PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010 TENTANG:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010 TENTANG:"

Transkripsi

1 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /MIND/PER/12/2010 TENTANG:

2 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

3 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 151/MIND/PER/12/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/MIND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap organisasi Kementerian Perindustrian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, perlu mengubah Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/MIND/PER/1/2010; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/MIND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun ; 4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/MIND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;

4 2 Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 151/MIND/PER/12/2010 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/MIND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN Pasal I Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2010 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd MOHAMAD S. HIDAYAT Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Para Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian; 2. Pertinggal.

5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 151/MIND/PER/12/2010 TANGGAL : 28 Desember 2010 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN I II III IV PENDAHULUAN A. Kondisi Umum B. Potensi dan Permasalahan 1. Perkembangan Industri Indonesia 2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi 3. Struktur Industri 4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri 5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan 6. Penyerapan Tenaga Kerja C. Maksud dan Tujuan 1. Tugas Pokok dan Fungsi 2. Ruang Lingkup VISI, MISI DAN TUJUAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN A. Visi B. Misi C. Pendekatan D. Kondisi yang Diharapkan Tahun E. Kondisi yang Diharapkan Tahun F. Tujuan G. Sasaran ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional B. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian PENUTUP LAMPIRAN 1. Matriks Target Pembanguna Kementerian Perindustrian Tahun Matriks Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Kementerian Perindustrian MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd MOHAMAD S. HIDAYAT

6 1 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 I PENDAHULUAN A. KONDISI UMUM Situasi dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi, energi minyak bumi, dan teknologi yang menjadikan pendekatan masa kini lebih cepat usang. Bahkan issue lingkungan dan perubahan iklim seperti menipisnya ozon yang berakibat pada pemanasan global turut menjadi pendorong gerakan masyarakat dunia untuk mencegah pengelolaan lingkungan yang merusak kualitas kehidupan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi dunia selama periode mencapai 4,8 persen dimana dalam periode tersebut dunia menghadapi beberapa permasalahan yang dampaknya berlanjut hingga tahun Salah satunya adalah peningkatan harga minyak, dimana sejak tahun 2005 telah mendorong laju inflasi dunia. Harga ratarata minyak dunia telah meningkat dua kali lipat, dimana pada tahun 1996 hanya pada kisaran US$ 20 per barrel meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$ 53,3 per barrel pada tahun 2005, bahkan harga minyak melonjak sangat tajam pada pertengahan tahun 2008 hingga mencapai US$ 146 per barrel, walaupun kemudian menurun hingga memasuki tahun Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2005 mencapai 5,69 persen sedikit menguat dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 5,03 persen. Kemudian, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi melemah mencapai 5,50 persen. Memasuki pertengahan tahun 2007, muncul tekanan baru yang berawal dari gejolak di pasar keuangan Amerika Serikat. Masalah pemberian kredit yang tidak prudent dan regulasi yang kurang memadai, terutama berkaitan dengan pemberian kredit sektor perumahan (subprime mortgage) berdampak luas ke Eropa, kemudian meluas ke segala penjuru dunia, mengingat besarnya peran ekonomi Amerika Serikat. Krisis ini mengakibatkan memburuknya kinerja sektor riil yang mulai menunjukkan dampaknya pada tahun Meskipun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 tetap tumbuh sebesar 6,35 persen, namun pada tahun 2008 mengalami perlambatan dimana ekonomi hanya tumbuh

7 2 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 sebesar 6,01 persen. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang cukup besar dibanding dengan tahun 2008, yaitu tumbuh sebesar 4,55 persen. Sementara Bank Dunia lebih pesimis menyatakan perdagangan merosot ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir dan perekonomian global kemungkinan menciut untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, tanpa menyebutkan angka estimasinya. Menurut laporan Bank Dunia, Asia Timur akan menghadapi masalah paling berat akibat menurunnya perdagangan dunia tahun 2009, juga dilaporkan antara lain mengenai: 1. Produksi industri dunia menurun 15 persen dibandingkan tahun 2008, dan akan lebih banyak negara emerging markets, baik pemerintah maupun swastanya mengambil hutang beresiko tinggi dari pasar modal dengan bunga sangat tinggi, 2. Dalam tahun 2009 hutang swasta yang jatuh tempo sebesar US$ 1 triliun, dan hutang pemerintah mencapai US$ 3 triliun. 3. Sekitar 94 negara akan mengalami perlambatan ekonomi diikuti melonjaknya tingkat kemiskinan hingga mencapai 43 persen dan krisis ekonomi tersebut akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 46 juta, maka akibatnya ketergantungan pada bantuan luar negeri semakin lebih besar. Dampak krisis keuangan sebagaimana diuraikan di atas, yaitu terjadinya capital outflow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas US$ di pasar modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi dan ekspor mulai menampakkan tandatanda terancam menurun. Walaupun perkembangan perekonomian pada tahun 2008 ternyata aman, namun keadaan makro pada tahun 2009 lebih berat, karena dampak krisis terasa signifikan oleh Indonesia pada awal tahun. Untuk itu perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar 4,55 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun Terdapat perubahan tiga indikator yang berpengaruh terhadap perekonomian dunia selama periode lima tahun, yaitu kebijakan dan pertumbuhan PDB dunia, perkembangan ekonomi dan harga minyak dunia, serta pengaruh krisis global.

8 3 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 Selain tinjauan global, maka kondisi domestik dapat dijelaskan berikut ini. Selama tahun , tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan bersamasama memberikan kontribusi sekitar 56 persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2004 ketiga sektor utama tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 58,45 persen. Masingmasing ketiga sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian: sektor Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 28,07 persen pada tahun 2004 dan 26,38 persen pada tahun 2009; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 16,05 persen pada tahun 2004 dan 13,37 persen pada tahun 2009; dan sektor Pertanian sebesar 14,34 persen pada tahun 2004 dan 15,29 persen pada tahun Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan penyumbang tertinggi. Ratarata kontribusi sektor Industri Pengolahan (tahun ) yaitu sebesar 27,47 persen terhadap PDB nasional. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun adalah dari sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan dari sektor ini dari tahun 2004 sampai tahun 2009 berturutturut adalah 13,38 persen; 12,76 persen; 14,23 persen; 14,04 persen; 16,57 persen dan 15,53 persen. Sementara untuk pertumbuhan sektor Industri Pengolahan selama periode relatif mengalami penurunan pertumbuhan yaitu: 6,38 persen; 4,60 persen; 4,59 persen; 4,67 persen; 3,66 persen dan 2.11 persen. Menurut hasil pemeringkat World Economic Forum (WEF), pada tahun 2010 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan ke54 dari 133 negara. Rendahnya daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut tolok ukur WEF, diidentifikasi 15 faktor penting yang menjadi masalah utama yang menghambat dunia usaha yaitu : 1. Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien; 2. Kurangnya infrastruktur yang memadai; 3. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah;

9 4 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/ Tingginya tingkat korupsi; 5. Sulitnya akses pembiayaan ; 6. Peraturan ketenagakerjaan yang kurang akomodatif; 7. Regulasi pajak yang memberatkan dunia usaha; 8. Tingginya inflasi ; 9. Tidak stabilnya regulasi mata uang asing; 10. Rendahnya tenaga kerja berpendidikan; 11. Rendahnya etos kerja tenaga kerja; 12. Ketidakstabilan pemerintahan ; 13. Tingginya tingkat pajak; 14. Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat; 15. Tingginya tingkat kriminal dan kejahatan. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam laporannya (Industrial Development Report 2004) menyatakan bahwa dalam periode , kinerja Industri Manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama (main winners) bersama beberapa negara berkembang lain yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Timur. Di antara kinerja negaranegara tersebut, China berada pada posisi tertinggi. Sedangkan peringkat kinerja Industri Manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke75 pada tahun 1980 menjadi urutan ke54 pada tahun 1990 dan menjadi urutan ke42 pada tahun Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN), peningkatan posisi Indonesia memang relatif rendah. Beberapa faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan perbaikan kinerja secara nyata. Sebagai contoh, pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama untuk kepentingan produksi masih sangat terbatas. Dengan urutan Indonesia di posisi ke60 dari 72 negara dalam Indeks Pencapaian Teknologi (IPT), mengindikasikan bahwa integrasi peningkatan IPTEK untuk produksi masih banyak mengalami hambatan. Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan kapasitas SDM pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan. Sementara itu, standardisasi nasional produk industri, pengembangan

10 5 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 infrastruktur yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumber daya. Meskipun permasalahan penurunan daya saing berawal dari krisis tahun 1997, perkembangan industri ternyata memburuk setelah krisis dimaksud. Banyak pengamat mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi, yang ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang Industri Manufaktur dari 80 persen pada periode sebelum krisis menjadi hanya berkisar 60 persen. Penurunan jumlah unit usaha perusahaan industri berskala sedang dan besar, dan juga penurunan signifikan dari indeks produksi industri pengolahan berskala sedang dan besar. Penyebab utama kondisi ini adalah daya saing produkproduk manufaktur yang terus melemah. Di dalam negeri, produk manufaktur seperti elektronika rumah tangga kalah bersaing dengan produk impor, apalagi diperburuk dengan banyaknya produk impor ilegal. Di pasar internasional, produk TPT dan produk kayu kalah bersaing dengan produk dari China dan negara ASEAN lainnya. Di bidang Pengembangan Industri, dalam rangka menentukan arah, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang di dalamnya diatur mengenai pemberian fasilitas berupa Insentif Fiskal, Insentif NonFiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku kepada pengusaha industri tertentu, seperti industri prioritas tinggi, industri pionir, industri yang dibangun di daerah terpencil dan sebagainya. Hasilhasil yang dicapai oleh Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri, tergambar pada uraian berikut ini. Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan berbagai langkahlangkah pengembangan industri. Hasil yang diperoleh dari langkah tersebut diantaranya dalam hal penguatan dan pengembangan 10 klaster Industri Inti yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit, Pengolahan Kayu/Rotan, Pengolahan Karet, Pulp & Kertas, Pengolahan Hasil Laut, Mesin & Peralatan Listrik dan Petrokimia serta beberapa klaster industri

11 6 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 penunjang dan industri terkait. Pengembangan klaster industri telah dilaksanakan melalui : 1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri. 2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klasterklaster yang ditargetkan. 3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masingmasing klaster industri. 4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan. 5. Pengembangan kerjasama antara industri inti, industri terkait dan industri penunjang. Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain : 1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri sesuai kaidah efisiensi dan pengelolaan lingkungan yang baik. 2. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product OVOP) dengan terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/ Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan, Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008). 4. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan. Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan

12 7 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 Menteri Perindustrian Nomor 49/MIND/PER/4/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektorsektor penting tertentu tengah dilaksanakan usahausaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No 5 Tahun 2005; 3) Mendorong BUMNBUMN memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembangunan PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan produksi Dalam Negeri. Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting seperti: 1) Penetapan hasilhasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasilhasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2) Proyek Percontohan Cocodiesel; 3) Program Restrukturisasi Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6) Penghargaan Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8) Pembangunan Pusat Desain Industri Perkapalan. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri antara lain: 1) Dalam rangka peningkatan daya saing (HACCP, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM) dsb; 2) Pengelasan Sertifikasi Internasional; 3) Konvervasi dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Design; 5) Penanganan Zatzat Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO Sedangkan pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV) untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di Propinsi/Kabupaten/Kota; 2) Diklatdiklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4 ) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Bea Siswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit

13 8 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan 6) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik ( PPSP) sebanyak 8 angkatan. Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN ( ) telah memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konflik & pasca bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi. Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara kumulatif dari tahun mengalami peningkatan sebesar orang atau ratarata per tahun sekitar orang (5,28 persen), yang berarti di atas yang ditargetkan pada RPJMN ( ) sebesar 500 ribu per tahun. Pada periode yang sama pula penanaman modal di sektor Industri Pengolahan terealisasi ratarata per tahun senilai 15,97 triliun rupiah untuk Proyek Penanaman Modal Dalam Negeri dan US $ 3,69 miliar untuk Proyek Penanaman Modal Asing. Dengan asumsi kurs ratarata US $ rupiah, maka PMA yang diserap sektor Industri Pengolahan sekitar 36,91 triliun rupiah per tahun. Bila dijumlahkan, total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di sektor Industri Pengolahan ratarata sebesar 52,88 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebih sasaran investasi sektor Industri Pengolahan pada RPJMN ( ) yaitu antara 4050 triliun rupiah. Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non Migas selama 5 tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008 laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 ekonomi tumbuh sebesar 4,93 persen sedangkan

14 9 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 pertumbuhan sektor industri non migas pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,52 persen. Penurunan yang cukup besar pada tahuntahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Tekstil, Kertas, Semen dan Barang Galian Logam. Walau demikian, terdapat kelompok utama industri yang pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan besar, walau pada tahun 2009 sumbangan tersebut menjadi melemah. Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektorsektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal loging dan illegal trade, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat. Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan. Peran Industri Makanan, Minuman dan Tembakau relatif konstan sekitar 2833 persen, tetapi Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan pada periode tahun perannya masih sekitar 2026 persen, pada periode meningkat menjadi sekitar 2729 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produkproduk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi. Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sekitar 47 sub sektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara 96 sub sektor dan 83 sub sektor industri utilisasinya masingmasing baru mencapai antara 61 dan 79 persen dan bahkan di bawah 60 persen. Sub sektor yang memiliki utilitas di atas 80 persen didominasi oleh sub sektor Industri Kimia Hulu, dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi,

15 10 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen, bahkan beberapa diantaranya di bawah 60 persen seperti Industri Radio/Radio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses Pengolahan Gula dan Mesin Proses Pengerjaan Logam. Penguatan struktur industri selama kurun waktu telah terjadi pada Industri Turunan Minyak Sawit, Industri Petrokimia (aromatik, C1, Olefin), Industri Pasir Kuarsa, Industri Keramik, Industri Air Laut, Industri Mesin Proses Tekstil, Industri Mesin Proses Pabrik Gula, Industri Mesin Proses Pabik Minyak Kelapa Sawit, Industri Logam, Industri Aluminium, Industri Tembaga, Industri Perkapalan, Industri Bangunan Lepas Pantai, Industri Telematika, Industri TV, Industri Video Cassette/disc player dan Industri Lampu Listrik. Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain struktur yang belum lengkap yang diperlihatkan dengan banyak industri yang belum ada di tanah air, menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada. Struktur industri pada pohon industri masih kurang lengkap dipandang dari dua sisi dimensi yang berbeda. Sisi pertama kurang lengkapnya struktur industri memperlihatkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri yang masih terbuka lebar, baik pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah eksis (perluasan struktur) maupun membuka perusahaan pada industri yang belum eksis (pendalaman struktur). Sisi lain, kurang lengkapnya struktur industri pada pohon industri mencerminkan belum kokohnya kemampuan industri dan strategi yang diterapkan dalam pengembangannya. Sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografis di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008 persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera menyerap 79,83 persen. Adapun tahun 2006 kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen.

16 11 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaanperusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri dari mencapai Rp. 95,64 triliun dari Rp. 144,42 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas dan Percetakan yaitu Rp. 28,95 triliun dengan 52 proyek. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan telah meningkat ratarata 6,38 persen pada periode tahun Dibandingkan tahun 2005, penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masingmasing meningkat sebesar 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen. Dari sisi ekspor, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur pada tahun 2005 sebesar US$ ,99 juta dengan kontribusi 64,87 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 83,65 persen terhadap produk non migas. Pada tahun 2009, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur meningkat menjadi sebesar US$ ,84 juta serta mempunyai kontribusi 63,03 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 75,33 persen terhadap produk non migas dengan pertumbuhan dari tahun sebesar 46,76 persen. B. POTENSI DAN PERMASALAHAN Potensi Sumber daya alam Indonesia (cadangan hutan, kelautan dan perikanan, migas, mineral dan batubara, dsb) sangat potensial untuk menumbuhkembangkan industri berbasis sumber daya alam. Letak Indonesia yang sangat strategis dapat mengakomodasi kepentingan berbagai negara serta kerjasama yang saling menguntungkan dengan negaranegara di sekelilingnya. Indonesia yang terdiri dari atas ribuan pulau dan penduduknya yang besar merupakan captive market bagi berbagai industri. Penduduk Indonesia yang besar tersebut tidak saja dapat merupakan modal bagi tumbuhnya industri (khususnya IKM) yang berbasis tenaga kerja, tetapi juga peluang bagi tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat iptek dan daya kreatif.

17 12 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 Dengan Sumber Daya Industri yang begitu besar yang dimiliki baik itu Sumber Daya Alamnya maupun Sumber Daya Manusianya, dimana masing masing memiliki kekuatan dan kelemahan antara lain sebagai berikut : 1. Faktor Sumber Daya Alam Kekuatan 1. Lahan Luas dan Subur 2. Penanaman sepanjang tahun 3. Cadangan hutan produksi cukup luas 4. Pembukaan lahan baru sektor pertanian 5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi penangkapan ikan 6,7 juta ton pertahun 6. Ketersediaan sumber daya mineral cukup besar. 2. Faktor Sumber Daya Manusia Kekuatan 1. Jumlah Penduduk Besar 2. Tingkat upah kompetitif 3. Keterampilan Seni (craftmanship) tinggi 4. Tekun dan mudah menerima pelatihan 5. Kemampuan bidang operasional 6. Kemampuan bidang rancang bangun dan perekayasaan sudah berkembang 3. Faktor Geografi Kekuatan 1. Terdiri dari ribuan pulau 2. Terletak di geo stasioner 3. Posisi strategis Kelemahan 1. Rendahnya produktivitas sektor pertanian & agrobisnis 2. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian 3. Meningkatnya ketergantungan terhadap impor makanan 4. Bahaya kerusakan ekologi 5. Terjadinya penebangan hutan berlebihan 6. Bahaya atas terjadinya penangkapan ikan berlebihan di beberapa wilayah Kelemahan 1. Tidak meratanya penyebaran penduduk dan pendapatan 2. Tingkat pendidikan, keterampilan dan produktifitas tenaga kerja relatif rendah 3. Disiplin rendah Kelemahan 1. Belum bisa didayagunakan sebagai penggerak pertumbuhan industri 2. Peluang baru akan diambil oleh perusahaanperusahaan asing 3. Infrastruktur telekomunikasi relatif belum memadai

18 13 Nomor: 151/MIND/PER/12/ Faktor Permodalan Kekuatan 1. Telah adanya investasi ekstensi selama dua dekade lalu dalam bentuk aset tetap (bangunan, mesin, & peralatan) Kelemahan 1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas terpasang pada beberapa subsektor industri 2. Terdapat mesinmesin sudah tua di beberapa sektor industri. 3. Cadangan devisa, perbankan, pasar Modal belum cukup menunjang. 5. Faktor Prasarana (Fisik) Kekuatan 1. Pernah melakukan investasi secara berarti dan adanya pertumbuhan selama dua dekade lalu sebelum krisis Kelemahan 1. Beberapa prasarana (jalan raya, pelabuhan, dll) & sarana kurang memadai. 2. Ketergantungan tinggi terhadap bantuan asing dan swasta dalam pengembangan prasarana 3. Angkutan Laut dikuasai asing dan belum memadai 6. Faktor Teknologi Kekuatan 1. Investasi mendorong terjadinya impor teknologi 2. Jumlah SDM relatif besar pada lembagalembaga R&D Pemerintah 3. Penyebaran Teknologi secara nyata lebih efektif melalui impor dan pengenalan mesin Kelemahan 1. Kegiatan R&D industri dilakukan oleh pemiliknya di luar negeri 2. Relatif rendahnya tingkat pengembangan teknologi 3. Rendahnya respon lembagalembaga R&D terhadap permintaan pasar 4. Rendahnya produktivitas sektor manufaktur 5. Relatif rendahnya biaya R&D per orang 6. Lemahnya keterkaitan antara lembagalembaga R&D pemerintah dengan swasta 7. Lemahnya koordinasi & arah pengembangan lembaga riset

19 14 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan, khususnya bila dibandingkan dengan kinerja industri pada masa sebelum krisis multi dimensi pada tahun Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu dipaparkan pada uraian di bawah ini. Masalah Umum a. Masalah Internal Industri 1. Struktur industri masih belum kuat. 2. Industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong industri jumlah dan kemampuannya masih terbatas, dan sama halnya dengan kemampuan produksi barang setengah jadi dan komponen, sehingga ketergantungan impor masih tetap tinggi. 3. Masih terbatasnya populasi industri berteknologi tinggi. 4. Kapasitas produksi masih belum optimal. 5. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri akibat terpaan krisis global. 6. Terganggunya penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan). 7. Ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa negara tujuan. 8. Lemahnya penguasaan desain dan rancang bangun untuk pembangunan industri. 9. Tidak tersedianya dana penelitian dan pengembangan produk industri untuk produk buatan lokal yang cukup di perusahaan industri. 10. Penerapan standar produk komponen dan bahan baku yang tersedia di pasar dalam negeri tidak atau belum memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga menyulitkan dalam proses fabrikasi dan manufacturing. 11. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.

20 15 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 b. Masalah Eksternal Industri 1. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas). 2. Birokrasi yang belum probisnis. 3. Arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), walau pada satu tahun terakhir ini sudah menunjukkan perbaikan yang berarti. 4. Masalah perburuhan (pesangon, premi jamsostek, UMR dan lain lain). 5. Masalah kepastian hukum. 6. Insentif fiskal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan oleh negara tetangga. 7. Suku bunga perbankan yang masih tinggi. 8. Ketentuan limbah B3 (limbah batu bara, baja, dan lain lain) yang sering kali menyulitkan dunia usaha. 9. Kurangnya keberpihakan serta kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri. 10. Belum tersedianya perbankan yang khusus ditunjuk pemerintah untuk pembangunan industri per sektor (misalnya: bank khusus untuk agro, untuk industri, untuk migas, untuk IKM, dan lain sebagainya), dengan tingkat bunga kompetitif. 11. Belum terjalinnya komunikasi/hubungan yang intensif antara hasil riset dari balai riset industri dalam negeri dengan perusahaan industri lokal. 1. Perkembangan Industri Indonesia Secara kumulatif petumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2008 berada pada angka 6,01 persen (Tabel 1.1), lebih rendah dari target APBN sebesar 6,4 persen. Pencapaian pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2009 jauh lebih rendah yakni sebesar 4,55 persen. Kondisi ini terjadi akibat tekanan global karena kasus di Amerika Serikat dan akumulasi permasalahannya. Pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi tahun 2009 disumbang oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 15,53 persen yang berarti menurun dibandingkan tahun 2008 sebesar 16,57 persen, diikuti Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 13,78 persen yang meningkat dari tahun

21 16 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/ sebesar 10,92 persen. Namun, terjadi penurunan pertumbuhan pada Industri Pengolahan sebesar 1,55 persen dibandingkan tahun 2008 yakni semula tercatat 3,66 persen, menjadi hanya 2,11 persen pada tahun Secara keseluruhan terjadi penurunan pertumbuhan terkecuali sektor Pertambangan, Listrik dan Gas, dan sektor JasaJasa. Kondisi ini menunjukkan imbas krisis finansial global di tengah berbagai permasalahan yang masih dihadapi pada lapangan usaha sektor dimaksud. Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektorsektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen) LAPANGAN USAHA * 2009** 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas ,21 b. Industri Non Migas LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH JASA JASA PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS Sumber : BPS diolah Kemenperin * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara 2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi Sampai dengan tahun 2009, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik BrutoPDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menyumbang sekitar 26,38 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 15,29 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,37 persen. Dari tahun 2005 sampai dengan 2009, kontribusi sektor Industri Pengolahan memberikan sumbangan ratarata 27 persen, tetapi pada tahun 2009 turun mencapai 26,38 persen. Yang tampak memberikan kontribusi agak baik pada tahun 2009 adalah

22 17 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, Konstruksi serta Jasajasa, sebagaimana terlihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2. Nilai PDB Sektoral dan kontribusinya terhadap PDB Nasional No LAPANGAN USAHA * 2009** 1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % ,3 13, ,4 12, ,5 13, ,3 14, ,0 15,29 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN ,1 11, ,8 10, ,6 11, ,3 10, ,7 10,54 3 INDUSTRI PENGOLAHAN ,3 27, ,3 27, ,9 27, ,1 27, ,4 26,38 a. Migas b. Non Migas 4 LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5 KONSTRUKSI ,9 5, ,9 5, ,3 4, ,0 4, ,5 3, ,4 21, ,4 22, ,6 22, ,1 23, ,9 22, ,8 0, ,8 0, ,8 0, ,7 0, ,1 0, ,6 7, ,3 7, ,8 7, ,4 8, ,2 9,89 6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN ,2 15, ,4 15, ,1 14, ,7 13, ,0 13,37 7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI ,9 6, ,5 6, ,3 6, ,2 6, ,2 6,28 8 KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH ,7 8, ,4 8, ,5 7, ,7 7, ,4 7, JASA JASA ,2 9, ,9 10, ,7 10, ,9 9, ,7 10,22 PRODUK DOMESTIK BRUTO ,1 100, ,8 100, ,2 100, ,7 100, ,7 100,00 11 PRODUK DOMESTIK BRUTO ,3 88, ,3 88, ,5 89, ,3 89,, ,1 91,68 TANPA MIGAS Sumber : BPS diolah Kemenperin *Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara Dampak krisis finansial global sangat dirasakan oleh beberapa industri terutama yang melakukan ekspor dengan tujuan pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang akibat melemahnya pasar di negara tersebut. Produk yang terkena dampak cukup berarti antara lain : TPT, Produk Karet, Produk Kayu, serta Pulp dan Kertas, Minyak Sawit dan produkproduk Logam. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya pasar ekspor. Kondisi yang sama juga terjadi pada Industri Kertas & Barang Cetakan. Industri Makanan, Minuman & Tembakau mengalami penurunan permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi melemahnya pasar global tersebut, berakibat terganggunya rencana perluasan investasi. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3, semua cabang industri Pengolahan Non Migas mendapat tekanan hebat. Dari sembilan cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif sampai tahun 2009 adalah Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami pertumbuhan

23 18 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 sebesar 11,29 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen, Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 0,53 persen, Industri Kertas dan barang cetakan sebesar 6,27 persen dan Barang Lainnya 3,13 persen. Sedangkan beberapa cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2009 adalah industri Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya yang mencapai 1,46 persen, Industri Semen dan Barang Galian bukan logam sebesar 0,63 persen dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar 2,94 persen. Sedangkan cabang industri Logam Dasar Besi dan Baja mengalami penurunan terbesar dibanding cabang industri yang lain mencapai 4,53 persen. Tabel 1.3. Pertumbuhan PDB: tradables (persen) No LAPANGAN USAHA * 2009** 1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasilhasilnya d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan Bukan Migas c. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri M i g a s ). Pengilangan Minyak Bumi ). Gas Alam Cair b. Industri bukan Migas ). Makanan. Minuman dan Tembakau ). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki ). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya ). Kertas dan Barang cetakan ). Pupuk, Kimia & Barang dari karet ). Semen & Brg. Galian bukan logam ). Logam Dasar Besi & Baja ). Alat Angk., Mesin & Peralatannya ). Barang lainnya

24 19 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 No LAPANGAN USAHA * 2009** 4 LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH a. L i s t r i k b. Gas Kota c. Air bersih KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. H o t e l c. R e s t o r a n PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. P e n g a n g k u t a n ). Angkutan Rel ). Angkutan Jalan raya ). Angkutan laut ). Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan ). Angkutan Udara ). Jasa Penunjang Angkutan b. K o m u n i k a s i KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH a. B a n k b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Real Estate e. Jasa Perusahaan JASA JASA a. Pemerintahan Umum ). Adm. Pemerintahan & Pertahanan ). Jasa Pemerintahan lainnya b. S w a s t a ). Sosial Kemasyarakatan ). Hiburan dan Rekreasi ). Perorangan dan Rumah tangga PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS Sumber : BPS, diolah * Angka sementara, ** Angka sangat sementara Industri Non Migas terus mengalami penurunan sejak tahun 2005 sebagaimana dilihat pada Tabel 1.4. Dari tabel tersebut terdapat lima industri yang mengalami pertumbuhan negatif sampai dengan tahun 2009 yakni : Barang kayu & Hasil Hutan Lainnya sebesar 1,46 persen; Semen & Barang

25 20 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 Galian bukan logam 0,63 persen; Logam Dasar Besi dan Baja sebesar 4,53 persen; serta Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar 2,94 persen. Sedangkan cabang industri yang menunjukkan pertumbuhan positif ada empat yakni Makanan, Minuman dan Tembakau 11,29 persen; Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki sebesar 0,53 persen; Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,27 persen; Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen serta Barang Lainnya sebesar 3,13 persen. Tabel 1.4. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas No Cabang Industri Pertumbuhan (%) * 2009 ** 1 Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki Brg. kayu & Hasil hutan lainnya Kertas dan Barang cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari karet Semen & Brg. Galian bukan logam Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Barang lainnya Total Industri Pengolahan Non Migas Sumber: BPS, diolah * Angka sementara, ** Angka sangat sementara Kondisi cabangcabang industri masih menunjukkan kondisi tidak stabil pada tahun 2009, dimana ada lima cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif dan empat cabang industri yang positif. Terdapat dua industri yang mengalami penurunan dan kenaikan yang cukup tinggi, untuk kenaikan terjadi pada Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 11,29 persen dan penurunan terjadi pada Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar 2,94 persen. Alat Angkut, Mesin dan Peralatan yang semula membukukan pertumbuhan positif 9,79 persen pada tahun 2008, turun drastis menjadi 2,94 persen kemudian Industri Makanan, Minuman dan Tembakau pada tahun 2008 sebesar 2,34 persen menjadi 11,29 persen pada tahun Perkembangan Pertumbuhan Industri Pengolahan Migas Tahun Tahun dapat dilihat pada Gambar 1.1.

26 21 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 Gambar 1.1. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas Ditinjau dari realisasi investasi dalam negeri (PMDN), sebagian besar Industri Manufaktur mengalami peningkatan realisasi investasi pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dengan nilai realisasi tertinggi pada cabang Industri Kimia dan Farmasi sebesar 5.850,1 miliar rupiah diikuti dengan Industri Makanan sebesar 5.768,5 miliar rupiah. Nilai realisasi Industri Makanan mengalami penurunan sangat besar pada tahun 2009 sebesar 29,6 persen dibanding tahun sebelumnya (Tabel 1.5) dari 8.192,9 miliar rupiah pada tahun 2008 hanya dibukukan senilai 5.768,5 miliar rupiah di tahun Apabila ditinjau dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, maka industri yang mencapai perkembangan significan dibanding tahun 2008 adalah cabang Industri Tekstil, diikuti cabang Industri Karet dan plastik dan industri lainnya. Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri NO. SEKTOR P I P I P I P I P I P I 1 Industri Makanan 28, ,9 35, ,8 19, , , , ,5 2 Industri Tekstil 7,0 70,0 22, ,7 7,0 81, , , ,7 3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 2,0 24,5 1,0 14,6 1,0 4,0 2 58,5 2 10,1 1 4,0 4 Industri Kayu 4,0 888,9 9,0 198,8 9,0 709,0 3 38, ,6 2 33,5 5 Ind. Kertas dan Percetakan 4,0 205,7 13, ,6 9, , , , ,8 6 Ind. Kimia dan Farmasi 10, ,8 17, ,2 10, , , , ,1 7 Ind. Karet dan Plastik 11,0 445,4 18,0 678,4 11,0 253, , , ,8 8 Ind. Mineral Non Logam 10,0 524,5 4,0 774,6 4,0 218, , , ,1

27 22 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 /MIND/PER/1/2010 NO. SEKTOR P I P I P I P I P I P I 9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 19,0 546,6 16, ,5 22, , , , ,8 10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2 7,0 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 1,0 19,6 6,0 284,6 4,0 116, , ,7 3 66,5 12 Industri Lainnya 0,0 0,0 8,0 79,4 0,0 0,0 2 36,5 4 38, ,5 Jumlah 96, ,9 149, , , , , ,434.4 Sumber : BKPM (2009) CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Realisasi PMDN Industri (milyar Rp) Ditinjau dari realisasi Nilai investasi PMA pada tahun 2009 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008 yakni dari sebesar US$ 4.515,2 menjadi US$ 3.831,1 Juta. Dari sejumlah tersebut, kontribusi investasi 3 besar pada tahun 2009 berada pada sub sektor Industri Kimia dan Farmasi dengan nilai US$ 1.183,1 juta, kemudian diikuti industri Logam, Mesin & Elektronika sebesar US$ 654,9 juta dan industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain sebesar US$ 583,4 juta (Tabel 1.6). Jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan untuk investasi PMA ratarata meningkat pada tahun 2009 terkecuali Industri Makanan yang mengalami

28 23 Nomor: 151/MIND/PER/12/2010 penurunan sejumlah 7 izin usaha. Total izin yang dikeluarkan adalah sejumlah 474 izin pada tahun 2009 dibandingkan 495 izin pada tahun 2008 atau terjadi penurunan realisasi pemberian izin usaha sebesar 4,24 persen dan secara nilai investasi terjadi penurunan sebesar 15,15 persen. Tabel 1.6. Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) NO. SEKTOR P I P I P I P I P I P I 1 Industri Makanan 29,0 574, Industri Tekstil 24,0 165, Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 6,0 13, Industri Kayu 6,0 4, Ind. Kertas dan Percetakan 16,0 414, Ind. Kimia dan Farmasi 39,0 614,1 41 1, , , Ind. Karet dan Plastik 16,0 81, Ind. Mineral Non Logam 10,0 108, Ind. Logam, Mesin & Elektronik 51,0 312, , Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam 4,0 13, Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 22,0 402, Industri Lainnya 25,0 101, Jumlah 248, , , , , , ,831.1 Sumber : BKPM (2009) CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 Perkembangan Realisasi Investasi PMA per tahun dapat dilihat pada Gambar Struktur Industri Gambar 1.3. Realisasi PMA Industri (US$ Juta)

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN TAHUN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN TAHUN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 dinyatakan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan I Tahun 2010 Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan IV Tahun industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu menunjang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2011 KATA PENGANTAR Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan penyelenggaraan manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011 Yth. Para Narasumber (Sdr. Dr. Chatib Basri, Dr. Cyrillus Harinowo,

Lebih terperinci

PROYEKSI EKONOMI MAKRO : Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI

PROYEKSI EKONOMI MAKRO : Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI PROYEKSI EKONOMI MAKRO 2011-2015: Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI Indonesia memiliki sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam berbagai bidang usaha. Kendati, tidak seperti

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN BARAT INDONESIA TAHUN 2008 Surabaya,

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO BOGOR, 7 9 FEBRUARI 2013 PENDAHULUAN Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2004-2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2013 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II.KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014...

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004

I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004 - 1 - BAB I. PENDAHULUAN I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004 Bila dilihat perkembangannya dari sejak akhir tahun 60-an, industri nasional

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan III Tahun Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu menunjang

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Industri manufaktur merupakan sektor strategis di dalam perekonomian nasional. Hal itu ditegaskan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan penting terhadap pembangunan perekonomian suatu negara. Struktur perekonomian suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31.1/MIND/PER/3/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi*

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi* Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi* Harus diakui, di masa pemerintahan SBY-JK, ketidakstabilan makroekonomi dan ketidakpastian kebijakan ekonomi makro sudah jauh menurun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2004 Kegiatan usaha pada triwulan IV-2004 ekspansif, didorong oleh daya serap pasar domestik Indikasi ekspansi, diperkirakan berlanjut pada triwulan I-2005 Kegiatan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan IV Tahun Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu menunjang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), disusun berdasarkan Instruksi Presiden R.I. Nomor 7 Tahun 1999, disajikan dengan menggunakan standar penyusunan laporan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ini disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO JAKARTA, 7 FEBRUARI 2013 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan

PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan PENYUSUNAN KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN 2005-2007 Dalam Rangka Analisa Data Sektor Kehutanan Kerja Sama Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik Desember

Lebih terperinci

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013 SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT Bandung, 8 Juni 2013 Yang Saya Hormati: 1. Gubernur Jawa Barat; 2. Saudara Menteri PPN/Kepala Bappenas; 3. Ketua Kadin Prov. Jawa Barat; 4. Ketua Forum Ekonomi

Lebih terperinci