RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH"

Transkripsi

1 1102. (1). Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati/Walikota (2). Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Gubernur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasanalasannya (3). Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bupati/Walikota bersama DPRD menyempurnakannya (4). Bupati/Walikota berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD, menetapkan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dan Keputus an Bupati/walikota tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

2 1106. (5). Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APED ditetapkan menjadi Keputusan Bupati/Walikota (6). Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD dan Keputusan Bupati/Walikota mengenai Penjabaran APBD kepada Pemerintah. Pasal (1). DPRD apabila sampai Batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) tidak mengambil keputusan menyetujui Rancangan. Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggitingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD (2). Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi Kabupaten/Kota (3). Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta

3 lampirannya untuk memperoleh persetujuan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan selambat -lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD tidak disetujui DPRD (4). Apabila dalam batas waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, Menteri Dalam Negeri/Gubernur belum memberikan pengesahan, Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dapat ditetapkan menjadi Keputusan Kepala Daerah (5). Keputusan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD pada ayat (4) dijadikan dasar penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran satuan kerja perangkat daerah Paragraf Keempat Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal (1). Belanja DPRD terdiri dari belanja Pimpinan dan anggota DPRD serta belanja Sekretariat DPRD (2). Belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban DPRD.

4 1116. (3). Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat DPRD berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD (4). Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal (1). Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (2). Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat Daerah berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Kepala Daerah (3). Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal (1). Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

5 1123. b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antarjenis belanja; dan c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan (2). Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD (3). Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD dilakukan pada waktu yang menurut ukuran rasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir (4). Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD dan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penjabaran Perubahan APBD sebelum dilaksanakan, dievaluasi yang tata caranya mengikuti ketentuan proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD (5). Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dapat melakukan pengeluaran belanja untuk penanggulangan keadaan darurat yang terjadi setelah tanggal penetapan Peraturan

6 Daerah tentang Perubahan APBD dan melaporkannya dalam Laporan Realisasi APBD Paragraf Keenam Penata-usahaan Keuangan Daerah Pasal (1). Semua penerimaan dan pengeluaran APBD dilakukan melalui rekening Kas Daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah (2). Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat Keputusan Otorisasi oleh Kepala Daerah atau Surat Keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi (3). Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran Daerah (4). Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD, dan Pejabat Daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja Daerah untuk tujuan-tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal (1). Kepala Daerah atas persetujuan DPRD dapat melakukan suatu tindakan pengeluaran mendahului pengesahan

7 Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD untuk pengeluaran yang tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD sehingga diperlukan perubahan anggaran, kecuali pengeluaran untuk penanggulangan keadaan darurat (2). Tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dengan menyatakan alasan-alasannya yang kuat apabila penundaan atas pengeluaranpengeluaran tersebut akan merugikan kepentingan Daerah. Pasal (1). Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan Daerah (2). Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan Keputusan tentang: a. penghapusan tagihan Daerah, sebagian atau seluruhnya; dan b. penyelesaian perkara perdata (3). Bunga Deposito, bunga atas pertempatan uang di Bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan Daerah Paragraf Ketujuh Pertanggungjawaban APBD

8 Pasal (1). Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan /atau aparat pengawas fungsional pemerintah secara berjenjang (2). Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah (3). Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal (1). Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan untuk dievaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah daerah (2). Bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) berasal dari pelaksanaan anggaran Pemerintah

9 Daerah dan DPRD yang tata cara penyediaannya diatur berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah (3). Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/Kota (4). Ringkasan Laporan Penanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipublikasikan kepada masyarakat Paragraf Kedelapan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal (1). Tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada ketentuan perundang-undangan (2). Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah (3). Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (4). Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pelelangan

10 kecuali dalam hal-hal tertentu (5). Pelepasan barang milik Daerah dalam bentuk hibah, penyertaan modal, kemitraan atau dijual dilakukan setelah dihapuskan dari inventaris kekayaan Daerah (6). Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal (1). Barang milik Daerah yang tidak memiliki nilai ekonomis dapat dihapuskan dari daftar inventaris Daerah untuk dijual, dihibahkan dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan (2). Pengelolaan barang milik Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundanq-undangan Paragraf Kesembilan Dana Cadangan Pasal (1). Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu (2). Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan Daerah, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Darurat. dan Pinjaman.

11 1161. (3). Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah (4). Sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran atas beban dana cadangan diadministrasikan dalam APBD Paragraf Kesepuluh Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal (1). Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundanq-undangan (2). Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bagian Kesembilan Kerja sama Daerah Pasal (1). Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama antar Daerah yang diatur dengan keputusan bersama Kepala Daerah. Bahwa salah satu tujuan dari kebijakan desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah dalam rangka mengembangkan daya saing daerah Mengingat Core Competency masingmasing daerah saling berbeda maka mutlak

12 1168. (2). Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama (3). Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD (4). Pedoman pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal (1). Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah sesuai peraturan perundangundangan (2). Tata cara kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Bagian Kesepuluh Penyelesaian Perselisihan Pasal 129 diperlukan adanya kerja sama Disamping itu bahwa penyelenggaraan Otonomi Daerah juga harus mempertimbangkan efisiensi dalam pengelolaan urusan yang cakupan layanannya berdampak lebih dari satu daerah.

13 1174. (1). Perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi diselesaikan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah. Dalam rangka merevitalisasi peran Pemerintah dalam memfasilitasi daerah otonom. maka untuk penyelesaian perselisihan antar daerah diselesaikan pada tingkat pemerintah, tidak perlu sampai kepada MA (2). Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Pemerintah (3). Keputusan Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan yang bersifat final. Pasal (1). Perselisihan antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, antar Provinsi, maupun antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di luar wilayahnya diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri (2). Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Presiden Bagian Kesebelas Kawasan Perkotaan Pasal Kawasan perkotaan dibentuk dan diakui dalam Dalam rangka efektivitas penanganan kawasan

14 rangka menyediakan fasilitas pusat pelayanan dan distribusi pelayanan masyarakat dengan mempertimbangkan proses akulturasi masyarakat perkotaan serta mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat, warisan budaya, dan modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat. Pasal (1). Kawasan Perkotaan dikelompokkan dalam Kawasan perkotaan yang merupakan: a. Kota; b. bagian Daerah Kabupaten; c. perubahan dari kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan; d. bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan (2). Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh Pemerintah Kota (3). Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab pada Bupati (4). Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama perkotaan, pemerintah berpendapat untuk pengaturan kawasan perkotaan perlu dibuat pengelompokan kawasan perkotaan dalam rangka pembinaan dan fasilitasi pengembangan.

15 oleh Daerah terkait (5). Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikelola oleh lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Kabupaten/Kota di kawasan metropolitan. Pasal Urusan pemerintahan di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut. Pasal Kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu ke dalam bentuk kawasan perkotaan besar, sedang, dan kecil. Pasal (1). Pemerintah Daerah dalam mengembangkan Kawasan Perkotaan, mengikutsertakan masyarakat termasuk swasta (2). Pemerintah Daerah memfasilitasi proses akulturasi masyarakat perkotaan dengan tetap mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat dan warisan budaya, serta modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat (3). Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan, perkotaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,

16 pengendalian, dan pertanggungjawaban. Pasal Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 135, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa Pasal (1). Desa dapat dibentuk, dihapus dan/atau digabung berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan asal usulnya dan atas prakarsa masyarakat. Pengaturan tentang desa perlu dilakukan dengan sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat. Oleh karena itu dalam hal pengangkatan kepala desa dapat diberlakukan ketentuan yang bersifat spesifik untuk beberapa daerah. Di samping itu perubahan dari desa menjadi kelurahan dan sebaliknya harus betul-betul mempertimbangkan kondisi masyarakat adat dan nilai-nilai tradisional yang masih hidup Pemerintah mereformulasi dari ketentuan yang sudah diatur dalam UU No. 22 Tahun (2). Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada Dada kesatuan masyarakat hukum adat

17 dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai perkembangan masyarakat setempat (3). Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa induk (4). Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud Pada ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa (5). Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa masing-masing (6). Pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal (1). Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) di Kabupaten/Kota dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (2). Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

18 1206. Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa Pasal (1). Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang merupakan lembaga pemerintahan desa (2). Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Desa dan perangkat Desa (3). Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat (4). Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota (5). Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun (6). Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pasal Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

19 1216. c. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya: d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau berpengetahuan yang sederajat : e. berumur sekurang-kurangnya 25 tahun; f. sehat jasmani dan rohani; g. berkelakuan baik, jujur, dan adil; h. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana; i. tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun: j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap: k. Tidak sedang menjadi anggota partai politik; l. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali; m. mengenai desanya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat; n. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dan

20 1228. o. memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan ada istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah. Pasal (1). Kepala Desa dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk (2). Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji (3). Susunan kata-kata sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut : "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya, bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal Kewenangan Desa mencakup: a. kewenangan yang sudah melekat pada desa: b. Kewenangan sesuai peraturan perundang-

21 perundangan c. tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah; d. penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah: a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa: b. memberdayakan masyarakat desa; c. membina perekonomian desa: d. memelihara ketenteraman dan ketertiban serta kerukunan masyarakat Desa; e. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa; f. menyusun dan membahas Peraturan Desa bersama Badan Perwakilan Desa, dan mensahkan Peraturan Desa; g. membuat Keputusan Kepala Desa untuk melaksanakan Peraturan Desa; h. menggali dan mengembangkan serta melestarikan adat istiadat yang beradab; dan i. mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.

22 Pasal Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa: a. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/walikota melalui Camat dan b. menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Badan Perwakilan Desa Kepala Desa dilarang: Pasal a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain; b. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya; c. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan

23 yang akan dilakukannya; d. merangkap jabatan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; e. menjadi anggota partai politik; dan f. melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal (1). Kepala Desa berhenti karena : a. meninggal dunia; b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri: atau c. diberhentikan (2). Kepala desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap; d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun;

24 1267. (3). Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa. Pasal (1). Dalam hal Kepala Desa berhenti sementara Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan tunas sehari-hari (2). Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selama-lamanya 1 (satu) tahun (3). Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan Kepala Desa selambatlambatnya dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (4). 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa. Pasal (1). Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.

25 1273. (2). Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota (3). Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa (4). Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa (5). Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa adalah 5 (lima) tahun (6). Anggota BPD dilarang: a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan, keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain: b. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; c. merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan d. menjadi anggota partai politik. Pasal 149

26 1282. (1). Dalam penetapan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan kesatuankesatuan masyarakat hukum adat dan hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat (2). Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi (3). Peraturan Desa sebelum ditetapkan, disosialisasikan kepada masyarakat Paragraf Ketiga Pemberdayaan Masyarakat Desa Pasal (1). Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat, kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan kesisteman. Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 belum diatur pemberdayaan masyarakat desa, padahal otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai salah satu tujuan yakni pemberdayaan masyarakat. Oleh karenanya Pemerintah memandang dalam perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah perlu tambahan pengaturan (2). Pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara

27 meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudkan kemandirian (3). Pendekatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan, pendidikan keterampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian stimulan dan sarana penunjang (4). Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk lembaga masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (5). Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen Paragraf Keempat Keuangan Desa Pasal (1). Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban (2). Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan,

28 belanja dan pengelolaan keuangan Desa (3). Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas : a. pendapatan asli Desa; b. bagi hasil pajak dan retribusi Pemerintah Kabupaten/Kota c. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota; d. sumbangan dari pihak ketiga; e. pinjaman Desa (4). Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa setiap tahun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (5). Pedoman penyusunan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berpedoman pada peraturan perundangundangan (6). Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan (7). Pemerintah Desa dapat melakukan

29 pungutan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pasal (1). Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan/atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa (2). Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (3). Anggota Badan Perwakilan Desa diberikan tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa. Tunjangan yang diterima Anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa Pasal (1). Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa (2). Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan

30 dukungan pendanaan (3). Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa Paragraf Keenam Kerja sama dan Perselisihan Desa Pasal (1). Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama (2). Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja sama. Pasal (1). Perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat (2). Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang Keputusannya bersifat final Paragraf Ketujuh Kawasan Perdesaan Pasal (1). Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah Kabupaten dan/atau antar Kabupaten dan Kota.

31 1318. (2). Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota terkait (3). Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat kelurahan di kawasan tersebut (4). Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kawasan perdesaan mengikutsertakan masyarakat dan swasta (5). Masyarakat sebagai unsur pelaku - pembangunan perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban (6). Pengaturan lebih lanjut kawasan perdesaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Pasal (1). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (2). Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

32 perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan (3). Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat Bagian Ketiga belas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pasal (1). Gubernur dan atau kepala instansi vertikal menyelenggarakan urusan dekonsentrasi (2). Pendanaan tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan kepada Gubernur dan atau instansi vertikal, dan dipertanggungjawabkan oleh Gubernur dan atau kepala instansi vertikal kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (3). Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi (4). Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN (5). Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari

33 penerimaan terhadap pengeluaran dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disetor ke Kas Negara (6). Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (7). Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal (1). Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa menyelenggarakan urusan tunas pembantuan (2). Pendanaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen disalurkan kepada dan dipertanggungjawabkan oleh Daerah dan/atau Desa melalui Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya (3). Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi.

34 1337. (4). Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN (5). Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke Kas Negara (6). Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (7). Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal (1). Pemerintah Provinsi dapat menugaskan pemerintah kabupaten/kota dan desa untuk menangani urusan pemerintah provinsi menurut asas tugas pembantuan (2). Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kabupaten, Kota, atau Desa wajib disertai dengan pendanaan melalui APBD Provinsi (3). Dalam hal-hal tertentu, penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/Kota atau Desa

35 dapat menyediakan peralatan dan bantuan sumber daya manusia (4). Kabupaten/Kota atau Desa yang melaksanakan tugas pembantuan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskannya (5). Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi yang bersangkutan. Pasal (1). Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menugaskan pemerintah desa untuk menangani urusan pemerintah desa menurut asas tunas pembantuan (2). Pendanaan Tugas Pembantuan dan Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disalurkan kepada, dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota (3). Administrasi keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pengelolaan APPKD (4). Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dan penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan sebagaimana

36 dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah Kabupaten atau Kota yang menugaskan (5). Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional Pemerintah Kabupaten atau Kota yang menugaskan (6). Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan Bagian Keempat belas Pelaporan dan Informasi Pemerintahan Daerah Pasal (1). Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah Daerah wajib menyusun laporan daerah yang dikelola dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (2). Sistem Informasi Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Bagian Kelima belas Pembinaan dan Pengawasan Pasal 163

37 1356. (1). Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah (2). Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian fasilitasi dalam bentuk pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan dan pelatihan (3). Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terhadap penyelenggara pemerintahan daerah (4). Ruang lingkup pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi bidang pemerintahan dalam negeri, pembangunan daerah, kepemimpinan daerah, dan bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (5). Pemerintah dalam rangka pembinaan dapat memberikan penghargaan kepada Daerah. Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan maka diatur adanya penghargaan dan sanksi. Disamping itu mengingat pengembangan kapasitas daerah memiliki urgensi yang tinggi dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah aspek pendidikan dan pelatihan dimasukkan dalam bagian pembinaan kepada daerah. Hal lain yang bersifat baru terkait dengan pelaksanaan pengawasan yakni penyelesaian terhadap perbedaan kepentingan terkait dengan pembatalan peraturan daerah keputusan finalnya berada pada Presiden, tidak sampai Mahkamah Agung.

38 1361. (6). Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara preventif dan represif (7). Dalam rangka pengawasan, apabila Pemerintah Daerah melakukan pelanggaran administrasi maka Pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi. Pasal (1). Dalam rangka pengawasan represif, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diundangkan (2). Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundanq-undangan lainnya dibatalkan oleh Pemerintah (3). Pemerintah dapat melimpahkan kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah (4). Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan kepada Daerah yang

39 bersangkutan dengan menyebutkan alasan-alasannya (5). Selambat-lambatnya satu bulan setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD bersama Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Peraturan Daerah, Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah (6). Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur dan telah dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihapus dari Lembaran Daerah dan diumumkan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah (7). Kabupaten/Kota yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah, dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Menteri Dalam Negeri (8). Provinsi yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Dalam Negeri untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Presiden (9). Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Dalam Negeri terhadap Daerah yang tidak -dapat menerima keputusan

40 pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final. Pasal (1). Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD dan tata ruang sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu untuk dievaluasi kepada Pemerintah bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/Kota (2). Rancangan Peraturan Daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi (3). Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kembali kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah (4). Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) Pemerintah/Gubernur menyampaikan pemberitahuan bahwa Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disahkan (5). Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana

41 diatur dalam Pasal 85 ayat (2), Pemerintah/Gubernur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasanalasannya (6). Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Daerah bersama DPRD menyempurnakannya (7). Kepala Daerah berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah selambat -lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) (8). Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah/Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan daerah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Pasal Pemerintah melakukan klarifikasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengusutan, terhadap permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal Pelaksanaan ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, dan Pasal 166 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

42 1382. BAB VI DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH Pasal (1). Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, yang selanjutnya disebut DPOD mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan kebijakan desentralisasi (2). Saran dan pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan desentralisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; b. pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah; c. rancangan pembentukan kawasan khusus; d. rancangan perimbangan keuangan yang terdiri dari: ) Perhitungan bagian masing-masing Daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundangundangan; ) Formula dan Perhitungan dana alokasi umum masing-masing Daerah berdasarkan besaran pagu

43 dana alokasi umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan; ) Dana alokasi khusus masing-masing Daerah untuk tahun anggaran yang akan datang berdasarkan besaran pagu dana alokasi khusus dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; e. kemampuan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan atau menjadi kewajibannya f. sinkronisasi kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; g. pengelolaan sumber daya manusia; dan h. keserasian pembangunan antar daerah (3). DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal (1). DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) mempunyai susunan keanggotaan yang terdiri dari: a. Menteri yang membidangi urusan: pemerintahan dalam negeri, keuangan, kehakiman, pertahanan, aparatur negara, sekretariat negara, permukiman dan prasarana wilayah, perencanaan pembangunan nasional; dan

44 1399. b. 3 (tiga) wakil Pemerintah Provinsi, 3 (tiga) wakil Pemerintah Kota, dan 5 (lima) wakil Pemerintah Kabupaten (2). Menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan Menteri yang membidangi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua (3). Keanggotaan DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal (1). DPOD mengadakan sidang sekurangkurangnya 4 (empat) kali setahun (2). Dalam sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua DPOD dapat mengundang Menteri tertentu dan/atau wakil Daerah tertentu selain Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (1) sebagai narasumber. Pasal (1). DPOD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat Jenderal DPOD a. Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal b. Sekretariat Jenderal DPOD mempunyai tugas memberikan dukungan staf dan administrasi kepada DPOD di bidang

45 otonomi daerah dan bidang perimbangan keuangan, serta tugas lain yang diberikan DPOD c. Sekretaris Jenderal DPOD bertanggung jawab kepada Ketua DPOD. Pasal Dalam melaksanakan tugas, DPOD dapat mengangkat sejumlah tenaga ahli dan/atau membentuk kelompok kerja sesuai dengan kebutuhan. Pasal Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, persidangan, anggaran DPOD dan Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169, Pasal 170, dan Pasal 171 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden (3). Menambah pasal baru pada Ketentuan Lainlain sehingga berbunyi : BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 123 A Pasal Masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah sebelum berlakunya undang-undang ini dihitung sebagai masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah menurut undang-undang ini. Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan undang-undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain. Pasal 175 Dalam penyelenggaraan otonomi daerah diakui keberadaan daerah-daerah yang bersifat istimewa maupun daerah khusus dan daerah yang diberi otonomi khusus. Oleh karena itu dalam UU ini perlu dimuat pengaturan terhadap keberadaan daerah-daerah tersebut (1). Ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam

46 undang-undang ini berlaku juga bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi di Papua (2). Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur. Pasal (1). Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri (2). Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom Provinsi dan wilayah administrasi (3). Dalam wilayah ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibentuk daerah-daerah yang berstatus otonom (4). Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan: a. Kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara b. Tempat kedudukan perwakilan negaranegara sahabat c. Keterpaduan Rencana Umum Tata Ruang Jakarta dengan Rencana Umum

47 Tata Ruang Daerah sekitar d. Kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi Pemerintah tertentu yang dikelola langsung oleh Pemerintah e. Perangkat Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan persetujuan Pemerintah dimungkinkan berbeda dengan Daerah lain f. Jenis-jenis kegiatan pelaksanaan fungsi Pemerintah tertentu di Jakarta dengan ketetapan Pemerintah ditangani dan/atau bersama Pemerintah DKI Jakarta g. Keterpaduan pengelolaan pelayanan umum tertentu Jakarta dengan pelayanan umum Daerah sekitar (4). Antara Bab XIV dan Bab XV ditambah bab baru yaitu Bab XIV A tentang Ketentuan Pidana yang berbunyi sebagai berikut: Bab XIV A Ketentuan Pidana Pasal 123 B (1). Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau Materi pengaturan sebagaimana dimuat dalam BAB XIV A mengenai Ketentuan Pidana RUU Inisiatif sudah dimuat dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sepanjang materinya sama dan/atau tidak bertentangan dengan undang-undang lain, Pemerintah tidak

48 denda paling sedikit Rp ,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu juta rupiah) (2). Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya tersebut berkeberatan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua juta rupiah) (3). Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam undang-undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (enam juta rupiah) (4). Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan keberatan untuk dimuat kembali mengingat pentingnya materi pengaturan ini.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di oleh Pemerintah. 1256. (4) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. 1257. (5) Urusan pilihan sebagaimana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1)

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di 915. c. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. 916. (2) Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: 917. a. Hasil pajak daerah; 918. b. hasil retribusi daerah; 919.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA 1/2 (satu perdua) ditambah 1 (satu) ~ paling sedikit, pemungutan suara dinyatakan sah pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA BAGIAN DAN KEPALA URUSAN PADA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.7, 2014 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 1 - RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa sebagai Pelaksanaan Pasal 42 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Dengan persetujuan bersama. DEWAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN dan BUPATI MUSI BANYUASIN MEMUTUSKAN :

Dengan persetujuan bersama. DEWAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN dan BUPATI MUSI BANYUASIN MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I S A L I N A N P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA LAINNYA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 729 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 2006 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008 Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, a. bahwa kedudukan Keuangan Desa merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa desa memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 111 Undang- Undang Nomor 22 Tahun

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pasal 24 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : WALIKOTA BANJAR, a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (1), Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang: a. bahwa Badan Permusyaratan Desa merupakan perwujudan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAY KANAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : bahwa sebagai wujud pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa Desa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA 1 PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I S A L I N A N P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang Mengingat : : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (1)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS, Menimbang : a. bahwa untuk terselenggaranya urusan pemerintahan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 5 TAHUN 2007 SERI : D NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG BARAT Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa untuk memperjelas tugas dan kewajiban pimpinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR: 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH, QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. BUPATI ACEH TENGAH, bahwa dengan diakuinya keistimewaan Aceh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2010 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2010 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2010 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PAMONG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 209 dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam

Lebih terperinci