Fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan"

Transkripsi

1 SNI XXXX:XXXX Standar Nasional Indonesia Fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan ICS XX.XXXX Badan Standardisasi Nasional

2

3 Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata... iii 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Prinsip umum Fasilitas penampungan limbah cair bahan berbahaya dan beracun (B3) Jenis limbah Pengemasan/pewadahan limbah Persyaratan pra pengemasan Persyaratan umum kemasan Prinsip pengemasan limbah Tata cara penampungan limbah dalam kemasan Tata cara penampungan limbah dalam tangki Penyimpanan limbah Penyimpanan kemasan limbah Penempatan tangki Persyaratan lokasi bangunan penyimpanan Persyaratan umum bangunan penyimpanan Persyaratan bangunan penyimpanan limbah mudah terbakar Persyaratan bangunan penyimpanan limbah mudah meledak Persyaratan bangunan penyimpanan limbah reaktif, korosif dan beracun Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki Pengumpulan limbah Persyaratan lokasi Persyaratan umum Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah meledak Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 bersifat korosif atau reaktif atau beracun Fasilitas tambahan Fasilitas penampungan sampah Penanganan sampah Pemilahan sampah Pewadahan sampah Prinsip dasar Pola pewadahan Persyaratan umum Persyaratan sarana pewadahan Label dan warna wadah Karakteristik wadah sampah Kapasitas tipikal wadah sampah Perencanaan kebutuhan wadah sampah Pengumpulan sampah Metode pengumpulan Pola pengumpulan Bibliografi i

4

5 Prakata Standar ini bertujuan untuk memberikan pedoman baku dalam perancangan fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan. Standar ini ditujukan bagi perencana pelabuhan, untuk menjadi acuan yang seragam dalam perencanaan fasilitas tersebut di pelabuhan. Standar ini mengacu pada beberapa peraturan yang berlaku secara luas, seperti Manual IMO, British Standard dan OCDI. Standar ini juga mengacu pada naskah akademik yang relevan dengan perencanaan fasilitas penampungan limbah dan sampah, sehingga diharapkan muatan yang terkandung dalam standar ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. iii

6

7 Fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan jenis, jumlah dan penempatan fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan. Fasilitas penampungan yang dimaksud adalah tempat penampungan sementara sebelum limbah dan sampah diangkut untuk ditangani lebih lanjut. 2 Acuan normatif Undang-undang No. 17 Tahun 2008, Pelayaran. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 17 Tahun 2000, Pedoman Penanganan Barang Berbahaya dalam kegiatan Pelayaran di Indonesia. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013, Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 46 Tahun 1986, Pengesahan International Convention For The Prevention Of Pollution From Ships 1973, Beserta Protokol. Keputusan Menteri Perhubungan nomor 215 Tahun 1987, Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari kapal. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2009, Pengelolaan Limbah di Pelabuhan. Keputusan Kepala BAPEDAL No. KEP-01/BAPEDAL/09/1995, Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3. Keputusan Kepala BAPEDAL No. KEP-03/BAPEDAL/09/1995, Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3. SNI , Tata cara pengelolaan sampah di permukiman. SNI , Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. SNI 3242:2008, Pengelolaan sampah di permukiman. International Maritime Organization, 2nd Edition Comprehensive Manual On Port Reception Facilities MARPOL 73/78. International Convention for the Prevention of Marine Pollution from Ships. 1 dari 26

8 3 Istilah dan definisi 3.1 pelabuhan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi Commented [DA1]: Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 1 Ayat pelabuhan Sisa suatu usaha dan/atau kegiatan 3.3 Bahan berbahaya dan beracun bahan apapun yang jika dibuang ke laut, diketahui dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia, membahayakan sumber daya hayati di laut, merusak fasilitas, atau melanggar pemanfaatan daerah perairan, dan termasuk setiap bahan yang diatur oleh MARPOL 3.4 minyak minyak bumi dalam segala bentuknya,termasuk minyak mentah, bahan bakar minyak, lumpur minyak, sampah minyak, dan hasil penyulingan (selain bahan petrokimia yang diatur dalam Annex II MARPOL 73/78), dan, termasuk tapi tidak terbatas pada bahanbahan yang tercantum dalam Appendix I dari Annex II MARPOL 73/ bahan cair berbahaya/beracun (noxious liquid substances) bahan yang termasuk dalam kolom Kategori Polusi pada bab 17 atau 18 dari International Bulk Chemical Code atau bahan-bahan yang menurut peraturan 6.3 Annex II MARPOL termasuk ke dalam kategori X, Y atau Z 3.6 pewadahan individual aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu 3.7 pewadahan komunal aktivitas penanganan sampah sementara dalam suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum Commented [DA2]: Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan Commented [DA3]: Harmful substance means any substance which, if introduced into the sea, is liable to create hazard to human health, to harm living resource and marine life, to damage amenities or to interfere with other legitimate uses of the sea, and includes any substance subject to control by the present convention. Sumber: MARPOL 73/78 International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973, Article 2 Definitions, paragraf 2, dalam MARPOL Consolidated Edition 2006, hal. 4. Bahan bahan berbahaya adalah setiap bahan dimana, jika dibuang ke laut, adalah secara hukum akan menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia, berbahaya bagi makhluk hidup di laut dan sumber daya alam, merusak kekayaan alam atau menganggu peruntukan laut dan termasuk didalamnya setiap bahan yang diawasi oleh konvensi konvensi yang ada. Sumber: Pedoman Teknis Fasilitas Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, dalam Salinan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun di Pelabuhan, hal.9. Commented [DA4]: Oil means petroleum in any form including crude oil, fuel oil, sludge, oil refuse and refined products (other than those petrochemicals which are subject to the provisions of Annex II of the present Convention) and, without limiting the generality of the foregoing, includes the substances listed in appendix I to this Annex. Sumber: MARPOL 73/78 Annex I Regulation for the Prevention of Pollution by Oil, Chapter 1 Regulation 1 Definitions, paragraf 1, dalam MARPOL Consolidated Edition 2006, hal. 45. Commented [DA5]: Noxious liquid substance means any substance indicated in the Pollution Category column of Chapter 17 or 18 of the International Bulk Chemical Code or provisionally assessed under the provisions of regulation 6.3 as falling into category X, Y or Z. Sumber: MARPOL 73/78 Annex II Regulation for the Control of Pollution by Noxious Liquid Substances in Bulk, Chapter 1 Regulation 1 Definitions, paragraf 10, dalam MARPOL Consolidated Edition 2006, hal sampah Sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. 3.9 sampah organik sampah organik yang mudah membusuk terdiri dari bekas makanan, bekas sayuran, kulit buah lunak, daun-daunan dan rumput 2 dari 26

9 3.10 sampah anorganik sampah seperti kertas, kardus, kaca/gelas, plastik, besi dan logam lainnya 3.11 sampah spesifik Sampah yang karena sifat,konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus 3.12 tempat penampungan sementara Tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu tempat pengolahan sampah terpadu Tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah tempat pemrosesan akhir Tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. 4 Prinsip umum Fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kegiatan pelabuhan sebaiknya dibuat terpadu dengan Reception Facility yang merupakan fasilitas penampungan limbah dan sampah dari kapal. Pada prinsipnya standar ini mengacu pada peraturan yang telah berlaku terkait pengelolaan limbah di pelabuhan, khususnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan. 5 Fasilitas penampungan limbah cair bahan berbahaya dan beracun (B3) 5.1 Jenis limbah Jenis limbah yang dimaksud dalam standar ini adalah limbah cair bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan dari kegiatan pelabuhan. Sumber limbah ini di antaranya adalah (tapi tidak terbatas pada): 1. Operasional peralatan bongkar muat pelabuhan 2. Ceceran aktivitas pergudangan 3. Aktivitas industri di kawasan pelabuhan 5.2 Pengemasan/pewadahan limbah Persyaratan pra pengemasan 1. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya. Apabila ada keraguraguan dengan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya, maka terhadap limbah B3 tersebut harus dilakukan pengujian karakteristik di laboratorium 3 dari 26

10 yang telah mendapat persetujuan Bapedal dengan prosedur dan metode pengujian yang ditetapkan oleh Bapedal. 2. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing limbah B3 dapat dilakukan sekurangkurangnya satu kali. Apabila dalam perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah B3 yang dihasilkan, maka terhadap masing-masing limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan pengujian kembali terhadap karakteristiknya. 3. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan kecocokannya terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya Persyaratan umum kemasan Commented [DA6]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas dari pengkaratan serta kebocoran. 2. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya. 3. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya Prinsip pengemasan limbah Commented [DA7]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan bahan yang tidak saling cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama dalam satu kemasan; 2. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas atau terjadinya kenaikan tekanan. 3. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak (misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen) atau jika mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3. 4. Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. 5. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggung jawab pengelolaan limbah B3 fasilitas (penghasil, pengumpul atau pengolah) untuk memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan akibat korosi atau faktor lainnya. 6. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus dilaporkan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan limbah B Tata cara penampungan limbah dalam kemasan Commented [DA8]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Kemasan (drum, tong atau bak kontainer) yang digunakan harus: 4 dari 26

11 a. Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak; b. Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan; c. Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya; d. Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan (Gambar 1); Gambar 1 - Kemasan untuk penyimpanan limbah B3, a. kemasan drum penyimpan limbah B3 cair; b. kemasan drum untuk limbah B3 sludge atau padat. 2. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2 M3, 4 M3 atau 8 M3, 3. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama, atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki karakteristik yang sama, atau dengan limbah lain yang karakteristiknya saling cocok; 4. Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, serta agar lebih aman, limbah B3 dapat terlebih dahulu dikemas dalam kantong kemasan yang tahan terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas dalam kemasan dengan memenuhi butir 2) di atas; 5. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian limbah, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama penyimpanan. a. Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan untuk pengembangan volume dan pembentukan gas; b. Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan ruang kosong dalam kemasan; 5 dari 26

12 c. Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancang tahan akan kenaikan tekanan dari dalam dan dari luar kemasan. 6. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3 harus: a. ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai penandaan pada kemasan limbah B3; b. selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya; c. disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya. 7. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan ditempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurangkurangnya 1 (satu) minggu satu kali. a. apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1 diatas. b. apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. 8. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 dengan karakteristik: a. sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau b. saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya. Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai kemasan limbah B3 dengan memenuhi ketentuan butir 1) di atas. 9. Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus disimpan ditempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk menyimpan limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai dengan sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu dan disimpan dengan memasang label KOSONG sesuai dengan ketentuan penandaan kemasan Limbah B Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan kemasan yang tidak digunakan kembali sebagai kemasan limbah B3 harus diperlakukan sebagai limbah B Tata cara penampungan limbah dalam tangki Commented [DA9]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Sebelum melakukan pemasangan tangki penyimpan limbah B3, pemilik atau operator harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kepala Bapedal dengan melampirkan laporan hasil evaluasi terhadap rancang bangun dari sistem tangki yang akan dipasang untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Laporan tersebut sekurang-kurangnya meliputi: 6 dari 26

13 a. rancang bangun dan peralatan penunjang sistem tangki yang akan dipasang; b. karakteristik limbah B3 yang akan disimpan; c. jika sistem tangki dan atau peralatan penunjangnya terbuat dari logam dan kemungkinan dapat terkontak dengan air dan atau tanah, maka evaluasi harus mencakup pengukuran potensi korosi yang disebabkan oleh faktor lingkungan serta daya tahan bahan tangki terhadap faktor korosi tersebut; d. perhitungan umur operasional tangki; e. rencana penutupan sistem tangki setelah masa operasionalnya berakhir; f. jika tangki dirancang untuk dibangun di dalam tanah, maka harus dengan memperhitungkan dampak kegiatan di atasnya serta menerapkan rancang bangun atau kegiatan yang dapat melindungi sistem tangki terhadap potensi kerusakan. 2. Selama masa konstruksi berlangsung, maka pemilik/operator harus memastikan agar selama pemasangan tangki dan sistem penunjangnya telah diterapkan prosedur penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan selama tahap konstruksi. Pondasi, rangka penunjang, keliman, sambungan dan kontroltekanan (jika ada) dirancang memenuhi persyaratan keamanan lingkungan. Sistem tangki harus ditunjang kekuatan rangka yang memadai, terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah yang akan disimpan atau diolah, dan aman terhadap korosi sehingga tangki tidak mudah rusak. 3. Terhadap tangki penyimpanan limbah B3 yang telah terpasang dan atau telah dioperasikan sebelum keputusan ini ditetapkan, atau terhadap tangki penyimpan bahan yang menurut peraturan yang berlaku merupakan limbah B3, maka pemilik/operator diharuskan untuk mengajukan rekomendasi pengoperasian tangki dengan melampirkan laporan hasil evaluasi sesuai dengan butir 1) di atas. 4. Dalam pengoperasian tangki sebagai tempat pengemasan/pewadahan limbah B3, maka: a. tangki dan sistem penunjangnya harus terbuat dari bahan yang saling cocok dengan karakteristik dan jenis limbah B3 yang dikemas/disimpannya; b. limbah-limbah yang tidak saling cocok tidak ditempatkan secara bersama-sama di dalam tangki. Apabila tangki akan digunakan untuk menyimpan limbah yang tidak saling cocok dengan karakteristik limbah sebelumnya, maka tangki harus terlebih dahulu dicuci bersih; c. tidak digunakan untuk menyimpan limbah mudah menyala atau reaktif kecuali: 1) limbah tersebut telah diolah atau dicampur terlebih dahulu sebelum/segera setetah ditempatkan di dalam tangki, sehingga olahan atau campuran limbah yang terbentuk tidak lagi berkarakteristik mudah menyala atau reaktif; atau 2) limbah disimpan atau diolah dengan suatu cara sehingga tercegah dari kondisi atau bahan yang menyebabkan munculnya sifat mudah menyala atau reaktif. 7 dari 26

14 5. Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari ketentuan berikut: pelapisan (dibagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan atau tangki berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder tersebut harus: a. dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan akibat pengaruh tekanan; b. ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukungketahanan tangki terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan karena pengisian, tekanan atau uplift; c. dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24 jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder. d. penampungan sekunder, dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat cairan-cairan yang berasal dari kebocoran, ceceran atau presipitasi. 6. Pemilik atau operator harus melakukan pemeriksaan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali sehari selama sistem tangki dioperasikan. Pemeriksaan dilakukan terhadap: a. Peralatan pengendalian luapan/tumpahan; b. Mendeteksi korosi atau lepasnya limbah dari tangki; c. Pengumpulan data untuk memastikan bahwa sistem tangki berfungsi sesuai dengan rancang bangunnya; dan d. Bahan-bahan konstruksi dan areal seputar sistem tangki termasuk struktur pengumpul sekunder (misalnya tembok isolasi tumpahan) untuk mendeteksi pengikisan atau tanda-tanda terlepasnya limbah B3 (misalnya bintik lembab, kematian vegetasi); 7. Pemilik atau operator harus memeriksa sistem perlindungankatodik (jika ada), untuk memastikan bahwa peralatan tersebut bekerja sempurna. Pemeriksaan meliputi; a. fungsi sistem perlindungan katodik harus dilakukan dalam 6 (enam) bulan setelah pengoperasian awal, dan selanjutnya setiap tahun sekali; b. semua bagian yang dapat mempengaruhi sistem perlindungan (a) harus diperiksa sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali. 8. Pemilik atau operator harus menyimpan catatan hasil pemeriksaan kegiatan nomor 6 dan 7 tersebut. 9. Sistem tangki atau sistem pengumpul sekunder yang mengalami kebocoran atau gangguan yang menyebabkan limbah B3 yang disimpannya terlepas, maka pemilik atau operator harus segera melakukan: a. penghentian operasional sistem tangki dan mencegah aliran limbah. 8 dari 26

15 b. memindahkan limbah B3 dari sistem tangki atau sistem penampungan sekunder. c. mewadahi limbah yang terlepas ke lingkungan, mencegah terjadinya perpindahan tumpahan ke tanah atau air permukaan, serta mengangkat tumpahan yang terlanjur masuk ke tanah atau air permukaan. d. membuat catatan dan laporan mengenai kecelakaan dan penanggulangan yang telah dilakukan. 5.3 Penyimpanan limbah Penyimpanan kemasan limbah 1. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan (Gambar 2), sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani. Gambar 2 - Pola penyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak minimum antar blok 2. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya.lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya. 3. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak (Gambar 3). 9 dari 26

16 Gambar 3 - Penyimpanan kemasan limbah B3 dengan menggunakan rak 4. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter. 5. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain Penempatan tangki Commented [DA10]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/1995 Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki (Gambar 4) dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan yang menuju bak penampung. 2. Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110% dan kapasitas maksimum volume tangki. 3. Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain. 4. Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara langsung. 10 dari 26

17 Gambar 4 - Tempat penyimpanan limbah B3 cair dalam jumlah besar Persyaratan lokasi bangunan penyimpanan 1. Merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir; 2. Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter Persyaratan umum bangunan penyimpanan Commented [DA11]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Bangunan tempat penyimpan kemasan limbah B3 harus: a. memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan; b. terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung; c. dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai (Gambar 5) untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan; 11 dari 26

18 Gambar 5 - Sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan limbah B3 d. memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan denqan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan; e. dilengkapi dengan sistem penangkal petir; f. pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara yang berlaku. 2. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan. 3. Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 (satu) karakteristik limbah B3, maka ruang penyimpanan: a. harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok (Gambar 6). 12 dari 26

19 Gambar 6 - Tata ruang gudang penyimpanan limbah B3 b. antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya. c. setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai. d. sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan kapasitas maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan. 4. Sarana lain yang harus tersedia adalah: a. Peralatan dan sistem pemadam kebakaran; b. Pagar pengaman; c. Pembangkit listrik cadangan; d. Fasilitas pertolongan pertama; e. Peralatan komunikasi; f. Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan; g. Pintu darurat; h. Alarm Persyaratan bangunan penyimpanan limbah mudah terbakar Commented [DA12]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok pemisah tahan api, berupa: 13 dari 26

20 a. tembok beton bertulang, tebal minimum 15 cm; atau b. tembok bata merah, tebal minimum 23 cm; atau c. blok-blok (tidak berongga) tak bertulang, tebal minimum 30 cm. 2. Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api pada butir a. 3. Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum dengan bangunan lain adalah 20 meter. 4. Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api dianjurkan agar digunakan tiangtiang beton bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik. 5. Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala. Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga asap dan panas akan mudah keluar. 6. Penerangan, jika menggunakan lampu, harus menggunakan instalasi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik (explotion proof). 7. Faktor-faktor lain yang harus dipenuhi: a. sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran; b. persediaan air untuk pemadam api; c. hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran Persyaratan bangunan penyimpanan limbah mudah meledak Commented [DA13]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Konstruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat tahan ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan mengarah ke atas (tidak ke samping). 2. Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal. Desain bangunan sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruang gudang Persyaratan bangunan penyimpanan limbah reaktif, korosif dan beracun Commented [DA14]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna memudahkan pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat. 2. Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki Commented [DA15]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar bangunan tempat penyimpanan limbah B3; 2. Bangunan penyimpanan tangki merupakan konstruksi tanpa dinding yang memiliki atap pelindung dan memiliki lantai yang kedap air; 14 dari 26

21 3. Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya harus terlindung dari penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air hujan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 5.4 Pengumpulan limbah Commented [DA16]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Persyaratan lokasi 1. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya sekurangkurangnya 1 (satu) hektar; 2. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan; 3. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat yang diperkenankan adalah: a. 150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya; b. 300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll. c. 300 meter dari perairan seperti garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll. d. 300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung, kawasan suaka, dll Persyaratan umum Commented [DA17]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Fasilitas pengumpulan merupakan fasilitas khusus yang harus dilengkapi dengan berbagai sarana untuk penunjang dan tata ruang yang tepat sehingga kegiatan pengumpulan dapat berlangsung dengan baik dan aman bagi lingkungan (Gambar 7). 15 dari 26

22 Gambar 7 - Tata ruang fasilitas penyimpanan sementara limbah B3 2. Setiap bangunan pengumpulan limbah B3 dirancang khusus hanya untuk menyimpan 1 (satu) karakteristik limbah, dan dilengkapi dengan bak penampung tumpahan/ceceran limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pengangkatannya; 3. Fasilitas pengumpulan harus dilengkapi dengan: a. Peralatan dan sistem pemadam kebakaran; b. Pembangkit listrik cadangan; c. Fasilitas pertolongan pertama; d. Peralatan komunikasi; e. Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan; f. Pintu darurat dan alarm Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar Commented [DA18]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar sekurang-kurangnya berjarak 20 meter dari bangunan penyimpanan limbah karakteristik lain atau dari bangunanbangunan lain dalam fasilitas pengumpulan; 16 dari 26

23 2. Dinding bangunan terbuat dari tembok tahan api yang dapat berupa: a. tembok beton bertulang dengan tebal minimum 15 cm, atau b. tembok bata merah dengan tebal minimum 25 cm, atau c. blok-blok (padat) tak bertulang dengan tebal minimum 30 cm; 3. Rangka pendukung atap terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Atap tanpa plafon, terbuat dari bahan yang ringan dan mudah hancur jika terbakar, sehingga jika terjadi kebakaran dalam tempat pengumpulan, asap dan panas menjadi mudah untuk keluar; 4. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan. 5. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan; 6. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir ke arah menjauhi bangunan penyimpanan; 7. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 mudah terbakar, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah meledak Commented [DA19]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Bangunan penyimpanan harus memiliki lantai, dinding dan atap yang kuat terhadap ledakan. Konstruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari konstruksi atap sehingga jika terjadi ledakan yang kuat, maka ledakan akan mengarah ke atas (tidak ke samping); 2. Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan pengatur suhu dan atau desain bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga suhu dalam ruang pengumpulan tidak akan melampaui suhu aman/normal penyimpanan; 3. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan; 4. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan; 5. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur 17 dari 26

24 sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi bangunan penyimpanan; 6. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 mudah meledak, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 bersifat korosif atau reaktif atau beracun Commented [DA20]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Konstruksi dinding harus dibuat mudah untuk dilepas sehingga penanganan limbah dalam keadaan darurat lebih mudah untuk dilakukan; 2. Untuk bangunan pengumpulan limbah korosif dan reaktif, maka konstruksi bangunan (atap, lantai dan dinding) harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dan api/panas; 3. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan; 4. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimum 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan; 5. Lantai bangunan pengumpulan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan; 6. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) limbah B3 sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku Fasilitas tambahan Commented [DA21]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Laboratorium Laboratorium yang tersedia harus mampu: a. melakukan pengujian jenis dan karakteristik dari limbah B3 yang diterima, sehingga penanganan lebih lanjut seperti pencampuran, pengemasan ulang atau pengolahan awal (pre treatment) dapat dilakukan dengan tepat; b. melakukan pengujian kualitas terhadap timbulan dari kegiatan pengelolaan limbah yang dilakukan (misalnya cairan dari fasilitas pencucian atau dari kolam penampungan darurat) sehingga dapat penanganan sebelum dibuang ke lingkungan dapat ditetapkan. 2. Fasilitas pencucian a. Setiap pencucian peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan limbah B3 harus dilakukan di dalam fasilitas pencucian. Fasilitas tersebut harus dilengkapi bak penampung dengan kapasitas yang memadai dan harus kedap air; 18 dari 26

25 b. Sebelum dapat dibuang ke lingkungan, maka terhadap cairan dalam bak penampung tersebut harus dilakukan analisis laboratorium guna memperoleh kepastian pemenuhan terhadap baku mutu. Cairan dari bak penampung dapat dibuang ke lingkungan sepanjang beban maksimum tidak dilampauinya; c. Setiap kendaraan pengangkut yang akan meninggalkan lokasi pengumpulan harus dibersihkan/dicuci terlebih dahulu, terutama bagian-bagian yang diduga kuat terkontaminasi limbah B3 (misalnya bak kendaraan pengangkut, roda, dll). 3. Fasilitas untuk bongkar-muat a. Fasilitas bongkar-muat harus dirancang sehingga memudahkan kegiatan pemindahan limbah dari dan ke kendaraan pengangkut; b. Lantai untuk kegiatan bongkar-muat harus kuat dan kedap air serta dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampung untuk menjamin tidak ada tumpahan atau ceceran limbah B3 yang lepas ke lingkungan. 4. Kolam penampungan darurat a. Kolam penampungan darurat dimaksudkan untuk menampung cairan atau bahan yang terkontaminasi oleh limbah B3 dalam jumlah besar (misalnya cairan dari bekas pemakaian bahan pemadam kebakaran, dll); b. Kolam penampung darurat harus dirancang kedap air dan mampu menampung cairan/bahan yang terkontaminasi dalam jumlah memadai; 5. Peralatan penanganan tumpahan a. Pemilik atau operator harus memiliki dan mengoperasikan alat-alat atau bahanbahan yang digunakan untuk mengumpulkan dan membersihkan ceceran atau tumpahan limbah B3; b. Bekas alat atau bahan pembersih tersebut, jika tidak dapat digunakan kembali harus diperlakukan sebagai limbah B3. 6 Fasilitas penampungan sampah Commented [DA22]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/ Penanganan sampah Penanganan sampah meliputi kegiatan: a. Pemilahan; b. Pengumpulan; c. Pengangkutan; d. Pengolahan; dan e. Pemrosesan akhir sampah. 6.2 Pemilahan sampah Commented [DA23]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 14. Pemilahan dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas: a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun, seperti kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan 19 dari 26

26 obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik dan peralatan elektronik rumah tangga; b. Sampah yang mudah terurai, antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan/atau bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya dan/atau mikroorganisme, seperti sampah makanan dan serasah; c. Sampah yang dapat digunakan kembali, adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses pengolahan, seperti kertas kardus, botol minuman, kaleng; d. Sampah yang dapat didaur ulang, adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses pengolahan, seperti sisa kain, plastik, kertas, kaca; dan e. Sampah lainnya, yaitu residu. Sampah yang telah terpilah harus ditampung dalam sarana pewadahan berdasarkan jenis sampah. 6.3 Pewadahan sampah Commented [DA24]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Prinsip dasar Pemilihan sarana pewadahan sampah mempertimbangkan : a. Volume sampah; b. Jenis sampah; c. Penempatan; d. Jadwal pengumpulan; e. Jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan Pola pewadahan Commented [DA25]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Berdasarkan peruntukannya, pola pewadahan terbagi menjadi: a. Pewadahan Individual Diperuntukan bagi daerah permukiman tinggi dan daerah komersial. Bentuk yang dipakai tergantung setara dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya. b. Pewadahan Komunal Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan pasar. Bentuknya ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannnya adalah umum Persyaratan umum Commented [DA26]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Wadah sampah harus memenuhi syarat umum sebagai berikut: a. Kedap air dan udara; b. Mudah dibersihkan; c. Harga terjangkau; d. Ringan dan mudah diangkat; e. Bentuk dan warna estetis; f. Memiliki tutup supaya higienis; g. Mudah diperoleh; dan 20 dari 26

27 h. Volume pewadahan untuk sampah yang dapat digunakan ulang, untuk sampah yang dapat didaur ulang, dan untuk sampah lainnya minimal 3 hari serta 1 hari untuk sampah yang mudah terurai Persyaratan sarana pewadahan Commented [DA27]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Sarana pewadahan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Jumlah sarana harus sesuai dengan jenis pengelompokan sampah; b. Diberi label atau tanda; dan c. Dibedakan berdasarkan warna, bahan, dan bentuk Label dan warna wadah Label atau tanda dan warna wadah sampah dapat digunakan seperti pada tabel berikut ini: Commented [DA28]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Commented [DA29]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Tabel 1 Label dan warna wadah sampah menurut jenisnya No. Jenis sampah Contoh Label Warna 1 Sampah yang mengandung Lampu neon, film, Sampah Merah bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun baterai, kaset, disket, racun serangga. B3 2 Sampah yang mudah terurai Sisa makanan, tulang, duri, daun kering. Sampah Organik Hijau 3 Sampah yang dapat digunakan kembali Botol kaca atau plastik, kaleng makanan dan minuman. 4 Sampah yang dapat didaur ulang Kardus, karton makanan dan minuman, koran bekas, buku bekas. 5 Sampah lainnya Pembalut wanita, popok bayi, puntung rokok, permen karet. Sampah Guna Ulang Sampah Daur Ulang Residu Kuning Biru Abuabu Gambar contoh bahan dan bentuk wadah sampah dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 8 - Contoh bahan dan bentuk wadah sampah Commented [DA30]: Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R 21 dari 26

28 6.3.6 Karakteristik wadah sampah Karakteristik wadah sampah ditentukan menurut pola pewadahannya, seperti pada tabel berikut ini: Commented [DA31]: Sumber: SNI , Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. Tabel 2 Karakteristik wadah sampah menurut pola pewadahannya Pola Pewadahan No. Karakteristik Wadah Individual 1 Bentuk Kotak, silinder, kontainer, bin (tong) yang bertutup, kantong plastik 2 Sifat Ringan, mudah dipindahkan dan dikosongkan 3 Bahan Logam, plastik, fiberglass, kayu, bambu, rotan 4 Volume -Permukiman dan toko kecil: L -Kantor, toko besar, hotel, rumah makan: L Komunal Kotak, silinder, kontainer, bin (tong) yang bertutup Ringan, mudah dipindahkan dan dikosongkan Logam, plastik, fiberglass, kayu, bambu, rotan -Pinggir jalan dan taman: L -Permukiman dan pasar: L 5 Pengadaan Pribadi, instansi, pengelola Instansi, pengelola Kapasitas tipikal wadah sampah Kapasitas tipikal wadah sampah ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Commented [DA32]: Sumber: Disesuaikan dari SNI , Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. Tabel 3 Jenis, kapasitas, pelayanan dan umur kontainer sampah Jenis kontainer Kapasitas Pelayanan Umur kontainer Keterangan Kantong L 1 5 orang (2 3) hari Bin 40 L 1 5 orang (2 3) tahun Bin 120 L 6 15 orang (2 3) tahun Bin 240 L orang (2 3) tahun Kontainer 1000 L 400 orang (2 3) tahun Komunal Kontainer 500 L 200 orang (2 3) tahun Komunal Bin L Pejalan kaki, taman (2 3) tahun Perencanaan kebutuhan wadah sampah Kebutuhan data Dalam perencanaan pewadahan dibutuhkan data sebagai berikut: a. Peta penyebaran bangunan di pelabuhan b. Luas daerah yang dikelola c. Jumlah orang yang beraktivitas di pelabuhan d. Besaran timbulan sampah per hari e. Jumlah bangunan fasilitas umum f. Kondisi jalan (panjang, lebar, dan kondisi fisik) g. Kondisi topografi dan lingkungan h. Ketersediaan lahan untuk lokasi TPS dan daur ulang sampah skala lingkungan i. Karakteristik sampah Ukuran volume pewadahan ditentukan berdasarkan: 22 dari 26

29 a. Jumlah pelaku aktivitas pelabuhan b. Jenis aktivitas di pelabuhan c. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah d. Cara pengambilan sampah (manual atau mekanik) e. Sistem pelayanan (individual atau komunal) f. Wadah untuk sumber sampah besar boleh diletakkan di belakang bangunan dengan alasan estetika dan kesehatan, dengan syarat menjamin kemudahan diambil Perhitungan kebutuhan wadah sampah Commented [DA33]: Sumber: Disesuaikan dari Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Jumlah wadah sampah yang dibutuhkan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Jo Ts T Jw V Fp Keterangan: Jw adalah jumlah wadah sampah yang dibutuhkan Jo adalah jumlah orang yang beraktivitas di pelabuhan Ts adalah Timbulan sampah, 3 L/orang/hari T adalah Periode pengambilan/pengumpulan sampah dalam satuan hari V adalah volume wadah sampah yang digunakan Fp adalah faktor pemadatan alat, 1, Perencanaan penempatan wadah sampah Commented [DA34]: Sumber: Disesuaikan dari Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R a. Lokasi wadah harus diusahakan di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkutnya seperti di depan dan belakang pekarangan rumah, tepi trotoar jalan, dan sebagainya. b. Penempatan kontainer ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis perumahan, fasilitas pertokoan atau industri, ruang yang tersedia, akses untuk kegiatan pengumpulan/pengangkutan. c. Penempatan kontainer di daerah pertokoan dan industri ditetapkan berdasarkan ruang yang tersedia dan faktor kemudahan pengumpulan. d. Bilamana pelayanan pengumpulan bukan merupakan tanggung jawab pengelola bangunan, maka jenis kontainer dan lokasi penempatannya ditentukan bersama oleh pihak swasta yang menangani pengumpulan sampah dan pengelola bangunan. e. Penempatan kontainer individual: 1) Di halaman muka (tidak di luar pagar) 2) Di halaman belakang (untuk sumber sampah dari hotel dan restoran) f. Penempatan kontainer komunal: 1) Tidak mengambil lahan trotoar (kecuali kontainer pejalan kaki) 2) Tidak di pinggir jalan protokol 3) Sedekat mungkin dengan sumber sampah 4) Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya 5) Di tepi jalan besar, pada lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya Commented [DA35]: Sumber: Disesuaikan dari Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R 23 dari 26

30 6.4 Pengumpulan sampah Metode pengumpulan 1. Pada saat pengumpulan, sampah yang sudah terpilah tidak diperkenankan dicampur kembali. 2. Pengumpulan didasarkan atas jenis sampah yang dipilah dapat dilakukan melalui : a. Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan sumber sampah; b. Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah. 3. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut: a. Pengumpulan sampah dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali. b. Masing-masing jenis sampah dimasukan ke masing-masing bak di dalam alat pengumpul atau atur jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah. c. Sampah dipindahkan sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS 3R. 4. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebagai berikut : a. Pengumpulan sampah yang mudah terurai dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali lalu diangkut ke TPS atau TPS 3R. b. Pengumpulan sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3, sampah guna ulang, sampah daur ulang, dan sampai lainnya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas atau oleh pihak swasta Pola pengumpulan Commented [DA36]: Sumber: Disesuaikan dari Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Lampiran II Persyaratan Teknis Pengumpulan Sampah dan Penyediaan TPS dan/atau TPS 3R Diagram pola pengumpulan sampah seperti pada gambar berikut ini. 24 dari 26

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal : 5 September 1995 TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh : KEPALA BAPEDAL Nomor : 1 TAHUN 1995 Tanggal :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 Salinan BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN ( BAPEDAL ) KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3

PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3 PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3 Oleh: Aep Purnama Kabid Prasarana Jasa dan Non Institusi Asdep Pengelolaan LB3 dan Kontaminasi LB3 DEFINISI UU No. 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Limbah B3 Hasil observasi identifikasi mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa limbah B3 yang terdapat

Lebih terperinci

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Sumber pencemar di perkotaan Hazardous waste storage Acuan Permen LH no. 30/2009 tentang Tentang Tata Laksana

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH B3

PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH B3 PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH B3 Oleh : Iyan Suwargana Mekanisme Pengelolaan Limbah B3 CRADLE TO GRAVE PENGHASIL LIMBAH B3 (Generator) Identifikasi LB3 yg dihasilkan PENGELOLAAN LANJUTAN DIMANFAATKAN/DIOLAH/

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 Bidakara, 20 November 2014 Penyimpanan & Pengumpulan LB3 Kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-255/BAPEDAL/08/1996 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN MINYAK PELUMAS BEKAS KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemerintah No 18 tahun 1999).

BAB II LANDASAN TEORI. Pemerintah No 18 tahun 1999). BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Limbah a. Definisi Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dalam/ atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999). Limbah adalah bahan atau sisa buangan

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

Disampaikan Pada Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B September 2016

Disampaikan Pada Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B September 2016 PENYAMPAIAN RANCANGAN PERATURAN MENLHK TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH B3; DAN PENGEMASAN LIMBAH B3 DALAM RANGKA REVISI KEPUTUSAN KEPALA BAPEDAL NOMOR 01/BAPEDAL/09/1995 DAN PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI WILAYAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

Ketentuan gudang komoditi pertanian

Ketentuan gudang komoditi pertanian Standar Nasional Indonesia Ketentuan gudang komoditi pertanian ICS 03.080.99 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah dan definisi...1 3 Persyaratan

Lebih terperinci

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Direktorat Pengembangan PLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat APA YANG DISEBUT SANITASI?? Perpres 185/2014

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN SAMPAH, PERIZINAN USAHA PENGELOLAAN SAMPAH, DAN KOMPENSASI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pengukuran Emisi Pencemaran Udara PT. Arkananta Apta Pratista telah melakukan pengukuran sesuai perintah PT. Adimitra Baratama Nusantara untuk mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3

IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3 IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3 Disampaikan oleh: EUIS EKAWATI Kasubdit Prasarana dan Jasa Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Direktorat Jenderal Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 27/07/2010. Efek Limbah Batubara. Pencemaran Logam Berat (Pb, Cr, Ar) Pencemaran lindi limbah batubara

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 27/07/2010. Efek Limbah Batubara. Pencemaran Logam Berat (Pb, Cr, Ar) Pencemaran lindi limbah batubara DACHLIANA SARASWATI 3306.100.052 Dosen Pembimbing IDAA Warmadewanthi, ST, MT, PhD Latar Belakang Limbah PT. SRC Limbah Sisa dan Ceceran Lem Limbah Sisa dan Ceceran Tinta Limbah Batubara Wastewater Treatment

Lebih terperinci

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik Ducting Standard : 67. Duct harus diatur sehingga uap tidak berkondensasi dan mengendap di dasar duct. Dalam kebanyakan kasus sebaiknya saluran ventilasi diakhiri dengan : Setidaknya 3 meter di atas level

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan menghasilkan limbah B3 yang. berasal dari sumber spesifik dan sumber non spesifik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan menghasilkan limbah B3 yang. berasal dari sumber spesifik dan sumber non spesifik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Identifikasi Limbah B3 PT. Pertamina EP Region Jawa Field Cepu merupakan perusahaan di Indonesia yang mengeksplorasi minyak bumi yang terletak di Cepu, Jawa Tengah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS) LIMBAH B3 (STUDI KASUS : BENGKEL MAINTENANCE PT. VARIA USAHA)

PERANCANGAN TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS) LIMBAH B3 (STUDI KASUS : BENGKEL MAINTENANCE PT. VARIA USAHA) PERANCANGAN TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS) LIMBAH B3 (STUDI KASUS : BENGKEL MAINTENANCE PT. VARIA USAHA) Rizky Widya Pratiwi 1*, Adhi Setiawan 2, Ahmad Erlan Afiuddin 3 Program Studi Teknik Keselamatan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 48 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 48 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 48 TAHUN 2017 TENTANG TATA LAKSANA PERIZINAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Fasilitas dan peralatan di pelabuhan untuk pelayanan kapal pesiar tipe yacht

Fasilitas dan peralatan di pelabuhan untuk pelayanan kapal pesiar tipe yacht SNI XXXX:XXXX Standar Nasional Indonesia Fasilitas dan peralatan di pelabuhan untuk pelayanan kapal pesiar tipe yacht ICS XX.XXXX Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata... iii

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA MODUL #2 PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2015 PENGELOLAAN LINGKUNGAN 1. Pengelolaan air limbah 2. Pengelolaan

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA MODUL #2 PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2015 1. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR LIMBAH DASAR HUKUM 1.

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 1 Tahun TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA DAN/ ATAU PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 1 Tahun TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA DAN/ ATAU PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 1 Tahun 2011. TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA DAN/ ATAU PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK UNDANGUNDANG No. 1 Tahun 1970, Tentang Keselamatan Kerja UNDANGUNDANG No. 4 Tahun 2009, Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara PP No. 19 Tahun 1973, Tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 Pertambangan

Lebih terperinci

PENGGUDANGAN DAN PENYERAHAN

PENGGUDANGAN DAN PENYERAHAN STANDARD OPERATION PROSEDURE PENGGUDANGAN DAN PENYERAHAN Surabaya, 8 Februari 2003 Disyahkan SOEKARMANDAPA OENTOENG, BSc. Plant Manager Peringatan : Dilarang memperbanyak dan/atau menyalin sebagian atau

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tatacara ini meliputi ketentuan-ketentuan, cara pengerjaan bangunan utama

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK DIAGRAM ALIR PROSES I V II VI III VII IV I. Surat Permohonan Dari perusahaan (KTT/Direksi) ditujukan kepada KAPIT Ijin Baru Perihal : Permohonan Penunjukan

Lebih terperinci

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.333, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Bahan Berbahaya. Beracun. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617) PERATURAN

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ 3306 100 086 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

-14- TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

-14- TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN -14- LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban HOUSEKEEPING Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban Penerapan housekeeping yang baik dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman. Housekeeping

Lebih terperinci

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin. 1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN No LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060934 DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 Menurut 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Deskriptif Metode deskriptif kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data-data mengenai pengelolaan sistem pembuangan sampah pada Rusunawa. Data-data

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 KATA PENGANTAR Bertambahnya produksi sampah diberbagai kota dewasa ini tidak lepas dari perubahan pola hidup

Lebih terperinci

Gambar 2.1 organik dan anorganik

Gambar 2.1 organik dan anorganik BAB II SAMPAH DAN TEMPAT SAMPAH 2.1 Pembahasan 2.1.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SERTA PENGAWASAN PEMULIHAN AKIBAT PENCEMARAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN SAMPAH Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Menimbang Mengingat BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

MERAH KUNING KUNING UNGU COKLAT

MERAH KUNING KUNING UNGU COKLAT PENYIMPANAN LIMBAH B3 MEDIS Penyimpanan limbah B3 merupakan salah satu tahapan dalam pengelolaan limbah B3. Tata cara pelaksanaan dan ketentuan teknis mengenai bangunan penyimpanan limbah B3 terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA

BUPATI HULU SUNGAI UTARA BUPATI HULU SUNGAI UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang

Lebih terperinci