KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (SABODAM) PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (SABODAM) PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010"

Transkripsi

1 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (SABODAM) PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 Moh. Dedi Munir *, Djudi Balai Sabo, Kementerian PU, Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta, *corresponding author: ABSTRAK Sabodam merupakan bangunan pengendali aliran debris atau lahar yang dibangun melintang pada alur sungai. Prinsip kerja Bangunan Sabo adalah mengendalikan sedimen dengan cara menahan, menampung dan mengalirkan material / pasir yang terbawa oleh aliran dan meloloskan air ke hilir. Selama masa kejadian banjir lahar pasca erupsi Merapi tahun 2010, sebanyak 77 unit sabodam yang ada di sungai sungai lahar Merapi mengalami kerusakan atau bahkan hanyut terbawa aliran lahar (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, 2011). Sebagian besar dugaan penyebab keruntuhan sabodam mengarah pada pondasinya yang memiliki konsep pondasi mengambang yaitu dibangun di dasar sungai tanpa pondasi yang mengikat ke dalam lapisan tanah keras dengan asumsi bahwa material dasar sungai daerah vulkanik yang didominasi pasir memiliki stabilitas dan daya dukung yang cukup baik sehingga cukup mampu mengikat bangunan untuk tetap pada posisi semula (tidak mengguling ataupun bergeser). Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian (berupa struktur bangunan dan geologi) lebih lanjut terkait konsep pondasi mengambang untuk memahami kelemahan dalam implementasinya, mekanisme kegagalan serta penyesuaian lebih lanjut untuk perbaikan pengelolaan, dengan mengambil daerah Gunungapi Merapi sebagai lokasi studi kasus. Hasil kajian menunjukkan kerusakan sabodam pondasi mengambang dominan disebabkan oleh local scouring, maka untuk mengurangi kedalaman lokal scouring yang mengakibatkan terjadinya kegagalan bangunan sabodam dalam implementasinya sabodam dibangun secara seri dengan jarak efisien antar sabodam dan pondasi yang lebih dalam. Berdasarkan investigasi lapangan, diketahui bahwa proses geologi daerah penelitian menunjukkan kondisi yang mengindikasikan terjadinya rembesan dan gerusan lokal yang mengurangi kekuatan struktur bangunan. I. PENDAHULUAN Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 dengan indeks vulkanik 4 (VEI 4), merupakan letusan vulkanik terbesar sejak 1872, hal ini berbeda dengan letusan yang terjadi sebelumnya tahun 2006 dengan indeks yang hanya (VEI 1) (Preece, 2014). Besarnya letusan yang terjadi juga menghasilkan material volkanik dengan jumlah yang sangat besar. Banyaknya produk vulkanik yang terendapkan pada daerah di sekitar puncak serta lerenglereng Gunung Merapi menimbulkan besarnya potensi banjir lahar yang mungkin terjadi pada tahun-tahun berikutnya (Gambar 1). Permasalahan yang diakibatkan dari banjir lahar tidak hanya berupa kerusakan sabodam di aliran sungai, tetapi juga dapat menghancurkan infrastruktur seperti jalan nasional, jembatan, desa, pertanian serta mengancam kehidupan manusia. Pada sungaisungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi, banjir lahar pasca letusan 2010 telah mengakibatkan banyak kerusakan pada bangunan Sabodam baik berupa rusaknya bagian dari bangunan maupun sampai hancur atau terbawa hanyutnya bangunan sabo ( Gambar 2). Dari bangunan sabo yang mengalami banjir lahar, apabila dilihat dari jumlah bangunan sabodam yang mengalami kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah rusaknya sabodam) berada pada Kali Putih dengan 21 unit mengalami kerusakan dari 22 unit jumlah total (Gambar 3). 128

2 Prosentase total kerusakan bangunan sabodam pada sistem sungai yang berhulu di Gunung Merapi pasca letusan Gunung Merapi 2010 adalah sebesar 34,8 % dengan 8% sendiri berada di aliran Kali Putih atau merupakan bagian yang terbesar (Tabel 1). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan yang terjadi pada bangunan sabo di Kawasan aliran sungai Kali Putih Gunung Merapi. Kegiatan penelitian berlokasi di daerah Gunungapi Merapi di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Klaten dan Magelang Propinsi Jawa Tengah. Kali Putih merupakan sungai yang terletak di sebelah Barat Daya yang memiliki DAS seluas 26 km2, dengan panjang sungai 14,70 km mulai dari ketinggian ± m dpl sampai dengan ketinggian ± 200 m dpl hingga bertemu dengan Kali Blongkeng. II. GEOLOGI REGIONAL Gunungapi strato Merapi berada pada km arah utara dari Kota Yogyakarta Indonesia. Gunungapi Merapi berada di atas zona subduksi Jawa dengan komposisi sebagian besar berupa basalt-andesite, pyroclastic flow, lava, dan endapan lahar (Surono, dkk, 2011). Berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta pada Gambar 4. (Rahardjo dkk, 1977, Surono dkk, 1994, dan JICA, 1990) geologi daerah penelitian tersusun atas Formasi Endapan Gunung Merapi Muda berupa lava dan piroklastik dengan lapisan abu vulkanik. Daerah di sekitar Kali Putih juga tersusun atas lapisan abu yang berukuran halus dengan warna yang bervariasi dari abu-abu terang sampai coklat terang (Preece, 2014). Gunungapi Merapi termasuk dalam jenis gunungapi tipe strato. Selain dari bencana primer letusan gunungapi juga memiliki potensi bencana sekunder yang disebut banjir lahar. Banjir lahar terdiri dari dua macam yaitu banjir debris dan aliran dengan konsentrasi yang tinggi (hyperconcentrayed flow). Aliran ini mengandung sekitar 40-60% material 129 berupa aliran massa yang non-kohesif dan bersifat lepas-lepas, memiliki gradasi yang terbalik, dengan densitas yang rendah pada bagian dasar). Selain itu, debris flows memiliki sekitar 60-80% berupa konsentrasi material vulkanik (Scott, 1988 dalam Surjono dan Yufianto, 2011). III. BANGUNAN SABODAM Sabodam dibangun dengan fungsi untuk mengendalikan sedimen dengan cara menahan, menampung dan mengalirkan sedimen. Tata letak pembangunan sabodam di daerah gunungapi dilakukan pada daerah produksi sedimen sampai dengan daerah pengendapan sedimen. Di daerah tersebut batuan dasar alur sungai sudah tertimbun endapan hasil letusan gunungapi, sehingga letaknya cukup dalam. Untuk itu pondasi sabodam dibuat mengambang dengan anggapan bahwa batuan pada pondasi tersebut memiliki karakteristik yang cukup keras. Sabodam ini dibangun secara seri artinya bangunan yang satu mendukung bangunan lainnya, dengan jarak tertentu yang disyaratkan agar sabodam stabil dan aman dari gerusan lokal (VSTC, 1985). Pola pengendalian aliran lahar (sabodam) memiliki perbedaan fungsi pada daerah yang berbeda-beda. Daerah Gunungapi berdasarkan pengendalian lahar di bedakan menjadi tiga macam yaitu, daerah pengendapan lahar, daerah transportasi lahar, daerah sumber material lahar, dan daerah puncak gunung. Jenis-jenis bangunan Sabodam yang ada di Gunungapi Merapi berjumlah 264 buah dengan tipe yang berbeda-beda. Tipe yang berada untuk daerah sumber material lahar adalah Sabodam, dam konsolidasi, dan tanggul pengarah. Daerah transportasi lahar memiliki tipe bangunan Sabodam, dam konsolidasi, normalisasi sungai, dan tanggul banjir. Kantong lahar, dam konsolidasi, tanggul banjir, gronsil, dan normalisasi sungai berada pada daerah pengendapan lahar. Lokasi Bangunan Sabo di Kali Putih ditunjukkan pada gambar 2. Jumlah

3 bangunan sabodam yang ada pada sungai Kali Putih adalah sebanyak 22 unit yang terbangun pada ketinggian antara 850 m sampai dengan ketinggian 270 m. IV. METODOLOGI Metode yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah desk study, pengumpulan dan pengujian data primer, uji model hidraulik, analisa dan penyusunan laporan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara survai dan kunjungan lapangan seperti identifikasi kerusakan bangunan sabo dan pengujian geofisika. Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi yang terkait antara lain. Uji model hidraulik dilakukan untuk mengetahui prilaku bangunan sabo berdasarkan kondisi tertentu dari banjir lahar yang terjadi dalam skala laboratorium. Uji model hidraulika dilakukan di Laboratorium Hidraulika Balai Sabo dengan menggunakan saluran kaca (flume) berukuran lebar 0,20 m x panjang 6 m, dengan mengambil kasus ruas sungai Kali Putih antara PU-D1 Mranggen, PU- C11/12 Gemeng sampai dengan PU-C10 Ngepos, dengan rentang sepanjang ± 2 km. Analisis dilakukan terhadap hasil pengambilan data di lapangan dan hasil pengujian uji model laboratorium. Identifikasi kerusakan Sabodam di lapangan dilakukan berdasarkan orientasi foto kerusakan sabodam pasca letusan 2010 dan interpretasi hasil kunjungan lapangan. V. DATA DAN ANALISIS A. Identifikasi Kerusakan Sabodam dan Penyebab Karakteristik letusan Gunungapi Merapi umumnya disertai dengan luncuran awan panas yang akibatnya menimbulkan kerusakan hutan, ekosistemnya serta perubahan morfologinya (Gambar 7). Tercatat kurang lebih seluas ha hutan Taman Nasional Gunung Merapi mengalami kerusakan dari total ha luas hutan Taman Nasional 130 Gunung Merapi yang berada dalam wilayah Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten dan Sleman. Dampak dari kerusakan hutan dilihat secara hidrologis akan berpengaruh terhadap peningkatan aliran permukaan (surface runoff) dan bertambahnya debit sungai karena menurunnya jumlah hutan penutup lahan. Peristiwa banjir lahar akan terjadi jika terpenuhi tiga ketentuan yaitu tersedia material endapan, curah hujan yang tinggi, dan kelerengan yang cukup curam. Pada musim hujan pasca erupsi 2010 sering terjadi banjir lahar di daerah Kali Putih. Hal ini dikarenakan kondisi di lokasi yakni terendapkannya material hasil erupsi yang ada dengan jumlah yang sangat besar dan masih baru sehingga cukup mudah untuk terangkut aliran. Kejadian banjir lahar pasca erupsi Gunung Merapi 2010 mengakibatkan kerugian yang cukup besar yaitu hancur dan hanyutnya bangunan Sabodam di aliran Kali Putih. Besarnya debit banjir lahar yang diperoleh berdasarkan pengamatan tanda-tanda bekas banjir pada Jembatan Ngepos Kali Putih Januari 2011 sebesar 963 m 3 /det juga turut mendukung kerusakan yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan debit banjir lahar puncak untuk perencanaan bangunan sabodam, nilai tersebut memiliki besaran nilai yang sudah mendekati debit puncak yaitu sebesar 946 m 3 /det (Data ini didapat dari wawancara dengan Yachiyo Engineering Consultant, 2014). Identifikasi kerusakan di Daerah Kali Putih dilakukan berdasarkan analisa foto dan kunjungan lapangan dengan melakukan pemeriksaan lebih detail mengenai kondisi di lokasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagian mana pada Sabodam yang mengalami kerusakan dan untuk melaksanakan studi berikutnya menganalisa kejadian yang telah terjadi. Salah satu bangunan sabo yang diidentifikasi kerusakannya adalah Sabo PU-D3. Jenis kehancuran yang ditemui yaitu bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok

4 tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kirikanan termasuk apron runtuh dan hanyut. Selain itu, pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap (Gambar 5). Sabodam PU-D3 Salamsari dibangun tahun 1983 dengan material pasangan batu kali dan beton. Data dimensi dan kerusakan sabodam PU-D3 Salamsari disajikan dalam bentuk Tabel 2 sebagai berikut: Sabodam PU-D3 Salamsari runtuh pada sub dam dan sub subdam, apron dan tembok tepi kiri-kanan akibat banjir lahar. Foto dan sketsa kerusakan sabodam PU-D3 Salamsari disajikan dalam Gambar 5. Dilihat dari letaknya maka sabodam PU-D3 Salamsari berada pada urutan bangunan No. 3 dari hulu dari total 22 unit bangunan sabodam yang ada di sistem sungai Kali Putih. Jarak antara sabodam PU-D3 Salamsari dengan sabodam di hilirnya yaitu PU-C14 Gejugan I sepanjang m (Tabel 4). Jumlah kerusakan sabodam Kali Putih pasca erupsi Gunungapi Merapi 2010 adalah sebanyak 21 unit, dan 3 unit diantaranya merupakan kerusakan sabodam paling parah karena tubuh sabodamnya sampai patah dan hanyut yaitu sabodam PU-D1 Mranggen (Tabel 3), sabodam PU-C11/12 Gremeng, dan sabodam PU-C10 Ngepos yang berturut-turut merupakan sabodam No. 7, No. 8, dan No. 9 dari hulu (Gambar 6). Dampak dari keruntuhan sabodam tersebut adalah hilangnya fungsi penahanan material sedimen, sehingga terjadi degradasi dasar sungai. Keseluruhan data kerusakan yang diidentifikasi pada bangunan Sabodam ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan keseluruhan data kerusakan yang diidentifikasi, dapat diketahui bahwa gerusan lokal menjadi faktor yang signifikan dalam menyebabkan rusaknya bangunan Sabo. Hal ini dikarenakan terjadinya perlemahan pondasi bangunan Sabodam. Dari data spesifikasi dan dimensi bangunan sabodam dengan kedalaman gerusan lokal yang terjadi pada banjir lahar 2010, maka dibuat grafik hubungan antara tinggi terjun dengan kedalaman gerusan lokal di hilir sabodam. Semakin tinggi terjunan maka semakin dalam gerusan lokal yang terjadi, dengan persamaan Y = 0,3281 X + 4,0329 (Gambar 8). Jumlah material hasil erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 yang terendapkan di puncak gunung, lereng dan alur sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Merapi adalah sebanyak 140 juta m 3 (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2011). Dari 140 juta m 3 material hasil erupsi tersebut sebanyak 18 juta m 3 terkonsentrasi di daerah hulu Kali Putih (UGM, 2011). Jumlah bangunan Sabodam yang ada di Kali Putih adalah 22 unit dengan kapasitas tampung hanya sebesar 2,58 juta m 3, sehingga perbandingan antara jumlah persediaan material yang harus dikendalikan sabodam dengan kapasitas tampung sabodam tidak berimbang. Sabodam yang ada hanya mampu menampung material berkisar 1/7 (14,33%) dari jumlah material yang terkonsentrasi di hulu Kali Putih. Material tersebut masih bersifat lepas karena letusan 2010 terjadi pada 26 Oktober 2010 saat memasuki musim penghujan, sehingga sangat mudah terangkut oleh aliran banjir. Peristiwa degradasi dasar sungai akibat keruntuhan salah satu sabodam mengakibatkan efek terganggunya kestabilan sabodam yang lain, yang sering disebut dengan efek domino. Hal ini, karena sistem kerja sabodam adalah saling mendukung dan melengkapi antara sabodam yang satu dengan 131

5 yang lainnya dalam satu sistem seri / deret sabodam. Disamping itu perlemahan stabilitas sabodam juga diperbesar dengan adanya aktifitas penambangan galian golongan C yang melebihi batas ketersediaan sedimen suplai dari hulu, serta terkadang penambangan dilakukan pada tempat-tempat yang dilarang. Hal ini terjadi karena terbatasnya ruang yang bisa ditambang kalau jarak antar sabodam cukup dekat. Untuk mengantisipasi penurunan stabilitas yang membahayakan keamanan sabodam maka pemerintah kabupaten Magelang melarang penambangan galian golongan C yang menggunakan alat berat. Aktivitas penambangan material galian golongan C sesungguhnya diperlukan untuk menyediakan ruang tampungan untuk menampung sedimen pada letusan berikutnya, dengan catatan apabila dilakukan pada tempat yang dianjurkan yaitu pada lokasi hulu sabodam di area tampungan mati (dead storage) atau volume yang terkendali dengan batas tentu tidak terlalu dekat dengan bangunan baik Sabodam maupun tanggul serta tidak melebihi volume suplai (Gambar 9). Penambangan yang melebihi volume suplai sedimen dari hulu akan berpengaruh terhadap perubahan morfologi sungai dan menurunnya kualitas lingkungan. Gangguan terhadap lingkungan dapat berupa adanya suara bising, debu, asap truk, dan lain-lain. Di sisi lain aktivitas penambangan juga akan menambah penghasilan masyarakat, sehingga adanya suplai sedimen dari aktivitas Gunungapi Merapi juga merupakan berkah, karena memiliki kualitas yang cukup baik untuk bahan bangunan. material dasar sungai pembentuk alur sungai merupakan bentukan endapan material hasil erupsi yang tersusun secara acak mengikuti besaran debit pengangkutnya. Material dengan ukuran besar akan terangkut ketika debit banjir besar dan material ukuran kecil akan terangkut meskipun debit yang mengalir hanya kecil. Susunan material dasar sungai terdiri dari abu vulkanik, lanau, pasir, kerikil 132 dan batu. Abu vulakanik dan lanau apabila bercampur dengan air akan meningkatkan kekentalan aliran dan material jenis pasir dan kerikil apabila terangkut aliran akan menggelinding mirip roda yang memperingan penggeseran, hal ini yang menyebabkan batubatu besar dapat terangkut dan bahkan mengapung dipermukaan aliran. Dominasi material dengan diameter kecil yang diperlihatkan pada uji laboratorium menunjukkan bahwa endapan hasil erupsi Gunungapi Merapi yang terakumulasi di hulu Kali Putih lebih banyak berupa abu vulkanik, sedang batu ukuran besar sedikit terangkut yang diperkirakan merupakan hasil longsoran ataupun erosi dari endapan lama. Diameter rata-rata butiran di lokasi penelitian yaitu 10,40 mm atau berukuran halus. Aktivitas penambangan bahan galian golongan C di Kali Putih wilayah Desa Argosoka Mranggen setiap hari terdiri dari jumlah truk yang beroperasi sebanyak 50 unit dan ratarata setiap hari dapat mengangkut 1 sampai dengan 2 kali dengan volume sekali angkut 7 m 3. Maka volume material bahan galian golongan C yang ditambang = 50 unit truk x 2 kali per hari x 7 m3 = 700 m 3 /hari. Dan dalam setahun = 700 m 3 x 365 hari = m 3 /tahun. B. Pengujian Geolistrik Pengujian ini dilakukan di lokasi PU-D1 Mranggen, Kabupaten Magelang dengan tujuan untuk mengetahui besaran Ohm atau nilai tahanan listrik pada bagian bawah bangunan sabo. Besaran Ohm yang terdapat pada bagian bawah bangunan sabo dapat diinterpretasikan sebagai perkiraan kondisi litologi dan kondisi air di bawah permukaan. Pengujian dilakukan dengan dua (line) survey yaitu pada bagian hulu dan hilir bangunan sabo (Gambar 10). Panjang lintasan dan spasi elektroda yang diaplikasi pada survey geolistrik disesuaikan dengan kondisi dan lebar dari sungai (Kali Putih). Panjang lintasan akan menentukan kedalaman survey,

6 sedangkan resolusi hasil dari survey ditentukan oleh spasi elektroda yang ada. Pada line di bagian hulu, lintasan memiliki panjang 30 meter dengan kedalaman maksimum yaitu ±6 meter. Lintasan ini dilakukan dengan spasi antar elektroda 2 meter sehingga resolusi yang diharapkan sebesar 1 meter. Survey dilakukan dengan lintasan melintang sungai (Kali Putih) atau sejajar dengan bangunan sabo yang ada. Daerah dengan litologi berupa hasil produksi gunung api umumnya relatif memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Sedangkan adanya pengaruh air dapat mengakibatkan nilai resistivitas relatif rendah. Litologi yang terdapat pada permukaan dasar kali adalah berupa soil lepas hasil transportasi yang bercampur dengan gravel-gravel hasil transport. Hasil yang diperoleh dari geolistrik di hilir bangunan sabo menunjukkan kisaran nilai tahanan jenis antara Ohm meter (Gambar). Daerah dengan bentuk relatif sirkular dengan resistivitas yang tinggi, Ohm meter (warna merah) diinterpretasikan sebagai bongkah yang berada di bawah permukaan. Variasi nilai ditemukan pada hasil resistivitas di line pengukuran di hilir bangunan sabo. Nilai resistivitas yang relatif rendah Ohm meter pada bagian sebelah kiri lintasan menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh aliran air Kali Putih. Kajian Hidraulik Kajian hidraulika dilakukan untuk mengetahui perilaku aliran lahar dan mengetahui kedalaman gerusan lokal yang terjadi di Sabodam. Pelaksanaan uji model hidraulika dilakukan di laboratorium dengan menggunakan saluran kaca (flume) dengan ukuran lebar 20 cm, tinggi 40 cm dan panjang 600 cm. Hal yang mendasari pengujian hidraulik tersebut adalah karena parameter yang diamati adalah besarnya gerusan lokal di hilir Sabodam yang sifat perubahannya hanya kearah vertikal saja. Variasi besar debit diambil sebesar 550 m 3 /detik, 500 m 3 /detik, dan 450 m 3 /det. Besarnya variasi debit ditentukan berdasarkan debit desain sabodam Kali Putih PU-D1 yaitu sebesar 530 m 3 /det. Dari survai lapangan besarnya kemiringan dasar sungai Kali Putih pada ruas antara PU-C10 Ngepos sampai dengan PU-D5 Salamsari berkisar antara 3,4 % ~ 5,4 %, sehingga pada uji model hidraulika gerusan lokal ini diambil variasi kemiringan dasar sungai (I) sebesar 7 %, 6 %, dan 5 %. Sedangkan besarnya konsentrasi sedimen (C d ) diambil sebesar 5 % dan 2,5 %. Serta untuk mengetahui besarnya pengaruh kedalaman gerusan lokal yang merupakan fungsi dari ketinggian sabodam, maka tinggi bangunan sabodam dibuat variasi yaitu 11 m, 9 m, dan 7 m. Pelaksanaan uji model hidraulika dibuat skenario sebagai berikut: Uji model hidraulika dibuat dalam 2 kelompok, kelompok 1 memiliki jarak antar bangunan sabodam 200 m dan kelompok 2 dengan jarak antar bangunan sabodam 300 m. Tiap kelompok terdiri dari 3 sub kelompok yaitu sub kelompok tinggi bangunan sabodam 11 m, 9 m, dan 7 m. Tiap sub kelompok dibagi dalam 3 bagian ruas kemiringan yaitu 7 %, 6 %, dan 5 %. Pada masing-masing ruas kemiringan diberikan besaran debit 550 m 3 /det, 500 m 3 /det, dan 450 m 3 /det dan konsentrasi sedimen 2,5 % dan 5 % dengan pengaliran dalam sekali running selama 10 menit. Perubahan penurunan dan kenaikkan dasar sungai yang terjadi diukur setelah berakhir waktu running untuk mengetahui perilaku dan dampak dari setiap skenario perlakuan. Hasil uji model hidraulika gerusan lokal dari hasil pelaksanaan uji model hidraulika sebanyak 54 seri, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Untuk jarak antar bangunan sabodam 200 m, tinggi sabodam 11 m dengan konsentrasi sedimen 5 %, dan kemiringan dasar mulai dari 7 % berangsur mengecil sampai dengan 5 % terjadi gerusan kecil dan lambat laun berubah terjadi 133

7 sedimentasi apabila debit semakin berkurang. 2. Untuk jarak antar bangunan sabodam 200 m, tinggi sabodam 9 m sampai dengan 7 m dengan konsentrasi sedimen 2,5 %, dan kemiringan dasar sungai mulai 7 % berangsur mengecil sampai dengan 5 % dominan terjadi gerusan besar sampai mencapai kedalaman 11,2 m panjang 31 m. 3. Untuk jarak antar bangunan sabodam 300 m, tinggi sabodam 11 m sampai dengan 7 m dan konsentrasi sedimen 2,5 % secara konsisten terjadi gerusan yang cukup dalam untuk kemiringan 7 % dan kedalaman gerusan berkurang untuk kemiringan dasar yang agar landai. C. Mekanisme Kejadian Banjir Lahar Berdasarkan kegiatan di lapangan dan laboratorium dapat diketahui mekanisme kejadian banjir lahar yang menyebabkan rusak dan hancurnya bangunan sabo. Banjir lahar yang membawa material debris dengan konsentrasi yang tinggi dengan cepat akan memenuhi tampungan sedimen yang ada. Indikasi rembesan yang terjadi pada bagian bawah bangunan sabo yang terjadi sebelumnya akan mengurangi kekuatan struktur bangunan (Balai Sabo, 2014). Hal ini terutama terjadi apabila rembesan tersebut membawa material-material. Banjir lahar yang terjadi yang disebabkan oleh cepatnya aliran akan menyebabkan tergerusnya bagian di hilir bangunan sabo sehingga menyebabkan lemahnya konstruksi bangunan tersebut. Gerusan lokal yang terjadi akan membuat bangunan sabo mengalami penurunan kekuatan structural (Balai Sabo, 2014). Pelemahan kondisi struktural dan besarnya banjir lahar menyebabkan bangunan sabo akan runtuh dan hanyut terbawa (Gambar 11). VI. KESIMPULAN - Kedalaman pondasi sabodam sebelum erupsi Gunungapi Merapi 2010 berkisar 4 s/d 7 m. Berdasarkan analisis, setelah erupsi Gunungapi Merapi 2010 kedalaman gerusan lokal yang terjadi berkisar 1,4 s/d 9 m. Hal ini menunjukkan bahwa Bangunan Sabo sebaiknya dibangun secara seri dan memerlukan pondasi yang lebih dalam dibandingkan dengan kondisi yang ada sekarang. - Kerusakan Sabodam terparah cenderung terjadi pada Sabodam di daerah hulu, mengingat gradasi material yang terangkut oleh banjir lahar di daerah hulu berupa batu-batu besar. Disamping itu kemiringan sungai daerah hulu juga curam, sehingga kecepatan dan energi aliran lahar besar. - Uji model hidraulik dilakukan dengan menghasilkan kedalaman gerusan lokal yaitu 11,2 meter sedangkan gerusan lokal yang ada dilapangan yaitu sedalam 21 meter. Ketidaksesuaian terjadi kemungkinan dikarenakan terjadinya perbedaan kondisi yang diterapkan dalam model (baik berupa komposisi aliran, bangunan Sabo dan kondisi di lapangan). - Hasil pengujian geolistrik menunjukkan kondisi bawah permukaan yang memiliki karakteristik yaitu memiliki kandungan air memungkinkan terjadinya rembesan. - Hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau hancurnya bangunan Sabodam di Kali Putih adalah besarnya banjir lahar, produk vulkanik letusan yang melimpah, gerusan lokal, dan indikasi rembesan pada daerah Bangunan Sabo. VII. ACKNOWLEDGEMENT Terima kasih disampaikan kepada seluruh tim peneliti Balai Sabo yaitu Ir. Chandra Hassan, Dipl, HE, M.Sc, Ir. Sadwandharu, Sp, F. Tata Yunita, ST, MT, M.Sc dengan bimbingan Drs. Suwarno, Ir. Chandra Hassan, Dip. HE, M.Sc, Drs. Sutikno, Dip. H, C. Bambang Sukatja, ST, M.Sc. serta didukung oleh semua anggota dan 134

8 pihak yang terkait. Kepada semua pihak yang telah mendukung tersusunnya penelitian ini disampaikan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA Balai Sabo, 2014, Kajian Konsep Pondasi Mengambang Pada Bangunan Sabo, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak Dokumen Program Pengendalian Lahar Gunung Merapi Tahun Anggaran Yogyakarta. Gertisser, R., Charbonnier, S.J., Troll, V.R., Keller, J., Preece, K., Chadwick, J.P., Barclay, J., Herd, R.A., Merapi (Java, Indonesia): anatomy of a killer volcano. Geology Today 27, Preece, K., J., 2014, Transitions between effusive and explosive activity at Merapi volcano, Indonesia: a volcanological and petrological study of the 2006 and 2010 eruptions, Surono, Jousset, P., Pallister, J., Boichu, M., Buongiorno, M.F., Budisantoso, A., Costa, F., Andreastuti, S., Prata, F., Schneider, D., Clarisse, L., Humaida, H., Sumarti, S., Bignami, C., Griswold, J., Carn, S., Oppenheimer, C., Lavigne, F., The 2010 explosive eruption of Java s Merapi volcano A 100- year event. Journal of Volcanology and Geothermal Research , Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H. M. D., 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Direktorat Geologi Scott, K. M. (1988) Origin Behaviour and Sedimentology of Lahars and Lahars Runout Flows in Toutle- Cowlitz River System: USGS Professional Papers. Surjono, S., S., Yufianto, A., 2011, Geo- disaster Laharic Flow along Putih River, Central Java, Indonesia, Journal of South East Asian Applied Geology (pp) UGM Prosiding Simposium Bencana Merapi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. VSTC Perencanaan Bangunan Pengendali Sedimen. Volcanic Sabo Technical Centre. Yogyakarta. TABEL Tabel 1. Kerusakan Sabodam di beberapa aliran sungai No Sistem sungai Jumlah Sabodam Jumlah Kerusakan Sabodam 1. Kali Apu 5 unit 5 unit (100%) 2. Kali Putih 22 unit 21 unit (95,5%) 3. Kali Kuning 15 unit 14 unit (93,3%) Tabel 2. Data dan Kerusakan Sabodam di Kali Putih PU-D3 Dam Utama Sub Dam Sub Sub Dam Tinggi 10,5 m Tinggi 3,5 m Tinggi -- m Lebar Crest 3,00 m Lebar Crest 2,0 m Lebar Crest -- m Panjang 84,6 m Panjang 30,0 m Panjang -- m Jenis kerusakan Bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-kanan termasuk apron runtuh dan hanyut, serta pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap. Tabel 3. Data dan Kerusakan Sabodam di Kali Putih PU-D1 Dam Utama Sub Dam Sub Sub Dam Tinggi 7,5 m Tinggi 4,0 m Tinggi 4,0 m Lebar Crest 3,0 m Lebar Crest 2,0 m Lebar Crest 2,0 m Panjang 53,0 m Panjang 30,0 m Panjang 30,0 m Jenis kerusakan Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut. 135

9 Tabel 4. Jarak antar sabodam pada Kali Putih dan kedalaman gerusan lokal No Dari Ke Jarak (km) Tinggi Terjun (m) Kedalaman Gerusan Lokal (m) 1 PU-D5 PU-D4 0,675-2 PU-D4 PU-D3 1,197 16,5 8 3 PU-D3 PU-C14 1, PU-C14 PU-C13 0,772 8,5 8,5 5 PU-C13 PU-D2 1,471 4,7 6 PU-D2 PU-D1 1,227 12,6 9 7 PU-D1 PU-C11/12 0,791 16,4 7,2 8 PU-C11/12 PU-C10 0,890 9,5 6,4 9 PU-C10 PU-C9 0, PU-C9 PU-RD1 0, PU-RD1 PU-RD2 0,400 5,8-12 PU-RD2 PU-RD3 0,648 5,8-13 PU-RD3 PU-RD4 0, PU-RD4 PU-RD5 0,375 3,5-15 PU-RD5 PU-C8A 1,593 3,5 5,25 16 PU-C8A PU-RD6 0,304 3,75 1,4 17 PU-RD6 PU-RD7 0, PU-RD7 PU-C8 1, PU-C8 PU-C2 3, PU-C2 PU-C0 5, PU-C0 PU-GS Gebayan 6,476 6,5 - Tabel 5. Data Kerusakan di Sabodam Kali Putih No Nama Sabodam Jenis Kerusakan 1 PU-D1 Mranggen Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut. 2 PU-D2 Mranggen Pondasi Sub Sub Dam runtuh akibat tergerus sedalam 9 m panjang 25 m. 3 PU-D3 Salamsari Bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-kanan termasuk apron runtuh dan hanyut, serta pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap. 4 PU-D4 Salamsari Pondasi Sub Sub Dam tergerus sedalam 8 m. 5 PU-D5 Salamsari Peluap maindam terabrasi, lantai apron, tembok tepi dan subdam runtuh dan hanyut. 6 PU-C14 Gejugan Bangunan pelindung tebing kiri di hulu maindam rusak sebagian, mercu peluap maindam terabrasi tidak terlalu dalam, dan tembok tepi kanan pelindung tebing runtuh akibat pembelokan arah aliran. Namun bangunan Utama Sabodam cukup baik. 7 PU-C13 Gejugan II Bangunan pelindung tebing kiri di hulu maindam rusak sebagian, mercu peluap maindam terabrasi tidak terlalu dalam, dan tembok tepi kanan pelindung tebing runtuh akibat pembelokan arah aliran. Namun bangunan Utama Sabodam cukup baik. 8 PU-C11/12 Gremeng Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut. 9 PU-C10 Ngepos Maindam runtuh, kemudian terjadi degradasi dasar sungai. 10 PU-C9 Cabe Lor Lantai apron dan subdam rusak. GAMBAR Gambar 1 Sejarah Endapan Letusan Gunung Merapi (Gertisser et al., 2011 dalam Preece, 2014) 136

10 21 m Sumber : PPK Penanggulangan Lahar Gunung Merapi Yogyakarta, Gambar 2 Foto Kerusakan Sabodam PU-D3 Salam-sari. Gambar 3. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Sabo 137

11 Gambar 4 Peta Geologi Regional Yogyakarta (Raharjo dkk, 1995, Surono dkk, 1994, JICA, 1990) View Long Section Abrasi Runtuh A 2 R M S Abrasi Runtuh Gambar 5 Sketsa kerusakan Sabodam PU-D3 Salamsari Sisa A 138

12 Kedalaman Gerusan lokal, D (m) PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 A = 9.50 m B = 3.00 m Gambar 6 Foto Kerusakan Sabodam PU-D1 Mranggen C = 2.20 Gambar 7 Perubahan morfologi puncak Gunungapi Merapi sebelum dan sesudah letusan 2010 dengan kedalaman kawah baru sedalam 200 m (Surono, dkk, 2012) Grafik Hubungan Tinggi Terjun VS Gerusan Lokal y = 0,3473x + 4,6027 R² = 0, Tinggi terjun, Δh (m) Gambar 8. Grafik Hubungan Tinggi Terjun dan Gerusan Lokal 139

13 Gambar 9 Aktivitas penambangan bahan galian Gol. C (Balai Sabo, 2014) Gambar 10. Hasil pengujian geolistrik di daerah PU-D1 140

14 Gambar 11. Proses mekanisme banjir lahar pada bangunan Sabo 141

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works PENGENDALIAN SEDIMEN Aliran debris Banjir lahar Sabo works 29-May-13 Pengendalian Sedimen 2 Aliran Lahar (Kawasan G. Merapi) G. Merapi in action G. Merapi: bencana atau berkah? G. Merapi: sabo works 6-Jun-13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI Contents BAB III... 48 METODOLOGI... 48 3.1 Lingkup Perencanaan... 48 3.2 Metode Pengumpulan Data... 49 3.3 Uraian Kegiatan... 50 3.4 Metode Perencanaan... 51 BAB III METODOLOGI 3.1 Lingkup Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG Trimida Suryani trimida_s@yahoo.com Danang Sri Hadmoko danang@gadjahmada.edu Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) 1 MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) Tiny Mananoma Mahasiswa S3 Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Djoko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk mengendalikan aliran sedimen akibat erupsi gunung api. Daerah aliran sungai bagian hulu di sekitar gunung api aktif

Lebih terperinci

MORFODINAMIK KALI PUTIH AKIBAT ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI KABUPATEN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH. Brianardi Widagdo

MORFODINAMIK KALI PUTIH AKIBAT ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI KABUPATEN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH. Brianardi Widagdo MORFODINAMIK KALI PUTIH AKIBAT ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI KABUPATEN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH Brianardi Widagdo brianardi.widagdo@gmail.com Danang Sri Hadmoko danang@gadjahmada.edu Abstract Kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 Dian Eva Solikha trynoerror@gmail.com Muh Aris Marfai arismarfai@gadjahmada.edu Abstract Lahar flow as a secondary

Lebih terperinci

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, dan bencana Merapi merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak

Lebih terperinci

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek EVALUASI PENDAPATAN MASYARAKAT UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA BENCANA BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG Rosalina Kumalawati 1, Ahmad Syukron Prasaja 2 1 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH Suprapto Dibyosaputro 1, Henky Nugraha 2, Ahmad Cahyadi 3 dan Danang Sri Hadmoko 4 1 Departemen Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bentuk bencana alam geologis yang sering terjadi di Indonesia.Hardiyatmo (2006), menyatakan bahwa longsoran adalah gerakan

Lebih terperinci

Rahadian Andre Wiradiputra Danang Sri Hadmoko

Rahadian Andre Wiradiputra Danang Sri Hadmoko PEMODELAN ALIRAN LAHAR PADA SUNGAI ALAMI DAN SUNGAI TERUSIK DI SUNGAI SENOWO DENGAN SOFTWARE LAHARZ Rahadian Andre Wiradiputra rahadianandre.w@gmail.com Danang Sri Hadmoko hadmokoo@yahoo.com Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada dekade terakhir ini, Gunung Merapi mengalami erupsi setiap empat tahun sekali, yaitu tahun 2006, 2010, serta erupsi 2014 yang tidak terlalu besar dibanding erupsi

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawat bronjong merupakan salah satu material yang saat ini banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan konstruksi terutama untuk konstruksi perkuatan, misalnya untuk perkuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa Lampiran 7 Seri Tlogolele Dam Kali Apu, simbol persahabatan manusia dengan Gunung Merapi Posted on September 20, 2013 http://suprihati.wordpress.com/2013/09/20/dam-kali-apu-simbol-persahabatandengan-gunung-merapi/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan Wilayah Sungai (SWS) Serayu Bogowonto merupakan salah satu SWS di Pulau Jawa disamping SWS Cimanuk, SWS Pemali Comal, SWS Jratun Seluna, SWS Bengawan Solo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

S. Code. Istiarto JTSL FT UGM 2

S. Code. Istiarto JTSL FT UGM 2 S. Code dalam foto Foto : Istiarto (2005) Ni Putu Yunita Kurniawati, Untari Sianipar, Joko Nugroho, dan Fikri Lukman Hakim (S1 Swadaya 2004) Naskah : Istiarto S. Code Istiarto JTSL FT UGM 2 K. Boyong K.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Areal Gunung Merapi terletak di beberapa wilayah daerah Kabupaten Magelang, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Gunung Merapi merupakan

Lebih terperinci

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal Konstruksi dan Bangunan Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR JURNAL TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR M.S. Pallu 1, M.P.Hatta 1, D.P.Randanan 2 ABSTRAK Agradasi adalah penumpukan bahan-bahan

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI Simposium Nasional eknologi erapan (SN)2 214 ISSN:2339-28X SUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN IPE GRADASI MAERIAL DASAR SUNGAI Jazaul Ikhsan 1 1 Jurusan eknik Sipil, Fakultas eknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI Jazaul Ikhsan 1, Arizal Arif Fahmi 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Novie N. AFATIA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiJl. Diponegoro No. 57 Bandung Pendahuluan Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang cukup banyak mengalami

Lebih terperinci

PENGARUH LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP KONDISI FISIK SUNGAI PROGO BAGIAN TENGAH. Jazaul Ikhsan 1, Galih Wicaksono 2

PENGARUH LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP KONDISI FISIK SUNGAI PROGO BAGIAN TENGAH. Jazaul Ikhsan 1, Galih Wicaksono 2 PENGARUH LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP KONDISI FISIK SUNGAI PROGO BAGIAN TENGAH Jazaul Ikhsan 1, Galih Wicaksono 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang di bawahnya dari bagian

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK DAN POLA SPASIAL KERUSAKAN AKIBAT BANJIR LAHAR DI SUB DAS OPAK HULU, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

KAJIAN DAMPAK DAN POLA SPASIAL KERUSAKAN AKIBAT BANJIR LAHAR DI SUB DAS OPAK HULU, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA KAJIAN DAMPAK DAN POLA SPASIAL KERUSAKAN AKIBAT BANJIR LAHAR DI SUB DAS OPAK HULU, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Widiyanto, Ahmad Cahyadi, Henky Nugraha, Puncak Joyontono, Etik Siswanti Jurusan Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Progo adalah salah satu sungai vulkanik dengan jalur aliran yang akan dilewati oleh aliran lahar yang berasal dari G. Merapi yang berlokasi di Kabupaten Dati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta) KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bendung, embung ataupun bendungan merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagai salah satu solusi dalam berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LONGSOR TEBING (DEBRIS AVALANCHE) DAN PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010

KARAKTERISTIK LONGSOR TEBING (DEBRIS AVALANCHE) DAN PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 KARAKTERISTIK LONGSOR TEBING (DEBRIS AVALANCHE) DAN PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 Tiara Handayani tiarahdyn@gmail.com Danang Sri Hadmoko hadmokoo@yahoo.com

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Perencanaan muara sungai diawali dengan melakukan survey dan investigasi di lokasi yang bersangkutan untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap dan teliti. Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor

Lebih terperinci

PERENCANAAN SAND POCKET SEBAGAI BANGUNAN PENGENDALI ALIRAN SEDIMEN DI KALI OPAK YOGYAKARTA

PERENCANAAN SAND POCKET SEBAGAI BANGUNAN PENGENDALI ALIRAN SEDIMEN DI KALI OPAK YOGYAKARTA PERENCANAAN SAND POCKET SEBAGAI BANGUNAN PENGENDALI ALIRAN SEDIMEN DI KALI OPAK YOGYAKARTA Yeri Sutopo 1, Karuniadi S. Utomo 2, S. Z. Ghifari 3, Nurokhman 4 1,2,3,4) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

KONTROL KETINGGIAN AIR DI ATAS MERCU BENDUNG KALI BOYONG SEBAGAI PERINGATAN DINI KETINGGIAN LIMPASAN BANJIR DIKALI CODE YOGYAKARTA

KONTROL KETINGGIAN AIR DI ATAS MERCU BENDUNG KALI BOYONG SEBAGAI PERINGATAN DINI KETINGGIAN LIMPASAN BANJIR DIKALI CODE YOGYAKARTA Jornal PenelitianKelompok KONTROL KETINGGIAN AIR DI ATAS MERCU BENDUNG KALI BOYONG SEBAGAI PERINGATAN DINI KETINGGIAN LIMPASAN BANJIR DIKALI CODE YOGYAKARTA OLEH: LUTJITO, M.T. DIDIK PURWANTORO, M.Eng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak ANALISIS REVETMENT SEBAGAI PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR (STUDI KASUS PADA SUNGAI BATANG MANGOR DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN) Oleh : Maizir Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

POLA EROSI DAN SEDIMENTASI SUNGAI PROGO SETELAH LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 Studi Kasus Jembatan Bantar Kulon Progo

POLA EROSI DAN SEDIMENTASI SUNGAI PROGO SETELAH LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 Studi Kasus Jembatan Bantar Kulon Progo Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 014 ISSN:339-08X POLA EROSI DAN SEDIMENTASI SUNGAI PROGO SETELAH LETUSAN GUNUNG MERAPI 010 Studi Kasus Jembatan Bantar Kulon Progo Puji Harsanto 1* 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.1. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi, terlebih dahulu harus diketahui kondisi existing dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah Wasior terletak di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu yang lalu

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografi dan memiliki fungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air beserta sedimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN Aufa Khoironi Thuba Wibowo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan oleh alam. Alam sangat berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran lahar atau banjir lahar dalam masyarakat Indonesia dipahami sebagai aliran material vulkanik yang biasanya berupa batuan, pasir dan kerikil akibat adanya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci