BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
|
|
- Hadian Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) Rahardja dan Manurung (2008:233) menyatakan bahwa pendekatan pengeluaran memandang Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Menurut metode ini pengeluaran agregat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: 1) Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption) Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis pakai dalam tempo setahun atau kurang maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun atau barang tahan lama. 2) Konsumsi Pemerintah (Government Consumption) Perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah. Itulah sebabnya dalam data statistic PDB,pengeluaran konsumsi pemerintah nilainya lebih kecil daripada pengeluaran yang tertera dalam anggaran pemerintah. 3) Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure) Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) merupakan pengeluaran sektor dunia usaha. Pengeluaran ini dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki kemampuan menciptakan atau meningkatkan nilai tambah. 1
2 Bagian-bagian dalam PMTDB adalah perubahan stok, baik barang jadi maupun barang setegah jadi. Akurasi potensi produksi dapat diketahui melalui perhitungan investasi neto, yaitu investasi bruto dikurangi penyusutan. Penghitungan PMTDB ini menunjukkan bahwa pendekatan pengeluaran lebih mempertimbangkan barang-barang modal yang baru. Barang modal tersebut merupakan output baru, karena harus dimasukkan dalam perhitungan PDB. 4) Ekspor Neto (Net Export) Ekspor bersih adalah selisish antara nilai ekspor dengan impor. Ekspor neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daripada impor, begitu juga sebaliknya. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia). Nilai PDB berdasarkan metode pengeluaran adalah nilai total lima jenis pengeluaran tersebut: PDB = C + G + I + (X-M)... (1) Keterangan: C = Konsumsi rumah tangga G = Konsumsi/pengeluaran pemerintah I = PMTDB (investasi) X = Ekspor M = Impor Teori Pendapatan Nasional 2
3 Salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kondisi perekonomian suatu negara adalah pendapatan nasional. Menurut Sukirno (2008:36) Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Perhitungan pendapatan nasional sangat diperlukan dalam teori maupun kebijakan makro ekonomi dalam menghadapi berbagai masalah sentral yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, siklus bisnis, hubungan antara kegiatan ekonomi dan pengangguran, serta ukuran dan faktor-faktor penentu tingkat inflasi. Perhitungan pendapatan nasional dapat menjadi pemahaman mengenai bagaimana berbagai bagian dari suatu perekonomian saling berinteraksi satu sama lainnya, dan menyediakan suatu kerangka konseptual untuk menjelaskan keterkaitan antara berbagai perubah makro ekonomi yang penting seperti output, pendapatan, dan pengeluaran. Dari data perhitungan pendapatan nasional dapat menjadi landasan dalam melakukan pengukuran kinerja perekonomian, pembuatan peramalan ekonomi dan penyusunan berbagai kebijakan makroekonomi. Menurut Rahardja dan Manurung (2008:223) salah satu faktor terjadinya efisiensi secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian dalam satu tahun tertentu. Besarnya output nasional dapat menunjukan hal penting dalam sebuah perekonomian. Pertama, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang, dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Secara umum, 3
4 makin besar pendapatan nasional maka semakin baik efisiensi alokasi sumber daya ekonominya. Kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu Negara. Alat ukur yang disepakati tentang kemakmuran adalah output nasional per kapita. Nilai output per kapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan. Jika angka output perkapita makin besar, maka tingkat kemakmuran dianggap makin tinggi. Alat ukur tentang produktivitas rata-rata adalah output per tenaga kerja. Makin besar angkanya, maka tingkat produktivitas tenaga kerja makin tinggi. Ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah mendasar yang dihadapi suatu perekonomian. Ini berarti perekonomian harus segera memodernisasikan diri, dengan memperkuat industrinya, agar ada keseimbangan kontribusi antara sektor pertanian yang dianggap sektor tradisional dan sektor industri yang dianggap sektor modern Teori Pertumbuhan Ekonomi Terdapat beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi, diantaranya: 1) Teori Simon Kuznet Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermakna apabila diiringi dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet yang menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan adalah hipotesis kurva U terbalik. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan membentuk huruf U terbalik. Semakin tinggi koefisien gini akan semakin rendah distribusi pendapatan 4
5 (Boediono, 2008:61). Menurut Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita terhadap kesenjangan distribusi pendapatan cenderung meningkat. Tahap berikutnya ditribusi pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir kesenjangan distribusi pendapatan akan menurun. Dasar dari hipotesis Kusnetz adalah ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi, terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa (Arsyad, 2010:292). Kurva U terbalik pada hipotesis Simon Kuznet dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah. Gambar 2.1 Kurva U Terbalik dari Hipotesis Kuznet Tingkat kesejangan dari 20% penduduk terkaya dari pendapatan Tingkat pendapatan per kapita 2) Teori Walt Whitman Rostow Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima tahapan (Arsyad, 2004:47) yaitu: a. Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang fungsi produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif yang 5
6 didasarkan pada teknologi pra-newton dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun. Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional, tingkat produktivitas per pekerja masih rendah. Oleh karena itu sebagian besar sumber daya manusia digunakan untuk sektor pertanian. b. Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis. c. Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mancapai tahap tinggal landas tidak satu sektor ekonomi yang baku untuk semua negara yang bisa menciptakan pembangunan ekonomi. d. Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru muncul menggantikan sektor-sektor pimpinan lama yang akan mengalami kemunduran. 6
7 e. Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahtraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu indikator dari kemadirian otonomi daerah dalam menggali potensi untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan. Semakin besar PAD maka semakin mandiri daerah dalam mengambil keputusan dan kebijakan pembangunan. Besarnya kontribusi pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah seharusnya merupakan sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong perekonomian daerah (Perdana, 2013). Pendapatan Asli Daerah adalah sumber penerimaan utama bagi suatu daerah. PAD yang diperoleh suatu daerah berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah. Olatunji et al. (2009) mengatakan bahwa pendapatan pemerintah daerah terutama berasal dari pajak. PAD menjadi tulang punggung yang digunakan untuk membiayai belanja modal Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang berasal dari pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu DBH pajak 7
8 dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam).Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Gugus (2013) dan Santosa (2013). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis pemerintah daerah menetapkan belanja modal yang semakin tinggi jika anggaran DBH semakin tinggi, begitupun sebaliknya, semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Belanja Pegawai Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal. 2) Belanja Barang dan Jasa 8
9 Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. 3) Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Penelitian tentang pengaruh pendapatan daerah terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu, dimana pendapatan asli daerah dinyatakan berpengaruh positif terhadap belanja modal (Maimunah, 2006; Tuasikal, 2008; Syakier, 2012; Setyowati dan Suparwati, 2012; Sularno, 2013; Arwati dan Hadiati, 2013; Hariyadi dan Mahaendra Yasa, 2014; Mayasari dkk., 2014; Sugiarthi dan Supadmi, 2014; Kartika dan Dwirandra, 2014). Kemudian Indraningrum (2011) dan Syamni, dkk. (2014) menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif signifikan terhadap belanja langsung, hal ini berarti pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Edogbanya and Sule (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara peningkatan pendapatan dengan 9
10 usaha pembangunan pemerintah meliputi infratstruktur dan sarana sosial lainnya melalui realisasi belanja Hubungan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Langsung DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal (Gugus, 2013). Pemerintah daerah selanjutnya melakukan pengelolaan atas dana perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pembiayaan sebagai bentuk penerimaan daerah untuk digunakan dalam membiayai kegiatan-kegiatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan lain-lain, yang sepenuhnya digunakan untuk pembangunan daerah 10
11 melalui realisasi belanja modal tahunan. Peningkatan pendapatan asli daerah diasumsikan sebagai sumber modal bagi daerah untuk dibelanjakan. Dimana keseluruhan dari sumber pendapatan asli daerah ini akan memberikan timbal balik langsung pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Pujiati (2008), dimana PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini juga senada dengan penelitian Hendriwiyanto (2015); Riska, dkk.(2014), Hariyadi dan Mahaendra Yasa (2014), Gunantara dan Dwirandra (2014) Hubungan Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dana bagi hasil adalah salah satu bagian dari dana perimbangan selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, yang di transfer dari pemerintah pusat ke daerah dengan tujuan memaksimalkan pembangunan daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah (Nehen, 2012:411). Semakin tinggi DBH maka ekspektasi tingkat pembangunan daerah semakin tinggi, sehingga DBH berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Pendapat ini juga didukung oleh penelitan Pujiati (2008), Santosa (2013), Riska, dkk.(2014), dan Hendriwiyanto (2015) Hubungan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerahdiharapkan 11
12 akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi setara dengan pengorbanan berupa belanja langsung yang besar, begitu pula sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa belanja langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Adi (2006) menyatakan bahwa bagian dari belanja langsung, yaitu belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, degan kata lain jika pengeluaran pembangunan meningkat, maka pertumbuhan ekonomi meningkat dan begitu sebaliknya. Hal ini sejalan dengan teori pendekatan pengeluaran (expenditure approach) yang mengemukakan bahwa konsumsi pemerintah (anggaran belanja) merupakan salah satu elemen penting yang menunjang laju pertumbuhan ekonomi yang terefleksi melalui trend PDB di kancah nasional. Rrefleksi trend PDRB mendeskripsikan bahwa pertumbuhan ekonomi dipacu oleh tinggi rendahnya barang dan jasa yang dihasilkan, di mana untuk memaksimalkan produktivitas barang dan jasa diperlukan anggaran belanja langsung yang besar. Bose and Osborn (2007), menyatakan bahwa belanja modal pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dalam penelitian tersebut diproksikan melalui GDP. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Chude and Chude (2013) yang membuktikan bahwa belanja modal bepengaruh positif signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa tingginya realisasi belanja langsung merupakan indikator penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertubuhan Ekonomi Melalui Belanja Langsung 12
13 PAD menjadi tulang punggung yang digunakan untuk membiayai belanja daerah (Kartika dan Dwirandra, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Liliana et al. (2011) memperoleh hasil bahwa pertumbuhan pendapatan pemerintah sangat kuat berkorelasi dengan pengeluaran pemerintah. Penelitian oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) serta Tuasikal (2008) memperoleh hasil bahwa PAD dan belanja modal memiliki hubungan yang positif. Semakin tinggi PAD suatu daerah, maka belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah juga semakin meningkat. Selain itu, Ogujiuba dan Abraham (2012) yang melakukan penelitian di Nigeria juga memperoleh hasil bahwa pendapatan dan pengeluaran sangat berkorelasi. Belanja langsung dalam penelitian ini sebagai variabel intervening yang menguji pengaruh langsung dan tak langsung pada PAD terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi PAD maka ekspektasi produksi barang dan jasa daerah akan meningkat, yang secara langsung mencerminkan pertumbuhan ekonomi meningkat (Pujiati, 2008; Riska dkk.,2014; Gunantara dan Dwirandra, 2014; Hariyadi dan Mahaendra Yasa, 2014; Hendriwiyanto, 2015). Hal ini tercermin dari tingginya realisasi belanja langsung guna mengalokasikan penerimaan daerah untuk memaksimalkan tingkat produksi barang dan jasa suatu daerah (PDRB) Hubungan Dana Bagi Hasil Pada Pertumbuhan Ekonomi Melalui Belanja Langsung Dana bagi hasil adalah salah satu komponen dari dana perimbangan yang ditransfer dari pusat ke daerah. Tujuan dari dana bagi hasil adalah untuk memenuhi anggaran belanja langsung, khususnya belanja modal daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Dana bagi hasil memiliki 13
14 kontribusi langsung pada belanja modal, hal ini didukung oleh Gugus (2013) yang menyatakan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap belanja modal. Hubungan antara DBH dengan pertumbuhan ekonomi diasumsikan dengan semakin tinggi DBH maka ekspektasi tingkat pembangunan daerah semakin tinggi (Pujiati, 2008; Santosa, 2013; Riska., dkk, 2014; Hendriwiyanto, 2015). Selanjutnya realisasi belanja langsung diasumsikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Bose dan Osborn, 2007; Chude dan Chude, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas barang dan jasa melalui pertumbuhan ekonomi membutuhkan realisasi belanja langsung yang besar, kemudian belanja langsung yang besar didanai dari alokasi penerimaan daerah yang salah satuya adalah DBH. 2.2 Hipotesis Penelitian Pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil adalah komponen yang paling potensial untuk memenuhi realisasi anggaran belanja langsung daerah, dimana hubungan keduanya dapat dilihat melalui refleksi trend pertumbuhan ekonomi tiap tahunnya yang diukur melalui PDRB. Berdasarkan pokok permasalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan kajian-kajian teori yang relevan, maka diajukan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1) Pendapatan asli daerah berpengaruh langsung positif terhadap belanja langsung di Kabupaten/Kota Provinsi Bali ) Dana bagi hasil berpengaruh langsung positif terhadap belanja langsung di Kabupaten/Kota Provinsi Bali
15 3) Pendapatan asli daerah berpengaruh langsung positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali ) Dana bagi hasil berpengaruh langsung positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali ) Belanja langsung berpengaruh langsung positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali ) Pendapatan asli daerah berpengaruh positif tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja langsung di Kabupaten/Kota Provinsi Bali ) Dana bagi hasil berpengaruh positif tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja langsung di Kabupaten/Kota Provinsi Bali
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kemiskinan Merdekawati dan Budiantara (2013) mengemukakan bahwa kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah tolak ukur kesejahteraan dan kemakmuran rakyat suatu Negara. Semakin besar tingkat pembangunan suatu Negara mengindikasikan Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun 2004) telah memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya
Lebih terperinciE-Jurnal EP Unud, 4[11]: ISSN:
E-Jurnal EP Unud, 4[11]: 1391-1420 ISSN: 2303-0178 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI BELANJA LANGSUNG DI PROVINSI BALI Ni Wayan Nuryanti Dewi 1 Made
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Desentralisasi Fiskal Desentralisasi Fiskal merupakan salah satu implementasi dari hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship Penelitian ini menggunakan teori Stewardship yang menjelaskan tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu melainkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keputusan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam Undang Undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih memiliki masalah pengangguran dan kemiskinan. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciAntiremed Kelas 10 Ekonomi
Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah.berdasarkan UU No.32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas untuk
Lebih terperinciBAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati, studi empiris dari penelitian sebelumnya yang merupakan studi penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001 memasuki zaman baru otonomi daerah telah diberlakukan. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Umum Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah, Dalam UU tersebut perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jawa Tengah pada tahun 2013 sampai 2015 membutuhkan kajian sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian mengenai pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum dan disparitas pendapatan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sampai 2015
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalampelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebutanggaran Pendapatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 10 542,7 triliun dan PDB perkapita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam pemanfaatan aset tetap yang dihasilkan tersebut,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menganalisis pengaruh keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Peneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengembangan Wilayah Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan
BAB I 1.1 Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan undang undang membawa konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perekonomian sangat dibutuhkan peran serta pemerintah untuk melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, merupakan salah satu pengeluaran investasi jangka panjang dalam kegiatan perekonomian.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan daerah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen anggaran daerah disebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam setiap aktivitas pemerintahan daerah, bahkan rancangan pembangunan disetiap daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem pemerintahan di Indonesia bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya.
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Dana Perimbangan 2.1.1. Pengertian dan Pembagian Dana Perimbangan 2.1.1.1. Pengertian Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono,1985).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinci