Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran"

Transkripsi

1 ISSN Volume 2, Nomor 1, Januari 2010 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran JGK Vol. 2 No. 1 Halaman 1-57 Ungaran Januari 2010 ISSN

2 ISSN : Penanggung jawab : Asaat Pitoyo. S.Kp.,M.Kes. (Ketua STIKES Ngudi Waluyo) Pimpinan Umum : Drs. Sugeng Maryanto, M.Kes. Wakil Pimpinan Umum : Puji Pranowowati, S.KM, M.Kes. REDAKSI Editor Pelaksana Ketua : Yuliaji Siswanto, S.KM, M.Kes.(Epid). Wakil Ketua : Rosalina, S.Kp., M.Kes. Anggota Editor Ahli SEKRETARIAT BENDAHARA : Auly Tarmaly, SKM, M.Kes. Drs. Jatmiko Susilo, Apt, M.Kes. Puji Purwaningsih, S.Kep. Ns Heni Hirawati Pranoto, S.SiT Galeh Septiar Pontang, S.Gz. : Prof. dr. Siti Fatimah Muis,M.Sc.,Sp.GM dr. Ari Udiyono, M.Kes Ir. Suyatno, M.Kes dr. Kusmiyati D.K, M.Kes. : Sukarno, S.Kep., Ns. : Heni Purwaningsih, S.Kep., Ns. JGK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Harga langganan : Rp ,- Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Jl. Gedongsongo-Mijen, Ungaran Tlp: , Fax: ii

3 ISSN Vol. 2, No. 1, Januari 2010 Daftar Isi Mitha Purnasari Sugeng Maryanto Galeh S. Pontang Puji Pranowowati Sugeng Maryanto Yuliaji Siswanto Sri Wahyuni Siti Ambarwati Auly Tarmali Qori Prasasti Bayu Wijasena Sri Wahyuni Sumarti Widya Hary Cahyati Hubungan antara Asupan Serat dengan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati Induksi Partikel Terhirup Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pengasap Ikan di Kelurahan Bandarharjo Semarang Pengaruh Senam Hamil Terhadap Lamanya Persalinan Kala II Pada Ibu Hamil Primigravida di Kabupaten Semarang Faktor Risiko Kejadian Stroke di RSUD dr. Raden Soedjaji Purwodadi Kabupaten Grobogan Studi Postur Kerja Pemecah Batu Ditinjau Dari Segi Ergonomi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang Gambaran perilaku anak autis pada anak SD di SLB Negeri Semarang Hubungan Antara Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi pada Anak Pra Sekolah Di Desa Sekaran Kecamatan Gunung Pati Semarang iii

4 Hubungan antara Asupan Serat dengan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati Mitha Purnasari * ), Sugeng Maryanto **), Galeh S. Pontang **) *) Alumnus Program Studi Ilmu Gizi STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizi STIKES Ngudi Waluyo ABSTRACT Diabetes mellitus is one of degenerative disease that will increase the incidence in the future. Changes in food consumption pattern of low fiber, high energy and simple carbohidrates will affect the prevalence of type II diabetes mellitus. Consumption of high fiber on diabetic patients may help to control blood glucose levels. The purpose of this study to find out the correlation between fiber intake with blood glucose levels on type II diabetic patients at Tlogowungu health centers Pati regency. This study used a descriptive correlative design with the cross sectional research. Total samples of study were 35 people, collected by using total population. Fiber intake data was obtained by using 24 hours food recall form and fasting plasma glucose levels were measured by enzymatic method (glucose oxidase). Analysis of data used Kendall s Tau correlation test. Statistical test results show a significant correlation between fiber intake with blood glucose levels on type II diabetic patients at Tlogowungu health centers Pati regency, shown with significant values p=0,000 < 0,005. Based on the results of the study, patients with diabetic are advised to always consume foods that contain high fiber. Keywords: Fiber Intake, Blood Glucose Levels. ABSTRAK Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang akan meningkat insidennya di masa mendatang. Perubahan pola konsumsi makanan yang rendah serat, tinggi energi dan karbohidrat sederhana akan mempengaruhi prevalensi DM tipe II. Konsumsi tinggi serat pada penderita diabetes dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati. Desain penelitian ini adalah deskriptif kolerasi dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 35 orang, yang diambil dengan teknik total populasi. Data asupan serat diperoleh dengan metode formulir food recall 24 jam dan kadar glukosa darah puasa diukur dengan metode enzimatik (glukosa oksidase). Analisis data yang digunakan adalah uji kolerasi Kendall s Tau. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati, yang ditunjukkan dengan nilai kemaknaan p=.0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian bagi pasien diabetes mellitus disarankan untuk selalu mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat. Kata kunci : Asupan serat, Kadar Glukosa Darah. 1

5 PENDAHULUAN Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek pada sekresi, kegiatan insulin atau keduanya. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi. Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme (metabolicsyndrome) distribusi gula oleh tubuh. 5 Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang akan meningkat insidennya di masa mendatang. WHO memperkirakan jumlah pengidap DM diatas umur 20 tahun akan mencapai 300 juta orang pada tahun 2025, artinya ada peningkatan dua kali lipat dibandingkan jumlah pengidap DM pada tahun 2000 yang jumlahnya sebesar 150 juta orang. 13 Penyakit diabetes mellitus (DM) menempati peringkat kedua di dunia setelah penyakit infeksi. Dari hasil penelitian nasional untuk penyakit degeneratif, diabetes mellitus terletak dalam urutan keempat setelah penyakit cardiovaskuler, celebrovaskuler, dan geriatrik. 16 Sekitar 90-95% dari semua kasus DM yang terdiagnosa adalah diabetes tipe II. Tanpa memandang gender, ras dan usia, saat ini Indonesia memasuki epidemi DM tipe II. 9 Studi yang dilakukan WHO (2005) menemukan jumlah pengidap DM tipe II di Indonesia mencapai peringkat keempat (8,6 juta) dan diprediksikan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030, adapun peringkat diatasnya adalah India (31,77 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika (17,7 juta). 12 Diabetes jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf dll. Dengan penanganan yang baik, komplikasi kronik diabetes mellitus dapat dicegah atau setidaknya dihambat perkembangannya. Pengelolaan diabetes mellitus mencakup terapi farmakologi dan non farmakologi. 15 Terapi farmakologi berupa obat antidiabetik. Sedangkan terapi non farmakologi diantaranya yaitu diet (pengaturan makan) dan olah raga. 13 Terapi gizi merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penderita diabetes. Tujuan dari terapi gizi adalah memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Prinsip pengaturan makan bagi penderita diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. 17 Dalam pengaturan makan untuk penderita diabetes pemberian tinggi serat dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah, hal tersebut sama dengan hasil penelitian Sheehan et al. (1997). Serat atau polisakarida non-pati merupakan zat non-gizi yang berguna untuk diet (dietary fiber), salah satunya adalah untuk diet diabetes mellitus. 14 The American Diabetic Association menyarankan agar mengkonsumsi gram serat makanan per hari yang dapat diperoleh dari berbagai asupan bahan makanan. 6 Serat pangan akan meningkatkan viskositas makanan. Meningkatnya viskositas akan menurunkan gula sehingga jumlah glukosa yang diserap oleh usus akan berkurang. Dengan demikian, kadar glukosa darah juga akan menurun. 1 Dari laporan tiap Puskesmas yang masuk ke Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Pati penyakit DM menempati peringkat ke-4 (2008) dengan jumlah kunjungan sebanyak 1869 orang dan pada tahun 2009 penyakit DM menempati peringkat ke-3 dengan jumlah kunjungan sebanyak 1950 orang. 3 Data terakhir dari Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati, didapat sampai bulan Januari 2010 jumlah pasiennya sebanyak 43 orang pasien DM Tipe II / NIDDM. Sedangkan data dengan melakukan wawancara dan recall 24 jam kepada 5 penderita diabetes mellitus, didapatkan konsumsi makanan yang mengandung serat seperti buah dan sayur dalam jumlah yang sedikit, yang dibuktikan dengan rata-rata asupan seratnya 16,5 gram. Dari uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi serta dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan metode pendekatan yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe II yang periksa dan kontrol di Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati sampai bulan Januari Sedangkan sampel adalah 2

6 keseluruhan jumlah populasi (total populasi) penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Tlogowungu yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 35 orang. Dalam penelitian ini alat pengumpul data adalah lembar food recall 24 jam dilakukan selama 3 hari tidak berturut untuk mendapatkan data asupan karbohidrat dan serat. Sedangkan untuk mengukur kadar gula darah digunakan alat GlucoDr. Sebelum diambil darah, responden puasa terlebih dahulu selama 8-10 jam, pengambilan darah dilakukan oleh petugas Puskesmas. Data dianalisa dengan menggunakan teknik uji Kolerasi Kendall s Tau (τ) karena distribusi datanya tidak normal. Analisa bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah digunakan Untuk mengetahui koefisien suatu hubungan dan seberapa besar tingkat suatu hubungan, dengan tingkat signifikansi 5%. Pengujian dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistik Package for Social Science) versi HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada penderita DM tipe II di wilayah Puskesmas Tlogowungu pada tanggal April Hasil yang didapatkan kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. Hasil penelitian ini didasarkan data yang telah diperoleh dari 35 responden. Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden n % Kelompok Usia <= 40 tahun 8 22,9 > 40 tahun 27 77,1 Jumlah ,0 Jenis kelamin Laki-laki 15 42,9 Perempuan 20 57,1 Jumlah ,0 Tingkat Pendidikan Tidak sekolah 7 20,0 SD 12 34,3 SMP 4 11,4 SMA 7 20,0 Perguruan tinggi 5 14,3 Jumlah ,0 Jenis Pekerjaan Tidak 15 42,9 bekerja/pensiunan Pegawai Negeri Sipil 8 22,9 Wiraswasta 8 22,9 Swasta 4 11,4 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 1, jumlah responden seluruhnya adalah 35 orang. Diketahui, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (57,1%), sebagian besar responden berusia lebih dari 40 tahun (77,1%). Pendidikan sebagian besar tamat SD (34,3%) dan 15 responden (42,9%) tidak bekerja. Status Gizi Responden Tabel 2. Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT Responden IMT n % Normal 12 34,3 Berat Badan 14 40,0 Lebih Obes I 7 20,0 Obes II 2 5,7 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.2, sebanyak 14 responden (40,0%) termasuk dalam kategori status gizi berat badan lebih, sebanyak 12 responden (34,3%) dan obes I sebanyak (20,0%). Asupan Karbohidrat Responden Tabel 3. Distribusi Frekuensi Menurut Asupan Karbohidrat. Kategori konsumsi karbohidrat n % Cukup : 45-65% 15 42,9 Lebih : 65% 20 57,1 Jumlah ,0 Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi. Persentase karbohidrat menyumbang setengah atau lebih energi di dalam diit. Berdasarkan tabel 5.3, sebagian besar (57,1%) subyek mempunyai konsumsi karbohidrat termasuk kategori lebih 65%. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 berkisar antara 45-65%. 3

7 Asupan Serat Tabel 4. Distribusi Frekuensi Menurut Konsumsi Serat. Kategori asupan serat N % Kurang : < 25 gram 27 77,1 Cukup : gram 8 22,9 Jumlah ,0 Asupan serat berkisar antara 15,7 sampai 27,4 gram dengan rerata 21,566 ± 3,16. Berdasarkan tabel 5.4, sebagian besar (77,1%) responden mempunyai asupan serat termasuk kategori kurang. Pada penelitian ini diketahui asupan serat responden berkisar antara 15,7 gram sampai dengan 27,4 gram, dengan rata-rata asupan serat sebesar 21,57 gram. Sebanyak 77,1% responden mempunyai tingkat asupan serat < 25 gr/hari. Pada penderita diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi serat sebanyak gr/hari, terutama serat larut air. Berdasarkan data recall diketahui asupan serat responden hanya sedikit. Asupan serat yang kurang pada sampel terkait dengan pola kebiasaan makan yang mengkonsumsi sayuran dalam jumlah sedikit dibandingkan konsumsi karbohidratnya dan jarang menkonsumsi buah, padahal kandungan serat banyak terdapat pada sayur dan buah, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan manfaat serat bagi kesehatan. Dari data recall hanya 22,9% responden yang memiliki asupan serat sesuai dengan yang dianjurkan pada penderita diabetes yaitu gr/hari. Berdasarkan laporan Food Facts Asia, 1999 diketahui bahwa asupan serat orang Amerika lebih rendah, umumnya gr/hr, sedangkan asupan serat orang Asia seperti Singapura rata-rata 15 gr/hr dan Hongkong < 10gr/hr. 7 Selama ini makanan Indonesia dipercaya banyak mengandung serat, tetapi dari hasil survey yang dilakukan di Jakarta, diketahui bahwa konsumsi serat hanya 19 gram sehari, jauh lebih rendah dari rekomendasi yang dianjurkan. 18 Pada saat ini informasi tentang konsumsi serat di Indonesia masih sangat terbatas antara lain karena daftar komposisi bahan makanan Indonesia belum mencantumkan kandungan serat. Dalam upaya memperoleh informasi tingkat konsumsi serat di Indonesia, telah dilakukan analisis tingkat konsumsi serat dengan data survei Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) yang dikumpulkan Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes, RI. Rata-rata tingkat konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu sebesar 10.5 gram/orang/hari, baru mencapai sekitar separuh dari kecukupan serat yang dianjurkan. 3 Kadar Glukosa Darah Puasa Tabel 5. Distribusi Frekuensi Menurut Kadar Glukosa Darah Puasa. Kategori kadar glukosa N % darah puasa Baik : mg/dl 3 8,6 Sedang : mg/dl 5 14,3 Tinggi : 126 mg/dl 27 77,1 Jumlah ,0 Kadar glukosa darah puasa responden berkisar antara 91 sampai 339 mg/dl dengan rerata 179,26 ± 68,35. Berdasarkan tabel 5.5, sebagian besar (77,1%) responden mempunyai kadar glukosa darah puasa masih termasuk kategori tinggi dibandingkan anjuran untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, yaitu mg/dl. Pada penelitian ini kadar glukosa darah yang diukur adalah kadar glukosa darah puasa karena kadar glukosa darah puasa dapat memberikan gambaran tentang homeostasis glukosa keseluruhan. Kadar glukosa darah puasa adalah konsentrasi glukosa dalam darah yang dinyatakan dalam satuan mg/dl yang diukur setelah melakukan puasa selama 8-10 jam. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa responden menggunakan uji strip dengan metode enzimatik (glukosa oksidase). 10 Berdasarkan hasil penelitian pengukuran rerata kadar glukosa darah puasa sampel adalah 179,26 mg/dl, kadar glukosa minimum 91 mg/dl dan maksimum 339 mg/dl. Hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa sebanyak 77,1% termasuk dalam kategori tinggi. Tingginya kadar glukosa darah merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan timbulnya penyulit pada berbagai organ tubuh, seperti pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata, (dapat terjadi kebutaan), pembuluh darah 4

8 jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (penyakit ginjal kronik), dan pembuluh darah kaki (luka sukar sembuh). 17 Peningkatan kadar glukosa darah dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu tinggi asupan energi, rendah asupan serat, obesitas, dan kebiasaan olah raga. 17 Pemantauan kadar glukosa darah bagi penyandang DM merupakan hal yang penting dan sebagai bagian dari pengelolaan DM. Hasil pemantauan tersebut digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani/aktivitas fisik dan obat-obatan untuk mencapai kadar glukosa darah senormal mungkin serta terhindar dari berbagai penyulit. 8 Penyandang DM dengan kadar glukosa darah tidak terkendali mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina. 17 Hubungan Antara Asupan Serat Dengan Kadar Glukosa Darah Berdasarkan uji normalitas data diketahui bahwa asupan serat normal sedangkan kadar glukosa darah puasa tidak normal sehingga uji statistik yang digunakan yaitu Kendall Taul (τ). Berikut ini disajikan tabel yang menampilkan hasil uji statistik hubungan asupan serat dengan kadar glukosa darah puasa. Tabel 6. Hasil Uji Statistik Hubungan Asupan Serat Dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Variabel (mg/dl) Kadar GDP Τ p Asupan serat (gr) -0,485 0,0001 Dari tabel 6, berdasarkan uji Kendall Tau telah didapat nilai τ sebesar -0,485 dengan p value = 0,0001. Oleh karena p value = 0,0001 kurang dari α (0,05), maka dapat diinterprestasikan ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kadar glukosa darah puasa. Kolerasi yang terjadi merupakan kolerasi negatif (karena nilai kolerasi bertanda negatif), ini berarti bahwa semakin rendah asupan serat maka semakin tinggi kadar glukosa darah puasa. Tingkat hubungan tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang sedang karena nilai kolerasinya terletak antara 0,40-0,599. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di Wilayah kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati. Hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah puasa ditunjukkan dengan τ = - 0,485 dan tingkat signifikan p= 0,0001< 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kadar glukosa darah. Berdasarkan kriteria kolerasi dari Sugiyono (2007), nilai koefisien kolerasi nilai τ hitung terletak antara 0,40-0,599, maka hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di Wilayah kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati memiliki hubungan atau kolerasi yang sedang. Hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah dalam penelitian ini merupakan hubungan yang negatif, yaitu semakin rendah asupan serat maka semakin tinggi kadar glukosa darah. Pada penelitian ini tidak membedakan jenis serat (serat larut air dan tidak larut air) yang terkandung di dalam makanan sehingga tidak diketahui seberapa besar kontribusi masing-masing jenis serat dengan kadar glukosa darah responden. Mekanisme serat terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita DM sangat dipengaruhi oleh penyerapan karbohidrat di dalam usus. Semakin rendah karbohidrat yang diserap maka semakin rendah kadar glukosa darah dalam hal ini serat dapat menurunkan efisiensi penyerapan karbohidrat yang menyebabkan turunnya respon insulin. Dengan menurunnya respon insulin, kerja pankreas makin ringan sehingga dapat memperbaiki fungsi pankreas dalam produksi insulin. 1 Pengaruh serat dalam penurunan kadar glukosa darah terjadi karena di dalam lambung, baik serat larut maupun serat tidak larut mempunyai kemampuan untuk mengisi lambung, memperlambat pengosongan lambung dan merubah peristaltik lambung. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama dan keterlambatan penyampaian zat-zat gizi ke usus halus. Kemudian di usus halus, jenis serat terutama serat larut air dapat meningkatkan kekentalan isi usus yang mengakibatkan terjadinya penurunan 5

9 aktivitas enzim amilase dan memperlambat penyerapan glukosa. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menurunkan kecepatan difusi pada permukaan mukosa usus halus. Akibat dari kondisi tersebut maka akan terjadi penurunan kadar glukosa darah. 2 Serat merupakan komponen yang tidak dapat dicerna dan diserap di dalam usus halus. Bagian yang tidak dapat dicerna tersebut, kemudian akan dibawa masuk ke dalam usus besar. Di dalam usus besar, serat akan menjadi substrat potensial untuk dapat difermentasikan oleh bakteri anaerob menjadi asam lemak rantai pendek jenis asetat, propionat dan butirat. Asam lemak rantai pendek jenis propionat dapat menghambat mobilisasi lemak dan mencegah proses glukoneogenesis di dalam hati. Kerja propionat tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan sekresi insulin dan pemakaian glukosa oleh sel hati. Dengan demikian kadar gula darah menjadi berkurang (Todesco dkk (1991). 4 Studi yang dilakukan oleh Manisha Chandalia et al dari bagian ilmu penyakit dalam dan pusat gizi manusia, University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, Amerika Serikat membuktikan bahwa konsumsi makanan tinggi serat (50 gr), khususnya serat larut dapat memperbaiki kontrol terhadap gula dalam darah penderita DM tipe II. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa asupan serat larut yang tinggi dapat dicapai dengan mengkonsumsi makanan alami yang kaya serat. Dimana dengan diet tinggi serat dan sedikit efek sampingnya dapat diterima baik oleh para penderita. Oleh karena itu, untuk meningkatkan konsumsi seratnya, para penderita diabetes dianjurkan lebih memilih konsumsi makanan dari sumber alami kaya serat dibandingkan dengan suplemen tinggi serat. 6 KESIMPULAN DAN SARAN Sebagian besar responden mempunyai asupan serat yang kurang (77,1%) dan kadar glukosa darah puasanya tinggi yaitu 126 (Sebagian besar responden (77,1%). Ada hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati. Bagi pasien diabetes mellitus dianjurkan untuk selalu mengkonsumsi makanan yang mengandung serat terutama serat larut air seperti yang terdapat dalam sayuran,buah, serealia dan kacang-kacangan dalam jumlah cukup. DAFTAR PUSTAKA 1. Astawan, M & Tutik, W Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Edisi 1. Solo: Tiga Serangkai. 2. Budiyanto Gizi dan Kesehatan. Malang: Bayu Media dan UMM Press. 3. Dinkes Kab. Pati Profil Kesehatan Kabupaten Pati. 4. Immawati, F.R Hubungan Konsumsi Karbohidrat, Total Energi, Serat, Beban Glikemik dan Latihan Jasmani dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Universitas Diponegoro. Unpublished. 5. Lemone, P & Burke, K Medical Surgical Nursing: Critical thinking in client care. 3 rd Edition. New Jersey: Pearson Education. 6. Lubis, Z Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press. 7. Olwin, N; Cornelis, A Diet Sehat Dengan Serat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit. Jakarta. //http. 8. Pradana, S. Pemantauan Pengendalian Diabetes Mellitus Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSCM FKUI. 9. Rosalina Hubungan Asupan Karbohidrat, Serat, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang. Universitas Diponegoro. Unpublished. 10. Sacher, R. A Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC. 11. Smeltzer, S.C Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Ed 8. Vol. 1. Jakarta: EGC. 12. Soegondo, S Prinsip Pengobatan Diabetes, Insulin dan Obat Hipoglikemik Oral. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSCM FKUI. 13. Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrata,K. M; Setiati, S Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 6

10 14. Sulistijani, D.A Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. 15. Susanto, H Faktor-faktor yang Berhubunngan dengan Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus dengan Pengelolaan Diet di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Sunan Kalijaga Demak. Stikes Ngudi Waluyo. Unpublished. 16. Tjokroprawiro, A Petunjuk hidup sehat untuk para diabetes. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 17. Waspadji, S Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang Rasional. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSCM FK UI. 18. Waspadji, S; Sukardji, K; Octarina, M Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 7

11 Induksi Partikel Terhirup Dalam Asap Terhadap Kapasitas Fungsi Paru Pada Pengrajin Pengasapan Ikan Di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Puji Pranowowati *), Sugeng Maryanto **) *) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizi STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Industri dan produknya mempunyai dampak yang positif dan negatif kepada manusia. Di lingkungan pengasapan ikan, permasalahan asap masih menjadi permasalahan utama. Asap dapat mengandung bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan meliputi partikulat dan komponen gas dan partikulat yang terdapat dalam asap dapat menyebabkan penurunan fungsi paru. Berdasarkan wawancara dengan pengrajin didapatkan data 80% pengrajin pengasapan ikan mengeluh mengalami batuk, 50% mengeluh mengalami sesak nafas dan 30% mengeluh mengalami nyeri dada. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan induksi partikel terhirup dalam asap dengan kapasitas fungsi paru pada pengrajin pengasapan ikan di Kelurahan bandarharjo Kecamatan semarang Utara Kota Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional, jumlah sampel 45 orang. Pemilihan sampel dilakukan dengan simpel random sampling. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson product moment. Hasil penelitian berdasarkan uji korelasi pearson product moment menemukan bahwa pajanan partikel dalam asap berhubungan dengan kapasitas fungsi paru p=0,002 dan menunjukkan hubungan yang sedang (r=0,444). Rekomendasi penelitian ini diharapkan pekerja memakai masker untuk menghindari asap, ruangan pengasapan ikan diberi ventilasi dan membuat exhaust ventilation untuk menangkap asap hasil samping dari pengasapan ikan. Kata kunci : partikel terhirup (dalam asap), kapasitas fungsi paru, pengasapan ikan Kepustakaan : 37( ) PENDAHULUAN Industri dan produknya mempunyai dampak yang positif dan negatif kepada manusia. Di satu pihak akan memberikan keuntungan berupa memberikan lapangan pekerjaan, dan akhirnya meningkatkan ekonomi dan sosial masyarakat. Di pihak lain akan timbul dampak negatif karena pajanan zat-zat yang terjadi pada proses industrialisasi atau oleh karena produk hasil industri tersebut. Pajanan zat-zat tersebut mempengaruhi kesehatan lingkungan antara lain berupa pencemaran udara. 1 Pencemaran udara dapat berupa partikel atau gas hasil dari proses industri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan fungsi tubuh. Penyakit dan kelainan yang timbul akibat pajanan zat-zat tersebut bervariasi tergantung pada organ yang terkena dan tingkat pajanan yang terjadi. Gangguan pada organ tubuh dapat menimbulkan kelainan kulit, gangguan intestinal, kelainan mata serta penyakitpenyakit saluran pernafasan dan penyakit paru. 2 Fungsi paru sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, jenis kelamin, suku, berat badan dan bentuk tubuh. 3 Disamping itu juga dipengaruhi oleh keadaan bahan yang diinhalasi (gas, debu dan uap) serta lama pajanan. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya gangguan saluran nafas atau penyakit paru akibat debu diantaranya faktor debu meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi. Faktor individual yang mempengaruhi meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran nafas dan faktor imunologis. 4 Debu yang masuk ke saluran nafas akan menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan non spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Inhalasi debu 8

12 dalam paru-paru menyebabkan kalainan dan kerusakan paru yang disebut pneumokoniosis. Inhalasi debu dalam paruparu akan menimbulkan reaksi fibrosis. Fibrosis yang luas akan mengakibatkan elastisitas, kapasitas total, kapasitas vital dan volume residu paru berkurang sehingga timbul penyakit paru restriktif. 4 Penyakit paru kerja merupakan penyebab utama ketidakmampuan atau kecacatan, kehilangan hari kerja dan kematian pada para pekerja. 2 Di lingkungan pengasapan ikan, permasalahan asap masih menjadi permasalahan utama. Asap berasal dari proses pengasapan ikan dengan cara membakar batok kelapa pada tungku sederhana. Asap dapat mengandung bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan meliputi partikulat dan komponen gas seperti karbonmonoksida, formaldehid, akrolein, benzene, nitrogen dioksida dan ozon. Partikulat yang terdapat dalam asap dapat menyebabkan penurunan fungsi paru. 5 Kelainan fungsi paru dapat terdeteksi dengan pemeriksaan fungsi paru menggunakan spirometri. Pemeriksaan ini merupakan penilaian yang obyektif untuk evaluasi gangguan respirasi. Pada umumnya uji faal paru dengan spirometri terdiri dari kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity), kapasitas ekspirasi paksa satu detik (FEV1) dan persentase FEV1 terhadap FVC. 1 Berdasarkan survey awal terdapat 47 usaha pengasapan ikan yang terdiri dari 80 pengrajin. Pengrajin pengasapan ikan terpajan oleh asap yang bersumber dari tungku pengasapan yang dibuat secara sederhana dari drum bekas. Sedangkan jarak pengrajin dengan tungku pengasapan hanya sekitar 0,5 1 meter. Di samping itu beberapa ruang pengasapan ikan tidak mempunyai ventilasi kecuali pintu masuk. Hal ini memungkinkan pengrajin terpajan oleh asap hasil pengasapan ikan. Berdasarkan wawancara dengan pengrajin didapatkan data 80% pengrajin pengasapan ikan mengeluh mengalami batuk, 50% mengeluh mengalami sesak nafas dan 30% mengeluh mengalami nyeri dada. Menurut penelitian Sumanto (1999), 74 % pengrajin pengasapan ikan mengalami gangguan fungsi paru. 6 MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik dan endekatan yang digunakan adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah pengrajin pengasapan ikan di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel menggunakan simpel random sampling sebanyak 45 orang dengan kriteria inklusi lama bekerja 5 tahun dan kriteria eksklusinya adalah merokok, mempunyai riwayat pekerjaan yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit saluran nafas seperti : perkayuan, pertambangan serta sebelum bekerja sudah menderita penyakit saluran nafas, asma, penyakit jantung. Variabel bebas berupa partikel terhirup dalama sap yang diukur dengan Personal Dust Sampler merk SKC Model 224-PCXR-8, dan variable terikatnya adalah fungsi paru yang diukur dengan Spirometer merk AS 300. Analisis bivariat menggunakan uji statistik Pearson-Product Momment. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum daerah Penelitian Kelurahan Bandarharjo merupakan daerah dataran rendah/daerah pantai dengan ketinggian berkisar antara 0-0,75 meter di atas permukaan air laut. Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Bandarharjo adalah nelayan, dan dikenal sebagai salah satu sentra industri pengasapan ikan tradisional. Tempat pengasapan ikan terletak di bantaran kali Semarang, tepatnya di sebelah timur sungai dan di sebelah selatan jalan arteri utara. Industri pengasapan ikan di Kelurahan Bandarharjo terdapat 47 usaha pengasapan ikan. Tiap usaha pengasapan ikan mengasapi ikan antara 50 kg-1 ton ikan setiap hari dengan jumlah tenaga kerja 2-20 orang tiap usaha pengasapan ikan. Jumlah tenaga kerja yang ada di lingkungan usaha pengasapan ikan Bandarharjo terdapat 180 orang pengrajin. Pengasap ikan memulai kegiatan pengasapan ikan sejak jam sampai jam WIB. Kegiatan pengasapan ikan yang dilakukan meliputi pemilahan ikan, pengirisan ikan, pengasapan ikan dan ikan siap dipasarkan. Pengasapan ikan dilakukan dengan tungku pengasapan yang dibuat secara tradisional dan sederhana dari drum bekas dengan bahan bakar batok arang kelapa. Pengrajin duduk dekat dengan tungku pengasapan yang berjarak sekitar 0,5-1 meter. Keadaan ruangan pengasapan ada yang di dalam ruangan tertutup dan ada juga yang terletak di ruangan terbuka. Pengrajin pengasapan ikan yang berada di ruangan 9

13 tertutup maupun terbuka terpajan asap hasil pengasapan ikan. Konstruksi cerobong asap dibuat sangat sederhana yaitu dari susunan beberapa lembar seng. Ketinggian cerobong hanya sekitar 4-5 meter sehingga tampak asap tebal menyelimuti tempat pengasapan dan sekitarnya. Para pengarjin menghindari asap dengan cara menyesuaikan diri berlawanan arah angin supaya asap tidak langsung mengenai pengrajin. Cerobong asap hanya berfungsi mengarahkan asap. Karakteristik responden Penelitian ini melibatkan 45 pekerja pengrajin pengasapan ikan di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Hasil penelitian diperoleh data: Tabel 1 Karakteristik Responden Pengrajin Pengasapan Ikan di Keluarahan Bandarharjo Tahun 2008 No Karakteristik Jumlah Persentase (%) 1. Pendidikan a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tamat SMP 2. Umur a. 30 tahun b. > 30 tahun 3. Masa Kerja a. Normal b. Gemuk ,33 46,67 20,00 28,89 71,11 51,11 48,89 Partikel terhirup dalam asap Proses pengasapan ikan menghasilkan banyak asap yang berasal dari pembakaran batok kelapa pada tungku yang sederhana. Proses pengasapan ikan hampir sama dengan komposisi asap akibat kebakaran. Asap mengandung berbagai komponen yang dapat merugikan kesehatan baik dalam bentuk gas maupun partikel. 7 Partikel debu yang dapat dihirup pada pernafasan manusia adalah ukuran 0,1 sampai 5-10 mikron. Partikel ini akan berada di atmosfer sebagai suspended particulate matter dan mempunyai pengaruh besar untuk menimbulkan kerusakan jaringan dan faal paru. 8 Partikel terhirup dalam asap diukur dengan Personal Dust Sampler dengan diameter filter respirable berukuran 37 mm (3,7 cm) dan diameter pori-pori filter 0,8 µm (mili mikron) yang terbuat dari ester selulosa serta flow 2 l/menit. Partikel terhirup dalam asap diukur dengan Personal Dust Sampler. Rata-rata jumlah pajanan partikel dalam asap yang terhirup responden 2,21 mg/m 3, dengan SD 1,11 dan nilai minimal 0,45 mg/m 3, nilai maksimal 4,50 mg/m 3. Nilai ambang batas partikel terhirup menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE-01/MEN/1997 tentang NAB faktor kimia adalah 3 mg/m 3. Terdapat 12 orang (26,7%) menghirup partikel dalam asap melebihi 3 mg/m 3 (lebih dari nilai ambang batas). Hal ini disebabkan ruangan untuk pengasapan ikan tidak ada ventilasi kecuali pintu masuk dan banyak pengrajin yang masih terpajan asap terutama pada waktu arah angin menuju ke arah pengrajin. Solusi yang perlu dipikirkan adalah dibuat alat exhaust ventilation yang diharapkan dapat menghisap asap hasil pengasapan ikan. Tabel 2. Distribusi data pengarajin pengasap ikan menurut kadar partikel terhirup dalam asap di Kelurahan Bandarharjo Tahun 2008 Kategori partikel Frekuensi Persentase (%) NAB 32 71,11 > NAB 13 28,89 Jumlah ,00 Fungsi paru Penyakit paru dapat dilihat secara subyektif dari tanda dan gejala penyakit pernafasan yaitu batuk, sputum yang berlebihan, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada. 9 Hal ini juga dapat dilihat bahwa responden yang mengalami batuk ada 33 responden (73,3%). Batuk merupakan suatu refleks protektif yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Batuk merupakan gejala yang paling umum dari penyakit pernafasan. Inhalasi debu, asap dan benda-benda kecil merupakan penyebab paling sering dari batuk. 10 Responden yang mengeluarkan dahak atau sputum ada 28 responden (62,2%). Sputum merupakan mukus yang berlebihan pada saluran pernafasan. Pembentukan mukus yang berlebihan disebabkan gangguan fisik, kimia atau infeksi pada 10

14 membran mukosa. Mukus yang berlebihan akan dibatukkan dalam bentuk sputum. 10 Sesak nafas atau dispnea juga dilami oleh 35 responden (77,7%). Dispnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispena sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Dispnea merupakan gejala yang paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru-paru dan rongga pleura. 10 Responden yang mengeluh mengalami nyeri dada ada 30 responden (66,6%). Penyebab nyeri dada salah satunya akibat radang pleura (pleuritis). Penyebab utama nyeri pleuritik adalah infeksi paruparu atau infark. 10 Gangguan fungsi paru bisa dilihat dari prediksi nilai Forced Vital Capacity (FVC) dan perbandingan antara Forced Expiratory Volume 1 (FEV1) dengan Forced Vital Capacity (FVC). Tabel 3. Distribusi data pengrajin pengasap ikan menurut gangguan fungsi paru di Kelurahan Bandarharjo Tahun 2008 Kategori Partikel Frekuensi Persentase (%) Normal Obstruksi Restriksi Campuran ,78 42,22 4,44 35,56 (Combined) Jumlah ,0 Fungsi paru juga bisa dilihat dari penurunan nilai FEV1. FEV1 merupakan fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan pada satu detik pertama melalui ekspirasi paksa (volume ekspirasi paksa 1 detik). Pada penderita asma ditemukan kapasitas vital yang normal tapi terjadi penurunan nilai FEV1. 11 Hubungan kadar pajanan partikel dalam asap dengan fungsi paru Hasil analisis korelasi pearson product moment menunjukkan nilai p=0,001 yang artinya ada hubungan antara kadar pajanan partikel terhirup dalam asap dengan kapasitas fungsi paru. Nilai r=0,444 menunjukkan hubungan antara kadar pajanan partikel terhirup dalam asap dengan kapasitas fungsi paru menunjukkan hubungan yang sedang. Inhalasi debu atau partikel dalam paru-paru akan menimbulkan reaksi fibrosis. Debu merusak makrofag yang memfagositosis debu tersebut dan mengakibatkan pembentukan nodula fibrotik. Fibrosis yang luas timbul akibat penyatuan nodula-nodula fibrotik. Fibrosis yang luas akan mengakibatkan elastisitas, kapasitas total, kapasitas vital dan volume residu paru berkurang sehingga timbul penyakit paru. 9 Partikel yang terkandung dalam asap kebakaran mempunyai potensi merusak sistem mukosilier (silia pada mukosa yang berfungsi mengeluarkan benda asing) dan merangsang proses fibrosis jaringan paru dan dapat menimbulkan kerusakan paru seperti bronkhitis kronik, emphisema serta fibrosis paru akibat partikel polutan dan mengandung kristal partikel dalam jaringan paru yang dikenal dengan pneumokoniosis. 12 KESIMPULAN 1. Rata-rata pajanan partikel dalam asap yang terhirup responden 2,19 mg/m 3 2. Penurunan nilai FEV1 pada pengrajin pengasapan ikan menunjukkan penurunan rata-rata FEV1 adalah 737,8 ml 3. Ada hubungan antara induksi partikel terhirup dalam asap dengan kapasitas fungsi paru dengan nilai p=0,002 SARAN 1. Ruangan pengasapan ikan hendaknya diberi ventilasi sehingga asap bisa keluar dari ruangan 2. Hendaknya membuat exhaust ventilation yang berfungsi untuk menghisap asap hasil pengasapan ikan. 3. Pengrajin pengasapan ikan diharapkan memakai masker sehingga dapat mengurangi pajanan partikel dalam asap yang terhirup 11

15 DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunnegoro, H. Diagnosis dan penilaian cacat pada penyakit paru kerja. Dewan keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Jakarta, Yunus, F. Diagnosis Penyakit Paru Kerja.Cermin Dunia Kedokteran No 74 Tahun 1992.diakses dari 3. Hicks GH. Ventilation. In: Cardiopulmonary anatomy and physiology. Philadelphia: W.B. Saunders Company; Yunus, F. Dampak debu industri pada paru pekerja dan pengendaliannya. Cermin Dunia Kedokteran No 115 Tahun diakses dari 5. Aditama, TY. Penilaian Polusi Udara. Jurnal Respirologi Indonesia Vol 19 No 1 Januari Sumanto, Hubungan lama kerja di ruang pengasapan dengan fungsi paru pada pengrajin pengasapan ikan di Kel Bandarharjo Kota Semarang, Skripsi, FKM Undip, Semarang, Fardiaz, S. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah mada university Press, Yogyakarta, Murti, B. Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik dalam Ilmu-ilmu Kesehatan. Gramedia. Jakarta Yunus F. Faal Paru dan Olah Raga. Jurnal Respirologi Indonesia Volume 17 No 2 April Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 Buku II, EGC, Jakarta, Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, EGC, Jakarta, Awaloedin, M, Polusi Udara karena Kebakaran Hutan. Diakses dari http/ 12

16 Pengaruh Senam Hamil Terhadap Lamanya Persalinan Kala II Pada Ibu Hamil Primigravida di Kabupaten Semarang Yuliaji Siswanto *), Sri Wahyuni *) *) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Latar Belakang : Sampai sekarang angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya adalah akibat persalinan lama. Ada tiga faktor utama penyebab persalinan lama yaitu faktor tenaga (power), jalan lahir (passage) dan janin (passanger). Sampai saat ini yang dapat dimanipulasi atau dikendalikan adalah masalah tenaga, yaitu kontraksi uterus dan kekuatan ibu mengejan saat persalinan. Tenaga dari ibu ini dapat ditingkatkan dengan senam hamil. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan lamanya persalian kala 2 pada ibu hamil primigravida yang melakukan senam hamil dan tidak melakukan senam hamil di Kabupaten Semarang. Metode : Penelitian ini merupakan studi quasi eksperimental dengan sampel ibu hamil yang melakukan antenatal care di bidan praktik swasta di Kabupaten Semarang. Sampel sebanyak 80 orang yang memenuhi kriteria inklusi, 40 sampel melakukan latihan senam hamil sampai saat melahirkan dan 40 sampel lainnya tanpa latihan senam hamil (kontrol). Hasil yang didapat dibandingkan dan diuji statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil : Rerata lama persalinan kala 2 kelompok ibu yang senam hamil lebih rendah dibandingkan kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil, yaitu 37,05 ± 15,91 berbanding 50,77 ± 23,77 menit. Lama persalinan kala 2 kelompok ibu yang senam hamil lebih singkat dibandingkan kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil (p=0,007). Kesimpulan : Lama persalinan kala 2 kelompok ibu yang senam hamil lebih singkat secara statistik dibandingkan kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil (p=0,007), jadi dapat disimpulkan bahwa senam hamil berpengaruh terhadap lamanya persalinan kala 2. Kata kunci : senam hamil, lama persalinan kala 2, hamil normal PENDAHULUAN Kehamilan dan persalinan menimbulkan resiko kesehatan yang besar, termasuk bagi perempuan yang tidak mempunyai masalah kesehatan sebelumnya. Sekitar 40% dari ibu hamil mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan, dan 15% dari ibu hamil menderita komplikasi jangka panjang atau yang mengancam jiwa (1). Seperempat dari wanita pada usia reproduksi di negara berkembang mengalami kesulitan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan masa nifas (2). Menurut data dari World Health Organizations (WHO) pada tahun 2003, Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara yaitu 470 per kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu adalah komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik. Kematian ibu ini terutama diakibatkan karena pendarahan, infeksi, eklampsia (gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan), komplikasi aborsi, persalinan lama (3). Dari penelitian Senewe (2003), sekitar 23% responden yang mengalami komplikasi pada waktu persalinan dimana komplikasi terbesar adalah persalinan lama yaitu sebesar 15,4% (4). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 13

17 tahun 2002/2003 diperkirakan AKI sebesar 307 per kelahiran hidup dan AKB sebesar 35 per kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2004 berdasarkan hasil Survey Kesehatan Daerah sebesar 155,22 per kelahiran hidup. Kejadian kematian ibu maternal paling banyak adalah waktu bersalin sebesar 49,5 %, kemudian disusul waktu hamil sebesar 26,0 % dan pada waktu nifas 24,5 %. Sedangkan AKB Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 sebesar 14,23 per kelahiran hidup. Sementara itu, AKB Kabupaten Semarang 7,77 per kelahiran hidup, dan ditemukan ada 9 kasus kematian ibu dari kelahiran hidup (5). Angka kematian maternal dan perinatal merupakan indikator keberhasilan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kebidanan dan perinatal. Sampai sekarang angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya adalah akibat persalinan lama (6). Persalinan lama merupakan penyebab kematian perinatal dua setengah kali lebih besar bila dibandingkan dengan persalinan normal (7). Kematian perinatal diperkirakan karena bersangkut paut dengan keadaan/kondisi ibu yang melahirkan dan tindakan pertolongan pada saat persalinan dan keadaan/kondisi kesehatan bayi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kematian perinatal adalah persalinan lama. Salah satu sebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya adalah distosia yang menyebabkan timbulnya persalinan lama dan persalinan kasep. Penelitian di negara maju menunjukkan hubungan yang kuat antara lama persalinan dengan kematian perinatal (8). Dalam rangka menekan serendah mungkin angka kematian maternal dan angka kematian perinatal, sesuai dengan tujuan pembangunan jangka panjang, beberapa publikasi mengatakan bahwa senam hamil dapat memperpendek kala 2 persalinan. Selain itu, senam hamil dapat menurunkan insidensi persalinan tindakan sebesar 4 kali bila dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak melakukan senam, dapat menurunkan terjadinya stimulasi pada persalinan kala 1 sebesar empat setengah kali (7). Ada tiga faktor utama penyebab persalinan lama yaitu faktor tenaga (power), jalan lahir (passage) dan janin (passanger). Sampai saat ini yang dapat dimanipulasi atau dikendalikan adalah masalah tenaga. Tenaga yang dimaksud disini adalah kontraksi uterus dan kekuatan ibu mengejan saat persalinan. Tenaga dari ibu ini dapat ditingkatkan dengan senam hamil. Senam hamil merupakan suatu program latihan bagi ibu hamil sehat untuk mempersiapkan kondisi fisik ibu dengan menjaga kondisi otot-otot dan persendian yang berperan dalam proses persalinan, serta mempersiapkan kondisi psikis ibu terutama menumbuhkan kepercayaan diri dalam menghadapi persalinan (6). Pada sebuah serial penelitian atas 876 pasien hamil di Pennsylvania dan New York yang melakukan olah raga ringan, persalinan lebih mudah di kalangan yang melakukan secara teratur dibandingkan yang hanya latihan sedikit atau yang tidak melakukan latihan sama sekali. Beberapa literatur mengatakan bahwa wanita hamil yang melakukan senan hamil akan mengalami resiko persalinan tindakan yang lebih kecil dari yang tidak senam. Wanita hamil yang secara teratur melakukan lari atau aerobik selama kehamilan sedikit yang memperoleh tindakan medis (seperti penggunaan oksitosin, persalinan dengan forsep, dan section caesarea) dan lebih dari 85 % persalinannya pervaginam tanpa komplikasi serta lama persalinannya lebih singkat (6). Masalah senam hamil sendiri mulai mendapatkan perhatian masyarakat dan banyak diselenggarakan oleh rumah sakit sehingga kesehatan jasmani dan rohani dapat ditingkatkan serta dapat menghilangkan rasa takut dalam menghadapi persalinan. Rasa takut dan kurang percaya diri menghadapi persalinan sering menderita kesakitan saat kekuatannya diperlukan untuk mendorong janin lahir, terutama bagi wanita yang untuk pertama kalinya bersalin. Dengan senam hamil serta latihan untuk mengkoordinasikan semua kekuatan saat persalinan diharapkan berjalan secara normal, tidak terlalu takut, akan mengurangi rasa sakit dan mempunyai kepercayaan diri yang tetap mantap (9). 14

18 Sebagian besar dari komplikasikomplikasi persalinan yang menyebabkan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat ditangani melalui penerapan teknologi kesehatan yang ada. Dengan kata lain sebagian besar dari kematian ibu dapat dicegah (3). Penelitian yang dilakukan oleh Mulyata (2000) di Solo, terhadap 68 ibu hamil ternyata senam hamil terbukti memberikan kontribusi yang besar untuk melancarkan proses persalinan (10). Ibu hamil di wilayah Kabupaten Semarang belum banyak yang mengikuti senam hamil. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat/ibu hamil akan manfaat senam hamil dan belum adanya penyelenggaraan senam hamil oleh pelayanan kesehatan, baik puskesmas, rumah bersalin ataupun bidan praktik swasta. Berdasarkan kenyataan yang ada di daerah penelitian bahwa ketidaktahuan masyarakat/ibu hamil akan manfaat dari senam hamil dan belum adanya pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan program senam hamil, sehingga ibu hamil cenderung tidak mengikuti senam hamil, maka perlu diadakan penelitian tentang pengaruh senam hamil terhadap lama persalinan kala 2 pada ibu hamil primigravida di wilayah Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan di wilayah Kabupaten Semarang dengan jenis penelitian kuasi-eksperimental. Populasi dan sampel pada penelitian ini terdiri dari kelompok eksperimental (senam hamil) dan kelompok kontrol (tidak senam hamil). 1. Populasi Rujukan. Populasi rujukan pada penelitian ini adalah ibu hamil di wilayah Kabupaten Semarang. 2. Populasi Studi. Populasi studi adalah ibu hamil yang melakukan antenatal care di pelayanan kesehatan (bidan praktik swasta) yang ada di wilayah Kabupaten Semarang. 3. Besar Sampel. Pada penelitian ini ingin dihasilkan derajat kepercayaan 95% dengan power uji 80% sehingga dengan rumus : (11) (Z. 2PQ + Z P 1 Q 1 + P 2 Q 2 )² n = (P 1 P 2 )² bila P 1 (perkiraan proporsi insiden efek pada kelompok kasus)= 50%, dan nilai risiko yang dianggap bermakna adalah 4 maka diperoleh jumlah sampel sebesar 39 dan dibulatkan menjadi 40. Sampel/subjek pada penelitian ini adalah ibu hamil dengan umur kehamilan 28 minggu (masuk trimester ketiga). Subjek terdiri dari kelompok perlakuan (melakukan senam hamil) dan kelompok kontrol (tidak melakukan senam hamil) yang harus memenuhi kriteria penelitian (inklusi dan eksklusi), sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi : 1) Ibu hamil primigravida dengan umur kehamilan 28 minggu 2) Berumur tahun. 3) Tinggi badan 145 cm. b. Kriteria Eksklusi : 1) Ibu hamil dengan kelainan jalan lahir, kelainan letak janin, dan letak plasenta di bawah berdasarkan hasil USG. 2) Ibu hamil dengan anemia dan eklamsi. 3) Bayi yang dilahirkan pre-term. 4) Tafsiran berat badan bayi 4000 gram berdasarkan hasil USG terakhir. 5) Ibu hamil yang mengalami depresi Senam hamil akan dilakukan kurang lebih sebanyak 9-10 kali dengan waktu pelaksanaan seminggu sekali dan durasi waktu 1 jam setiap senam (ada selingan waktu untuk istirahat). Sedangkan untuk data lamanya persalinan akan diambil berdasarkan catatan medis. Variabel independen dalam penelitian ini adalah senam hamil dan kondisi biologis ibu lainnya yaitu : status gizi ibu dan besar janin, sedangkan variabel dependen adalah lamanya persalinan kala 2. Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk melihat adanya pengaruh dilakukan analisis dengan menggunakan uji independent t-test 15

19 apabila didapatkan distribusi data normal dan uji Mann-Whitney apabila didapatkan distribusi data tidak normal (12,13). Analisis statistik tersebut dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows. Nilai signifikansi pada penelitian ini adalah apabila variabel yang dianalisis memiliki nilai p<0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di dua rumah bersalin yang ada di Kabupaten Semarang. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 80 orang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu 40 orang yang melakukan senam hamil dan 40 orang lainnya tidak. Beberapa variabel yang diperkirakan dapat mempengaruhi hasil penelitian sudah dibatasi (restriksi) dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Uji komparabilitas dengan t test dilakukan antara kelompok senam dengan kelompok tidak senam terhadap variabel umur. Sedangkan terhadap luaran utama penelitian dilakukan uji Mann-Whitney karena didapatkan distribusi data yang tidak normal. Penelitian ini mendapatkan rerata umur ibu hamil yang melakukan senam dan tidak melakukan senam tidak jauh berbeda, yaitu 26,03 ± 3,20 berbanding 25,08 ± 3,31. Secara statistik (t test) faktor umur tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok (p=0,097), jadi faktor umur dianggap tidak akan mempengaruhi hasil penelitian. (tabel 1) Tabel 1 : Distribusi umur subyek penelitian Variabel Kelompok senam Kelompok tidak Uji Statistik* senam t p Umur (rerata ±SD) 26,03 ± 3,20 25,08 ± 3,31-1,682 0,097 Keterangan : * t test Tabel 2. Hubungan senam hamil dengan lama persalinan kala II Lama persalinan kala II (menit) Kelompok senam Kelompok tidak senam p* Rerata±SD 37,05 ± 15,91 50,77 ± 23,77 0,007 Keterangan : * Uji Mann Whitney Lamanya proses persalinan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor tenaga ibu (power). Tenaga ibu di sini adalah kontraksi uterus dan kekuatan ibu mengedan. Senam hamil merupakan salah satu bentuk olah raga yang bertujuan untuk membantu wanita hamil memperoleh power yang baik, sehingga dapat memperlancar proses persalinannya. Latihan senam hamil yang teratur, jika tidak terdapat keadaan patologis akan dapat menuntun wanita hamil ke arah persalinan yang fisiologis (6). Senam hamil bertujuan untuk dapat melakukan tugas persalinan dengan kekuatan dan kepercayaan diri sendiri di bawah bimbingan penolong menuju persalinan normal (fisiologis). Keadaan prima akan diperoleh melalui senam hamil, dengan melatih dan mempertahankan kekuatan otot dinding perut, otot dasar panggul serta jaringan penyangganya untuk berfungsi saat persalinan (9). Senam hamil merupakan suatu program antenatal care yang dapat meningkatkan stamina ibu, melatih kekuatan otot perut, panggul dan otot-otot penunjang lainnya agar tidak kaku dan terkoordinasi dengan baik, serta dapat melahirkan dengan normal, membantu melancarkan sirkulasi darah, melatih pernafasan dan teknik-teknik melahirkan yang baik dan benar, mencegah terjadinya kelainan letak janin, membantu dalam perubahan metabolisme tubuh selama kehamilan, meningginya konsumsi oksigen oleh tubuh, aliran darah jantung, stroke volume dan curah jantung mempercepat proses pemulihan pasca persalinan agar tidak kaku / rileks. Ibu hamil akan merasa lebih sehat dan tidak merasa sesak nafas dan 16

20 memberikan keuntungan persalinan masa aktifnya (kala 2) menjadi lebih pendek, mengurangi insiden Sectio Caesaria, dan mengurangi terjadinya gawat janin (10). Latihan yang dilakukan selama hamil akan memberikan keuntungan baik selama kehamilan ataupun pada proses persalinan. Keuntungan tersebut meliputi : meningkatnya kesiapan tubuh dan kesabaran, memperbaiki sikap tubuh, mencegah diabetes selama hamil, mempersiapkan kondisi fisik selama hamil, mengurangi kelelahan, memperbaiki otototot, mengurangi persalinan tindakan dan operasi caesar, dan mempercepat pemulihan kondisi fisik setelah persalinan (14). Latihan-latihan yang dilakukan pada senam hamil tujuan utamanya adalah agar ibu hamil memperoleh kekuatan dan tonus otot yang baik, teknik pernafasan yang baik, yang penting dalam proses persalinan terutama saat persalinan kala 2 dalam hal ini adalah power pada persalinan. Penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok ibu yang melakukan senam hamil menjalani proses persalinan kala 2 lebih singkat dibandingkan kelompok ibu yang tidak melakukan senam hamil, (37,05 ± 15,91 berbanding 50,77 ± 23,77 menit, p=0,007). Dengan demikian senam hamil mempersingkat lama persalinan kala 2. Penemuan ini juga didukung oleh penelitian lain, diantaranya Supriatmaja dan Sumardewa (2005) di Denpasar meneliti 106 ibu hamil; didapatkan bahwa kejadian partus lama lebih kecil secara bermakna (1,9% vs. 15,1%; p=0,031) di kalangan wanita hamil yang melakukan senam hamil; juga lama persalinan kala 2nya juga secara bermakna lebih singkat daripada yang tidak melakukan senam hamil. Secara statistik risiko relatifnya 0,125; artinya risiko partus lama pada ibu yang melakukan senam 0,125 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan senam hamil (6). Dari penelitian yang dilakukan Mulyata (2000) di Solo, terhadap 68 ibu hamil juga didapatkan hasil bahwa senam hamil ternyata memberikan kontribusi yang besar untuk melancarkan proses persalinan. Pada primigravida proses persalinan biasanya berlangsung 14 jam hingga 15 jam, tapi dengan senam waktu dapat dipersingkat rata-rata 10 jam (10). Olah raga selama kehamilan akan menguntungkan baik fisik dan psikologik, mengingat perasaan takut dan cemas dalam menghadapi kehamilan dan persalinan dapat menimbulkan ketegangan jiwa dan fisik, yang dapat menyebabkan kakunya otot-otot persendian sehingga persalinan berjalan tidak wajar. Keuntungan fisik adalah meningkatkan dan memperbaiki sistem peredaran darah, khususnya ke otot-otot sehingga meningkatkan kekuatan dan tonus otot; selain itu juga meningkatkan sirkulasi darah ke uteroplasenta sehingga memperbaiki pertumbuhan otot-otot uterus dan perkembangan janin intrauterin. Pertumbuhan otot-otot uterus yang optimal akan menyebabkan kontraksi uterus lebih optimal dan terkoordinasi di saat persalinan. Senam atau latihan selama kehamilan memberikan efek positif terhadap pembukaan serviks dan aktivitas uterus yang terkoordinasi saat persalinan; juga ditemukan secara bermakna onset persalinan yang lebih awal dan lama persalinan yang lebih singkat dibandingkan yang tidak melanjutkan senam setelah trimester pertama. Senam hamil mengajarkan berbagai latihan pernapasan, teknik relaksasi, dan teknik mengejan yang dipersiapkan untuk menghadapi persalinan. Ibu hamil mempunyai gambaran yang harus dilakukan dan merasa siap menjelang persalinan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikis ibu hamil. Pada masa akhir kehamilan ibu tidak mengalami kekhawatiran dan ketakutan dalam menghadapi proses persalinan, padahal hal ini dapat mempengaruhi tenaga ibu dan kelancaran proses persalinan. Kecemasan dapat menimbulkan ketegangan otot-otot polos dan pembuluh darah, sehingga terjadi kekakuan serviks dan hipoksia pada rahim yang menyebabkan impuls nyeri bertambah banyak, impuls nyeri melalui thaloma limbic ke korteks serebri dengan akibat menambah rasa takut, sehingga kontraksi rahim berkurang. Hal ini mengakibatkan persalinan butuh waktu yang lama dan mungkin membutuhkan alat bantu bahkan operasi Caesar. Sebaliknya dengan senam hamil dapat membantu mengurangi rasa nyeri dengan jalan mengatur pernafasan, konsentrasi dan mengalihkan pikiran sehingga stress bias dikurangi. Rasa nyeri saat persalinan dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat, denyut jantung 17

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS Nadimin 1, Sri Dara Ayu 1, Sadariah 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Makassar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena ketidakmampuan tubuh membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Mellitus yang tidak ditangani dengan baik dan tepat dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi pada organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes menjadi penyebab kematian keempat di dunia. Tiap tahun 3,2 juta orang meninggal lantaran komplikasi diabetes. Tiap sepuluh detik ada satu orang atau tiap

Lebih terperinci

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten HUBUNGAN ANTARA LAMA MENDERITA DAN KADAR GULA DARAH DENGAN TERJADINYA ULKUS PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Saifudin Zukhri* ABSTRAK Latar Belakang : Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh tubuh tidak mampu memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan tidak efektif dari produksi insulin,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S 1 Keperawatan. Disusun Oleh : Rina Ambarwati J.

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S 1 Keperawatan. Disusun Oleh : Rina Ambarwati J. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT DENGAN MOTIVASI DALAM MENCEGAH TERJADINYA KOMPLIKASI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS KARTASURA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa dibentuk di hati dari makanan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan kemajuan di bidang sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup khususnya di daerah perkotaan di Indonesia, jumlah penyakit degeneratif khususnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek terus berkembang meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik adanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2 1 PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2 Misdarina * Yesi Ariani ** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran 1 BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang Pada saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. Gambaran penurunan AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, yang merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi politik dan ekonomi mengakibatkan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013). Global Status Report

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) Dyah Surya Kusumawati (Prodi S1 Keperawatan) Stikes Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan atau

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, maka semakin banyak pula penyakit infeksi dan menular yang mampu diteliti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MILITUS DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI DIET RENDAH GLUKOSA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR SAMSUL BAHRI ABSTRAK : Masalah kesehatan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Indah Kusuma Wardani

SKRIPSI. Oleh. Indah Kusuma Wardani PENGARUH LATIHAN FISIK JANGKA PENDEK TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 (STUDI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BERKUNJUNG DI POLI PENYAKIT DALAM RSD

Lebih terperinci

Sri Maryani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3 RSU PKU Muhammadiyah Surakarta

Sri Maryani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3   RSU PKU Muhammadiyah Surakarta Prosiding Seminar Nasional PENGGUNAAN PAPPER CHROMATOGRAPHY sebagai INDIKATOR HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEBIASAAN OLAH RAGA DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI RS PKU MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH: FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH: RORO UTAMI ADININGSIH No BP : 0910335075 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci