Keberadaan UUPA Sebagai Lex Specialis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keberadaan UUPA Sebagai Lex Specialis"

Transkripsi

1 JURNAL NANGGROE ISSN Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh NANGGROE JURNAL HUKUM TATA NEGARA ORIGINAL ARTICLE Keberadaan UUPA Sebagai Lex Specialis Mukhlis 1 Correspondence: mukhlistaib_78@yahoo.com 1. Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh 2. Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan Lhokseumawe Abstrak Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 merupakan Undang-undang yang memberikan keistimewaan dan kekhususan untuk Aceh. Dalam perjalanannya, keistimewaan dan kekhususan Aceh menimbulkan polemik yang dianggap saling bertentangan dengan undang-undang lainnya yang dikeluarkan kemudian, seiring dengan perkembangan politik di Indonesia. Tulisan ini menguraikan yang berkaitan dengan Undang- Terjadinya konflik antara dua undang-undang maka akan berlaku secara konsisten asas lex spesialis derogat legi generalis dan asas lex superior derogat legi inferiori. Penerapan hukum asas lex specialis derogatlegi generalis di Aceh, bahwa UUPA yang harus dilihat dari hakikat dan subtansi yang diatur, dalam kedua peraturan yang dipertentangkan, UUPA didahulukan, baru kemudian UU lainnya dalam hal UUPA dan Qanun tidak Undang Pemerintahan Aceh sebagai lex specialis. mengaturnya. Kata Kunci: UUPA dan Lex specialis

2 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang UUPA merupakan suatu kata yang sering terdengar dari dan oleh masyarakat Aceh. UUPA merupakan singkatan yang dipakai untuk menyebutkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh atau Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sebelum UU Pemerintahan Aceh keluar, istilah UUPA sering dipakai untuk menyebutkan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu UU No. 5 Tahun Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) lahir sebagai Implemtasi butir-butir kesepakatan dalam MoU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005, perdamaian Aceh dari konflik bersenjata di mulai, MoU Helsniki mengakiri permusuhan antara Pemerintah Pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka. Sebelum UU tersebut dikeluarkanlah,telah dikeluarkan juga Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 dicabut dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam perjalanannya, keistimewaan dan kekhususan Aceh menimbulkan polemik yang dianggap saling bertentangan dengan undang-undang lainnya yang dikeluarkan kemudian seiring dengan per-kembangan politik di Indonesia. Sehingga timbul beberapa konflik regulasi dalam pelaksanaannya, seperti pelaksanaan Pilkada tahun 2012, Pemilihan anggota KIP, penafsiran UU yang berbeda antara DPRA dan Bawaslu, dan lain-lain. Berdasarkan uraian dan kenyataan di atas, pertentangan yang dianggap bahwa Aceh merupakan daerah khusus dan istimewa, sehingga dalam penerapan berbagai peraturan perundang-undangan di Aceh harus disesuaikan dengan hal tersebut. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 25

3 Tulisan ini mencoba menguraikan yang berkaitan dengan Undang- Undang Pemerintahan Aceh sebagai lex specialis. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapatlah diidentifikasikan masalah yaitu bagaimanakah keberadaan Undang- Undang Pemerintahan Aceh sebagai lex specialis? 3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menemukan konsepsi yang tepat Undang Peme-rintahan Aceh sebagai lex specialis. B. PEMBAHASAN 1. Definisi dan Pemahaman Lex Spesialis Peraturan mengenai keberadaan Undang- perundangundangan merupakan bagian hukum tertulis pada umumnya dipergunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peraturan perundangundangan yang baik akan dapat berlaku secara efektif dan efesien manakala peraturan perundangundangan tersebut disusun berdasarkan sistem yang baik. 1 Pembentukan peraturan perundangundangan tentunya dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Lex spesialis merupakan potongan kalimat lex specialis derogat legi generalis yang merupakan salah satu asas dalam penerapan hukum positif. 3 Asas lex specialis derogat legi generalis merupakan pengetahuan hukum yang melihat persoalan hukum dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Asas lex spesialis derogat legi generalis mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan HAS Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Konpress dan Tatanusa, Jakarta, 2008, hlm. xiii. Lihat Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan permendagri Nomor 1 Tahun 2011 serta untuk Aceh Qanun Aceh No. 5 Tahun Selain asas tersebut juga dikenal Asas lex superior derogat legi inferiori (peraturan perundangundangan yang lebih tinggi mengeyampingkan peraturan yang lebih rendah), Asas lex posterior derogat legi priori (peraturan perundang-undangan yang baru mengkesampingkan atau meniadakan peraturan perundangundangan yang dikeluarkan sebelumya/lama). Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 26

4 mengkesampingkan aturan hukum yang umum. 4 Atau asas lex spesialis derogat legi generalis diartikan undang-undang/peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dapat mengeyampingkan undangundang/peraturan perundangundangan yang bersifat umum. 5 Amiroeddin Syarif menyebutkan Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum artinya undangundang yang mengatur persoalanpersoalan pokok secara umum dan berlaku umum pula. 6 Pertanyaan kemudian yang membedakan peraturan yang umum dengan yang khusus apa? Pada awalnya pemahaman yang diberikan sebagai contoh adalah ketentuan dalam KUHDagang (khusus) dengan KUHPerdata(umum). mengatur Undang-undang yang umum persoalan-persoalan pokok tetapi mengaturnya secara khusus menyimpang dari ketentuan Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Teoritik), FH UII Press, Yogyakarta, 2004, hlm. 57. HAS Natabaya, Op Cit, hlm. 38. Amiroeddin Syarif, Perundang- Undangan Dasar, Jenis Dan Teknik Membuatnya, bina aksara, Jakarta, 1987, hlm. 81. ketentuan undang-undang umum tersebut. Kekhususan itu karena sifat hakikat dari masalah atau persoalanya sendiri. 7 Dari segi isi hukum dibagi menjadi lex generalis dan lex spesialis. Lex generalis adalah hukum umum yang berlaku umum dan merupakan dasar, sedangkan lex spesialis adalah hukum khusus yaitu yang menyimpang dari lex generalis. Lex generalis merupakan dasar dari lex specialis. 8 Bagir Manan menyebutkan ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex spesialis derogat legi generalis yaitu: a) Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut. Mengapa yang ditonjolkan prinsip aturan hukum umum tetap berlaku? Karena aturan hukum khusus merupakan Ibid. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 203, hlm Bagir Manan, Op Cit, hlm. 56. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 27

5 pengecualian dari aturan hukum umum. b) Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang). c) Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata samasama termasuk lingkungan hukum keperdataan. Dalam menghadapi dualisme ketentuan yang berlaku memerlukan suatu pemahaman ini. Terjadinya konflik antara dua undang-undang maka akan berlaku secara konsisten asas lex spesialis derogat legi generalis dan asas lex superior derogat legi inferiori. Pemahaman lex superior derogat legi inferiori mengacu padatertip hukum yaitu asas pertingkatan atau hierarki peraturan perundangundangan. Peraturan perundangundanganyang lebih tinggi tingkatannya mengkesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya, kecuali apabila subtansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mngatur hal-hal yang oleh undangundang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundangundangan tingkat lebih rendah. Peraturan pemerintah (PP) bertingkat lebih atas dari peraturan daerah (perda). Tetapi perda yang bertentangan dengan PP tidak serta merta kalah sehingga dinyatakan batal atau tidak sah. 10 Kalau ternyata materi muatan PP mengatur hal-hal yang menjadi wewenang daerah, dan materi muatan perda berada dalam wewenang daerah, maka PP yang mengalah, bukan perda Keistimewaan dan Kekhususan Aceh 12 Secara konsep Negara kesatuan dalam negara kesatuan, tanggung jawab pelaksanaan tugastugas pemerintahan pada prinsipnya tetap berada di tangan pemerintah Bagir Manan, Op cit, hlm. 57. Ibid Terkait dengan keistimewan dan kekhususan Aceh dapat dilihat lebih rinci dalam Mukhlis, Keistimewaan dan kekhususan Aceh dalam perspektif negara kesatuan republik Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum FH Universitas Riau, Vol 4 Nomor 1 Tahun 2014, hlm Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 28

6 pusat. Namun, dikarenakan sistem pemerintahan di Indonesia menganut prinsip desentralisasi kekuasaan (pembagian kekuasaan secara vertikal), maka terdapat tugas-tugas tertentu bahkan tugastugas istimewa dan khusus yang diurus oleh pemerintahan daerah (lokal) sendiri. Hal ini pada dasarnya akan menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan. Aceh merupakan DAERAH MODAL, namun sekarang Aceh dapat disebut sebagai DAERAH MODEL?. 13 Keistimewaan dan kekhususan Aceh mengalami pasang surut dalam perjalanan ketatanegaraan republik Indonesia. Berdasarkan Pasal 18B 13 Gelar kehormatan yang diberikan Presiden bagi Aceh dengan DAERAH MODAL, dan menjanjikan akan memberi hak otonomi yang luas bagi Aceh sehingga dapat menjalankan Syari'at Islam. Namun dalam implementasinya tidak berjalan sebagaimana dijanjikan. Sedangkan daerah model dapat disebutkan banyak konsep yang lahir dari Aceh, namun kemudian di adopsi menjadi bagian dan masuk dalam sistem hukum yang berlaku secara nasional, seperti: MUI, Bappeda, Mahkamah Syariah kemudian menjadi Peradilan Agama, Calon Independen/perseorangan, Partai Politik Lokal, dll. (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 tersebut di atas dapat diketahui bahwa negara mengakui adanya daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Namun demikian pengertian daerah khusus atau istimewa tersebut tidak dijelaskan secara terperinci dalam UUD Oleh karena itu berkaitan dengan hal tersebut perlu diatur dengan undang-undang sebagaimana perintah UUD 1945 tersebut. Perkataan khusus memiliki cakupan yang luas, antara lain karena dimungkinkan membentuk pemerintahan daerah dengan otonomi khusus (Aceh dan Irian Jaya) 14. Mengingat ketentuan Pasal 18B UUD 1945 tersebut maka dapat dikatagorikan bahwa daerah di Indonesia dapat dikatagorikan sebagai daerah istimewa atau daerah khusus. Daerah istimewa 14 Bagir Manan, Menyonsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2001, hlm. 15. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 29

7 yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh, adapun daerah khusus meliputi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua dan Aceh. Berdasarkan kenyataan di atas UUD 1945 menyebutkan istilah khusus atau istimewa, namun Daerah Aceh dapat disebut mendapat 2 (dua) sebutan yaitu Daerah Istimewa dan Daerah khusus. 15 Aceh merupakan daerah istimewa dan khusus. Daerah istimewa terkait dengan kewilayahan yaitu keistimewaan dalam bidang penyelenggaraan agama, adat, pendidikan dan peran ulama sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 44 Tahun 1999, 16 sedangkan daerah khusus terkait dengan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 (sebelumnya diatur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001), oleh karena itu Aceh terdapat 2 (dua) sebutan yaitu Mukhlis, Loc.cit. Pemberian sebutan keistimewaan sebelumnya diberikan kepada Daerah Istimewa Aceh berdasarkan Keputusan Perdana Menteri No.1/Misi/1959 yang berlaku pada tanggal 25 Mei 1959, adapun hal yang menjadi perhatian utama adalah bidang keagamaan, peradatan dan pendidikan. daerah istimewa dan daerah khusus, sehingga nama Aceh dapat disebutkan sebagai daerah khusus propinsi daerah istimewa Aceh. Perjalanan panjang dalam pembentukan propinsi Aceh mengalami bermacam persoalan dan perjuangan panjang dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Ketata-negaran Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang besifat istimewa dan khusus, terkait dengan kharakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi. Pemberian otonomi kepada Provinsi Aceh melewati jalan yang panjang dan berliku. Disebut sebagai perjuangan melawan arus dalam bingkai NKRI, memakan waktu yang lama, dan sangat melelahkan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Tidak hanya itu, kebijakan otonomi khusus (special autonomy) atau kerap disebut asymmetris decentralization, dimana diberikannya kewenangan yang besar di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya kepada daerah merupakan barang baru dalam sejarah ketatanegaraan Indo- Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 30

8 nesia melalui kebijakan otonomi daerah. 17 Provinsi Aceh kemudian diberikan Keistimewaan dalam Pendidikan, Adat dan peran Ulama dalam pembangunan Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Namun pemerintah belum bisa mengakomodir tuntutan masyarakat Aceh dalam pelaksanaan syari at Islam yang kaffah, maka pada Sidang umum MPR Tahun 1999 melahirkan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara mengatur secara hukum otonomi khusus yang di berikan kepada dua Daerah Provinsi, yaitu Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya yaitu: Dalam rangka pengembangan otonomi daerah di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta untuk menyelesaikan secara adil dan menyeluruh permasalahan di daerah yang memerlukan penanganan segera dan bersungguh-sungguh maka perlu di tempuh langkah-langkah sebagai berikut; Mempertahankan integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menghargai kesetaraan dan keregaman kehidupan sosial budaya masyarakat Aceh dan Irian Jaya sebagai daerah otonomi khusus yang diatur dengan Undang-undang. Ketetapan MPR tersebut pada Sidang Umum Tahunan MPR Tahun 2000 melalui Ketetapan MPR Nomor merekomendasikan secepatnya IV/MPR/2000 supaya Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang pada prinsipnya mengatur kewenangan pemerintahan yang merupakan kekhususan dalam bidang pelaksanaan Syari at Islam, diakui Peran Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe sebagai Penyelenggara Adat, Budaya, dan Persatu Masyarakat, mendapatkan dana perimbangan keuangan yang besar dari daerah lain dan ditetapkan Qanun sebagai Peraturan Daerah. 17 Yohanis Anton Raharusun, Daerah Khusus dalam Perspektif NKRI, Jakarta: Konstitusi Press, 2009, hlm.186. Pelaksanaan Syari at Islam yang diberikan untuk Aceh Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 31

9 merupakan Otonomi Khusus yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Kelahiran UU ini dilatarbelakangi konflik Aceh yang berupa gerakan separatisme dilakukan Gerakan Aceh Merdeka pada Tahun 1976 dan gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa menuntut perubahan di segala aspek, terutama pola hubungan pusat dan daerah yang selama ini berlaku sistem sentralisasi berubah menjadi desentralisasi dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah telah mengatur dan memberikan wewenang dan kewajiban yang lebih menekan pada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. 18 Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melahirkan harapan dan membuka peluang untuk tumbuhnya kreatifitas, diskresi dan kebebasan bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta masyarakat Aceh pada umumnya untuk menemukan kembali indentitas diri dan membangun wilayahnya. Peluang ini di tanggapi secara positif oleh berbagai komponen masyarakat dan pemerintah. Tanggapan positif ini memang diperlukan untuk mencegah timbulnya kemungkinan bahwa pengalaman dahulu pada massa orde baru akan berbalik kembali ke sistem pemerintah yang sentralisasi. 19 Pemberian keisti Pasal 2 ayat (3) UU No. 32 Tahun yang dimaksud daya saing daerah adalah merupakan kombinasi antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah, sumber daya manusia dan teknologi, yang secara keseeluruhan membangun kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain. Al Yasa Abubakar, Hukum Pidana Islam Di NAD, Banda Aceh: Dinas Syari at Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2006, hlm.1. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 32

10 mewaan dan kekhususan kepada Aceh selalu didahului dengan kekecewaan bahkan pemberontakan terhadap Pemerintah Pusat yang kemudian melahirkan berbagai perlawanan dari rakyat Aceh. Persoalan kemudian apakah Provinsi Aceh masih dikatakan sebagai daerah istimewa dan masih mempunyai Otonomi Khusus? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan diuraikan berikut ini. Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Lebih lanjut Pasal 18A UUD 1945 menentukan Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa Aceh merupakan daerah Istimewa dengan otonomi khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun Namun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 kemudian dicabut dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 menempatkan titik berat otonomi khusus pada Provinsi Nanggroe AcehDarussalam yang pelaksanaannya diletakkan pada daerah Kabupaten dan Kota atau namalain secara proporsional. Kekhususan ini merupakan peluang yang berharga untuk melakukan penyesuaian struktur, susunan, pembentukan dan penamaan pemerintahan di tingkat lebih bawah yang sesuai dengan jiwa dan semangat berbangsa dan bernegara yang hidup dalam nilai-nilai luhur masyarakat Aceh, diatur dalam Peraturan Daerah yang disebut dengan Qanun. 20 Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang tidak menyebutkan secara tegas dimanakah letak titik berat otonomi tersebut, lebih lanjut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 dengan tegas menyebutkan Aceh adalah daerah otonomi khusus. Hal ini dapat dilihat dari 20 Penjelasan UU No. 18 Tahun 2001 Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 33

11 judul Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, meskipun apa yang menjadi kewenangan yang bersifat khusus tersebut tidak dirumuskan secara jelas dan tegas. Hanya ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 bahwa kewenangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang diatur dalam undang-undang ini adalah kewenangan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus. Penjelasan umum Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2001 dijelaskan Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur kewenangan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang merupakan kekhususan dari kewenangan pemerintahan daerah, selain sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Konsep kekhususan dan keistimewaan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam konsideran menimbang a disebutkan: pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbeda redaksinya dalam konsideran menimbang UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mencabut UU No. 32 Tahun 2004, menyebutkan dengan tanpa menyebutkan lagi keistimewaan dan kekhususan, namun menyebutnya dengan istilah kekhasan suatu daerah, huruf b menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 34

12 pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; Ketentuan lebih lanjut dalam Penjelasan Umum disebutkan aspek hubungan wewenang memper-hatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini Papua secara tegas disebutkan dalam judul Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Untuk Papua status Otonomi Khusus jelas dari judul Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana halnya juga dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Aceh. Otonomi khusus tidak menonjol dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, namun terdapat dalam beberapa ketentuan/penjelasan. Hal tersebut dikarenakan dalam MoU Helsinki tidak dipakai istilah otonomi khusus, karena oleh fihak GAM tidak dianggap sebagai sesuatu yang mencerminkan sifat pemerintahan yang diinginkan. 21 Pengakuan keistimewaan terhadap Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada asalusul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional, sedangkan isi keistimewaannya adalah pengangkatan Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam yang memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang. Status keistimewaan kepada Daerah Kota Istimewa Jakarta, mempunyai keistimewaan sebagai Ibu Kota Negara. Sedangkan keistimewaan Propinsi Istimewa Aceh didasarkan pada sejarah perjuangan kemerdekaan nasional, sedangkan isi keistimewaannya berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat, dan pendidikan serta memperhatikan peranan ulama dalam penetapan kebijakan Daerah. Sifat Kekhususan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 baru dapat dipahami secara 21 Mukhlis, Op. Cit, hlm. 91 Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 35

13 baik, apabila dikaitkan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 44 Tahun dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut ditegaskan bahwa Provinsi NAD adalah daerah otonom yang bersifat istimewa. Keistimewaan adalah kewenangan khusus untuk menyelenggarakan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. 22 Mengenai eksistensi otonomi khusus Provinsi Aceh dapat dilihat lebih khusus dalam disertasi Husni. 23 seluas-luasnya di bidang politik kepada masyarakat Aceh dan mengelola pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip good governance yaitu transparan, akuntabel, profesional, efisien, dan efektif dimaksudkan untuk sebesarbesarnya kemakmuran masyarakat di Aceh. Dalam menyelenggarakan otonomi yang seluas-luasnya itu, masyarakat Aceh memiliki peran serta, baik dalam merumuskan, menetapkan, melaksanakan maupun dalam mengevaluasi kebijakan pemerintahan daerah. Berbeda halnya pengaturan otonomi khusus dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006, yang tidak menyebutkan istilah otonomi khusus di dalam isinya sebagimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 sebagaimana di uraikan di atas. Penjelasan umum Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 disebutkan Pemberian otonomi Husni, Eksistensi Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945, Disertasi, PPS Unpad, 2004, hlm Ada perebdaan keistimewaan dengan keputusan Misi Hardi yang hanya mengenal 3 (tiga) keistimewaan yaitu agama, adat dan pendidikan. Ibid. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 mengatur dengan tegas bahwa Pemerintahan Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan Undang-Undang ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional. Dengan demikian, otonomi seluasluasnya pada dasarnya bukanlah sekadar hak, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan kewajiban konstitusional untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejah- Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 36

14 teraan di Aceh. 24 Istilah otonomi khusus tidak disebutkan dalam judul Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, namun terdapat beberapa ketentuan yang menyarankan bahwa Aceh mempunyai otonomi khusus. 3. Bagaimana dan dimanakah Lex Specialis Aceh? Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pemahaman terhadap Aceh sebagai Daerah Istimewa dapat dibedakan yaitu: 25 Pertama, Aceh sebagai Daerah istimewa terkait dengan kewilayahan yaitu keistimewaan dalam bidang penyelenggaraan agama, adat, pendidikan dan peran ulama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 meskipun hal tersebut juga dikuatkan kembali dalam UUPA. Berkaitan dengan hal keistimewaan tersebut pemerintah sepenuhnya menyerahkan sepenuhnya kepada Aceh dalam mengatur dan menjalankannya Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun Mukhlis, Op. Cit, hlm. 98. Dilihat segi isi hukum maslah keistimewaan dalam bidang penyelenggaraan agama termasuk di dalamnya penerapan Syari at Islam dan Mahkamah Syar iyah, adat (termasuk di dalmnya Wali Nanggroe dan Lembaga adat lainnya), pendidikan (termasuk MPD) dan peran ulama (termasuk MPU) dibagi lex spesialis, karena dalam aturan yang lain tidak menyebutkan. Lex generalis adalah hukum umum yang berlaku umum dan merupakan dasar, sedangkan lex spesialis adalah hukum khusus yaitu yang menyimpang dari lex generalis. Lex generalis merupakan dasar dari lex specialis. Kedua, Sedangkan daerah khusus itu terkait dengan pemerintahan atau ditambah dalam bidang politik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 (sebelumnya diatur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001) yaitu: 1. Mukim; 2. Persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh; 3. Kerjasama internasional; 4. Pembentukan undangundang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 37

15 Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA; 5. Pembentukan badan/lembaga/komisi; 6. Kewenangan gubernur mempunyai tugas dan wewenang khusus/tambahan; 7. Jumlah anggota DPRA 125% dari ketentuan nasional; 8. DPRA mempunyai kewenangan khusus; 9. Partai politik lokal (parlok); 10. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR); 11. Sumber daya alam; 12. Sumber keuangan dan penge-lolaan keuangan khusus; 13. Tidak dikenal lagi kelurahan; 14. Bendera, lambang dan himne; Dalam hal terjadinya dualisme peraturan di Aceh, maka ada 2 (dua) pandangan terhadap hal tersebut yaitu: Pertama, harus dilihat instrumen yang mengatur tentang hal tersebut harus disesuaikan, dalam arti untuk menghilangkan dualisme aturan maka peraturan yang dibuat perlu menyesuaikan diri dengan peraturan yang baru. Dalam ilmu hukum dikenal azas lex posteriori derogat legi priori, yaitu hukum yang ditetapkan atau berlaku kemudian mengenyampingkan hukum yang ditetapkan atau berlaku terdahulu. Hal ini sebagaimana saat ini terkait dengan pemerintahan daerah maka untuk daerah khusus dan istimewa disebutkan dalam UU baru yaitu Pasal 399 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah kemudian di ubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan Daerah tersebut. Lihat juga misalnya Penjelasan Pasal 139 ayat 2 huruf i tentang pemberhentian anggota DPRD, bahwa anggota DPRD provinsi diberhentikan antarwaktu juga menyebutkan Ketentuan ini dikecualikan terhadap anggota partai politik lokal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kedua, pendapat azas tersebut di atas tidak tepat Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 38

16 diterapkan untuk kasus UU Pemda versus UU Otsus di Aceh. Azas hukum yang lebih tepat adalah lex specialisderogatlex generalis, yaitu hukum yang mengatur materi khusus lebih didahulukan ketimbang yang mengatur materi yang umum. Hanya, UUPA khusus mengatur pemerintahan daerah di Aceh, tidak di daerah lain. Karena itu, ia menjadi lex specialis dari aturan tentang pemerintahan daerah di UU Pemda yang dapat dikatakan sebagai lex generalis. Aturan tentang pilkadal di UUPA dengan sendirinya kemudian menjadi lex specialis dari aturan sejenis di UU Pemda. Contoh: terkait dengan Pilkada di Aceh mana yang disebut dengan lex specialis, Karena UUPA mengatur tentang pilkada dan UU terbaru UU No. 1 tahun 2015 kemudian di ubah dengan UU No. 8 Tahun 2015 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Kalau demikian, secara teoritis maka yang dapat dikatakan UU khusus (lex specialis), dalam hal ini maka yang dapat dikatakan secara khusus adalah UU pilkada. Pasal 199 UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Yang Kemudian Diubah Dengan UU No. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, menye-butkan Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang- Undang tersendiri. Oleh karena itu terkait dengan pemilihan kepala daerah di Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 39

17 Aceh perlu menyesuaikan dengan UU yang baru sejauh belum diatur dengan syarat UUPA harus diutamakan. UU Pemda sendiri secara tegas menyatakan bahwa ketentuan dalam UU Pemda hanya berlaku bagi Aceh sepanjang tidak diatur secara khusus dalam undangundang tersendiri. Mengutamakan sebagian ketentuan UU Pilkada dengan mengenyampingkan UUPA dikhawatirkan akan menjadi pintu masuk (entry point) bagi pusat untuk mengenyampingkan seluruh aturan dalam UUPA khusus mengenai materi tentang pilkada. Dalam menghadapi dualisme ketentuan yang berlaku memerlukan suatu pemahaman ini. Terjadinya konflik antara dua undang-undang maka akan berlaku secara konsisten asas lex spesialis derogat legi generalis dan asas lex superior derogat legi inferiori. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya mengesam-pingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatan-nya, kecuali apabila subtansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undangundang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundangundangan tingkat lebih rendah sebagaimana UUPA dalam pelaksanaannya diperintahkan diatur dengan qanun. Peraturan pemerintah (PP) bertingkat lebih atas dari qanun. Tetapi qanun yang bertentangan dengan PP tidak serta merta kalah sehingga dinyatakan batal atau tidak sah. Kalau ternyata materi muatan PP mengatur hal-hal yang menjadi wewenang Aceh, dan materi muatan qanun berada dalam wewenang Aceh, maka PP yang mengalah, bukan Qanun. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Penerapan asas lex specialis derogatlegi generalis di Aceh, saya berpendapat bahwa UUPA yang harus dilihat dari hakikat dan subtansi yang diatur, dalam kedua peraturan yang dipertentangkan, UUPA didahulukan, baru kemudian UU lainnya dalam hal UUPA dan Qanun tidak mengaturnya. Adapun Pemahaman lex superior derogat legi inferiori mengacu padatertip hukum yaitu asas pertingkatan atau hierarki peraturan perundangundangan, namun ketika peraturan Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 40

18 perundang-undangan yang lebih atas mengatur hal-hal yang menjadi wewenang Aceh, dan materi muatan qanun berada dalam wewenang Aceh, maka peruturan perundang-undangan yang di atasnya yang mengalah, bukan Qanun, sejauh qanun tersebut dalam rangka menjalankan keistimewaan dan kekhususan Aceh. 2. Saran Penerapan hukum asas lex specialis derogat legi generalis di Aceh, bahwa UUPA yang harus dilihat dari hakikat dan subtansi yang diatur, dalam kedua peraturan yang dipertentangkan, UUPA didahulukan daripada undangundang lainnya. DAFTAR PUSTAKA Al Yasa Abubakar, Hukum Pidana Islam Di NAD, Banda Aceh: Dinas Syari at Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Amiroeddin Syarif, Perundang- Undangan Dasar, Jenis Dan Teknik Membuatnya, bina aksara, Jakarta, Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Teoritik), FH UII Press, Yogyakarta, , Menyonsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, HAS Natabaya, Sistem Peraturan Prundang-Undangan Indonesia, Konpress dan Tatanusa, Jakarta, Husni, Eksistensi Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945, Disertasi, PPS Unpad, Mukhlis, Keistimewaan dan kekhususan Aceh dalam Perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, FH Universitas Riau, Vol 4 Nomor 1 Tahun Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, Yohanis Anton Raharusun, Daerah Khusus dalam Perspektif NKRI, Jakarta: Konstitusi Press, UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Yang Kemudian Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 41

19 Diubah Dengan UU No. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 3 (Desember 2015) 42

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016), pp. 459-458. DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Fakultas

Lebih terperinci

Kata Kunci: Keistimewaan, Kekhususan, Aceh.

Kata Kunci: Keistimewaan, Kekhususan, Aceh. 76 KEISTIMEWAAN DAN KEKHUSUSAN ACEH DALAM PERSPEKTIF NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Oleh: Mukhlis Gampong Tingkeum Manyang kec. Kutablang, Kab. Bireuen, Aceh Abstrak Keistimewaan dan kekhususan Aceh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

PILKADA LANGSUNG DI ACEH, DI ANTARA SENGKETA TIGA ATURAN

PILKADA LANGSUNG DI ACEH, DI ANTARA SENGKETA TIGA ATURAN PILKADA LANGSUNG DI ACEH, DI ANTARA SENGKETA TIGA ATURAN Oleh: REFLY HARUN Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Disahkannya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif Kasus Posisi Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengkritisi penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) merupakan salah satu unsur penyelenggara Pemerintahan Aceh yang bertindak sebagai lembaga legislatif di Aceh dengan fungsi merumuskan

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga masyarakat suatu negara untuk membentuk suatu negara yang dapat menjamin adanya persatuan

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ACEH TAHUN

-1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ACEH TAHUN -1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ACEH TAHUN 2012-2017 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH YANG MEMILIKI OTONOMI KHUSUS

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH YANG MEMILIKI OTONOMI KHUSUS EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH YANG MEMILIKI OTONOMI KHUSUS Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, tercatat beberapa daerah yang memiliki otonomi khusus

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH -1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2004 YANG MENDAPAT KURSI DI DPRD TINGKAT PROVINSI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

DESAIN DAERAH KHUSUS/ ISTIMEWA DALAM SISTEM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT KONSTITUSI

DESAIN DAERAH KHUSUS/ ISTIMEWA DALAM SISTEM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT KONSTITUSI Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016, Halaman 85-92 p-issn : 2086-2695, e-issn : 2527-4716 DESAIN DAERAH KHUSUS/ ISTIMEWA DALAM SISTEM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT KONSTITUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Otonomi khusus yang diberlakukan di Indonesia dapat dikatagorikan desentralisasi asimetris. Sebenarnya konsep otonomi daerah alternatif atau devolusi berbasis kewilayahan/regional

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa para ulama telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa para ulama telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PANDANGAN DAN PENDAPAT ATAS TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

PANDANGAN DAN PENDAPAT ATAS TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN ACEH JAKARTA 2006 DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

KEWENANGAN ACEH PASCA-PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN

KEWENANGAN ACEH PASCA-PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN KEWENANGAN ACEH PASCA-PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 (Bentuk-Be KEWENANGAN ACEH PASCA-PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 (Bentuk-Bentuk dan Peluang Sengketa Hubungan Pusat-Daerah)

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA -1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN. Abstrak

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN. Abstrak PROBLEMATIKA PENGATURAN RPJMD DALAM PERSPEKTIF ILMU PERUNDANG-UNDANGAN Abstrak Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Daerah (RPJPD), rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). RPJPD memuat visi,

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang

Lebih terperinci

Argumentasi/ Rasionalisasi

Argumentasi/ Rasionalisasi No Draft DPRD NAD RUU PA (PEMERINTAH) RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2006 Argumentasi/ Rasionalisasi TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan segenap masyarakat heterogen yang dilatar belakangi oleh banyaknya pulau, agama, suku, bahasa,

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB III BATAS USIA BALIGH SYARAT SAKSI NIKAH DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007

BAB III BATAS USIA BALIGH SYARAT SAKSI NIKAH DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 BAB III BATAS USIA BALIGH SYARAT SAKSI NIKAH DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 A. Sekilas tentang Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 1. Lahirnya Peraturan Menteri

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017

SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017 SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017 Chairul Fahmi, M.A Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh Email: fahmiatjeh@gmail.com

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA digilib.uns.ac.id BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. Kebijakan Otonomi Daerah Menurut UU No 32/2004 Landasan Yuridis otonomi daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN JUMLAH BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2004

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Daerah

Pengujian Peraturan Daerah Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 101 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 101 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 101 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA DAN PENENTUAN JUMLAH BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK HASIL PEMILU 2004 TINGKAT PROVINSI ACEH TAHUN 2009 GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PENETAPAN DISPENSASI USIA NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

BAB III PENETAPAN DISPENSASI USIA NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH BAB III PENETAPAN DISPENSASI USIA NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH A. Sekilas Tentang Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah

Lebih terperinci

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

WALIKOTA LHOKSEUMAWE WALIKOTA LHOKSEUMAWE QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT LEMBAGA KEISTIMEWAAN KOTA LHOKSEUMAWE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Hal tersebut merupakan penegasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono * PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG Oleh: Ignatius Moeljono * Pendahuluan Istilah harmonisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti upaya mencari keselarasan (Depdiknas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945. Salah satu pengaturan penting yang mendapat tempat dalam perubahan tersebut adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya

Lebih terperinci

BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1

BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1 BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1 Yudi Widagdo Harimurti 2 Email : yudi.harimurti@trunojoyo.ac.id Abstrak Dasar hukum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5234 ADMINISTRASI. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Teknik Penyusunan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH OMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH KEPUTUSAN KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH NOMOR 16/Kpts/KIP Aceh/TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN, VERIFIKASI, DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK

Lebih terperinci

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE PROVINSI ACEH, PROVINSI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA A. Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah dan Daerah Dalam Konstitusi Republik

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH -1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

-1- BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

-1- BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG -1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN YANG BERKAITAN DENGAN SYARI AT ISLAM ANTARA PEMERINTAHAN ACEH DAN PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

Efektifitas Uqūbat dalam Qanun No. 14/ 2003 dan DQHR Tentang Khalwat dan Ikhtilath

Efektifitas Uqūbat dalam Qanun No. 14/ 2003 dan DQHR Tentang Khalwat dan Ikhtilath Efektifitas Uqūbat dalam Qanun No. 14/ 2003 dan DQHR Tentang Khalwat dan Ikhtilath Danial * Abstrak: Salah satu bentuk hukuman yang terkandung dalam Qanun nomor 14/ 2003 tentang khalwat dan DQHR tentang

Lebih terperinci

Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H.

Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H. Disharmonisasi antara Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat? LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DAERAH, DEMOKRASI, & PEMERINTAHAN DAERAH

DAERAH, DEMOKRASI, & PEMERINTAHAN DAERAH DAERAH, DEMOKRASI, & PEMERINTAHAN DAERAH Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Samsuri FISE UNY KONSEP PEMERINTAH DAERAH OTONOMI DAERAH DESENTRALISASI DEKONSENTRASI STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 merupakan titik balik penting dalam sejarah pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 merupakan titik balik penting dalam sejarah pemerintahan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 1999 merupakan titik balik penting dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, setelah pemerintah Orde Baru mengakhiri masa pemerintahannya pada 20 Mei 1998. Pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

Refleksi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki Dalam Kaitan Makna Otonomi Khusus Di Aceh

Refleksi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki Dalam Kaitan Makna Otonomi Khusus Di Aceh Refleksi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki Dalam Kaitan Makna Otonomi Khusus Di Aceh ZAKI ULYA Dosen Hukum Tata Negara, pada Fakultas Hukum, Universitas Jabal Ghafur, Sigli, Aceh. Jl. Glee Gapui,

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintahan Daerah atau di negara-negara barat dikenal dengan Local Government dalam penyelenggaraan pemerintahannya memiliki otonomi yang didasarkan pada asas, sistem,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI

LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA Jakarta, 6 Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS REGISTRASI KEPENDUDUKAN ACEH

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS REGISTRASI KEPENDUDUKAN ACEH ., QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS REGISTRASI KEPENDUDUKAN ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU Policy Brief [01] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Dalam rangka menyelenggarakan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada, dalam 15

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 32. Tahun 2004 Pelimpahan. wewenang. pemerintahan oleh. Pemerintah kepada. Gubernur sebagai. wakil pemerintah.

Undang-Undang No. 32. Tahun 2004 Pelimpahan. wewenang. pemerintahan oleh. Pemerintah kepada. Gubernur sebagai. wakil pemerintah. MATRIX PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999, UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004, UNDANG- UNDANG NO. 23 TAHUN 2014, DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2015 No Perbandingan. 1. Pelimpahan Undang-Undang No.

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa perempuan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 jo Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sistem Konstitusi sebagai perwujudan negara hukum di Indonesia tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat dan berlaku untuk membatasi kekuasaan negara

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah R. Herlambang Perdana Wiratraman Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Konsep dan Pengertian Pemerintah (Pusat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA Kewenangan Mahkamah Syar iyah di Aceh sebagai Pengadilan Khusus Kanun Jurnal Ilmu Hukum Yusrizal, Sulaiman, Mukhlis No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 65-76. KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI

Lebih terperinci