BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV akan dipaparkan data-data yang ditemukan dalam penelitian, berdasarkan persoalan penelitian tentang bagaimana klasis GKJ Salatiga Selatan menyelesaikan konflik perpecahan di jemaat GKJ Salatiga Timur, dan dampak dari keputusan klasis bagi GKJ Salatiga Timur. 4.1 Sistim Organisasi GKJ Gereja Kristen Jawa atau GKJ adalah kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus yang ada di suatu tempat tertentu. GKJ didirikan pada tanggal 17 februari 1931, terdiri dari 307 jemaat dan terhimpun dalam 32 klasis yang tersebar di enam provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Ada pun sistem yang dipakai untuk mengatur kehidupan GKJ adalah sistem presbiterial. Sistem presbiterial sendiri yaitu suatu sistem gereja yang dimpimpin oleh Presbyteros (penatua). Keputusan tertinggi ada pada persidangan presbiter. Gereja dipimpin oleh pejabat - pejabat gerejawi; secara kolektif disebut majelis jemaat. Setiap anggota majelis jemaat mempunyai kedudukan yang sama dan masing - masing mempunyai tugas sendiri. Sistem tersebut memiliki dua ciri pokok antara lain; Pertama, setiap GKJ adalah gereja Allah yang mandiri, memiliki kewenangan, mampu mengatur dan mengembangkan diri sendiri, membiayai diri sendiri, dipimpin oleh majelis gereja yang terdiri dari penatua, pendeta dan diaken. Kedua, setiap GKJ wajib berjalan bersama 38

2 dan mengikatkan diri dengan gereja-gereja kristen Jawa lain yang diwujudkan dalam persidangan klasis maupun sinode dan visitasi yaitu perkunjungan gerejawi baik oleh visitator klasis mau pun sinode (Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ 2005 pasal 2). Misi GKJ merupakan operasionalisasi dari visi GKJ; Pertama, menjadi Gereja yang terus menerus diperbarui berdasarkan firman Tuhan. Pembaruan itu antara lain terwujud dalam upaya memupuk spiritualitas, memelihara penghayatan akan kehadiran Allah dalam seantero kehidupan, serta memelihara relasinya dengan Allah secara sungguh-sungguh. Kedua, menjadi gereja yang meneladan Yesus Kristus dalam seluruh kehidupannya dengan cara hadir di tengah dunia sebagai teladan kebenaran dan kekudusan. Ketiga, menjadi gereja yang mewujudnyatakan keselamatan dalam kehidupannya dan dalam keutuhan ciptaan, dengan memupuk semangat eukumenis, peduli lingkungan, memperjuangkan terwujudnya keadilan dan damai sejahtera bagi semua umat manusia Sistim Organisasi di Jemaat GKJ dapat terdiri dari gereja induk dan pepanthan. Jika satu atau beberapa pepanthan telah memenuhi syarat sebagai GKJ seperti dalam pasal 2 dalam tata gereja, maka pepanthan tersebut dapat didewasakan. Syarat-syarat bagi pepanthan yang akan didewasakan adalah; mempunyai motivasi yang sehat sesuai dengan nilai-nilai kristiani. Mempunyai tujuan demi perkembangan gereja yang baik yang mendewasakan mau pun didewasakan. Memiliki kemampuan untuk memerintah, mengembangkan, membiayai 39

3 diri sendiri. Mempunyai jumlah warga gereja sekurang-kurangnya 150 orang. Warga dewasa sekurang-kurangnya 10 yang bersedia menjadi pejabat gerejawi. Memiliki kemampuan keuangan gereja 40% dari anggaran pendapatan belanja gereja (APBG) per tahun. Dapat dipakai untuk mencukupi kebutuhan biaya hidup pendeta gereja dan kebutuhan pelayanan. Memiliki tempat ibadah yang menjamin keberlangsungan ibadah (Tata Laksana GKJ 2005 pasal 4 ayat 1). Warga GKJ adalah orang yang dibabtis di GKJ (tercatat dalam buku induk gereja) dan orang yang pindah dari gereja lain menjadi warga GKJ (Tata GKJ 2005 pasal 6). Warga yang dari gereja anggota PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) diterima dengan surat atestasi pindah. Jika bukan dari sesama anggota PGI maka akan diterima dengan syarat diadakan percakapan dan diwartakan selama dua kali ibadah minggu. Jika tidak ada keberatan dari anggota jemaat, maka akan diterima menjadi warga GKJ. Hilangnya status sebagai warga GKJ jika; Pindah ke gereja lain, meninggalkan iman Kristen, meninggal dunia (Tata laksana GJK pasal 4 ayat 4) Secara tegas dalam pokok - pokok ajaran gereja dan tata laksana Gereja Kristen Jawa tidak menyebutkan defenisi atau arti pendeta GKJ. Namun dalam dalam peraturan kesejahteraan vicaris, pendeta, pendeta emeritus dan karyawan GKJ dikatakan bahwa pendeta adalah orang yang diberikan hak khusus karena jabatan dan tanggungjawab seperti yang diatur dalam tata gereja. Ada pun kewajibannya; menjaga dan menjunjung tinggi nama baik gereja dan lembaga gereja. Melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan gereja dan lembaga gereja. Sedangkan dalam peraturan pembimbingan dan ujian calon pendeta sinode GKJ memberi tekanan bahwa pendeta adalah sebagai pelayan jemaat yang merupakan salah satu sumber daya manusia gereja 40

4 yang mengemban mandat untuk membangun jemaat. Usia pensiun pendeta adalah 60 tahun (Peraturan Pembimbingan dan Ujian Calon Pendeta sinode GKJ Salatiga 2005). Pendeta dalam GKJ direkrut dengan ketentuan; seorang yang belum berjabatan pendeta dan harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon pendeta, vikariat dan penabisan. Bagi yang sudah berjabatan pendeta harus melalui pencalonan, pemilihan, pemanggilan dan peneguhan. Jika sudah berjabatan pendeta tetapi berasal dari gereja lain (anggota PGI) harus melalui pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon pendeta dan peneguhan. Ada pun persyaratannya; Warga sidi GKJ atau yang lain (anggota PGI), telah menamatkan pendidikan minimal S1 dari pendidikan teologi yang didukung GKJ. Bersedia menerima pokok-pokok ajaran GKJ, Tata Geraja dan Tata Laksana. Memiliki kemampuan dan bersedia menjadi pendeta sebagai panggilan spiritualitas. Syarat tambahan dapat ditentukan oleh majelis gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat. Dalam status kependetaan, diatur sebagai berikut; Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pendeta GKJ pada jemaat tertentu, memiliki kewenangan dan keabsahan pelayanan dilingkup klasis, sinode dan gereja lain anggota PGI. Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pelayan penuh waktu, dan tidak merangkap sebagai tenaga penuh waktu di lembaga lain (Tata Laksana GKJ 2005 pasal 7). Alat-alat kelengkapan GKJ adalah sidang majelis gereja, badan-badan pembantu dan administrasi. Sidang mejelis gereja terbagi atas dua; sidang majelis gereja untuk membicarakan masalah - masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja. Sidang majelis gereja terbuka adalah persidangan mejelis yang dihadiri oleh warga gereja, untuk 41

5 membicarakan masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan kehidupan gereja. Keputusan kedua persidangan ini ditetapkan berdasarkan alkitab, pokok-pokok ajaran GKJ, Tata Laksana GKJ, dengan mempertimbangakn keputusan klasis dan sinode. Keputusan itu wajib diterima oleh dari GKJ yang bersangkutan. Mejelis gereja dalam melaksanakan tugas panggilannya dapat mengangkat badanbadan pembantu majelis gereja. Mereka adalah kelompok orang yang diangkat sebagai komisi, panitia atau tim untuk melaksanakan tugas tertentu. Dalam menjalankan tugas, badan pembantu majelis bertanggung jawab kepada pihak majelis gereja Sistim Organisasi Klasis GKJ Klasis GKJ adalah ikatan kebersamaan beberapa GKJ di wilayah tertentu yang didasarkan pada pengakuan keesaan gereja sebagaimana dinyatakan dalam alkitab, pokok-pokok ajaran GKJ serta tata gereja dan tata laksana GKJ. Ikatan kebersamaan itu diwujudkan dalam persidangan klasis dan visitasi. Sidang klasis adalah persidangan para pemangku jabatan gerejawi dan utusan gereja-gereja anggota klasis. Persidangan klasis terbagi atas dua jenis; Sidang klasis untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan gereja dan Sidang klasis istimewa adalah untuk membicarakan masalah-masalah tertentu dan mendesak yang berkaitan dengan kehidupan gereja. Keputusan sidang klasis dan sidang klasis istimewa ditetapkan berdasarkan alkitab dan pokok ajaran GKJ, serta tata gereja dan tata laksana GKJ. Ada pun keputusan kedua persidangan tersebut bersifat mengikat gereja-gereja yang ada dalam naungan klasis. 42

6 Alat-alat kelengkapan klasis adalah badan pelaksana klasis (Bapelklas), badan pengawas klasis (Bawasklas) dan administrasi klasis. Bapelklas beranggotakan orangorang yang diangkat dalam persidangan klasis untuk melaksanakan keputusan-keputusan klasis. Bapelklas bertanggung jawab kepada klasis. Sedangkan Bawasklas adalah badan yang beranggotakan orang-orang yang diangkat oleh persidangan klasis untuk melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan dan kekayaan klasis. Bawasklas bertanggungjawab kepada klasis dan diberhentikan oleh persidangan klasis. Klasis Salatiga bagian Selatan terletak di provinsi Jawa Tengah tepatnya di kota Salatiga. Klasis GKJ Salatiga bagian Selatan terdiri dari 9 dan 13 pepanthan. Jemaatjemaat tersebut adalah GKJ Salib Putih, GKJ Salatiga Timur, GKJ Bagian Selatan, GKJ Sidomukti, GKJ Karangalit, GKJ Susukan, GKJ Randuares, GKJ Agromulyo, dan GKJ Menara Kasih. Jumlah KK dalam klasis adalah 1673 KK dengan 5905 anggota jemaat yang terbagi atas warga dewasa 4367 jiwa dan warga anak-anak 1538 jiwa Konflik Perpecahan GKJ Salatiga Timur Pada tanggal 27 mei 2009 Pdt. Sari Frihono (kemudian disebut yang bersangkutan) mengajukan pengunduran diri dari jabatan sebagai pendeta GKJ Salatiga Timur (selanjutnya disebut GKJST) yang disampaikan secara tertulis kepada majelis GKJST. Ada pun alasan permohonan pengunduran diri dari jabatan kependetaannya karena, yang bersangkutan memiliki pergumulan pribadi dalam keluarga. Hal itulah yang mengakibatkan tidak bisa melayani sakramen gerejawi. Dari pergumulan pribadi tersebut, yang bersangkutan kemudian merasa tidak layak melayani sebagai seorang pendeta. Permohonan pengunduran diri, yang bersangkutan adalah tanpa paksaan dari pihak mana pun. 43

7 Masalah pribadi yang bersangkutan sudah lama dan sebagian besar jemaat keberatan dengan masalah tersebut. Merasa tidak layak, yang bersangkutan minta undur diri sebagai pendeta di sini (Informan A) Untuk merespon hal itu maka tercatat 1 juni-29 november 2009 surat pengunduran diri yang bersangkutan diproses melalui serangkaian rapat yang dilakukan oleh majelis GKJST. Rapat majelis harian, pleno majelis, rapat dengan forum komunikasi majelis Salatiga, Bapelklas, visitator klasis, dan sidang majelis terbuka dengan tiga GJK di Klasis Salatiga Selatan. Agenda rapat-rapat dimaksud adalah untuk mencari jalan keluar bagi masalah yang bersangkutan. Merasa tidak menemukan jalan keluar, maka hasil rapat mengusulkan penanggalan jabatan yang bersangkutan dibawa ke persidangan Klasis Salatiga bagian Selatan satu di GKJ Sidomukti. (agenda rapat majelis GKJST) Upaya Penyelesaian Di Jemaat Saat salah satu pendeta GKJST memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan kependetaanya, langkah pertama yang ditempuh oleh majelis jemaat adalah membahasnya dalam rapat majelis harian. Kami sudah membahasnya dalam rapat baik itu harian maupun pleno bahkan pertemuan-pertemua yang sengaja kami lakukan dengan pihak klasis. Proses itu memakan waktu yang sangat panjang. Harapan kami, masalah ini dapat diselesaikan secara damai, mengingat ini adalah gereja dan sangat kental dengan budaya hidup orang Jawa yang cinta damai (Informan B). Kami juga memberikan perkunjungan pastoral agar yang bersangkutan mempertimbangkan hal ini dengan sebaik-baiknya, karena ini menyangkut gereja dan pendeta, bagaimana penilaian orang kalau tahu gereja punya konflik (Informan A). 44

8 Dari pernyatan kedua informan, pihak majelis GKJST sudah mengadakan pertemuan-pertemuan dalam upaya menyelesaikan masalah yang bersangkutan. Namun langkah-langkah yang ditempuh belum membuahkan hasil apa pun. Dalam jangka waktu yang begitu panjang antara 1 juni sampai dengan 29 november 2009, majelis jemaat berulang kali mengadakan rapat. Rapat-rapat yang dilakukanpun ikut melibatkan pihak ketiga yaitu forum komunikasi majelis Salatiga, Bapelklas, dan visitator klasis. Majelis GKJST berharap, dengan hadirnya pihak ketiga yang dianggap netral bisa membantu dalam menyelesaikan masalah yang ada. Kedudukan pihak ketiga dalam rapat-rapat dimaksud adalah untuk menjembatani rekonsiliasi antara majelis jemaat dengan yang bersangkutan. Dalam sidang majelis terbuka yang dilakukan oleh majelis GKJST, diputuskan bahwa status kependetaan yang bersangkutan tidak ditanggalkan tetapi kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan selama tiga bulan untuk merenungkan kembali surat pengunduran dirinya. Dalam masa tiga bulan tersebut, yang bersangkutan tidak diberikan kesempatan untuk melayani dalam tugas sebagai pendeta. Majelis GKJST berharap, selama tiga bulan dan tanpa dibebani tugas kependetaan, yang bersangkutan bisa lebih fokus untuk merenung kembali. (akta sidang majelis GKJST 2009). Merasa diperlakukan tidak adil, yang bersangkutan mengajukan protes karena merasa diberi hukuman dari pihak majelis jemaat GKJST. Protes itu disampaikan melalui surat protes dan proses pastoral majelis GKJST. Setelah yang bersangkutan mengajukan protes kepada pihak majelis GKJST, langkah yang diambil oleh mejelis GKJST adalah kembali melakukan sidang majelis terbuka pada tanggal 29 november Dalam persidangan itu dihadirkan tiga GKJ di wilayah Klasis Salatiga Selatan dengan tujuan 45

9 untuk memberikan masukan dalam persidangan dan juga menjembatani mediasi bagi kedua pihak. Hasil dari persidangan dimaksud memutuskan untuk membawa masalah penanggalan jabatan yang bersangkutan ke aras persidangan klasis (akta sidang majelis GKJST 2009). karena semakin hari masalahnya semakin ruwet, kami memutuskan untuk menyerahkan kepada klasis sesuai dengan struktur organisasi GKJ. Kami berharap klasis bisa menyelesaikan secara damai (Informan A). Bukan hanya itu, dalam setiap persidangan klasis yang dilakukan, pihak GKJST sendiri berharap, konflik GKJST bisa diselesaikan dengan jalan rekonsiliasi. Akan tetapi keputusan-keputusan yang ditetapkan dalam setiap kali persidangan klasis lebih mengarah kepada proses pendewasaan gereja. Ada pun upaya lain yang dilakukan oleh pihak GKJST adalah mengadakan pertemuan dengan Persekutuan Menara Kasih (selanjutnya disebut PMK) dengan mengundang klasis dalam hal ini Bapelklas dan Bapelsin. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil dikarenakan pihak PMK sendiri juga menghendaki untuk menjadi sebuah gereja dewasa Klasis Ketika terjadi konflik pihak klasis belum bisa untuk menindaklanjuti masalah tersebut mengingat sistem yang dianut oleh GKJ adalah sistem presbiterial. Itu sebabnya keputusan diserahkan kepada pihak majelis jemaat untuk memutuskan melalui rapat majelis yaitu rapat harian dan rapat pleno. Jika dalam rapat pleno belum bisa menghasilkan keputusan terakhir, barulah dibawa ke aras sidang klasis. 46

10 Sebelum dibawa ke persidangan klasis, pihak klasis melalui tim visitasi (yang betugas setahun minimal dua kali ke jemaat untuk meninjau kehidupan jemaat) telah mengusahakan rekonsiliasi melalui proses mediasi kepada pihak yang bersangkutan dengan majelis GKJST. Dalam proses mediasi tersebut, tim visitasi klasis berusaha bersikap netral dalam setiap kebijakan yang ditempuh. Keputusan - keputusan diserahkan kepada yang bersangkutan dan majelis GKJST. Team visitasi juga rutin melakukan perkunjungan ke GKJST atau lebih dari dua kali seperti biasanya yang dilakukan tim visitasi. Akan tetapi usaha yang dilakukan sia-sia karena salah satu pihak dalam hal ini majelis GKJST seolah-olah mempersulit pihak PMK sehingga PMK merasa keberatan jika harus berdamai. Dengan demikian, masalah tersebut kemudian dibawa ke persidangan klasis. sebelum bersidang, kami sudah mengusahakan rekonsiliasibahkan tim visitasi rutin mengunjungi GKJST.Tetapi kedua pihak ini sama-sama keras dalam mempertahankan sikapnya (Informan D). Dalam persidangan GKJ Klasis Bagian Selatan I 16 januari 2010, dengan mempertimbangkan; surat pengunduran diri yang bersangkutan, keputusan majelis GKJST tentang pemberian cuti, hasil pendampingan majelis, laporan visitasi klasis Salatiga XXXI, tata laksana GKJ pasal 15. Persidangan kemudian memutuskan, menerima usulan majelis GKJST tentang penanggalan status kependetaan yang bersangkutan. Membentuk team pendampingan yang akan mendampingi dalam proses tager talak. Melaporkan hasil pendampingan yang dilakukan oleh team pendamping pada sidang klasis istimewa pada bulan april 2010 dengan gereja penghimpun 47

11 GKJST(artikel 20 akta sidang klasis 1). Dalam rangka tager talak itu, klasis kemudian memutuskan untuk kembali melakukan persidangan istimewa. Persidangan klasis istimewa sengaja dilakukan dalam rangka mempersiapkan proses tager talak (Informan D). Persidangan klasis istimewa dilaksanakan pada 17 april Persidangan membahas laporan tim pendampingan klasis dan masukan majelis GKJST. Sidang mempertimbangkan beberapa hal antara lain; tata laksana GKJ pasal 15 perihal penanggalan jabatan pendeta, pasal 55 tentang pamerdi atau pengakuan dosa, dan pasal 56 tentang pelayanan penerimaan pertobatan. Rekomendasi team pendampingan klasis, informasi majelis GKJ, keutuhan jemaat GKJST, semangat rekonsiliasi, dan surat permohonan pengakuan dosa yang bersangkutan juga menjadi hal lain yang dipertimbangkan dalam persidangan. Memperhatikan beberapa hal di atas, sidang memutuskan; Pertama menerima permohonan pengakuan dosa yang bersangkutan dan jabatan kependetaan tidak ditanggalkan. Kedua, meminta majelis GKJST untuk melayani pengakuan dosa terhadap yang bersangkutan beserta keluarga dalam kebaktian jemaat. Ketiga, demi menjaga keutuhan jemaat dan keberlanjutan pelayanan yang bersangkutan, maka yang bersangkutan tidak lagi melayani sebagai pendeta GKJST. Kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mendapatkan tempat pelayanan yang baru. Dalam proses tersebut, maka majelis GKJST bertanggung jawab dalam memenuhi Jaminan hidupnya. Keempat, menugasi Bapelklas untuk mendampingi majelis GKJST 48

12 dan yang bersangkutan. (artikel 10 akta sidang klasis istimewa GKJ klasis bagian Selatan 2010). Atas keputusan itu yang bersangkutan menyatakan menerima semua yang menjadi hasil keputusan persidangan dengan tidak ada paksaan. Akibat dari hasil persidangan tersebut, timbullah kelompok Persekutuan Menara kasih atau PMK yang tidak setuju dengan keputusan sidang klasis (11 akta sidang klasis istimewa klasis GKJ bagian selatan 2010). Yang bersangkutan menerima keputusan persidangan, tetapi pendukungnya tidak menerima keputusan sidang istimewa (Informan E). Kami kurang setuju dengan keputusan sidang klasis, karena sepertinya hasil persidangan lebih membela GKJST.Hal ini mungkin saja karena ada diantara mereka yang menjabat sebagai Bapelklas.Daripada kami ke gereja tapi hatinya tidak damai, lebih baik kami bikin kebaktian sendiri (Informan C). Namun dikemudian hari, konflik semakin bertambah dikarenakan pihak GKJST tidak bersedia menjalankan hasil persidangan klasis. Sementara itu PMK tidak lagi melibatkan diri dalam kegiatan gereja yang dilakukan. Bapelklas kemudian memutuskan untuk menindaklanjuti konflik tersebut dalam persidangan klasis berikutnya. Kami merasa bukan tanggung jawab kami untuk menjalankan point ketiga keputusan klasis, karena ybs tidak melayani lagi sebagai pdt. jemaat kami (informan A). Kami tidak bergereja di GKJST karena tidak nyaman lagi pasca keputusan sidang klasis (Informan C). Persidangan klasis GKJ Salatiga bagian selatan II dilaksanakan dalam dua tahap yaitu 18 desember 2010 dan 15 januari Persidangan tahap I menyetujui 49

13 permohonan PMK untuk hadir dalam persidangan berikutnya, namun terbatas pada sidang seksi. Selain itu PMK hanya diberi hak bicara tanpa hak suara (akta persidangan klasis II artikel 9). Dalam persidangan klasis tahap kedua, mempertimbangkan proposal dari PMK laporan Bapelkas mengenai percakapan dengan GKJST dan PMK, maka sidang memutuskan; Pertama, perlu dilaksanakan pembiakan bagi PMK menjadi jemaat dewasa. Kedua, proses pembiakan dilaksanakan berdasarkan tata GKJ dan tata laksana. Ketiga, menugasi Bapelkas dan Bapelsin untuk mendampingi selama proses pembikan. Keempat, perlu dibentuk tim penyelesaian dan skenario bersama selama masa transisi pembiakan sampai PMK betul-betul mandiri. Kelima, team penyelesaian diserahkan sepenuhnya kepada PMK dan GKJST. (Artikel 40 akta sidang klasis II 2011) Selama proses pembiakan, pelayanan rohani (ibadah, sakramen atau pernikahan dan kegiatan gerejawi lainnya) terhadap PMK secara prinsip dilakukan oleh GKJST. Namun jika pelayanan ini dilayani oleh gereja lain maka hal tersebut diperbolehkan. (artikel 41 akta sidang klasis II 2011). Persidangan juga memutuskan yang bersangkutan melayani sebagai pendeta klasis sambil menunggu hasil percakapan PMK, GKJST, Bapelklas dan Bawasklas (artikel 42 akta sidang klasis II 2011). Ada pun yang menjadi bahan pertimbangan klasis dalam memutuskan pendewasaan bagi PMK yaitu mencegah PMK berpindah ke denominasi gereja lain. 50

14 Mengingat kelompok PMK saat itu mencapai tiga ratus orang lebih. Jika hal itu terjadi maka GKJ Salatiga Selatan dan GKJ pada umumnya kehilangan sumber daya manusia yang besar. Bukan hanya itu, dalam setiap kali persidangan klasis yang dilakukan, anggota persidangan dari jemaat lain sudah menyampaikan keberatan. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus dalam persidangan adalah masalah GKJST sehingga mengesampingkan masalah lain dalam persidangan tersebut. Dalam wawancara yang dilakukan, Klasis sangat menyadari tata GKJ dan Tata Laksana, namun klasis juga harus mempertimbangkan kondisi saat itu. Kondisi tersebut yang menuntut klasis harus mengambil kebijakan demi keselamatan semua anggota GJK di wilayah Salatiga Selatan. Saat itu kami bukan tidak menghargai tata GKJ dan tata laksana, tetapi kami juga harus mengambil kebijakan demi keselamatan umat. Bayangkan jika sekian banyak orang pindah ke gereja lain atau tidak bergereja sama sekali hanya karena gerejanya tidak mampu menyelesaikan konflik (informan E). Persidangan klasis III dilaksanakan di GKJ Salatiga Selatan pada tanggal 14 januari Kemudian memutuskan; Pertama, proses pembiakkan dan pendewasaan PMK menjadi gereja dewasa didasarkan pada prinsip mengakui, saling menghargai dan saling mempercayai merupakan tanggungjawab GKJST. Kedua, waktu pendewasaan paling lambat 12 bulan. Ketiga, dalam waktu tiga bulan sudah dibentuk Majelis GKJST yang melayani di PMK dan proses pemilihan dilakukan secara mandiri oleh PMK. Keempat, PMK diperkenankan menggunakan tempat ibadah di GKJST Jl. Tanggulayu No. 7 Salatiga selama 12 bulan. 51

15 Kelima, dibentuk tim persiapan pembiakan dan pendewasaan terdiri dari utusan majelis GKJST, utusan PMK, Pnt. Suwarto Adi, S.Ag, M.Si selaku ketua Bapelkles dan Pdt. Widiarso Eko Hadi Nogroho, S.Th. Keenam, tim bertugas melakukan pendamaian dalam proses pendewasaan serta melaporkan dalam persidangan klasis berikutnya (artikel 25 akta sidang klasis III 2012). Artikel 27 berisi peninjauan kembali akta keputusan sidang klasis II artikel 42 tentang status yang bersangkutan. Persidangan kemudian memutuskan; Status pendeta yang bersangkutan tetap namun fungsi kependetaan (khusus sakramen) dan basis pelayanan menunggu proses PMK menjadi gereja dewasa. Kedua, selama menunggu proses pendewasaan, biaya hidup yang bersangkutan menjadi tanggungjawab PMK (artikel 27 akta sidang klasis 2012). Sidang klasis IV dilaksanakan pada tanggal 12 januari 2013 di GKJ Randuares Salatiga. Mempertimbangkan usulan GKJST dan PMK, serta laporan team pendamping dan Bapelklas maka sidang memutuskan Pendewasaan PMK yang isinya adalah; Pertama, pendewasaan PMK menjadi GKJ Menara Kasih. Kedua, proses pendewasaan GKJ Menara Kasih (GKJMK) dilaksanakan oleh GKJ Susukan. Ketiga, GKJST tidak ikut memutuskan atau tidak bertanggung jawab terhadap hasil sidang tersebut (menderheid nota). Keempat, mulai bulan februari 2013 PMK akan beribadah di gedung Gereja Bethel Indonesia Celong. Kelima, ibadah pendewasaan GKJMK paling lambat akhir bulan april

16 Keenam, Peneguhan yang bersangkutan sebagai pendeta GKJMK bersamaan dengan ibadah pendewasaan (artikel 28 keputusan sidang klasis IV 2013). Dalam persidangan sebelumnya telah diputuskan bahwa tanggung jawab mendewasakan PMK diserahkan kepada GKJST sebagai jemaat induk. Namun dikemudian hari timbul keberatan dari pihak GKJST untuk menjalankan keputusan tersebut sehingga proses pendewasaan sempat tertunda. Maka dalam persidangan berikutnya, diputuskan pendewasaam diserahkan kepada GKJ Susukan. Walau pun dalam proses pendewasaan, klasis mengakui menuai banyak protes dari GKJST. Salah satunya mengenai tata GKJ dan Tata Laksana, yang didewasakan adalah pepanthan bukan pecahan. Dalam hal inipun, klasis tetap mengusahakan proses rekonsiliasi. Namun hal tersebut tidak membuahkan hasil. Masalah kedua jemaat ini sangat sulit, bahkan sampai beberapa kali Bapelklas diganti. Persidangan sudah memutuskan tetapi kemudian tidak mau dijalankan oleh satu pihak dengan berbagai alasan.kedua kubu ini saling menyerang dan mempersulit satu dengan yang lain (informan E). Kami berusaha untuk berpisah secara baik-baik.walaupun kesannya hanya memenangkan pihak PMK, tetapi demi menyelamatkan umat. Memang GKJST sangat keberatan dengan keputusan ini, hanya saja daripada kami kehilangan sekian banyak umat atau konflik ini terus berlanjut itu tidak baik (Informan D). Melalui wawancara yang dilakukan, pihak klasis mengaku keputusan-keputusan yang diambil sudah mempertimbangkan kedua belah pihak. Walau pun terkesan tidak merekonsiliasi konflik yang terjadi, namun klasis sudah berupaya semaksimal mungkin. Hanya saja pihak PMK tetap menginginkan untuk berpisah, sedangkan GKJST 53

17 menginginkan untuk kembali bersatu. Sehingga walaupun tidak memenuhi persyaratan untuk didewasakan sesuai dengan tata GKJ dan tata laksana, pihak klasis memutuskan untuk PMK dipisahkan dari GKJST dan didewasakan sebagai sebuah jemaat. Namun dilain sisi, klasis mengusahakan agar PMK berpisah secara baik-baik dari jemaat induk. 4.4 Temuan dan Pembahasan Dengan memperhatikan latar belakang masalah dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Maka dalam bagian ini, penulis akan memaparkan data berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana klasis GKJ Salatiga Selatan menyelesaikan konflik perpecahan jemaat di GKJST. Dampak dari konflik tersebut kepada GKJST. Halnya sama yang dikatakan Thompson (1998) konflik adalah perbedaan persepsi dari kepentingan setiap orang atau kelompok. Flippo daam Sudarmo dkk (2000) dalam konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih banyak anggota organisasi karena mereka memiliki status, tujuan dan pandangan yang berbeda.berdasarkan hasil penelitian maka terdapat perbedaan pandangan dan pendapat ditubuh majelis dan jemaat mengenai kehidupan keluarga pendeta GKJST. Penyebab konflik perpecahan di GKJST adalah konflik pribadi yang mempengaruhi struktural organisasi (Indriyatni 2010). Bermula dari pergumulan pribadi seorang pendeta mengenai kehidupan keluarganya. Apa yang menjadi pergumulannya kemudian menuai pro kontra dikalangan majelis dan jemaat. Kebijakan -kebijakan yang diambil oleh majelis GKJST dalam menghadapi pergumulannya dirasakan tidak adil oleh yang bersangkutan. Fisher (2001) posisi tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang sesuatu oleh pihak yang berkonflik. Masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan (teori transformasi konflik). Hal itulah yang kemudian melahirkan konflik baru. 54

18 Jenis konflik ini adalah disfungsional seperti yang dikemukakan oleh Sentanu (1985), karena mengakibatkan ketidakpuasan sesama anggota organisasi sehingga secara tidak langsung mengurangi efektivitas yang berujung pada perpecahan anggota organisasi. Jika ditinjau dari pelaku dalam organisasi maka konflik ini termasuk dalam jenis konflik individu dan kelompok yang merambat menjadi kelompok dan kelompok.dikatakan demikian karena Akibat dari konflik ini adalah ketidakpuasan dan mengurangi efektivitas oerganisasi yang berujung pada hilangnya kebersamaan anggota organisasi. Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama maka terlihat proses penyelesaian konflik perpecahan jemaat di GKJST telah ditempuh diaras jemaat dan klasis. GKJST sebagai pihak yang terlibat dalam konflik sudah bereaksi dan melakukan serangkaian aksi dalam upaya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Aksi-aksi yang dilakukan adalah dengan mengadakan rapat majelis dan persidangan majelis. Dalam beberapa kali pertemuan juga melibatkan pihak ketiga yang diharapkan bisa menyelesaikan konflik. GKJST juga sudah mengupayakan negosiasi yang difasilitasi oleh Bapelkas. Dalam hal ini, penulis sepaham dengan yang dikemukakan oleh Ross (1993) manajemen konflik merupakan langkah - langkah yang diambil para pelaku dan pihak ketiga dalam upaya menyelesaikan konflik. Dalam proses negosiasi, tidak ada keputusan penyelesaian yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan salah satu pihak merasa dirugikan. Maka sebagai organisasi yang diikat dengan aturan (tata GKJ dan tata laksana) langkah selanjutnya yang diambil oleh kedua pihak yang berkonflik adalah membawa masalah tersebut kearas persidangan klasis. Reaksi yang diberikan klasis sebagai pihak ketiga adalah berusaha bersikap netral dengan 55

19 tidak memihak pada satu pihak. Sikap netral itu ditunjukan dalam usaha-usaha mediasi yang berulang kali diupayakan klasis sebelum pada akhirnya membawa ke persidangan klasis. Harapan klasis, bisa menyelesaikan masalah secara baik-baik dalam konteks sebagai keluarga Allah. Dalam usaha-usaha mediasi yang ditempuh oleh klasis, terlihat klasis sudah menjalankan fungsinya sebagai mediator. Walau pun disatu sisi seperti yang dikemukan oleh Kovach (2002) peran pihak ketiga yaitu mengfasilitasi dan mengkoordinasi negosiasi dari pihak-pihak yang berselisih. Pihak ketiga dimaksudkan dalam konflik adalah pihak netral dan imparsial, tidak memihak dan tidak biasa. Namun yang terjadi dalam konflik ini adalah, salah satu pihak yang berkonflik juga menjadi bagian dari badan pekerja klasis. Hal ini menyebabkan timbul kecurigaan diantara kedua belah pihak terhadap keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam persidangan klasis yang terkait dengan konflik tersebut. Walau pun sempat menimbulkan kecurigaan satu pihak terhadap keputusankeputusan klasis tetapi klasis tetap menjalankan fungsinya sebagai mediator dengan baik. Hal itu ditempuh klasis dengan cara memberikan masukan-masukan yang membangun dengan tujuan menyelesaikan konflik tersebut. Kemudian penulis setuju dengan apa yang dinyatakan Suyud (2000) bahwa fungsi memperbaiki komunikasi diantara pihak-pihak yang berkonflik. Memperbaiki sikap pihak yang satu kepada yang lain, memberikan wawasan kepada pihak yang berkonflik tentang proses perundingan. Langkah yang ditempuh oleh klasis seperti yang dikemukakan oleh Hugh (2007) bahwa sikap gereja dalam menyelesaikan konflik gereja melalui dua tahap.merundingkan masalah dan merantai hubungan menjadi lebih erat. Dalam hal itu penulis sepaham 56

20 dengan Lay (2006), gereja adalah organisasi yang dikelola oleh manusia, tetapi nilai-nilai alkitabiah hadir untuk mengatur manusia dalam mengelola organisasi gereja. Dengan demikian klasis sebagai media kehadiran syalom di dunia, mesti tahu bagaimana menyelesaikan konflik sebagai satu keluarga Allah. Merasa mediasi tidak juga membuahkan hasil, bahkan setelah dibahas dalam beberapa kali persidangan, klasis juga mencoba metode win-win solution. Hugh (2009) salah satu strategi manajemen konflik dalam gereja melalui perundingan pejabat-pejabat gereja. Dengan saling menghormati dan mengakui sebagai keluarga Allah, mereka mengembangkan prespektif - prespektif yang berbeda dan utuh sehingga menghasilkan win-win solution. Usaha melalui win-win solution juga tidak bisa menyelesaikan masalah. Hal itu disebabkan salah satu pihak tidak mau bersatu kembali menjadi sebuah jemaat. Dalam hal pihak tersebut meresa tidak adil jika pada akhirnya aset gereja menjadi hak pihak lawannya. Merasa sama-sama membangun gereja, maka apa yang menjadi milik gereja (asset yang tidak bergerak) harus bisa dinikmati oleh kedua pihak. Sementara dilain sisi, dalam setiap kali visistasi dan persidangan, klasis sudah menuai protes dari jemaat-jemaat lain karena merasa fokus pelayanan klasis hanya kepada masalah konflik GKJST. Klasis juga mempertimbangkan beberapa hal antara lain; penilaian dari pihak luar gereja jika masalah ini tidak diselesaikan secepatnya. Kelangsungan kehidupan bergereja dalam program-program pelayanan yang bisa terhambat karena masalah dimaksud. Menutup kemungkinan lahirnya konflik baru.maka langkah selanjutnya yang ditempuh klasis adalah melalui litigasi. Dalam hal litigasi 57

21 tersebut, klasis juga mempergunakan haknya sebagaimana diatur dalam sistim presbiterial yang dianut oleh GKJ. Dalam menyelesaikan masalah melalui litigasi, keputusan dibuat oleh pihak ketiga, sehingga kedua belah pihak yang bertikai tidak terlibat dalam membuat keputusan. Sifat keputusan yang diputuskan adalah memaksa dan mengikat (Coercive and binding) dan keputusan ditetapkan dalam persidangan yang bersifat resmi. Sejalan dengan litigasi, Blake dan Mouton (1964) salah satu gaya manajemen konflik. Memaksa (forcing) yaitu perhatian manajer yang tinggi terhadap hasil produksi sehingga berusaha menyelesaikan konflik yang terjadi. Metode litigasi yang ditempuh oleh klasis, maka dengan sendirinya masalah terselesaikan walau pun sangat memaksa dan harus diterima. Pihak GKJST sendiri mengakui jika keputusan akhir adalah dengan berpisah dengan mendewasakan PMK sebagai jemaat dewasa yaitu GKJ Menara Kasih, tetapi tidak menerima keputusan tersebut. Sarwono (2009) salah satu bentuk resolusi konflik yaitu tanpa kekerasan fisik, verbal dan non verbal. Teknik ini memang tidak menimbulkan luka fisik tetapi luka psikologis. Konflik GKJST memang bukan konflik dengan menggunakan kekerasan fisik. Namun konflik tersebut menimbulkan luka psikis dalam kehidupan berjemaat baik GKJST mau pun GKJMK. Luka psikologis itu disebabkan oleh sikap masing-masing pihak dalam proses rekonsiliasi yang diupayakan. Sikap saling menyerang dengan pendapat, mempersulit dalam menjalankan keputusan sidang klasis dengan sendirinya berdampak dalam kehidupan bergereja dan di luar gereja. 58

22 Jika melihat proses Resolusi konflik yang dilakukan oleh pihak klasis, maka penulis berpendapat bahwa, Klasis GKJ Salatiga Selatan sudah sepenuhnya menjalankan fungsinya sebagai mediator. Proses mediasi memang tidak memaksakan salah satu pihak (Henny Lusia 2010 dalam jurnal mediation as negation instrument). Namun segala upaya resolusi telah ditempuh klasis dan tidak membuahkan hasil. Dengan melihat sistem organisasi GKJ yaitu presbiterial, klasis menggunakan haknya dalam mengambil keputusan. Ada pun kebijakan-kebijakan yang tempuh oleh klasis semata-mata untuk menyelamatkan PMK dan GKJST, namun disisi lain tidak mengindahkan peraturan - peraturan gerejawi. Menurut hemat penulis, kebijakan yang dilakukan mungkin bisa menyelamatkan tetapi kemudian juga bisa menimbulkan konflik baru. Walau pun sebagai keluarga Allah bukan berarti tanpa masalah. Klasis GKJ Salatiga Selatan sangat menyadari hal tersebut. Markus 2:17 Yesus datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa. Penulis sepaham dengan Hugh (2007), konflik dalam gereja adalah pergumulan kakuasaan atas berbagai perbedaan. Dengan adanya konflik perpecahan jemaat GKJST, baik GKJST mau pun klasis sudah berupaya merundingkan masalah dan merantai hubungan persaudaraan yang sempat terputus saat konflik terjadi dengan tujuan menghadirkan Syalom dalam kehidupan gereja dan masyarakat. Adanya keputusan klasis terkait konflik tersebut, maka dampak yang diakibatkan adalah kedua kubu akhirnya berpisah menjadi jemaat dewasa. Hubungan sosial yang sudah dibangun sejak lama antar sesama jemaat GKJST dengan sendirinya menjadi retak. Hal itu disebabkan karena dalam satu keluarga ada yang membela GKJMK dan juga 59

23 sebaliknya. Perubahan juga meliputi kepribadian individu. Ada jemaat yang tidak mau terlibat dalam kegiatan gereja, karena dianggap gereja tidak mampu menyelesaikan konflik. Ada jemaat yang pindah ke gereja lain tanpa surat atestasi, bahkan ada jemaat yang mengundurkan diri dari gereja. Inilah yang menyebabkan data statistik di kedua jemaat sampai saat ini tidak pasti. Dampak lain yang dirasakan adalah, masing-masing komisi gereja berlomba - lomba untuk mengemas kegiatan gereja semenarik mungkin untuk menarik anggota jemaat. Ibadah minggu juga dikemas dengan kreatif. Tanpa disadari, seperti ada perlombaan antara kedua jemaat untuk menampilkan yang terbaik. Penulis sepaham dengan Widiarto (2003) dan Samiyono (2011) konlik bisa memberikan dampak negatif dan positif bagi pihak-pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik perpecahan GKJST memang memakan waktu yang panjang, tetapi secara tidak langsung penyelesaian konflik tersebut secara tidak langsung merangsang kedua pihak yang berkonflik untuk lebih kreatif dalam mengelola organisasi di masing-masing jemaat. 60

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENGORGANISASIAN BAGIAN PERTAMA GEREJA. Pasal 1 LOGO, MARS, DAN HYMNE

BAB I PENGORGANISASIAN BAGIAN PERTAMA GEREJA. Pasal 1 LOGO, MARS, DAN HYMNE BAB I PENGORGANISASIAN BAGIAN PERTAMA GEREJA Pasal 1 LOGO, MARS, DAN HYMNE (1) Logo GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode XIX GKJ tahun 1989 di Manahan, Surakarta. (gambar dan makna Logo terlampir).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang saling membutuhkan satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang saling membutuhkan satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang saling membutuhkan satu sama lain. Adanya hubungan timbal balik itu, sering menimbulkan fenomena sosial berupa konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU Diterbitkan oleh: Majelis Pusat Gereja Kristen Perjanjian Baru Daftar Isi BAB I Keanggotaan... 3 BAB II Musyawarah Besar... 4 BAB

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL Sinode Gereja Kristen Immanuel BANDUNG 2017 DAFTAR ISI Halaman I. 1 PEMBUKAAN Pembukaan...

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

Panduan Administrasi. Kompleks Istana Mekar Wangi Taman Mekar Agung III No. 16 Bandung Telp ; Website:

Panduan Administrasi. Kompleks Istana Mekar Wangi Taman Mekar Agung III No. 16 Bandung Telp ; Website: GKIm Jemaat Ka Im Tong - Bandung Jl. HOS Cokroaminoto No. 63 Bandung 40172 Telp. (022) 6011677, 6014982, 6120373, 6120374 Fax. (022) 6120372 GKIm Jemaat Hosanna Jl. Dr. Djundjunan No. 141 Bandung 40162

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BAB I PEMBUKAAN Mahasiswa Kristen Institut Teknologi Bandung sebagai bagian dari umat Allah di Indonesia memiliki tugas dan tanggung

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah GKJ Salatiga, jika dibandingkan dengan GKJ yang lain khususnya di Salatiga, tergolong sebagai gereja yang besar. Dari segi wilayah pelayanan GKJ Salatiga terbagi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kajian 1.1.1. Kemandirian Gereja, Antara Impian dan Kenyataan Hingga dewasa ini pada kenyataannya kita masih menemukan adanya gereja gereja yang belum dapat secara

Lebih terperinci

PERATURAN RUMAH TANGGA BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1

PERATURAN RUMAH TANGGA BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 PERATURAN RUMAH TANGGA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Anggota GKPS adalah orang-orang yang terdaftar di jemaat GKPS terdiri dari: a. Anggota Baptis b. Anggota Sidi c. Anggota Siasat d. Anggota Persiapan. Pasal

Lebih terperinci

Bekerja Dengan Para Pemimpin

Bekerja Dengan Para Pemimpin Bekerja Dengan Para Pemimpin Sudah lebih dari setahun Kim menjadi anggota gerejanya. Dia telah belajar banyak sekali! Ia mulai memikirkan pemimpin-pemimpin di gereja yang telah menolongnya. Ia berpikir

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Warta 22 November 2015 Tahun VI - No.47 KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV (sambungan minggu lalu) Tantangan Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Anglia 9.

Lebih terperinci

BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS. istilah orang Jawa wong jowo iku nggoning semu artinya orang Jawa itu peka

BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS. istilah orang Jawa wong jowo iku nggoning semu artinya orang Jawa itu peka BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS Dalam bagian ini akan mengemukakan pengaruh perubahan penggunaan cawan menjadi sloki dalam Perjamuan Kudus dalam kehidupan jemaat masa modern dengan melihat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian 1:26; I Petrus

Lebih terperinci

TATA DASAR TATA DASAR

TATA DASAR TATA DASAR TATA DASAR PEMBUKAAN TUHAN itu Allah yang Esa (Ul. 6:4),pencipta alam semesta beserta segenap isinya dan yang menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-nya (Kej. 1). Semua manusia telah menyalahgunakan

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia

BAB I. PENDAHULUAN. Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia yang ditata dalam empat tatanan dasar. Tatanan dasar itu berupa tatanan pengakuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan

Lebih terperinci

TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX TATA GEREJA. Gereja Kristen Immanuel. Edisi SR XX. Sinode Gereja Kristen Immanuel

TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX TATA GEREJA. Gereja Kristen Immanuel. Edisi SR XX. Sinode Gereja Kristen Immanuel Sinode Gereja Kristen Immanuel Kompleks Istana Mekar Wangi Jl. Taman Mekar Agung III No. 16 Bandung 40237 Telp. 022-87804653; Website: www.sinodegkim.com TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. 03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

Lebih terperinci

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 tentang J E M A A T Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Upaya Majelis Sinode GMIT untuk merumuskan pedomanan penilaian kinerja bagi pendeta GMIT, adalah bagian dari tanggungjawab Majelis Sinode, untuk menata GMIT dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK

DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK 2. BAB I : KETENTUAN UMUM a. Pasal 1 : Pengertian b. Pasal 2 : Maksud dan tujuan c. Pasal 3 : Lingkup peraturan pokok kepegawaian di GKJW Jemaat Waru. d. Pasal 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

LEMBAGA KAJIAN BUDAYA JAWA (LEMKABUJA) SINODE GKJ WISMA KASIH, SALATIGA;

LEMBAGA KAJIAN BUDAYA JAWA (LEMKABUJA) SINODE GKJ WISMA KASIH, SALATIGA; PROPOSAL TEMU BUDAYAWAN SINODE GEREJA GEREJA KRISTEN JAWA (GKJ) Bersama LEMBAGA KAJIAN BUDAYA JAWA (LEMKABUJA) SINODE GKJ WISMA KASIH, SALATIGA; 14, 15, 16 Mei 2015 Tema: dipilih dari dunia, di utus ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem yang digunakan untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut berupa informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan Gereja X Bandung di Wilayah Jawa Barat tidak terlepas dari sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum Emeritasi merupakan istilah yang tidak asing di telinga kita. Dalam dunia pendidikan kita mengetahui adanya profesor

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja? LAMPIRAN INSTRUMENT PERTANYAAN KEPADA PENDETA JEMAAT 1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 2. Apa itu TIM DOA? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

PERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 001 TAHUN 2015

PERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 001 TAHUN 2015 Mengingat Menimbang PERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 001 TAHUN 2015 Tentang PERATURAN DASAR ORGANISASI KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan Rahmat

Lebih terperinci

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah Bab Empat Penutup 1. Kesimpulan Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah peraturan/tata gereja definitif yang berisi uraian teologis-eklesiologis tentang identitas GTM secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) TATA GEREJA GKPS 1 GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) Simalungun Protestant Christian Church Pimpinan Pusat : Pdt. Jaharianson Saragih, STh, MSc, PhD Sekretaris Jenderal : Pdt. El Imanson Sumbayak,

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA 2.1. Manajemen Asset Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan menyelesaikan persoalan bersama-sama dengan orang lain dimana memahami bahwa setiap aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tugas panggilan Gereja adalah memelihara iman umat-nya. 1 Dengan mengingat bahwa yang menjadi bagian dari warga Gereja bukan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020 PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020 I. Dasar Pelaksanaan Tata Gereja GPIB tahun 2015 1. Tata Dasar, Bab IV ttg Penatalayanan Gereja 2. Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Identifikasi Permasalahan Sebagai salah satu penerus tradisi Gereja Reformasi, Gereja Kristen Jawa (GKJ) memiliki ajaran iman yang sangat mendasar sehubungan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat menjangkau seluruh jemaatnya agar dapat merasakan kehadiran Allah ditengahtengah kehidupannya. Dengan itu maka,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama kata gereja yang diberikan oleh banyak kamus, khususnya kamus daring (online),

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu:

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kedaton, (2) Kelurahan Surabaya, (3) Kelurahan Sukamenanti, (4) Kelurahan Sidodadi, (5) Kelurahan Sukamenanti

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 Jenjang Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kurikulum : 2006 Jumlah Kisi-Kisi : 60 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 NO KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA DI SUSUN OLEH ENDANG AYU PURWANINGTYAS (752013020) MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Lebih terperinci

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA ANGGARAN RUMAH TANGGA PERSATUAN MAHASISWA BAB I KEANGGOTAAN PM UNPAR Pasal 1 (1) Anggota PM Unpar terdiri dari: a. mahasiswa baru b. mahasiswa lama (2) Mahasiswa baru yang dimaksud dalam ayat (1) huruf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Gereja sebagai tubuh Kristus menjadikan segala sesuatu berpusat dalam Kristus, Kepala Gereja, ialah satu-satunya yang memerintah jemaat dengan Firman dan Roh-Nya,

Lebih terperinci

Perencanaan Strategis Panitia Ad.hoc Tata Gereja GKSBS

Perencanaan Strategis Panitia Ad.hoc Tata Gereja GKSBS SINODE GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN PANITIA AD HOC AMANDEMEN TATA GEREJA Jl. Yos Sudarso 15 Polos, Metro Pusat - LAMPUNG 34111 Telp. (0725) 42598, email : sinode@gksbs.org website : www.gksbs.org

Lebih terperinci

Jakarta, 22 Agustus : 3551/VIII-17/MS.XX : 1 (satu) Bundel : Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat

Jakarta, 22 Agustus : 3551/VIII-17/MS.XX : 1 (satu) Bundel : Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat Jakarta, 22 Agustus 2017 Nomor Lamp Perihal : 3551/VIII-17/MS.XX : 1 (satu) Bundel : Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat Kepada Yth. : Seluruh Majelis Jemaat GPIB

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT SISTEM HUTAN KERAKYATAN LESTARI MUARA TIGA

KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT SISTEM HUTAN KERAKYATAN LESTARI MUARA TIGA KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT SISTEM HUTAN KERAKYATAN LESTARI MUARA TIGA MUKADIMAH Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan karunia kepada kita semua, hingga sampai saat ini masih dapat berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

TATA GEREJA (GKKA INDONESIA)

TATA GEREJA (GKKA INDONESIA) TATA GEREJA GEREJA KEBANGUNAN KALAM ALLAH INDONESIA (GKKA INDONESIA) Hasil Sidang Raya XII SINODE GKKA INDONESIA (Keputusan No.15/SRXII/GKKAI/KDI/VIII/2015) Page 1 of 67 STRUKTUR TAGER GKKA INDONESIA Bagian

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR FORUM ORANGUTAN INDONESIA

ANGGARAN DASAR FORUM ORANGUTAN INDONESIA ANGGARAN DASAR FORUM ORANGUTAN INDONESIA PEMBUKAAN Orangutan merupakan satu- satunya jenis kera besar yang saat ini hidup di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan 3 jenis lainnya hidup di Afrika. Kelestarian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

POKOK POKOK PERATURAN (P2P) MAMRE GBKP

POKOK POKOK PERATURAN (P2P) MAMRE GBKP Rumusan Amandemen P2P MAMRE GBKP POKOK POKOK PERATURAN (P2P) MAMRE GBKP 2015 2020 BAB I HAKEKAT, KEDUDUKAN DAN TUGAS PANGGILAN Pasal 1 Nama dan Kedudukan 1. Perbapan (Kaum Bapak) merupakan salah satu Lembaga

Lebih terperinci