Perlindungan masyarakat Pedoman untuk manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perlindungan masyarakat Pedoman untuk manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional"

Transkripsi

1 Standar Nasional Indonesia Perlindungan masyarakat Pedoman untuk manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional ICS (ISO/PAS 22399:2007, IDT) Badan Standardisasi Nasional

2 BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun dan dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN BSN Gd. Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3,4,7,10. Telp Fax Diterbitkan di Jakarta

3 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan...iii 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Umum Kebijakan Perencanaan Penerapan dan operasi Penilaian Kinerja Tinjauan manajemen Lampiran A (informatif) Prosedur analisis dampak Lampiran B (informatif) Program manajemen tanggap darurat Lampiran C (informatif) Program manajemen kontinuitas Lampiran D (informatif) Membangun budaya kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional Bibliografi Gambar 1 - Konsep kesiapsiagaan insiden dan IPOCM...iv Gambar 2 - Diagram alir kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasi Gambar A.1 - Diagram alir analisis dampak BSN 2012 i

4 Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) ini dengan judul Perlindungan masyarakat Pedoman untuk manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional, merupakan adopsi identik dari ISO/PAS 22399:2007 dengan judul Societal security Guideline for incident preparedness and operational continuity management dengan cara terjemahan dua bahasa (bilingual). Standar ini disusun oleh Panitia Teknis 13-08, Penanggulangan Bencana. Standar ini telah dikonsensuskan di Jakarta, pada tanggal 8 Desember Konsensus ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait yaitu perwakilan dari produsen, konsumen, pakar dan pemerintah. Dalam standar ini istilah ISO/PAS diganti dengan SNI ISO/PAS, dan istilah International Standards diganti dengan Standar. Apabila pengguna menemukan keraguan dalam standar ini maka disarankan untuk melihat standar aslinya yaitu ISO/PAS 22399:2007 (E) dan/atau dokumen terkait lain yang menyertainya. BSN 2012 ii

5 Pendahuluan Pedoman kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional ini menetapkan proses, prinsip dan terminologi dari manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional (Incident Preparedness and Operational Continuity Management (IPOCM) dalam konteks perlindungan masyarakat. Tujuan pedoman ini adalah untuk menyiapkan dasar pemahaman, pengembangan dan pelaksanaan kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional dari suatu organisasi dan untuk meningkatkan rasa percaya diri organisasi tersebut dalam berhubungan dengan masyarakat, organisasi lainnya serta para pelanggannya. Pedoman ini merupakan alat bagi organisasi publik atau swasta dalam mempertimbangkan berbagai faktor serta langkah-langkah yang diperlukan untuk kesiapsiagaan insiden baik yang tidak disengaja, disengaja, atau secara alami yang menyebabkan insiden (gangguan, darurat, krisis atau bencana) sehingga mampu mengelola dan bertahan terhadap insiden tersebut serta dapat mengambil tindakan yang tepat untuk kelangsungan hidup organisasi. Dengan pedoman ini, organisasi dapat mengukur kemampuan IPOCM-nya secara konsisten dan tepercaya. Pedoman ini memberikan kerangka kerja umum yang dapat diberlakukan untuk segala jenis dan ukuran organisasi serta kondisi geografis, budaya, ekonomi, nasional, politik dan sosial yang beragam. Pemangku kepentingan menghendaki agar organisasi secara proaktif siap menghadapi potensi gangguan dan insiden untuk menghindari tertundanya operasi dan layanan, atau jika operasi dan layanannya terganggu organisasi mampu melanjutkan secepat mungkin, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. IPOCM merupakan proses manajemen holistik yang mengidentifikasi potensi yang mengancam organisasi dan menyediakan kerangka kerja untuk meminimalkan dampaknya. Introduction This incident preparedness and operational continuity guideline establishes the process, principles and terminology of incident preparedness and operational (business) continuity management (IPOCM) within the context of societal security. The purpose of this guideline is to provide a basis for understanding, developing and implementing incident preparedness and operational continuity within an organization and to provide confidence in organization-to-community, business-to-business and organization-tocustomer/client dealings. The guideline is a tool to allow public or private organizations to consider the factors and steps necessary to prepare for an unintentionally, intentionally, or naturally caused incident (disruption, emergency, crisis or disaster) so that it can manage and survive the incident and take the appropriate actions to help ensure the organization's continued viability. It also enables the organization to measure its IPOCM capability in a consistent and recognized manner. This guideline provides a generic framework applicable to all types and sizes of organizations enabling consideration of diverse geographical, cultural, economic, national, political and social conditions. Interested parties and stakeholders require that organizations proactively prepare for potential incidents and disruptions in order to avoid suspension of critical operations and services, or if operations and services are disrupted, that they resume operations and services as rapidly as required by those who depend on them, as shown in Figure 1. IPOCM is a holistic management process that identifies potential impacts that threaten an organization and provides a framework for minimizing their effect. BSN 2012 iii

6 Key 1 after introduction implementation of IPOCM 2 before introduction implementation of IPOCM Level operasional Mengurangi dampak insiden Figure 1 - Concept of incident preparedness and IPOCM Kesiapsiagaan/ pencegahan INSIDEN Kunci 1 setelah penerapan IPOCM 2 sebelum penerapan IPOCM Tanggap darurat Kesinambungan Pemulihan Mempersingkat periode gangguan Gambar 1 - Konsep kesiapsiagaan insiden dan IPOCM Waktu BSN 2012 iv

7 Pedoman ini berisi seperangkat alat kontrol berdasarkan pengalaman praktek IPOCM terbaik dan mencakup seluruh siklus IPOCM. Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan oleh siapa saja dalam organisasi, yang bertanggung jawab di sektor publik atau swasta, dari direksi dan eksekutif sampai semua tingkat organisasi; dari organisasi yang hanya memiliki satu lokasi sampai dengan yang memiliki cabang di seluruh dunia; dari usaha kecil dan menengah (UKM) sampai organisasi yang mempekerjakan ribuan orang. Oleh karena itu berlaku bagi siapapun yang bertanggung jawab untuk operasi yang berkesinambungan. Dalam pedoman ini kontinuitas operasional merupakan istilah lebih umum bagi kelangsungan usaha, dan digunakan untuk menekankan keterkaitan dengan semua jenis organisasi di sektor publik dan swasta. Pedoman ini merinci tentang perencanaan terpadu dan proses manajemen yang membantu organisasi secara proaktif untuk memahami lingkungan tempat organisasi beroperasi, kendala yang ada dan ancaman yang dapat mengakibatkan gangguan yang signifikan; mengukur dampak akibat gangguan pada fungsi vital dari suatu operasi atau proses bisnis; menentukan bagian dari operasi dan bisnis vital untuk keberhasilan jangka pendek maupun jangka panjang; mengidentifikasi infrastruktur dan sumber daya yang dibutuhkan sehingga memungkinkan organisasi terus beroperasi pada tingkat aman mendokumentasikan sumber daya utama, infrastruktur, tugas dan tanggung jawab, yang dibutuhkan untuk mendukung fungsi yang vital untuk tetap beroperasi dalam hal terjadi gangguan; menetapkan proses yang dapat menjamin informasi tetap mengalir dan tetap relevan dengan risiko dan lingkungan operasional yang berubah; This Publicly Available Specification provides a comprehensive set of controls based on IPOCM best practice and covers the whole IPOCM lifecycle. It is intended for use by anyone with responsibility for public or private sector organization operations, from directors and executives through all levels of the organization; from those with a single site to those with a global presence; from small and medium enterprises (SMEs) to organizations employing thousands of people. It is therefore applicable to anybody who holds responsibility for any operation, and thus the continuity of that operation. For purposes of this guide, operational continuity is the more general term for business continuity and is used to emphasize relevance to all types of organizations in the public and private sectors. This guideline details integrated planning and management processes that proactively help organizations to understand the environment within which the organization operates, the existence of constraints, and threats to the organization that could result in a significant disruption; quantify the impact of a disruption on critical operational (business) functions and processes; determine the parts of the operations and business that are critical to its short- and long-term success; identify the infrastructure and resources required to enable the organization to continue to operate at a minimum acceptable level; document the key resources, infrastructure, tasks and responsibilities, required to support these critical operational functions in the event of a disruption; establish processes that ensure the information remains current and relevant to the changing risk and operational environments; BSN 2012 v

8 memastikan bahwa karyawan, pelanggan, pemasok dan pemangku kepentingan lainnya menyadari adanya pengaturan kesiapsiagaan dan kontinuitas dan lebih percaya diri dalam pelaksanaannya; menemukan solusi yang sesuai dan melakukan perbaikan secara terusmenerus. IPOCM yang efektif memerlukan perubahan budaya yang mendasar dalam organisasi termasuk penerimaan ketidakpastian dan ketidaksempurnaan. Semua tingkat organisasi perlu menghargai risiko yang melekat dalam setiap keputusan dan kegiatan, dan bahwa proporsi risiko ini memiliki potensi untuk menciptakan gangguan. Semua tingkat organisasi perlu mempertimbangkan cara mengelola gangguan kegiatan tersebut. Dengan pedoman IPOCM ini organisasi sektor publik atau swasta dapat menilai dan mengelola risiko dengan tujuan memastikan ketahanan dan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Pedoman ini tidak menetapkan aplikasi dengan model tertentu. Terdapat berbagai model dan metodologi, yang memadukan kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional ke dalam pelaksanaan bisnis dan operasi keseluruhan organisasi, sehingga membuat organisasi lebih efisien dan kompetitif, serta mampu memenuhi tantangan. Pedoman ini berisi seperangkat alat identifikasi dan solusi dari masalah yang dapat diimplementasikan oleh organisasi dalam berbagai cara, tergantung pada kegiatan dan kebutuhan. Dengan menggabungkan proses berbasis risiko sistematis yang dinamis ke dalam manajemen insiden dan kontinuitas, organisasi akan dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan sumber daya. Model yang dipilih harus dapat menanamkan budaya organisasi yang mendorong perbaikan berkesinambungan. Biasanya, model manajemen meliputi beberapa unsur yang umum antara lain: kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan operasi, penilaian kinerja, perbaikan dan ensure that relevant employees, customers, suppliers and other stakeholders are aware of the preparedness and continuity arrangements and, where appropriate, have confidence in their application; implement solutions accordingly and provide for their continual improvement. It is important to recognize that effective IPOCM requires a fundamental cultural change within the organization including an acceptance of uncertainty and imperfection. All levels of an organization need to appreciate that risk is inherent in every decision and activity, and that a proportion of this risk has the potential to create disruption. People at all levels of an organization, therefore, need to consider how they will manage such disruptions to their activities. This IPOCM guideline enables a public or private sector organization to assess and manage risk with the goal of assuring organizational resilience and long-term performance. It does not prescribe any particular model for application. There are various recognized models and methodologies which weave incident preparedness and operational continuity decision-making into the fabric of an organization's overall operational and business practices, making the organization more efficient, more competitive, and better able to meet important challenges, This guideline provides a set of problem identification and problem-solving tools that can be implemented by any organization in many different ways, depending on its activities and needs. By incorporating a dynamic systematic risk-based process into incident and continuity management, organizations can make informed decisions tailored to their resources. The model chosen should instill an organizational culture that drives continual improvement. Typically, management models include several common elements: policy, planning, implementation and operation, performance assessment, improvement BSN 2012 vi

9 tinjauan manajemen. Pedoman ini berisi panduan untuk penempatan unsur umum ketika mengembangkan dan menerapkan model manajemen yang membahas kebutuhan spesifik organisasi dan penerapannya dalam masyarakat. Seluruh tindakan IPOCM harus diambil untuk berbagai model manajemen atau metodologi yang dipilih. IPOCM secara langsung berkaitan dengan organisasi pemerintahan dan menetapkan praktek manajemen yang baik. IPOCM menetapkan kerangka kerja strategis dan operasional untuk menerapkan ketahanan organisasi terhadap gangguan atau kehilangan dalam memasok produk dan jasa. Seharusnya ukuran yang dipakai tidak diambil sesaat setelah terjadinya kejadian. IPOCM membutuhkan perencanaan di banyak sisi dari suatu organisasi, oleh karena itu ketahanannya tergantung pada manajemen atau staf operasional, ataupun teknologi, dan memerlukan pendekatan holistik dalam menetapkan model IPOCM atau metodologinya. Penerapan dan pelaksanaan berbagai teknik IPOCM secara sistematis dapat memberikan hasil yang optimal bagi semua pihak yang terkait. Namun, mengadopsi pedoman ini tidak dengan sendirinya akan menjamin kesiapsiagaan dan kontinuitas operasional yang optimal. Untuk mencapai kesiapsiagaan dan kontinuitas operasional, program IPOCM harus mendorong organisasi untuk memanfaatkan pengalaman praktek terbaik yang ada, sesuai dengan teknologi serta ekonomis. IPOCM membutuhkan koordinasi dan kolaborasi berbagai institusi di sektor publik maupun swasta (seperti pejabat pemerintah dan publik di berbagai tingkatan, bisnis dan industri, organisasi non-pemerintah dan warga negara secara individu). Masing-masing institusi memiliki fokus sendiri, misi yang unik dan tanggung and management review. This Publicly Available Specification provides guidance on addressing these common elements when developing and implementing a management model that addresses the specific needs of the organization and its place in the community. Whichever management model or methodology is chosen, the full set of IPOCM actions should be adopted. IPOCM is directly linked to organizational governance and establishes good management practice. IPOCM establishes a strategic and operational framework to implement, proactively, an organization's resilience to disruption, interruption, or loss in supplying its products and services. It should not be a purely reactive measure taken after an incident has occurred. IPOCM requires planning across many facets of an organization; therefore its resilience depends equally on its management and operational staff, as well as technology, and requires a holistic approach to be taken in establishing the IPOCM model or methodology. The adoption and implementation of a range of IPOCM techniques in a systematic manner can contribute to optimal outcomes for all interested and affected parties. However, adoption of this guideline will not itself guarantee optimal preparedness and continuity outcomes. In order to achieve preparedness and continuity objectives, the incident preparedness and operational continuity program should encourage organizations to consider implementation of the best available practices, techniques, and technologies, where appropriate and where economically viable. The costeffectiveness of such practices, techniques, and technologies should be taken fully into account. IPOCM requires the coordination and collaboration of many different entities in the public and private sectors (such as government and public authorities at various levels, business and industry, nongovernmental organizations and individual citizens). Each of these entities has its own focus, unique missions and BSN 2012 vii

10 jawab, sumber daya dan kemampuan yang bervariasi, dan prinsip operasi serta prosedur. Unsur utama program IPOCM berhubungan dan berinteraksi dengan fungsi serta kepentingan institusi yang berbeda, yang mungkin terlibat dalam suatu insiden yang sama. Oleh karena itu, program utama harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan semua institusi yang terkena dampak dan hubungannya dengan program IPOCM. Respon organisasi terhadap risiko, yang bertujuan untuk meminimalkan dampak dan mengurangi kerugian sosial, harus didorong dan dihargai tanggung jawab sosialnya. Ketika terjadi suatu gangguan, organisasi harus bekerjasama dengan organisasi lainnya dalam mengalokasikan sumber daya manusia maupun fisik, karena sumber daya yang diperlukan untuk tanggap darurat dan pemulihan kemungkinan langka karena tidak terdistribusi secara optimal. Organisasi sebaiknya aktif berkontribusi pada masyarakat melalui upaya kerja sama dengan warga setempat, pemerintah daerah, dll. dengan berpartisipasi dalam kegiatan penunjang untuk menyelamatkan kehidupan manusia dan memasok kebutuhan. Organisasi juga perlu berkolaborasi dan bekerja sama dengan masyarakat responden pertama, para pihak yang berkepentingan serta mitranya dalam aspek kemanusian dan fisik. Organisasi dapat membatasi ruang lingkup pelaksanaan dari pedoman ini dengan membatasi penerapannya terhadap suatu hal atau layanan tertentu, atau lokasi geografis tertentu. Setiap pembatasan tersebut harus didokumentasikan. Pedoman ini tidak menetapkan persyaratan mutlak untuk kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas kinerja operasional di luar komitmen, untuk memenuhi persyaratan hukum dan persyaratan lain yang berlaku, risiko yang proaktif dan pencegahan gangguan, serta untuk perbaikan berkelanjutan. Pedoman ini telah mengadopsi sistem untuk perbaikan berkesinambungan, tetapi tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai responsibilities, varied resources and capabilities, and operating principles and procedures. It should be recognized that the key IPOCM program elements relate to and interact with the functions and interests of different entities that may be involved in an incident. Therefore, the key program areas should be considered within the context of all the entities impacted and their relationship to the IPOCM program. An organization's response to risks, which aims at minimizing their impacts and reducing social loss, should be promoted and recognized as its social responsibility. When a disruptive incident occurs, an organization should understand that cooperation with other organizations in allocating human and physical resources is essential for its own operational continuity because resources required for emergency response and restoration may be scarce or not optimally distributed. An organization should make an active contribution to community through a cooperative effort with citizens, local governments, etc. by participating in supportive activities to rescue human lives and to offer supplies. It is also necessary for an organization to collaborate and cooperate with the first responder community and its stakeholders and partners in human and physical aspects. An organization may chose to limit the scope of their implementation of the guideline elements by restricting its application to specific products, services or one or more geographic locations. Any such limitation in scope should be documented. It should be noted that this guideline does not establish absolute requirements for incident preparedness and operational continuity performance beyond commitments, in the policy statement, to comply with applicable legal requirements and with other requirements to which the organization subscribes, proactive risk and incident/disruption prevention, and to continual improvement. This guideline has adopted a system for continual BSN 2012 viii

11 sertifikasi atau kriteria pendaftaran bagi pihak ketiga. improvement, but it is not intended to be used as third-party certification/registration criteria. BSN 2012 ix

12 Perlindungan masyarakat Pedoman untuk manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional 1 Ruang lingkup Pedoman ini berisi panduan umum bagi organisasi (baik swasta, pemerintah, maupun non-pemerintah) yang akan mengembangkan sendiri kriteria kinerja bagi manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional, serta mendesain sistem manajemen yang sesuai. Pedoman ini berisi dasar untuk memahami, mengembangkan dan menerapkan kontinuitas operasi dan layanan organisasi, dan memberikan rasa percaya diri dalam interaksi-interaksi bisnis, masyarakat, pelanggan, responden pertama dan organisasi. Dengan pedoman ini organisasi juga dapat mengukur ketahanannya secara konsisten dan tepercaya. Pedoman ini berlaku untuk semua ukuran organisasi umum atau swasta yang terlibat dalam penyediaan produk, proses, atau layanan yang berkeinginan untuk: memahami seluruh konteks yang terkait dengan operasi organisasi; mengidentifikasi tujuan vital; memahami hambatan, risiko, dan gangguan yang dapat menghambat tujuan vital; mengevaluasi risiko tersisa dan toleransi risiko untuk memahami hasil pengendalian dan strategi mitigasi; merencanakan cara organisasi untuk dapat terus mencapai tujuannya jika terjadi insiden yang mengganggu; mengembangkan prosedur insiden, tanggap darurat, pemulihan dan kontinuitas respons; mendefinisikan peran, tanggung jawab, dan sumber daya untuk merespons suatu insiden; 1 Scope This guideline provides general guidance for an organization private, governmental, and non-governmental organizations to develop its own specific performance criteria for incident preparedness and operational continuity, and design an appropriate management system. It provides a basis for understanding, developing and implementing continuity of operations and services within an organization and to provide confidence in business, community, customer, first responder and organizational interactions. It also enables the organization to measure its resilience in a consistent and recognized manner This guideline is applicable to all sizes of public or private organizations engaged in providing products, processes, or services that wishes to: understand the overall context within which the organization operates; identify critical objectives; understand barriers, risks, and disruptions that may impede critical objectives; evaluate residual risk and risk tolerance to understand outcomes of controls and mitigation strategies; plan how an organization can continue to achieve its objectives should a disruptive incident occur; develop incident and emergency response, continuity response and recovery response procedures; define roles and responsibilities, and resources to respond to an incident; BSN dari 59

13 memenuhi kepatuhan terhadap persyaratan hukum, peraturan, dan persyaratan lain yang berlaku; memberikan bantuan timbal balik dan bantuan masyarakat; melakukan mediasi dengan responden pertama dan media; membantu perubahan budaya dalam organisasi yang menyadari bahwa risiko selalu ada dalam setiap keputusan dan aktifitas, dan harus dikelola secara efektif. Pedoman ini menyajikan prinsip-prinsip umum dan dasar untuk kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional organisasi. Luasnya aplikasi akan tergantung pada faktor-faktor seperti kebijakan organisasi, sifat kegiatan, produk dan layanan, lokasi dan kondisi tempat organisasi berfungsi. Namun, ruang lingkup pedoman ini tidak mencakup kegiatan tanggap darurat khusus setelah terjadi suatu insiden, seperti bantuan bencana dan pemulihan infrastruktur sosial yang terutama harus dilakukan oleh sektor publik sesuai dengan peraturan yang relevan. Namun, koordinasi dengan kegiatan tersebut perlu dipelihara dan didokumentasikan 2 Acuan normatif Dokumen acuan berikut ini sangat diperlukan untuk penerapan pedoman ini. Untuk acuan bertanggal, hanya edisi yang disebutkan yang berlaku. Untuk acuan tidak bertanggal, edisi terakhir dari dokumen tersebut (termasuk amandemennya) yang berlaku. ISO/IEC Guide 73:2002, Risk management Vocabulary Guidelines for use in standards. 3 Istilah dan definisi Dalam pedoman ini berlaku istilah dan definisi yang ada dalam ISO/IEC Guide 73 dan definisi berikut ini. meet compliance with applicable legal, regulatory, and other requirements; provide mutual and community assistance; interface with first responders and the media; Promote a cultural change within the organization that recognizes that risk is inherent in every decision and activity, and must be effectively managed. This guideline presents the general principles and elements for incident preparedness and operational continuity of an organization. The extent of the application will depend on factors such as the policy of the organization, the nature of its activities, products and services, and the location where and the conditions under which it functions. The scope of this guideline, however, excludes specific emergency response activities following an incident, such as disaster relief and social infrastructure recovery that are primarily to be performed by the public sector in accordance with relevant legislation. It is important, however, that coordination with these activities be maintained and documented. 2 Normative references The following referenced documents are indispensable for the application of this document. For dated references, only the edition cited applies. For undated references, the latest edition of the referenced document (including any amendments) applies. ISO/IEC Guide 73:2002, Risk management Vocabulary Guidelines for use in standards. 3 Terms and definitions For the purposes of this document, the terms and definitions given in ISO/IEC Guide 73 and the following definitions apply. BSN dari 59

14 3.1 kegiatan vital setiap fungsi atau proses yang sangat penting bagi organisasi dalam memberikan produk dan/atau layanan 3.2 konsekuensi akibat dari suatu kejadian CATATAN 1 Satu kejadian bisa mengakibatkan lebih dari satu konsekuensi. CATATAN 2 Konsekuensi dapat bervariasi dari positif ke negatif. CATATAN 3 Konsekuensi dapat dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif. [ISO/IEC Guide 73] 3.3 krisis setiap kejadian, disebabkan oleh manusia atau alam, yang membutuhkan perhatian dan tindakan mendesak untuk melindungi nyawa manusia, harta benda, atau lingkungan 3.4 bencana peristiwa yang menyebabkan kerusakan atau kerugian besar 3.5 gangguan kejadian, terantisipasi (misalnya badai) atau tidak terantisipasi (misalnya pemadaman atau gempa bumi) yang mengganggu kegiatan normal di lokasi suatu organisasi CATATAN Gangguan dapat disebabkan baik oleh faktor positif atau negatif yang akan mengganggu operasi normal. 3.6 darurat kejadian mendadak, mendesak, yang biasanya tak terduga atau peristiwa yang memerlukan tindakan segera CATATAN Suatu keadaan darurat biasanya suatu kejadian atau kondisi mengganggu yang sering dapat diantisipasi atau disiagakan tapi jarang tepat diramalkan. 3.1 critical activity any function or process that is essential for the organization to deliver its products and/or services 3.2 consequence outcome of an event NOTE 1 There can be more than one consequence from one event. NOTE 2 Consequences can range from positive to negative. NOTE 3 Consequences can be expressed qualitatively or quantitatively. [ISO/IEC Guide 73] 3.3 crisis any incident(s), human-caused or natural, that require(s) urgent attention and action to protect life, property, or environment 3.4 disaster event that causes great damage or loss 3.5 disruption incident, whether anticipated (e.g. hurricane) or unanticipated (e.g. a blackout or earthquake) which disrupts the normal course of operations at an organization location NOTE A disruption can be caused by either positive or negative factors that will disrupt normal operations. 3.6 emergency sudden, urgent, usually unexpected occurrence or event requiring immediate action NOTE An emergency is usually a disruptive event or condition that can often be anticipated or prepared for but seldom exactly foreseen. BSN dari 59

15 3.7 latihan mengevaluasi program IPOCM, melatih peran anggota tim dan staf dan menguji pemulihan atau kontinuitas dari sistem organisasi (misalnya teknologi, telepon, administrasi) untuk menunjukkan kompetensi dan kemampuan IPOCM CATATAN 1 Latihan meliputi kegiatan yang dilakukan untuk tujuan pelatihan dan pengkondisian anggota tim dan personil dalam memberikan respons yang sesuai dengan tujuan pencapaian kinerja maksimal. CATATAN 2 Suatu latihan dapat melibatkan penggunaan prosedur kontinuitas operasi, tetapi lebih cenderung melibatkan simulasi sebuah insiden kontinuitas operasi, diumumkan atau mendadak, yang pesertanya memainkan peran untuk menilai masalah yang mungkin timbul, sebelum benar-benar terjadi. 3.8 event (kejadian) terjadinya serangkaian situasi/keadaan tertentu CATATAN 1 pasti. Kejadian bisa pasti atau tidak CATATAN 2 Kejadian dapat berupa kejadian tunggal atau serangkaian kejadian. CATATAN 3 Probabilitas kejadian dapat diperkirakan untuk jangka waktu tertentu. 3.9 bahaya kondisi fisik atau operasi, yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan jenis efek tertentu yang tidak diinginkan atau tidak menyenangkan 3.10 dampak konsekuensi dari akibat tertentu 3.7 exercising evaluating IPOCM programs, rehearsing the roles of team members and staff and testing the recovery or continuity of an organization's systems (e.g. technology, telephony, administration) to demonstrate IPOCM competence and capability NOTE 1 Exercises include activities performed for the purpose of training and conditioning team members and personnel in appropriate responses with the goal of achieving maximum performance. NOTE 2 An exercise can involve invoking operational continuity procedures, but is more likely to involve the simulation of an operational continuity incident, announced or unannounced, in which participants roleplay in order to assess what issues might arise, prior to a real invocation. 3.8 event occurrence of a particular set of circumstances NOTE 1 The event can be certain or uncertain. NOTE 2 The event can be a single occurrence or a series of occurrences. NOTE 3 The probability associated with the event can be estimated for a given period of time. 3.9 hazard possible source of danger, or conditions physical or operational, that have a capacity to produce a particular type of adverse effects 3.10 impact evaluated consequence of a particular outcome BSN dari 59

16 3.11 analisis dampak proses menganalisis semua fungsi operasi dan efek yang mungkin timbul akibat suatu gangguan operasi insiden peristiwa yang mungkin atau dapat menyebabkan sebuah gangguan operasi, kekacauan, kehilangan, kedaruratan atau krisis 3.13 rencana manajemen insiden rencana tindakan yang jelas terdefinisi dan terdokumentasi untuk digunakan pada saat terjadi insiden atau gangguan, yang biasanya meliputi personil kunci, sumber daya, layanan dan tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen insiden 3.14 kesiapsiagaan insiden kegiatan, program, dan sistem yang dikembangkan dan dilaksanakan sebelum suatu kejadian yang dapat digunakan untuk mendukung dan meningkatkan mitigasi, respons dan pemulihan gangguan, bencana, atau keadaan darurat 3.15 manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional IPOCM kegiatan dan tindakan sistematis dan terkoordinasi oleh organisasi untuk mengelola risiko secara optimal, dan potensi ancaman serta dampaknya yang ditimbulkan 3.16 kebijakan IPOCM keseluruhan maksud dan arah organisasi, yang terkait dengan kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasi, yang dinyatakan secara resmi oleh manajemen puncak 3.17 mitigasi pembatasan konsekuensi negatif dari suatu kejadian tertentu 3.11 impact analysis process of analyzing all operational functions and the effect that an operational interruption might have upon them 3.12 incident event that might be, or could lead to, an operational interruption, disruption, loss, emergency or crisis 3.13 incident management plan clearly defined and documented plan of action for use at the time of an incident or disruption, typically covering the key personnel, resources, services and actions needed to implement the incident management process 3.14 incident preparedness activities, programs, and systems developed and implemented prior to an incident that may be used to support and enhance mitigation of, response to, and recovery from disruptions, disasters, or emergencies 3.15 incident preparedness and operational continuity management IPOCM systematic and coordinated activities and practices through which an organization optimally manages its risks, and the associated potential threats and impacts there from 3.16 IPOCM policy overall intentions and direction of an organization, related to its incident preparedness and operational continuity, as formally expressed by top management 3.17 mitigation limitation of any negative consequence of a particular incident BSN dari 59

17 3.18 perjanjian bantuan timbal balik perjanjian yang diatur sebelumnya antara dua pihak atau lebih untuk memberikan bantuan kepada para pihak dalam perjanjian tersebut 3.19 kontinuitas operasional OC kemampuan strategis dan taktis, yang disetujui sebelumnya oleh manajemen suatu organisasi untuk merencanakan dan merespons kondisi, situasi dan peristiwa untuk dapat melanjutkan operasi pada tingkat yang dapat diterima CATATAN Kontinuitas operasional adalah istilah yang lebih umum untuk kontinuitas bisnis. Istilah ini tidak hanya berlaku untuk perusahaan pencari-keuntungan, namun bagi semua bentuk organisasi, seperti organisasi non-pemerintah, kepentingan publik, dan pemerintah manajemen kontinuitas operasional OCM proses manajemen menyeluruh yang mengidentifikasi dampak potensial yang mengancam suatu organisasi dan menyediakan suatu kerangka kerja untuk membangun ketahanan yang mampu merespons secara efektif guna menjaga keselamatan para pemangku kepentingan, reputasi, merek dan kegiatan yang menciptakan nilai. CATATAN manajemen kontinuitas operasional juga melibatkan manajemen pemulihan atau kontinuitas insiden, serta manajemen program secara keseluruhan melalui pelatihan, gladi, dan kaji ulang, untuk memastikan rencana kontinuitas operasional tetap berjalan dan mutakhir program manajemen kontinuitas operasional manajemen dan proses tata kelola yang didukung oleh manajemen puncak dan sumber daya, untuk memastikan langkahlangkah yang perlu diambil yakni mengidentifikasi dampak potensi kerugian, menjaga rencana dan strategi pemulihan agar berjalan terus, dan menjamin kelangsungan fungsi/produk/layanan melalui latihan, gladi, pengujian, pelatihan, 3.18 mutual aid agreement pre-arranged agreement developed between two or more entities to render assistance to the parties of the agreement 3.19 operational continuity OC strategic and tactical capability, preapproved by management, of an organization to plan for and respond to conditions, situations and events in order to continue operations at an acceptable predefined level NOTE Operational continuity is the more general term for business continuity. It applies not only to for-profit companies, but organizations of all natures, such as non - governmental, public interest, and governmental organizations operational continuity management OCM holistic management process that identifies potential impacts that threaten an organization and provides a framework for building resilience with the capability for an effective response that safeguards the interests of its key stakeholders, reputation, brand and value-creating activities NOTE Operational continuity management also involves the management of recovery or continuity in the event of an incident, as well as management of the overall program through training, rehearsals, and reviews, to ensure the operational continuity plan stays current and up-to-date operational continuity management program ongoing management and governance process supported by top management and resourced to ensure that the necessary steps are taken to identify the impact of potential losses, maintain viable recovery strategies and plans, and ensure continuity of functions/products/services through exercising, rehearsal, testing, BSN dari 59

18 pemeliharaan dan jaminan tim manajemen kontinuitas operasional sekelompok orang yang secara fungsional bertanggung jawab untuk mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan rencana kontinuitas operasi, menyatakan keadaan darurat/situasi krisis dan memberikan arahan selama proses pemulihan, baik pra- maupun pasca insiden CATATAN Tim manajemen kontinuitas operasional dapat mencakup individu dari organisasi maupun responden langsung dan pertama, para pemangku kepentingan, dan pihak-pihak lain yang berminat rencana kontinuitas operasional OCP kumpulan dokumentasi prosedur dan informasi yang dikembangkan, dihimpun dan dirawat untuk siap digunakan dalam sebuah insiden 3.24 strategi kontinuitas operasional pendekatan yang dilakukan oleh organisasi untuk memastikan pemulihan dan kesinambungannya dalam menghadapi gangguan, krisis atau penghentian utama lainnya (dalam pekerjaan) tim kontinuitas operasional kelompok individu yang bertanggung jawab untuk mengembangkan, melaksanakan, melatih, dan memelihara rencana kontinuitas operasional, termasuk proses dan prosedurnya 3.26 organisasi kelompok orang dan fasilitas dengan suatu pengaturan tanggung jawab, wewenang dan hubungan CATATAN Suatu organisasi dapat berupa pihak pemerintah atau publik, perseroan, korporasi, firma, perusahaan, institusi, lembaga sosial, perdagangan tunggal atau asosiasi, atau bagian atau kombinasi daripadanya. training, maintenance and assurance 3.22 operational continuity management team group of individuals functionally responsible for directing the development and execution of the operational continuity plan, declaring an emergency/crisis situation and providing direction during the recovery process, both pre-and postdisruptive incident NOTE The operational continuity management team may include individuals from the organizations as well as immediate and first responders, stakeholders, and other interested parties operational continuity plan OCP documented collection of procedures and information that is developed, compiled and maintained in readiness for use in an incident 3.24 operational continuity strategy approach by an organization that will ensure its recovery and continuity in the face of a disruptive event, crisis or other major outage 3.25 operational continuity team group of individuals responsible for developing, executing, rehearsing, and maintaining the operational continuity plan, including the processes and procedures 3.26 organization group of people and facilities with an arrangement of responsibilities, authorities and relationships NOTE An organization can be a government or public entity, company, corporation, firm, enterprise, institution, charity, sole trade or association, or parts or combinations thereof. BSN dari 59

19 3.27 pencegahan tindakan yang memungkinkan suatu organisasi untuk menghindari, mencegah, atau membatasi dampak gangguan 3.28 probabilitas tingkat kemungkinan suatu peristiwa dapat terjadi CATATAN 1 ISO :1993, definisi 1.1 memberikan definisi matematika probabilitas sebagai "bilangan nyata dalam skala dari 0 hingga 1 yang melekat pada peristiwa acak. Hal ini dapat berhubungan dengan frekuensi relatif jangka panjang dari kejadian atau tingkat keyakinan bahwa suatu peristiwa akan terjadi. Untuk tingkat kepercayaan tinggi, probabilitasnya mendekati 1." CATATAN 2 Frekuensi mungkin dapat digunakan untuk menggambarkan risiko ketimbang probabilitas. CATATAN 3 Derajat keyakinan tentang probabilitas dapat dipilih dengan menggunakan kelas atau peringkat, seperti jarang/tidak akan/sedang/akan/hampir pasti, atau luar biasa/tidak mungkin/jauh/kadangkadang/kemungkinan/sering. [ISO/IEC Guide 73] 3.29 sasaran waktu pemulihan RTO sasaran waktu untuk restorasi dan pemulihan fungsi atau sumber daya berdasarkan pada down time yang dapat diterima jika ada gangguan operasi 3.30 risiko sisa risiko yang masih ada setelah penanganan risiko 3.31 ketahanan kemampuan organisasi untuk melawan pengaruh dari suatu peristiwa 3.32 program respon rencana, proses, dan sumber daya untuk melakukan kegiatan dan layanan yang diperlukan untuk menjaga dan melindungi 3.27 prevention measures that enable an organization to avoid, preclude, or limit the impact of a disruption 3.28 probability extent to which an event is likely to occur NOTE 1 ISO :1993, definition 1.1 gives the mathematical definition of probability as "a real number in the scale of 0 to 1 attached to a random event, It can be related to a long-run relative frequency of occurrence or to a degree of belief that an event will occur. For a high degree of belief, the probability is near 1. NOTE 2 Frequency rather than probability may be used to describe risk. NOTE 3 Degrees of belief about probability can be chosen as classes or ranks, such as rare/unlikely/moderate/likely/almost certain, or incredible/improbable/remote/occasional/pr obable/frequent. [ISO/IEC Guide 73] 3.29 recovery time objective RTO time goal for the restoration and recovery of functions or resources based on the acceptable down time in case of a disruption of operations 3.30 residual risk risk remaining after risk treatment 3.31 resilience ability of an organization to resist being affected by an event 3.32 response program plan, processes, and resources to perform the activities and services necessary to preserve and protect life, BSN dari 59

20 nyawa, harta benda, operasi, dan aset vital. CATATAN Tahapan respon umumnya meliputi pengenalan insiden, pemberitahuan, penilaian, pernyataan, pelaksanaan rencana, komunikasi, dan manajemen sumber daya risiko kombinasi dari probabilitas kejadian dan konsekuensi-konsekuensinya CATATAN 1 Istilah "risiko" umumnya digunakan hanya ketika setidaknya ada kemungkinan konsekuensi negatif. CATATAN 2 Dalam beberapa situasi, risiko timbul dari kemungkinan penyimpangan atas hasil atau peristiwa yang diharapkan. [ISO/IEC Guide 73] 3.34 keberterimaan risiko keputusan untuk menerima risiko CATATAN 1 Kata kerja "menerima" dipilih untuk menyampaikan ide bahwa keberterimaan memiliki arti kamus dasar. CATATAN 2 Keberterimaan risiko tergantung pada kriteria risiko. [ISO/IEC Guide 73] 3.35 penilaian risiko keseluruhan proses identifikasi, analisis dan evaluasi risiko. CATATAN Penilaian risiko melibatkan proses identifikasi ancaman internal dan eksternal dan kerentanan, mengidentifikasi kemungkinan dari suatu peristiwa yang timbul dari ancaman atau kerentanan tersebut, mendefinisikan fungsi penting yang diperlukan untuk melanjutkan operasi organisasi, mendefinisikan pengendalian di tempat yang diperlukan untuk mengurangi paparan, dan mengevaluasi biaya kendali tersebut komunikasi risiko pertukaran atau berbagi informasi tentang risiko antara pembuat keputusan dan pemangku kepentingan lainnya CATATAN Informasi dapat terkait dengan keberadaan, sifat, bentuk, probabilitas, tingkat property, operations, and critical assets. NOTE Response steps generally include incident recognition, notification, assessment, declaration, plan execution, communications, and resources management risk combination of the probability of an event and its consequences NOTE 1 The term "risk" is generally used only when there is at least the possibility of negative consequences. NOTE 2 In some situations, risk arises from the possibility of deviation from the expected outcome or event. [ISO/IEC Guide 73] 3.34 risk acceptance decision to accept risk NOTE 1 The verb "to accept" is chosen to convey the idea that acceptance has its basic dictionary meaning. NOTE 2 Risk acceptance depends on the risk criteria. [ISO/IEC Guide 73] 3.35 risk assessment overall process of risk identification, analysis and evaluation NOTE Risk assessment involves the process of identifying internal and external threats and vulnerabilities, identifying the likelihood of an event arising from such threats or vulnerabilities, defining critical functions necessary to continue the organization's operations, defining the controls in place necessary to reduce exposure, and evaluating the cost of such controls risk communication exchange or sharing of information about risk between the decision-maker and other stakeholders NOTE The information can relate to the existence, nature, form, probability, severity, BSN dari 59

21 keparahan, akseptabilitas, perlakuan atau aspek risiko lainnya. [ISO/IEC Guide 73] 3.37 kriteria risiko kerangka acuan untuk mengkaji signifikansi risiko CATATAN Kriteria risiko dapat mencakup biaya dan manfaat, persyaratan hukum dan statutori/perundang-undangan, aspek sosialekonomi dan lingkungan, perhatian para pemangku kepentingan, prioritas dan masukan lainnya untuk penilaian. [ISO/IEC Guide 73] 3.38 manajemen risiko kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu organisasi sehubungan dengan risiko CATATAN Manajemen risiko secara umum mencakup penilaian risiko, penanganan risiko, keberterimaan risiko dan komunikasi risiko. [ISO/IEC Guide 73] 3.39 pengurangan risiko tindakan yang diambil untuk mengurangi probabilitas, konsekuensi negatif, atau keduanya, yang terkait dengan risiko [ISO/IEC Guide 73] 3.40 alih risiko berbagi beban kerugian atau keuntungan atau manfaat dengan pihak lain, untuk suatu risiko CATATAN 1 Persyaratan hukum atau perundang-undangan dapat membatasi, melarang atau mengamanatkan alih risiko tertentu. CATATAN 2 Alih risiko dapat dilakukan melalui asuransi atau perjanjian lainnya. CATATAN 3 Alih risiko dapat menciptakan risiko baru atau memodifikasi risiko yang ada. CATATAN 4 Relokasi sumber bukan suatu pengalihan risiko. [ISO/IEC Guide 73] acceptability, treatment or other aspects of risk. [ISO/IEC Guide 73] 3.37 risk criteria terms of reference by which the significance of risk is assessed NOTE Risk criteria can include associated cost and benefits, legal and statutory requirements, socio-economic and environmental aspects, the concerns of stakeholders, priorities and other inputs to the assessment. [ISO/IEC Guide 73] 3.38 risk management coordinated activities to direct and control an organization with regard to risk NOTE Risk management generally includes risk assessment, risk treatment, risk acceptance and risk communication. [ISO/IEC Guide 73] 3.39 risk reduction actions taken to lessen the probability, negative consequences, or both, associated with a risk [ISO/IEC Guide 73] 3.40 risk transfer sharing with another party the burden of loss or benefit or gain, for a risk NOTE 1 Legal or statutory requirements can limit, prohibit or mandate the transfer of certain risk. NOTE 2 Risk transfer can be carried out through insurance or other agreements. NOTE 3 Risk transfer can create new risks or modify existing risks. NOTE 4 Relocation of the source is not risk transfer. [ISO/IEC Guide 73] BSN dari 59

22 3.41 toleransi risiko risiko yang dapat diterima atau ditoleransi oleh sebuah organisasi yang disiagakan untuk menerima paparan risiko setiap saat penanganan risiko proses seleksi dan implementasi untuk memodifikasi risiko CATATAN 1 Istilah "penanganan risiko" kadang digunakan untuk tindakan tersebut CATATAN 2 Upaya penanganan risiko dapat meliputi penghindaran, pengoptimalan, pengalihan atau pembatasan risiko. [ISO/IEC Guide 73] 3.43 latihan simulasi latihan yang dilakukan dengan sedapat mungkin dilaksanakan sesuai dengan kondisi sesungguhnya 3.44 sumber perihal atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan suatu konsekuensi CATATAN Dalam konteks keselamatan, sumber adalah suatu bahaya pemangku kepentingan (pihak berkepentingan) orang atau kelompok yang memiliki kepentingan demi kinerja atau keberhasilan organisasi CATATAN Istilah ini meliputi orang-orang dan kelompok yang berkepentingan dengan aktifitas dan pencapaian organisasi, misalnya pelanggan, mitra, karyawan, pemegang saham, pemilik, masyarakat setempat, responden pertama, pemerintah dan pembuat regulasi tabletop exercise metoda uji yang dengan simulasi terbatas menyajikan suatu skenario gangguan, darurat atau krisis, dalam format narasi agar peserta dapat meninjau-ulang dan membahas (tapi tidak memperagakan) 3.41 risk tolerance total amount of risk that an organization is prepared to accept, tolerate, or be exposed to at any point in time 3.42 risk treatment process of selection and implementation of measures to modify risk NOTE 1 The term "risk treatment" is sometimes used for the measures themselves. NOTE 2 Risk treatment measures can include avoiding, optimizing, transferring or retaining risk. [ISO/IEC Guide 73] 3.43 simulation exercise test performed under conditions as close as practicable to real world conditions 3.44 source item or activity having a potential for a consequence NOTE In the context of safety, source is a hazard stakeholder (interested party) person or group having an interest in the performance or success of an organization NOTE The term includes persons and groups with an interest in an organization, its activities and its achievements, e.g. customers, partners, employees, shareholders, owners, the local community, first responders, government and regulators tabletop exercise test method that presents a limited simulation of a disruption, emergency or crisis scenario in a narrative format in which participants review and discuss, not perform, the policy, BSN dari 59

23 kebijakan, metode, prosedur, koordinasi, dan sumber daya yang terkait dengan tupoksi untuk rencana aktifasi 3.47 pengujian kegiatan untuk menguji beberapa bagian dari rencana kontinuitas operasi guna memastikan bahwa rencana tersebut memuat informasi yang sesuai dan menghasilkan yang diinginkan 3.48 ancaman penyebab potensial dari suatu kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang, sistem atau organisasi, lingkungan atau masyarakat 3.49 manajemen puncak direksi dan manajer dari sebuah organisasi yang dapat menjamin sistem manajemen yang efektif, termasuk pengawasan keuangan dan sistem kontrol, untuk melindungi aset, kapasitas produktif dan reputasi organisasi 4 Umum 4 General Pendekatan manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional dan proses perbaikan berkelanjutan diperlihatkan pada Gambar 2. IPOCM adalah kerangka kerja yang harus terus dipantau dan ditinjau secara berkala agar memberikan arahan efektif untuk kesiapsiagaan insiden dan manajemen kontinuitas operasional organisasi ketika merespon perubahan faktor internal dan eksternal. Semua tingkat dalam organisasi bertanggung jawab untuk mencapai kesiapsiagaan insiden dan penyempurnaan operasional yang berjalan terus menerus. Pertimbangan IPOCM dapat diintegrasikan ke dalam semua keputusan operasional dan bisnis organisasi. methods, procedures, coordination, and resource assignments associated with plan activation 3.47 testing activity in which some part(s) of the operational continuity plan(s) is/are followed to ensure that the plan(s) contain(s) the appropriate information and produces the desired result 3.48 threat potential cause of an unwanted incident, which may result in harm to individuals, a system or organization, the environment or the community 3.49 top management directors and officers of an organization that can ensure effective management systems, including financial monitoring and control systems, have been put in place to protect assets, earning capacity and the reputation of the organization The incident preparedness and operational continuity management approach and the ongoing process of continual improvement are shown in Figure 2. IPOCM is an organizing framework that should be continually monitored and periodically reviewed to provide effective direction for an organization's incident preparedness and operational continuity management in response to changing internal and external factors. All levels in the organization should accept responsibility for working to achieve incident preparedness and operational continuity improvements, as applicable. IPOCM considerations can be integrated into all the organization's operational and business decisions. BSN dari 59

24 Figure 2 Incident preparedness and operational continuity flow diagram BSN dari 59

25 9. Tinjauan manajemen 8. Pengkajian kinerja 8.1 Evaluasi sistem 8.2 Pemantauan dan pengukuran kinerja 8.3 Pengujian dan latihan 8.4 Tindakan korektif dan preventif 8.5 Pemeliharaan 8.6 Audit dan penilaian internal Peningkatan berkesinambungan 7. Pelaksanaan dan operasi 7.1 Sumber daya, peran, tanggungjawab dan wewenang 7.2 Membangun dan menanmkan IPOCM dalam budaya organisasi 7.3 Kompetensi, pelatihan dan kewaspadaan 7.4 Komunikasi dan peringatan 7.5 Pengendalian operasional 7. Keuangan dan administrasi Mulai: kenali organisasi anda - defisikan lingkup program IPOCM - identifikasikan tujuan, operasi, fungsi, produk dan jasa vital - penentuan awal skenario risiko dan konsekuensinya Kebijakan Kebijakan Kepemimpinan Komitmen dan manajemen kepemimpinan dan manajemen komitmen Pengembangan Pengembangan kebijakan kebijakan 6. Perencanaan 6.2 Persyaratan hukum dan lainnya 6.3 Penilaian risiko dan analisis dampak 6.7 Program IPOCM Program pencegahan dan mitigasi Program manajemen respon Gambar 2 Diagram alir kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasi 5 Kebijakan 5 Policy 5.1 Membuat program 5.1 Establishing the program Tujuan dari pembentukan program kesiapsiagaan insiden/kontinuitas operasional adalah untuk memastikan bahwa seluruh aktifitas manajemen risiko dan aktifitas kontinuitas yang lain dilaksanakan dan sesuai dengan persetujuan dan dalam kontrol organisasi, sehingga mencapai kemampuan yang memenuhi kebutuhan operasional yang berubah-ubah dan sesuai dengan ukuran, kompleksitas maupun sifat organisasi. Pembuatan program IPOCM ini menghasilkan suatu kerangka kerja yang jelas untuk kemampuan manajemen kontinuitas operasi yang sedang berlangsung. Tatalaksana kegiatan, yang biasanya berbentuk suatu proyek, menggabungkan The purpose of establishing an incident preparedness/operational continuity program is to ensure that all risk management and continuity activities are conducted and implemented in an agreed and controlled manner within the organization, thereby achieving a capability that meets the changing operational needs and is appropriate to the size, complexity and nature of the organization. It establishes a clearly defined framework for the ongoing management of the operational continuity capability. The set-up activities, which usually take the form of a project, incorporate the end- BSN dari 59

26 dari awal sampai akhir kegiatan rancang bangun, implementasi, uji awal dan latihan kemampuan kontinuitas operasional. Halhal yang harus dipertimbangkan adalah integrasi awal prosedur dan teknik IPOCM dalam proses perancangan organisasi atau bisnis, perencanaan, operasi, pelatihan, dan kebijakan keuangan dan ekonomi. Kegiatan manajemen dan pemeliharaan diantaranya memastikan bahwa kelangsungan operasi tertanam dalam organisasi, diuji secara berkala dan diperbaharui, dan dipertimbangkan apabila terjadi perubahan signifikan (misalnya lingkungan, personil, proses atau teknologi). IPOCM juga harus menjamin perlindungan pemangku kepentingan dari dampak yang merugikan karena terganggunya fungsi dan operasi suatu organisasi. Singkatnya, program manajemen merupakan tatalaksana organisasi, dan manajemen kontinuitas operasional. to-end designing, building, implementing, and initial testing and exercising of the operational continuity capability. Early integration of IPOCM techniques and procedures in the organizational or business process design, planning, operations, training, and financial and economic policies and procedures should be considered. The ongoing maintenance and management activities include ensuring that operational continuity is embedded within the organization, is regularly tested and updated, and is considered whenever there is a significant change (e.g. environment, personnel, process or technology). IPOCM should also ensure the protection of stakeholders from possible adverse impact due to the disruption of the organization's operations and functions. In summary, the management program represents the set-up, organization and ongoing management of the operational continuity capability. 5.2 Mendefinisikan lingkup program 5.2 Defining program scope Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memelihara, mengevaluasi dan terus meningkatkan kesiapsiagaan insiden dan program-program kontinuitas operasi. Organisasi harus menentukan kegiatan dan tujuan operasi yang vital sebagaimana tercantum dalam strategi, rencana bisnis, misi dan kebijakan, rencana manajemen risiko, dan alat manajemen seperti analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) dan balanced scorecard. Proses yang vital harus diidentifikasi dan didokumentasikan. Hal ini agar organisasi dapat fokus pada sumber daya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan fungsi dan kegiatan yang vital tersebut dengan keterbatasan keuangannya. Organisasi harus menetapkan dasar pembenaran bagi program IPOCM untuk menentukan keuntungan dari mengadopsi suatu pendekatan. Hal ini mungkin didasarkan pada: The organization should establish, document, implement, maintain, evaluate and continually improve its incident preparedness and operational continuity programs. The organization should determine its critical operational objectives and activities as identified in strategies, business plans, policy and mission statements, risk management plans, and management tools such as SWOT analysis (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats) and balanced scorecard. Operational critical processes should be identified and documented. This will allow the organization to focus the resources required to operate the organization's critical activities and functions within the context of the economic constraints of the organization. The organization should establish a justification for the IPOCM program to determine the advantages of adopting an organization-wide approach. This may be based on: BSN dari 59

27 Kejadian terkait risiko yang terjadi dalam organisasi; risiko yang muncul saat ini; kecenderungan gangguan operasi dan insiden sebelumnya; kenaikan biaya dan kerugian pendapatan akibat dari gangguan potensial; biaya risiko; kewajiban; tanggung jawab sosial; keberhasilan dan kegagalan proyek dan program IPOCM lainnya. Organisasi harus menetapkan dan mendokumentasikan lingkup sistem IPOCM nya. Organisasi memiliki kebebasan dan fleksibilitas untuk menentukan batas-batasnya, dan dapat memilih untuk melaksanakan pedomanini yang berkenaan dengan seluruh organisasi atau unit operasi atau kegiatan tertentu dari organisasi. Untuk ini perlu dipertimbangkan hubungan dengan organisasi lain (organisasi mitra) dan pemangku kepentingan yang berkontribusi terhadap atau mempengaruhi operasi organisasi, termasuk pengaruh yang disebabkan oleh proses / kegiatan dari luar dan rantai pasokan. Ruang lingkup harus terkait langsung dengan kegiatan, fungsi, produk, dan pelayanan vital, yang menentukan parameter penilaian risiko dan pengembangan program berdasarkan tingkat pentingnya dan kemungkinan potensi serta konsekuensi dari suatu insiden. 5.3 Komitmen dan kepemimpinan manajemen Agar efektif, program IPOCM harus berupa sebuah proses manajemen terpadu yang berasal dari manajemen puncak, didukung dan dipromosikan oleh jajaran manajer utama dan eksekutif. Program ini harus dikelola baik di tingkat operasional maupun tingkat organisasi. historical risk events within the organization; current and emerging risk exposures; operational disruption trends and prior incidents; cost increases and revenue losses arising from potential disruptions; risk financing costs; liabilities; social responsibilities; success and failure of other IPOCM projects and programs. The organization should define and document the scope of its IPOCM system. An organization has the freedom and flexibility to define its boundaries, and may choose to implement this guideline with respect to the entire organization or to specific operating units or activities of the organization, It should consider, however, relationships with other organizations (partner entities) and stakeholders that contribute to or influence the organization's operations, including influences due to the outsourcing of processes/activities and the supply chain. The scope should be directly related to the critical activities, functions, products, and services of the organization, defining the parameters for risk assessment and program development based on their criticality and the potential likelihood and consequences of an incident. 5.3 Management leadership and commitment To be effective, an IPOCM program should be an integrated management process driven from the top of the organization, endorsed and promoted by the principal managers and executives. It should be managed at both the operational and BSN dari 59

28 Sejumlah praktisi profesional di bidang kesiapsiagaan insiden dan manajemen kontinuitas operasional serta staf dari disiplin ilmu dan jurusan manajemen lain mungkin diperlukan untuk mendukung dan mengelola program IPOCM. Jumlah sumber daya yang diperlukan akan tergantung pada ukuran dan keragaman organisasi. organizational levels. A number of professional incident preparedness and OCM practitioners and staff from other management disciplines and departments may be required to support and manage the IPOCM program. The quantity of resources required will be dependent upon the size and diversity of the organization. 5.4 Pengembangan kebijakan 5.4 Policy development Organisasi harus mengembangkan kebijakan IPOCM. Awalnya, mungkin dimulai dari tingkat tinggi kemudian dilakukan penyempurnaan dan peningkatan sejalan dengan berkembangnya kemampuan. Kebijakan tersebut harus secara berkala ditinjau dan diperbarui sesuai dengan kebutuhan operasi. Kebijakan IPOCM harus berisi prinsip tertulis yang berisi aspirasi dan dengan prinsip tersebut kemampuan IPOCM dapat diukur Proses kebijakan organisasi harus terdiri dari unsur-unsur berikut: Manajemen puncak harus memutuskan pengembangan program IPOCM dan menyampaikan keputusan tersebut ke seluruh organisasi; Manajemen puncak harus membuat kebijakan IPOCM dasar; Manajemen puncak harus menyampaikan kegiatan IPOCM ke pemangku kepentingan internal dan eksternal yang tepat; Manajemen puncak harus menjamin ketersediaan sumber daya, seperti anggaran dan personil yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kebijakan IPOCM dasar; Manajemen puncak harus berpartisipasi dalam proses pengembangan program IPOCM. The organization should develop an IPOCM policy. Initially, this may be at a high level with further refinement and enhancement as the capability is developed. The policy should be regularly reviewed and updated in line with operational needs. The IPOCM policy should provide the organization with documented principles to which it will aspire and against which its IPOCM capability should be measured. The policy process of an organization should be composed of the following elements: top management should decide to develop an IPOCM program and communicate the decision throughout the organization; top management should establish a basic IPOCM policy; top management should communicate IPOCM activities of the organization to appropriate internal and external stakeholders; top management should ensure the availability of resources, such as budget and personnel necessary to perform activities in line with the basic IPOCM policy; top management should participate in a process of IPOCM program development. BSN dari 59

29 5.5 Tinjauan kebijakan 5.5 Policy Review Organisasi harus menetapkan kaji-ulang kebijakan IPOCM secara teratur, dengan mempertimbangkan antara lain: hasil kaji-ulang sistem IPOCM; perubahan lingkungan fisik; perubahan profil risiko; perubahan personil kunci, operasi, layanan, proses, produk, pemasok, distributor, pengaturan sumber internal dan eksternal, dan kekuatan pasar; merger dan akuisisi; perubahan penting dalam aspek legislatif dan peraturan. Kaji ulang kebijakan IPOCM harus diintegrasikan sebagai bagian dari bisnis organisasi dan proses perencanaan operasi yang disetujui oleh manajemen puncak. Kebijakan IPOCM tingkat organisasi harus diturunkan ke setiap kebijakan IPOCM tingkat fungsional di bawahnya. 5.6 Struktur organisasi untuk pelaksanaan Kebijakan dan strategi untuk program ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh tim proyek. Berikut adalah dasar untuk menentukan kebutuhan struktur manajemen proyek formal maupun informal: persyaratan untuk melanjutkan visibilitas dan keterlibatan manajemen puncak; persyaratan ketrampilan; persyaratan sumber daya, anggaran, dan pembiayaan untuk proyek; pengetahuan spesialis organisasi; bidang organisasi yang terlibat dalam proyek. Suatu organisasi dapat menunjuk koordinator program IPOCM yang An organization should establish regular review of the IPOCM policy, considering the following, including but not limited to: results of IPOCM system review; changes in physical environment; changes in risk profile; changes in key personnel, operations, services, processes, products, suppliers, distributors, sourcing and outsourcing arrangements, and market forces; mergers and acquisitions; significant changes in the legislative and regulatory environment. The IPOCM policy review should be integrated as part of the organizationwide business and operational planning process approved by top management. An organization-wide IPOCM policy should be cascaded down to each functional IPOCM policy. 5.6 Organizational structure for implementation Policy and strategy for the program is developed and implemented by the project team. Determine the need for formal or informal project management st r uctures based on: requirements for continuing top management visibility and involvement; skills requirements; resource, budget, and financing requirements for the project; specialist knowledge of the organization; areas of organization involved in the project. An organization may appoint an IPOCM program coordinator who should have responsibility for establishing the IPOCM BSN dari 59

30 bertanggung jawab untuk membuat program IPOCM. Koordinator program IPOCM bertanggung jawab antara lain untuk mengkoordinasikan kesiapsiagaan insiden dan proyek kontinuitas operasional, mengelola kesiapsiagaan insiden dan struktur organisasi untuk kontinuitas operasional, memperoleh dukungan dari manajemen puncak, mengembangkan dan melaksanakan program IPOCM, memberikan pelatihan, dan secara teratur mengkaji-ulang program kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional. Tanggung jawab dan wewenang manajemen puncak harus ditetapkan untuk memperjelas tanggung jawab utama yang ada dalam organisasi. Panitia program IPOCM lintas-fungsional dapat dibentuk. Para anggotanya harus terdiri dari mereka yang terlibat dalam fungsi-fungsi utama yang berkaitan dengan program IPOCM untuk menangani berbagai isu-isu di sekitar organisasi. 6 Perencanaan 6 Planning 6.1 Umum 6.1 General Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan menggunakan prosedur untuk identifikasi ancaman dan bahaya; penilaian risiko, kerentanan, dan kekritisan; dan analisis dampak. Fase ini menetapkan parameter untuk tahap perencanaan dan strategi sehingga organisasi mampu meminimalkan gangguan dan terus memenuhi tujuannya selama ada gangguan pada tingkat operasi yang dapat diterima. Pemahaman organisasi berasal dari identifikasi dan evaluasi potensi risiko dan ancaman gangguan terhadap organisasi serta penentuan lamanya gangguan yang masih dapat diterima oleh pemangku kepentingan. Pemahaman akan produk dan layanan yang dihasilkan suatu organisasi dan bagaimana hal ini disampaikan melalui aktifitas dalam organisasi menjadi pra-syarat penting untuk langkah selanjutnya dalam tahap ini. Pemetaan proses dan alat manajemen lainnya dapat membantu organisasi untuk mendokumentasikan pemahaman tentang program. The IPOCM program coordinator should be responsible for coordinating incident preparedness and operational continuity projects, managing incident preparedness and operational continuity organizational structure, obtaining support from top management, developing and implementing the IPOCM program, providing training, and regularly reviewing the incident preparedness and operational continuity program among others. Responsibility and authority of top management should be defined in order to make it clear where ultimate responsibility lies in the organization. A cross-functional IPOCM program committee may be formed. Its members should be composed of those involved in the major functions relating to the IPOCM program in order to enable it to address various organization-wide issues. The organization should establish, implement, and maintain procedures to perform threat and hazard identification; risk, vulnerability, and criticality assessments; and impact analysis. This phase sets the parameters for the strategy and planning stages that will enable the organization to minimize the likelihood of a disruption and continue to meet its objectives during a disruption by performing at an acceptable level of operation. An understanding of the organization comes from identifying and evaluating potential risks and threats of disruptions to the organization as well as determining the duration of a disruption that is tolerable to its stakeholders. It is an essential pre-requisite for the following steps in this stage that the organization should understand its products and services, and how these are delivered by activities within the organization. Process mapping and other management tools may assist an organization to document this understanding of their critical operations. BSN dari 59

31 operasi vitalnya. 6.2 Persyaratan hukum dan lainnya 6.2 Legal and other requirements Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi persyaratan hukum, peraturan, dan persyaratan lainnya yang terkait dengan ancaman dan risiko yang dapat berpengaruh pada fasilitas, kegiatan, produk, layanan, kontraktor, dan rantai pasokannya. Organisasi harus menjaga agar informasi ini tetap mutakhir (up to date), dan menyampaikan informasi mengenai persyaratan hukum dan persyaratan lainnya kepada karyawannya dan pihak ketiga yang relevan termasuk kontraktor. Sistem IPOCM harus memiliki komitmen untuk mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku, sesuai dengan petunjuk dan kebijakan, dan mempertimbangkan praktik industri yang baik berkenaan dengan kegiatan IPOCM, produk, atau layanannya. The organization should establish and maintain procedures to identify and evaluate the applicable legal, regulatory, and other requirements to which the organization subscribes that are related to the threats and risks that are applicable to its facilities, activities, products, services, contractors, and supply chain. The organization should keep this information up-to-date, and communicate relevant information on legal and other requirements to its employees and other relevant third parties including contractors. The IPOCM system should commit to comply with applicable legislation and regulations, conform to directives and policies, and consider industry good practices concerning IPOCM activities, products, or services. 6.3 Penilaian risiko dan analisis dampak 6.3 Risk assessment and impact analysis Ada berbagai metodologi untuk penilaian risiko dan analisis dampak yang akan menentukan urutan langkah-langkah analisis yang diadopsi. 6.4 Identifikasi bahaya, risiko, dan ancaman Identifikasi bahaya, risiko, dan ancaman harus mencakup antara lain: bahaya alam yang terjadi tanpa pengaruh orang dan memiliki potensi berdampak langsung maupun tidak langsung pada operasi organisasi, orang, harta benda dan/ atau lingkungan (bahaya geologi, meteorologi dan biologi); Manusia dan teknologi yang menyebabkan peristiwa/kejadian (tidak disengaja dan disengaja); peristiwa terkait bisnis (positif dan negatif). There are various methodologies for risk assessment and impact analysis which will determine the order of the analysis steps adopted. 6.4 Hazard, risk, and threat identification Hazard, risk, and threat identification should include, but not be limited to: naturally occurring hazards that can occur without the influence of people and have potential for direct or indirect impact on the organization's operations, people, property and/or environment (geological, meteorological and biological hazards); human and technology caused events (accidental and intentional); business-related events (positive and negative). BSN dari 59

32 Identifikasi risiko harus menjadi kegiatan yang terus berlangsung. Organisasi harus mencari tahu sumber dan potensi penyebab kerusakan dan mengidentifikasi risiko. Organisasi harus berkonsultasi dengan pihak yang berwenang dan pelayanan publik lainnya untuk mengidentifikasi risiko yang potensial terhadap organisasi dan para pemangku kepentingan. Risk identification should be an ongoing activity, The organization should find out sources and potentials to cause damage and identify risks. The organization should consult with appropriate authorities and other public services to identify potential risks to the organization and the stakeholders. 6.5 Penilaian risiko 6.5 Risk assessment Organisasi dapat menggunakan proses evaluasi formal dan tertulis untuk mengidentifikasi risiko dan ancaman, kemungkinan kejadiannya, dan kerentanan serta kondisi kritis orang, harta benda, lingkungan, dan organisasi itu sendiri terhadap ancaman tersebut. Organisasi sebaiknya secara kuantitatif maupun kualitatif mengestimasi kemungkinan atau probabilitas potensi risiko yang sudah diidentifikasi tersebut dan signifikansi dampaknya bila benar-benar terjadi. Hasil estimasi ini harus digunakan sebagai masukan untuk evaluasi risiko agar dapat memprioritaskan risiko potensial. Organisasi harus menilai risiko potensial dengan menggunakan kriteria yang masuk akal dan pertimbangan bahwa semua risiko potensial tersebut sudah dikenal. Organisasi harus mempertimbangkan berbagai unsur seperti kehidupan manusia, aset, kompensasi, laba, kredit dan lingkungan alam. Organisasi harus menganalisa informasi risiko, dan memilih risiko yang dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan dan/atau risiko yang akibatnya sulit ditentukan apakah cukup signifikan. Organisasi harus menyimpan informasi terkait dengan ancaman, risiko dan penilaian kondisi kritis yang mutakhir dan rahasia, sebagaimana layaknya. Penilaian ancaman, risiko dan kondisi kritis harus dievaluasi ulang bila ada perubahan dalam organisasi atau dibuat untuk lingkungan operasi, prosedur, fungsi, dan pelayanan organisasi. The organization may use a formal and documented evaluation process to identify its risks and threats, the likelihood of their occurrence, and the vulnerability and criticality of people, property, the environment, and the organization itself to those threats. An organization should quantitatively or qualitatively estimate likelihood or probability of the identified potential risks and significance of impacts of the potential risks when they are realized. These estimation results should be used as input to risk evaluation to prioritize the potential risks. An organization should assess potential risks on the basis of reasonable criteria by giving due consideration to all potential risks to its operations that it recognizes, The organization should consider various elements such as human lives, assets, compensation, profit, credit and natural environment. An organization should analyze information on risks, and select those risks which may cause significant consequences and/or those risks whose consequence is hard to be determined in terms of significance. The organization should keep information related to its threat, risk and criticality assessments up-to-date and confidential, as is appropriate. Threat, risk and criticality assessments should be re-evaluated within the context of changes within the organization or made to the organization's operating environment, procedures, functions, and services. BSN dari 59

33 6.6 Analisis dampak 6.6 Impact analysis Organisasi sebaiknya menganalisis dampak gangguan pada operasi dan mengidentifikasi operasi bisnis vital yang diberikan prioritas tinggi untuk tujuan restorasi, untuk menetapkan sasaran waktu pemulihan (RTO), lihat Lampiran A. Organisasi harus melakukan analisis dampak untuk menentukan potensi dampak merugikan dari gangguan terhadap operasi, antara lain sebagai berikut: kesehatan dan keselamatan orang di daerah terdampak pada saat insiden (cedera dan kematian); kesehatan dan keselamatan personil yang menangani insiden; kelangsungan operasi; harta benda, fasilitas, dan infrastruktur; pemberian pelayanan; lingkungan hidup; kesejahteraan pemangku kepentingan; dampak ekonomi dan keuangan (termasuk analisis biaya-manfaat); kewajiban peraturan dan kontrak; reputasi atau kepercayaan dalam organisasi. Di antara produk dan layanan yang diberikan oleh rantai pasokan, organisasi harus mengidentifikasi hal penting sebagai pendukung operasi yang vital dan mengambil tindakan pengamanan yang diperlukan untuk hal itu. Organisasi tergantung pada infrastruktur pelayanan yang semakin kompleks dan saling tergantung mencakup listrik, air, gas, transportasi dan komunikasi. Hampir setiap organisasi tergantung pada infrastruktur kerja efektif, dan karenanya, tergantung pada kelangsungan pelayanan utilitas. Konsekuensinya adalah bahwa organisasi sangat rentan terhadap gangguan, ketika utilitas atau infrastruktur vital gagal, oleh karena itu organisasi harus mengevaluasi dampak gangguan layanan pada operasi vitalnya. An organization should analyze impacts of disruptions to its operations and identify critical business operations that are given high priority for restoration, in order to set up recovery time objectives (RTO), see Annex A. The organization should conduct an impact analysis to determine the potential for detrimental impacts of a disruption on operations including, but not limited to, the following: health and safety of persons in the affected area at the time of the incident (injury and death); health and safety of personnel responding to the incident; continuity of operations; property, facilities, and infrastructure; delivery of services; the environment; welfare of stakeholders; economic and financial impacts (including cost benefit analysis); regulatory and contractual obligations; reputation of or confidence in the organization. Among products and services provided by the supply chain, an organization should identify which are essential for support of the critical operations and take necessary precautions. Organizations are dependent on an increasingly complex and interdependent service infrastructure comprising electricity, water, gas, transport and communications. Almost every organization is dependent on an effective working infrastructure, and hence, on the continuity of utility services. The corollary to this is that organizations are particularly vulnerable to disruption, from a continuity perspective, when a utility or BSN dari 59

34 Organisasi harus mempertimbangkan waktu, biaya, dan sumber daya yang diperlukan untuk mengembalikan fungsi vital dan membereskan pekerjaan tertunda akibat gangguan termasuk solusi dan urusan kontinuitas dengan organisasi lain. 6.7 Program manajemen kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional Umum Program IPOCM harus dapat diukur bila dapat dipraktekkan dan konsisten dengan kebijakan IPOCM dan menekankan komitmen untuk pencegahan insiden dan gangguan, kepatuhan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan persyaratan lain yang diikuti organisasi dan perbaikan berkesinambungan. Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara program untuk mencapai tujuan dan sasaran pada semua fungsi dan tingkat organisasi, termasuk: sarana dan jangka waktu yang akan dicapai; penetapan tanggung jawab untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Program IPOCM, yang bersifat pencegahan atau reaktif, harus selaras dan terintegrasi satu sama lain sehingga tidak ada konflik fungsional, respon, kebutuhan sumber daya atau waktu. Tinjauan rencana sebagai kesatuan terpadu yang menjamin aliran informasi dan tindakan seyogyanya logis, konsisten dan kolaboratif. Alokasi dan penggunaan sumber daya seyogyanya efisien, efektif, dan dapat tercapai. Sebuah organisasi dapat menunjuk seorang anggota manajemen puncak sebagai manajer atau critical infrastructure fails, therefore the organization should evaluate the impact on service disruptions on its critical operations. The organization should consider the amount of time, cost, and resources required to restore critical functionality and clear backlogs resulting from the disruption including workarounds and continuity arrangements with other organizations. 6.7 Incident preparedness and operational continuity management programs General The IPOCM program should be measurable where practicable and consistent with the IPOCM policy and emphasize a commitment to incident and disruption prevention, compliance with applicable legal requirements and with other requirements to which the organization subscribes and continual improvement. The organization should establish, implement, and maintain programs for achieving its objectives and targets at all relevant functions and levels of the organization, including: a means and timeframe by which they will be achieved; designation of responsibility for achieving the objectives and targets. IPOCM programs, whether deterrent or responsive in nature, should be aligned and integrated with each other such that there are no conflicts of functionality, response, resource requirements or timings. Review plans as an integrated suite ensuring information flows and actions are logical, consistent and collaborative and resource allocations and usage are efficient, effective, and achievable. An organization may appoint a member of top management as BSN dari 59

35 koordinator keseluruhan program IPOCM Program pencegahan dan mitigasi Program pencegahan dan mitigasi harus didasarkan pada hasil suatu identifikasi ancaman/bahaya dan penilaian risiko. Dalam hal insiden, program harus meminimalkan efek, rencana untuk merespon dan mencapai pemulihan tepat waktu. Program tersebut harus mempertimbangkan pembuangan, penghilangan, atau mitigasi ancaman dan bahaya melalui pilihan metodologi dan teknologi, dan pengalaman pihak lain dengan memperhatikan keuangan, kebutuhan operasional dan bisnis serta pandangan dari organisasi mitra, dan para pemangku kepentingan. Program pencegahan dan mitigasi harus mempertimbangkan manfaat dan biaya. Ini harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada, solusi teknologi, perkiraan efek dari upaya IPOCM, sifat dan biaya dari upaya yang berjalan, biaya dalam hubungan dengan dampak strategi terhadap upaya non-ipocm, dan laba atas investasi untuk organisasi. Program pencegahan dan mitigasi harus mempertimbangkan pemindahan orang dan harta benda yang berisiko; relokasi, perbaikan dan penyediaan sistem atau peralatan pelindung, informasi, data, dokumen, dan keamanan jaringan maya; penetapan peringatan ancaman atau bahaya dan prosedur komunikasi, dan kelebihan atau duplikasi personil kunci, sistem vital, peralatan, informasi, operasi, atau bahan, termasuk dari lembagalembaga mitra. Rencana mitigasi harus menetapkan tindakan sementara dan jangka panjang untuk menghilangkan bahaya yang berdampak pada manusia atau untuk mengurangi dampak dari ancaman atau bahaya, risiko, tersebut yang tidak bisa dihilangkan. Organisasi harus mengevaluasi tindakan ini untuk the overall IPOCM program manager or coordinator Prevention and mitigation programs The prevention and mitigation program should be based on the results of a threat and hazard identification and risk assessment. In case of an incident, the program should minimize the effects, plan to respond and achieve prompt recovery. The program should consider removing, eliminating, or mitigating the threats and hazards through methodological and technological options, and the experience of other entities while taking into account financial, operational and business requirements as well as the views of partner organizations, and stakeholders. The prevention and mitigation program should consider benefits and costs. These should include, but not be limited to, technological solutions, estimates of the effects of IPOCIVI efforts, the nature and costs of ongoing efforts, costs in relationship to the strategy's impact on non-ipocm efforts, and the return on investment for organizations. The prevention and mitigation program should consider removal of people and property at risk; relocation, retrofitting and provision of protective systems or equipment; information, data, document, and cyber security; establishment of threat or hazard warning and communication procedures; and redundancy or duplication of essential personnel, critical systems, equipment, information, operations, or materials, including those from partner agencies. The mitigation plan should establish interim and long-term actions to eliminate hazards that impact the entity or to reduce the impact of those hazards, risks, and threats that cannot be eliminated. The organization should evaluate these actions to determine if these prevention and mitigation measures have themselves BSN dari 59

36 menentukan apakah langkah pencegahan dan mitigasi itu membawa risiko baru. Oleh karena itu, perlu untuk memeriksa dan menilai risiko yang terkait dengan solusi pencegahan dan mitigasi ketika mengembangkan rencana mitigasi, serta mempertimbangkan konsekuensi dari setiap strategi transfer risiko Program manajemen respon Organisasi harus merencanakan respon darurat dan pemulihan insiden, dengan memperhatikan kegiatan inti, kewajiban kontrak, kebutuhan karyawan dan masyarakat sekitar, kontinuitas operasi, dan rehabilitasi lingkungan. Tiap organisasi memiliki pendekatan yang berbeda untuk mengelola krisis. Terlepas dari pendekatan ini, ada tiga langkah generik dan respon manajemen yang saling terkait yang memerlukan perencanaan dan penerapan preventif jika ada insiden mengganggu: Tanggap darurat. Tanggapan awal terhadap suatu kejadian yang mengganggu, biasanya menyangkut perlindungan orang dan harta benda dari kerusakan langsung. Reaksi awal oleh manajemen menjadi bagian dari respon pertama organisasi; Tanggapan Kontinuitas: Proses, kontrol dan sumber daya untuk memastikan bahwa organisasi terus memenuhi tujuan operasional yang vital; Tanggapan Pemulihan: Proses, sumber daya dan kemampuan organisasi terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan operasi yang berjalan. Hal ini sering mencakup pendahuluan perbaikan organisasi yang signifikan bahkan sampai pada batas penajaman kembali tujuan strategis atau operasional. Semua rencana respon memiliki unsur umum, yang mencakup: peran dan tanggung jawab fungsional lembaga-lembaga internal dan eksternal, organisasi, departemen, dan individu yang harus diidentifikasi; introduced new risks. Therefore, it is necessary to examine and assess risks associated with the prevention and mitigation solutions when developing the mitigation plan, as well as consider the consequences of any risk transfer strategies Response management programs The organization should plan for incident response and recovery, taking into account, core activities, contractual obligations, employee and neighboring community necessities, operational continuity, and environmental remediation. Organizations have different approaches to managing crises. Regardless of the approach, there are three generic and interrelated management response steps that require pre-emptive planning and implementation in case of a disruptive incident: Emergency response. The initial response to a disruptive incident usually involves the protection of people and property from immediate harm. An initial reaction by management may form part of the organization's first response; Continuity response: Processes, controls and resources are made available to ensure that the organization continues to meet its critical operational objectives; Recovery response: Processes, resources and capabilities of the organization are re-established to meet ongoing operational requirements. This will often include the introduction of significant organizational improvements even to the extent of refocusing strategic or operational objectives. All response plans have common elements, including: the functional roles and responsibilities of internal and external agencies, organizations, departments, and individuals should be identified; BSN dari 59

37 jalur kewenangan untuk badan-badan, organisasi, departemen, dan individu yang harus ditetapkan atau diidentifikasi; kompetensi yang dibutuhkan yang harus ditentukan; kebutuhan sumber daya minimum yang harus diidentifikasi dan lokasi aman. Organisasi juga harus mempertimbangkan jangkauan dan sifat saling ketergantungan eksternal. Organisasi harus mengidentifikasi rincian kontak (bisnis dan di luar jam); harapan para pemangku kepentingan (tingkat pelayanan minimum, persyaratan wajib, dll. yang disetujui); alternatif hubungan fungsional (misalnya lokasi untuk pengiriman, frekuensi interaksi yang berubah, dll.); dan sumber alternatif untuk persyaratan kontrak. Pertimbangan harus diberikan pada relasi dengan pelanggan, pemasok, mitra strategis, kontraktor, regulator, dan pesaing. Manajemen puncak dapat mengambil keputusan untuk tidak melakukan apa pun tergantung pada tingkat keparahan dan dampak kejadian sebuah organisasi. Dalam hal ini, manajemen puncak dapat menentukan risiko yang akan diterima dan dalam batas toleransi risiko organisasi, tetapi harus dilakukan secara eksplisit dan tercatat. Kadang dampak risiko berada di luar batas toleransi risiko normal organisasi, tetapi karena rendahnya kemungkinan terjadi risiko dan/atau biaya non-ekonomis bagi pengendaliannya, manajemen puncak dapat menerima risiko tersebut Program manajemen tanggap darurat Tujuan utama dari program manajemen tanggap darurat adalah perlindungan kehidupan dan harta benda, lihat Lampiran B. Program ini harus mengidentifikasi kriteria atau pemicu untuk mengelola insiden dan melaksanakan tanggap darurat. Manajemen insiden harus merupakan proses yang dapat dipicu dengan cepat dan harus diaktifkan setiap kali suatu insiden mulai terlihat jelas sehingga: lines of authority for those agencies, organizations, departments, and individuals should be established or identified; the competencies required should be specified; minimum resource requirements should be identified and locations secured. The organization should also consider the range and nature of external interdependencies. The organization should identify contact details (business and after hours); stakeholder expectations (agreed minimum service levels, mandatory requirements, etc.); alternate functional relationships (e.g. locations for deliveries, changed frequency of interactions, etc.) ; and alternate sources for contract requirements. Consideration needs to be given to relationships with customers, suppliers, strategic partners, contractors, regulators, and competitors. It should be recognized that depending on the severity and impact of the incident an organization, at the top management level, may make the decision to do nothing. In this case, top management may determine the risk to be acceptable and within the organization's risk tolerance. However, this should be done explicitly and documented. In some circumstances, the impact of a risk might be outside the organization's normal risk tolerance, but, due to the low likelihood of the risk occurring and/or the uneconomic cost of control, top management may accept the risk Emergency response management program The principal purpose of the emergency response management program is the preservation of life and property, see Annex B. It should identify the criteria or triggers for managing the incident and implementing the emergency response. Incident management should be a process that can be rapidly triggered and should be activated whenever a likely incident starts to become apparent so that: BSN dari 59

38 Tidak ada waktu yang terbuang; Keputusan dibuat menurut keperluan; Langkah awal diambil untuk membatasi dan mengendalikan peristiwa. Organisasi memiliki tanggung jawab langsung untuk menjaga kesejahteraan karyawan, kontraktor, pengunjung / pelanggan di mana insiden apa pun menimbulkan risiko langsung terhadap nyawa, penghidupan dan kesejahteraan. Perhatian khusus harus diberikan kepada setiap kelompok di atas yang memiliki cacat atau kebutuhan khusus lainnya (misalnya kehamilan, cacat sementara karena cedera). Perencanaan untuk memenuhi persyaratan di awal dapat mengurangi risiko, meningkatkan waktu respon dan meyakinkan yang terkena dampak. Karena tanggap darurat bersifat sensitif terhadap waktu, skenario harus ditinjau berdasarkan penilaian risiko. Selain itu, organisasi harus membangun suatu sistem untuk komunikasi risiko dengan para pemangku kepentingan serta sistem yang bertanggung jawab sosial untuk bantuan timbal balik dengan organisasi lain dan para pemangku kepentingan. Untuk memastikan manajemen puncak mengetahui dengan cepat insiden telah terjadi, organisasi sebaiknya menentukan beberapa tingkat keparahan dan menentukan siapa yang harus diberitahu dan dihubungi untuk setiap tingkat keparahan. Organisasi harus menetapkan dan mengkomunikasikan apa yang harus dilaporkan termasuk apa yang terjadi, di mana hal itu terjadi, betapa seriusnya hal ini, mengapa hal itu terjadi, seberapa cepat dapat dipulihkan, dan apakah bantuan eksternal perlu diminta. Rencana harus disesuaikan dengan tingkat respon yang dinginkan dan meliputi: peran tim dalam struktur responorganisasi (strategis/ taktis/ operasional); suatu proses yang jelas yang no time is lost; decisions are made on what needs to be done; early steps are taken to contain and control events. Organizations have a direct responsibility to safeguard the welfare of employees, contractors, visitors/customers where any incident poses a direct risk to life, livelihood and welfare. Special attention should be paid to any of the above groups with disabilities or other specific needs (e.g. pregnancy, temporary disability due to injury). Planning to meet these requirements in advance can reduce risk, enhance response times and reassure those affected. Due to the time sensitive nature of emergency response, scenarios should be considered based on the risk assessment. Furthermore, organizations should establish a system for risk communication with stakeholders as well as a socially responsible system for mutual assistance with other organizations and stakeholders. In order to ensure top management is immediately notified that an incident has occurred, an organization should define multiple levels of severity and specify who should be notified and contacted for each level of severity. The organization should define and communicate what should be reported including what happens, where it happens, how serious it is, why it happens, how quickly it may be restored, and whether external assistance needs to be called in. Plans should be tailored for the intended level of response and include: the role of the team within the organization's response structure (strategic/tactical/operational); BSN dari 59

39 menyediakan pemimpin tim dengan informasi yang dibutuhkan untuk menyampaikan keputusannya, apakah untuk meminta atau memobilisasi suatu tim respons; tempat/kamar/ruang bagi tim untuk bertemu harus diidentifikasi dahulu. Area ini akan menjadi titik fokus untuk respon organisasi. Suatu titik pertemuan alternatif juga harus dinominasikan jika akses ke lokasi primer ditolak. Program manajemen tanggap darurat harus menunjukan strategi terkait kesejahteraan manusia yang mencakup prosedur dan tim tanggap darurat dengan peran dan tanggung jawab yang jelas untuk mengkoordinasikan kebutuhan kesejahteraan manusia dalam organisasi. Rencana harus disiapkan termasuk ketentuan tentang peran dan tanggung jawab tim dengan pelatihan yang sesuai untuk melakukan kegiatan dan fungsi tersebut. Agar efektif, rencana manjemen dan tanggap darurat perlu disusun lebih dulu dan diperjuangkan di tingkat tertinggi organisasi. Mereka harus memiliki manajemen puncak yang baik, uraian tugas untuk semua peran dan personel yang terlibat, dan anggaran. Dalam organisasi yang lebih besar, mereka juga mungkin memiliki manajer atau koordinator program tertentu dan tim pengembangan yang bertanggung jawab untuk pengembangan program strategis. Sumber daya untuk rencana tanggap darurat dan manajemen harus secara spesifik diidentifikasi. Sumber daya harus tersedia tepat waktu dan memiliki kemampuan untuk melakukan fungsi yang dimaksudkan. Keterbatasan dalam penggunaan sumber daya harus diperhitungkan, dan penggunaannya tidak boleh melebihi kewajiban sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam menggunakannya. Biaya sumber daya tidak boleh lebih besar daripada manfaatnya. a clearly defined process for providing team leaders with the information needed to inform their decision as to whether to invoke or mobilize a response team; a location/room/space for the team to meet should be pre-identified. This area will be the focal point for the organization's response. An alternate meeting point should also be nominated in case access to the primary location is denied. The emergency response management program should outline human welfare strategies that include emergency response procedures and defined teams with clear roles and responsibilities for coordinating human welfare needs within the organization. Plans should be prepared including provisions for roles and responsibilities of teams with appropriate training to undertake such activities and functions. To be effective, emergency response and management plans need to be preprepared and championed at the highest levels of the organization. They should have top management buy-in, job descriptions for all roles and personnel involved, and a budget. In larger organizations, they may also have an identified program manager or coordinator and development team responsible for strategic program development. Resources for the emergency response and management plans should be specifically identified. A resource should be available in a timely manner and should have the capability to do its intended function. Restriction on the use of the resource should be taken into account, and application of the resource should not incur more liability than would failure to use the resource. The cost of the resource should not outweigh the benefit Program manajemen kontinuitas Continuity management program BSN dari 59

40 Rencana kontinuitas dikembangkan dan didokumentasikan secara komprehensif dan sederhana yang memungkinkan organisasi untuk merespon secara fleksibel terhadap berbagai skenario insiden yang berpotensi mengganggu, lihat Lampiran C. Suatu organisasi dapat menentukan bahwa setiap unit operasional memiliki rencana OCM khusus yang akan dijalankan, dan bahwa organisasi akan memiliki rencana OCM menyeluruh untuk mengelola kegiatan dari setiap unit operasional dan untuk mengkoordinasikan aset yang diperlukan untuk kegiatan perbaikan dan pemulihan. Rencana OCM adalah seperangkat alat yang dapat dipakai dan diaktifkan oleh tim manajemen insiden berdasarkan kebutuhan respon terhadap insiden itu. Rencana ini membantu menyediakan informasi yang diperlukan untuk menjaga organisasi pada saat insiden. Tujuan utama dari program OCM adalah agar organisasi dapat mempertahankan fasilitas vital apabila terjadi gangguan utama yang mempengaruhi operasi normal. Rencana OCM ini dikembangkan untuk merespon konsekuensi insiden dan didasarkan pada penilaian risiko (menegaskan poin utama risiko yang memerlukan manajemen) dan analisis dampak (yang akan mengidentifikasi kegiatan khusus yang vital untuk organisasi dan mendesak, ketika mereka harus dipulihkan). Rencana OCM menggambarkan dan merinci tujuan, prosedur, kegiatan dan informasi kontak vital yang harus diikuti ketika terjadi insiden yang mempengaruhi kemampuan organisasi, baik secara menyeluruh maupun sebagian, agar berfungsi dengan aman, untuk menstabilkan fungsi dan kegiatan operasional sebelum pemulihan jangka menengah sampai jangka panjang. Komponen dan isi rencana OCM berbeda antar organisasi dan memiliki tingkat detil yang berbeda menurut skala, lingkungan budaya, dan kompleksitas teknis industri dan solusi yang terkait, profil risiko dan Continuity plans are developed and documented in a comprehensive and simple manner that allows the organization to respond flexibly to a wide variety of potentially disruptive incident scenarios, see Annex C. An organization may determine that each operational unit has specialized OCM plans that will be enacted, and that the organization will have an overarching OCM plan to manage the activities of each operational unit and to coordinate assets required for restoration and recovery activities, The OCM plan is the toolbox that the incident management team can call upon and invoke/activate, based on the needs of the response to the incident. It helps to provide, through a set of logical sections, the information that would be required to maintain the organization at a time of a disruptive incident. The main objective of an OCM plan is to enable an organization to maintain what is critical in the event of a major interruption affecting its normal operations as usual. The OCM plan is developed in response to the anticipated consequences of incidents and is based on the risk assessment (highlighting the main areas of risk that require management) and the impact analysis (which would have identified the specific activities that are critical to the organization and the urgency in which they have to be recovered). The OCM plan describes and details the critical objectives, procedures, activities and contact information to be followed in the event of a disruptive incident affecting the ability of an organization, in whole or in part, to function at the agreed acceptable level in order to stabilize the critical operational functions and activities prior to medium- to long-term recovery. The components and contents of OCM plans vary from organization to organization and have a different level of detail based on the scale, environment, culture and technical complexity of the BSN dari 59

41 lingkungan tempat beroperasi. Organisasi besar mungkin memerlukan dokumen terpisah untuk masing-masing wilayah/ operasi fungsi vital, sedangkan untuk organisasi yang lebih kecil hal yang penting bisa dicakup dalam satu dokumen saja. Organisasi sebaiknya mengidentifikasi peralatan, perlengkapan, dan interaksi rantai pasokan yang menunjang kegiatan kritisnya dan mengembangkan strategi untuk mengamankan operasi dan rantai pasokan. Strategi rencana OCM berusaha untuk meningkatkan ketahanan organisasi terhadap insiden dengan memastikan kegiatan vital tetap berlanjut pada tingkat minimum yang dapat diterima dan kerangka waktu yang disepakati, yang ditetapkan dalam analisis risiko dan dampak. Tujuan utamanya adalah untuk membangun kembali operasi dalam kerangka waktu yang disepakati, sementara tetap mempertahankan fungsifungsi yang diperlukan untuk mempertahankan operasi dan layanan, dan untuk memenuhi tujuan dan kewajiban utama Program manajemen pemulihan Tujuan utama rencana manajemen pemulihan adalah agar organisasi kembali secara bertahap ke tingkat kegiatan normal pra-insiden sambil tetap memperhatikan peningkatan kemampuan dan kinerja. Organisasi harus merencanakan pemulihan insiden/ gangguan dengan mempertimbangkan kewajiban kontrak, kegiatan inti, karyawan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kontinuitas operasional, pengurangan risiko, rehabilitasi lingkungan, dan perbaikan proses. Rencana manajemen pemulihan harus menetapkan target dan prosedur pemulihan khusus untuk pelaksanaan kegiatan yang relevan. Setelah meninjau informasi tentang tingkat kerusakan dan dampak operasional yang dikumpulkan oleh tim kontinuitas dan tanggap darurat, manajemen puncak harus memilih tindakan yang akan diambil dan industry and associated solutions, risk profile and environment in which it operates. Large organizations might require separate documents for each of their critical operation areas/functions, whereas smaller organizations might be able to cover what is critical to them within a single document. The organization should identify equipment, supplies, and supply chain interactions that support its critical activities and develop strategies to secure operations and the supply chain. OCM plan strategies seek to improve the organization's resilience to a disruptive incident by ensuring that critical activities continue at an acceptable minimum level and to agreed timeframes stipulated within the risk and impact analysis. The ultimate aim is to re-establish operations within agreed timeframes, whilst maintaining the functions required to maintain operations and services, -and to fulfill the key deliverables and obligations Recovery management program The principle purpose of the recovery management plan is the staged return to a level of normal pre-incident activity while considering improved capabilities and performance. The organization should plan incident/disruption recovery taking into account contractual obligations, core activities, employee and neighboring community necessities, operational continuity, risk reduction, environmental remediation, and process improvement. The recovery management plan should set specific recovery targets and procedures for implementing relevant activities. After reviewing information on the extent of the damage and its operational impact collected by emergency response and continuity teams, top management should select measures to be taken and specify BSN dari 59

42 menetapkan tahapan pemulihan, waktu dan tingkat alokasi sumber daya. Berdasarkan prioritas operasi yang telah ditentukan dalam analisis dampak, organisasi harus memprioritaskan langkahlangkah yang sebenarnya, yang secara komprehensif mempertimbangkan tingkat kerusakan pada peralatan, ketersediaan personil dan perbaikan yang diharapkan. Sesuai dengan prioritas ini, organisasi harus menetapkan rencana alokasi sumber daya seperti personil dan perlengkapan. Rencana pemulihan harus mengidentifikasi manajemen puncak, para pengambil keputusan, dan pihak lain yang terkait dan akan mempertimbangkan: kemajuan dan jadual untuk pemulihan operasi; sejauh mana operasi dapat dipulihkan; penundaan seluruhnya atau sebagian dari beberapa operasi; kapan harus melanjutkan semua operasi; investasi sumber daya tambahan yang diperlukan; peningkatan proses, infrastruktur fisik, dan operasi; ancaman dan peluang pesaing dan mitra; rencana pencegahan berdasarkan pembelajaran recovery milestones, time and level of resource allocation. Based on the prioritization of operations predetermined in impact analysis, an organization should prioritize the actual measures, comprehensively considering the extent of damage on equipment, actual availability of personnel and prospective progress of restoration. In accordance with this priority, the organization should establish a plan for allocation of resources such as personnel and supplies. The recovery plan should identify top management, decision makers, and other appropriate parties that will consider: progress and time table for restoration of operations; to what extent operations can be restored; total or partial suspension of some operations; when to resume all operations; additional resource investment required; improvement of processes, physical infrastructures, and operations; competitor and partner threats and opportunities; Pre-emptive planning based on lessons learned. 7 Penerapan dan operasi 7 Implementation and operation 7.1 Sumber daya, peran, tanggung jawab dan wewenang Organisasi harus menetapkan dan menyediakan sumber daya dan pengaturan kemitraan yang penting untuk penerapan dan pengendalian sistem IPOCM dan untuk terus meningkatkan efektivitasnya. Sumberdaya mencakup sumberdaya manusia pelaksana pekerjaan yang mempengaruhi sistem IPOCM dan ketrampilan khusus, infrastruktur, teknologi dan sumber daya keuangan, dan informasi 7.1 Resources, roles, responsibility and authority The organization should determine and provide resources and any necessary partnership arrangements essential to the implementation and control of the IPOCM system and to continually improve its effectiveness. Resources include human resources performing work affecting the IPOCM system and specialized skills, infrastructure, technology and BSN dari 59

43 serta intelijen. Personil harus kompeten berdasarkan pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang sesuai. peran, tanggung jawab, dan kewenangan harus ditentukan, didokumentasikan, dan dikomunikasikan untuk mendapatkan IPOCM yang efektif. Manajemen puncak harus menunjuk kepemimpinan dan perwakilan manajemen spesifik (terlepas dari tanggung jawab lain), yang harus mempunyai peran, tanggung jawab dan wewenang untuk: memastikan bahwa unsur dan proses sistem IPOCM ditetapkan, diterapkan dan dipelihara; menilai, meninjau dan melaporkan kepada manajemen puncak tentang pencapaian kinerja sistem IPOCM sebagai dasar untuk perbaikannya; Memastikan promosi kesadaran terkait unsur sistem IPOCM seluruh organisasi. Organisasi harus menetapkan kemampuan logistik dan prosedur untuk mencari, memperoleh, menyimpan, mendistribusikan, memelihara, menguji, dan memperhitungkan layanan, personil, sumber daya, material dan fasilitas yang diproduksi atau disumbangkan untuk mendukung sistem IPOCM. Tujuan manajemen sumber daya yang ditetapkan harus mempertimbangkan, namun tidak terbatas pada, hal sebagai berikut: personil, peralatan, pelatihan, fasilitas, pendanaan, pengetahuan pakar, materi/ bahan, dan kerangka waktu yang dibutuhkan dari sumber daya organisasi dan dari setiap entitas mitra; kuantitas, waktu respons, kemampuan, keterbatasan, biaya, dan kewajiban yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya yang terlibat. 7.2 Membangun dan menanamkan IPOCM dalam budaya organisasi financial resources, and information and intelligence. Personnel should be competent on the basis of appropriate education, training, skills, and experience. Roles, responsibilities, and authorities should be defined, documented, and communicated in order to facilitate effective IPOCM. The organization's top management should appoint leadership and a specific management representative(s) who, irrespective of other responsibilities, should have defined roles, responsibilities and authority for: ensuring that IPOCM system elements and processes are established, implemented and maintained; assessing, reviewing and reporting to the top management about achieving the performance of the IPOCM system as a basis for its improvement; ensuring the promotion of awareness of the IPOCM system elements throughout the organization. The organization should establish logistical capabilities and procedures to locate, acquire, store, distribute, maintain, test, and account for services, personnel, resources, materials and facilities produced or donated to support the IPOCM system. The resource management objectives established should consider, but not be limited to, the following: personnel, equipment, training, facilities, funding, expert knowledge, materials, and the timeframes within which they will be needed from organization's resources and from any partner entities; quantity, response time, capability, limitations, cost, and liability connected with using the involved resources. 7.2 Building and embedding IPOCM in the organization's culture BSN dari 59

44 Membangun, mempromosikan dan menanamkan budaya IPOCM dalam sebuah organisasi menjadi bagian dari nilai-nilai inti organisasi dan tata kelola perusahaan, lihat Lampiran D. Jika ditetapkan secara efektif, hal itu akan menanamkan kepercayaan kepada para pemangku kepentingan akan kemampuan organisasi untuk mengatasi gangguan besar. Agar berhasil, maka IPOCM harus "dimiliki" oleh setiap orang dalam organisasi. Semua tingkat manajemen, baik atas maupun menengah, memainkan peran penting dalam penyusunan awal kegiatan dan proses vital, dengan demikian dukungan manajemen pada tahap awal adalah vital. Semua staf harus yakin bahwa IPOCM merupakan masalah serius bagi organisasi dan bahwa mereka memiliki peran penting dalam mempertahankan pengiriman produk dan jasa kepada klien dan pelanggan. Program penyadaran dan pelatihan penting untuk ditetapkan sebagai bagian dari pengenalan keseluruhan IPOCM. Meningkatkan kesadaran bagi semua staf organisasi adalah penting untuk memastikan bahwa staf organisasi sadar IPOCM sedang dan mengapa diperkenalkan. Staf perlu diyakinkan bahwa IPOCM adalah inisiatif abadi yang mendapat dukungan dari pimpinan organisasi. Mereka perlu memiliki keyakinan bahwa pekerjaan mereka akan dilindungi sementara setiap insiden yang mengganggu dibatasi. Individu-individu yang disebutkan dalam rencana IPOCM juga harus mengetahui tindakan apa yang harus mereka ambil ketika rencana dilaksanakan. Anggota baru sebuah organisasi harus disadarkan tentang kebijakan IPOCM dan peranannya dalam setiap rencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan materi IPOCM ke dalam program pengangkatan staf. Kesadaran akan keseluruhan program IPOCM harus dijaga. Metodenya dapat berupa surat kabar internal, , intranet organisasi, pertemuan tim dan komunikasi dari manajemen puncak. Di dalamnya Building, promoting and embedding an IPOCM culture within an organization ensures that it becomes part of the organization's core values and corporate governance, see Annex D. Effectively established, it instills confidence with stakeholder in the ability of the organization to cope with major disruptions. To be successful IPOCM should be "owned" by everyone within an organization. All management levels, top and middle, play an essential role in the initial charting of critical activities and processes, so gaining their support at an early stage is vital. All staff should be convinced that IPOCM is a serious issue for the organization and that they have an important role to play in maintaining the delivery of products and services to their clients and customers. It is essential that awareness and training programs be established as part of the overall introduction of IPOCM. Raising awareness with all the organization's staff is important to ensure that they are aware that IPOCM is being introduced and why. They will need to be convinced that this is a lasting initiative that has the support of the leadership of the organization. They need to have confidence that their jobs will be protected whilst any disruptive incident is being contained. It is also critical that individuals named in the IPOCM plans know what actions they are required to take when plans are invoked. New recruits to an organization should be made aware of the IPOCM policy and their part in any plans. This can be done by incorporating IPOCM material into staff induction programs. Awareness of the overall IPOCM program should be maintained. Methods may include internal newspapers, s, the organization's intranet, team meetings and communications from top management. These might highlight examples where the BSN dari 59

45 mungkin disajikan contoh tentang keberhasilan organisasi dalam mengelola insiden dan memuji mereka yang terlibat. Organisasi dapat juga menarik pelajaran dari kegagalan di tempat lain. 7.3 Kompetensi, pelatihan dan kesadaran Organisasi harus memastikan bahwa setiap orang yang bekerja untuk atau atas nama organisasi memiliki potensi untuk mencegah, menyebabkan, merespon, mengurangi atau dipengaruhi oleh ancaman / bahaya, risiko, dan dampak yang signifikan, diidentifikasi melalui organisasi yang memiliki kompetensi dasar pendidikan, pelatihan, atau pengalaman. yang sesuai dan i menyimpan rekaman terkait Organisasi harus menilai kebutuhan pelatihan dan harus mengembangkan dan melaksanakan kurikulum pelatihan dan pendidikan untuk mendukung program IPOCM. Kurikulum pelatihan dan pendidikan harus memenuhi semua persyaratan peraturan yang berlaku. Tujuan pelatihan harus mampu menyadarkan dan meningkatkan keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan, menerapkan, memelihara dan melaksanakan program IPOCM. Frekuensi dan lingkup pelatihan harus diidentifikasi. Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memastikan orang yang bekerja untuk atau atas nama organisasi menyadari: pentingnya kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur IPOCM, dan dengan unsur-unsur sistem IPOCM; ancaman dan risiko yang signifikan serta dampak aktual atau potensial terkait dengan pekerjaannya dan manfaat peningkatan kinerja perorangan; peran dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan dan sasaran program IPOCM; organization successfully managed an incident or near-miss and praising those involved. The organization may also draw upon lessons identified from external failures. 7.3 Competence, training and awareness The organization should ensure that any persons performing tasks for it or on its behalf that have the potential to prevent, cause, respond, mitigate or be affected by significant hazards, risks, threats and their corresponding impacts identified by the organization are competent on the basis of appropriate education, training, or experience and retain associated records. The organization should assess training needs and should develop and implement a training and educational curriculum to support the IPOCM program. The training and education curriculum should comply with all applicable regulatory requirements. The objective of the training should be to create awareness and enhance the skills required to develop, implement, maintain and execute the IPOCM program. The frequency and scope of training should be identified. The organization should establish, implement and maintain procedures to ensure persons working for it or on its behalf are aware of: the importance of conformity with the IPOCM policy and procedures, and with the elements of the IPOCM system; the significant threats and risks and related actual or potential impacts, associated with their work and the benefits of improved personal performance; their roles and responsibilities in achieving objectives and goals of the IPOCM program; BSN dari 59

46 prosedur untuk pencegahan, mitigasi, respon dan pemulihan insiden/gangguan; konsekuensi potensial akibat menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. 7.4 Komunikasi dan peringatan Sehubungan dengan ancaman dan risiko dan sistem IPOCM, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk menyebarkan dan merespon permintaan untuk pra-insiden, insiden / gangguan, dan informasi pascainsiden. Ini harus mencakup prosedur untuk memberikan informasi kepada khalayak internal dan eksternal, termasuk media, dan berurusan dengan pertanyaannya juga mempertimbangkan persyaratan rutin dan darurat, untuk: komunikasi internal antara berbagai tingkat dan fungsi organisasi dan dengan pihak mitra; menerima, mendokumentasikan dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak eksternal yang berkepentingan; mengadaptasi dan mengintegrasikan setiap sistem laporan ancaman atau risiko baik nasional maupun regional atau yang setara ke dalam perencanaan dan penggunaan operasional aktual; Memperingatkan orang yang berpotensi terkena dampak insiden IPOCM aktual atau mendatang; Memfasilitasi komunikasi terstruktur dengan responden darurat; Menjamin ketersediaan sarana komunikasi dengan penekanan pada situasi krisis dan gangguan; Menjamin interoperabilitas beragam organisasi dan personil; Pencatatan informasi vital terkait insiden, tindakan dan keputusan yang diambil; Kebutuhan fasilitas kontak pusat atau pusat komunikasi. the procedures for incident/disruption deterrence, mitigation, response and recovery; the potential consequences of departure from specified procedures. 7.4 Communications and warning With regard to its threats and risks and IPOCM system, the organization should establish, implement and maintain procedures to disseminate and respond to requests for pre-incident, incident/disruption, and post-incident information. This should include procedures to provide information to internal and external audiences, including the media, and deal with their inquiries considering the requirements for routine and emergency states, for: internal communication between the various levels and functions of the organization and with partner entities; receiving, documenting and responding to relevant communication from external interested parties; adapting and integrating any national or regional risk or threat advisory system or equivalent into planning and actual operational use; alerting people potentially impacted by an actual or impending IPOCM incident; facilitating structured communication with emergency responders; assuring availability of the communication means with emphasis on a crisis situation and disruption; assuring the interoperability of multiple responding organizations and personnel; recording of vital information about the incident, actions taken and decisions made; the need for a central contact facility or BSN dari 59

47 Dengan mendasarkan pada keselamatan hidup sebagai prioritas pertama dan setelah berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan, organisasi harus memutuskan dan mendokumentasikan keputusannya apakah perlu mengkomunikasikan dengan pihak luar organisasi (eksternal) terkait ancaman dan risiko signifikan, baik sebelum dan sesudah insiden,. Jika keputusannya adalah untuk mengkomunikasikan, maka organisasi harus menetapkan dan menerapkan metode untuk komunikasi, kewaspadaan, dan peringatan eksternal ini. Data yang dikomunikasikan harus menjaga integritas informasi sensitif dan hanya membuat informasi non-sensitif tersedia sebagai informasi publik sesuai untuk mengkoordinasikan IPOCM. Sebelum insiden, organisasi harus mengembangkan strategi komunikasi berdasarkan: siapa yang membutuhkan informasi; apa dan kapan informasi dibutuhkan atau diperlukan; kendala atau pembatasan organisasi yang ada; siapa yang memiliki kewenangan untuk menyetujui dan menyebarkan komunikasi; bagaimana berinteraksi dengan media dan cara untuk mengendalikan desasdesus. Organisasi dapat mengembangkan komunikasi untuk dirilis sebelum insiden termasuk pedoman tindakan proaktif dan kesadaran akan program IPOCM. Strategi ini juga harus menentukan cara-cara untuk berbagai jenis komunikasi akan disebarluaskan kepada masing-masing pemangku kepentingan. Sistem IPOCM komunikasi harus secara teratur diuji. communications hub. The organization should decide, based on life safety as the first priority and in consultation with stakeholders, whether to communicate externally about its significant risks and threats, both before and after an incident, and should document its decision. If the decision is to communicate, the organization should establish and implement methods for this external communication, alerts, and warnings. The data communicated should preserve the integrity of sensitive information and make only non-sensitive information publicly available as is appropriate to coordinate IPOCM. Prior to an incident the organization should develop communications strategy based on: who needs information; what and when information is needed or required; what organizational constraints or restrictions exist; who has the authority to approve and disseminate communications; how to interface with the media and how to conduct rumor control. The organization may develop communications for release before an incident including proactive action guidelines and awareness of the IPOCM program. The strategy should also define the means by which different types of communications will be promulgated to each of the stakeholders. The IPOCM communications system should be regularly tested. 7.5 Pengendalian operasional 7.5 Operational control Organisasi harus menetapkan dan The organization should establish and BSN dari 59

48 menerapkan sistem prosedur dan kontrol operasional tertulis yang konsisten dengan kebijakan IPOCM, ancaman, risiko dan penilaian vital, analisis dampak dan tujuan organisasi. Organisasi harus merencanakan operasi tersebut, termasuk pemeliharaan, untuk memastikan bahwa semuanya dilakukan dengan kondisi tertentu: menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur internal tertulis; menetapkan kriteria operasi dalam prosedur internal; menetapkan prosedur penerapan dan pemeliharaan terkait ancaman /bahaya dan risiko signifikan, terhadap organisasi dan mengkomunikasikan prosedur dan persyaratan yang berlaku kepada rantai pasokan, termasuk kontraktor. Untuk meminimalkan kemungkinan insiden yang mengganggu, prosedur ini harus mencakup pengendalian desain, instalasi, operasi, perbaikan, dan modifikasi item peralatan, instrumentasi, dll yang terkait dengan risiko. Apabila pengaturan yang ada direvisi atau pengaturan baru diperkenalkan, yang berdampak pada operasi dan kegiatan, organisasi harus mempertimbangkan untuk meminimalkan ancaman dan risiko sebelum pelaksanaannya. Pengendalian dan prosedur operasional harus menitikberatkan pada kehandalan dan ketahanan, keselamatan dan kesehatan manusia, serta perlindungan aset dan lingkungan yang terkena dampak insiden yang mengganggu. Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menciptakan dan memelihara sistem dokumentasi IPOCM yang diperlukan untuk menjamin efektifitas perencanaan, operasi dan pengendalian proses terkait sistem IPOCMnya. 7.6 Keuangan dan administrasi Organisasi harus mengembangkan implement a system of documented operational procedures and controls consistent with IPOCM policy, threats, risk and criticality assessment, impact analysis and organizational objectives. The organization should plan these operations, including maintenance, in order to ensure that they are carried out under specified conditions by: establishing, implementing and maintaining documented internal procedures; stipulating operating criteria in the internal procedures; establishing implementing and maintaining procedures related to the identified significant risks, threats and hazards to the organization and communicating applicable procedures and requirements to the supply chain, including contractors. To minimize the likelihood of a disruptive incident, these procedures should include controls for the design, installation, operation, refurbishment, and modification of risk related items of equipment, instrumentation, etc., as appropriate. Where existing arrangements are revised or new arrangements introduced, that could impact on operations and activities, the organization should consider the associated minimization of threats and risks before their implementation. The operational procedures and controls should address reliability and resiliency, the safety and health of people, and the protection of property and the environment impacted by a disruptive incident. The organization should establish procedures to create and maintain an IPOCM documentation system necessary to ensure the effective planning, operation and control of processes that relate to its IPOCM system. 7.6 Finance and administration The organization should develop BSN dari 59

49 prosedur keuangan dan administrasi untuk mendukung program IPOCM sebelum, selama, dan setelah insiden. Prosedur harus dibuat untuk memastikan bahwa keputusan fiskal dapat dipercepat dan harus sesuai dengan tingkat kewenangan yang ditetapkan dan prinsip akuntansi. Prosedur harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada hal sebagai berikut: menetapkan dan mendefinisikan tanggung jawab untuk program; otoritas keuangan, termasuk hubungan pelaporannya kepada koordinator program ; prosedur pengadaan program; gaji; sistem akuntansi untuk melacak dan mendokumentasikan biaya. financial and administrative procedures to support the IPOCM program before, during, and after an incident. Procedures should be established to ensure that fiscal decisions can be expedited and should be in accordance with established authority levels and accounting principles. The procedures should include, but not be limited to, the following: establishing and defining responsibilities for the program; finance authority, including its reporting relationships to the program coordinator(s); program procurement procedures; payroll; accounting systems to track and document costs. 8 Penilaian Kinerja 8 Performance assessment 8.1 Evaluasi sistem Organisasi harus mengevaluasi rencana, prosedur, dan kemampuan IPOCM melalui tinjauan berkala, pengujian, laporan pasca-insiden, pembelajaran, evaluasi kinerja, dan latihan. Perubahan signifikan dalam faktor-faktor ini seharusnya langsung tercermin dalam prosedur. Konsisten dengan komitmen untuk taat, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk secara berkala mengevaluasi kepatuhan terhadap persyaratan hukum yang berlaku, praktek-praktek terbaik industri, dan kesesuaian dengan kebijakan dan tujuan organisasi. Organisasi harus menyimpan rekaman hasil dari evaluasi berkala. 8.2 Pemantauan dan pengukuran kinerja Pemantauan proaktif harus digunakan untuk memeriksa kesesuaian dan efektivitas program IPOCM, sementara pemantauan reaktif harus digunakan untuk menginvestigasi, menganalisis, dan 8.1 System evaluation The organization should evaluate IPOCM plans, procedures, and capabilities through periodic reviews, testing, post-incident reports, lessons learned, performance evaluations, and exercises. Significant changes in these factors ought to be reflected immediately in the procedures. Consistent with its commitment to compliance, the organization should establish, implement and maintain procedures for periodically evaluating compliance with applicable legal requirements, industry best practices, and conformance with its own policy and objectives. The organization should keep records of the results of the periodic evaluations. 8.2 Performance measurement and monitoring Proactive monitoring should be used to check conformity and effectiveness of the IPOCM program, while reactive monitoring should be used to investigate, analyze, and record BSN dari 59

50 mencatat kegagalan sistem, peristiwa dan gangguan, termasuk yang hampir-luput Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk memonitor dan mengukur kinerja secara teratur. Prosedur ini harus mencakup: tindakan baik kualitatif maupun kuantitatif, sesuai dengan kebutuhan organisasi; pemantauan sejauh mana tujuan IPOCM organisasi sedang dipenuhi; langkah kinerja proaktif yang memantau kesesuaian program IPOCM, kriteria operasional dan perundang-undangan dan persyaratan peraturan yang berlaku; langkah kinerja reaktif untuk memantau aktifitas dan gangguan, termasuk yang hampir-luput, dan bukti lain tentang rendahnya kinerja IPOCM; pencatatan data dan hasil pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk memudahkan analisis tindakan korektif dan preventif selanjutnya. system failures, events and disruptions, including near-misses. The organization should establish and maintain procedures to monitor and measure performance on a regular basis. These procedures should provide for: both qualitative and quantitative measures, appropriate to the needs of the organization; monitoring of the extent to which the organization's IPOCM objectives are being met; proactive measure of performance that monitor conformity with IPOCM program, operational criteria and applicable legislations and regulatory requirements; reactive measures for performance to monitor events and disruptions, including near-misses, and other evidence of deficient IPOCM performance; recording of data and results of monitoring and measurement sufficient to facilitate subsequent corrective and preventative action analysis. 8.3 Pengujian dan latihan 8.3 Testing and exercises Suatu program latihan harus konsisten dengan tujuan organisasi dan tunduk pada peraturan pemerintah. Latihan dapat mencakup uji yang mengantisipasi hasil yang telah ditentukan, tabletop, simulasi, dan latihan operasional penuh. Latihan harus didasarkan pada skenario realistis yang direncanakan dan disepakati oleh para pemangku kepentingan, sehingga dimungkinkan risiko gangguan minimal terhadap proses operasional. Setiap latihan harus memiliki sasaran dan tujuan yang jelas dan laporan pasca-latihan yang berisi rekomendasi. Laporan ini harus diformalkan dan digunakan untuk meningkatkan pengaturan IPOCM tepat waktu. Latihan memungkinkan untuk: verifikasi bahwa program IPOCM mencakup kegiatan vital organisasi dan kegiatan prioritas serta kegiatan yang An exercise program should be consistent with the objectives of the organization and the regulatory regimes to which it is subject. Exercises may include tests which anticipate a predetermined outcome, tabletops, simulations, and full operational exercises. Exercises should be based on realistic scenarios that are carefully planned and agreed with stakeholders, so that there is minimum risk of disruption to operational processes. Every exercise should have clearly defined aims and objectives and a post-exercise report that contains recommendations. This report should be formalized and used to improve IPOCM arrangements in a timely manner. Exercises enable: verification that the IPOCM program incorporates the organizational critical activities and their BSN dari 59

51 tergantung padanya; orientasi dan pengujian bagi personil yang diberi tanggung jawab untuk program IPOCM; perbaikan yang berkelanjutan program IPOCM; pengujian sistem operasional yang sifatnya teknis, logistik, administratif, prosedural dan lain-lain dari rencana IPOCM; pengujian organisasi dan infrastruktur IPOCM (termasuk pusat komando dan wilayah kerja); pemulihan sumber daya teknologi dan telekomunikasi, ketersediaan dan relokasi staf; pencatatan data dan hasil pengujian dan latihan yang cukup untuk memudahkan analisis tindakan korektif dan preventif selanjutnya. Persyaratan pengujian harus meliputi, tetapi tidak terbatas, pada: rencana staf; rencana manajemen insiden; rencana komunikasi; pemulihan kegiatan vital; site plan; back-up dan recovery data, dan keamanan fisik dan komputer; persyaratan yang diberlakukan oleh hukum. 8.4 Tindakan korektif dan preventif Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur korektif untuk mengatasi kekurangsempurnaan program aktual serta potensial dan untuk mengambil langkah perbaikan dan tindakan pencegahan. Prosedur ini harus menentukan kriteria untuk: mengidentifikasi dan memperbaiki kekurangsempurnaan program dan mengambil tindakan untuk mengurangi dampaknya; menyelidiki kekurangsempurnaan dependencies and priorities; orientation and testing of those charged with the responsibility for the IPOCM program with their roles and responsibilities; continuous improvement of the IPOCM program; testing of the technical, logistical, administrative, procedural and other operational systems of the IPOCM plans; testing of IPOCM organization and infrastructure (including command centers and work areas); technology and telecommunications resource recovery, availability and relocation of staff; recording of data and results of testing and exercises sufficient to facilitate subsequent corrective and preventative action analysis. Testing requirements should include, but not be limited to: staff plans; incident management plans; communication plans; recovery of critical activities; site plans; data back-up and recovery, and physical and computer security; requirements imposed by law. 8.4 Corrective and preventive action The organization should establish, implement and maintain corrective procedures for dealing with actual and potential program shortfalls and for taking corrective action and preventive action. The procedures should define criteria for: identifying and correcting program shortfalls and taking actions to mitigate their impacts; investigating program shortfalls, BSN dari 59

52 program, menentukan penyebabnya dan mengambil tindakan untuk mencegah terulangnya; mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah kekurangsempurnaan program dan menerapkan tindakan yang dirancang untuk menghindari terjadinya; merekam hasil tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang diambil; meninjau efektifitas tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang diambil. Tindakan yang diambil harus sesuai dengan besarnya masalah dan risiko serta potensi dampak yang dihadapi. Organisasi harus memastikan bahwa setiap perubahan yang diperlukan dibuat untuk dokumentasi sistem IPOCM. 8.5 Pemeliharaan Program pemeliharaan IPOCM yang terdefinisi dan terdokumentasi dengan jelas harus ditetapkan. Program ini harus menjamin bahwa setiap perubahan (internal atau eksternal) yang mempengaruhi organisasi ditinjau dalam kaitannya dengan POCK. Program ini juga harus mengidentifikasi kegiatan vital baru yang perlu dimasukkan dalam program pemeliharaan IPOCM. Program pemeliharaan IPOCM harus secara berkala: meninjau-ulang dan menguji setiap asumsi yang dibuat dalam analisis dampak; mendistribusikan perbaharuan, amandemen atau perubahan pada kebijakan, strategi, solusi, proses dan rencana IPOCM untuk personil kunci dengan proses kendali perubahan secara formal. Hasil dari proses pemeliharaan IPOCM harus mencakup: bukti terdokumentasi atas manajemen dan tata-kelola yang proaktif terhadap program IPOCM; verifikasi adanya proses atau prosedur determining their causes and taking actions in order to avoid their recurrence; evaluating the need for actions to prevent program shortfalls and implementing appropriate actions designed to avoid their occurrence; recording the results of corrective actions and preventive actions taken; reviewing the effectiveness of corrective actions and preventive actions taken. Actions taken should be appropriate to the magnitude of the problems and the risk and their potential impacts encountered. The organization should ensure that any necessary changes are made to IPOCM system documentation. 8.5 Maintenance A clearly defined and documented IPOCM maintenance program should be established. This program should ensure that any changes (internal or external) that impact the organization are reviewed in relation to POCK It should also identify any new critical activities that need to be included in the IPOCM maintenance program. The IPOCM maintenance program should periodically: review and challenge any assumptions made in the impact analysis; distribute updated, amended or changed IPOCM policy, strategies, solutions. processes and plans to key personnel under a formal change (version) control process. The outcomes from the IPOCM maintenance process should include: documented evidence of the proactive management and governance of the organization's IPOCM program; verification that effective change BSN dari 59

53 kendali efektif terhadap perubahan (versi); verifikasi bahwa personil kunci yang menerapkan strategi dan rencana IPOCM ada di tempat; identifikasi dan dokumentasi jadual pemeliharaan IPOCM; verifikasi pemantauan dan pengendalian risiko IPOCM yang dihadapi oleh organisasi. 8.6 Audit dan penilaian internal Organisasi harus memastikan bahwa audit dan penilaian internal terhadap sistem IPOCM dilakukan pada interval yang direncanakan untuk menentukan apakah sistem IPOCM sesuai dengan pengaturan yang direncanakan untuk IPOCM dan bahwa program IPOCM telah diterapkan dan terpelihara. Penilaian internal harus mempertimbangkan pentingnya ketahanan operasi yang bersangkutan dan hasil audit sebelumnya. Prosedur audit dan penilaian internal harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, yang memuat tanggung jawab dan persyaratan untuk perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil dan mempertahankan catatan yang terkait; penentuan kriteria audit, ruang lingkup, frekuensi dan metode, dan memberikan informasi hasil audit kepada manajemen. Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin objektivitas dan ketidakberpihakan proses audit. Penilaian internal atas program IPOCM harus menyertakan verifikasi bahwa: kegiatan vital dan ketergantungannya telah diidentifikasi dan dimasukkan dalam strategi IPOCM; kebijakan, strategi, kerangka kerja dan rencana IPOCM, selalu secara akurat mencerminkan prioritas dan persyaratan; kompetensi dan kemampuan IPOCM efektif dan sesuai serta memungkinkan manajemen, komando, pengendalian dan koordinasi insiden IPOCM; (version) control processes or procedures are in place; verification that key people who are to implement the IPOCM strategy and plans remain in place; identification and documentation of the IPOCM maintenance schedule; verification of the monitoring and control of the IPOCM risks faced by the organization. 8.6 Internal audits and self assessment The organization should ensure that internal audits and self-assessment of the IPOCM system are conducted at planned intervals to determine whether the IPOCM system conforms to planned arrangements for IPOCM and that the IPOCM program has been properly implemented and is maintained. The self-assessment should take into consideration the importance of the resilience of operations concerned and the results of previous audits. Audit and self-assessment procedures should be established, implemented and maintained that address responsibilities and requirements for planning and conducting audits, reporting results and retaining associated records, determination of audit criteria, scope, frequency and methods, and provide information on the results of audits to management. Selection of auditors and conduct of audits should ensure objectivity and the impartiality of the audit process. Self-assessment of the organization's IPOCM program should incorporate verification that: the critical activities and their dependencies have been identified and included in the organization's IPOCM strategy; the organization's IPOCM policy, strategies, framework and plans continue to accurately reflect its priorities and requirements; the organization's IPOCM competence and its IPOCM capability are effective and fit-forpurpose and will permit BSN dari 59

54 solusi IPOCM efektif, mutakhir dan sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh organisasi; program latihan dan pemeliharaan IPOCM telah dilaksanakan secara efektif; strategi dan rencana IPOCM menggabungkan pembelajaran yang dipetik dari latihan, sebagaimana tercantum dalam laporan pasca-latihan, dan perubahan yang timbul dari program pemeliharaan; proses kontrol perubahan tersedia dan beroperasi secara efektif. Penilaian internal harus dilakukan terhadap tujuan organisasi. Penilaian internal sebaiknya mempertimbangkan juga standar industri yang relevan dan praktik yang baik. 9 Tinjauan manajemen Manajemen puncak harus meninjau sistem IPOCM organisasinya, pada interval yang direncanakan untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan efektifitas. Tinjauan harus mencakup penilaian atas peluang perbaikan dan kebutuhan untuk perubahan sistem IPOCM, termasuk kebijakan IPOCM dan tujuan IPOCM. Rekaman dari tinjauan manajemen harus disimpan. Masukan untuk tinjauan manajemen harus meliputi, antara lain: hasil audit internal dan evaluasi ketaatan terhadap persyaratan hukum dan persyaratan lain yang diikuti organisasi; komunikasi dari pihak eksternal yang berkepentingan, termasuk keluhan; kinerja kesiapsiagaan insiden dan kontinuitas operasional organisasi; lingkup tujuan organisasi yang telah management, command, control and coordination of a IPOCM incident; the organization's IPOCM solutions are effective, up-to-date and fit-forpurpose, and appropriate to the level of risk faced by the organization; the organization's IPOCM maintenance and exercising program have been effectively implemented; IPOCM strategies and plans incorporate lessons learned from exercises, as contained in a postexercise report, and amendments arising from the maintenance program; change control processes are in place and operate effectively. Self assessment should be conducted against the organization's objectives. It should also take into account relevant industry standards and good practice. 9 Management review Top management should review the organization's IPOCM system, at planned intervals, to ensure its continuing suitability, adequacy and effectiveness. Reviews should include assessing opportunities for improvement and the need for changes to the IPOCM system, including the IPOCM policy and IPOCM objectives. Records of the management reviews should be retained. Input to management reviews should include, but not be limited to: results of internal audits and evaluations of compliance with legal requirements and with other requirements to which the organization subscribes; communication(s) from external interested parties, including complaints; incident preparedness and operational continuity performance of the organization; BSN dari 59

55 dipenuhi; status tindakan korektif dan preventif; tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya; ancaman/bahaya keadaan yang berubah termasuk perkembangan dalam persyaratan hukum dan lainnya yang terkait dengan risiko, dan ancaman/bahaya; rekomendasi untuk perbaikan. Hasil dari tinjauan manajemen harus mencakup setiap keputusan dan tindakan yang terkait dengan kemungkinan perubahan kebijakan IPOCM, tujuan, sasaran dan unsur lain dari sistem IPOCM, konsisten dengan komitmen untuk perbaikan berkelanjutan. Lampiran A (informatif) Prosedur analisis dampak A.1 Umum A.1 General extent to which organizational objectives have been met; status of corrective and preventive actions; follow-up actions from previous management reviews; changing threats and hazards, circumstances, including developments in legal and other requirements related to its risks, threats and hazards; recommendations for improvement. The outputs from management reviews should include any decisions and actions related to possible changes to IPOCM policy, objectives, targets and other elements of the IPOCM system, consistent with the commitment to continual improvement. Annex A (informative) Impact analysis procedure BSN dari 59

56 Ketika melakukan analisis mengenai dampak atas gangguan operasi, organisasi sebaiknya mengkategorikan gangguan dengan batas sebagai berikut: a) Dampak akibat insiden terbatas pada tempat organisasi; b) Dampak akibat insiden menyebar ke sekitar organisasi; c) Dampak akibat insiden di daerah luas dan kerusakannya menyebar ke warga setempat, organisasi lain di masyarakat, infrastruktur masyarakat, dan rantai pasokan. A.2 Prosedur analisis dampak Tergantung pada urgensi dan sifat kegiatan vital yang dipengaruhi oleh insiden, organisasi harus membuat keputusan menyeluruh tentang dampak operasional dan langkah pemulihan, termasuk, namun tidak terbatas pada, langkah interaktif berikut: a) Estimasi waktu yang bisa diterima sebuah organisasi tidak beroperasi (acceptable downtime) dan penanganan insiden yang mengganggu: Perkiraan periode gangguan maksimum yang dapat ditoleransi dengan pertimbangan kemungkinan reaksi dari semua pemangku kepentingan terutama pihak yang mungkin akan terganggu kiriman produk dan jasa. Biaya-biaya terukur dan dampak yang tak berwujud harus dinilai. Organisasi harus mengevaluasi dampak risiko prioritas utama yang ditentukan dalam evaluasi dan penilaian risiko terhadap manajemen organisasi, dan memperkirakan berapa lama operasi dapat ditunda; b) Penentuan operasi vital: Organisasi harus mengidentifikasi operasi vital yang diprioritaskan untuk berlanjut jika ada risiko. Organisasi harus mengevaluasi When performing an impact analysis for the disruption of operations, an organization should categorize disruptions by extent in the following way: a) Impact due to an incident limited to the organization's premises; b) Impact due to an incident is spread into neighboring areas of the organization; c) Impacts due to an incident in wide areas and where damage is spread through local citizens, other organizations in the community, community infrastructure, and supply chain. A.2 Impact analysis procedure Depending on the urgency and nature of critical operations affected by an incident, an organization should make an overall decision about operational impacts and restoration measures, including but not limited to the following interactive steps: a) Estimation of acceptable downtime and treatment for a disruptive incident: Estimation of maximum tolerable period of disruption by considering the possible reaction of all stakeholders especially those to whom the delivery of products and services would be disrupted. Quantifiable costs and intangible impacts should both be assessed. The organization should evaluate impacts of the high-priority risks determined in the risk evaluation and assessment on its organizational management, and estimate how long operations can be suspended; b) Determination of critical operations: The organization should identify critical operations that are given high priority for continuation when risks are realized. An organization should BSN dari 59

57 secara kuantitatif dampak dari penundaan operasi vital terhadap manajemen organisasi karena akan meningkat seiring waktu; c) Antisipasi kerusakan pada operasi vital: Organisasi harus mengantisipasi tingkat kerusakan pada operasi vital dengan mempertimbangkan dampak terhadap berbagai unsur seperti fasilitas, peralatan, personil, bahan baku, transportasi, pengemasan, dan pelanggan. Organisasi terutama harus mempertimbangkan risiko prioritas utama ketika mengantisipasi kerusakan. Namun organisasi harus mencatat penundaan fungsinya ketika mengantisipasi kerusakan, sehingga dapat menerapkan hasil antisipasi kerusakan terhadap risiko potensial dan risiko yang tidak terduga lainnya; d) Menyiapkan sasaran waktu pemulihan (RTO): Berdasarkan hasil analisis dampak, hubungan dengan para pemangku kepentingan dan misi sosial, organisasi harus menetapkan RTO untuk mengembalikan operasi vital ketika mempertimbangkan periode maksimum gangguan operasi vital yang dapat ditoleransi. Jika RTO diatur dalam kontrak, undangundang atau peraturan khusus, organisasi harus mematuhi persyaratan tersebut ketika mengatur RTO sendiri. Dalam hal bencana berdampak luas seperti bencana alam, organisasi harus memahami bahwa kerjasama dengan organisasi lain dalam pengalokasian sumber daya lokal manusia dan fisik yang tersedia sangat penting bagi pemulihan operasional sendiri karena sumber daya yang diperlukan untuk respon atau restorasi mungkin langka atau tidak didistribusikan secara optimal. Memperkirakan kemajuan kegiatan pemulihan masyarakat, organisasi harus menetapkan RTO dengan cara quantitatively evaluate impacts of suspension of the critical operations on its organizational management as these may increase over time; c) Anticipation of damage on the critical operations: The organization should anticipate degree of damage on the critical operations by considering impacts on various elements such as facilities, equipment, personnel, raw materials, transport, packaging and customers. The organization should primarily consider the highpriority risks when anticipating damage. The organization, however, should note suspension of its functions, when anticipating damage, so that it can apply the damage anticipation results to other potential risks and unexpected risks; d) Setting up recovery time objectives (RTO): Based on the impact analysis results, relationship with stakeholders and social mission, an organization should set up RTOs to restore the critical operations while considering maximum tolerable period of disruption of the critical operations. If the RTO is stipulated in contracts, special laws or ordinances, an organization should abide by such requirements when setting up its own RTO. In the event of widearea disaster such as natural disaster, an organization should understand that cooperation with other organizations in allocating locally-available human and physical resources is essential for its own operational restoration because resources required for response or restoration may be scarce or not optimally distributed. Estimating progress of community recovery activities, the organization should set up its RTO in a way not to hinder rescue of human lives and local emergency operations, but to enable an BSN dari 59

58 yang tidak menghalangi penyelamatan nyawa manusia dan operasi darurat lokal, melainkan memungkinkan organisasi untuk melakukan kegiatan bantuan dalam kolaborasi dan kerjasama dengan kegiatan pemulihan masyarakat; e) Mengidentifikasi sumber daya yang penting untuk restorasi: Berdasarkan antisipasi kerusakan pada operasi vital, organisasi harus mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber daya penting seperti fasilitas utama, peralatan, personil dan informasi penting untuk kembalinya kegiatan manufaktur dan pemulihan operasinya. organization to perform assistance activities in collaboration and cooperation with community's recovery activities; e) Identify important resources essential for restoration: Based on anticipated damage on the critical operation, an organization should identify and allocate such important resources as major facilities, equipment, personnel and information essential for resumption of its manufacturing activities and restoration of its operations BSN dari 59

59 NOTE This is a generalized flow diagram - other methodologies may be used for the impact analysis. Figure A.1 Impact analysis flow diagram BSN dari 59

Pedoman Etika Bisinis dan Etika Kerja

Pedoman Etika Bisinis dan Etika Kerja Pedoman Etika Bisinis dan Etika Kerja 2008 Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja Pedoman Etika Bisinis dan Etika Kerja MAKLUMAT KOMITMEN GCG KOMISARIS DAN DIREKSI PT ELNUSA Tbk. STATEMENT OF GCG COMMITMENT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN)

Lebih terperinci

Bekerja Secara Berkelanjutan. Work Sustainably. Laporan KEBERLANJUTAN 2011 SUSTAINABILITY Report

Bekerja Secara Berkelanjutan. Work Sustainably. Laporan KEBERLANJUTAN 2011 SUSTAINABILITY Report Bekerja Secara Berkelanjutan Work Sustainably Laporan KEBERLANJUTAN 2011 SUSTAINABILITY Report DAFTAR ISI Table of Contents TENTANG LAPORAN KEBERLANJUTAN PT PLN (PERSERO) SUSTAINABILITY REPORT OF PT PLN

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK GUIDELINES ON GOOD MANUFACTURING Badan Pengawas Obat dan Makanan National Agency of Drug and Food Control Republik Indonesia Republic of Indonesia 2006 PENGANTAR Pedoman

Lebih terperinci

2015-2019. Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Roadmap for Sustainable Finance in Indonesia

2015-2019. Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Roadmap for Sustainable Finance in Indonesia 2015-2019 Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Roadmap for Sustainable Finance in Indonesia 2015-2019 Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Roadmap for Sustainable Finance in Indonesia Desember/December

Lebih terperinci

ROADMAP TATA KELOLA PERUSAHAAN INDONESIA INDONESIA CORPORATE GOVERNANCE ROADMAP

ROADMAP TATA KELOLA PERUSAHAAN INDONESIA INDONESIA CORPORATE GOVERNANCE ROADMAP i i MENUJU TATA KELOLA EMITEN DAN PERUSAHAAN PUBLIK YANG LEBIH BAIK TOWARDS BETTER GOVERNANCE OF ISSUERS AND PUBLIC COMPANIES iii daftar isi table of contents halaman pages DAFTAR ISI / contents DAFTAR

Lebih terperinci

Self-Assessment for industrial production

Self-Assessment for industrial production Penilaian Diri Sendiri untuk produksi industri Self-Assessment for industrial production PENDAHULUAN INTRODUCTION The Business Social Compliance Initiative (BSCI) merupakan sebuah inisiatif dari pengecer,

Lebih terperinci

SAMBUTAN CEO OCBC BANK Message from OCBC Bank's CEO

SAMBUTAN CEO OCBC BANK Message from OCBC Bank's CEO 33 SAMBUTAN CEO OCBC BANK Message from OCBC Bank's CEO Kinerja Bank yang sangat baik pada tahun 2014 tidak mungkin tercapai tanpa dukungan, kepercayaan dan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholders.

Lebih terperinci

Penilaian Diri Sendiri untuk Produksi Utama: Pertanian atau Perkebunan Self-Assessment for Primary Production: Farms

Penilaian Diri Sendiri untuk Produksi Utama: Pertanian atau Perkebunan Self-Assessment for Primary Production: Farms Penilaian Diri Sendiri untuk Produksi Utama: Pertanian atau Perkebunan Self-Assessment for Primary Production: Farms PENDAHULUAN INTRODUCTION The Business Social Compliance Initiative (BSCI) merupakan

Lebih terperinci

Tata Kelola Perusahaan yang Baik Good Corporate Governance

Tata Kelola Perusahaan yang Baik Good Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan yang Baik Good Corporate Governance Baik Rabobank Group maupun Rabobank Indonesia, berpendapat bahwa Good Corporate Governance ( GCG ) merupakan pilar utama yang mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY 340 LAPORAN Laporan Tahunan TAHUNAN 2013 pt semen 2012 padang PT SEMEN PADANG Semen Padang sangat menyadari bahwa kesinambungan dan pencapaian

Lebih terperinci

Panduan Pencegahan dan Mitigasi Konflik antara Manusia dan Kera Besar

Panduan Pencegahan dan Mitigasi Konflik antara Manusia dan Kera Besar Panduan Pencegahan dan Mitigasi Konflik antara Manusia dan Kera Besar Kimberley Hockings dan Tatyana Humle Editor: E.A. Williamson Alih Bahasa: P. Kuncoro Terbitan tidak berkala IUCN Species Survival Commission

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Corporate Social Responsibility Tanggung Jawab Terkait Ekonomi dan Keberadaan di Pasar Responsibilities Related to Economic and Market Presence 92 Pengembangan Sosial dan

Lebih terperinci

Daftar Isi / Table of Contents. Pasal / Article

Daftar Isi / Table of Contents. Pasal / Article UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 11 OF 2008 CONCERNING ELECTRONIC INFORMATION AND TRANSACTIONS Daftar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Introduction

I. PENDAHULUAN Introduction I. PENDAHULUAN Introduction A. Latar Belakang Indikator makro ekonomi Indonesia selama tahun 2002 hingga awal semester pertama tahun 2003 menunjukkan perkembangan yang cukup memberikan harapan ditandai

Lebih terperinci

NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Heart of Borneo

NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Heart of Borneo NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Rencana Strategis dan Aksi Nasional National Strategis Plan of Action DEPHUT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Tim

Lebih terperinci

Bank CIMB Niaga Merger Process and Achievement Report. January 2009

Bank CIMB Niaga Merger Process and Achievement Report. January 2009 Bank CIMB Niaga Merger Process and Achievement Report January 2009 Contents Preface 1 Overview 3 Rationale 6 Merger Architecture 18 Key Challenges 28 Progress and Outcomes 29 Moving Forward 37 Synergy

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Senantiasa Menciptakan Peluang Untuk Bertumbuh dan Sejahtera Bersama Serta Menjadikan Hidup Lebih Bermakna Together Always Creating Opportunities

Lebih terperinci

BUDAYA MANAJEMEN INFORMASI... 18 Pendahuluan... 18 Model Budaya Informasi... 18 Perusahaan dan Budaya Informasi... 20 Penutup...

BUDAYA MANAJEMEN INFORMASI... 18 Pendahuluan... 18 Model Budaya Informasi... 18 Perusahaan dan Budaya Informasi... 20 Penutup... Halaman 2 Daftar Isi ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI... 5 Pendahuluan... 5 Dua Perspektif Sistem Organisasi... 5 Sociotechnical Perspective... 6 Structuralist Perspective... 7 Pengaruh Peranan Teknologi

Lebih terperinci

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI DI KAWASAN TEPIAN HUTAN HUJAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU, SULAWESI TENGAH

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI DI KAWASAN TEPIAN HUTAN HUJAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU, SULAWESI TENGAH DINAMIKA SOSIAL EKONOMI DI KAWASAN TEPIAN HUTAN HUJAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU, SULAWESI TENGAH Ringkasan Naskah Diskusi STORMA No. 1 No. 11 dari Sub-program A, 2001 2003 Disusun oleh Heiko Faust, Franziska

Lebih terperinci

PROYEK KHUSUS SLEMAN TENTANG PELAPORAN KEUANGAN SLEMAN SPECIAL PROJECT ON FINANCIAL REPORTING

PROYEK KHUSUS SLEMAN TENTANG PELAPORAN KEUANGAN SLEMAN SPECIAL PROJECT ON FINANCIAL REPORTING Manajemen Inti dan Penganggaran Pengembangan Pemerintahan yang Baik PROYEK KHUSUS SLEMAN TENTANG PELAPORAN KEUANGAN Core Management & Budget Skills Building Institutions for Good Governance SLEMAN SPECIAL

Lebih terperinci

Program Gerakan Nasional Percepatan Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS)

Program Gerakan Nasional Percepatan Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS) Program Gerakan Nasional Percepatan Revitalisasi Kakao Nasional (GERNAS) Masukan strategis dari Forum Kemitraan Kakao Berkelanjutan (Cocoa Sustainability Partnership) Desember 2008 Program Gerakan Nasional

Lebih terperinci

Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting dalam Sektor Publik dan Swasta : Suatu Pendekatan Ekonomi Kelembagaan

Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting dalam Sektor Publik dan Swasta : Suatu Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting dalam Sektor Publik dan Swasta : Bayu Kharisma Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Email: bayu_kharisma@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi dan Arti Pentingnya Kualitas Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis yang berarti sebagaimana kenyataannya. Definisi kualitas

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Standar Nasional Indonesia Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Food safety management system Requirements for any organization in the food chain (ISO 22000:2005,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PEMBAYARAN DAN IMBAL JASA LINGKUNGAN DI INDONESIA

STRATEGI PENGEMBANGAN PEMBAYARAN DAN IMBAL JASA LINGKUNGAN DI INDONESIA 34 STRATEGI PENGEMBANGAN PEMBAYARAN DAN IMBAL JASA LINGKUNGAN DI INDONESIA LAPORAN LOKAKARYA NASIONAL JAKARTA, 14-15 FEBRUARI 2005 EDITOR: AUNUL FAUZI, BERIA LEIMONA, DAN MUHTADI Hak Cipta 2005 Lokakarya

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN INFORMASI NASABAH COLLECTION AND USE OF CUSTOMER INFORMATION PERSYARATAN DAN KETENTUAN TERMS AND CONDITIONS DEFINITION

PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN INFORMASI NASABAH COLLECTION AND USE OF CUSTOMER INFORMATION PERSYARATAN DAN KETENTUAN TERMS AND CONDITIONS DEFINITION PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN INFORMASI NASABAH PERSYARATAN DAN KETENTUAN DEFINISI Istilah-istilah berawalan huruf kapital dalam Ketentuan-ketentuan ini akan memiliki arti sebagai berikut, kecuali konteks

Lebih terperinci

Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan Risiko Bencana Indonesia Indonesian 2009 Terminologi Pengurangan Risiko Bencana Published by the Asian Disaster Reduction and Response Network (ADRRN) with the assistance of UNISDR Asia and the Pacific Office, Bangkok.

Lebih terperinci

Panduan Penerapan Tata Kelola Keamanan Informasi bagi Penyelenggara Pelayanan Publik

Panduan Penerapan Tata Kelola Keamanan Informasi bagi Penyelenggara Pelayanan Publik 2 Panduan Penerapan Tata Kelola Keamanan Informasi bagi Penyelenggara Pelayanan Publik Disusun oleh: Tim Direktorat Keamanan Informasi Edisi: 2.0,September 2011 Direktorat Keamanan Informasi Kementerian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI TABLE OF CONTENTS LETTERS FROM THE CUSTOMERS SUARA PELANGGAN

DAFTAR ISI TABLE OF CONTENTS LETTERS FROM THE CUSTOMERS SUARA PELANGGAN DAFTAR ISI TABLE OF CONTENTS SUARA PELANGGAN LETTERS FROM THE CUSTOMERS 02 03 04 05 06 07 Perlindungan Tepat Bagi Keluarga Tercinta - Eddy Nas Tanjung Garda Siaga Siap Sedia, Garda Oto Tiada Tandingannya

Lebih terperinci