BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin lama akan semakin meningkat sejalan dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin lama akan semakin meningkat sejalan dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi listrik pada suatu Negara berkembang seperti Indonesia semakin lama akan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan yang dilakukan. Pada dasarnya sebagian besar energi listrik ini dipergunakan untuk istalasi penerangan pada rumah-rumah dan perkantoran, serta pabrik-pabrik industri ( instalasi tenaga ). Untuk mendistribusikan energi listrik ke konsumen maka diperlukan suatu jaringan tegangan menengah. Penyaluran energi listrik kepada konsumen melalui jaringan tegangan menengah kadangkala mengalami beberapa gangguan. Terdapat dua jenis gangguan yang akan mengakibatkan terputusnya aliaran listrik ke konsumen, yaitu gangguan yang bersifat sementarayang biasa terjadi pada saluran udara ( overhead line ) dan gangguan yang bersifat permanent yang biasanya terjadi pada saluran kabel tanah ( underground cable ). Gangguan sementara pada saluran udara seringkali disebabkan oleh adanya sambaran petir, hujan lebat, angin kencang, dan gangguan dahan atau ranting pepohonan. Sedangkan gangguan permanent lebih banyak disebabkan karena adanya kerusakan isolasi kabel tanah. 1

2 Walaupun demikian, penyaluran energi listrik kepada konsumen haruslah tetap selalu terjaga, baik kontinuitas maupun kualitasnya. Oleh sebab itu segala gangguan pelayanan energi listrik kepada konsumen sedapat mungkin dihindari atau diperkecil, sehingga kepuasan konsumen energi listrik dapat terjamin. Salah satu cara untuk mengatasi gangguan sementara agar terputusnya aliran listrik tidak terlalu lama adalah dengan memanfaatkan recloser pada jaringan tegangan menengah untuk penutupan kembali PMT secara otomatis pada saat hilangnya gangguan sementara tersebut. 1.2 Maksud Dan Tujuan Penulisan Tujuan utama dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membahas masalah yang sering terjadi pada jaringan tegangan menengah, baik gangguan sementara ( temporer ) maupun gangguan permanen dengan menggunakan recloser. Agar pemanfaatan recloser ini dapat dilakukan dengan baik, maka akan dibahas pula karakteristik dan cara kerja recloser yang akan dipergunakan, jenis dan penempatan recloser, serta koordinasi recloser dengan alat pengaman lainnya yang terdapat pada jaringan tegangan menengah. Sehingga tingkat mutu pelayanan terhadap konsumen dapat tercapai semaksimal mungkin. 2

3 1.3 Batasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini pembahasan masalah dibatasi pada gangguan recloser untuk mengatasi gangguan sementara pada saluran udara tegangan menengah dengan sistem radial saja, karena pada sistem ini dapat dengan mudah menentukan ujung dan pangkal saluran sehingga tidak terlalu sulit melakukan pengaturan koordinasi antara recloser di sisi sumber dengan pengaman lain di sisi beban. 1.4 Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pendekatan pemecahan masalah melalui : Studi Literatur ; dengan mempelajari buku-buku referensi, publikasi ilmiah yang berkaitan, serta tulisan-tulisan lainnya yang mendukung dan memuat teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Studi Lapangan ; dengan melakukan tinjauan langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi actual yang dapat membantu penulisan skripsi ini. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisi mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, maksud dan tujuan penulisan,metode penulisan laporan dan sistematika penulisan laporan. 3

4 BAB II SISTEM JARINGAN TEGANGAN MENENGAH Berisi mengenai kerangka pemikiran atau dasar teori dari penelitian serta dijelaskan pula teori-teori atau data teknis dari sistem jaringan tegangan menengah ( JMT ). BAB III SISTEM PENGAMAN DENGAN RECLOSER Berisi tentang teori dari recloser serta segala permasalahannya. BAB IV PENGGUNAAN RECLOSER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH Berisi pembahasan mengenai pemanfaatan recloser untuk mengatasi ganggun temporer pada jaringan tegangan menengah yang disertai pula dengan studi kasus pada gardu induk BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta saransaran sebagai sarana penyelesaian masalah. 4

5 BAB II SISTEM JARINGAN TEGANGAN MENENGAH ( JTM ) Gambaran Umum Sistem jaringan yang berkembang disuatu daerah merupakan kompromi antara alasan-alasan teknis di satu pihak dan ekonomis di lain pihak. Kedua ditekankan kepada kebutuhan penggunaan yang dipersyaratkan dengan memperhatikan batas-batas keandalan serta stabilitas dari kelangsungan pelayanan. Dari segi keandalan yang ingin dicapai ada 2 pilihan sistem jaringan : 1. Jaringan dengan satu sumber pengisian : Cara penyaluran ini merupakan yang paling sederhana, gangguan yang timbul akan mengakibatkan pemadaman. 2. Jaringan dengan beberapa sumber pengisian : Keandalan lebih tinggi, dilihat dari sega ekonomi investasinya lebih mahal karena menggunakan perlengkapan penyaluran yang lebih banyak, dan pemadaman akibat gangguan dapat ditiadakan atau setidaknya dapat dikurangi.

6 Standar lama sisem jaringan tegangan menengah (JTM) di Indonesia adalah 6,7,8 dan 12 KV. Secara bertahap kemudian dihilangkan dan dirubah menjadi 20 KV, yang secara umum menggunakan kawat udara atau kabel tanah. Bentuk Dasar Sistem Jaringan Tegangan Menengah Pada dasarnya hanya terdapat dua sistem jaringan, yaitu sistem radial dan sistem lingkaran. Sedangkan bentuk yang lain hanya merupakan pengembangan dari kedua sistem tersebut. Sistem Radial Pada sistem radial, tidak ada alternatif pencatuan/pensuplaian, oleh sebab itu tingkat keandalannya relatif rendah. Pengaturan tegangan dapat dilakukan dengan baik. Penggunaan sistem radial ganda adalah langkah dalam usaha meningkatkan keandalan jaringan, hal ini terutama bila rute dari sirkuit tersebut berlainan satu sama lain atau dapat juga satu sirkuit merupakan cadangan saja. GI GD Gambar 2.1 Bentuk Sederhana JTM Sistem Radial 2

7 Pada sistem ini terdapat dua macam bentuk dasar, yaitu : a. Bentuk bintang (star network) b. Bentuk percabangan (branch network) - Sirkuit Tunggal - Sirkuit Ganda - Sirkuit Triple GI Saluran Utama GH GD Gambar 2.2 Sistem Radial Bentuk Bintang GD GI (a) Gambar 2.3.a Sistem Radial Bentuk Percabangan Sirkit Tunggal 3

8 GI (b) Gambar 2.3.b Sistem Radial Bentuk Percabangan Sirkit Ganda GI (c) Gambar 2.3.c Sisteim Radial Bentuk Percabangan Sirkit Tripel Untuk mempertinggi tingkat keandalan (pada gambar 2.1) dapat dilakukan dengan membuat dua atau lebih penyulang yang mencatu beban-beban, dimana beban-beban tersebut disadap dari saluran ini, hal ini terlihat pada gambar 2.3. Bentuk yang paling umum dari sistem radial adalah seperti terlihat pada gambar 2.4, dimana sebuah penyulang mencatu sebuah gardu distribusi. Bila terjadi gangguan pada jaringan tegangan menengahnya, maka PMT yang ada di GI akan membuka, hal ini menyebabkan semua gardu distribusi akan mengalami 4

9 pemadaman. Pada penyaulang dipasang sejumlah peralatan pemisah seperti pelebur, sectionalizer, pemisah (PMS) atau Recloser. Pada gambar 2.5 diperlihatkan modifikasi tipe radial dari penyulang primer yang dilengakpi dengan saklarpemisah seksi yang berguna untuk mempercepat dalam mengatasi gangguan. Dengan demikian diharapkan peningkatan pelayanan kepada pelanggan dilakukan dengan dengan cara memasukan seksi-seksi yang tidak terganggu dari penyulang yang mengalami gangguan ke penyulang primer yang sehat yang letaknya berdekatan atau ke penyulang yang sehat lainnya. Sistem Lingkaran (Ring Network) Sistem ini memiliki 2 kemungkinan penyaluran, yaitu dari sumber pengisian yang berlainan. Jika terjadi gangguan, maka terputusnya penyaluran dari sumber pengisian tidak perlu mengakibatkan pemadaman, karena akan dilayani dari sumber pengisian yang lain (cadangan). Struktur dasarnya seperti terlihat pada gambar 2.6.a dan 2.6.b. Modifikasi dari bentuk tersebut, antara lain : - Struktur Bunga - Struktur Sarang Laba-Laba - Struktur Spindle - Struktur Mayang - Struktur Rantai 5

10 GD GD GD GD PMT GI Gambar 2.4 Bagan Jaringan Tegangan Menengah Sistim Radial 6

11 Daerah pelayanan penyulang 2 Pemisah antar Saklar seksi PMT Pemisah antar Daerah pelayanan penyulang 1 Gambar 2.5 Tipe Radial Penyulang Primer dengan Pemisah antar Penyulang dan saklar seksi 7

12 Pada struktur spindle ada penyulang cadangan khusus yang lebih dikenal dengan nama penyulang ekspres. Penyulang ekspres ini tidak mencatu gardugardu distribusi, tetapi merupakan penyulang penghubung antara gardu induk dan gardu hubung dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan pencatuan tenaga listrik pada pelanggan-pelanggan, bila terjadi suatu gangguan pada penyulang yang mencatu gardu-gardu distribusi. Jadi penyulang ekspres ini dalam keadaan normal merupakan kabel yang bertegangan sampai di gardu hubung (tanpa beban). Struktur mayang merupakan modifikasi dari struktur spindle. Struktur mayang terutama ditujukan untuk kepadatan beban yang perkembangannya cukup tinggi disepanjang jalan yang arealnya tidak melebar. Pada struktur mayang penyulang ekspresnya merupakan titik balik atau titik pemantulan dari penyulangpenyulang yang mencatu gardu-gardu distribusi, sedang pada struktur spindle gardu hubung-lah yang merupakan titik pemantulnya. GI GI Gambar 2.6.a Struktur Lingkaran yang Dicatu Dari 2 Sumber 8

13 GD GI GD JTR Gambar 2.6.b Struktur Lingkaran yang Dicatu dari 1 Sumber Sistem Anyaman ( Mesh/Grid ) Sistem anyaman merupakan jaringan yang strukturnya kompleks, dimana kelangsungan penyaluran dan kualitas pelayanan sangat diutamakan. Pada gambar 2.7.a diperlihatkan suatu struktur anyaman untuk jarring distribusi primer. Struktur anyaman ini umumnya dipakai pada jaringan tegangan rendah yang kepadatan bebannya cukup tinggi seperti terlihat pada gambar 2.7.b. Penerapan struktur anyaman ini pada jaringan tegangan rendah relatif jarang digunakan, karena perlengkapan peralatan hubungnya menjadi mahal (daya hubung singkatnya besar). 9

14 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Sistem lewat udara (overhead line) terdiri dari feeder-feeder distribusi radial yang terslur keluar dari gardu-gardu untuk melayani daerah-daerah sekelilingnya. Bagian dari feeder dekat gardu boleh berupa system bawah tanah untuk menghindari kepadatan saluran udara dan alas an kerapihan/keindahan. Biasanya merupakan bagian bawah dekat gardu, dimana presentasinya kecil dibandingkan dengan dengan panjang saluran. Sebagian dari feeder itu adalah diatas tanah, yang ditunjang oleh tiang-tiang disepanjang jalan. 10

15 GI PMT PMT GI PMT GI Gambar 2.7.a Struktur Anyaman Jaringan Distribusi Primer 11

16 Gambar 2.7.b. Struktur Anyaman Jaringan Distribusi Sekunder 12

17 Saluran udara tegangan menengah (SUTM) umumnya terdiri dari sebuah rangkaian tiga fasa, kawat utama, dan cabang-cabangnya. Rangkaian tiga fasa mencakup 3 penghantar primer yang terisolasi. Sistem yang diklasifikasikan sebagai grounded wye mempunyai 3 penghantar primer yang terisolasi dan 1 penghantar tanah yang melayani baik netral primer maupun netral sekunder. Grounded wye biasanya dipakai untuk distribusi bawah tanah. Tiap rangkaian distribusi primer terdiri dari sejumlajh trafo yang menurunkan tegangan primer ketingkat tegangan pemakaian, rangkaian sekunder kemudian membawa daya pada tegangan yang lebih rendah dari trafo ke pemakai. Kawat sekunder dipasang pada tiang dibawah kawat primer, kawat dari pemakai dihubungkan kekawat ini. Saluran Kabel Bawah Tanah Sistem bawah tanah mempunyai keunggulan ditinjau dari segi keindahan, namun mahal harganya. Dalam sejarahnya, sistem bawah tanah secara prinsipil diterapkan untuk daerah-daerah dengan tingkat kepadatan beban yang tinggi seperti dipusat-pusat kota besar. Sistem seperti ini menghendaki perencanaan dan peralatan dengan keandalan yang sangat tinggi dan keluwesan untuk dapat dikembangkan tanpa perubahan besar-besaran. Biaya untuk sistem ini adalah tinggi dan tidak ekonomis untuk daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan beban yang rendah. 13

18 Penggunaan Saluran Udara Dan Saluran Bawah Tanah Pertimbangan untuk memilih salah satu atau kedua-duanya didalam system tentu didasarkan kepada criteria perencanaan, seperti misalnya : unsur kepadatan beban, pengambangan sistem, lingkungan, pembiayaan dan sebagainya. Pada kawasan perkotaan dimana diperlukan pengaman dalam pengoperasian, tentu penggunaan saluran udara kurang memenuhi syarat, meskipun biaya penyaluran murah. Sebaliknya didaerah pedesaan yang sangat luas dan tersebar, penggunaan kabel tanah tentu sangat berlebihan dari segi investasi, disamping juga akan ditemui kesulitan-kesulitan inspeksi Garis besar perbedaan antara ke 2 macam jaringan diperlihatkan pada tabel Table 2.1. perbandingan antara saluran udara dan saluran bawah tanah NO PERMASALAHAN SALURAN UDARA SALURAN BAWAH TANAH 1 Biaya Penyaluran murah Lebih mahal 2 Perluasan Cepat, murah Lebih sulit 3 Pemeliharaan Mudah, tetapi harus lebih sering diinpeksi Kabelnya praktis tidak perlu diperiksa 4 Pengoperasian mudah Lebih sulit 5 Gangguan Lebih banyak sedikit 6 Pengaruh lingkungan besar kecil 14

19 7 Keamanan terhadap lingkungan rawan aman 8 Keindahan kurang baik Gangguan-gangguan Pada Sistem Jaringan Tegangan Menengah Keandalan suatu jaringan tegangan menengah dapat dilihat dari jumlah gangguan yang terjadi dalam waktu pelayanannya. Semakin besar jumlah gangguan yang terjadi, keandalan dari jaringan tersebut dikatakan semakin rendah. Gangguan dalam pelayanan dapat diartikan terputusnya aliran listrik pada suatu jaringan tegangan menengah, berapa lama waktu gangguan dalam pelayanan, serta jumlah konsumen pemakai tenaga listrik yang terganggu pelayanannya. Ada 2 macam sifat gangguan pada saluran udara, yaitu : - Gangguan yang bersifat permanen adalah suatu gangguan yang tidak dapat hilang dengan sendirinya, biasanya diakibatkan oleh rusaknya saluran dan peralatan instalasi, atau juga akibat gangguan sementara yang berkembang menjadi gsngguan permanent. Untuk membebaskannya diperlukan tindakan perbaikan dan/atau menyingkirkan penyebab gangguan tersebut. - Gangguan bersifat sementara adalah suatu gangguan yang relatif singkat, biasanya terjadi akibat sambaran petir, hujan, angina, atau gesekan- 15

20 gesekan pohon-pohon didekat jaringan. Gangguan sementara terjadi relatif singkat, padam sesaat, dan akan normal kembali setelah penyebab gangguan hilang dengan sendirinya, atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber tegangannya. Gangguan yang bersifat temporer jika tidak dapat hilang dengan segera, baik hilang dengan sendirinya maupun karena bekerjanya alat pengaman (recloser/pbo), dapat berubah menjadi gangguan yang bersifat permanen dan menyebabkan pemutusan tetap. Jumlah gangguan pada saluran udara jauh lebih banyak daripada saluran bawah tanah. 70 s/d 95 persen dari seluruh gangguan yang mengenai saluran udara tegangan menengah adalah bersifat temporer. Oleh sebab itu perlu lebih banyak perhatian ditujukan untuk mengatasi gangguan tersebut yang salah diantaranya dengan menggunakan recloser. Bila gangguan pada jaringan tegangan menengah dapat ditiadakan dalam waktu yang singkat, maka kemungkinan kerusakan pada saluran dan peralatan dapat diperkecil ; seringkali saluran dapat dipakai kembali tanpa menimbulkan bahaya apapun. Oleh karena itu apabila PMT yang terbuka sewaktu terjadi gangguan dapat ditutup kembali secara otomatis dalam waktu tertentu, maka keandalan dan stabilitas sistem dapat dipertahankan. Penggunaan alat Recloser di sini bukanlah berfungsi sebagai alat pengaman langsung dalam arti untuk melindungi jaringan tegangan menengah 16

21 dari gangguan yang terjadi. Tetapi tugas utama recloser adalah menutup kembali PMT yang terbuka akibat gangguan, dalam waktu yang sangat singkat sehingga kelangsungan aliran tenaga listrik dapat dipertahankan. Untuk memperoleh keandalan yang tinggi pada sistem jaringan tegangan menengah, maka pemakaian Recloser pada saluran udara harus dikoordinasikan sebaik mungkin dengan alat-alat pengaman lain yang terdapat pada saluran. Koordinasi yang kurang baik hanya akan mengakibatkan keandalan saluran semakin berkurang serta dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat pada saluran. 17

22 BAB III SISTEM PENGAMAN DENGAN RECLOSER Gambaran Umum Secara umum, recloser terdiri dari Recloser tegangan menengah, dimana kontinuitas dari suplai merupakan prinsip utama, dan Recloser tegangan tinggi, dimana fungsi utamanya adalah untuk stabilitas dan sinkronisasi. Tujuan utama penggunaan Recloser adalah untuk mengatasi gangguan temporer yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah. Sedangkan pemakaian Recloser tidak dapat dilakukan pada kabel tanah karena ketidak tahanannya terhadap hubung singkat yang terjadi. Konstruksi Recloser Secara fisik, Recloser adalah semacam PMT, yang mempunyai kemampuan sebagai pemutus arus gangguan hubung singkat, yang diperlengkapi dengan alat pengindera arus gangguan, dan peralatan pengaturan kerja membuka dan menutup rangkaian secara otomatis sesuai waktu urutan kerja yang telah ditentukan, dan membuka terkunci bila menghadapi gangguan permanent pada rangkaian langsung sudah Recloser.

23 Jadi Recloser harus peka terhadap arus lebih dan bila hal ini terjadi, maka Recloser akan memutus arus yang mengalir selang beberapa saat, kemudian secara otomatis Recloser akan menutup kembali rangkaian (biasanya dengan operasi menutup 3 atau 4 kali). Recloser. Tipe Recloser yang sering dipergunakan adalah Tipe Pole Mounted Untuk konstruksi dari tipe ini dapat terlihat pada gambar 3.1 dibawah ini : Gambar 3.1 Pole Mounted Recloser 2

24 Klasifikasi Recloser Menurut jumlah phasanya a. Recloser phasa tunggal Biasanya dipasang pada masing-masing phasa pada sistem jaringan 3 phasa. Jika terjadi gangguan 1 phasa ke tanah maka hanya Recloser pada phasa yang terganggu saja yang bekerja. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa penutupan harus dilakukan secepat mungkin sesudah isolasinya kembali kepada keadaan semula seperti pada waktu sebelum terjadi gangguan. b. Recloser phasa tiga Dipakai apabila ketiga phasa harus terkunci (lockout) untuk setiap gangguan permanent, misalnya untuk melindungi motor-motor 3 phasa yang bekerja hanya dengan 1 phasa. Penutupan disini dilakukan hanya sesudah pembukaan 3 phasa tanpa memperhatikan phasa mana yang terganggu. Menurut Peralatan Pengaturnya a. Recloser pengaturan hidrolis Bentuk pengaturan hidrolis sebagaimana bagian integral dari Recloser adalah digunakan dalam Recloser ohasa tunggal dan phasa tiga. Tipe dari pengaturan ini mendeteksi adanya arus lebih atau arus gangguan melalui kumparan kerja (trip coil) yang dihubungkan seri dengan line. Bila arus yang 3

25 mengalir melewati kump0aran kerja yang seri ini melebihi arus kerja minimum pengenalnya, plungernya akan tertarik kebawah yang disebabkan karena bekerjanya kumparan sehingga membuka kontak-kontak dari Recloser. Waktu dan urutan kerjanya diatur oleh pemompaan minyak melalui ruang hidrolis yang terpisah. Pada Recloser phasa tunggal rating lebih kecil atau sama dengan 280 A dan Recloser phasa tiga rating lebih kecil atau sama dengan 200 A, kontak kontaknya ditutup oleh beban pegas melalui gerakan dari plunger kumparan kerja selama operasi menghilangkan arus gangguan. Pada Recloser phasa tunggal 560 A, kekuatan untuk menutup diperlengkapi dengan energi solenoid penutup (closing solenoid energized) tersendiri dari line tenaga pada sisi sumber dari Recloser. Recloser dengan pengaturan hidrolis untuk phasa tunggaln dan phasa tiga dapat dilihat pada gambar 3.2 dan gambar

26 Gambar 3.2 Recloser Phase Tunggal Jenis Pengaturan Hidrolis/Elektronis 5

27 Gambar 3.3 Recloser phasa 3 jenis pengaturan hidrolis/elektronis 6

28 b. Recloser pengaturan elektronis Recloser dengan pengaturan elektronis lebih luwes, mudah diatur dalam hal membuka atau menutup kontak-kontak, mudah diperagakan urutan kerjanya dan lebih akurat dibandingkan dengan Recloser pengaturan hidrolis. Alat pengaturan elektronik mempunyai kontak sendiri (kabinet) yang terpisah dari Reclosernya. Pada pengturan elektronik ini, karakteristik waktu arus dapat dengan mudah diubah dengan mengubah tingkat arus kerja kumparan serinya dan urutan kerja recloser tanpa harus melepas Recloser dari rangkaiannya atau mengeluarkan dari tangkinya. Operasi dari Recloser pengaturan elektronis digambarkan pada gambar 3.4. Recloser CT Detektor Gangguan Phasa Pengatur Tripping Trip Relai Urutan Kerja Penutupan Kembali Detektor Gangguan Tanah Pengatur Tripping Reset Gambar 3.4 Blok Diagram Recloser Pengaturan Elektronis 7

29 Urutan kerja : Arus yang mengalir pada hantaran dideteksi oleh transformator yang ditempatkan dalam Recloser. Selanjutnya arus sekunder dari transformator arus ini dialirkan kesuatu detector gangguan phasa dan detector gangguan tanah. Apabila terjadi gangguan pada saluran sehingga arus melebihi tingkatan tertentu yang sesuai sengan arus trip minimum yang dikehendaki, maka rangkaian pengatur tripping akan bekerja. Setelah melalui perlambatan waktu yang sesuai dengan yang diinginkan (sesuai dengan karakteristik waktu-arus penyetelan) rangkaian tripping akan memberikan isyarat berupa sinyal trip pada Recloser. Sementara itu relay urutan kerja akan diseret kembali pada posisi siap untuk mengatur penutupan kembali berikutnya. Jika gangguan ternyata belum hilang setelah diadakan penutupan kembali, maka rangkaian pengatur tripping akan bekerja kembali. Demikianlah selanjutnya jika gangguan ternyata permanent, sementara setelah dilakukan beberapa penutupan kembali, maka kontak Recloser akan terus terbuka (lock out). Cara kerja Recloser Urutan atau cara kerja yang lebih terperinci dari Recloser dapat dijelaskan berdasarkan gambar 3.5 8

30 GI CT Kontak utama F C S S1 R pegas S3 A S E G D B H Gambar 3.5 Bagan sederhana dari rangkaian kerja recloser Keterangan : A = Relai pengatur tripping B = Relai urutan kerja C = Relai penutupan kembali D = Relai untuk posisi awal E = Roda gigi untuk mengatur serial penutupan F = Gangguan pada saluran G = Tuas penahan roda gigi H = Tuas pendorong/penggerak kontak utama J = Detektor gangguan phasa/gangguan tanah 9

31 Jika terjadi gangguan pada line di F, maka arus gangguan dideteksi oleh detector gangguan tanah atau detector gangguan phasa, selanjutnya arus mengalir kekumparan relai A sehingga relai A bekerja. Dengan bekerjanya relai A dalam waktu yang singkat (instantaneous time), maka setelah selang waktu tertentu (sesuai penyetelan karakteristik waktu-arus) relai B akan bekerja untuk membuka kontak utama Recloser melalui perantara tuas H. bersamaan dengan bekerjanya relai B, kumparan kerja relai C akan bekerja menutup kembali kontak utama Recloser sehingga line dapat menyalurkan tenaga listrik kembali. Apabila ternyata gangguan masih belum hilang setelah tertutupnya kontak utama, maka proses kerja seperti diatas akan terusberulang sampai kontak utama berada pada posisi terbuka terus (lock out). Serial penutupan kembali dapat diatur melalui penyetelan pada roda gigi E. dimana pada saat relai A bekerja, roda gigi E berputar berlawanan arah dengan putaran jarum jam. Misalkan serial penutupan kembali dipilih pada operasi 1 kali cepat dan 3 kali lambat, setelah terjadi 1 kali penutupan cepat maka dengan digerakkan oleh relai A, roda gigi E akan mendorong kontak S1 pada posisi tertutup. Tertutupnya kontak S1 mengakibatkan besar arus yang mengalir pada kumparan kerja relai B berkurang, dimana hal ini akan memperlambat waktu kerja relai B. apabila gangguan berlum dapat dihilangkan, akan terjadi 3 kali penutupan yang waktunya lebih lama daripada 1 kali penutupan yang sebelumnya. Operasi penutupan yang terakhir akan menyebabkan roda gigi E bekerja mendorong 10

32 kontak S2 pada posisi terbuka. Terbukanya kontak S2 mengakibatkan relai B tidak bekerja menutup kontak utama karena sumber tenaga penggeraknya terputus. Pada saat relai B bekerja untuk operasi yang terakhir, relai C akan terlepas pula dari sumber tenaga penggeraknya sehingga kontak utama tidak dapat tertutup kembali yang menyebabkan Recloser berada pada keadaan terus terbuka. Relai D berfungsi untuk menggerakkan tuas G agar terlepas dari roda gigi E, sehingga roda gigi E berputar searah putaran jarum jam (akibat adanya pegas penahan), sampai penutup kembali siap pada posisi seperti sebelum adanya gangguan. Hal ini perlu dilakukan pada gangguan yang sifatnya dimana Recloser bekerja tidak sampai pada posisi tetbuka, sehingga Recloser siap untuk melakukan operasi penutupan berikutnya apabila terjadi gangguan lagi pada saluran. Waktu kerja relai D harus sedikit lebih lama daripada jumlah waktu kerja penutup kembali dari saat kontak utama pertama kali terbuka dengan posisi terus terbuka. Bersamaan dengan bekerjanya relai D, maka kontak S3 akan terbuka kembali (posisi 0) demikian juga relai B kembali pada posisi awal (posisi 0). Selang waktu penutupan kembali (Interval Reclosing) Pada dasarnya serial penutupa kembali mempunyai dua macam operasi penutupan, yaitu : Penutupan cepat (0,5 s/d 2 detik) 11

33 Penutupan lambat (5 s/d 15 detik) Waktu diantara 2 penutupan disebut selang waktu penutupan (Reclosing Interval). Ada dua macam operasi penutupan, yaitu : Selang waktu singkat (sampai dengan 2 detik) Selang waktu panjang (5 s/d 45 detik) Pada Recloser pengaturan hidrolis phasa tunggal dan phasa tiga (tipe 3H, 6H dan V6H) selang waktu penutupan kembali ilai nya tetap untuk setiap Recloser. Sebagai contoh, dapat diperlihatkan nilai selang waktu dari Recloser pengaturan hidrolis pada table 3.1. Tabel 3.1 Nilai Selang Waktu Dari Recloser Hidrolis NO TIPE RECLOSER SELANG WAKTU PENUTUPAN (detik) 1 H dan 3 H 1 2 4H, V4H, 6H, V6H 1,5 3 L 1,5 4 D dan DV 2 5 E dan 4E 1,5 Untuk Recloser pengaturan hidrolis phasa tiga yang besar missal untuk tipe RW, maka selang waktu penutupan staandartnya adalah 2 detik. Pada 12

34 Recloser pengaturan elektronis, selang waktu penutupan yang lebih lama dapat deprogram dalam rangkaian pengaturannya. Fungsi daripada selang waktu penutupan : a. Selang waktu penutupan = 2 detik adalah untuk menghilangkan gangguan sementara. Bila dipakai pada operasi cepat, maka selang waktu penutupan sebesar 2 detik ini memberikan waktu untuk pendinginan yang cukup bagi fuse/sikring sisi beban. b. Selang waktu penutupan > 2 detik Selang waktu penutupan ini akan meninggalkan kesempatan bagi beban seperti motor-motor untuk lepas dari jaringan. c. Selang waktu penutupan = 5 detik Dipakai untuk selang waktu penutupan operasi lambat pada Recloser di GI untuk pendinginan sikring sisi tegangan tinggi. d. Selang waktu penutupan yang lebih lama = 10 s/d 15 detik Dipergunakan bila pengaman pada sisi sumber adalah PMT yang dilengkapi dengan relai.waktu ini dipergunakan untuk kembalinya piringan relai keposisinya semula setelah terjadinya suatu operasi pada PMT tersebut. 13

35 Untuk Recloser yang di pasang ditengah saluran dengan pengaman sisi sumbernya juga Recloser. Maka selang waktu penutupan yang digunakan adalah dengan urutan : 2 detik, 2 detik, 2 detik. seperti : Recloser dapat disetel dengan sejumlah urutan kerja yang berbeda-beda, 2 kali operasi cepat 2 kali operasi lambat 1 kali operasi cepat 3 kali operasi lambat kali operasi cepat 1 kali operasi lambat kali operasi lambat Pemilihan beberapa kali operasi cepat dan lambat tergantung pada koordinasi dengan alat pengaman lainnya. Salah satu contoh kerja buka tutup dari recloser bila ada gangguan dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut ini : Kerja Cepat (Kontak-kontak Tertutup) Kerja Tunda Waktu (Kontak-kontak Tertutup) Arus Gangguan Arus Beban (Kontak-kontak Terbuka) Penutup Balik Terkunci (Kontak-kontak Tertutup) Gangguan Dimulai Waktu Interval Penutupan Balik (Kontak-kontak Terbuka) 14

36 Gambar 3.6 Urutan Kerja Recloser yang Khas Urutan kerja ada 2 kali buka cepat dan 2 kali buka lambat ( 2A 2B ). Selain itu dapat pula disetel 1A, 3B, dan 4B. Fungsi buka cepat adalah untuk menghilangkan gangguan sementara, sedangkan buka lambat untuk koordinasi dengan alat pengaman lainnya ( pelebur, recloser, dsb ). Karakteristik operasi cepat dan lambat atau karakteristik waktu arus dari recloser, merupakan fungsi dari arus pengenalnya seperti terlihat pada gambar 3.7. Pada gambar 3.7 terdapat 3 kurva karakteristik waktu arus untuk buka cepat (lengukung A) dan buka lambat (lengkung B dan C), dimana kurva C waktu tundanya lebih lama dari kurva B. 15

37 Gambar 3.7 Lengkung-lengkung ABC yang khas untuk recloser fasa tunggal 16

38 Fungsi buka cepat adalah untuk menghilangkan gangguan temporer ( buka cepat pertama menghilangkan ± 80 % dan kedua ± 10 % dari gangguan temporer ), sedangkan buka lambat untuk koordinasi dengan alat pengaman lebur dan recloser kedua. Jadi recloser mempunyai 2 karakteristik waktu arus, cepat dan lambat. Ini berarti secara otomatis kerjanya berpindah dari kurva operasi cepat ke kurva operasi lambat setelah berlangsungnya beberapa kali operasi cepat (sesuai kebutuhan). Kurva waktu arus dengan waktu tunda ( diperlambat ) dapat dipilih kurva B atau kurva C. kurva-kurva ini dibuat berdasarkan waktu pemutusan rataratanya, dengan toleransi 10 %. Toleransi ini dapat pula pada waktu ataupun arusnya, tergantung yang mana yang akan memberikan variasi terbesar dari nilai rata-ratanya. Urutan kerja recloser ini dapat diatur sesuai dengan macam urutan kerja yang telah disebutkan sebelumnya, misalnya membuka 2 kali, 3 kali, 4 kali sebelum terkunci terbuka ( lockout ). Bias juga sekali bekerja langsung terkunci terbuka, bila recloser tidak dilengkapi dengan peralatan penutup otomatis. 17

39 Kontak menutup 1000 A 0,04 dt Awal gangguan 50 A 0,14 1,5 dt 1,5 dt dt 1,5 dt 0,14 dt Terkunci terbuka Kontak membuka Interval waktu penutupan (kontak-kontak membuka) Gambar 3.8. Siklus Operasi Recloser Setelah setiap opersi menutup langsung, kontak-kontak. Recloser terbuka selama kurang lebih 1,5 detik, ini disebut selang waktu penutupan, dimana kontak-kontak dari recloser terbuka. Pada gambar 3.10 terlihat secara diagram urutan kerja membuka dan menutup dari recloser tersebut. Karakteristik operasi cepat dan lambat dari recloser, merupakan fungsi dari arus pengenalnya. Besar arus kerja minimum dari kumparan kerja, untuk operasi cepat biasanya disetel 2 kali ( 200 % ) dari arus pengenal recloser dan ini berlaku untuk setiap arus pengenal (current rating ) dari reclosernya. Recloser harus mampu memutus arus asimetri yang ada hubungannya denagan arus simetri. Arus simetri pengenal dapat ditentukan dengan mengalihkan besar arus simetrinya 18

40 denagn suatu factor, dimana factor tersebut adalah perbandingan X/R dari sirkitnya. Factor asimetri ( X/R ) dapat dilihat pada table 3.2 untuk penyulang distribusi umumnya angka ini lebih dari 5, sehingga factor asimetrinya ialah 1,25. Table 3.2 Faktor asimetri sebagai fungsi dari perbandingan X/R X/R FAKTOR ASIMETRI 1,06 1,20 1,39 1,44 1,48 1,51 1,60 Karakteristik Waktu Arus Dalam penyaluran, relai erat hubungannya dengan pengaturan operasi trip suatu recloser. Pada umumnya, peralatan deteksi gangguan ( fault sensing device ) pada suatu penutup kembali adalah jenis relai arus lebih. Jenis karakteristik waktu arus suatu relai terlihat pada gambar 3.9. Karakteristik tersebut adalah sifat dari 19

41 beberapa relai, sedang pemilihan karakteristiknya disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini mempermudah dalam koordinasi system, sehingga apabila terjadi gangguan, relai-relai tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa macam karakteristik relai dapat diperoleh dengan mengatur pemilih waktu ( timing selector ). Jadi kerja trip dari recloser dapat diatur dari operasi waktu seketika ( instantaneous time ), samapai ke operasi waktu berlawanan ( inverse time ) bahkan waktu amat berlawanan ( extremely inverse time ). t (detik) defenite time Inverse time Instantaneous time I (A) Gambar 3.9 Karakteristik Waktu-Arus Relai Arus Lebih 20

42 BAB IV PENGGUNAAN RECLOSER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH Penggunaan Recloser Penggunaan recloser adalah sebagai peralatan pelepasan dan pemasukan kembali PMT secara otomatis. Recloser biasanya di8gunakan pada jaringan tegangan menengah yang menggunakan system radial. Penggunaan Secara Umum Penempatan recloser secara umum biasanya pada : a. Gardu Induk, misalnya pada peralatan proteksi saluran primer. b. Line dengan jarak tertentu dari gardu induk sampai sejauh saluran pemisah otomatis ( sectionalizer ), sehingga recloser disamping sebagai pengaman gangguan temporer, juga untuk membatasi luas daerah yang padam karena adanya gangguan. c. Cabang-cabang penting dari saluran-saluran utama dengan tujuan untuk mengamankan saluran utama dari pemutusan dan pemadaman yang disebabkan oleh gangguan pada cabang-cabang.

43 Kriteria Penggunaan Recloser Untuk penggunaan rangkaian recloser otomatis, harus dipertimbangkan enam kriteria, yaitu : 1. Tegangan system 2. Arus gangguan maksimum pada peletakan recloser 3. Arus beban maksimum 4. Daerah arus gangguan minimum yang dapat diproteksi oleh recloser 5. Koordinasi dengan peralatan proteksi lain pada sisi sumber dan sisi beban dari recloser 6. Kepekaan terhadap gangguan tanah Tegangan system recloser harus memenuhi suatu standar tegangan yang sama atau lebih besar daripada tegangan system. Sedangkan arus gangguan maksimum akan diketahui atau dapat dihitung. Standar pemutusan recloser harus sama atau lebih besar daripada arus gangguan maksimum yang terjadi. Besar arus gangguan maksimum yang terjadi pada akhir dari line seksi harus diperhatikan agar supaya recloser peka terhadap gangguan yang terjadi. Koordinasi dengan alat proteksi lain ( sisi sumber dan beban ) menjadi penting setelah empat kriteria utama diketahui. Pemilihan penundaan waktu dan rangkaian yang tepat dan benar adalah penting untuk menjamin bahwa pemutusan sesaat atau lama yang disebabkan oleh gangguan-gangguan dibatasi sehingga line seksi menjadi kecil terhadap system secara keseluruhan. Karakteristik waktu arus 66

44 dan operasi rangkaian dari recloser dipilih untuk koordinasi dengan peralatanperalatan di sisi sumber. Setelah ukuran recloser dan rangkaian ditentukan, dilakukan pemilihan perlengkapan proteksi line. Selain itu pula perlu dilakukan penentuan tempat pemasangan recloser kedua dan ketiga untuk membatasi luas daerah yang padam karena gangguan. Koordinasi Recloser Koordinasi yang pada pokoknya adalah memilih alat pengaman dan menetapkan stelan waktu guna menentukan daerah pengaman terhadap gangguan sementara dan mengkoordinasi alat-alat pengaman. Untuk itu secara umum dalam perencanaan harus dipersiapkan data-data sebagai berikut. a. Peta jaringan dengan skala b. Penentuan tempat-tempat yang telah dipasang alat pengaman c. Kurva karakteristik waktu arus dari alat-alat pengaman d. Arus beban ( keadaan normal dan darurat ) e. Arus gangguan pada setiap titik dimana alaty pengaman tersebut ditempatkan. Data-data tersebut diambil dari bebrapa sumber, misalnya kurva waktu arus dapat diperoleh dari pabrik, nilai-nilai arus beban dan gangguan biasanya didapat dari komputer melalui studi aliran beban dan gangguan. 67

45 Ada beberapa faktor tambahan yang perlu dipertimbangkan dalam koordinasi alat pengaman ( pelebur, recloser dan relai ), mengingat bahwa faktorfaktor ini mempunyai efek tertentu terhadap selektivitas pada kondisi yang tidak menguntungkan, yaitu : a. Perbedaan kurva waktu arus dan toleransi yang diperkenankan oleh pabrik pembuat b. Kondisi peralatan sebelum pembebanan c. Suhu sekitar d. Efek dari siklis menutup kembali Koordinasi Recloser dengan Recloser Koordinasi antara recloser diperlukan bila situasi dalam suatu jaringan distribusi telah dipasang : a. Dua buah recloser phasa tiga b. Dua buah recloser phasa tunggal, dan c. Dan recloser phasa tiga di GI dan recloser phasa tunggal pada penyulang cabang Koordinasi antara recloser-recloser tersebut dapat diberikan contoh sebagai berikut ; Recloser kedua pada sisi hilir dipasang, bila recloser pertama tidak lagi dapat menjangkau ujung terhilir jaringan dan untuk membatasi bagian yang padam bila ada gangguan. Koordinasi dilakukan oleh perbedaan waktu tutup buka dari lengkung lambat. Hal ini terlihat pada gambar 4.1.a, dimana terdapat 68

46 dua buah recloser ( PBO = pemutus beban otomatis ) dengan ukuran kumparan kerja berbeda, dimana urutan kerja masing-masing deprogram 2A2B. Karakteristik waktu arus dari kedua recloser tersebut terlihat pada gambar 4.1.b. 7200/2470 V PBO A 2A2U 135 A 70 A 2A2B PBO 2 70 A Gambar.4.1.a. Koordinasi Antar Recloser dimana seleksi interval buka tutup harus diperhitungkan sebagai tambahan thd ukuran kumparan dan urutan kerja 69

47 Gambar 4.1.b Kurva Waktu Arus yang memperlihatkan koordinasi antar Recloser Phasa Tiga Dari gambar kurva diatas dapat dilihat lengkung A dan B adalah Recloser R1, dimana pada R1 bekerja terlebih dahulu sebelum Recloser R2 (C dan D) bekerja. Pada kurva A dan B untuk tutup bukanya dipercepat namun pada kurva A lebih cepat dari kurva B. recloser R2 bekerja dengan setting waktu diperlambat, tetapi untuk kurva D lebih lambat dari kurva C. Bila ditinjau dari urutan buka tutupnya, kerja recloser dengan koordinasi urutan pada recloser cadangan dapat diperlihatkan pada gambar 4.2 ( a, b, dan c ). 70

48 Gambar 4.2.a dan 4.2.b Kerja recloser dengan koordinasi yang benar 71

49 Gambar 4.2.c Kerja recloser dengan koordinasi yang salah Koordinasi Recloser dengan Pengaman Lebur Koordinasi recloser dengan pengaman lebur di sisi hilir, dilakukan dengan cara memberi waktu kepada pengaman lebur untuk bekerja ( lebur ) diantara waktu tutup dan buka lambat pertama dari recloser. Dengan demikian dalam hal gangguan permanent berada pada sisi hilir dari pengaman lebur, pengaman lebur akan putus ( lebur ) lebih dahulu sebelum recloser sampai pada tutup buak lambat dan terkunci ( lock out ). Pada gambar 4.3.a terlihat situasi system yang khas yang memerlukan koordinasi antara recloser dan kawat-kawat lebur sebesar 40 T dan 65 T. Dimana T = jarak perlambatan waktu. 72

50 46000 V 7200/12470 V ABC/27 ABC/ Ampere B 500 ACR 1 140A 2A2C 135 Ampere T C ABC/29 65T Gambar 4.3.a Koordinasi antara Recloser dan Pengaman Lebur F1 dan F2 Pada gambar 4.3.b terlihat lengkung-lengkung waktu arus untuk koordinasi pada sisi beban antara kawat-kawat lebur 30 T dengan recloser yang ada pada gambar 4.3.a. Lengkung-lengkung lebur minimum kawat lebur terlukis dengan garis tidak terputus, sedangkan lengkung-lengkung pembebasan maksimum terlukis secara terputus-putus. Lengkung-lengkung waktu arus untuk koordinasi pada sisi beban antara kawat-kawat lebur 40 T dengan recloser pada gambar 4.3.a diperlihatkan pada gambar 4.3.c. 73

51 Gambar 4.3.b Kurva Waktu Arus Koordinasi pada sisi beban antara pengaman lebur 30 T dengan Recloser 74

52 Gambar 4.3.c Kurva Waktu Arus Koordinasi pada sisi beban antara pengaman lebur 40 T Recloser Kurva diatas menunjukkan koordinasi antara Recloser dengan pengaman lebur 30T. Recloser bekerja terlebih dahulu sebelum pengaman lebur bekerja, pengaman lebur ini diberikan jarak waktu 30 T sebelum melebur. Kemudian pada gambar 4.3.c pada pengaaman lebur diberikan jarak waktu 40T. Koordinasi Recloser dengan Circuit Breaker Media Pemutus Minyak 75

53 Recloser bertindak sebagai pengaman utama pada seksi yang diamankannya, sedang circuit breaker minyak ( OCB ) sebagai pengaman cadangan bagi seluruh saluran di GI. Untuk koordinasi yang baik, reclosing relai yang mengontrol OCB harus memiliki karakteristik waktu arus yang sama dengan recloser ( maupun pengaman yang lain seperti sekring ), yaitu karakteristik inverse. Gambar 4.4 memperlihatkan lengkung-lengkung koordinasi antara recloser dan OCB. Koordinasi dilakukan dengan cara mengatur sehingga recloser harus bekerja terlebih dahulu ( sampai lock out ) sebelum OCB membuka. Hal ini dilakukan dengan menghitung persentase waktu reset dan waktu perputaran relai ( relai travel ) terhadap bekerjanya recloser. Sebagai referensi diambil perputaran relai 100 %, sebelum ini tercapai recloser telah selesai bekerja ( sampai lock out ). Jika persentase tersebut terlampaui, maka berarti pada waktu recloser belum sampai lock out OCB telah membuka. 76

54 Gambar 4.4 Kurva Koordinasi Recloser dengan Circuit Breaker Pada kurva koordinasi Recloser dengan CB diatas, Recloser bekerja dengan setting waktu lebih cepat sehingga bekerja lebih dulu dari OCB sampai lock out sebelum OCB membuka. Koordinasi Recloser dengan Sectionalizer Prinsip-prinsip koordinasi dalam penggunaan recloser di sisi beban adalah sebagai berikut : a. Arus penggerak / kerja minimum sectionalizer adalah 0,8 x arus kerja minimum recloser. 77

55 b. Sectionalizer harus diatur berada pada posisi terbuka terus dalam jumlah hitungan operasi = jumlah operasi dari recloser sampai pada posisi terbuka terus, dikurangi satu hitungan. Misalnya, recloser bekerja pada urutan 2 kali buka cepat dan 2 kali buka lambat. Jadi pada saat recloser-recloser bekerja pada buka lambat yang pertama, sectionalizer harus mengunci pada posisi terbuka, seperti terlihat pada gambar 4.7. c. Waktu untuk membuka dan menutup kembali recloser harus dikoordinasikan dengan waktu hitungan dari sectionalzer. Waktu ini harus lebih kecil dari waktu mengingat dari sectionalizer, sehingga sectionalizer tidak akan mengingat sebagian dari jumlah operasi kerja recloser. d. Arus kerja minimum dari sectinalzer harus lebih besar dari arus beban. Oleh karena sectionalizer tidak mempunyai karakteristik waktu arus, maka pada waktu melakukan koordinasi dengan recloser harus diperhatikan bahwa sectionalizer itu mempunyai karakteristik mengingat hitungan pemutusan yang dilakukan recloser di sisi sumber. Hal ini diperhatikan pada gambar 4.5. Gardu induk 3 hitungan PBO kumparan 50 A menggerakkan minimum 100 A A PSO kumparan 50 A menggerakkan minimum 80 A Gambar 4.5 Koordinasi Dasar Recloser-Sectionalizer Waktu Melihat Sectionalizer 78

56 Untuk sectionalizer mengunci terbuka pada hitungan ke-3, maka waktu mengingat sectionalizer > Ri + F2. apabila diinginkan sectionalizer mengunci terbuka pada ke-2, maka waktu mengingat sectionalizer > Ri + F2. Recloser sebagai back up diset mengunci terbuka pada operasi kerja ke-4- nya. Operasi ini dapat merupakan gabungan dari kerja cepat yang diikuti kerja lambat. Sectionalizer harus diset pada hitungan yang lebih kecil dari operasi reclosernya, dalam hal ini dipilih tiga hitungan. Bila gangguan permanent terjadi sesudah sectionalizer ke arah hilir, sectionalizer akan membuka dengan demikian seksi yang terganggu dipisahkan ( ini berlangsung selama operasi ke-3 dari sectionalizer ). Kemudian recloser menutup kembali sehingga bagian yang tidak terganggu dapat berfungsi kembali. Bila terdapat lagi sectionalizer yang terhubung seri, ia dapat diset pada hitungan yang lebih kecil lagi sampai mengunci seperti yang terlihat pada gambar 4.6. Bila terjadi gangguan, ini akan menyebabkan recloser bekerja dank e-3 sectionalizer akan menghitung pemutusan arusnya. Sectionalizer akan mengunci terbuka dan mengisolasi bagian feeder yang mengalami gangguan. Kemudian recloser masuk kembali sehingga bagian saluran yang tidak terganggu dapat berfungsi kembali, kemudian sectionalizer 1 dan 2 meriset kembali. 79

57 C PSO Gardu induk 2 hitungan B 50 A Coil menggerakkan minimum 80 A A PBO 3 hitungan kumparan 50 A penjatuhan minimum 100 A Gambar 4.6 Koordinasi Dasar Recloser-Sectionalizer dengan tambahan sectionalizer pada feeder cabang Hitungan PSO pertama Hitungan ketiga Hitungan kedua PSO membuka Waktu rekaman PSO Waktu cadangan Arus gangguan R 1 R 2 Waktu Gambar 4.7 Waktu hitungan, tiga hitungan mengunci Rating Recloser Pemakaian recloser dipilih berdasarkan pada ratingnya yang mempunyai parameter-parameter sebagai berikut : 80

58 1. Rating tegangan maksimum, yaitu tegangan design maksimum dari recloser 2. Rating frekuensi system, yaitu frekuensi yang digunakan 3. Rating arus kontinyu, yaitu arus kontinyu maksimum yang dapat dialirkan pada recloser dengan temperature pada berbagai bagiannya tidak melampaui batas tertentu. 4. Rating arus trip minimum, pada recloser dengan kumparan seri, arus trip minimumnya = 2 kali arus kontinyu. Sedangkan pada recloser bukan kumparan seri, rating arus trip minimumnya tidak berhubungan dengan kemampuan membawa arus kontinyu. 5. Rating arus pemutus simetris, yaitu arus pemutus simetris maksimum dari recloser. 6. Rating arus simetris, adalah arus pemutusan asimetris yang mungkin terjadi. 7. Rating tegangan impulse withstand ( BIL ), menunjukan kekuatan isolasi yang mampu menahan tegangan impulse 1,2 x 50 mikro detik. Studi Kasus Pada Sistem Distribusi Untuk mengetahui pemanfaatan recloser, maka dilakukan peninjauan ke Sistem Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang AJ Kebayoran. Dimana terdapat feeder 20 kv yang reclosernya difungsikan. Jaringan Tegangan Menengah Jaringan tegangan menengah di cabang AJ Kebayoran terdiri dari jaringan utama phasa tiga dengan jaringan percabangan phasa tunggal. Pada umumnya 81

59 panjang jaringan percabangan phasa tunggal jauh melebihi panjang jaringan utama phasa tiga dan sebagian besar terdiri dari saluran udara. Pengaman Jaringan Tegangan Menengah System pengamanan jaringan tegangan menengah terdiri dari pemutus beban ( PMT ) yang berkecepatan tinggi, recloser ( penutupan kembali otomatis / PBO ), sectionalizer, dan pengaman lebur. Jenis recloser yang digunakan adalah tipe GN3VE. Pemutus beban ( PMT ) yang dipergunakan adalah jenis hidrolik. Koordinasi Proteksi Pada Jaringan 20 kv Koordinasi proteksi merupakan urutan kerja suatu system pengaman pada suatu jaringan agar didapat suatu unjuk kerja yang optimal dari masing-masing pengaman sesuai dengan setting dan letak gangguan. Salah satu koordinasi proteksi pada jaringan 20 kv dapat diperlihatkan pada gambar 4.8 sebagai berikut : 82

60 Rel 150 kv Rel 20 kv Trafo 150/22 kv PMT PMT PMT R1 R2 R3 GI R=Recloser 3 phasa R=Sectionalizer 3 phasa pelebur S Gambar 4.8 Koordinasi proteksi jaringan 20 kv Setting Sistem Pengaman Setting dari sistem pengaman JTM dapat diperlihatkan sebagai berikut No Pengaman Phasa Pentanahan Keteragan 01 PMT out going 480 A Td A Td 3 menutup 1x 02 R1 300 A IA 2D 150 A I.I 2.5 menutup 2x 03 R2 280 A IA 2P 140 A I.I 2.5 menutup 2x 04 R3 200 A IA 2P 100 A I.I 2.5 menutup 2x 05 S1 120 A 60 A membuka 2x Setting dari pengaman lebur adalah sebagai berikut : Pengaman Lebur Daerah 1 < 40 A Pengaman Lebur Daerah 2 < 30 A Pengaman Lebur Daerah 3 < 20 A 83

61 Interval waktu yang digunakan : R1 adalah 5, 10 R2 adalah 10, 15 R3 adalah 15, 30 a. Koordinasi Antara Recloser Penentuan urutan operasi dilakukan sebagai berikut : Recloser di sisi beban dikoordinasikan dengan recloser di sisi sumber bila operasi cepatnya sama. Operasi lambat digunakan agar recloser di sisi beban bekerja sampai terkunci terbuka untuk setiap gangguan permanent yang timbul, tanpa recloser di sisi sumber trip setelah melakukan operasi cepatnya. b. Koordinasi Dengan Sectionalizer Recloser akan bekerja pada operasi cepatnya untuk menjatuhkan PMT, beberapa saat kemudian PMT menutup kembali. Apabila gangguan masih ada, maka sebelum recloser bekerja pada operasi lambat, sectionalizer akan bekerja mengisolir gangguan. Sebagai contoh penggunaan recloser, sectionalizer, pengaman lebur, dan trafo distribusi diperlihatkan pada gambar

62 Gambar 4.9 Contoh feeder yang dilengkapi dengan recloser, sectionalizer, pengaman, dan trafo distribusi 85

63 Keterangan gambar : Apabila terjadi gangguan di F1, maka Recloser R1 akan bekerja membebaskan saluran setelah Recloser R1, sedangkan Recloser R2 tidak bekerja. Hal ini dikarenakan adanya pergeseran R2 yang lebih lambat dari Recloser R1. Jika gangguan yang terjadi bersifat sementara, maka Recloser R1 akan menutup kembali segera setelah gangguan hilang, sedangkan bila gangguan terjadi lagi maka Recloser akan bekerja kembali. Recloser akan tetap membuka setelah bekerja menurut hitungan keempat. Apabila gangguan terjadi di F2, maka Recloser R1 tidak bekerja, sedangkan Recloser R2 akan bekerja. Dengan demikian saluran sesudah Recloser R2 akan dibebaskan. Jika gangguan masih terjadi, Recloser R2 akan tetap membuka pada hitungan keempat dan saluran setelah R2 akan dibebaskan. Apabila gangguan terjadi di F3, maka Recloser R2 akan bekerja dan akan menutup kembali pada saat hilangnya gangguan. Jika gangguan terjadi lagi maka Recloser R2 akan bekerja kembali. Pada hitungan ketiga, Recloser akan berkoordinasi dengan sectionalizer dan memerintahkan sectionalizer untuk membuka. Dengan demikian bagian saluran sesudah sectionalizer yang terkena gangguan akan dibebaskan dari system sehingga tidak mengganggu saluran lainnya. 86

64 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut : 1. Recloser dapat dipakai sebagai alat yang berfungsi untuk menutup kembali PMT yang trip akibat gangguan sementara ( temporer ), baik berupa gangguan satu phasa ke tanah, maupun gangguan hubung singkat. 2. Penggunaan recloser lebih tepat dan efektif pada saluran udara tegangan menengah yang menggunakan sistem radial dengan perhitungan setting waktu yang tepat dan akurat. 3. Recloser harus dikoordinasikan dengan ralai gangguan tanah agar recloser dapat bereaksi dengan cepat terhadap gangguan tanah yang cukup kecil. Selain itu sisi sekunder transformator daya pada pangkal saluran harus diketanahkan dengan tahanan rendah pentanahan langsung. 4. Koordinasi yang baik antara recloser, pemisah seksi, dan pelebur akan dapat mempersingkat gangguan sementara sehingga dapat mengurangi pemadaman listrik pada konsumen. Dengan demikian keandalan sistem jaringan yang menggunakan recloser dapat ditingkatkan.

65 Saran 1. Sistem pengamanan pada Jaringan tegangan menengah sebaiknya digunakan beberapa peralatan pengaman dan diusahakan sampai dengan seksi-seksi terkecil, sehingga gangguan yang timbul tidak merambat kejangkauan yang luas. 2. Tingkat kehandalan sebuah pengaman sangat mempengaruhi kualitas pelayanan ke konsumen (pemakai) energi listrik. Maka sebaiknya tingkat kehandalan tersebut harus terus ditingkatkan sehingga mutu dan kualitas pelayanan menjadi semakin baik. 66

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik Ke Konsumen Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan teknis, dimana tenaga listrik dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Energi listrik disalurkan melalui penyulang-penyulang yang berupa saluran udara atau saluran kabel tanah. Pada penyulang distribusi ini terdapat

Lebih terperinci

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV 2.1. UMUM Gardu Induk adalah suatu instalasi tempat peralatan peralatan listrik saling berhubungan antara peralatan yang satu dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi 1 Bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah sistem distribusi. Sistem distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR) 27 BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR) 4.1 Umum Sistem proteksi merupakan salah satu komponen penting dalam system tenaga listrik secara keseluruhan yang tujuannya untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI 3.1 Umum Sebaik apapun suatu sistem tenaga dirancang, gangguan pasti akan terjadi pada sistem tenaga tersebut. Gangguan ini dapat merusak peralatan sistem tenaga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Jaringan Distribusi Sistem Tenaga listrik di Indonesia tersebar dibeberapa tempat, maka dalam penyaluran tenaga listrik dari tempat yang dibangkitkan sampai ke tempat

Lebih terperinci

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK Gardu Induk merupakan suatu instalasi listrik yang terdiri atas beberapa perlengkapan dan peralatan listrik dan menjadi penghubung listrik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distributed Generation Distributed Generation adalah sebuah pembangkit tenaga listrik yang bertujuan menyediakan sebuah sumber daya aktif yang terhubung langsung dengan jaringan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Relai Proteksi Relai proteksi atau relai pengaman adalah susunan peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi atau merasakan adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK 3.1. Umum Tenaga listrik merupakan suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Sistem Proteksi 1 Sistem proteksi adalah pengaman listrik pada sistem tenaga listrik yang terpasang pada : sistem distribusi tenaga listrik, trafo tenaga, transmisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENDAHULUAN Energi listrik pada umumnya dibangkitkan oleh pusat pembangkit tenaga listrik yang letaknya jauh dari tempat para pelanggan listrik. Untuk menyalurkan tanaga listik

Lebih terperinci

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka Erwin Dermawan 1, Dimas Nugroho 2 1) 2) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Koordinasi Proteksi Pada Sistem Kelistrikan Keandalan dan kemampuan suatu sistem tenaga listrik dalam melayani konsumen sangat tergantung pada sistem proteksi yang digunakan.

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul 1 Judul ANALISA PENGGUNAAN ECLOSE 3 PHASA 20 KV UNTUK PENGAMAN AUS LEBIH PADA SUTM 20 KV SISTEM 3 PHASA 4 KAWAT DI PT. PLN (PESEO) APJ SEMAANG Disusun oleh : Kunto Herwin Bono NIM : L2F 303513 Jurusan

Lebih terperinci

JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Pengertian dan fungsi distribusi tenaga listrik : Pembagian /pengiriman/pendistribusian/pengiriman energi listrik dari instalasi penyediaan (pemasok) ke instalasi pemanfaatan

Lebih terperinci

SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) DAN GARDU DISTRIBUSI Oleh : Rusiyanto, SPd. MPd.

SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) DAN GARDU DISTRIBUSI Oleh : Rusiyanto, SPd. MPd. SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) DAN GARDU DISTRIBUSI Oleh : Rusiyanto, SPd. MPd. Artikel Elektronika I. Sistem Distribusi Merupakan system listrik tenaga yang diawali dari sisi tegangan menengah

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah Sistem Distribusi Tenaga Listrik adalah kelistrikan tenaga listrik mulai dari Gardu Induk / pusat listrik yang memasok ke beban menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Trafo Distribusi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam penyaluran tenaga listrik dari gardu distribusi ke konsumen. Trafo Distribusi dapat dipasang

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator, BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK II.1. Sistem Tenaga Listrik Struktur tenaga listrik atau sistem tenaga listrik sangat besar dan kompleks karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain: 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengaman 2.1.1 Pengertian Pengaman Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik seperti generator,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi Sistem distribusi merupakan keseluruhan komponen dari sistem tenaga listrik yang menghubungkan secara langsung antara sumber daya yang besar (seperti gardu transmisi)

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA BAB GANGGUAN PADA JARNGAN LSTRK TEGANGAN MENENGAH DAN SSTEM PROTEKSNYA 3.1 Gangguan Pada Jaringan Distribusi Penyebab utama terjadinya pemutusan saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan pada sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gangguan pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik 2.1.1 Jenis Gangguan Jenis gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak BAB I PENDAHULUAN 1-1. Latar Belakang Masalah Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak sering terjadi, karena hal ini akan mengganggu suatu proses produksi yang terjadi

Lebih terperinci

Bab V JARINGAN DISTRIBUSI

Bab V JARINGAN DISTRIBUSI Bab V JARINGAN DISTRIBUSI JARINGAN DISTRIBUSI Pengertian: bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa jaringan penghantar yang menghubungkan antara gardu induk pusat beban dengan pelanggan. Fungsi: mendistribusikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Saluran Transmisi Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation ( gardu

Lebih terperinci

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Awalnya energi listrik dibangkitkan di pusat-pusat pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD dengan tegangan menengah 13-20 kv. Umumnya pusat

Lebih terperinci

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK 2.1 PENGERTIAN GANGGUAN DAN KLASIFIKASI GANGGUAN Gangguan adalah suatu ketidaknormalan (interferes) dalam sistem tenaga listrik yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi merupakan sistem pengaman yang terpasang pada sistem distribusi tenaga listrik, trafo tenaga transmisi tenaga listrik dan generator listrik.

Lebih terperinci

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam 6 Penyebab gangguan pada sistem distribusi dapat berasal dari gangguan dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam antara lain: 1 Tegangan lebih dan arus tak normal 2.

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp& Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Kinerja Distribusi PT. PLN (Persero) Area Jaringan Tangerang Secara umum kinerja distribusi di PT. PLN (Persero) Area Jaringan Tangerang mengalami penurunan yang baik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan

Lebih terperinci

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA 41 BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA 3.1 Pengamanan Terhadap Transformator Tenaga Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan - peralatan yang terpasang pada sistem tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB 252 Oleh Vigor Zius Muarayadi (41413110039) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Sistem proteksi jaringan tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Daya Listrik Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat 2 bagian ; yaitu distribusi primer yang mempergunakan tegangan menengah dan tinggi dan

Lebih terperinci

Pengelompokan Sistem Tenaga Listrik

Pengelompokan Sistem Tenaga Listrik SISTEM DISTRIBUSI Sistem Distribusi Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proteksi Sistem Tenaga Listrik Proteksi terhadap suatu sistem tenaga listrik adalah sistem pengaman yang dilakukan terhadap peralatan- peralatan listrik, yang terpasang pada sistem

Lebih terperinci

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI 11 BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem jaringan distribusi tenaga listrik dapat diklasifikasikan dari berbagai segi, antara lain adalah : 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3)

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum Secara umum suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama, yaitu, pusat pembangkitan listrik, saluran transmisi dan sistem distribusi. Perlu dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik sangat beragam besaran dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik adalah kumpulan atau gabungan dari komponenkomponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Pada Gardu Induk (GI), energi listrik didistribusikan melalui penyulangpenyulang yang berupa saluran udara atau saluran kabel tanah. Pada penyulang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current Relay) dan Recloser yang dipasang pada gardu induk atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tersebarnya beberapa pelanggan tenaga listrik di wilayah PLN Area Klaten menyebabkan adanya konstruksi saluran utama dan saluran percabangan. Meskipun demikian, peningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan energi listrik dengan gangguan pemadaman yang minimal.

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan energi listrik dengan gangguan pemadaman yang minimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebutuhan energi listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentu saja menuntut PLN guna meningkatkan pasokan tenaga listrik. Di dalam penyaluran energi listrik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Proteksi Pada suatu sistem tenaga listrik, meliputi pelayanan umum, industri, komersil, perumahan maupun sistem lainnya, mempunyai maksud yang sama yaitu menyediakan energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Jaringan Distribusi Jaringan Pada Sistem Distribusi tegangan menengah (Primer 20kV) dapat dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial, Jaringan hantaran penghubung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Monte Carlo, nilai yang didapat telah mencapai standar yang sudah diterapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Monte Carlo, nilai yang didapat telah mencapai standar yang sudah diterapkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Agung Arief Wibowo dalam penelitiannya yang berjudul Analisa Keandalan Transformator Gardu Induk Wilayah Surabaya Menggunakan Metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEOR. Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup besar pada sistem tenaga listrik. Banyak sekali studi, pengembangan alat dan desain sistem perlindungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Proses Penyaluran Tenaga Listrik Gambar 2.1. Proses Tenaga Listrik Energi listrik dihasilkan dari pusat pembangkitan yang menggunakan energi potensi mekanik (air, uap, gas, panas

Lebih terperinci

Kata kunci hubung singkat, recloser, rele arus lebih

Kata kunci hubung singkat, recloser, rele arus lebih ANALSS KOORDNAS RELE ARUS LEBH DAN PENUTUP BALK OTOMATS (RECLOSER) PADA PENYULANG JUNREJO kv GARDU NDUK SENGKALNG AKBAT GANGGUAN ARUS HUBUNG SNGKAT Mega Firdausi N¹, Hery Purnomo, r., M.T.², Teguh Utomo,

Lebih terperinci

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Abstrak

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia   Abstrak Makalah Seminar Kerja Praktek PRINSIP KERJA DAN DASAR RELE ARUS LEBIH PADA PT PLN (PERSERO) PENYALURAN DAN PUSAT PENGATURAN BEBAN REGION JAWA TENGAH DAN DIY Fa ano Hia. 1, Ir. Agung Warsito, DHET. 2 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Dasar Sistem Proteksi Suatu sistem tenaga listrik dibagi ke dalam seksi-seksi yang dibatasi oleh PMT. Tiap seksi memiliki relai pengaman dan memiliki daerah pengamanan

Lebih terperinci

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1. Umum Berdasarkan standard operasi PT. PLN (Persero), setiap pelanggan energi listrik dengan daya kontrak di atas 197 kva dilayani melalui jaringan tegangan menengah

Lebih terperinci

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG 4.1 Tinjauan Umum Pada dasarnya proteksi bertujuan untuk mengisolir gangguan yang terjadi sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti 6 BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN 2.1 Sistem Tenaga Listrik Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTGU kemudian disalurkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh. BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Jaringan Distribusi Pada dasarnya dalam sistem tenaga listrik, dikenal 3 (tiga) bagian utama seperti pada gambar 2.1 yaitu : a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENGGUNAAN RECLOSER PADA SISTIM JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV OLEH : NAMA : Abraham Silaban NIM : 050422013 Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gardu Induk Godean Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari peralatannya, Gardu Induk ini merupakan gardu induk pasangan luar, gardu induk godean memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya

Lebih terperinci

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH I K.Windu Iswara 1, G. Dyana Arjana 2, W. Arta Wijaya 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar

Lebih terperinci

Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta

Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta - Circuit Breaker (CB) 1. MCB (Miniatur Circuit Breaker) 2. MCCB (Mold Case Circuit Breaker) 3. NFB (No Fuse Circuit Breaker) 4. ACB (Air Circuit Breaker) 5. OCB (Oil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 DESKRIPSI SISTEM TENAGA LISTRIK Energi listrik dari tempat dibangkitkan hingga sampai kepada pelanggan memerlukan jaringan penghubung yang biasa disebut jaringan transmisi atau

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA. Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu

BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA. Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA 3.1. Pengertian Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu induk, dimana pemutus tenaga dari penyulang-penyulang

Lebih terperinci

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK Disusun Oleh : Syaifuddin Z SWITCHYARD PERALATAN GARDU INDUK LIGHTNING ARRESTER WAVE TRAP / LINE TRAP CURRENT TRANSFORMER POTENTIAL TRANSFORMER DISCONNECTING SWITCH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Menurut nilai tegangan a.

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gardu Induk Gardu induk adalah sub sistem dari sistem penyaluran (tranmisi) tenaga listrik, atau merupakan satu kesatuan dari sistem penyaluran, gardu induk memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia pada masa sekarang ini. Energi listrik mempunyai sifat fleksibel,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengaman [2] Sistem pengaman adalah beberapa komponen yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk satu tujuan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi dapat berfungsi melokalisir gangguan dan mengamankan peralatan instalasi terhadap gangguan. Ini berarti apabila terjadi gangguan di suatu bagian

Lebih terperinci

RELE 220 V AC SEBAGAI OTOMATISASI CATU TEGANGAN PADA PEMUTUS BALIK ( RECLOCER) UNTUK KEANDALAN SISTEM PENYALURAN ENERGI LISTRIK

RELE 220 V AC SEBAGAI OTOMATISASI CATU TEGANGAN PADA PEMUTUS BALIK ( RECLOCER) UNTUK KEANDALAN SISTEM PENYALURAN ENERGI LISTRIK Rele 220 V AC sebagai Otomatisasi Catu Tegangan pada Pemutus (Setiono dan Priarta) RELE 220 V AC SEBAGAI OTOMATISASI CATU TEGANGAN PADA PEMUTUS BALIK ( RECLOCER) UNTUK KEANDALAN SISTEM PENYALURAN ENERGI

Lebih terperinci

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka tentang relay akan dilanjutkan dengan beberapa tipe relay. Dan kali ini yang ingin dibahas adalah dua tipe

Lebih terperinci

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Teori Umum Proteksi adalah pengaman listrik pada sistem tenaga listrik yang terpasang pada sistem distribusi tenaga listrik. Tujuan utama dari suatu sistem tenaga listrik

Lebih terperinci

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK Simulasi Over Current Relay (OCR) Menggunakan Karateristik Standar Invers. Selamat Meliala SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAK ii iii iv v vi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya

Lebih terperinci

BAB III KEBUTUHAN GENSET

BAB III KEBUTUHAN GENSET BAB III KEBUTUHAN GENSET 3.1 SUMBER DAYA LISTRIK Untuk mensuplai seluruh kebutuhan daya listrik pada bangunan ini maka direncanakan sumber daya listrik dari : A. Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) B.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Operasi Jaringan Distribusi Pada umumnya suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung empat unsur Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transmisi memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyaluran daya. Oleh karena itu pengaman pada saluran transmisi perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI RELAY

SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK DAN SPESIFIKASINYA OLEH : WILLYAM GANTA 03111004071 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015 SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH 3.1 KOMPONEN KOMPONEN SIMETRIS Tiga fasor tak seimbang dari sistem fasa tiga dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan seimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar sampai ke konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar sampai ke konsumen. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam penggunaan daya listrik, mutlak dibutuhkan sistem distribusi. Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berguna untuk menyalurkan

Lebih terperinci

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan A. SALURAN TRANSMISI Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. saluran udara (overhead lines); saluran transmisi

Lebih terperinci

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 3.1 RELE JARAK Pada proteksi saluran udara tegangan tinggi, rele jarak digunakan sebagai pengaman utama sekaligus sebagai pengaman cadangan untuk

Lebih terperinci

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1 Sistem Distibusi Tenaga Listrik Saluran distribusi adalah saluran yang berfungsi untuk menyalurkan tegangan dari gardu distribusi ke trafo distribusi ataupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Transformator Tenaga Transformator tenaga adalah merupakan suatu peralatan listrik statis yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga / daya listrik arus bolak-balik dari tegangan

Lebih terperinci

BAB V RELE ARUS LEBIH (OVER CURRENT RELAY)

BAB V RELE ARUS LEBIH (OVER CURRENT RELAY) BAB V RELE ARUS LEBH (OVER CURRENT RELAY) 5.1 Pendahuluan Saluran dilindungi oleh relai arus lebih, relai jarak dan rele pilot, tergantung pada persyaratan. Relay arus lebih adalah sederhana, murah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi dalam melindungi peralatan listrik yang digunakan diharapkan dapat menghindarkan peralatan dari kerusakan atau meminimalkan kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen elektronika daya baik sebagai beban maupun sebagai alat kontrol yang mengakibatkan bentuk

Lebih terperinci

2014 ANALISIS KOORDINASI SETTING OVER CURRENT RELAY

2014 ANALISIS KOORDINASI SETTING OVER CURRENT RELAY BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alat proteksi pada STL (Sistem Tenaga Listrik) merupakan bagian yang penting di bidang ketenagalistrikan seperti pada PT. PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat

Lebih terperinci

MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008

MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008 40 MEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008 Riana TM, Estimasi Lokasi Hubung Singkat Berdasarkan Tegangan dan Arus ESTIMASI LOKASI HUBUNG SINGKAT BERDASARKAN TEGANGAN DAN ARUS Riana T. M Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan tenaga listrik saat ini terus menerus meningkat, bahkan tenaga listrik sangat berperan penting disemua aspek. Kebutuhan tenaga listrik ini sejalan

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA 3.1 Sistem Proteksi Pada Transformator Daya 3.1.1 Peralatan Proteksi Jaringan tenaga listrik secara garis besar terdiri dari pusat pembangkit, jaringan transmisi (gardu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jenis Gangguan Jenis gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat ini terjadi sebagai akibat dari tembusnya bahan

Lebih terperinci

MATERI SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

MATERI SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK MATERI I SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK I.4. I.4.3. PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI RECLOSER DAN SECTIONALIZER Berbagi dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai perusahaan 1 I.4.3. RECLOSER ( PBO)

Lebih terperinci