STUDI KOMPARASI PEMETAAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN MELALUI CITRA LANDSAT DAN CITRA QUICKBIRD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KOMPARASI PEMETAAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN MELALUI CITRA LANDSAT DAN CITRA QUICKBIRD"

Transkripsi

1 STUDI KOMPARASI PEMETAAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN MELALUI CITRA LANDSAT DAN CITRA QUICKBIRD Studi Kasus: Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, Bogor BAMBANG ADE WAHYUDI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 SUMMARY BAMBANG ADE WAHYUDI. Comparison Study The Mapping of Land Use/Land Cover through Landsat Image and Quickbird Image. Case Study: Subdrainage Area Riverbasin (DAS) Ciliwung Hulu, Bogor. Under supervision of Khursatul Munibah and Komarsa Gandasasmita. As the knowledge and technology develop, the satellite image also starts gaining its popularity as the component of remote sensing data. The Landsat image has eight spectral channels with spatial resolution 15 m (panchromatic) and 30 m (multispectral). The Quickbird image, a high-resolution image, has spatial resolution 0,6 m (panchromatic) and 2,4 m (multispectral). The difference of spatial resolution causes the difference of land use/land cover information among these two images. The purposes of this research are as follows: a) comparing the appearance of objects in the image of Quickbird panchromatic, multispectral, and fusion, b) comparing the results of mapping land use/land cover from Landsat and Quickbird image fusion, c) analyze the accuracy of geometric objects in the Quickbird image fusion with the condition in the field. This research comprises three stages, namely: preparation, data collection, and data analysis. The preparation stage includes the Landsat image downloading and the provision of revised Quickbird image with RBI map. Then, the data collection stage is divided into primary data collection (check field and the measurement object) and secondary data collection (RBI maps and map the study area boundary). Lastly, the data analysis stage consists of: object identification on the Quickbird image fusion, visual interpretation of the land use/land cover based on Landsat image and Quickbird image, conscientiousness test of the interpretation outcome, comparison of the polygon number and width of land use/land cover respectively, consistency of the land use/land cover type, and regression analysis of the object measurement between the Quickbird image and on-field measurement. The object interpretation and identification on the Quickbird image can be conducted more easily on the fusion image compared to the panchromatic image and multispectral image. The land use/land cover interpreted from the Landsat image and Quickbird image respectively consists of 8 and 12 classifications. The overall accuracy value and kappa value from Quickbird image are 91% and 0,89 respectively. The dominant land use/land cover from Landsat image is housing (23,75%), while the dominant one from Quickbird image is compound plantation (26,55%). The types of land use/land cover obtained from the Landsat image and Quickbird image that possesses high consistency are forest and tea garden, while the low ones comprise housing and water body. On the level of classification detail, the Quickbird image has 4 levels of classification, while the Landsat image only has one level of classification. The object measurement on the Quickbird image and on-field measurement show a fairly close relation, with R² = 0,983. Proposition for further research is the necessity of succeeding research on by adding satellite imagery that has a medium spatial resolution such as: CARTOSAT-1, FORMOSAT-2, RapidEye, SPOT-5, ALOS, and others.

3 RINGKASAN BAMBANG ADE WAHYUDI. Studi Komparasi Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Landsat dan Citra Quickbird. Studi kasus: Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, Bogor. Di bawah bimbingan Khursatul Munibah dan Komarsa Gandasasmita. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, citra satelit mulai marak digunakan sebagai komponen data penginderaan jauh. Citra Landsat memiliki delapan saluran spektral tampak dengan resolusi spasial 15 m (pankromatik) dan 30 m (multispektral). Citra Quickbird merupakan citra beresolusi tinggi yang memiliki resolusi spasial 0,6 m (pankromatik) dan 2,4 m (multispektral). Perbedaan resolusi spasial ini mengakibatkan perbedaaan informasi penggunaan/penutupan lahan antara kedua citra. Tujuan dari penelitian ini adalah : a) membandingkan kenampakan objek di citra Quickbird pankromatik, multispektral, dan fusi, b) membandingkan hasil pemetaan penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan fusi citra Quickbird, c) menganalisis ketelitian geometrik objek di fusi citra Quickbird dengan kondisi di lapang. Penelitian terbagi dalam tiga tahap yaitu : persiapan, pengumpulan data, dan analisis data. Tahap persiapan meliputi pengunduhan citra Landsat dan penyediaan citra Quickbird yang telah terkoreksi dengan peta RBI. Tahap pengumpulan data terbagi menjadi pengumpulan data primer (pengecekan lapang dan pengukuran objek) serta pengumpulan data sekunder (peta RBI dan peta batas daerah penelitian). Tahap analisis data yang dilakukan meliputi: identifikasi objek pada fusi citra Quickbird, interpretasi visual penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan citra Quickbird, uji ketelitian hasil interpretasi, perbandingan jumlah poligon dan luas masing-masing penggunaan/penutupan lahan, konsistensi tipe penggunaan/penutupan lahan, serta analisis regresi pengukuran objek pada citra Quickbird dengan pengukuran objek di lapang. Identifikasi dan interpretasi objek pada citra Quickbird lebih mudah dilakukan pada citra fusi dibandingkan dengan citra pankromatik dan citra multispektral. Tipe penggunaan/penutupan lahan yang diinterpretasi dari citra Landsat dan citra Quickbird berjumlah masing-masing 8 dan 12 klasifikasi. Nilai overall accuracy dan nilai kappa dari citra Quickbird masing-masing sebesar 91% dan 0,89. Penggunaan/penutupan lahan yang dominan dari citra Landsat adalah pemukiman (23,75%), sedangkan dari citra Quickbird adalah kebun campuran (26,55%). Tipe penggunaan/penutupan lahan yang diperoleh dari citra Landsat dan citra Quickbird yang memiliki konsistensi tinggi adalah hutan dan kebun teh, sedangkan yang rendah adalah pemukiman dan badan air. Pada tingkat kedetailan klasifikasi, citra Quickbird memiliki 4 tingkat klasifikasi, sedangkan pada citra Landsat hanya memiliki 1 tingkat klasifikasi saja. Hubungan antara pengukuran objek pada citra Quickbird dengan di lapang cukup erat yang ditunjukkan dengan nilai R² = 0,983. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlunya penelitian lanjutan dengan menambah citra satelit yang memiliki resolusi spasial menengah seperti: CARTOSAT-1, FORMOSAT-2, RapidEye, SPOT-5, ALOS, dan lain-lain.

4 STUDI KOMPARASI PEMETAAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN MELALUI CITRA LANDSAT DAN CITRA QUICKBIRD Studi Kasus: Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, Bogor Bambang Ade Wahyudi A Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Studi Komparasi Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan melalui Citra Landsat dan Citra Quickbird. Studi Kasus: Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, Bogor Nama Mahasiswa : Bambang Ade Wahyudi Nomor Pokok : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II (Dr. Khursatul Munibah, M.Sc) (Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc) NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen (Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tanggal 20 Januari Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak H. Agustami St. Batuah dan Ibu Dra. Hj. Anita Djabar. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1999 di SDN 11 Cimpago Guguak Bulek, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi. Kemudian pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 5 Bukittinggi. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Bukittinggi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama (2005), penulis diterima di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2006 diterima di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis pernah aktif dalam Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara pada periode dan pernah juga mengikuti kegiatan mahasiswa lain seperti panitia dalam kegiatan Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun 2007, serta sebagai panitia dalam Semiloka Nasional Geomatika-SAR Nasional tahun Selain itu, penulis pernah menjadi asisten pratikum Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra ( ), asisten pratikum Geomorfologi dan Analisis Lanskap ( ), dan asisten pratikum Sistem Informasi Geografi ( ).

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi. Skripsi yang berjudul Studi Komparasi Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan melalui Citra Landsat dan Citra Quickbird. Studi Kasus: Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, Bogor ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi. 4. Dr. Ir. Iskandar selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 5. Kedua orang tuaku, Ayahanda H. Agustami St. Batuah dan Ibunda Dra. Hj. Anita Djabar, atas kasih sayang dan kesabarannya, semoga Allah S.W.T membalas semua pengorbanan mereka. 6. Kakak-kakakku tercinta: Besty Ineke, Dodi Kurniawan, Ismed Gusno, Khairi Yanti, dan abangku tersayang Alm. Khairi Yanto, untuk dorongan semangatnya selama ini. 7. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. 8. Rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial (Ikhsan, Tyo, Yudi, Poppy, Ivong, Atha, Yanti, Icong,

8 dan Luluk) serta staf Laboratorium Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial (Mas Manijo, Mbak Reni, Mbak Agi, dan Mbak Nurul) atas dukungan dan bantuan selama ini. 9. Teman-teman komunitas Bujangers (Ali, Andre, Anter, Awank, Bobby, Carlos, Daniel, Ganda, Geges, Idan, dan Jire) atas segala bantuan, dukungan, dan canda tawa selama ini. 10. Bang Suraj, Ridho, Decil, Umbara, Hadi, Sendy, Rahardian, dan Linda atas bantuan dan dukungan selama ini. 11. Teman-teman kosan Pondok AA (Da Roni, Novel, Aat, Aan, Huda, Ibal, Isan, Luther, Wido, Bowo, Rizky, Anjar, Bedur), dan Wisma Alma (Mas Erwin, Aziz, Rey, Dendi, Janu, Ajoy, Mas Bilal) atas bantuan dan dukungan selama ini. 12. Dukungan dan bantuan dari teman-teman Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (ITSL) serta pihak-pihak yang tidak dapat disebut satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada skripsi ini. Namun, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jauh Citra Landsat Citra Quickbird Fusi Citra Penggunaan/penutupan lahan Aplikasi Citra Landsat untuk Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan Aplikasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan Akurasi Hasil Interpretasi Citra Regresi Linier Sederhana III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Identifikasi Kenampakan Objek pada Fusi Citra Quickbird Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan dari Citra Landsat dan Citra Quickbird Uji Ketelitian Interpretasi Perbandingan Jumlah Poligon dan Luas Masing-Masing Penggunaan/Penutupan Lahan Konsistensi Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan... 16

10 Tingkat Kedetailan Penggunaan/Penutupan Lahan Analisis Regresi Pengukuran Objek pada Citra Quickbird dengan Pengukuran Objek di Lapang IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Fusi pada Citra Quickbird Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan pada Citra Landsat dan Citra Quickbird Akurasi Hasil Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Citra Quickbird Perbandingan Keluaran (Output) dari Interpretasi melalui Citra Landsat dan Citra Quickbird Luas dan Jumlah Poligon dari Masing-Masing Penggunaan/Penutupan Lahan dari Citra Landsat dan Citra Quickbird Konsistensi Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan yang Bersumber dari Citra Landsat dan Citra Quickbird Tingkat Kedetailan Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Citra Landsat dan Citra Quickbird Hubungan antara Pengukuran Objek pada Citra Quickbird dengan Pengukuran Lapang V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...51 LAMPIRAN...53

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Spesifikasi Satelit Landsat Karakteristik Band Citra Landsat Karakteristik Citra Quickbird Spesifikasi satelit Quickbird Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian Alat dan Perangkat Lunak yang Digunakan dalam Penelitian Tingkat konsistensi tipe penggunaan/penutupan lahan Sistem Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan untuk digunakan dengan Data Penginderaan Jauh Tabel kenampakan objek pada citra pankromatik, citra multispektral, dan citra fusi Persentase kenampakan pada citra pankromatik, citra multispektral, dan citra fusi Nilai overall accuracy dari citra Quickbird Nilai kappa dari citra Quickbird Perbandingan jumlah kelas dan luas masing-masing penggunaan/penutupan lahan Jumlah dan persentase poligon pada citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi hutan yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi kebun campuran yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi kebun teh yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi tegalan yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi sawah yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi pemukiman yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi badan air yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird 40

12 22.Konsistensi tanah kosong yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi tipe penggunaan/penutupan lahan yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird Pembagian Level Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Hasil pengukuran objek pada citra Quickbird dan pengukuran lapang 48

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Satelit Landsat Satelit Quickbird Peta Lokasi Penelitian Diagram Alir Penelitian Sistematik Pengambilan Sampel pada Penggunaan/Penutupan Lahan Kebun Campuran Kenampakan Objek Citra Quickbird pada Citra Pankromatik, Citra Multispektral, dan Citra Fusi Contoh Kenampakan Objek Pada Citra Landsat, Quickbird, dan Lapang Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu (Landsat) Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu (Quickbird) Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Level 1 (Landsat) Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Level 1 (Quickbird) Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Level 2 (Quickbird) Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Level 3 (Quickbird) Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Level 4 (Quickbird) Grafik analisis regresi linier sederhana antara pengukuran objek pada citra dengan pengukuran objek di lapang..49

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Teks 1. Tabel Uji Lapang Data Statistik Pengukuran Objek Pada Citra dan Lapang... 57

15 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, citra satelit mulai banyak dimanfaatkan dalam berbagai ilmu. Pada tahun 1972, Earth Resources Technology Satellite (ERTS-A) dari Amerika Serikat yang kemudian disebut Landsat 1 merupakan satelit penginderaan jauh pertama. Satelit ini memiliki resolusi spasial 80 m dan memiliki empat saluran Red Green Blue (RGB) dan saluran inframerah dekat. Generasi satelit Landsat berikutnya mengalami peningkatan dalam hal resolusi spasial dan resolusi spektral. Pada tahun 1999, muncul satelit baru yaitu Landsat 7 yang memiliki 8 saluran spektral dan resolusi spasial 15 m untuk citra pankromatik dan 30 m untuk citra multispektral. Saat ini telah banyak satelit baru yang diluncurkan diantaranya adalah ALOS, IKONOS, Quickbird, OrbView, dan lain-lain yang memiliki resolusi spasial yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Citra Landsat telah dimanfaatkan oleh pemerintah, swasta, industri, sipil, dan pendidikan di seluruh dunia. Citra ini digunakan untuk mendukung berbagai bidang dalam aplikasi seperti: penelitian perubahan iklim global, pertanian, kehutanan, geologi, manajemen sumberdaya, geografi, pemetaan, hidrologi, dan oseanografi. Pemetaan penggunaan/penutupan lahan dengan citra Landsat mampu menyediakan informasi kenampakan objek dan kegiatan manusia di permukaan bumi. Quickbird adalah satelit penginderaan jauh komersial milik perusahaan Amerika Serikat, DigitalGlobe, yang menyediakan produk citra beresolusi tinggi. Diluncurkan pada tahun 2001, produk ini terdiri dari sensor pankromatik dan sensor multispektral. Kedua sensor tersebut menghasilkan citra yang memiliki resolusi spasial berbeda yaitu 0,61 m untuk citra pankromatik dan 2,44 m untuk citra multispektral. Pada resolusi ini, detail bangunan dan infrastruktur lainnya terlihat jelas. Munculnya citra Quickbird ini tentunya memberi harapan bagi praktisi di bidang planologi, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan lain-lain yang

16 2 memerlukan data akurat. Dengan kemampuan citra Quickbird menyajikan data spasial hingga ketelitian 0,61 m, lokasi pemukiman dapat diidentifikasi per individu bangunan. Jalan raya dan sungai pun dapat diidentifikasi sebagai poligon. Pemetaan penggunaan/penutupan lahan dengan citra Quickbird mampu menyediakan informasi kenampakan objek dan kegiatan manusia di permukaan bumi secara detail. Khusus untuk citra Quickbird, penggunaan salah satu citra baik citra pankromatik maupun citra multispektral terkadang belum cukup untuk mendapatkan output yang diinginkan karena adanya keterbatasan resolusi spektral dan resolusi spasial (Nisak, 2010). Oleh karena itu, fusi citra perlu dilakukan untuk mendapatkan gambar citra yang diinginkan yakni memiliki resolusi spasial tinggi dan kombinasi Red Green Blue (RGB). Teknik fusi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah Color Normalized (Brovey). Teknik ini berfungsi untuk menajamkan gambar dengan menggunakan kombinasi matematis dari citra multispektral dan citra pankromatik (Vrabel, 1996). Untuk mengetahui sejauh mana citra satelit mampu menyajikan informasi penggunaan/penutupan lahan suatu wilayah, perlu dilakukan penelitian perbandingan. Penelitian ini membandingkan citra Landsat dan citra Quickbird. Studi komparasi pemetaan penggunaan/penutupan lahan melalui citra Landsat dan citra Quickbird diharapkan mampu menjawab perbedaan informasi penggunaan/penutupan lahan tersebut Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membandingkan kenampakan objek di citra Quickbird pankromatik, multispektral, dan fusi. 2. Membandingkan hasil pemetaan penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan fusi citra Quickbird. 3. Menganalisis ketelitian geometrik objek di fusi citra Quickbird dengan kondisi di lapang.

17 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1999). Defenisi yang lain juga dikemukakan oleh Konecny (2003) yang mana penginderaan jauh adalah metode untuk memperoleh informasi dari objek yang jauh tanpa adanya kontak langsung. Dalam aplikasinya, teknologi penginderaan jauh menggunakan energi elektromagnetik seperti gelombang radio, cahaya, dan panas sebagai sarana untuk mendeteksi dan mengukur karakteristik objek atau target (Ho, 2009) Citra Landsat Landsat 1 adalah satelit pengamatan bumi pertama kali di dunia (EOS), yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun Satelit ini memiliki kemampuan untuk mengamati bumi jauh dari ruang angkasa, dan merupakan salah satu perangkat terbaik dalam penginderaan jauh. Setelah Landsat 1, Landsat 2, 3, 4, 5, dan 7 diluncurkan, Landsat 7 saat ini dioperasikan sebagai satelit utama. Gambar 1. Satelit Landsat

18 4 Landsat 5 dilengkapi dengan multispectral scanner (MSS) dan thematic mapper (TM). MSS adalah sensor optik yang didesain untuk mengamati radiasi matahari yang dipantulkan dari permukaan bumi dalam empat band spektral yang berbeda, dengan menggunakan kombinasi dari sistem optik dan sensor. TM adalah peralatan observasi canggih yang digunakan dalam MSS. Peralatan ini mengamati permukaan bumi di tujuh band spektral yang berkisar dari sinar tampak hingga inframerah termal. Landsat 7 telah berhasil diluncurkan dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenburg pada tanggal 15 April Satelit ini dilengkapi dengan instrumen Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+), penerus TM. Jumlah band dari Landsat 7 sama dengan Landsat 5 sebanyak tujuh band, tetapi pada Landsat 7 ditambahkan band 8 yaitu band pankromatik dengan resolusi 15 m. Data Landsat telah digunakan oleh pemerintah, masyarakat komersial, industri, sipil, dan pendidikan di seluruh dunia. Data tersebut mendukung berbagai berbagai aplikasi dalam bidang-bidang seperti penelitian perubahan iklim global, pertanian, kehutanan, geologi, manajemen sumberdaya, geografi, pemetaan, hidrologi, dan oseanografi. Citra Landsat dapat digunakan dalam pemetaan perubahan antropogenik dan alamiah di bumi selama periode beberapa bulan sampai dua dekade. Jenis perubahan yang dapat diidentifikasi meliputi pembangunan pertanian, penggundulan hutan, bencana alam, urbanisasi, dan pengembangan dan degradasi sumber daya air ( diakses 13 Oktober 2011). Spesifikasi satelit dan karakteristik band citra Landsat 7 disajikan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Spesifikasi Satelit Landsat 7 Tanggal diluncurkan 15 April 1999, di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California Resolusi Spasial 30 meter Orbit 705 +/- 5 km (di atas khatulistiwa) sun-synchronous Kecondongan Orbit 98,2 +/- 0,15 Periode Orbit 98.9 menit Resolusi Temporal 16 hari (233 orbit) Resolusi 15 hingga 90 meter Sumber: diakses 13 Oktober 2011

19 5 Tabel 2. Karakteristik Band Citra Landsat 7 Band Rentang Resolusi Spektral (µ) Spasial (m) Keterangan 1 0,450-0, Didesain untuk menembus badan air, (biru-hijau) membedaan tanah dan vegetasi, serta memetakan tipe hutan (berganti daun/daun jarum) 2 0,525-0, Cocok untuk mengukur nilai reflektan (hijau) hijau tertinggi pada vegetasi. Direkomendasikan untuk membedakan vegetasi dan vigor tanaman 3 0,630-0, Band ini dioperasikan untuk mengukur (merah) daerah absorpsi klorofil. Baik untuk mendeteksi jalan, tanah kosong, dan tipe vegetasi 4 0,775-0, Band ini digunakan untuk mengestimasi (inframerah dekat) biomassa. Walaupun band ini bisa memisahkan badan air dari vegetasi dan membedakan kelembaban tanah, tetapi tidak efektif untuk identifikasi jalan pada TM3 5 1,550-1, Band 5 dipertimbangkan sebagai band (inframerah menengah) tunggal terbaik dari semua band. Band ini bisa membedakan jalan, tanah kosong, dan air. Band ini juga mendukung kontras yang baik dalam membedakan tipe vegetasi dan paling baik dalam menembus kabut dan atmosfir 6 10,40-12,50 60 Band ini merespon radiasi termal yang (inframerah termal) diemisikan oleh target. Radiasi termal erat hubungannya dengan kelembaban tanah dan temperatur vegetasi baik untuk mengukur stress tanaman akibat panas dan pemetaan termal 7 2,090-2,35 30 Band ini baik dalam membedakan tipe (inframerah menengah) batuan dan mineral serta untuk interpretasi tutupan vegetasi dan kelembaban tanah 8 0,520-0, Band ini diperuntukan untuk mempertinggi (pankromatik) resolusi dan meningkatkan kemampuan deteksi Sumber: diakses 13 Oktober Citra Quickbird Quickbird adalah satelit resolusi tinggi dan dioperasikan oleh DigitalGlobe. Menggunakan sensor BGIS 2000, Quickbird mengumpulkan data citra dengan detail tingkat resolusi piksel sebesar 0,61 m. Satelit ini merupakan sumber data lingkungan yang berguna untuk analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan iklim hutan.

20 6 Gambar 2. Satelit Quickbird Kemampuan pencitraan Quickbird juga dapat diterapkan pada sejumlah industri, termasuk eksplorasi dan produksi minyak dan gas, rekayasa dan konstruksi, serta studi lingkungan ( diakses 13 Oktober 2011). Karakteristik citra dan spesifikasi satelit Quickbird disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Karakteristik Citra Quickbird Pankromatik: 61 cm (nadir) sampai 72 cm (25 off-nadir) Resolusi Multispektral: 2,44 m (nadir) sampai 2,88 m (25 off-nadir) Pankromatik: nm Biru: nm Band Citra Hijau: nm Merah: nm Inframerah Dekat: nm Tabel 4. Spesifikasi satelit Quickbird Pankromatik: 61 cm (nadir) sampai 72 cm (25 off-nadir) Resolusi Multispektral: 2,44 m (nadir) sampai 2,88 m (25 off-nadir) Pankromatik: nm Biru: nm Band Citra Hijau: nm Merah: nm Inframerah Dekat: nm

21 Fusi Citra Fusi citra adalah proses dimana dua atau lebih gambar digabungkan menjadi satu gambar dengan mempertahankan fitur penting dari masing-masing gambar asli (Hill et al, 2002). Sedangkan menurut Liu dan Mason (2009), fusi citra adalah perpaduan citra komposit warna yang memiliki resolusi spasial lebih rendah dengan citra pankromatik yang memiliki resolusi lebih tinggi sehingga menghasilkan citra komposit warna beresolusi tinggi. Tujuan utama untuk fusi citra adalah untuk mengingkatkan kualitas informasi yang terkandung pada gambar output dalam proses yang dikenal sebagai sinergi. Sebuah studi dilakukan oleh Michell (2010) tentang teknik fusi citra dan aplikasi yang ada menunjukkan bahwa fusi citra dapat memberikan kita dengan gambar output dengan peningkatan kualitas. Dalam hal ini, manfaat dari fusi citra meliputi: 1. Memperluas jangkauan operasi 2. Memperpanjang cakupan spasial dan temporal 3. Mengurangi ketidakpastian 4. Meningkatkan kehandalan 5. Menguatkan kinerja sistem 6. Kompak dalam penyajian informasi Ada tiga macam teknik yang digunakan untuk fusi citra yaitu: penggantian intensitas (melalui transformasi RGB-HIS), transformasi Brovey, dan SFIM Penggunaan/penutupan lahan Penggunaan lahan dan penutupan lahan memiliki defenisi yang berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1999), istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Konecny (2003) menyatakan bahwa penutupan lahan menggambarkan penampilan fisik dari permukaan bumi. Sementara itu, penggunaan lahan diartikan sebagai kategori lahan yang berhubungan dengan hak penggunaan tanah tersebut secara ekonomi.

22 Aplikasi Citra Landsat untuk Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan Parwati et al, (2004) menggunakan citra Landsat 7 ETM dengan resolusi spasial 30 x 30 m untuk memetakan penutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan secara digital. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah metode supervised. Langkah awal adalah membentuk training sample tersebut secara statistik. Dengan bantuan training sample tersebut dilakukan proses klasifikasi secara digital, dimana objek dengan nilai statistik terdekat dikelompokkan menjadi kelas sesuai dengan kelas training sample yang diambil. Dalam penelitian Lisnawati dan Wibowo (2007), jenis penutupan lahan yang diidentifikasi dari citra Landsat dijadikan dasar untuk menginterpretasi jenis penggunaan lahan pada masing-masing penutupan lahan tersebut. Hasil penetapan jenis penggunaan lahan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan. Proses interpretasi jenis penutupan lahan didasarkan pada kondisi lapangan yang diperoleh dari pengecekan lapang Aplikasi Citra Quickbird untuk Pemetaan Penggunaan/Penutupan Lahan Venus (2008) mengklasifikasikan penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, dengan menggunakan citra Quickbird. Kecamatan Rumpin memiliki 19 kelas tipe penutupan lahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan klasifikasi secara kualitatif (interpretasi visual) yaitu awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman, industri/kantor/sekolah, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, hutan, jalan, dan tanah rusak. Tetapi berdasarkan analisis secara kuantitatif (digital), Kecamatan Rumpin memiliki 10 tipe kelas penutupan lahan yaitu badan air, sawah, pemukiman, vegetasi lebat, kebun campuran, perkebunan, lahan terbuka, padang rumput, awan, dan bayangan awan. Martono (2009) mengidentifikasi sebaran dan luas tata guna lahan dan jaringan jalan setiap Rukun Wilayah (RW) di Desa Cibatok, Bogor, menggunakan data penginderaan jauh Quickbird dan mengkaji keanekaragamannya berdasarkan perhitungan nilai Entropy. Perhitungan nilai Entropy dilakukan untuk dua jenis

23 9 fenomena yaitu penggunaan lahan dan jaringan jalan setiap RW. Semakin banyak jumlah peluang penggunaan lahan dan jaringan jalan dan semakin rata sebaran luas atau jenis pemanfaatannya, nilai Entropy semakin besar Akurasi Hasil Interpretasi Citra Kebutuhan untuk menilai akurasi dari peta yang dihasilkan dari data penginderaan jauh, telah menjadi universal dan diakui sebagai komponen proyek yang tidak terpisahkan (Congalton, 2000). Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar proyek membutuhkan tingkat akurasi tertentu yang dicapai untuk proyek dan peta yang dianggap akan sukses. Dengan mempekerjakan data penginderaan jauh sebagai lapisan aplikasi luas dari sistem informasi geografis (SIG), kebutuhan untuk penilaian semacam itu telah menjadi penting bahkan lebih kritis. Ada sejumlah alasan mengapa penilaian ini sangat penting, termasuk: Kebutuhan untuk melakukan evaluasi diri dan belajar dari kesalahan Anda Kemampuan untuk membandingkan metode / algoritma / analis kuantitatif Keinginan untuk menggunakan peta yang dihasilkan / informasi spasial dalam beberapa proses pengambilan keputusan Martono (2008) berkesimpulan bahwa penggunaan metode analisis digital citra satelit Hybrid (Supervised) Classification untuk mendeteksi penyebaran lahan sawah dan penggunaan/penutupan lahan telah menghasilkan tingkat ketelitian (accuracy) analisis yang tertinggi karena dalam analisis dan klasifikasi citra tersebut telah mempertimbangkan masukan keterpisahan nilai spektral dan data informasi lapangan (hybrid classification). Informasi baku tentang tingkat ketelitian/kebenaran hasil analisis data digital ini sangat penting dan berguna bagi pemanfaatan data dan aplikasi bagi pengguna. Menurut Wibowo (2010), ketelitian klasifikasi adalah ketepatan dan keakuratan peta dalam pendeteksian dan pengidentifikasian suatu objek. Perhitungan ketelitian klasifikasi peta tutupan lahan dilakukan dengan menghitung nilai kappa dari matriks konfusi dengan menggunakan data inspeksi lapangan (ground truth) sebagai referensi validasi. Adapun perancangan matriks konfusi adalah dengan cara membuat tabulasi silang (crosstab) antara data hasil

24 10 interpretasi (data peta tutupan lahan) dengan data sebenarnya (data inspeksi lapangan. Nilai kappa adalah tingkat ketelitian dari suatu klasifikasi Regresi Linier Sederhana Analisis regresi merupakan salah satu uji statistika yang memiliki dua jenis pilihan model yaitu linear dan non linear. Model linear memiliki dua sifat yaitu regresi sederhana dan regresi berganda dengan kurva yang dihasilkan membentuk garis lurus, sedangkan untuk model non linear dalam parameternya bersifat kuadratik dan kubik dengan kurva yang dihasilkan membentuk garis lengkung (Yusnandar,2004). Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih (Draper & Smith, 1992). Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu: Variabel respon disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan Y Variabel prediktor disebut juga variabel independent yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X

25 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2010 sampai dengan Bulan Mei Pengolahan data dan citra dilakukan di Laboratorium Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing disajikan pada Tabel 5 dan 6.

26 12 Tabel 5. Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian No. Data Sumber Fungsi 1 Citra Landsat tahun Data primer 2 Citra Quickbird tahun 2006 Data primer Peta Rupa Bumi (RBI) skala 3 1: lembar Ciawi ( ) dan lembar Cisarua ( ) BAKOSURTANAL Data sekunder 4 Peta batas daerah penelitian Janudianto, 2004 Data sekunder 5 Peta penggunaan/penutupan lahan Janudianto, 2004 Data sekunder Tabel 6. Alat dan Perangkat Lunak yang Digunakan dalam Penelitian No. Alat dan perangkat lunak Fungsi 1 ArcView 3.3 dan ArcGIS 9.3 Analisis data spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Analisis citra (Fusi dan Mosaik) 2 ENVI 4.4, ErMapper 6.4, dan ERDAS IMAGINE Frame and Fill IDL 7.0 Menghilangkan stripping pada citra Landsat ETM+ 4 Microsoft Excel Editing data atribut dan analisis statistik 5 Global PositioningSystem (GPS) Menentukan titik plot objek survei lapang 6 Meteran/pita ukur Mengukur panjang dan lebar objek 3.3. Metode Penelitian Metode penelitian terbagi dalam tiga tahap yaitu persiapan, pengumpulan data, dan analisis data. Tahap persiapan meliputi pengunduhan citra Landsat dan penyediaan citra Quickbird yang telah terkoreksi dengan peta RBI. Matching dilakukan untuk menyamakan batas wilayah antara kedua citra. Pengumpulan data terbagi menjadi pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Tahap pengumpulan data primer meliputi pengecekan lapang dan pengukuran objek. Pengecekan lapang bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi dan menambah informasi yang tidak dapat diperoleh dari citra. Pengukuran objek dilakukan pada objek yang nampak jelas pada citra. Adapun objek-objek di lapangan tersebut adalah panjang jalan, lebar jalan, panjang jembatan, dan lebar jembatan. Sedangkan, pengumpulan data sekunder meliputi peta RBI daerah penelitian (lembar Cisarua dan Ciawi) serta peta batas wilayah penelitian dari penelitian sebelumnya (Janudianto, 2004). Metode penelitian digambarkan pada Gambar 4.

27 13 Citra Landsat terkoreksi Citra Quickbird terkoreksi Matching Interpretasi penggunaan/ penutupan lahan Fusi Brovey Peta penggunaan/ penutupan lahan sementara (Landsat) Peta penggunaan/ penutupan lahan sementara (Quickbird) Pengukuran objek Pengecekan lapang Peta penggunaan/ penutupan lahan akhir (Landsat) Peta penggunaan/ penutupan lahan akhir (Quickbird) Overlay Analisis penggunaan/ penutupan lahan pada citra Landsat dan citra Quickbird Perhitungan overall accuracy dan nilai Kappa Analisis regresi pengukuran objek pada citra Quickbird dengan pengukuran objek di lapang Gambar 4. Diagram Alir Penelitian Identifikasi Kenampakan Objek pada Fusi Citra Quickbird Fusi citra Quickbird antara pankromatik dan multispektral dilakukan dengan teknik Brovey. Fusi citra ini bertujuan untuk menghasilkan citra gabungan yang memiliki kombinasi Red Green Blue (RGB) beresolusi spasial tinggi. Dalam penelitian ini, fusi citra hanya dilakukan pada citra Quickbird karena ketersediaan data yang ada. Adapun rumus Brovey yang digunakan adalah: Sumber: diakses 25 November 2011

28 Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan dari Citra Landsat dan Citra Quickbird Interpretasi visual penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan citra Quickbird dilakukan dengan pendekatan unsur-unsur interpretasi (Lillesand & Kiefer, 1999), yaitu: 1. Bentuk; adalah konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk beberapa objek demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya berdasarkan kriteria ini. 2. Ukuran; objek pada foto udara harus dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto. 3. Pola; adalah hubungan susunan spasial objek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak objek alamiah maupun bangunan, dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsir untuk mengenali objek tersebut. 4. Bayangan; penting bagi penafsir dalam dua hal bertentangan, yaitu: (a) bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran profil suatu objek (dapat membantu interpretasi), dan (b) objek dibawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto (menghalangi interpretasi). 5. Rona; adalah warna atau kecerahan relatif objek pada foto. Tanpa perbedaan rona, bentuk, pola, dan tekstur, suatu objek tidak dapat diamati. 6. Tekstur; adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan rona. 7. Situs; atau lokasi objek dalam hubungannya dengan objek yang lain, dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu objek. Hasil dari interpretasi tersebut menghasilkan peta penggunaan/penutupan lahan citra Landsat dan peta penggunaan/penutupan lahan citra Quickbird yang berbeda tingkat kedetilannya. Hasil dari interpretasi ini didukung dengan data pengecekan lapang.

29 Uji Ketelitian Interpretasi Uji ketelitian hasil interpretasi dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi dari citra Quickbird dengan kondisi di lapang. Pengecekan lapang diperlukan untuk menghitung nilai overall accuracy dan nilai kappa dari interpretasi citra Quickbird. Tujuan dari menghitung nilai overall accuracy dan nilai kappa adalah untuk menguji kualitas klasifikasi. Rumus dari overall accuracy adalah: keterangan: O = nilai overall accuracy A = total ketepatan klasifikasi B = jumlah klasifikasi (1986) adalah: Adapun rumus untuk menghitung nilai kappa menurut persamaan Jensen keterangan: N = jumlah data pengamatan = total kolom ke ii = total perkalian jumlah baris dengan jumlah kolom

30 Perbandingan Jumlah Poligon dan Luas Masing-Masing Penggunaan/Penutupan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi visual yang didukung dengan pengecekan lapang diperoleh perbedaan jumlah poligon dan luas dari masing-masing penggunaan/penutupan lahan yang bersumber dari citra Landsat dan citra Quickbird. Jumlah poligon dapat menggambarkan kedetailan hasil interpretasi pada citra Landsat dan citra Quickbird, sedangkan luas dapat memberikan dominansi informasi tipe penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan citra Quickbird Konsistensi Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan Konsistensi ini bertujuan untuk mengetahui kekonsistenan tipe penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan citra Quickbird pada suatu lokasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sistematik pada setiap tipe penggunaan/penutupan lahan yang mengacu pada persebaran poligon dengan ukuran yang berbeda. Dalam hal ini ukuran poligon ditentukan berdasarkan pada luas maksimal (L), luas rata-rata (M), dan luas terkecil (S). Sebagai contoh, sistematik pengambilan sampel salah satu penggunaan/penutupan lahan (kebun campuran) disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Sistematik Pengambilan Sampel pada Penggunaan/Penutupan Lahan Kebun Campuran

31 17 Tingkat konsistensi tipe penggunaan/penutupan lahan dapat diketahui dari persentase luas penggunaan/penutupan lahan yang dominan pada masing-masing klasifikasi di setiap ukuran poligon. Lebih lengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat konsistensi tipe penggunaan/penutupan lahan No Kelas Rentang Persentase (%) 1 Tidak Konsisten (TK) 0-25% 2 Agak Konsisten (AK) 25-50% 3 Konsisten (K) 50-75% 4 Sangat Konsisten (SK) % Tingkat Kedetailan Penggunaan/Penutupan Lahan Tingkat kedetailan penggunaan/penutupan lahan mengacu pada sistem klasifikasi United States Geological Survey (USGS). Penyusunan sistem multitingkat dilakukan karena tingkat kerincian data dapat diperoleh dari hasil penginderaan jauh yang berbeda bergantung pada sistem sensor dan resolusi citranya (Lillesand & Kiefer, 1999). Sistem ini membagi tingkatan klasifikasi penggunaan/penutupan lahan menjadi 4 tingkatan (tingkat I, II, III, dan tingkat IV). Tingkat I dan II ditetapkan oleh USGS. Sedangkan untuk tingkat III dan IV ditetapkan oleh pengguna lokal berdasarkan sistem USGS, mengingat bahwa kategori pada tiap tingkat harus dapat dikelompokkan ke dalam kategori pada tingkat yang lebih tinggi (Anderson et al, 1976). Pembagian level klasifikasi penggunaan/penutupan lahan disajikan pada Tabel 8.

32 18 Tabel 8. Sistem Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan untuk digunakan dengan Data Penginderaan Jauh No. Tingkat 1 Tingkat 2 1 Perkotaan atau Lahan Bangunan 1.1. Pemukiman 1.2. Perdagangan dan Jasa 1.3. Industri 1.4. Transportasi, Komunikasi, dan Umum 1.5. Kompleks Industri dan Perdagangan 1.6. Perkotaan Campuran atau Lahan Bangunan 1.7. Perkotaan atau Lahan Bangunan Lainnya 2 Lahan Pertanian 2.1. Tanaman Semusim dan Padang Rumput 2.2. Daerah Buah-buahan, Jeruk, Anggur, Labu Bibit, dan Tanaman Hias 2.3. Tempat Pengembalaan Terkurung 2.4. Lahan Pertanian Lainnya 2.5. Lahan Tanaman Obat 3 Lahan peternakan 3.1. Lahan Peternakan Semak dan Belukar 3.2. Lahan Peternakan Campuran 4 Lahan hutan 4.1. Lahan Hutan Gugur Daun Musiman 4.2. Lahan Hutan Selalu Hijau 4.3. Lahan Hutan Campuran 5 Air 5.1. Sungai dan Kanal 5.2. Danau 5.3. Waduk 5.4. Teluk dan Muara 6 Lahan Basah 6.1. Lahan Hutan Basah 6.2. Lahan Basah Bukan Hutan 7 Lahan Gundul 7.1. Dataran Garam Kering 7.2. Gisik 7.3. Daerah Berpasir Selain Gisik 7.4. Batuan Singkapan Gundul 7.5. Tambang Terbuka, Pertambangan, dan Tambang Kerikil 7.6. Daerah Peralihan 7.7. Lahan Gundul Campuran 8 Padang Lumut 8.1. Padang Lumut Semak Belukar 8.2. Padang Lumut Tumbuhan Obat 8.3. Padang Lumut Lahan Gundul 8.4. Padang Lumut Basah 8.5. Padang Lumut Campuran 9 Es atau Salju Abadi 9.1. Lapangan Salju Abadi 9.2. Glasier Sumber: Lillesand & Kiefer, 1999

33 Analisis Regresi Pengukuran Objek pada Citra Quickbird dengan Pengukuran Objek di Lapang Pada pengecekan lapang dilakukan juga pengambilan data pengukuran objek dengan menggunakan meteran/pita ukur. Objek yang diukur berupa lebar jalan, lebar jembatan dan panjang jembatan. Hasil pengukuran objek tersebut dihubungkan dengan pengukuran objek yang sama pada citra untuk dihitung nilai regresi linier sederhananya. Rumusnya adalah sebagai berikut: Y = a + bx keterangan: Y = peubah tak bebas (pengukuran objek di lapang) X = peubah bebas (pengukuran objek di citra) a = konstanta b = kemiringan

34 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fusi pada Citra Quickbird Analisis visual kenampakan objek pada citra pankromatik, citra multispektral, dan citra fusi disajikan pada Gambar 6 dan Tabel 9. Objek Pankromatik Multispektral Fusi Pemukiman Sawah Hutan Tegalan Kebun campuran Tanah kosong Badan air

35 21 Objek Pankromatik Multispektral Fusi Kebun teh 2 Jalan raya Rumput Kebun teh 1 Sungai Gambar 6. Kenampakan Objek Citra Quickbird pada Citra Pankromatik, Citra Multispektral, dan Citra Fusi Tabel 9. Tabel kenampakan objek pada citra pankromatik, citra multispektral, dan citra fusi Objek Pankromatik Multispektral Fusi Pemukiman VV VV VVV Sawah VV VV VVV Hutan VV VV VVV Tegalan VV V VVV Kebun campuran VV V VVV Tanah kosong V VV VVV Badan air VV VV VVV Kebun teh 2 V VV VVV Jalan raya VV V VVV Rumput V VV VVV Kebun teh V VV VVV Sungai VV V VVV keterangan: V = cukup jelas, VV = jelas, VVV = Sangat jelas

36 22 Pada Gambar 6 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa kenampakan objek pada citra fusi sangat jelas untuk semua objek yang diidentifikasi. Hal ini terjadi karena kombinasi citra pankromatik dan multispektral menghasilkan citra fusi yang memberikan kenampakan objek yang berwarna dengan resolusi spasial yang lebih tinggi. Secara teori, mata manusia dapat membedakan tingkat warna lebih banyak daripada membedakannya dalam bentuk tingkat keabuan. Interpretasi pada citra pankromatik jelas tampak pada gambar, namun hanya memiliki tingkat keabuan saja. Sehingga identifikasi objek mengalami kendala dalam menentukan jenis objek yang terdapat pada citra dari segi rona. Sedangkan interpretasi pada citra multispektral cukup jelas tampak pada citra. Meskipun citra multispektral memiliki keunggulan pada tingkat warna, namun memiliki kelemahan dari segi ukuran. Lebih jelasnya, citra multispektral memiliki resolusi spektral yang lebih rendah dibandingkan dengan citra pankromatik. Persentase kenampakan sangat jelas (VVV) pada citra fusi mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi objek lebih mudah dilakukan pada citra fusi. Sedangkan pada citra pankromatik dan citra multispektral, kemudahan interpretasi termasuk ke dalam kategori jelas (VV) dan cukup jelas (V) masingmasing sebesar 67% dan 33% (Tabel 10). Persentase kenampakan pada citra pankromatik, citra multispektral, dan citra fusi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase kenampakan pada citra pankromatik, citra multispektral, dan citra fusi Kenampakan objek Pankromatik Multispektral Fusi V 33% 33% 0% VV 67% 67% 0% VVV 0% 0% 100% 4.2. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan pada Citra Landsat dan Citra Quickbird Tipe penggunaan/penutupan lahan yang diinterpretasi dari citra Landsat dan citra Quickbird berjumlah masing-masing 8 dan 12 klasifikasi. Adapun karakteristik masing-masing tipe penggunaan/penutupan lahan citra dan di lapang diuraikan sebagai berikut.

37 23 Pemukiman pada citra Landsat memiliki bentuk yang menyerupai bidang datar dengan pola mengelompok dan memanjang di pinggir jalan dan sungai. Umumnya bertekstur halus dan berwarna merah keungu-unguan. Pemukiman pada citra Quickbird tergambar jelas, baik letak, jarak, susunan, dan kondisinya. Kepadatan pemukiman juga terlihat jelas terutama di wilayah yang datar. Tekstur pemukiman pada citra tergolong agak kasar serta warnanya yang tergantung dari jenis atap yang digunakan. Di lapangan, pemukiman meliputi tempat tinggal, pertokoan, perkantoran, rumah ibadah, serta pabrik. Sawah pada citra Landsat bertekstur halus serta berwarna hijau muda, magenta dan biru. Polanya mengelompok terutama di daerah yang memiliki pasokan air irigasi yang cukup. Sedangkan sawah pada citra Quickbird lebih mudah dikenali karena petakan, saluran irigasi, dan teras sawah terlihat jelas. Tekstur dan warna kenampakannya beragam tergantung dari kondisi sawah dan fase perkembangan tanaman padi. Di lapangan, sawah meliputi sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Tegalan pada citra Landsat didominasi oleh warna magenta dengan campuran hijau, putih dan kuning. Bertekstur agak kasar serta berpola mengelompok berdampingan dengan penggunaan/penutupan lahan yang lain seperti sawah, pemukiman, dan kebun campuran. Pada citra Quickbird, tegalan memiliki tekstur dan pola yang sama dengan citra Landsat. Warna tegalan pun tergantung pada kondisi tanaman yang dibudidayakan. Di lapangan, tegalan dominan ditanami oleh tanaman palawija dan tanaman hortikultura. Kebun campuran berwarna hijau bercampur magenta pada citra Landsat. Bertekstur kasar serta berpola menyebar dan bercampur dengan penutupan/penggunaan lahan lainnya. Pada citra Quickbird, kebun campuran berwarna hijau dan polanya menyebar lebih merata dibandingkan pada citra Landsat. Teksturnya kasar serta ukuran tajuk pohon terlihat jelas pada citra. Di lapangan, kebun campuran umumnya berbentuk wanatani (agroforestri). Hutan pada citra Landsat berwarna hijau gelap serta bertekstur kasar. Polanya mengelompok dan terletak di daerah dataran tinggi dan pegunungan. Igirigir yang terdapat di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat dengan jelas. Sedangkan hutan pada citra Quickbird bertekstur kasar karena ukuran dan

38 24 jarak tajuk yang terlihat jelas. Kenampakan pola dan warna hutan pada citra Quickbird sama dengan yang ada pada citra Landsat. Di lapangan, hutan terdapat di sekitar kaki gunung dan daerah reservoir. Kebun teh pada citra Landsat bertekstur halus, berpola mengelompok, serta berwarna hijau muda dan magenta. Terletak di dataran tinggi dan bersebelahan dengan penutupan/penggunaan lahan yang lainnya seperti hutan, kebun campuran dan pemukiman. Pada citra Quickbird, kebun teh bertekstur agak kasar, berwarna hijau muda dan berpola mengelompok. Kondisi perkembangan tanaman teh dapat terlihat jelas. Di lapangan, kebun teh terletak di dataran tinggi dan sekitar lereng pegunungan. Tanah kosong terlihat berwarna merah dan ungu pada citra Landsat. Teskturnya halus dan memiliki pola mengelompok. Terletak diantara penutupan/penggunaan yang lain seperti hutan dan kebun teh. Pada citra Quickbird, lahan terbuka terlihat berwarna kuning kecoklatan dan bertekstur halus. Berpola menyebar dan hampir merata di sepanjang daerah penelitian. Di lapangan, tanah lapang dikategorikan ke tanah kosong. Badan air pada citra Landsat berwarna biru dan bertekstur halus serta mempunyai pola menyebar terutama di daerah cekungan. Sedangkan pada citra Quickbird, badan air bertekstur halus, berwarna hitam, dan memiliki pola yang sama dengan citra Landsat. Badan air di lapangan berupa situ dan kolam. Selain penutupan/penggunaan lahan yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa penutupan/penggunaan lahan yang tidak teridentifikasi pada citra Landsat, tetapi dapat diinterpretasi pada citra Quickbird. Penutupan/penggunaan lahan tersebut antara lain rumput, sungai, jalan raya, serta kebun teh 2. Rumput pada citra Quickbird berwarna hijau, bertekstur halus, serta berpola menyebar. Sebagian rumput ada yang ditanam, sebagian lagi merupakan rumput alami (tanpa campur tangan manusia). Di lapangan, rumput meliputi rumput budidaya (ditanami) dan rumput alami. Sungai memiliki tekstur yang halus, berwarna hitam, serta berpola memanjang dan berkelok-kelok (meander) pada citra Quickbird. Sungai di lapangan terdiri dari sungai induk dan anak sungai.

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

III. METEDOLOGI PENELITIAN

III. METEDOLOGI PENELITIAN III. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2011, berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

Citra Satelit IKONOS

Citra Satelit IKONOS Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No. 3 Vol. XIV Institut Teknologi Nasional Juli September 2010 Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m BAMBANG RUDIANTO Jurusan Teknik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT THEMATIC MAPPER Ipin Saripin 1 Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama foto udara dianggap paling baik sampai saat ini karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA)

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) SRI WAHYUNI WERO G 621 08 264 Skripsi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa ISSN 0853-7291 Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa Petrus Soebardjo*, Baskoro Rochaddi, Sigit Purnomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan (studi kasus : Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo) Arwan Putra Wijaya 1*, Teguh Haryanto 1*, Catharina N.S. 1* Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Mahasiswa : Cherie Bhekti Pribadi (3509100060) Dosen Pembimbing : Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc Udiana Wahyu D, ST. MT Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, perkembangan suatu daerah semakin pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan sarana prasarana. Akibatnya, pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di

Lebih terperinci

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono I. PENGANTAR Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci