGGI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimang: a ahwa seagai pelaksanaan Pasal 19

Lebih terperinci

Message Authentication Code (MAC) Pembangkit Bilangan Acak Semu

Message Authentication Code (MAC) Pembangkit Bilangan Acak Semu Bahan Kuliah ke-21 IF5054 Kriptografi Message Authentication Code (MAC) Pemangkit Bilangan Acak Semu Disusun oleh: Ir. Rinaldi Munir, M.T. Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung 2004

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp. PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp. 071-90 71 TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHAP 1 TAHUN PELAJARAN 01/01 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

b. Titik potong grafik dengan sumbu y, dengan mengambil x = 0

b. Titik potong grafik dengan sumbu y, dengan mengambil x = 0 B.3 Fungsi Kuadrat a. Tujuan Setelah mempelajari uraian kompetensi dasar ini, anda dapat: Menentukan titik potong grafik fungsi dengan sumu koordinat, sumu simetri dan nilai ekstrim suatu fungsi Menggamar

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya Nabila Asyiqotur Rohmah 1209 100 703 Dosen Pembimbing: Dr Erna Apriliani,

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL DALAM PEREKONOMIAN TERBUKA ANALISA DENGAN KURVA IS, LM DAN BP

KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL DALAM PEREKONOMIAN TERBUKA ANALISA DENGAN KURVA IS, LM DAN BP Bahan 6 Keijakan Moneter dan Fiskal Dalam Ekonomi Teruka KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL DALAM PEREKONOMIAN TERBUKA ANALISA DENGAN KURVA IS, LM DAN BP 1. Hal-hal Krusial Untuk Analisa Dengan Kurva

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

1. Jika p dan q akar-akar persamaan. x 2 bx c 0 dan k konstanta real, maka

1. Jika p dan q akar-akar persamaan. x 2 bx c 0 dan k konstanta real, maka PERSAMAAAN DAN FUNGSI KUADRAT Bentuk umum persamaan kuadrat a + + c =0, a 0 Akar-akar persamaan : D = a D = 4ac Menyusun persamaan paraola y q = a ( p) Diskriminan (D = 4ac) Persamaan kuadrat memiliki.

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK SOFYAN ZUHRI

MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK SOFYAN ZUHRI MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK SOFYAN ZUHRI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK SOFYAN

Lebih terperinci

MERANCANG POLA PENYERANGAN TIM BASKET DENGAN METODE PAGERANK GOOGLE: STUDI KASUS TIM BASKET PUTRI IPB SRI PURWATI

MERANCANG POLA PENYERANGAN TIM BASKET DENGAN METODE PAGERANK GOOGLE: STUDI KASUS TIM BASKET PUTRI IPB SRI PURWATI MERANCANG POLA PENYERANGAN TIM BASKET DENGAN METODE PAGERANK GOOGLE: STUDI KASUS TIM BASKET PUTRI IPB SRI PURWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA

STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA Oloni Togu Simanjuntak, Ir. Syamsul Amien, MS Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2. RANDOMISASI DALAM PENELITIAN

BAB 2. RANDOMISASI DALAM PENELITIAN 16 BAB 2. RANDOMISASI DALAM PENELITIAN Randomisasi merupakan langkah peting dalam penelitian yang tidak dilakukan secara sensus. Dengan randomisasi yang aik maka akan dapat diperoleh sampel yang representatif

Lebih terperinci

ANALISA REFRAKSI GELOMBANG PADA PANTAI

ANALISA REFRAKSI GELOMBANG PADA PANTAI ANALISA REFRAKSI GELOMBANG PADA PANTAI A.P.M., Tarigan *) dan Ahmad Syarif Zein **) *) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU **) Sarjana Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU

Lebih terperinci

Model Regresi Berganda

Model Regresi Berganda REGREI DAN KORELAI LINEAR BERGANDA Materi:. Konsep Analisis Regresi Berganda. Penduga Koefisien Regresi 3. Model regresi dengan dua variael eas 4. Contoh Kasus 5. Koefisien Determinasi dan koefisien korelasi

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH BUS YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (Studi Kasus Di Trayek B 35 Jurusan Terboyo - Cangkiran Semarang)

PENENTUAN JUMLAH BUS YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (Studi Kasus Di Trayek B 35 Jurusan Terboyo - Cangkiran Semarang) PENENTUAN JUMLAH BUS YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (Studi Kasus Di Trayek B 35 Jurusan Teroyo Cangkiran Semarang) Arfan Bakhtiar, Diana Puspita Sari, Hendy Tantono Industrial

Lebih terperinci

MODEL INPUT-OUTPUT DALAM MASALAH NETWORK FLOW DWI PUTRI EFESIA

MODEL INPUT-OUTPUT DALAM MASALAH NETWORK FLOW DWI PUTRI EFESIA MODEL INPUT-OUTPUT DALAM MASALAH NETWORK FLOW DWI PUTRI EFESIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK DWI PUTRI EFESIA. Model Input-Output

Lebih terperinci

BAB 5 DESAIN DAN ANALISIS SAMBUNGAN

BAB 5 DESAIN DAN ANALISIS SAMBUNGAN BAB 5 DESAIN DAN ANALISIS SAMBUNGAN Ba ini akan memahas kapasitas samungan rangka aja ringan terhadap gaya-gaya dalam yang merupakan hasil analisis struktur rangka aja ringan pada pemodelan a seelumnya.

Lebih terperinci

(R.2) PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION

(R.2) PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION Universitas Padjadjaran, 3 Novemer 200 (R.2) PERANDINGAN METODE OOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION I Gede Nyoman Mindra Jaya Jurusan Statistika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika au sekam dan oksida-oksida lainnya aik logam

Lebih terperinci

MATRIKS DAN TRANSFORTASI I. MATRIKS II. TRANSFORMASI MATRIKS & TRANSFORMASI. a b. a b DETERMINAN. maka determinan matriks A.

MATRIKS DAN TRANSFORTASI I. MATRIKS II. TRANSFORMASI MATRIKS & TRANSFORMASI. a b. a b DETERMINAN. maka determinan matriks A. MATRIKS DAN TRANSFORTASI I. MATRIKS PENGERTIAN Matriks adalah kumpulan ilangan yang dinyatakan dalam aris kolom. Matriks A = 5 dengan ukuran (ordo) : X. Artinya matriks terseut tersusun atas aris kolom.

Lebih terperinci