BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi merupakan kemampuan seseorang untuk membedakan, mengelompokan, dan memfokuskan suatu pengamatan. Oleh karena itu, seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda walaupun objeknya sama. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan (Sarwono, 2002). Sedangkan menurut Leavit (1978) dalam Sobur (2003) menjelaskan bahwa persepsi mempunyai pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, persepsi merupakan penglihatan yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Walgito (2004) menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu objek yang dipersepsi, alat indera, syaraf, dan susunan syaraf, serta perhatian. Objek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor, dimana stimulus dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan maupun dari luar individu yang mempersepsi. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, dimana untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran harus melalui syaraf sensoris. Untuk menyadari persepsi atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yang merupakan pemusatan dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sekumpulan objek. 9

2 Jaminan Kesehatan Nasional Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan (Geswar, 2014). JKN merupakan salah satu program SJSN untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial pada rakyat Indonesia dengan menjamin peserta JKN untuk mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. JKN merupakan jaminan kesehatan yang bersifat wajib untuk seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan Permenkes RI No. 19 Tahun 2014 JKN adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Iuran yang dibayarkan oleh peserta atau pemerintah merupakan tulang punggung dalam pendanaan SJSN karena menjadi bagian terbesar dari dana jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS (Putri, 2014). JKN merupakan asuransi kesehatan yang bersifat wajib untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia karena memiliki beberapa manfaat yang lebih unggul dibandingkan dengan asuransi kesehatan komersial, diantaranya adalah memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi yang lebih terjangkau, peserta asuransi kesehatan sosial bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang wajar dan terkendali karena asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali mutu, asuransi kesehatan sosial menjamin kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan

3 11 yang berkelanjutan, dan asuransi kesehatan mempunyai portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia (Kemenkes, 2013). Seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta JKN, termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari 6 (enam) bulan sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Dengan dibentuknya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, maka terjadi reformasi dari segi pembiayaan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan sistem pembagian kesehatan melalui program JKN. Untuk mencapai reformasi pembangunan kesehatan ditetapkan 7 (tujuh) prioritas kesehatan, dimana prioritas pertama sebagai tulang punggung untuk mendukung seluruh aspek reformasi pembangunan kesehatan dengan menyelenggarakan JKN (Supriyantoro, 2013). Dalam pelaksanannya program JKN harus bersifat terbuka bagi seluruh masyarakat, dimana masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada perundang-undangan (Hafiz, 2010). Kepesertaan dalam program JKN sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan adalah bersifat wajib untuk mencakup seluruh rakyat Indonesia yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dimulai pada 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi PBI Jaminan Kesehatan, Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementrian Pertahanan dan anggota kelurarganya, Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya, dan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2019.

4 Kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan membayar kepada FKTP dengan sistem pembagian kapitasi. Membayar Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dengan menggunakan sistem kapitasi berarti PPK dibayar di muka (praupaya) per bulan berdasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar tidak tergantung berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan. Konsep kapitasi merupakan sebuah konsep atau sistem pembagian berdasarakan jumlah orang (capita) yang menjadi tugas PPK untuk melayani dalam sebuah fasilitas kesehatan dengan memberi imbalan jasa kepada health providers (PPK) dengan jumlah yang tetap, tanpa memperhatikan jumlah kunjungan, pemeriksaan, tindakan, obat, dan pelayanan medik lain yang diberikan oleh PPK tersebut (Hendrartini, 2005 dalam Martiningsih, 2008). Pembagian dengan sistem kapitasi akan merangsang PPK untuk melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut menyebabkan PPK melakukan inovasi-inovasi antara lain mengurangi penggunaan teknologi, penggunaaan perawatan dengan alternatif biaya yang lebih rendah, dan mengutamakan pencegahan kesehatan. Dengan sistem pembagian kapitasi, maka dapat mendorong provider untuk memilih pasien yang memiliki risiko rendah dalam mengurangi biaya-biaya pelayanan kesehatan populasi yang terdaftar pada mereka. Provider juga dapat membatasi kualitas dan kuantitas mutu pelayanan yang diberikan (Barnum dkk, 1995 dalam Martiningsih, 2008). Dengan sistem pembagian kapitasi, PPK akan berusaha mencapai keuntungan yang maksimal menurut Thabrani, 1998 dalam Hendrartini, 2007 dengan melakukan: 1. Memberikan pelayanan promotif dan preventif untuk mencegah angka kesakitan. Apabila angka kesakitan menurun, maka peserta tidak perlu lagi berkunjung ke PPK yang menyebabkan biaya pelayanan menjadi lebih kecil.

5 13 2. Memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dengan menegakkan diagnostik yang tepat dan dapat memberikan pengobatan atau tindakan yang tepat. Dengan pelayanan yang baik, maka pasien akan cepat sembuh dan tidak kembali lagi PPK untuk melakukan pengobatan atau memerlukan tindakan lebih lanjut yangmerupakan biaya tambahan. 3. Mempertahankan efisiensi operasi dan tetap memegang jumlah pasien Jaminan Pelayanan Kesehatan sebagai income security dengan memberikan pelayanan yang pas, tidak lebih dan tidak kurang. Pembayaran kepada tenaga kesehatan dengan konsep kapitasi juga dapat menimbulkan ketidakpuasan dari tenaga kesehatan dikarenakan besaran jasa pelayanan yang diterima oleh tenaga kesehatan berdasarkan pada besaran dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas. Apabila besaran kapitasi yang diterima oleh puskesmas kecil maka akan berdampak pada besaran jasa pelayanan yang diterima oleh tenaga kesehatan dikarenakan tenaga kesehatan akan mendapatkan jumlah jasa pelayanan yang rendah. Hasil penelitian Wintera & Hendrartini (2005) menunjukkan bahwa 57,7% dokter puskesmas mempunyai tingkat kepuasan yang rendah terhadap sistem pembayaran kapitasi. Hasil penelitian tersebut dipertegas dengan keluhan dari beberapa dokter puskesmas yang menyatakan tidak puas dengan sistem pembayaran kapitasi, dimana selain karena jumlahnya kecil, pembayarannya terlambat dan juga tidak tahu jumlah riil peserta di lapangan Jasa Pelayanan BPJS Kesehatan akan membayar jasa pelayanan pasien JKN kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan menggunakan sistem kapitasi. Besaran pembagian kepada fasilitas kesehatan yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ditentukan

6 14 berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Kemenkes, 2013). Berdasarkan Perpres RI No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembagian dana kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah berdasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai dengan data dari BPJS Kesehatan. Dana kapitasi dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada bendahara kapitasi JKN pada FKTP. Puskesmas merupakan FKTP milik Pemerintah Daerah sehingga pembagian dana kapitasi dibayarkan oleh BPJS Kesehatan langsung kepada bendahara dana kapitasi JKN yang ditunjuk oleh kepala daerah. Bendahara dana kapitasi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah kemudian membuka Rekening Dana Kapitasi JKN yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Pembagian dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan yang dilakukan melalui rekening dana kapitasi JKN pada FKTP dan diakui sebagai pendapatan yang digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan peserta JKN pada FKTP (Depkes, 2014). Sejak diundangkannya Perpres No. 32 Tahun 2014 dan Permenkes RI No. 19 Tahun 2014 dana kapitasi langsung dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke FKTP milik Pemerintah Daerah. Permenkes RI No. 19 Tahun 2014 mengatur mengenai dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari BPJS Kesehatan digunakan untuk pembagian jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembagian jasa pelayanan kesehatan.

7 15 Jasa pelayanan merupakan penghargaan atau rewards yang diterima oleh tenaga kesehatan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Penghargaan yang langsung terkait dengan kinerja seperti jasa pelayanan dapat memotivasi perbaikan kinerja individu, akan tetapi juga dapat merusak motivasi apabila sistem yang diterapkan tidak sesuai. Aspek keadilan dan kelayakan terhadap balas jasa yang diterima karyawan berkaitan dengan kinerja dari karyawan tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lamere (2013) mengenai Analisis Kinerja Bidan Pada Pelayanan Antenatal Care di Puskesmas se-kabupaten Gowa, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara insentif atau imbalan dengan kinerja bidan pada pelayanan antenatal care yaitu sebanyak 31 responden menyatakan cukup insentif yang diterima, sebanyak 6 responden (19,4%) memilki kinerja rendah dan 9 responden yang menyatakan kurang terhadap insentif yang diterima, sebanyak 9 responden (50,0%) memilki kinerja rendah (Lamere, 2013). Sebagai imbalan terhadap jasa pelayanan yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan, maka tenaga kesehatan berhak untuk mendapatkan kompensasi dalam bekerja. Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang, barang, langsung atau tidak langsung yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan perusahaan (Hasibuan, 2003). Marihot Tua Efendi (2005) juga menjelaskan bahwa kompensasi merupakan keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah bonus insentif, dan tunjangan lainnya seperti tunjangan hari raya, uang makan, uang cuti, dan lain-lain. Pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas yang paling kompleks dan juga paling berarti untuk tenaga kesehatan, dimana pemberian kompensasi dapat meningkatkan prestasi kerja tenaga, motivasi, dan kemampuan kerja tenaga kesehatan.

8 16 Handoko (2001) dalam Dachi (2010) menjelaskan bahwa apabila kompensasi yang diterima oleh karyawan benar, maka para karyawan akan merasa lebih terpuaskan dan termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya. Segala bentuk imbalan atau intensif beberapa karyawan menjadi sangat penting tergantung dari persepsi karyawan itu sendiri. Hasil penelitian Kusnanto (2005) dalam Dachi (2010), mengenai hubungan insentif dengan kepuasan kerja di puskesmas menjelaskan bahwa persepsi tentang pembagian insentif yang berhubungan secara signifikan (p<0.05). Dengan sistem kompensasi yang baik, maka akan tercapai tujuan antara lain menghargai prestasi kerja para karyawan sehingga akan mendorong perilaku-perilaku karyawan sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi dan menjamin keadilan di antara karyawan dalam organisasi karena masing-masing karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan, dan prestasi kerjanya (Dachi, 2010). Handoko (2002) menjelaskan bahwa kompensasi merupakan hal yang penting bagi karyawan karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karyawan diantara karyawan itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Kompensasi apabila diberikan secara adil maka karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran dari organisasi. Salah satu bentuk imbalan yang berupa jasa pelayanan dana kapitasi JKN harus diberikan secara adil kepada tenaga kesehatan. Asas adil yaitu besarnya jasa pelayanan harus dibayar sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, masa kerja, resiko pekerjaan, tanggung jawab serta jabatan pekerja (Hasibuan, 2000). Keadilan merupakan perbandingan yang adil antara segala bentuk imbalan finansial yang diterima oleh tenaga kesehatan dengan segala usaha atau jasa yang telah diberikan kepada institusi atau dengan tenaga kesehatan lain yang memiliki

9 17 kualifikasi pekerjaan dan jabatan yang sama. Adam dalam Rivai (2005) menjelaskan bahwa setiap karyawan akan membandingkan rasio input dan outcomes yang diterimanya serta membandingkan outcomes yang diterimanya dengan outcomes dari comparison persons, dimana apabila tercapai keseimbangan antara input dan outcomes serta comparisons person maka outcomes bisa dikatakan adil Pembagian Jasa Pelayanan Dana Kapitasi JKN Dalam sistem pembagian jasa pelayanan kepada tenaga kesehatan yang diatur dalam Permenkes RI No.19 Tahun 2014 ditetapkan dengan mempertimbangkan variabel jenis ketenagakerjaan dan/atau jabatan antara lain tenaga medis diberi nilai 150, tenaga apoteker atau tenaga profesi keperawatan (Ners) diberi nilai 100, tenaga kesehatan setara SI/D4 diberi nilai 60, tenaga kesehatan setara D3 atau tenaga kesehatan dibawah D3 dengan masa kerja lebih dari 10 tahun diberi nilai 40, dan tenaga kesehatan di bawah D3 diberi nilai 25, serta mempertimbangkan variabel kehadiran. Pemberian poin pada variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dalam pembagian jasa pelayanan dana kapitasi JKN ditentukan berdasarkan pada pendidikan dari tenaga kesehatan untuk menjalankan tugas pokok di puskesmas. Irianto (2001) menjelaskan bahwa pendidikan mempunyai fungsi sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi kerjanya. Hasil penelitian Handayani (2010) mengenai Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Pelaksana Pelayanan Pelayanan Kesehatan Puskesmas menunjukkan bahwa 91,56% tenaga kesehatan menyatakan kesesuaian tupoksi dengan pendidikan mereka. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengemukakan bahwa tenaga kesehatan berinvestasi dalam menjalankan peran di puskesmas sesuai

10 18 dengan tupoksi masing-masing melalui pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan tersebut. Pemerintah juga dapat menambahkan variabel antara lain kinerja, status kepegawaian, dan masa kerja sesuai dengan kondisi daerah yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan yang diatur pada Permenkes RI No. 28 Tahun Dalam penyesuaian kompensasi salah satu dasar yang digunakan adalah penilaian prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja merupakan proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan, dimana hasil penilaian prestasi kerja dapat membantu para pengambil keputusan untuk menentukan kenaikan gaji, pemberian bonus dan kompensasi dalam bentuk yang lain (Handoko, 2002). Masa kerja juga merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam pemberian kompensasi. Mangkunegara (2004) mengemukakan bahwa dalam penentuan bayaran kepada individu perlu didasarkan pada rata-rata tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian Marseli & Nilowardono (2003) menyatakan bahwa distribusi berdasarkan lamanya masa kerja dari karyawan perlu dianalisis, karena semakin lama bekerja, maka karyawan akan menuntut gaji dan perhatian yang lebih besar dari perusahaan.selain prestasi kerja dan masa kerja, status kepegawaian juga merupakan indikator yang digunakan dalam pemberian kompensasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2004) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penghasilan pada jumlah gaji pokok, tunjangan fungsional dan insentif jasa pelayanan yang lebih banyak didapatkan oleh perawat yang berstatus PNS daripada perawat yang berstatus sebagai Pegawai Daerah. Tenaga kesehatan yang merangkap tugas administratif sebagai kepala FKTP, kepala tata usaha, atau bendahara dana kapitasi JKN diberi tambahan nilai 30. Variabel kehadiran dinilai dengan ketentuan apabila hadir setiap hari kerja, diberi nilai 1 (satu)

11 19 poin per hari dan terlambat hadir atau pulang sebelum waktunya yang diakumulasi sampai dengan 7 (tujuh) jam, dikurangi satu poin. Ketidakhadiran akibat sakit dan/atau penugasan ke luar oleh kepala FKTP dikecualikan dalam penilaian kehadiran. Maryanti (2013) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara disiplin waktu dengan kinerja pelayanan pelayanan kesehatan, dimana dengan disiplin waktu yang baik maka semakin baik kinerja pelayanan kesehatan. Pengurangan poin yang dilakukan dari akumulasi keterlambatan tenaga kesehatan dalam bekerja merupakan suatu tindakan disiplin korektif yang dilakukan untuk menangani pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah dibuat. Disiplin korektif merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut sebagai tindakan pendisiplinan, dimana tindakan pendisiplinan tersebut dapat berupa peringatan atau skorsing. Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan secara ringkas yaitu untuk memperbaiki pelanggar, untuk menghalangi karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan serupa, serta untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif (Handoko, 2002). 2.3 Tenaga Kesehatan Definisi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Perpres No. 32 tentang Tenaga Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan berperan dalam upaya peningkatan kesehatan

12 20 masyarakat. Namun, Indonesia masih mengalami permasalahan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) baik dalam hal jumlah, sebaran, kualitas, maupun pengaturan kewenangannya (Rini, 2014). Keterbatasan SDMK terjadi karena kurangnya tenaga kesehatan yang sesuai dengan kompetensinya atau SDMK tidak terdistribusi secara merata sehingga tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kompetensinya. Pengaturan undang-undang tentang Tenaga Kesehatan telah disepakati pada 25 September Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan diatur dalam UU No. 36 Tahun UU Nakes dimaksudkan sebagai payung hukum bagi tenaga kesehatan agar dapat menjalankan profesinya dengan mengedepankan pelayanan kesehatan yang optimal. UU Nakes diharapkan dapat berperan dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya tenaga kesehatan dalam memajukan kesejahteraan umum. Pengaturan tenaga kesehatan yang profesional akan dilakukan dari perencanaan, pendidikan dan pelatihan, pendayagunaan, serta pembinaan sampai pada pengembangan mutu tenaga kesehatan (Rini, 2014). Notoatmodjo (2003) dalam Handayani (2010) menjelaskan bahwa pendidikan dan keterampilan merupakan investasi dari tenaga kesehatan dalam menjalankan peran sesuai dengan tugas pokok dang fungsi (tupoksi) yang diemban. Tenaga kesehatan berperan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di puskesmas. Dalam peran tersebut diharapkan tupoksi tenaga kesehatan sesuai dengan pendidikian dan keterampilan yang mereka miliki. Setyawan (2002) dalam Handayani (2010) menjelaskan bahwa tenaga kesehatan merupakan sumber daya strategis, dimana tenaga kesehatan mampu secara optimal menggunakan sumber daya fisik, finansial, dan manusia dalam tim kerja. Tenaga kesehatan dapat menjalankan perannya sebagai pelaksana pelayanan

13 21 kesehatan dengan optimal di puskesmas dengan menggunakan sumber daya fisik yang merupakan sarana pendukung dalam bekerja Klasifikasi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan mengatur mengenai jenis tenaga kesehatan yaitu: 1 Tenaga medis, meliputi: a. dokter; b. dokter gigi. 2 Tenaga keperawatan 3 Tenaga kefarmasian, meliputi: a. apoteker; b. analis farmasi; c. asisten apoteker. 4 Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi: a. epidemiolog kesehatan; b. entomolog kesehatan; c. mikrobiolog kesehatan; d. penyuluh kesehatan; e. administrator kesehatan; f. sanitarian. 5 Tenaga gizi, meliputi: a. nutrisionis; b. dietisien. 6 Tenaga keterapian fisik, meliputi:

14 22 a. fisioterapis; b. okupasiterapis; c. terapis wicara. 7 Tenaga keteknisian medis, meliputi: a. radiografer; b. radioterapis; c. teknisi gigi; d. teknisi elektromedis; e. analis kesehatan; f. refraksionis optisien; g. otorik prostetik; h. teknisi transfusi; i. perekam medis Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber daya manusia di puskesmas yang dijelaskan pada Permenkes RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Tenaga kesehatan di puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap

15 23 tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Depkes, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2010) mengenai Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Pelaksana Pelayanan Pelayanan Kesehatan Puskesmas, menunjukkan bahwa sebanyak 46,75% tenaga kesehatan menjelaskan kurang sesuainya tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dengan sarana pendukung kerja di puskesmas. Setiap puskesmas terdapat orang tenaga namun hanya 6 (enam) puskesmas yang memiliki dokter tetap. Jenis tenaga kesehatan terbanyak di masingmasing 8 (delapan) puskesmas adalah bidan dan tenaga perawat kesehatan sedangkan asisten apoteker, laborat dan ahli gizi masih kurang jumlahnya. Sebanyak 53,9% tenaga kesehatan mendapatkan tugas tambahan selain tupoksi dan menurut 56,6% tenaga kesehatan bahwa tugas tambahan tersebut dapat mengganggu tupoksi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di puskesmas. Penelitian ini menunjukkan bahwa tugas utama, fungsi dan tugas tambahan yang menjadi beban mereka sudah sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki, tetapi mereka merasa tidak didukung oleh fasilitas yang memadai (Handayani, 2010). Pelayanan paramedis (perawat/bidan) sangat dibutuhkan dalam membantu pekerjaan dokter pada suatu fasilitas kesehatan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sitti (2012) mengenai Faktor yang Berhubungan dengan Mutu Pelayanan di Puskesmas Pamboang Kabupaten Majene Tahun 2012, menunjukkan bahwa sebanyak 14,3% pasien merasa pelayanan di puskesmas cukup tepat, namun mutu pelayanan yang diberikan kurang baik. Hal tersebut disebabkan karena dokter yang ada di puskesmas hanya satu dokter, sehingga apabila dokter ke luar kota maka yang menggantikan adalah perawat (Sitti, 2012).

16 Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sistem merupakan gabungan dari sub-sistem (elemen-elemen) di dalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Sub-sistem (bagian dari sistem) membentuk suatu proses di dalam suatu kesatuan yang terdiri dari elemen-elemen atau bagian-bagian dari suatu sistem. Selanjutnya, dalam sub-sistem juga terjadi suatu proses yang berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub-sistem tersebut. Misalnya yaitu pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari sub-sistem, dimana salah satunya adalah pelayanan kesehatan masyarakat. Secara umum, palayanan kesehatan masyarakat merupakan sub-sistem pelayanan kesehatan, dimana tujuan utamanya adalah pelayanan pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dimana apabila salah satu bagian atau sub-sistem tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemenelemen dalam sistem adalah sebagai berikut : a. Masukan (Input), merupakan sub-elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem. b. Proses, merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan. c. Keluaran (output), merupakan ha yang dihasilkan oleh proses. d. Dampak (impact), merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.

17 25 e. Umpan balik (feedback), merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut. f. Lingkungan (environment), merupakan dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut. INPUT PROSES OUTPUT DAMPAK UMPAN BALIK LINGKUNGAN Gambar 2.1 Unsur-Unsur Sistem Kesehatan

18

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh negara, dimana tujuan dari diselenggarakannya pembangunan kesehatan tersebut adalah untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah bentuk investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Oleh karenanya Indonesia selalu berupaya meningkatkan pembangunan di bidang kesehatan yang

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae No.589, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Dana Kapitasi. Jaminan Kesehatan Nasional. FKTP. Pemerintah Daerah. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang yang menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan berarti orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Untuk

Lebih terperinci

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH http://www.prodia.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran tenaga kefarmasian telah mengalami perubahan yang cukup besar sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap norma praktik

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015 BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA DANA KAPITASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFATAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Sumber: http://bpjs-kesehatan.go.id/ A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN UUS SUKMARA, SKM, M.Epid. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Bandung, 24 Agustus 2015 DASAR HUKUM UU 40/ 2004 UU 24 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Disampaikan dalam Pertemuan Koordinasi Nasional Pengembangan

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi hak

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 Pemetaan Tenaga Kesehatan Mutu Tenaga Kesehatan Untuk Memenuhi: 1.Hak dan Kebutuhan Kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DANA KAPITASI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS

PEMANFAATAN DANA KAPITASI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS KEMENTERIAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS PUSAT PEMBIAYAAN DAN (P2JK) Disampaikan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Riau Tahun 2015 Pekanbaru, 24-26

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 19 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 19 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA

Lebih terperinci

PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM

PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM Lily Widjaja SKM, MM Lilywi 1 PERATURAN Peraturan yang terkait dg.r M/ RK Isi dari struktur RM Pentingnya Keamanan Informasi Mengidentifikasi Peran dan Tanggung jawab dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 8 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN Hsl pmbhsn tgl 13 Agustus 10 BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 58 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN JASA PELAYANAN BAGI PEJABAT PENGELOLA, DEWAN PENGAWAS DAN PEGAWAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat -1- Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI FASILITAS

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR 19 SERI F NOMOR 315 PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 18 TAHUN 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR 19 SERI F NOMOR 315 PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 18 TAHUN 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR 19 SERI F NOMOR 315 PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

Lebih terperinci

Pokok bahasan. Kesehatan

Pokok bahasan. Kesehatan REKAM MEDIS Pokok bahasan 1. Pengertian Rekam Medis 2. Manfaat Rekam Medis 3. Isi Rekam Medis 4. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis 5. Rekam Medis Kaitannya Dengan Manajemen Informasi 5. Rekam Medis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Kesehatan Sosial 2.1.1 Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN) Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian

Lebih terperinci

SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Oleh: Dian Kusuma,, SKM, MPH Kuliah: Sistem dan Manajemen Kesehatan Palembang,, Indonesia 2007 Apa MASALAH MASALAH yang Anda ketahui tentang sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH 1 BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI GAYO LUES NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan. No.430, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERLAKUAN JABATAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL SALINAN NOMOR 4/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1877, 2014 KEMENKES. Jabatan Fungsional. Pembinaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN RAHASIA KEDOKTERAN Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN Dokter harus sadar bahwa masyarakat kita sekarang ini sudah kritis

Lebih terperinci

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI TENTANG PEDOMAN PEMBAGIAN JASA PELAYANAN DANA KAPITASI JAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Lebih terperinci

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

VI. PENUTUP A. Kesimpulan VI. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Secara umum peran Dokter Puskesmas sebagai gatekeeper belum berjalan optimal karena berbagai kendala, yaitu : a. Aspek Input :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat 2.1.1 Pengertian Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan 7.1.1. Komponen Masukan Kesimpulan komponen masukan yaitu: a. SDM Puskesmas dalam pelaksanaan program JKN belum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 di Puskesmas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 47 TAHUN 2006 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR KESEHATAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.315, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. ORTA RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KELAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.339, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. Teknisi Elektromedis. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN JABATAN

Lebih terperinci

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2015.

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2015. BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/183/KEP/429.011/2015 TENTANG FORMULASI PERHITUNGAN PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ISKAK TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.341, 2016 KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. Radiografer. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP. Menuju. Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia. Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi

Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP. Menuju. Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia. Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP Menuju Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi Millennium Development Goals 1. Menanggulangi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit pada era globalisasi berkembang sebagai industri padat karya, padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredensialing dan Rekredensialing Ada beberapa definisi mengenai kredensialing dan rekredensialing yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Payne (1999) mendefinisikan kredensialing

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG MOR 54 TAHUN 2007 TENTANG DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR KESEHATAN, PENYULUH KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2.1.1. Definisi Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK SALINAN BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Sumber : www.okezone.com I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara. UUD 1945 telah menjamin hak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2004, Indonesia telah mempunyai Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 (UU SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. SARANA KESEHATAN Sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten tersebar hampir di seluruh wilayah dimana pada tahun 2013 terdapat 270 sarana kesehatan dan jaringannya baik

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN REMUNERASI BAGI PEJABAT PENGELOLA DAN PEGAWAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013 ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013 Peminatan : DKI Jakarta FORMASI NO SATUAN KERJA GOL NAMA JABATAN PENDIDIKAN RUANG JML GAJI 1 2 3 4 5 6 1.

Lebih terperinci

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero) DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero) AGENDA KESIAPAN SEBAGAI BPJS TANTANGAN 2 2 PERJALANAN PANJANG ASKES Menkes 1966-1978 Prof Dr GA Siwabessy Cita-cita: Asuransi kesehatan bagi rakyat semesta BPDPK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak azazi setiap warga negara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan kesehatan merupakan aspek penting untuk kesejahteraan manusia dalam mewujudkan sistem ekonomi yang berkelanjutan serta pengembangan sistem sosial

Lebih terperinci

RENCANA KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN TERKAIT UU NAKES. Oleh : Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDMK

RENCANA KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN TERKAIT UU NAKES. Oleh : Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDMK RENCANA KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN TERKAIT UU NAKES Oleh : Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDMK Pertemuan Pengelola Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan Yogyakarta, 2 Oktober

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG DOKTER, DOKTER GIGI, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, PRANATA LABORATORIUM KESEHATAN, EPIDEMIOLOG KESEHATAN, ENTOMOLOG KESEHATAN, SANITARIAN, ADMINISTRATOR KESEHATAN, PENYULUH KESEHATAN

Lebih terperinci

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013 Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen Disampaikan pada DIALOG WARGA TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Kebumen, 19 September 2013 SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI No.269/MENKES/PER/III/2008

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI No.269/MENKES/PER/III/2008 PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI No.269/MENKES/PER/III/2008 12 Maret 2008 TENTANG REKAM MEDIS DASAR HUKUM Menimbang: Pasal 47 UU no.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Mengingat: UU no.23 th 1992 tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2011

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2011 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BERSYARAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA KHUSUSNYA TENAGA MEDIS, PARAMEDIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 dalam Kemenkes (2015) adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL NONKESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Definisi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi akibat adanya pengindraan terhadap objek tertentu

Lebih terperinci

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Juni Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Juni Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/239/KEP/429.011/2016 TENTANG FORMULASI PERHITUNGAN PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERLAKUAN JABATAN FUNGSIONAL RUMPUN KESEHATAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi dan Dasar Hukum Jaminan Kesehatan Nasional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN REMUNERASI PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSKESMAS DI KABUPATEN PATI

Lebih terperinci

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan Aspek Etik dan Hukum Kesehatan Latar Belakang berlakunya etik sebagai norma dalam kehidupan manusia : - Kata etik atau etika, berasal dari dua kata yunani yang hampir sama bunyinya namun berbeda artinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.316, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. JFT dan JFU. RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG SUSUNAN DAN TATA KERJA JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci