BAB II. Konsep Dasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Konsep Dasar"

Transkripsi

1 BAB II Konsep Dasar 2. Definisi Graf Graf G = (V G,E G ) terdiri dari himpunan tidak kosong V G, disebut himpunan titik, dan himpunan E G, disebut himpunan sisi, yang beranggotakan pasangan tak terurut dari anggota berbeda di V G. Sebagai contoh, graf G = (V G, E G ) dengan V G = {v, v 2, v 3 } dan E G = {v v 2, v v 3 } digambarkan pada gambar 2.. Jika u, v V G dan uv E G, maka u dan v disebut ujung-ujung dari uv. Dengan demikian, pada graf G di atas, sisi v v 2 mempunyai ujung v dan v 2, sisi v v 3 mempunyai ujung v dan v 3. Titik v dikatakan terkait oleh sisi e jika titik tersebut merupakan ujung dari sisi e. Dua buah sisi dikatakan saling terkait jika keduanya memiliki salah satu ujung yang sama. Graf sederhana adalah graf yang tidak ada dua sisi yang memiliki sepasang ujung yang sama. Untuk selanjutnya, setiap graf yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah graf sederhana. Graf dinamakan demikian dikarenakan graf dapat direpresentasikan secara grafis. Untuk graf G, setiap u V G digambarkan dengan titik dan setiap uv E G, digambarkan dengan garis yang menghubungkan titik u dengan titik v. Tidak ada cara yang unik dalam menggambarkan graf. Posisi titik dan garis dapat digambar secara bebas. 5

2 v v2 v3 Gambar 2.. Graf G. Dua buah titik yang berbeda dikatakan bertetangga jika dua titik tersebut dihubungkan oleh suatu sisi. Pada gambar diatas, v bertetangga dengan v 2 dan v 3 ; v 2 bertetangga dengan v, dan v 3 bertetangga dengan v. Pada graf sederhana, derajat dari titik v didefinisikan sebagai banyaknya tetangga dari titik v. Matriks ketetanggaan A(G)=[a ij ] dari G dengan n = V G dan V G = {v,...,v n } adalah suatu matriks berukuran n x n dengan: a ij =, jika vv E ; i j G 0, jika vv E ; i j G Gambar 2.2 memperlihatkan suatu graf beserta matriks ketetanggaannya. v v3 v2 v4 v v2 v3 v4 v 0 0 v2 0 0 v3 v G A(G) Gambar 2.2 6

3 2.2 Himpunan Kabur (Fuzzy Set) Teori himpunan kabur merupakan suatu teori tentang konsep penilaian yang batasannya tidak begitu jelas atau memiliki elastisitas. Dengan nilai/derajat elastisitas ini himpunan kabur mempertegas sesuatu yang kabur, misalkan terdapat kalimat atau pernyataan setengah baya. Pertanyaan yang muncul, Berapa kriteria umur yang dapat dikatakan setengah baya?. Dapat ditentukan bahwa orang yang disebut setengah baya mempunyai kriteria usia berkisar antara tahun. Bagaimana dengan yang berusia 34 tahun. Dapatkah dikatakan setengah baya?. Crisp set atau sistem jangkauan menjawab dengan tegas bahwa 34 tahun tidak termasuk setengah baya (bernilai 0), namun himpunan kabur (fuzzy set) dapat menyatakan dengan leluasa bahwa usia 34 tahun juga termasuk setengah baya dengan derajat tertentu. Himpunan kabur adalah sekumpulan obyek x dengan masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function), disimbolkan dengan μ ( x). Nilai ini dipetakan ke dalam range [0,]. Jika Χ adalah sekumpulan obyek, maka himpunan kabur A pada X adalah himpunan dengan sepasang anggota. A= {( x, μ ( x)) x Χ } A Sebagai contoh, jika ingin didefinisikan himpunan bilangan yang mendekati 0, maka dapat dituliskan dengan menggunakan himpunan kabur sebagai berikut : A = x x x = + x x X. 2 {(, μa( )) μa( ) ( ( 0) ), } 7

4 Grafik yang mewakili nilai μ ( x ) adalah : A 0, x Gambar 2.3. Grafik kabur untuk bilangan yang mendekati Operasi Himpunan Kabur Misalkan A dan B himpunan kabur pada semesta pembicaraan X. Himpunan kabur A dan B dikatakan sama ( A=B ) jika A termuat di B ( A B) jika μ ( x) = μ ( x), x X A B μ ( x) μ ( x), x X A B Gabungan (union) dari himpunan kabur A dan B, dinotasikan dengan A B, didefinisikan sebagai A B= {( x, ( x)) x X} dengan μa B μ A B( x) = ( μa( x) μb( x)), x X Irisan (intersection) dari himpunan kabur A dan B, dinotasikan dengan A B, didefinisikan sebagai A B= {( x, ( x)) x X} dengan μa B μ A B( x) = ( μa( x) μb( x)), x X Komplemen dari himpunan kabur A, dinotasikan A, didefinisikan sebagai A = {( x, μ ( x)) x X} dengan A 8

5 μ ( x ) = μ A( x ), x X A Produk (product) dari himpunan kabur A dan B, dinotasikan dengan AB, didefinisikan sebagai AB= {( x, μ ( x)) x X} dengan AB μ ( x) = μ ( x) μ ( x), x X AB A B Contoh : Misalkan X = {,2,3,4,5,6}. Misalkan pula μ (3) = 0.8, μ (6) = 0.6, μ (3) = 0.7, μ (6) = 0.5, maka : μ (3) = 0.8 A B μ (6) = 0.5 A B μ () =, μ (3) = 0.2 A A μ (3) = 0.56, μ (6) = 0.3 AB A AB A B B Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership function) yang sering digunakan terdiri dari beberapa jenis, yaitu :. Fungsi-S (S-function) Aturan dari fungsi-s ini adalah : 0 jik ax < a 2 2[( x a) /( c a)] jika a x b Sxabc ( ;,, ) = 2 2[( x a) /( c a)] jika b x c jik ax > c dengan b = (a+c)/2 9

6 Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : S 0 a b c x Gambar 2.5. Grafik fungsi keanggotaan S Contoh penerapan dari fungsi S : Χ adalah himpunan yang terletak antara 0 sampai 20, dimana x mewakili usia. A adalah himpunan kabur yang dianggap mempunyai usia tua. 0 0 x 40 μ A( x) = 2 { + [( x 40) / 5] } 40 x 20 Di sini terlihat bahwa untuk usia yang melebihi usia 40, nilai anggotanya terus naik dan pada usia 45 akan mempunyai nilai 0,5. Jadi pada usia 45 merupakan titik penyeberangan dan pada usia selanjutnya, nilai keanggotaan akan terus naik menuju nilai. Jika digambarkan nilai fungsi >0 di atas, maka bentuknya akan mendekati bentuk fungsi S. 0

7 2. Fungsi-π (π-function) Aturan fungsi-π diperoleh dari modifikasi aturan fungsi-s, sebagai berikut : S( x; c b, c b/ 2, c) jika x c π ( xbc ;, ) = Sxcc ( ;, + b/ 2, c + b) jika x c Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : S 0 c-b c-b/2 c c+b/2 c+b x Gambar 2.6. Grafik fungsi keanggotaan π Contoh penerapan fungsi π : Misalkan X adalah himpunan yang beranggotakan bilangan yang terletak antara 70 sampai 0. A adalah himpunan kabur yang diasumsikan sebagai bilangan yang mendekati nilai 90. Carilah nilai dari masing-masing nilai himpunan X. Misalkan fungsi keanggotaan adalah μ ( x ), maka setiap anggota himpunan A dapat A ditulis sebagai berikut : A= {( x, μ A( x)) x X dengan μ ( x ) = A { + [/00( x -90)2]}-. Di sini terlihat bahwa bilangan 90 memiliki nilai tertinggi yaitu, sedangkan nilai keanggotaan yang lain sesuai dengan fungsi keanggotaannya. Di sini juga terlihat

8 bahwa nilai-nilai di atas jika digambarkan akan menghasilkan bentuk mendekati bentuk fungsi π. 3. Fungsi keanggotaan segitiga (Triangular membership function) Aturan untuk bentuk segitiga ini adalah : 0 jika x < a, x> c Τ ( xabc ;,, ) = ( x a)/( b a) jika a x b ( c x) /( c b) jika b x c Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : 0 a b c Gambar 2.7. Grafik fungsi keanggotaan segitiga 4. Fungsi keanggotaan trapesium (Trapezoidal membership function) Aturan untuk bentuk trapesium ini adalah : 0 jika x < a, x < d jika b x c Ζ ( xabcd ;,,, ) = ( x a)/( b a) jika a x b ( d x)/( d c) jika c x d 2

9 Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : μ 0 a b c d x Gambar 2.8. Grafik fungsi keanggotaan trapesium Variabel Linguistik Variabel linguistik adalah variabel yang bernilai kata/kalimat, bukan angka. Sebagai alasan menggunakan kata/kalimat daripada angka karena peranan linguistik kurang spesisifik dibandingkan angka, namun informasi yang disampaikan lebih informatif. Variabel linguistik ini merupakan konsep penting dalam logika kabur dan memegang peranan penting dalam beberapa aplikasi. Jika kecepatan adalah variabel linguistik, maka nilai linguistik untuk variabel kecepatan adalah, misalnya lambat, sedang, cepat. Hal ini sesuai dengan kebiasaan manusia sehari-hari dalam menilai sesuatu, misalnya : Ia mengendarai mobil dengan cepat, tanpa memberikan nilai berapa kecepatannya. Konsep tentang variabel linguistik ini diperkenalkan oleh Lofti Zadeh. Variabel linguistik menurut Zadeh dikarakteristikkan oleh : (X, T(x), U, M) 3

10 dengan : X = nama variabel. T(x) atau T = semesta pembicaraan untuk x atau disebut juga nilai linguistik dari x. U = jangkauan dari setiap nilai kabur untuk x yang dihubungkan dengan variabel dasar U. M = aturan semantik yang menghubungkan setiap Χ dengan artinya. Sebagai contoh, jika X = kecepatan, dengan U[0, 00] dan T(kecepatan) = {lambat, sedang, cepat}, maka M untuk setiap X, M ( x ) adalah M(lambat), M(sedang), M(cepat), dengan : M(lambat) = himpunan kaburnya kecepatan dibawah 40 km/jam dengan fungsi keanggotaan μ lambat. M(sedang) = himpunan kaburnya kecepatan mendekati 55 km/jam dengan fungsi keangotaan μ sedang. M(cepat) = himpunan kaburnya kecepatan diatas 70 km/jam dengan fungsi keanggotaan μ cepat. 4

11 Gambar grafik fungsi keanggotaannya sebagai berikut : Degree of membership lambat sedang cepat x Gambar 2.4. Grafik fungsi keanggotaan kecepatan 2.3 Graf Kabur (Fuzzy Graph) Graf G = ( V, E μ ) terdiri dari himpunan tidak kosong V, disebut himpunan titik, dan himpunan E μ, disebut himpunan sisi kabur, yang dapat dikarakteristikkan oleh matriks μ = ( μij ) i, j V dengan μij = μ ({ i, j}) E i, j V, i j dan μ : V V I E adalah fungsi keanggotaan. Dari definisi diatas, μij I merepresentasikan tingkat intensitas sisi {i,j}, i, j V dengan i j. Di sini, fuzzy graph dapat pula dilambangkan dengan G = ( V, μ). Himpunan I tersusun secara linear, dengan demikian ekspresi " μ μ " dapat ij i' j ' dikatakan tingkat intensitas sisi {i,j} lebih kecil dari tingkat intensitas sisi {i,j }. Graf G = ( V, E ) dapat dipandang sebagai graf kabur G = ( V,( μij ) i, j V ) dengan jika i, j E μij = 0 jika i, j E 5

12 Untuk ilustrasi, perhatikan graf kabur G = ( V, E ) dengan V = {v, v 2, v 3, v 4 }, nilai fungsi keanggotaan I = {,, }, dan tingkat intensitas sisi dinyatakan pada tabel v v 2 v 3 v 4 v 0 /2 /4 /4 v 2 /2 0 /3 /3 v 3 /4 /3 0 /2 v 4 /4 /3 /2 0 Tabel 2. a. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi 2 v v 2 v 3 v 4 v v v v Tabel 2.2 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sebagai berikut : v v 4 v 2 v 3 Gambar 2.9. μ = 2 6

13 b. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi 3 v v 2 v 3 v 4 v v 2 0 v v Tabel 2.3 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sebagai berikut : v v 4 v 2 v 3 Gambar 2.0. μ = 3 c. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi 4 v v 2 v 3 v 4 v 0 v 2 0 v 3 0 v 4 0 Tabel 2.4 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sebagai berikut : 7

14 v v 4 v 2 v 3 Gambar 2.. μ = Pewarnaan Titik Misal G = (V G, E G ) adalah suatu graf. Pewarnaan titik pada graf G adalah suatu fungsi dari V G ke himpunan bilangan asli. Suatu pewarnaan titik pada graf G dikatakan k-pewarnaan titik sejati jika titik-titik pada V G dapat dipetakan ke himpunan k bilangan asli pertama dan memenuhi setiap dua titik yang bertetangga memperoleh warna berbeda. Bilangan kromatik χ(g) merupakan bilangan asli terkecil k sehingga terdapat k-pewarnaan titik sejati. Suatu graf yang mempunyai bilangan kromatik k disebut graf k-kromatik. Gambar di bawah menunjukkan suatu graf 3-kromatik, karena titik-titik pada graf tersebut dapat diwarnai dengan 3 warna namun tidak dapat diwarnai dengan 2 warna. 2 3 Gambar 2.2. graf 3-kromatik 8

15 2.5 Pewarnaan Titik Graf Fuzzy Dalam pewarnaan titik graf fuzzy, konsep pewarnaan titik yang dilakukan sama dengan konsep pewarnaan titik pada graf biasa. Sebagai contoh, misalkan terdapat suatu sistem lalu lintas sebagai berikut : A D B C Gambar 2.3. Sistem tersebut dapat dimodelkan dengan suatu graf kabur G = ( V, E μ ) dengan V = {AC, BC, DA, DB, DC} dan fungsi keanggotaan tingkat intensitas sisi di antara lintasan ini dituliskan sebagai berikut : I = {,, nlmht,,}. n = null (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan sangat tinggi). l = low (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan tinggi). m = medium (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan sedang). h = high (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan rendah). 9

16 t = total (satu lintasan dengan lintasan lainnya tidak saling terkait dalam kondisi tingkat kemacetan sangat rendah) AC BC DA DB DC AC 0 m n h m BC m 0 n n l DA n n 0 n n DB h n n 0 n DC m l n n 0 Tabel 2.5 Dari matriks ketetanggaan ini, dapat digambarkan dalam bentuk graf untuk setiap tingkat intensitas sisi sebagai berikut :. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi h AC BC DA DB DC AC BC DA DB DC Tabel 2.6 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk pewarnaan graf sebagai berikut : AC DA BC DB DC Gambar 2.4. μ = h 20

17 2. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi m AC BC DA DB DC AC 0 0 BC DA DB DC Tabel 2.7 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk pewarnaan graf sebagai berikut : AC DA BC DB DC Gambar 2.5. μ = m 3. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi l AC BC DA DB DC AC 0 0 BC DA DB DC Tabel 2.8 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk pewarnaan graf sebagai berikut : 2

18 AC DA BC DB 3 DC 3 Gambar 2.6. μ = l Lengkapnya, akan diperoleh hasil sebagai berikut : μ E μ χ μ AC BC DA DB DC n {AC,BC};{AC,DA};{AC,DB};{AC,DC};{BC,DA}; {BC,DB};{BC,DC};{DA,DB};{DA,DC};{DB,DC} l {AC,BC};{AC,DB};{AC,DC};{BC,DC} m {AC,BC};{AC,DB};{AC,DC} h {AC,DB} 2 2 t Tabel 2.9 AC AC 3 2 DA 2 BC DA BC DB 4 5 DC DB DC Gambar 2.7. μ = n Gambar 2.8. μ = t 22

19 Dari tabel 2.9 diperoleh bilangan kromatik G, yaitu : χ ( G ) = {(, t),(2, h)(3, l),(4, n),(5, n)} 2.6 Algoritma Pewarnaan Titik Salah satu metode pewarnaan titik adalah metode pewarnaan terurut SC (Sequential Coloring). Metode pewarnaan tersebut adalah sebagai berikut: Beri suatu urutan untuk titik-titik di G, misalkan urutan a 0, a,..., a n-. Beri a 0 warna terkecil, yaitu f(a 0 ) =. Jika a,,a i- (i ) telah menerima warna, maka untuk a i diberikan warna terkecil yang tidak muncul pada tetangga a i. Pada tahun 979 Brelaz menemukan algoritma DSATUR (Degree of Saturation). Algoritma DSATUR merupakan algoritma pewarnaan terurut dengan membangun urutan titik-titik secara dinamis. Derajat saturasi dari suatu titik x yang dinotasikan dengan deg s (x) adalah banyaknya warna berbeda yang sudah muncul pada tetangga x. Langkah-langkah konstruksi pewarnaan f untuk titik-titik dari graf G dengan menggunakan algoritma DSATUR adalah sebagai berikut: Pilih salah satu titik yang memiliki derajat terbesar. Titik tersebut diberi warna terkecil yaitu. Titik yang diwarnai selanjutnya ialah salah satu titik yang memiliki deg s (x) terbesar. 23

20 berikutnya. Selanjutnya diberikan beberapa definisi yang akan digunakan pada teorema Definisi 3. Pewarnaan f, f 2, dari G = (V, E) dikatakan ekivalen jika f dan f 2 mempartisi himpunan titik V berturut-turut menjadi U,..., U k dan W,..., W k dengan U i = W i untuk i =,..., k. Definisi 3.2 Suatu pewarnaan f dari titik a 0,, a n- dari graf G disebut ketat terhadap urutan yang diberikan, jika : f(a i ) colors(i-) + untuk semua i = 0,,,n- dengan colors(j) untuk j = 0,,...,n-2 merupakan banyaknya warna yang berbeda pada titik a 0,, a j, dan colors(-) = 0. Kemudian untuk mengkonstruksi suatu pewarnaan f untuk graf G yang menggunakan warna sebanyak bilangan kromatik χ(g), Brown memperkenalkan suatu algoritma. Algoritma ini menggunakan metode pewarnaan terurut dan penelusuran kembali (backtracking). Untuk efisiensi algoritma, cabang-cabang yang tidak diperlukan dari pohon pencarian dihindari dengan menggunakan teorema berikut. Teorema 3. (Klotz[5]) Misal f adalah pewarnaan dari graf G, maka terdapat suatu pewarnaan dari graf G yang ketat dan ekivalen dengan f. 24

21 Bukti : Misal f(a 0 ) = k >. Jika tidak ada titik yang mendapat warna, maka ganti k dengan. Jika ada, maka tukar warna k dengan. Misal f telah ketat untuk semua titik a 0,, a i-, i dan misalkan colors(i-) = l. Jika f(a i ) = k > l+ dan tidak ada titik yang mempunyai warna l+, maka ganti warna k dengan l+. Jika f(a i ) = k > l+ dan ada titik yang mempunyai warna l+, maka tukar warna k dengan l+. Konsep Algoritma Backtracking oleh Brown Konsep algoritma backtracking yang dikemukakan oleh Brown berdasarkan 2 tahap, yaitu maju dan mundur. Tahap Maju: Semua titik diwarnai satu per satu berdasarkan warna yang mungkin hingga tidak ada lagi titik yang tidak memiliki warna. Tahap Mundur: Pilih satu titik yang sudah diwarnai. Kemudian warnai titik tersebut dengan warna lain yang berbeda dengan warna sebelumnya. Selanjutnya, titik-titik lain diwarnai kembali mengikuti langkah seperti pada tahap maju. Backtrack: Apabila masih mungkin ditemukan pewarnaan pada graf G yang lebih sedikit dari pewarnaan sebelumnya maka akan dilakukan suatu pewarnaan titik kembali. Proses ini dilakukan terus menerus dan berhenti apabila titik awal pewarnaan pada tahap maju tidak bisa diwarnai dengan warna yang lain. 25

22 Algoritma asli dari Brown dikembangkan lagi oleh Brelaz. Titik-titik dari graf disimpan dalam suatu array, misalkan A. Pertama, titik-titik tersebut diurutkan berdasarkan derajat yang tidak naik. Urutan ini lalu berubah secara dinamis. Misal A[0],,A[i-] telah mendapat warna dan misalkan banyaknya warna yang berbeda pada titik-titik ini adalah colors(i-) = l i. Himpunan warna bebas dari suatu titik x = A[i], dinotasikan dengan U = freecolors(x), adalah himpunan bagian dari warna {,2,, l i +} yang tidak muncul pada tetangga x. Jika suatu batas atas, dinotasikan dengan optcolornumber (χ(g) optcolornumber), telah didapat dari suatu pewarnaan f, maka semua warna optcolornumber dibuang dari U. Titik yang diwarnai selanjutnya adalah seperti pada DSATUR, yaitu titik yang memiliki derajat saturasi terbesar. Titik ini diwarnai dengan warna terkecil di U. Jika U kosong, maka suatu penelusuran kembali (backtrack) dilakukan. Algoritma ini disebut BSC (Backtracking Sequential Coloring) yang dapat mengkonstruksi suatu pewarnaan dari graf G dengan menggunakan warna sebanyak bilangan kromatik χ(g). Algoritma BSC(Backtracking Sequential Coloring) [input] n //banyak titik A[i], I = 0,,.,n- //array pengurutan derajat titik secara descending [Procedure] for i:= to n do //derajat saturasi setiap titik = 0 F[i]:=0; 26

23 start := 0; optcolornumber := n + ; v := A[0]; colors(-) := 0; U := []; freecolors[v] := U; while (start>=0) do //index awal //jumlah warna optimal. //titik yang akan diwarnai //colors(j) = banyaknya warna di A[0],...,A[j] //variabel untuk himpunan warna bebas(terurut) //array untuk himpunan warna bebas dari v //setiap titik diwarnai pada loop dibawah ini back:=false; for i:= start to n- do if i>start then //cari titik yang belum diwarnai dan mempunyai derajat saturasi terbesar v:=getdsaturone; // GetDSaturOne adalah fungsi untuk mencek derajat saturasi titik U:=GetUOne; //GetUOne adalah fungsi untuk mencek freecolors titik if U<>[] then C:=MinValue(U); F[v]:=C; //proses dijalankan jika U //warna bebas yang dipilih //pewarnaan untuk titik v freecolors[v]:=u-[c]; l:=colors[i-]; colors[i]:= max(c,l); else //U = dilakukan penelusuran kembali, mundur satu posisi start:=i-; 27

24 back:=true; break; //keluar dari loop for // akhir loop for if back then if start>=0 then v:=a[start]; F[v]:=0; //titik awal yang baru //hapus warna v U:=freeColors[v]; else //loop diatas dilalui tanpa berhenti for i:= to n do Fopt[i]:=F[i]; //menyimpan pewarnaan yang optimal pada saat optcolornumber:=colors[n-]; ini for i:=0 to n- do if F[A[i]]=optColorNumber then // i = indeks terkecil dimana F[A[i]]=optColorNumber break; start:=i-; if start<0 then break; //keluar dari loop while for j:=start to n- do F[A[j]]:=0; //hapus warna A[j], dimana j start 28

25 for i:=0 to start do v:=a[i]; U:=freeColors[v]; for j:=optcolornumber to MaxVertex do U:=U-[j]; //semua warna optcolornumber dihilangkan dari U freecolors[v]:=u; // disini v= A[start]; U=freecolors(v) // akhir dari loop while [Output] Fopt[n+]:=fmax(Fopt); //Bilangan Kromatik Result:=Fopt; 29

26 Untuk ilustrasi dari algoritma tersebut, perhatikan contoh dibawah ini :. Misalkan graf yang akan diwarnai adalah sebagai berikut Gambar Untuk mewarnai graf pada gambar 2.9 dengan menggunakan algoritma BSC, langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun derajat titik pada graf tersebut secara descending dalam array A. Sehingga, didapatkan A:=[v 6, v 2, v 0, v, v, v 3, v 4, v 5, v 7, v 8, v 9]. 3. Selanjutnya, pilih salah satu titik yang memiliki derajat terbesar. Jika terdapat lebih dari satu, maka pilih titik dengan label terkecil. Cek freecolors U yang mungkin diberikan pada titik tersebut, kemudian warnai titik tersebut dengan warna terkecil yang terdapat pada freecolors v. Kemudian hapus warna yang digunakan untuk mewarnai titik tersebut dari freecolors v. 4. Pilih titik dengan derajat saturasi terbesar. Jika terdapat lebih dari satu, maka pilih titik dengan derajat titik terbesar. Jika terdapat lebih dari satu, maka pilih titik dengan label terkecil. Cek freecolors U yang mungkin diberikan pada titik tersebut, kemudian warnai titik tersebut dengan warna terkecil yang terdapat 30

27 pada freecolors v dan tidak dimiliki oleh tetangga dari titik tersebut. Kemudian hapus warna yang digunakan untuk mewarnai titik tersebut dari freecolors v. 5. Langkah 4 dilakukan terus hingga semua titik pada graf diwarnai. Sebagai gambaran dari langkah 3 dan 4, perhatikan gambar Gambar Dari langkah 5 diperoleh hasil sebagai berikut freecolors(v 6 ) =[] freecolors(v 3 ) =[] freecolors(v 2 ) =[3] freecolors(v 0 ) = [3] freecolors(v 5 ) = [] freecolors(v ) = [4] freecolors(v 7 ) = [4] freecolors(v ) = [4] freecolors(v 4 ) = [4] freecolors(v 9 ) = [] freecolors(v 8 ) = [3,4,5] Gambar Hasil yang diperoleh ini kemudian disimpan pada Fopt (Fopt = 4). 3

28 8. Titik yang memiliki warna 4 dihapus ( v ). Kemudian hapus warna yang digunakan titik. v 8 9. Hapus semua warna 4 dari freecolors v dan U. 0. Kemudian warnai kembali v8 dengan warna yang tersedia pada freecolors v8. Selanjutnya v 9 diwarnai kembali dengan terlebih dahulu melakukan cek ulang terhadap freecolors v 9. Jika v 9 tidak memiliki freecolors yang tersedia, maka hapus warna titik v 9 dan warna titik sebelumnya berdasarkan urutan mundur dari A (dalam contoh ini kita hapus warna v 8 ).. Kemudian warnai kembali v8 dengan warna yang tersedia pada freecolors v8. Jika v 8 tidak memiliki freecolors yang tersedia, maka hapus warna titik v 8 dan v Semua warna titik akan dihapus berdasar urutan mundur dari A jika titik tersebut tidak memiliki freecolors v yang tersedia (pada contoh ini, proses berhenti hingga v 0 ). 3. Kemudian warnai kembali v0 dengan warna yang tersedia pada freecolors v0. Setelah v 0 diwarnai, lakukan kembali langkah 4 hingga semua titik diwarnai. 4. Sebagai gambaran langkah 8 hingga 3, perhatikan gambar

29 Gambar Dari langkah 4 diperoleh hasil sebagai berikut freecolors(v 6 ) =[] freecolors(v 3 ) =[] freecolors(v 2 ) =[3] freecolors(v 0 ) = [] freecolors(v 5 ) = [] freecolors(v ) = [] freecolors(v 7 ) = [] freecolors(v ) = [] freecolors(v 4 ) = [] freecolors(v 9 ) = [] freecolors(v 8 ) = [] Gambar Hasil yang diperoleh disimpan pada Fopt (Fopt = 3). 7. Selanjutnya, lakukan cara yang sama pada langkah 8 hingga 3. Algoritma BSC berhenti apabila semua titik memiliki freecolors = []. 8. Hasil yang diperoleh adalah hasil dari Fopt terakhir (pada contoh ini hasil yang diperoleh adalah 3). 33

BAB IV. Penyusunan Algoritma

BAB IV. Penyusunan Algoritma BAB IV Penyusunan Algoritma 4.1 Penyusunan Algoritma Pada bab sebelumnya telah dimodelkan permasalahan lampu lalu lintas kedalam pewarnaan titik pada graf kabur. Selanjutnya dari bentuk model ini akan

Lebih terperinci

Algoritma pemrograman yang akan disusun dibagi ke dalam tahap-tahap berikut :

Algoritma pemrograman yang akan disusun dibagi ke dalam tahap-tahap berikut : BAB IV PENYUSUNAN ALGORITMA 4.1 Penyusunan Algoritma Algoritma pemrograman yang akan disusun dibagi ke dalam tahap-tahap berikut : Menentukan derajat setiap titik. : AdMat(Matriks) Output : Result (ColorArray)

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN FUNGSI KEANGGOTAAN (Membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai/derajat keanggotaannya yang memiliki interval

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. By: Intan Cahyanti K, ST

LOGIKA FUZZY. By: Intan Cahyanti K, ST LOGIKA FUZZY By: Intan Cahyanti K, ST Pengertian Adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Skema Logika Fuzzy Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Logika Fuzzy Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh, seorang peneliti dari Universitas California, pada tahun 1960-an. Logika fuzzy dikembangkan dari

Lebih terperinci

Aplikasi Pewarnaan Graf dalam Pengalokasian Frekuensi Gelombang pada WLAN

Aplikasi Pewarnaan Graf dalam Pengalokasian Frekuensi Gelombang pada WLAN Aplikasi Pewarnaan Graf dalam Pengalokasian Frekuensi Gelombang pada WLAN Evita Chandra (13514034) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl.

Lebih terperinci

BAB VII LOGIKA FUZZY

BAB VII LOGIKA FUZZY BAB VII LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Skema logika fuzzy : Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang harus memetakan

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf Deasy Ramadiyan Sari 1, Wulan Widyasari 2, Eunice Sherta Ria 3 Laboratorium Ilmu Rekayasa dan Komputasi Departemen Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

VII. LOGIKA FUZZY. Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang harus memetakan input ke output yang sesuai. Misal : Ruang Input

VII. LOGIKA FUZZY. Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang harus memetakan input ke output yang sesuai. Misal : Ruang Input VII. LOGIKA FUZZY 8 Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Skema logika fuzzy : Ruang output Ruang input Variabel input KOTAK HITAM Variabel output

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 HIMPUNAN CRIPS Himpunan adalah suatu kumpulan objek-objek yang mempunyai kesamaan sifat tertentu. Suatu himpunan harus terdefinisi secara tegas, artinya untuk setiap objek selalu

Lebih terperinci

BAB 2. Konsep Dasar. 2.1 Definisi graf

BAB 2. Konsep Dasar. 2.1 Definisi graf BAB 2 Konsep Dasar 21 Definisi graf Suatu graf G = (V(G), E(G)) didefinisikan sebagai pasangan himpunan 2 titik V(G) dan himpunan sisi E(G) dengan V(G) dan E(G) [ VG ( )] Sebagai contoh, graf G 1 = (V(G

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya BAB II LANDASAN TEORI A. Logika Fuzzy Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada di luar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan BAB II LANDASAN TEORI 2.. Logika Fuzzy Fuzzy set pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Zadeh, 965 orang Iran yang menjadi guru besar di University of California at Berkeley dalam papernya yang monumental

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu memformulasikan permasalahan yang mengandung fakta dengan derajad ketidakpastian tertentu ke dalam pendekatan Sistem Fuzzy.

Mahasiswa mampu memformulasikan permasalahan yang mengandung fakta dengan derajad ketidakpastian tertentu ke dalam pendekatan Sistem Fuzzy. Chapter 7 Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa mampu memformulasikan permasalahan yang mengandung fakta dengan derajad ketidakpastian tertentu ke dalam pendekatan. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan

Lebih terperinci

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Media Informatika, Vol. 3 No. 1, Juni 2005, 25-38 ISSN: 0854-4743 FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Sri Kusumadewi, Idham Guswaludin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Himpunan Himpunan adalah setiap daftar, kumpulan atau kelas objek-objek yang didefenisikan secara jelas, objek-objek dalam himpunan-himpunan yang dapat berupa apa saja: bilangan, orang,

Lebih terperinci

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB 2 2. LANDASAN TEORI BAB 2 2. LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan mengenai logika fuzzy yang digunakan, himpunan fuzzy, penalaran fuzzy dengan metode Sugeno, dan stereo vision. 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu

Lebih terperinci

Gambar 6. Graf lengkap K n

Gambar 6. Graf lengkap K n . Jenis-jenis Graf Tertentu Ada beberapa graf khusus yang sering dijumpai. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. a. Graf Lengkap (Graf Komplit) Graf lengkap ialah graf sederhana yang setiap titiknya

Lebih terperinci

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Himpunan Fuzzy Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Outline Himpunan CRISP Himpunan Fuzzy Himpunan CRISP Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan A, yang

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ( X Print) 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ( X Print) 1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Aplikasi Pewarnaan Graf Fuzzy untuk Mengklasifikasi Jalur Lalu Lintas di Persimpangan Jalan Insinyur Soekarno Surabaya Sulastri,

Lebih terperinci

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )} GRAF Graf G(V,E) didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan berhingga dan tidak kosong dari simpul-simpul (verteks atau node). Dan E adalah himpunan berhingga dari busur (vertices

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI PEWARNAAN GRAF FUZZY UNTUK MENGKLASIFIKASI JALUR LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN INSINYUR SOEKARNO SRABAYA

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI PEWARNAAN GRAF FUZZY UNTUK MENGKLASIFIKASI JALUR LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN INSINYUR SOEKARNO SRABAYA APLIKASI PEWARNAAN GRAF FUZZY UNTUK MENGKLASIFIKASI JALUR LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN INSINYUR SOEKARNO SRABAYA Dosen Pembimbing: Dr. Darmaji, S.Si, MT Prof. DR. M Isa Irawan, MT JURUSAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Studi Algoritma Optimasi dalam Graf Berbobot

Studi Algoritma Optimasi dalam Graf Berbobot Studi Algoritma Optimasi dalam Graf Berbobot Vandy Putrandika NIM : 13505001 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if15001@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT AIDILLA DARMAWAHYUNI, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 6 II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada sub bab ini akan diberikan

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan teori dalam penelitian ini. Konsep dasar tersebut berkaitan dengan definisi graf,

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan permasalahan, seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. 2.1 Graf Graf

Lebih terperinci

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia MEMBANDINGKAN ALGORITMA D SATUR DENGAN ALGORITMA VERTEX MERGE DALAM PEWARNAAN GRAF TAK BERARAH Daratun Nasihin 1 Endang Lily 2, M. D. H. Gamal 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori Dasar Graf 2.1.1 Graf dan Graf Sederhana Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tak kosong dan E adalah himpunan sisi. Untuk selanjutnya,

Lebih terperinci

APLIKASI GRAF FUZZY PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN TERBAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

APLIKASI GRAF FUZZY PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN TERBAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA APLIKASI GRAF FUZZY PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN TERBAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf (Graph) Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E) yang dinotasikan dalam bentuk G = {V(G), E(G)}, dimana V(G) adalah himpunan vertex (simpul) yang tidak kosong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dalam kelangsungan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan beras, setiap manusia mempunyai cara-cara

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DASAR TEORI GRAF. Teori graf adalah salah satu cabang matematika yang terus berkembang

BAB III KONSEP DASAR TEORI GRAF. Teori graf adalah salah satu cabang matematika yang terus berkembang BAB III KONSEP DASAR TEORI GRAF Teori graf adalah salah satu cabang matematika yang terus berkembang dengan pesat. Teori ini sangat berguna untuk mengembangkan model-model terstruktur dalam berbagai keadaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam pembuatan tugas akhir ini. Secara garis besar teori penjelasan akan dimulai dari definisi logika fuzzy,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan suatu metode pengambilan keputusan berbasis aturan yang digunakan untuk memecahkan keabu-abuan masalah pada sistem yang sulit dimodelkan

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf Bab 2 Teori Dasar Pada bagian ini diberikan definisi-definisi dasar dalam teori graf berikut penjabaran mengenai kompleksitas algoritma beserta contohnya yang akan digunakan dalam tugas akhir ini. Berikut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Himpunan adalah kata benda yang berasal dari kata himpun. Kata kerjanya adalah menghimpun. Menghimpun adalah kegiatan yang berhubungan dengan berbagai objek apa saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu graf G disebut himpunan titik G, dinotasikan dengan V(G) dan

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu graf G disebut himpunan titik G, dinotasikan dengan V(G) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori graf merupakan salah satu bidang bahasan matematika yang mempelajari tentang himpunan titik yang dihubungkan oleh himpunan sisi. Suatu Graf G terdiri atas himpunan

Lebih terperinci

BAB I H I M P U N A N

BAB I H I M P U N A N 1 BAB I H I M P U N A N Dalam kehidupan nyata, banyak sekali masalah yang terkait dengan data (objek) yang dikumpulkan berdasarkan kriteria tertentu. Kumpulan data (objek) inilah yang selanjutnya didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 LOGIKA FUZZY Titik awal dari konsep modern mengenai ketidakpastian adalah paper yang dibuat oleh Lofti A Zadeh, dimana Zadeh memperkenalkan teori yang memiliki obyek-obyek dari

Lebih terperinci

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB Metode Fuzzy Analisis Keputusan TIP FTP UB Pokok Bahasan Pendahuluan Logika Klasik dan Proposisi Himpunan Fuzzy Logika Fuzzy Operasi Fuzzy Contoh Pendahuluan Penggunaan istilah samar yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ P.A Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus 3 UAD, Jl. Prof. Soepomo rochmahdyah@yahoo.com Abstrak Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

Himpunan Tegas (Crisp)

Himpunan Tegas (Crisp) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Suatu cara untuk merepresentasikan dan menangani masalah ketidakpastian (keraguan, ketidaktepatan, kekuranglengkapan informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian). Fuzzy System

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA CHUANG KUNG DAN ALGORITMA FLOYD

PENYELESAIAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA CHUANG KUNG DAN ALGORITMA FLOYD PENYELESAIAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA CHUANG KUNG DAN ALGORITMA FLOYD 1 Anik Musfiroh, 2 Lucia Ratnasari, 3 Siti Khabibah 1.2.3 Jurusan Matematika Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY 1. LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Teknik ini menggunakan teori matematis himpunan fuzzy. Logika fuzzy berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada Bagian ini akan dijelaskan beberapa definisi dan teorema terkait graf, matriks adjency, terhubung, primitifitas, dan scrambling index sebagai landasan teori yang menjadi acuan

Lebih terperinci

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut.

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut. . Pewarnaan Graf a. Pewarnaan Titik (Vertex Colouring) Misalkan G graf tanpa loop. Suatu pewarnaan-k (k-colouring) untuk graf G adalah suatu penggunaan sebagian atau semua k warna untuk mewarnai semua

Lebih terperinci

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal Janice Laksana / 13510035 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Fuzzy berarti kabur atau samar-samar. Himpunan fuzzy adalah himpunan yang keanggotaannya memiliki nilai kekaburan/kesamaran antara salah dan benar. Konsep tentang

Lebih terperinci

3.1 Model Matematika untuk masalah interferensi pada WLAN. Telah dijelaskan pada bab satu bahwa dengan teknologi dan kemudahan yang

3.1 Model Matematika untuk masalah interferensi pada WLAN. Telah dijelaskan pada bab satu bahwa dengan teknologi dan kemudahan yang BAB III MODEL MATEMATIKA 3.1 Model Matematika untuk masalah interferensi pada WLAN Telah dijelaskan pada bab satu bahwa dengan teknologi dan kemudahan yang ditawarkan, teknologi WLAN masih memiliki kelemahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri.

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) PMDK adalah salah satu program penerimaan mahasiswa baru yang diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permintaan, Persediaan dan Produksi 2.1.1 Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy.

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy. LOGIKA FUZZY UTHIE Intro Pendahuluan Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy. Lotfi Asker Zadeh adalah seorang ilmuwan

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan memberikan penjelasan awal mengenai konsep logika fuzzy beserta pengenalan sistem inferensi fuzzy secara umum. 2.1 LOGIKA FUZZY Konsep mengenai logika fuzzy diawali

Lebih terperinci

Aplikasi Pewarnaan Graf Fuzzy untuk Mengklasifikasi Jalur Lalu Lintas di Persimpangan Jalan Insinyur Soekarno Surabaya

Aplikasi Pewarnaan Graf Fuzzy untuk Mengklasifikasi Jalur Lalu Lintas di Persimpangan Jalan Insinyur Soekarno Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) A-10 Aplikasi Pewarnaan Graf Fuzzy untuk Mengklasifikasi Jalur Lalu Lintas di Persimpangan Jalan Insinyur Soekarno Surabaya

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. III BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk 00) Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi pewarnaan graf Pewarnaan titik pada

Lebih terperinci

Sebuah pewarnaan dari graph G adalah sebuah pemetaan warna-warna ke simpulsimpul dari G sedemikian hingga simpul relasinya mempunyai warna warna yang

Sebuah pewarnaan dari graph G adalah sebuah pemetaan warna-warna ke simpulsimpul dari G sedemikian hingga simpul relasinya mempunyai warna warna yang Sebuah pewarnaan dari graph G adalah sebuah pemetaan warna-warna ke simpulsimpul dari G sedemikian hingga simpul relasinya mempunyai warna warna yang berbeda. Bilangan kromatik dari G adalah jumlah warna

Lebih terperinci

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom PENDAHULUAN Logika Fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh tahun 1965 Dasar Logika Fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Teori himpunan fuzzy adalah peranan

Lebih terperinci

PATH KUAT TERKUAT DAN JARAK KUAT TERKUAT DALAM GRAF FUZZY. Lusia Dini Ekawati 1, Lucia Ratnasari 2. Jl. Prof. H. Soedarto, S. H, Tembalang, Semarang

PATH KUAT TERKUAT DAN JARAK KUAT TERKUAT DALAM GRAF FUZZY. Lusia Dini Ekawati 1, Lucia Ratnasari 2. Jl. Prof. H. Soedarto, S. H, Tembalang, Semarang PATH KUAT TERKUAT DAN JARAK KUAT TERKUAT DALAM GRAF FUZZY Lusia Dini Ekawati, Lucia Ratnasari, Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl Prof H Soedarto, S H, Tembalang, Semarang Abstract Fuzzy graph is a graph

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Graf Suatu graf G terdiri dari himpunan tak kosong terbatas dari objek yang dinamakan titik dan himpunan pasangan (boleh kosong) dari titik G yang dinamakan sisi. Himpunan

Lebih terperinci

Aplikasi Pewarnaan Graf pada Pemecahan Masalah Penyusunan Jadwal

Aplikasi Pewarnaan Graf pada Pemecahan Masalah Penyusunan Jadwal Aplikasi Pewarnaan Graf pada Pemecahan Masalah Penyusunan Jadwal abila As ad 1) 135 07 006 2) 1) Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung 40135, email: nabilaasad@students.itb.ac.id Abstract Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program linear, metode simpleks, dan program linear fuzzy untuk membahas penyelesaian masalah menggunakan metode fuzzy

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi graf, istilah-istilah dalam graf, matriks ketetanggaan, graf terhubung, primitivitas graf, dan scrambling index. 2.1 Definisi Graf

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Terminologi graf Tereminologi termasuk istilah yang berkaitan dengan graf. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa definisi yang sering dipakai terminologi. 2.1.1 Graf Definisi

Lebih terperinci

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal Janice Laksana / 13510035 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. usaha kecil dengan menggunakan metode fuzzy logic, yang antara lain meliputi :

BAB II LANDASAN TEORI. usaha kecil dengan menggunakan metode fuzzy logic, yang antara lain meliputi : BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir dengan judul rancang bangun sistem analisis investasi perbankan untuk usaha kecil dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto Masalah kinerja pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto sangat mendapat perhatian. Hal ini dibuktikan dengan diadakannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab landasan teori bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai metode atau pun teori yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini, sehingga dapat membangun pemahaman yang sama antara

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima Sistem Berbasis Pengetahuan LOGIKA FUZZY Kelompok Rhio Bagus P 1308010 Ishak Yusuf 1308011 Martinus N 1308012 Cendra Rossa 1308013 Rahmat Adhi 1308014 Chipty Zaimima 1308069 Sekolah Tinggi Manajemen Industri

Lebih terperinci

Kode MK/ Nama MK. Cakupan 8/29/2014. Himpunan, Relasi dan fungsi Kombinatorial. Teori graf. Pohon (Tree) dan pewarnaan graf. Matematika Diskrit

Kode MK/ Nama MK. Cakupan 8/29/2014. Himpunan, Relasi dan fungsi Kombinatorial. Teori graf. Pohon (Tree) dan pewarnaan graf. Matematika Diskrit 8/29/24 Kode MK/ Nama MK Matematika Diskrit 8/29/24 Cakupan Himpunan, Relasi dan fungsi Kombinatorial Teori graf Pohon (Tree) dan pewarnaan graf 2 8/29/24 8/29/24 Relasi dan Fungsi Tujuan Mahasiswa memahami

Lebih terperinci

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY Nesi Syafitri. N Teknik Informatika, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau, Jalan Kaharuddin Nasution No. 3,

Lebih terperinci

Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma

Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma Bab 3 HASIL UTAMA Pada Bab ini, disajikan hasil utama dari pengerjaan tugas akhir ini, yakni algoritma untuk mengkonstruksi pewarnaan sisi-f pada graf roda, graf kipas dan graf dengan degeneracy, arboricity

Lebih terperinci

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN UTAMA MATA UJIAN : LOGIKA DAN ALGORITMA JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN INI TERDIRI DARI 80 SOAL PILIHAN GANDA

Lebih terperinci

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana Logika Fuzzy KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8 Entin Martiana 1 Kasus fuzzy dalam kehidupan sehari-hari Tinggi badan saya: Andi menilai bahwa tinggi badan saya termasuk tinggi Nina menilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Beberapa konsep dasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Titik awal dari konsep modern

Lebih terperinci

BAB 2 DIGRAPH. Representasi dari sebuah digraph D dapat dilihat pada contoh berikut. Contoh 2.1. Representasi dari digraph dengan 5 buah verteks.

BAB 2 DIGRAPH. Representasi dari sebuah digraph D dapat dilihat pada contoh berikut. Contoh 2.1. Representasi dari digraph dengan 5 buah verteks. BAB 2 DIGRAPH Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori dasar tentang digraph yang meliputi definisi dua cycle, primitifitas dari digraph, eksponen, dan lokal eksponen. Dengan demikian, akan mempermudah

Lebih terperinci

MATERI KULIAH (PERTEMUAN 12,13) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

MATERI KULIAH (PERTEMUAN 12,13) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang HIMPUNAN FUZZY MATERI KULIAH (PERTEMUAN 2,3) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy Jurusan Teknik Komputer Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Pokok Bahasan Sistem fuzzy Logika fuzzy Aplikasi

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Rahadian Dimas Prayudha - 13509009 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun MA3051 Pengantar Teori Graf Semester 1 2013/2014 Pengajar: Hilda Assiyatun Bab 1: Graf dan subgraf Graf G : tripel terurut VG, E G, ψ G ) V G himpunan titik (vertex) E G himpunan sisi (edge) ψ G fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan salah satu bagian dari ilmu komputer yang membuat agar mesin

Lebih terperinci

BAB III SIFAT SIFAT LINE DIGRAPH. Bab ini khusus membahas mengenai definisi serta sifat sifat dari line

BAB III SIFAT SIFAT LINE DIGRAPH. Bab ini khusus membahas mengenai definisi serta sifat sifat dari line BAB III SIFAT SIFAT LINE DIGRAPH Bab ini khusus membahas mengenai definisi serta sifat sifat dari line digraph yang dapat digunakan untuk mengenali line digraph. Jika suatu graf memenuhi sifat sifat yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Zadeh (1965) memperkenalkan konsep fuzzy sebagai sarana untuk menggambarkan sistem yang kompleks tanpa persyaratan untuk presisi. Dalam jurnalnya Hoseeinzadeh et

Lebih terperinci

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi graf sebagai landasan teori dari penelitian ini... Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem BAB III PERANCANGAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan sistem yang meliputi sistem kontrol logika fuzzy, perancangan perangkat keras robot, dan perancangan perangkat lunak dalam pengimplementasian

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1 Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 37 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1 MERY ANGGRAINI, NARWEN Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar yang artinya suatu nilai dapat bernilai benar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat keanggotan

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.00). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Pewarnaan

Lebih terperinci

Himpunan (set) Himpunan (set) adalah kumpulan objekobjek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

Himpunan (set) Himpunan (set) adalah kumpulan objekobjek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. HIMPUNAN Himpunan (set) Himpunan (set) adalah kumpulan objekobjek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. Cara Penyajian Himpunan Enumerasi Simbol-simbol Baku Notasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu yang banyak memberikan dasar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi,

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GREEDY PADA PERSOALAN PEWARNAAN GRAF

APLIKASI ALGORITMA GREEDY PADA PERSOALAN PEWARNAAN GRAF APLIKASI ALGORITMA GREEDY PADA PERSOALAN PEWARNAAN GRAF Fitriana Passa (13508036) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganeca 10 Bandung

Lebih terperinci

HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID SATU. Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si.

HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID SATU. Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si. HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID SATU Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si. JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar Contoh forward chaining & backward chaining Ketidakpastian dalam Sistem Pakar Teori Peluang Teori Bayes Jaringan Bayes Faktor Kepastian Kecerdasan Buatan Pertemuan

Lebih terperinci

Hasil kali kartesian antara himpunan A dan himpunan B, ditulis AxB adalah semua pasangan terurut (a, b) untuk a A dan b B.

Hasil kali kartesian antara himpunan A dan himpunan B, ditulis AxB adalah semua pasangan terurut (a, b) untuk a A dan b B. III Relasi Banyak hal yang dibicarakan berkaitan dengan relasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah relasi bisnis, relasi pertemanan, relasi antara dosen-mahasiswa yang disebut perwalian

Lebih terperinci

Aplikasi Pewarnaan Graf Pada Pengaturan Warna Lampu Lalu Lintas

Aplikasi Pewarnaan Graf Pada Pengaturan Warna Lampu Lalu Lintas Aplikasi Pewarnaan Graf Pada Pengaturan Warna Lampu Lalu Lintas Andreas Dwi Nugroho (13511051) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK...

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SIMBOL... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1

Lebih terperinci