B A B IV A N A L I S I S

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B A B IV A N A L I S I S"

Transkripsi

1 B A B IV A N A L I S I S Dalam Oxford Dictionary of Philosophy, kata Analisis (berasal dari kata Analysis) diartikan sebagai : The process of breaking a concept down into more simple parts, so that its logical structure is displayed [Stanford Encyclopedia of Philosopy, plato.stanford.edu]. Definisi di atas telah cukup memberikan garis besar mengenai pengertian analisis, yakni menguraikan suatu konsep, ide, pernyataan, permasalahan, atau teori menjadi bagian-bagian kecil (detail) agar struktur logis konsep tersebut dapat terlihat dengan jelas. Dengan demikian, konsep tersebut dapat dipahami dengan lebih baik oleh logika pikiran manusia, baik dari segi penyebabnya maupun pemahaman mengenai bagaimana duduk perkaranya [Poerwadarminta, 1976, dalam Warpani, 1984]. Melalui pemahaman yang benar, diharapkan penilaian-penilaian objektif, dan upaya-upaya perbaikan yang efektif dapat diperoleh. Lawan dari analisis adalah sintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian informasi dari dua atau lebih sumber yang terpisah untuk membuat sesuatu yang utuh. Fokus analisis pada bab ini adalah mengenai metodologi identifikasi yang dipakai, kerusakan kondisi wilayah pesisir akibat unsur-unsur DAS, dan dampak kerusakan terhadap aspek ekonomi dan sosial masyarakat pesisir. Metode analisis yang digunakan bersifat deskriptif dan faktual. Deskriptif artinya menjelaskan fokus analisis dengan mendetail dan lebih mendalam dengan menguraikannya menjadi komponen-komponen yang mendasar, sedangkan faktual adalah mengangkat contohcontoh yang sedang (atau pernah) terjadi di lapangan yang menguatkan pernyataanpernyataan yang menjadi fokus analisis. Dengan demikian, diharapakan inti dari pembahasan pada Tugas Akhir ini dapat sebenar-benarnya dipahami dengan baik. IV-1

2 4.1 Analisis mengenai Metodologi Identifikasi Metode untuk mengidentifikasi unsur-unsur DAS penyebab kerusakan wilayah pesisir adalah dengan pendekatan matriks korelasi. Bentuk korelasinya adalah hubungan kausal (sebab-akibat). Hal-hal yang menjadi pertimbangan mengapa memakai metode ini adalah sebagai berikut : 1. Sasaran dari identifikasi adalah menentukan unsur-unsur DAS yang menjadi penyebab kerusakan kondisi wilayah pesisir. Dengan demikian, metode identifikasi yang sesuai adalah dengan meneliti hubungan sebab-akibat antara fenomena kerusakan lingkungan wilayah pesisir dengan unsur-unsur yang terdapat di dalam DAS. 2. Penggunaan pendekatan matriks dalam mengidentifikasi korelasi antar unsur memberikan kemudahan untuk : - Mengidentifikasi mana unsur-unsur yang saling berkorelasi dan mana yang tidak. - Mendeskripsikan hubungan antara unsur-unsur yang saling berkorelasi. Deskripsi mengenai hubungan yang terjadi ditulis pada sel yang memuat unsur-unsur yang saling berkorelasi 4.2 Analisis Unsur-unsur DAS Penyebab Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir Dampak unsur-unsur DAS terhadap kerusakan lingkungan wilayah pesisir terjadi melalui 3 jenis keluaran DAS, yakni : a. Hasil Sedimen, mengakibatkan pendangkalan pantai dan muara dan meningkatkan kekeruhan perairan pesisir. Kurangnya pasokan sedimen menyebabkan rusaknya ekosistem pesisir, seperti mangrove, dan menghambat pertumbuhan daratan pantai. b. Debit air sungai, mengakibatkan banjir (jika besar) dan intrusi air asin melalui mulut sungai (jika rendah). Perubahan salinitas perairan juga dipengaruhi oleh besarnya debit air tawar dari aliran sungai, yang berpotensi merusak kehidupan ekosistem perairan pesisir. IV-2

3 c. Kandungan polutan, mengakibatkan pencemaran perairan pesisir. Kelebihan kandungan unsur hara dan nutrien pada perairan berpotensi menyebabkan eutrofikasi Analisis Keterkaitan Unsur-unsur DAS dengan Hasil Sedimen Curah hujan berperan dalam proses erosi melalui tenaga kinetisnya. Tenaga kinetis tersebut akan makin besar seiring makin besarnya butiran air dan kecepatannya. Besarnya diameter butiran air hujan yang sampai ke tanah dipengaruhi karakteristik ujung daun vegetasi dan kecepatan jatuh butiran bergantung kepada elevasi tajuk vegetasi. Oleh karena itu, upaya efektif mengurangi erosi tanah akibat hujan adalah dengan memperbanyak tumbuhan-tumbuhan yang pendek, seresah, dan humus. Rumput-rumputan yang menutupi lahan dengan rapat berpotensi memperkecil erosi tanah. Kandungan sedimen dalam aliran sungai disebabkan oleh erosi pada DAS. Unsur-unsur DAS yang menjadi penyebab tingginya kandungan sedimen dalam aliran sungai, yang berpotensi menimbulkan masalah di wilayah pesisir disajikan dalam Tabel IV-1. Tabel IV-1 Unsur-unsur DAS yang mempengaruhi hasil sedimen[diadaptasi dari Asdak, 2004] Unsur-unsur DAS Curah Hujan Jaringan Sungai Topografi Kondisi Tanah Pengaruh terhadap Hasil Sedimen Hujan yang intensif (dengan kecepatan dan diameter butiran yang besar) menyebabkan potensi terjadinya erosi makin besar pula. Semakin tinggi kerapatan drainase sungai, maka semakin meningkat pula hasil sedimen dalam DAS DAS yang sebagian besar topografinya curam dan tidak terputus makin memperbesar terjadinya erosi. Jenis tanah yang mudah terkikis memperbesar potensi terjadinya erosi. Kerusakan struktur tanah akibat curah hujan yang tinggi atau kegiatan penebangan hutan menyebabkan tanah menjadi mudah terkikis. IV-3

4 Vegetasi Penutup Tanah Keadaan dan Penggunaan Lahan Sepanjang DAS Penutupan tanah secara rapat oleh tumbuh-tumbuhan berelevasi rendah dan humus melindungi tanah dari erosi karena meredam tenaga kinetis air hujan. Tegakan vegetasi yang tinggi dengan cabang yang banyak dan berdaun lebar malah memperbesar diameter butiran air hujan dan memperbesar energi kinetis butiran air. Adanya tanah terbuka (tanpa penutupan vegetasi) akibat penebangan dan pembersihan hutan, lahan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah bercocok tanam yang mendukung konservasi lingkungan menyebabkan meningkatnya potensi erosi. Abu, dan lumpur akibat aktivitas dan letusan gunung berapi merupakan sumber penghasil sedimen. IV-4

5 Gambar IV-1 Diagram analisis unsur-unsur DAS penyebab tingginya jumlah sedimen dalam aliran sungai IV-5

6 Partikel-partikel tanah hasil erosi sebagiannya akan turun ke daratan yang lebih rendah dan masuk ke dalam sungai. Melalui proses transpor sedimen, partikel-partikel (sedimen) tersebut akan dibawa sampai ke hilir. Sungai di hilir, yang pada umumnya berpenampang lebar dan memiliki topografi (kemiringan) relatif datar, membuat aliran sungai relatif tenang, sehingga sedimen cenderung untuk mengendap (sedimentasi). Masuknya sedimen ke perairan pesisir dapat berdampak positif dan negatif bagi wilayah pesisir. Endapan sedimen dapat membuat lahan-lahan baru yang subur (daratan alluvium), membentuk daratan pantai, serta memberikan substansi yang dibutuhkan oleh ekosistem-ekosistem pesisir, seperti mangrove. Namun, air yang keruh karena muatan sedimen tersuspensi yang terlalu tinggi menyebabkan terhalangnya penetrasi sinar matahari sampai ke dasar perairan, sehingga mengganggu proses fotosintesis dan metabolisme ekosistem dan organisme perairan. Laju sedimentasi yang terlalu tinggi menyebabkan laju pendangkalan juga menjadi cepat, dan menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir [Asdak, 2004]. Berdasarkan hal itu, maka yang harus dilakukan adalah mengendalikan sedimen yang dihasilkan DAS, agar jumlahnya tidak melebihi ambang batas toleransi kawasan pesisir, yang akan menimbulkan kerusakan, dan tidak terlalu sedikit, yang nantinya akan menghabiskan dataran pantai, terlebih bagi kawasan yang memiliki tingkat abrasi yang tinggi. Dampak positif dan negatif sedimentasi pada perairan pesisir dapat dilihat pada Tabel IV-2. Tabel IV-2 Dampak positif dan negatif aliran sedimen ke perairan pesisir [ Sumber : Asdak, 2004] Dampak Positif Dampak Negatif Sedimentasi + membentuk morfologi pantai + membuat lahan-lahan baru yang subur + substansi bagi kehidupan ekosistem pesisir meningkatkan kekeruhan perairan, sehingga mengganggu aktivitas ekosistem dan biota perairan pendangkalan mengganggu kehidupan ekosistem dan biota perairan pesisir IV-6

7 4.2.2 Analisis Unsur-unsur DAS dalam Mempengaruhi Debit Sungai Debit air sungai dan erosi tanah dipengaruhi oleh debit air larian permukaan (run-off). Jika debit air larian makin besar, potensi terjadinya erosi dan banjir makin besar pula [Asdak, 2004]. Pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap debit air larian disajikan pada Tabel IV-3. Berbeda dengan unsur-unsur DAS yang lainnya, curah hujan merupakan unsur yang sifatnya tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Memang, untuk hujan yang bersifat lokal / skala kecil, keberadaan vegetasi dapat mempengaruhi kelembaban udara lokal, sehingga mempengaruhi hujan lokal. Namun, untuk hujan turun dalam kurun waktu yang panjang, yang merupakan penyebab banjir di hilir, hutan yang berkondisi baikpun tidak cukup mampu untuk mencegahnya, karena tanah akan menjadi jenuh, dan air hujan akan mengalir berupa air permukaan, sehingga debit air menjadi besar. Reboisasi besar-besaran terhadap lahan kritis dan hutan gundul dianggap dapat mengurangi debit sungai saat musim hujan, sehingga meminimalkan potensi banjir. Namun, reboisasi besar-besaran ternyata dapat berakibat menurunkan cadangan air tanah, terlebih pada musim kemarau. Pada musim kemarau, vegetasi pun membutuhkan nutrisi dan air untuk keberlangsungan hidupnya. Sehingga, makin banyak vegetasi dan makin besar ukurannya, maka makin besar pula konsumsi air tanah. Kasus ini pernah terjadi di Fiji, yang melakukan reboisasi pohon pinus besar-besaran di hulu, sampai hektar. Akibatnya, aliran air DAS berkurang hingga %. IV-7

8 Tabel IV-3 Unsur-unsur DAS yang mempengaruhi air permukaan [diadaptasi dari Asdak, 2004] Unsur-unsur DAS Curah Hujan Jaringan Sungai Topografi Kondisi Tanah Vegetasi Penutup Tanah Penggunaan Lahan Pengaruh terhadap debit air permukaan Volume air larian yang ditimbulkan oleh hujan yang intensitasnya tinggi akan lebih besar dibandingkan hujan yang kurang intensif. Bentuk dan jumlah percabangan sungai mempengaruhi volume dan kecepatan aliran air permukaan DAS yang sebagian besar topografinya curam dan tidak terputus akan mempercepat laju air larian daripada DAS dengan lereng yang landai Tanah dengan permeabilitas tinggi (cepat menyerap air) akan menurunkan air larian. Vegetasi memiliki kemampuan untuk mempertahankan kapasitas tanah dalam menyerap air dan menurunkan laju dan volume air larian Tanah terbuka akibat penebangan hutan, lahan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah bercocok tanam yang mendukung konservasi lingkungan menyebabkan menurunnya laju infiltrasi air. IV-8

9 Gambar IV-2 Diagram analisis unsur-unsur DAS penyebab tingginya debit air dalam aliran sungai IV-9

10 4.2.3 Analisis Unsur-unsur DAS Penyebab Pencemaran Terkait dengan pencemaran perairan pesisir, telah dijelaskan bahwa masing-masing jenis penggunaan ruang dan lahan DAS memiliki dampak pencemaran. Kadar masing-masing sumber pencemar dari aktivitas penggunaan lahan DAS disajikan dalam Tabel IV-4. Tabel IV-4 Kadar sumber-sumber pencemar di wilayah pesisir yang berasal dari unsur pemanfaatan ruang dan lahan DAS [Brodie, 1995 dalam Dahuri, 2004] Pencemar Sumber Pertanian Perkotaan Industri Nutrien * * * * * * Pestisida * * * * Sampah * * * * * Zat Kimia beracun * * ** Logam beracun * * * * * Keterangan : * * * = sumber terbesar * * = sumber moderat * = sumber terkecil Pencemaran wilayah perairan pesisir akan permasalahan lingkungan pesisir seperti: 1. Kerusakan dan kematian ekosistem dan biota-biota perairan pesisir akibat dari: air yang keruh karena tingginya kandungan sedimen pestisida dan logam beracun yang berpotensi mematikan populasi ikan 2. Eutrofikasi, yakni peningkatan populasi alga (fitoplankton) akibat kadar unsur hara dan nutrien di perairan pesisir. Dampaknya adalah : peningkatan populasi alga mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat melebihi ambang batas kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Jika kondisi ini terjadi berkepanjangan, ikan-ikan dan invertebrata dasar laut akan terancam mengalami kematian karena kekurangan oksigen IV-10

11 peningkatan spesies alga beracun, selain berdampak seperti di atas, juga berpotensi mematikan ikan-ikan dan biota yang mengkonsumsi alga tersebut. Kegiatan pertanian di daratan berkontribusi terbesar dalam menyumbangkan polutan berupa nutrien (zat hara) dan pestisida ke perairan pesisir melalui aliran sungai. Ini berpotensi menyebabkan eutrofikasi perairan pesisir. Selain itu, kegiatan peternakan, berupa penggembalaan yang intensif di sekitar aliran sungai, berkontribusi besar dalam menyumbangkan polutan berupa bakteri pada badan perairan sungai [Asdak, 2004]. Landuse berupa perkotaan dan permukiman menyumbangkan limbah berupa sampah ke perairan pesisir. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya paradigma masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa sungai merupakan tempat untuk membuang sampah rumah tangga. Hal ini juga dipicu dengan makin banyaknya permukiman-permukiman penduduk di kawasan bantaran sungai. Masuknya limbah oleh Curah Hujan Jumlah Polutan dalam Aliran Sungai Pertanian Zat kimia dan logam beracun Pembuangan limbah langsung ke sungai Industri Sampah padat dan cair Permukiman dan Perkotaan Nutrien, pestisida, dan bakteri patogen Gambar IV-3 Diagram analisis unsur-unsur DAS dalam menyebabkan polusi sungai Polutan berupa zat kimia dan logam beracun yang masuk ke perairan pesisir melalui aliran sungai secara dominan merupakan hasil aktivitas perindustrian di daratan. Zat-zat kimia yang melampai ambang batas akan meningkatkan angka kebutuhan oksigen perairan sehingga akan IV-11

12 menurunkan kualitas air dan mematikan biota-biota perairan [Asdak, 2004]. Tabel IV-5 Pencemaran DAS akibat aktivitas penggunaan lahan Jenis penggunaan lahan Jenis bahan polutan yang dihasilkan (mayoritas) Penyebab pencemaran Pertanian dan peternakan Nutrient Pestisida Bakteri patogen Pembuangan limbah pertanian dan kotoran hewan ternak langsung ke badan perairan sungai Permukiman dan perkotaan Sampah padat dan cair Pembuangan sampah langsung ke badan perairan sungai Industri Zat kimia beracun Logam beracun Pembuangan limbah industri langsung ke badan sungai Tidak melaksanakan prosedur treatment terhadap limbah dengan benar 4.3 Analisis mengenai Kerusakan Lingkungan Pesisir Akibat DAS Jika timbul pertanyaan, berapa kadar air tawar dan substansi yang dibawanya sehingga dapat merusak kondisi lingkungan kawasan pesisir?, maka jawabannya adalah bergantung kepada jangkauan (range) toleransi ekosistem-ekosistem pesisir terhadap perubahan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Perlu diketahui bahwa kondisi lingkungan yang optimal bagi kehidupan masing-masing ekosistem pesisir adalah berbeda-beda. Kondisi optimal perairan pesisir bagi keberlangsungan hidup ekosistem-ekosistem pesisir dapat dilihat pada Tabel IV- 6. IV-12

13 Tabel IV-6 Kadar optimal dari kondisi fisis perairan pesisir terhadap kelangsungan hidup ekosistem pesisir [ Dahuri, dkk, 2004; Zulkifli, 2003; web.ipb.ac.id] Ekosistem Mangrove Kadar Optimal Salinitas (per mil) Suhu perairan ( o C) Penetrasi cahaya pada perairan jernih ( meter ) Terumbu Karang Tidak lebih dari 10 Padang Lamun Tidak lebih dari 10 Rumput Laut Estuari 5 30 Parameter lingkungan fisik perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh aliran sungai. Fluktuasi salinitas perairan sangat dipengaruhi oleh debit air tawar dari aliran sungai. Banyaknya sedimen tersuspensi pada perairan akan menghambat cahaya matahari untuk masuk ke dalam kolom-kolom air. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, dan limbah-limbah panas. 4.4 Analisis Dampak Kerusakan Kondisi Wilayah Pesisir terhadap Aspek Ekonomi Masyarakat Pesisir Dampak kerusakan lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek ekonomi masyarakat pesisir telah disajikan pada Bab IV. Akibat buruk tersebut meliputi terganggunya atau gagalnya kegiatan-kegiatan produksi milik masyarakat dan perusahaan yang memakai sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir, sehingga mereka mengalami penurunan pendapatan, kehilangan aset ekonomi dan kerugian finansial. Dampak pendangkalan pantai akibat sedimentasi mempengaruhi lalu lintas dan perlabuhan kapal-kapal. Contohnya kejadian pada muara Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada tahun DASar perairan menjadi dangkal akibat pengendapan sedimen yang dibawa aliran Sungai Citanduy, Cimeneng, dan Cibeureum. Akibatnya, alur pelayaran kapal-kapal tanker pemasok minyak mentah dari Timur-Tengah yang akan memasuki Pelabuhan Khusus Pertamina Lomanis menjadi terganggu. Begitu juga dengan kapal-kapal industri lain, karena area pelabuhan tersebut juga dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan lain. IV-13

14 Langkah penanggulangan yang diambil adalah dengan mengeruk dasar perairan pada alur pelayaran. Frekuensi pengerukan bergantung kepada laju bertambahnya sedimen. Berdasarkan informasi dari pihak Pertamina, laju pertambahan ketebalan lumpur pada alur pelayaran tersebut adalah 75 cm per tahun atau 1.5 meter dalam 2 tahun. Jika pasokan lumpur dari sungai meningkat, maka frekuensi kegiatan pengerukan harus ditambah demi kelancaran distribusi minyak mentah. Hal ini akan merugikan perusahaan secara finansial, karena dibutuhkan dana Rp. 4,8 miliar untuk melakukan sekali pengerukan [Harian Pikiran Rakyat, 2005]. Sedimentasi juga mengakibatkan pendangkalan di kawasan pantai dan laguna sehingga menurunkan populasi ikan. Sekitar 45 jenis ikan yang menghuni laguna Segara Anakan, termasuk Ikan Sidat yang merupakan komoditi bernilai jual tinggi, terancam punah akibat pendangkalan dan penyempitan laguna. Penduduk nelayan yang menyandarkan hidupnya dari sektor perikanan di Segara Anakan terancam mengalami penurunan pendapatan. Ikan Sidat merupakan komoditi perikanan yang dicari oleh restoran-restoran Jepang. Harganya mencapai Rp ,00 per porsi. [Pikiran Rakyat, 2005 dalam wordpress.com]. Tabel IV-7 Dampak pendangkalan pantai bagi kegiatan ekonomi wilayah pesisir Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 [ Pikiran Rakyat, 2005] Kegiatan Ekonomi Dampak Pendangkalan Pantai dan Muara Perikanan Penurunan pendapatan nelayan akibat menurunnya populasi ikan di laguna Segara Anakan, seperti Ikan Sidat yang memiliki harga jual tinggi Industri pengolahan Pendangkalan alur pelabuhan menghambat suplai bahan mentah / bahan baku untuk industri-industri. Kegiatan kepelabuhanan Pengerukan alur pelabuhan, yang memakan dana mencapai 4,8 miliar untuk sekali pengerukan. Banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan sungai (hilir) yang dangkal, sehingga air sungai meluap menggenangi lahan sekitarnya. Banjir tersebut menggenangi dan merusak tambak-tambak yang dikelola masyarakat pesisir, menyebabkan para petani tambak mengalami kerugian yang besar. Seperti kasus IV-14

15 banjir yang terjadi Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah pada tahun Banjir menghilangkan tambak milik 15 orang petani seluas 50 hektar. Menurut pengakuan salah satu warga, kerugian akibat jebolnya tanggul yang membuat hanyut ikan dan udang itu mencapai kurang lebih Rp ,00 [Tempointeraktif, 2004]. Banjir juga berakibat rusaknya sarana dan prasarana (utilitas). Masih di daerah yang sama, meluapnya Kali Bringin, salah satu sungai di Kota Semarang, sampai menggenangi jalan raya hingga mencapai ketinggian puluhan centimeter dan membuat lalu lintas tersendat. Perbaikan tanggul pinggir sungai sepanjang sekitar 10 meter menghabiskan biaya tidak kurang dari Rp ,00. Bahan tanggul tersebut terdiri atas bambu, tarikan kawat dan karung berisi tanah [Tempointeraktif, 2004]. Tabel IV-8 Dampak banjir bagi kegiatan ekonomi wilayah pesisir Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 [ Tempointeraktif, 2004] Kegiatan Ekonomi Dampak Banjir Pertambakan 15 orang petani tambak mengalami kerugian mencapai Rp ,00 karena kehilangan areal tambak seluas 50 hektar Prasarana Transportasi Banjir menggenangi jalan raya dan menghambat arus transportasi. Biaya pembuatan tanggul pencegah banjir mencapai Rp sepanjang 10 meter. Intrusi air laut berdampak pada tercemarnya sumur-sumur dan areal persawahan penduduk dengan air asin. Payaunya sumber daya air mereka menyebabkan mereka dihadapkan pada sedikitnya 2 pilihan, yang kedua-duanya menyebabkan keluarnya biaya yang lebih besar, yaitu mengubah air payau tersebut menjadi air yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka, atau membeli dari penjual air bersih yang didatangkan dari daerah lain. Masuknya air asin ke sawah-sawah menyebabkan petani mengalami gagal panen dan mengalami kerugian [ Wahyono dkk, 2001; Asdak, 2004; Kompas, 2004 dalam Digilib Online]. IV-15

16 Pencemaran perairan pesisir menyebabkan matinya populasi biota pesisir seperti udang windu dan mematikan kegiatan budidaya penduduk setempat. Kesuburan tambak yang menurun akibat pencemaran, sehingga tambak harus direhabilitasi, seperti yang terjadi di Desa Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Biaya total untuk membuka tambak sampai panen, untuk kepadatan udang yang rendah ( benih) mencapai Rp ,00. [Wahyono dkk, 2001]. Secara skematik, dampak kerusakan lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek ekonomi masyarakat pesisir dapat dilihat pada Gambar IV-4. Kerusakan lingkungan wilayah pesisir berujung pada penurunan daya beli masyarakat melalui terganggunya kegiatan ekonomi pesisir. Jika kegiatan ekonomi masyarakat terganggu, maka ada 4 hal yang dialami oleh masyarakat pesisir, yakni kehilangan mata pencaharian, menurunnya pendapatan, bertambahnya pengeluaran, dan kerugian finansial. KEGIATAN EKONOMI TERGANGGU KEHILANGAN MATA PENCAHARIAN PENDAPATAN MENURUN BERTAMBAHNYA PENGELUARAN KERUGIAN FINANSIAL PENURUNAN DAYA BELI MASYARAKAT Gambar IV-4 Indikasi dampak kerusakan lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek ekonomi 4.5 Analisis Dampak Kerusakan Kondisi Wilayah Pesisir terhadap Aspek Sosial Masyarakat Pesisir Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kerusakan kondisi lingkungan wilayah pesisir dapat berdampak langsung terhadap aspek sosial masyarakat, dan dapat pula merupakan imbas dari dampak terhadap aspek ekonomi. Potensi kerugian yang merupakan dampak langsungnya antara lain : IV-16

17 1. Mengganggu aktivitas sosial masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan lainnya akibat banjir dan abrasi. Terganggunya aktivitas tersebut bisa disebabkan oleh kerusakan struktur bangunan permukiman, sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, dan sarana kesehatan, atau terhambatnya kelancaran dan kenyamanan aktivitas sosial tersebut secara langsung saat terjadi banjir. 2. Berjangkitnya wabah penyakit, seperti flu dan diare, akibat tidak terpeliharanya sanitasi lingkungan akibat banjir. 3. Menimbulkan wabah keracunan akibat mengkonsumsi produk laut dari perairan yang telah tercemar. 4. Sumber-sumber air penduduk, seperti air sungai dan sumur, menjadi payau dan tidak layak pakai untuk minum, mencuci, dan mandi. Pemakaian air tersebut untuk mandi menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Sedangkan dampak terhadap aspek sosial yang merupakan kelanjutan dari dampak ekonomi antara lain : 1. Penurunan pendapatan dan kehilangan mata pencaharian menyebabkan masyarakat mengalami penurunan daya beli. Sehingga akses mereka untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sarana pendidikan dan kesehatan menjadi makin terbatas, terutama masyarakat nelayan kecil dan buruh nelayan. 2. Himpitan kemiskinan yang melanda nelayan kecil mendorong mereka untuk melanggar hukum dengan masih mempergunakan alat tangkap yang dilarang secara hukum, karena pendapatan yang mereka dapatkan cenderung lebih besar. 3. Kehilangan populasi ikan dan biota pesisir di kawasan pantai akibat pendangkalan dan pencemaran menyebabkan nelayan kecil kehilangan mata pencaharian mereka, sedangkan nelayan kaya berkapal besar dapat terus melaut ke perairan yang lebih jauh dari pantai. Pada kondisi kecemburuan sosial yang memuncak, para nelayan kecil dapat bertindak kriminal, seperti pembakaran kapal purse seine di Cilacap (Jawa Tengah) dan Belawan (Sumatra Utara) [Wahyono dkk, 2001] Inti dari dampak kerusakan kondisi lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek sosial masyarakat pesisir secara visual dapat dilihat pada Gambar IV-5. IV-17

18 Gambar IV-5 Dampak kerusakan kondisi lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek sosial IV-18

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.2 1. Tempat pelestarian hewan langka orang hutan di Tanjung Puting bertujuan agar Tidak merusak pertanian dan mampu berkembangbiak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA NAMA : KELAS : SOAL PENCEMARAN AIR NO : Pilihlah salah satu jawaban

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya, kondisi fisik yang dimaksud yaitu topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. NAMA : KELAS : NO : SOAL PENCEMARAN AIR Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. 1. Perhatika pernyataan di bawah ini : i. Perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo dan Kelurahan Mangkang Wetan) T U G A S A K H I R Oleh : LYSA DEWI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai 81.791 km serta 17.504 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan 252 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Perairan Sagara Anakan memiliki potensi yang besar untuk dikelola, karena berfungsi sebagai tempat pemijahan biota laut, lapangan kerja, transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2 SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI Pertemuan ke 2 Sumber daya habis terpakai yang dapat diperbaharui: memiliki titik kritis Ikan Hutan Tanah http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/148111-

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

KISI-KISI INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal

KISI-KISI INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal KISI-KISI INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga Mata Pelajaran : IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Standar Kompetensi : 1.7. Memahami saling ketergantungan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci