BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gambar 1. Udang Galah (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gambar 1. Udang Galah (Sumber : Dokumentasi Pribadi)"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Udang galah atau dikenal juga sebagai Giant Freshwater Shrimp merupakan salah satu jenis Crustacea, dari famili Palaemonidae yang memiliki ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya (Gambar 1). Klasifikasi udang galah menurut De Man (1879) adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Palaemonidae Genus : Macrobrachium Spesies : Macrobrachium rosenbergii de Man Gambar 1. Udang Galah (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Udang galah merupakan udang air tawar utama yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi, ukuran yang besar, kualitas daging yang baik dan pola makan yang omnivora. Budidaya udang galah banyak ditemukan di China, India, Thailand, Vietnam, Bangladesh, Malaysia dan Taiwan, juga ditemukan di Ekuador (Nandlal dan Pickering 2005). 6

2 7 Tubuh udang galah terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala dan dada (cephalothorax), tubuh (abdomen), dan ekor (uropoda). Udang galah memiliki ciri khusus dibandingkan dengan udang tawar lainnya. Ciri-cirinya yaitu (1) kedua kakinya tumbuh dominan, (2) memiliki rostrum panjang, langsing dan berbentuk seperti pedang, rostrum bagian atas terdapat gerigi, rostrum bagian bawah terdapat 8-14 gerigi dan memiliki capit yang besar dan panjang, (3) pada carapas (cangkang) udang muda terdapat garis secara horizontal dan pada badan terdapat bintik hitam, dan (4) tubuh udang galah berwarna biru kehijauan (Suhendra dan Paryono 2004). Udang galah memiliki bentuk tubuh yang khas. Ukuran kepala udang galah lebih besar daripada ukuran tubuhnya. Warna kulit udang galah umumnya biru kehijauan, tetapi terkadang ditemukan udang galah yang berwarna kemerahan. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya, sebagai proses adaptasi fisiologis udang (Khairuman dan Amri 2008) (Gambar 2). Gambar 2. Morfologi Udang Galah (Sumber : New MB 2002) Kebiasaan Hidup dan Kebiasaan Makan Udang galah dalam siklus hidupnya secara alami memerlukan lingkungan perairan tawar dan payau (Wuwungan 2009). Pada stadia larva hidup di air payau, sedangkan setelah menjadi dewasa hidup di air tawar. Daur hidup udang galah dimulai dari telur-telur yang sudah dibuahi dan dierami oleh induknya selama

3 hari dan menetas menjadi larva (Ling 1969). Larva yang baru menetas ini memerlukan air payau sebagai tempat hidup. Apabila larva tidak berada di lingkungan air payau selama 3-5 hari semenjak menetas, maka larva tersebut akan mati (Mulyo 1987). Larva akan tumbuh menjadi postlarva (benih) apabila larva yang baru menetas itu menemukan lingkungan hidup yang cocok, maka untuk mencapai tingkatan postlarva, larva tersebut harus memenuhi 11 tahap perkembangan larva dan berlangsung selama hari dan pada setiap tahap terjadi pergantian kulit (moulting) dengan perubahan struktur morfologinya (metamorfosa) (Roslani 2007). Frekuensi pergantian kulit pada udang galah berbeda-beda tergantung pada umur, jumlah dan kualitas pakan serta lingkungan hidupnya. Udang galah muda pertumbuhannya lebih pesat, sehingga proses pergantian kulitnya juga lebih cepat dibanding udang dewasa. Udang yang molting kondisi tubuhnya lemah sehingga menjadi mangsa udang lainnya yang tidak sedang molting (Suhendra dan Paryono 2004). Menurut Nandlal dan Pickering (2005), udang galah pada masa benih dan dewasa merupakan hewan omnivora yang biasanya memakan moluska kecil, krustacea kecil, ikan kecil, kacang, biji, buah, alga, daun dan batang dari tanaman air, terkadang juga mengonsumsi cangkangnya sehabis molting. Dimulai dari stadia postlarva, udang galah sudah dapat memakan daging cumi, udang-udang kecil dan pakan yang berbentuk pelet. 2.2 Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Pakan merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya, akan tetapi biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan relatif besar mencapai 35-70% dari total biaya produksi (Webster dan Lim 2002). Pakan memiliki harga relatif mahal, disebabkan oleh tingginya kandungan protein dalam pakan (Wawa 2006). Protein lebih efektif digunakan sebagi sumber energi pertumbuhan dibandingkan dengan karbohidrat. Hal ini dikarenakan komposisi penyusun tubuh udang terbesar setelah air adalah protein (Takeuchi et al. 2002). Protein merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan, karena protein merupakan zat yang berpengaruh dalam pertumbuhan

4 9 (Balazs dan Ross 1976). Sick dan Milikin (1983) juga menyatakan bahwa udang galah yang berukuran 0,1-0,3 gram membutuhkan 40% protein, sedangkan udang yang berukuran 4,0-20,0 gram membutuhkan protein sekitar 25-30% (Tabel 1). Tabel 1. Daftar Kebutuhan Nutrisi Udang Galah Nutrisi Stadia Kebutuhan Protein (%) Larva Juvenil (2-4 bulan) Dewasa Karbohidrat (%) Semua stadia Lipid (%) Semua stadia 3-7 Asam lemak tak jenuh (%) > 0.08 Kolesterol (%) Semua stadia Vitamin C (mg/kg) Pertumbuhan 100 Kalsium/Fosfor :1 Zn (mg/kg) 90 Mineral lainnya Belum diketahui Energi Larva kkal/g pakan Stadia lain kkal/g pakan Sumber : Aqua Feeds 2005 Menurut Halver (1972) tingkat efisiensi pakan menentukan tinggi rendahnya kualitas pakan. Faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi pakan ialah nilai nutrisi dalam pakan atau kualitas pakan yang diberikan. Tingginya nilai tingkat efisiensi pakan menentukan tinggi kualitas pakannya, sebaliknya semakin kecil nilai tingkat efisiensi pakan maka semakin rendah kualitas pakannya Pakan Alami Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva atau benih ikan dan udang. Pakan alami memiliki kelebihan dibandingkan pakan buatan, selain kandungan sumber nutrisinya tinggi, mudah diproduksi secara massal dan gerakannya menarik tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap, pakan alami mudah dicerna karena bentuk dan ukuran tubuhnya sesuai dengan lebar bukaan mulut pemangsanya.

5 10 Pakan alami yang biasa digunakan adalah Artemia sp., Daphnia sp., Moina sp., Culex sp., dan Tubifex sp., keistimewaan Artemia dibandingkan dengan pakan alami lainnya adalah memiliki toleransi pada kadar garam dan kadar oksigen terlarut yang sangat luas dimana tidak ada satupun organisme lain mampu bertahan hidup (Djarijah 1995). Berikut adalah kandungan gizi beberapa pakan alami (Tabel 2). Tabel 2. Kandungan Gizi Pakan Alami Jenis Pakan Alami Kadar Kandungan Gizi (% bobot kering) Air Protein Lemak Serat Kasar Abu Daphnia 94,58 42,65 8,50 2,58 4,00 Larva Chironomus 87,06 50,60 2,86-4,90 Larva Culex 87,22 9,17 3,01 1,17 0,46 Moina 99,60 37,38 13,29-11,00 Nauplii Artemia 81,90 55,00* 18,90* - 7,20 Rotifer 85,70 8,60 4,50-0,70 Tubifex 87,19 57,50 13,50 2,04 3,60 Ket * : Kandungan gizi lebih tinggi Sumber : DKP 2007 Artemia merupakan salah satu pakan alami yang banyak digunakan di hampir semua tempat pembenihan udang. Saluran pencernaan benih ikan dan udang pada stadia awal masih sederhana sehingga memerlukan pakan jasad renik yang sesuai dengan bukaan mulutnya, pergerakannya lambat dan mengandung nilai gizi tinggi untuk pertumbuhannya (Sudaryono dan Agung 2005). Kista Artemia sp. akan menetas pada salinitas ppt dalam waktu jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Artemia secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu o C. Kista Artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 o C. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brine shrimp (Efrizal 2011) (Gambar 3).

6 11 Menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) klasifikasi Artemia sp. adalah sebagai berikut: Filum : Anthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Anostraca Famili : Artemidae Genus : Artemia Spesies : Artemia sp. Gambar 3. Artemia sp. (Sumber : Nauplius Artemia merupakan pilihan yang tepat karena memiliki ukuran relatif kecil dengan berat 15 mikrogram, panjang sekitar 400 mikron atau 0,4 mm, dan kandungan protein sekitar 63% dari berat keringnya (Mudjiman 1989 dan Bandol 2004) Telur Bebek sebagai Bahan Tambahan dalam Pakan Halver (1979) menyatakan bahwa faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan adalah ketersediaan pakan baik secara kuantitatif maupun kualitas pakan atau jenis pakan dan asam amino esensial yang terkandung di dalam pakan. Yuliarti (1985) juga menyatakan bahwa ada kecenderungan dengan meningkatnya kandungan protein dalam pakan juga akan memberikan penambahan tingkat kelangsungan hidup.

7 12 Telur bebek mengandung 10 macam asam amino esensial dari 18 macam asam amino yang ada, yakni histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin dan triptofan (Mietha 2008). Berikut adalah kandungan gizi telur puyuh, telur ayam dan telur bebek (Tabel 3). Tabel 3. Kandungan Gizi Telur Puyuh, Telur Ayam dan Telur Bebek per 100 Gram Zat Gizi Telur Puyuh Telur Ayam Telur Bebek Kalori (kkal) * Protein (g) 13,05 12,58 12,81 Total Lemak (g) 11,09 9,94 13,77* Karbohidrat (g) 0,41 0,77 1,45* Kalsium/Ca (mg) Besi/Fe (mg) 3,65 1,83 3,85* Magnesium/Mg (mg) * Fosfor/P (mg) Kalium/K (mg) * Natrium/Na (mg) * Seng/Zn (mg) 1,47 1,11 1,41 Tembaga/Cu (mg) 0,062 0,102 0,062 Mangan/Mn (mg) 0,038 0,038 0,038 Selenium/Se (mkg) 0,32 31,7 36,4* Vitamin B6 (mg) 0,143 0,143 0,250* Kolin (mg) 263,4 251,1 263,4 Vitamin B12 (mkg) 1,58 1,29 5,40* Vitamin A (IU) * Vitamin E (mg) 1,08 0,97 1,34* Vitamin K (mkg) 0,3 0,3 0,4* Kolesterol (mg) * Sumber : USDA 2007 Ket * : Kandungan gizi lebih tinggi

8 13 Gambar 4. Telur Bebek (Sumber : Bagian telur bebek yang digunakan dalam memerkaya Artemia adalah bagian kuning telur atau disebut yolk. Kuning telur dipilih karena kandungan protein dan lemak yang terkandung di dalamnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian telur lainnya yaitu putih telur dan telur utuh, sedangkan kandungan karbohidrat yang setara diantara ketiganya (Tabel 4). Tabel 4. Komposisi Telur Bebek Komposisi Telur Bebek Putih Telur Kuning Telur Telur Utuh Air (%) 88,00 47,00 70,60 Protein (%) 11,00 17,00* 13,10 Lemak (%) 0 35,00* 14,30 Karbohidrat (%) 0,80 0,80 0,80 Abu (%) 0,80 1,20 1,00 Sumber : Winarno dan Koswara 2002 Ket * : Komposisi lebih tinggi 2.3 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benih adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu. Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan antara jumlah pakan dan kepadatannya. Kelangsungan hidup organisme budidaya, terutama pada masa larva dan postlarva sangat ditentukan oleh tersedianya makanan, apabila dalam waktu singkat tidak berhasil mendapatkan makanan maka akan mengalami kematian karena kelaparan dan kehabisan tenaga (Effendie 1997).

9 14 Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar nilai persentase menunjukkan makin banyak organisme yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu dalam suatu wadah budidaya (Effendie 2002). Sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi dalam suatu populasi organisme yang dapat menyebabkan turunnya populasi. Musa (1982) menyatakan bahwa padat penebaran memiliki pengaruh terhadap mortalitas, pertumbuhan serta keagresifan mencari makan. Pada tingkat padat penebaran yang tinggi udang tersebut akan lebih agresif mencari makanan. Hadie et al. (1992) menambahkan bahwa semakin tinggi padat penebaran semakin tinggi pula mortalitas dan semakin rendah daya kelangsungan hidupnya. Hal ini diduga karena udang bersifat bentik teritorial dan kanibal karena frekuensi ganti kulit yang cukup tinggi. 2.4 Pertumbuhan Menurut Effendie (2002) pertumbuhan adalah proses perubahan individu atau biomassa pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam sulit dikontrol, meliputi keturunan, jenis kelamin dan umur. Faktor luar antara lain parasit dan penyakit, namun yang utama memengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan. Sedangkan menurut Fujaya (2004) pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan. Meskipun secara umum, faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah zat hara dan suhu lingkungan, akan tetapi, di daerah tropis zat hara lebih penting dibandingkan lingkungan, zat hara yaitu makanan, air, dan oksigen menyediakan bahan mentah bagi pertumbuhan, gen mengatur pengolahan bahan tersebut dan hormon mempercepat pengolahan serta merangsang gen. Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan, sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi, makanan yang penting bagi pertumbuhan adalah protein, karbohidrat,

10 15 lipid, mineral, dan vitamin ditambah air dan oksigen. Pertumbuhan jaringan atau organ, selain dipengaruhi oleh kualitas makanan, juga dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan. Pertumbuhan pada crustacea adalah pertambahan panjang dan berat tubuh yang terjadi secara berkala sesaat setelah pergantian kulit, sehingga adanya pertambahan panjang tubuh. Panjang tubuh tidak akan terjadi tanpa didahului oleh pergantian kulit. Udang mengalami pergantian kulit beberapa kali selama hidupnya sehingga panjang tubuhnya bertambah (Hartnoll 1982). Hadie et al. (2001) menambahkan bahwa pertumbuhan udang berpola tidak kontinyu karena pertumbuhan akan terjadi setelah terjadinya pergantian kulit udang sehingga dibatasi oleh eksoskeleton. Molting adalah proses pergantian cangkang pada udang dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan keadaan ini udang akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium (Wickins dan Lee 2002). Proses ganti kulit pada udang terdiri dari 4 tahapan, yaitu fase intermolt, premolt, molt, dan postmolt (Ruppert dan Barnes 1991), dimana: 1. Fase intermolt akhir ialah fase dimana kondisi tubuh udang berada dalam keadaan normal dan ion kalsium terdapat pada hepatopankreas. 2. Fase premolt yakni fase pengumpulan ion kalsium dalam lambung yang berasal dari jaringan kulit maupun dari lingkungan perairan. Akibat dari pengumpulan ion kalsium ini terbentuk kerikil kapur yang berwarna putih yang disebut dengan gastrolith. Setelah pemisahan kutikel tua dari epidermis dan sekresi kutikel baru, udang galah bersiap melakukan molting dan mencari tempat berlindung. 3. Fase molt yakni fase pelepasan cangkang dan pengangkutan ion kalsium untuk memenuhi jaringan kulit baik dari luar maupun dari dalam tubuh udang. Pada saat molting tubuh membengkak akibat pemasukan air yang diserap melalui insang untuk kemudian dengan cepat keluar dari eksoskeleton lama.

11 16 4. Fase postmolt ialah fase dimana gastrolith yang terbentuk pada lambung diuraikan oleh asam lambung untuk memenuhi kalsium tubuh udang karena telah berkurang setelah digunakan untuk pembentukan eksoskeleton baru. Pada fase ini biasanya udang akan kembali memakan eksoskeleton lama yang telah ditanggalkannya untuk memenuhi kebutuhan kalsium tubuh karena penguraian gastrolith tidak cukup. 5. Fase intermolt awal ialah fase dimana udang akan mengalami pertumbuhan secara numerik dan pengisian material sel. Walaupun eksoskeleton baru sudah terbentuk sempurna akan tetapi sebagian makan akan disimpan untuk molting selanjutnya. 2.5 Rasio Konversi Pakan Rasio konversi pakan menunjukkan pakan yang diperlukan untuk menghasilkan bobot satu kilogram daging ikan. Nilai konversi pemberian pakan berbanding terbalik dengan pertumbuhan bobot ikan, sehingga semakin rendah nilainya, maka semakin baik kualitas pakan dan semakin efisien ikan dalam memanfaatkan pakan yang dikonsumsinya untuk pertumbuhan (Mudjiman 2008). Besar kecilnya nilai konversi pakan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain kondisi lingkungan, cara hidup, biologi dan sifat makan ikan serta besar nutrisi yang terkandung dalam pakan (Aquamedia 2009). Kondisi lingkungan berkaitan dengan kondisi ikan yang akan memengaruhi nafsu makan ikan, semakin baik kondisi lingkungan maka semakin baik nafsu makan ikan dalam mengonsumsi pakan yang diberikan, sebaliknya semakin buruk kondisi lingkungan maka semakin menurun nafsu makan ikan dalam mengonsumsi pakan yang diberikan. Ikan karnivora yang cenderung herbivora akan menunjukkan nilai konversi pakan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan omnivora yang cenderung karnivora apabila diberi pakan yang kandungan nutrisinya lebih dominan berasal dari bahan-bahan protein hewani, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kemampuan dari organ pencernaan masing-masing ikan dalam mencerna makanan dari sumber nutrisi yang berbeda.

12 17 Cara hidup, biologi dan sifat makan ikan juga memengaruhi nilai dari rasio konversi pakan. Faktor lain yang memengaruhi nilai rasio konversi pakan pada ikan adalah besar kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan. Pakan yang memiliki kualitas baik akan memiliki nilai konversi pakan yang rendah. Sebaliknya, pakan yang kualitasnya kurang baik nilai konversinya tinggi (Djarijah 1995). 2.6 Kualitas Air Kualitas air adalah kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya dinyatakan dalam kisaran tertentu (Boyd 1990). Beberapa parameter kualitas air tersebut diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (ph) dan amonia (NH 3 ). Baku mutu kualitas air pada benih udang galah disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Baku Mutu Parameter Kualitas Air Parameter Satuan Kandungan Suhu ( o C) Oksigen Terlarut (mg/l) > 5 Derajat Keasaman 7,0-8,5 Amonia (mg/l) < 0,3 Sumber : New et al Suhu merupakan salah satu kualitas air yang sangat penting bagi hewan air. Suhu sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan pertumbuhan organisme serta memengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi organisme perairan (Mulyanto 1992). Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah gas oksigen dalam mg/l yang terlarut dalam air. Kebutuhan oksigen terlarut memengaruhi laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi 2003).

13 18 Derajat keasaman (ph) adalah suatu konsentrasi dari ion hidrogen dan menunjukkan kualitas air tersebut bersifat asam atau basa. Secara alamiah, ph perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida (CO 2 ) dan senyawa yang bersifat asam (Mulyanto 1992). Amonia (NH 3 ) diperairan merupakan hasil proses dekomposisi bakteri yang menguraikan protein dan keberadaannya akan menjadi toksik bagi organisme akuatik (Kordi 2007).

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila GIFT 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Gift Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila GIFT (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di atas permukaan air dan hidupnya selalu terbawa oleh arus, plankton digunakan sebagai pakan alami

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Lele Sangkuriang Lele Sangkuriang merupakan jenis lele hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus von Martens)

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus von Martens) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Ekologi Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus von Martens) Holthuis (1991) dan Merrich (1993) mengklasifikasikan lobster air tawar capit merah ke dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal (Colossoma macropomum) berasal dari negeri Samba, Brazil. Di Negara asalnya ikan ini disebut Tambaqui. Di Amerika dan Inggris

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu (Penaeus monodon) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke dalam Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Udang vannamei memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum: Vertebrata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah, baik berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA

MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA MOLTING PADA HEWAN CRUSTACEA Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan Crustacea : udang, kepiting, lobster, dll. dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Udang Galah

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Udang Galah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Udang Galah Sebagian besar udang air tawar termasuk dalam famili Palaemonidae dan genus Macrobrachium yang merupakan genus paling banyak jenisnya. Udang galah merupakan salah satu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Koi 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi merupakan pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan ciri yang dimilikinya. Klasifikasi adalah lanjutan dari identifikasi. Nenek moyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota Ojiya, Provinsi Niigata. Nenek moyangnya adalah ikan mas yang biasa disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang 1 I. PENDAHULUAN Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting serta banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Ikan gurami banyak

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tata Letak Wadah Penelitian

Lampiran 1. Tata Letak Wadah Penelitian Lampiran 1. Tata Letak Wadah Penelitian Keterangan : A = Artemia sp. 100% dan kuning telur bebek 0% (kontrol) B = Artemia sp. 75% dan kuning telur bebek 25% C = Artemia sp. 50% dan kuning telur bebek 50%

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan merupakan hewan yang hidup di air, baik air laut, air payau atau air tawar. Ikan juga merupakan bahan makanan yang banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar

I. PENDAHULUAN. Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar I. PENDAHULUAN A. Lata Belakang Gurami merupakan jenis ikan air tawar atau payau dan hidup di dasar perairan tropis dengan kedalaman mencapai 10 m. Menurut Sitanggang (2006), penyebaran ikan gurami berada

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo ( Clarias gariepinus). Lele dumbo merupakan hasil persilangan antara lele asli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi C. macropomum Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, sub filum Craniata, kelas Pisces seperti ikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kegiatan budidaya perikanan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini ditunjang dengan menerapkan sistem budidaya ikan yang baik pada berbagai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu jenis udang

I. PENDAHULUAN. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu jenis udang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu jenis udang yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan negara lain seperti: Australia, Amerika dan Inggris.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daphnia sp 2.1.1 Klasifikasi Daphnia sp. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey 2009). Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci