BAB II KERANGKA TEORI. disebut dengan gregariousness. Lebih lanjut, interaksi sosial sendiri merupakan. dengan kelompok manusia (Soekanto, 2006: 55).
|
|
- Yandi Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Teori Konflik Dalam kehidupannya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam kajian sosiologis, kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain disebut dengan gregariousness. Lebih lanjut, interaksi sosial sendiri merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orangorang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orangperorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2006: 55). Interaksi sosial sendiri dimulai ketika dua orang bertemu (tatap muka), saling menegur (kontak suara), dan berjabat tangan (kontak fisik). Lebih lanjut, interasi sosial menurut Karp dan Yoels (dalam Soenarto, 2003) ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan penampilan. Ciri-ciri fisik meliputi jenis kelamin, usia, ras, sedangkan penampilan meliputi daya tarik, bentuk tubuh, busana, dan wacana percakapan. Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa pertimbangan dalam berinteraksi biasanya ditentukan oleh adanya persamaan-persamaan, baik persamaan dalam ciri fisik maupun penampilan. Dalam hal ini, individu cenderung melakukan identifikasi atau mencari persamaan, dimana individu kemudian menempatkan diri pada kelompok tertentu. Pada tataran kelompok etnis, persamaan yang dicari diantaranya persamaan bahasa, adat kebiasaan, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem politik.
2 Lebih lanjut, bentuk-bentuk interaksi sosial yang sering dijumpai dalam masyarakat, antara lain; kerjasama, persaingan, dan pertentangan (konflik). Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Sedangkan kompetisi adalah suatu proses dimana individu atau kelompok saling bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan (sumber daya) yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum. Wirawan (2010) mendefinisikan konflik sebagai proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Secara sosiologis, konflik lahir karena adanya perbedaan-perbedaan yang tidak atau belum dapat diterima oleh satu individu dengan individu lain atau antara suatu kelompok dengan kelompok tertentu. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan antara individu-individu (ciri-ciri badaniah), perbedaan unsur-unsur kebudayaan, emosi, perubahan sosial yang terlalu cepat, perbedaan pola-pola perilaku, dan perbedaan kepentingan. Giddens (dalam Susan, 2009) mengemukakan bahwa pendekatan primordial menganggap konflik sebagai akibat dari pergesekan kepentingan kelompok identitas, seperti; identitas yang berbasis pada etnis, keagamaan, budaya, geografis, bangsa, bahasa, tribal, kepercayaan, religius, kasta, dan lain sebagainya. Pendapat Giddens menyiratkan makna bahwa pendekatan primordial melihat identitas-identitas tersebut merupakan potensi konflik, dimana potensi konflik itu dibentuk melalui serangkaian proses panjang, yang diwariskan secara turun-temurun
3 melalui sosialisasi dalam institusi keluarga. Adanya hal ini memperkuat asumsi bahwa potensi tersebut telah mengakar dalam diri individu. Dalam konteks ini, konflik dalam pendekatan primordial biasanya dapat muncul ke permukaan dengan melibatkan kebencian, dendam, prasangka (prejudice), dan stereotip yang sifatnya ekstrim. Prasangka oleh Soenarto (2003) didefinisikan sebagai sikap bermusuhan yang ditujukan pada kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri-ciri yang tidak menyenangkan. Prasangka umumnya bersifat tidak rasional serta berada di bawah alam sadar, ini yang menyebabkan mengapa prasangka sulit untuk dihilangkan meski kebenaran mengenai prasangka yang dianut telah disangkal melalui bukti-bukti nyata. Kornblum (dalam Soenarto, 2003) mengutarakan bahwa stereotip adalah citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras atau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut. Dalam pandangan sosiologis, stereotip memiliki dua sifat yakni positif dan negatif. Stereotip yang bersifat positif biasanya membawa keuntungan, sedangkan stereotip yang bersifat negatif justru menjadi potensi konflik antarkelompok, baik etnis maupun agama. Senada dengan Kornblum, Thung Ju Lan (2006) mengatakan bahwa setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras lain. Terjadinya tidak saling mengenal identitas budaya orang lain, bisa mendorong meningkatnya prasangka terhadap orang lain, berupa sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan.
4 Selanjutnya, oleh Pelly (dalam Sitorus, 2003) perbedaan-perbedaan tersebut dianggap akan mempengaruhi harmoni konsensus dan intensitas potensi konflik karena picuan perbedaan kepentingan, terutama bila terdapat kelompok-kelompok yang ingin tetap dominatif melalui kiat mengail di air keruh dari suatu kondisi yang dipenuhi oleh ketegangan sosial. Perbedaan kepentingan pada konteks ini, oleh Dahrendorf (dalam Poloma, 2003) dibagi menjadi dua, yakni kepentingan manifes dan kepentingan laten. Kepentingan manifes adalah kepentingan yang disadari oleh semua pihak, sedangkan kepentingan laten sendiri merupakan tingkah laku potensil yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia menduduki peranan tertentu, tetapi masih belum disadari. Apa yang dikatakan oleh Dahrendorf mengenai kepentingan manifest dan laten (dalam Poloma, 2003) dikuatkan dengan pendapat Giddens yang melihat potensi konflik pada komunitas Jawa Muslim dengan menggunakan pendekatan primordial. Kemudian, Magenda dalam Sitorus (2003) juga mengatakan bahwa terdapat pembelahan kultur pada masyarakat Jawa, sedangkan pada banyak suku, agama merupakan identitas suku (seperti halnya orang Melayu yang identik dengan agama Islam), sehingga lahirlah konsep agama suku. Adanya pembelahan kultur pada masyarakat Jawa (Jawa Muslim, Jawa Hindu, Jawa Buddha, dan Jawa Kristen) di Indonesia sendiri merupakan salah satu potensi konflik, jika dilihat dari pendekatan yang digunakan oleh Giddens. Konflik pada hakikatnya terbagi atas dua jenis, yakni konflik vertikal atau konflik antara kelas atas (penguasa) dan kelas bawah (yang dikuasai), serta konflik horizontal atau konflik yang terjadi di antara kelas yang sama. Lebih lanjut, untuk
5 membahas setiap situasi konflik, Coser membedakan konflik menjadi dua tipologi, yakni konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan (Poloma, 2003: 111). Selanjutnya, konflik non-realistis diartikan oleh Coser (dalam Poloma, 2003) sebagai konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonistik, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari satu pihak. Rothchild dan Sriram (dalam Wirawan, 2010) mengemukakan konflik antarkelompok ke dalam empat fase, diantaranya: a. Fase potensi konflik (potential conflik phase), dimana konflik telah terjadi namun dalam intensitas yang rendah. Factor structural, sosio-ekonomi, kultur, dan politik menjadi penyebab konflik. Perasaan tidak puas mulai tumbuh, namun tidak dikatalisasikan ke dalam kelompok yang terorganisir. b. Fase pertumbuhan (gestation phase), dimana isu yang dipertentangkan oleh kelompok lebih didefinisikan, hubungan antarkelompok lebih dipolitisir dan dimobilisasi sedemikian rupa, ikatan antarelit masih terjalin dan isu yang dipertentangkan masih dapat dirundingkan, namun kemungkinan terjadinya kekerasan makin tinggi. c. Fase pemicu dan eskalasi (triggering and escalastion phase), dimana persepsi perubahan yang nyata dalam kelompok (sosial-ekonomi, kultur, politik, dan structural) memicu terjadinya eskalasi. Fase ini ditandai dengan adanya kekerasan masal yang terorganisir, terputusnya jaringan komunikasi antarelit,
6 kelompok yang bertikai mulai kehilangan kepercayaan satu sama lain dan merasa tidak dapat berkompromi. d. Fase pascaskonflik (post-conflict phase), setelah kekerasan mengalami penurunan (de-eskalasi), intervensi dengan tujuan membangun kembali hubungan damai dan saluran komunikasi kelompok-kelompok yang terlibat knflik untuk menghindari terulangnya kekerasan. Fase ini terbagi atas dua bagan yang terpisah, yakni; fase keamanan jangka pendek (security-building phase) yang melibatkan dukungan dari militer, serta fase keamanan jangka panjang (long-term institution building phase) dimana rekonstruksi sosial, politik, dan ekonomi membantu membangun kembali hubungan antarkelompok sebagai upaya perdamaian yang berkelanjutan. Sementara itu, Soekanto (2006) mengutarakan bahwa konflik atau pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain; pertentangan pribadi, pertentangan rasial, pertentangan politik, pertentangan internasional, serta pertentangan antara kelas-kelas sosial. Terkait dengan kelas sosial, Dahrendorf (dalam Poloma, 2003) berpendapat bahwa kekayaan, status ekonomi, dan status sosial, meskipun bukan determinan kelas akan tetapi dapat mempengaruhi intensitas pertentangan. Senada dengan apa yang diungkapkan Soekanto, Susan (2009) mengemukakan bahwa konflik dapat muncul pada skala yang berbeda, seperti konflik antarorang (interpersonal conflict), konflik antarkelompok (intergroup conflict), konflik antara kelompok dengan negara (vertical conflict), serta konflik antarnegara
7 (interstate conflict). Konflik yang muncul pada skala tersebut umumnya dapat ditemui oleh individu dalam kehidupan sosial yang nyata di lingkungannya. Dalam kehidupan sosial di tingkat interpersonal, konflik cenderung disebabkan oleh adanya ikatan yang intim dengan orang lain. Pada tahapan ini, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan daripada mengungkapkan rasa permusuhan. Sementara di sisi lain, penekanan rasa permusuhan itu sendiri dapat menyebabkan akumulasi permusuhan yang akan meledak apabila konflik tersebut berkembang (Poloma, 2003: 114). Pada umumnya konflik di tingkat interpersonal relatif mudah untuk ditangani, sebab konflik tersebut hanya melibatkan antara satu orang dengan orang lainnya. Akan tetapi, konflik yang telah melibatkan suatu kelompok pada umumnya relatif sulit untuk ditangani dan memerlukan mekanisme khusus dalam upaya resolusinya. Coser (dalam Ritzer dan Goodman, 2006) mengemukakan bahwa mekanisme tersebut adalah katup penyelamat atau savety valve. Katup penyelamat memungkinkan luapan konflik tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur, dimana konflik membantu membersihkan suasana dalam kelompok yang sedang kacau. Selain katup penyelamat, mekanisme lain yang dikemukakan oleh Coser adalah pengkambinghitaman atau scapegoating. Pengkambinghitaman sendiri oleh Coser (dalam Poloma, 2003) digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seseorang atau suatu kelompok tidak melepaskan prasangka (prejudice) mereka terhadap kelompok yang benar-benar merupakan lawan, akan tetapi menggunakan kelompok pengganti sebagai objek prasangka.
8 Poloma (2003) mengatakan bahwa konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Fisher (dalam Susan, 2009) mengemukakan bahwa terkait persoalan sikap, perilaku, dan situasi konflik dapat dibagi menjadi empat tipe. Tipe-tipe tersebut terdiri dari: a. Tanpa konflik; menggambarkan situasi yang relatif stabil, hubunganhubungan antarkelompok bias saling memenuhi dan damai. b. Konflik laten; menggambarkan situasi dimana konflik yang ada sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan untuk ditangani. c. Konflik terbuka; menggambarkan situasi konflik yang nyata dan telah muncul ke permukaan, berakar kuat, serta memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebabnya. d. Konflik di permukaan; memiliki akar yang dangkal atau bahkan tidak berakar, dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran. Sebagai suatu proses sosial yang sifatnya dinamis, konflik sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh yang berasal dari berbagai aspek. Sifatnya yang dinamis cenderung membuat konflik dapat dikelola untuk mencapai suatu resolusi, dimana resolusi tersebut merupakan suatu keadaan dimana kepentingan yang mengalami pergesekan dapat bertemu dan menetapkan kesepakatan bersama.
9 Susan (2009) menetapkan metode resolusi konflik melalui konsep tata kelola konflik (conflict governance). Konsep tersebut melibatkan penggunaan seluruh sumber daya yang ada, disertai strategi yang tepat, sehingga tujuan dari resolusi tersebut dapat dicapai dengan baik. Sementara itu, Wirawan (2010) juga memaparkan bahwa resolusi konflik dapat dicapai dengan dua cara, yakni pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang berkonflik (self regulation), dan melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention). Dalam pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat menyusun strategi konflik untuk mencapai tujuannya. Sementara apabila melibatkan pihak ketiga, terdiri atas; resolusi melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan alternatif. Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan oleh beberapa pakar, maka dapat dijabarkan bahwa dalam menganalis konflik sedikitnya terdapat beberapa indikator penting. Indikator-indikator tersebut antara lain sebagai berikut: a. Interaksi (interaction), yakni hubungan-hubungan sosial yang terjadi antara individu ataupun kelompok yang dapat menyebabkan konflik. b. Sumber-sumber konflik (source), yang meliputi; perbedaan fisik, perbedaan kepentingan, perbedaan perlakuan, perbedaan identitas, kekecewaan, keterbatasan sumber daya, bahasa, terputusnya komunikasi, perbedaan persepsi, dan stereotip. c. Pihak-pihak yang berkonflik (stakeholder), yakni pihak-pihak yang berkonflik atau memiliki kepentingan atas terjadinya konflik, meliputi; individu, kelompok, dan pihak ketiga (mediator, free rider, dan lain sebagainya).
10 d. Proses (process), yakni bagaimana konflik diawali dan berlangsung hingga saat ini. Proses konflik juga meliputi sampai sejauhmana konflik atau potensi konflik akan terjadi, yang dapat digambarkan sebagai eskalasi dan deskalasi konflik. e. Ekspresi (expression), yakni dalam bentuk apa konflik ditunjukkan, seperti; ucapan (verbal), tulisan, gerak tubuh (gesture), dan kontak fisik. f. Hasil akhir (result), meliputi bagaimana hasil akhir dari konflik yang terjadi, seperti; win-win, win-lose, dan lose-lose condition. Pada etnis Jawa yang masih memegang nilai-nilai tradisional, perihal kehidupan diatur dalam suatu tatanan norma dan nilai luhur yang disebut dengan pitutur. Dalam pitutur, diajarkan bahwa hidup orang Jawa haruslah harmonis, selaras, serasi, dan seimbang. Sebab, kebahagiaan dunia dan akhirat dapat tercapai apabila keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan terwujud. Maka dari itu, segala hal yang dapat mengganggu keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan harus dihindari (Wirawan, 2010). Geertz dalam Wirawan (2010) mengemukakan bahwa terdapat dua prinsip dasar dari kehidupan masyarakat Jawa dalam rangka penciptaan harmoni, keseimbangan, dan keselarasan, yakni prinsip rukun dan prinsip hormat. Apabila kedua prinsip ini dipegang teguh sebagai pedoman hidup, maka hubungan sosial yang harmonis dapat diwujudkan dengan baik.
11 2.2. Definisi Operasional Konflik Konflik dalam penelitian ini adalah proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Rothchild dan Sriram (dalam Wirawan, 2010) mengemukakan konflik antarkelompok ke dalam empat fase, diantaranya: a. Fase potensi konflik (potential conflik phase), dimana konflik telah terjadi namun dalam intensitas yang rendah. b. Fase pertumbuhan (gestation phase), dimana isu yang dipertentangkan oleh kelompok lebih didefinisikan, hubungan antarkelompok lebih dipolitisir dan dimobilisasi sedemikian rupa, ikatan antarelit masih terjalin dan isu yang dipertentangkan masih dapat dirundingkan, namun kemungkinan terjadinya kekerasan makin tinggi. c. Fase pemicu dan eskalasi (triggering and escalastion phase), dimana persepsi perubahan yang nyata dalam kelompok (sosial-ekonomi, kultur, politik, dan struktural) memicu terjadinya eskalasi. Fase ini ditandai dengan kekerasan masal yang terorganisir, terputusnya jaringan komunikasi antarelit, kelompok yang bertikai mulai kehilangan kepercayaan satu sama lain dan merasa tidak dapat berkompromi. d. Fase pascaskonflik (post-conflict phase), setelah kekerasan mengalami penurunan (de-eskalasi), intervensi dengan tujuan membangun kembali
12 hubungan damai dan saluran komunikasi kelompok-kelompok yang terlibat knflik untuk menghindari terulangnya kekerasan. Pada etnis Jawa yang masih memegang nilai-nilai tradisional, perihal kehidupan diatur dalam suatu tatanan norma dan nilai luhur yang disebut dengan pitutur. Dalam pitutur, diajarkan bahwa hidup haruslah harmonis, selaras, serasi, dan seimbang. Sebab, kebahagiaan dunia dan akhirat dapat tercapai apabila keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan terwujud. Maka dari itu, segala hal yang dapat mengganggu keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan harus dihindari (Wirawan, 2010). Geertz dalam Wirawan (2010) mengemukakan bahwa terdapat dua prinsip dasar dari kehidupan masyarakat Jawa dalam rangka penciptaan harmoni, keseimbangan, dan keselarasan, yakni prinsip rukun dan prinsip hormat. Apabila kedua prinsip ini dipegang teguh sebagai pedoman hidup, maka hubungan sosial yang harmonis dapat diwujudkan dengan baik. Prinsip rukun memandang konflik dapat mengganggu keselarasan, dan harmoni kehidupan. Konflik bertentangan dengan nilai-nilai luhur, serta menyebabkan orang tidak dapat bahagia di dunia dan akhirat, sehingga konflik bagi masyarakat Jawa harus dihindari dalam kehidupan. Dalam budaya Jawa terdapat stratifikasi sosial yang membedakan antara seorang individu dengan individu lainnya dalam hierarki yang kompleks, seperti bangsawan dan abdi, orang tua dan anak, laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya. Setiap bagian dari hierarki tersebut mempunyai status dan peran yang berbeda. Prinsip hormat menekankan bahwa setiap orang berkewajiban untuk
13 menghormati status yang dimiliki orang lain, meskipun penghormatan yang diberikan kepada setiap orang cenderung berbeda. Selain prinsip rukun dan hormat, dikenal pula pitutur catur murti, yakni; berbicara yang baik, berpikir yang baik, berbuat yang baik, dan berperasaan yang baik. Prinsip ini tidak hanya ditujukan untuk menghindari konflik, tetapi juga menjadi pedoman bagi seseorang untuk berperilaku ketika sedang berada dalam situasi konflik. Pada situasi konflik, penerapan catur murti bertujuan untuk menghargai dan menghormati setiap lawan yang dihadapi. Dalam hal ini, penerapan catur murti biasanya diikuti pula dengan dengan beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut: a. Sugih tanpo bondo; kaya tanpa harta. b. Ngluruk tanpo bolo; menyerang tanpa tentara. c. Menang tan ngasorake; menang tanpa merendahkan. d. Eling; ingat (tidak lupa diri). e. Aja dumeh; tidak sombong (menganggap remeh). f. Teposeliro ngerti kualat; tenggang rasa dan memahami resiko perbuatan. g. Durung menang yen durung wani kalah; belum menang kalau belum siap untuk kalah. h. Durung unggul yen durung wani asor; belum di atas kalau belum berani di bawah. i. Durung gede yen durung wani cilik; belum dianggap besar kalau belum berani menjadi (dianggap) kecil. j. Mikul dhuwur mendem jero; menjunjung setinggi-tingginya (kebaikan lawan), dan memendam sedalam-dalamnya (keburukan lawan).
14 Potensi Konflik Potensi konflik adalah akar permasalahan dari konflik sosial, atau berbagai hal yang dapat memicu terjadinya konflik. Potensi konfik dalam penelitian ini muncul dari beberapa aspek, yakni; No Aspek Konflik Variabel Indikator 1 Aspek Sosial dan Interaksi a. Frekuensi interaksi b. Identitas sosial Perbedaan agama Perbedaan etnis Perbedaan warna kulit Perbedaan budaya Perbedaan bahasa Perbedaan kelas Penampilan c. Jumlah teman dalam jejaring sosial d. Toleransi Tanggapan terhadap pelaksanaan kegiatan adat etnis lain Tanggapan terhadap pelaksanaan kegiatan agama lain Tanggapan terhadap pembangunan rumah ibadah agama lain Menghadiri resepi pernikahan Mengunjungi tetangga yang kemalangan e. Jarak sosial (skala Bogardus) di kota yang sama di kecamatan yang sama di kelurahan yang sama sebagai tetangga sebagai anggota keluarga 2 Aspek Ekonomi a. Kecemburuan sosial Status ekonomi Status sosial
15 Kekayaan 3 Aspek Struktural Politik dan b. Kesempatan kerja a. Partisipasi politik Kesempatan usaha Pekerjaan strategis Persaingan dengan etnis lain Persaingan dengan penganut agama lain Ormas kesukuan Ormas keagamaan Partai politik b. Akses terhadap sumber daya (sarana dan prasarana kota) Tempat tinggal Sarana kesehatan Pendidikan Kepemilikan tanah c. Etnisitas dalam kepemimpinan Berdasarkan kesamaan agama Berdasarkan kesamaan etnis d. Kepuasan terhadap kepemimpinan saat ini 4 Aspek Budaya a. Pengetahuan tentang budaya Kepuasan terhadap proporsi etnis Jawa di pemerintahan Kepuasan terhadap kepemimpinan non-jawa Keterwakilan aspirasi politik Peninggalan sejarah kejawaan Upacara adat Jawa Kesenian adat Jawa Gotong-royong Penggunaan bahasa b. Prasangka dan Stereotip e. Ekspresi konflik dan Resolusi konflik Penilaian dan citra kaku terhadap etnis lain Cara yang disukai untuk menunjukkan rasa tidak suka dan cara yang disukai untuk menyelesaikannya.
Indikator dalam konflik
Fenomena Konflik Definisi konflik Berasal dari bahasa Latin Configure yang artinya memukul Konflik proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konflik Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu,
Lebih terperinciTUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA
TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara
Lebih terperinciSMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL Pengertian Konflik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan,
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.
Lebih terperinciILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR Drs. Ermansyah, M.Hum. 2013 MANUSIA DAN MASYARAKAT Selain sebagai individu, manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena: 1. Butuh orang
Lebih terperinciANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN
Fani Julia Putri, Analisis Konflik Antara Masyarakat Dengan Perhutani ANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN Fani Julia Putri 1, Bunyamin Maftuh 2,Elly Malihah
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik dalam kehidupan manusia Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang
Lebih terperinciMATERI 4 POLA INTERAKSI SOSIAL
MATERI 4 POLA INTERAKSI SOSIAL 1. Pola Interaksi Sosial Bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Kemajukan ini di tandai oleh adanya suku-suku bangsa yang masing-masing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat
Lebih terperinciANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA
ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang terorganisir secara stabil, tujuannya untuk menjamin dan
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Pengertian Partai Politik Menurut Friedrich dalam Sitepu (2012: 188) partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. (2002 : 115) mengemukakan beberapa persyaratan sebuah kelompok sosial.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Sosial Kelompok sosial merupakan gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung di dalamnya. Soekanto (2002 :
Lebih terperinciDIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG
DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai
Lebih terperinciMENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM
SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGENDALIAN KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 1
KEBIJAKAN PENGENDALIAN KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 1 Abstrak: Adanya pluralitas agama dan suku serta makin tingginya mobilitas horizontal bangsa Indonesia telah menimbulkan
Lebih terperinciBentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya Annisa Nurhalisa Interaksi Sosial Asosiatif -> adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan kerja sama. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Lebih terperinci4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer
Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai sebuah negara yang besar berdiri dalam sebuah kemajemukan komunitas. Beranekaragam suku bangsa, ras, agama, dan budaya yang masingmasing mempunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konflik 2.1.1. Pengertian Menurut Soerjono Soekanto, konflik sosial adalah suatu proses social dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciTEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL
II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam
Lebih terperinciKONFLIK TAPAL BATAS ANTARA KABUPATEN MESUJI DAN KABUPATEN TULANG BAWANG
KONFLIK TAPAL BATAS ANTARA KABUPATEN MESUJI DAN KABUPATEN TULANG BAWANG (Skripsi) Oleh MUHAMMAD SOLICHIN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial Interaksi Sosial dalam masyarakat merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial. Dalam bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan
Lebih terperinciSMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL. Dilihat dari sifatnya :
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL A. Pengertian dan ciri Struktur Sosial Pengertian Struktur Sosial :Struktur sosial adalah tatanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda Kata Arab sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia Islam. Negara yang berada di wilayah Timur
Lebih terperinciPROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL Proses sosial adalah cara-cara berhubungan/komunikasi apabila individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki salah satu tugas perkembangan untuk mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan mengarahkan individu tersebut untuk melangsungkan
Lebih terperinci5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN
5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT
Lebih terperinciBAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS
17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konflik menurut Webster,dalam bahasa aslinya berarti suatu
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Konflik Sosial Konflik menurut Webster,dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengantar Hubungan internasional merupakan hubungan yang kompleks. Fenomena hubungan internasional banyak diwarnai oleh berbagai macam interaksi internasional dengan sifat, pola,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melainkan kebutuhan untuk meredakan ketegangan konflik dari salah satu pihak.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik merupakan suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok etnik, baik intraetnik maupun antaretnik, yang memiliki perbedaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan Kelinci di Tinjau Dari Limbah, Bau dan Manfaat yang Ditimbulkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Witha Acharyawi, 2013 menulis tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Peternakan Kelinci di Tinjau Dari Limbah, Bau dan Manfaat yang Ditimbulkan. Hasil penelitian
Lebih terperinciLEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan
Lebih terperinciBAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya
36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. Pustaka Pelajar, 2001, hlm Azyumardi Azra, Kerukunan dan Dialog Islam-Kristen Di Indonesia, dalam Dinamika
44 BAB IV ANALISIS A. Kualitas Tingkat Toleransi Pada Masyarakat Dukuh Kasaran, Desa Pasungan, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten Toleransi antar umat beragama, khususnya di Indonesia bertujuan untuk menumbuhkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Manajemen Konflik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Manajemen Konflik 1. Pengertian Gaya Manajemen Konflik Gaya manajemen konflik, menurut Rahim (2002), adalah suatu upaya untuk mendiagnosis dan mengintervensi sekaligus mengatasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan penduduk yang berdasarkan suku bangsa, budaya, ras dan agama. Kemajemukan yang ada pada bangsa Indonesia
Lebih terperinciEvaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 1995 Anthropologi
Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 1995 Anthropologi EBTANAS-SMA-95-01 Bila salah satu kebutuhan primer manusia tidak terpenuhi, maka akan mengakibatkan... A. ketidakseimbangan dalam tubuh B.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persahabatan, pertemanan, perkumpulan dan juga perkawinan. Komunikasi. orang lain, sekecil apapun perbedaan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Karena itu manusia tidak hidup sendirian. Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial nampak dalam persahabatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut. Fenomena ini misalnya terlihat pada kasus penganut ajaran Sikh yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengakuan terhadap 6 agama resmi di Indonesia membawa dampak tersendiri bagi penganut agama yang tidak termasuk dalam kategori agama yang diakui tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang banyak sistem pendidikan yang bisa diberikan oleh para orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan orangtuanya.
Lebih terperinciBAB II KONFLIK DAN INTEGRASI DALAM PARADIGMA TEORI SOSIAL. dengan; atau berselisih dengan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik
33 BAB II KONFLIK DAN INTEGRASI DALAM PARADIGMA TEORI SOSIAL A. Teori Konflik Konflik secara etimologis adalah pertengkaran, perkelahian, perselisihan tentang pendapat atau keinginan; atau perbedaan; pertentangan
Lebih terperinciPRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE
Modul ke: 09 Setiawati Fakultas Psikologi Psikologi Sosial I PRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
Lebih terperinciAgama Dalam Masyarakat yang Multi Religius Oleh Ven K Sri Dhammananda
Agama Dalam Masyarakat yang Multi Religius Oleh Ven K Sri Dhammananda Ajaran dan pesan-pesan yang disampaikan oleh para pendiri agama, yang merupakan pendiri agamaagama di dunia, terutama bertujuan meringankan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR SUMBAWA Nomor : SOP - 6 / I / 2016 / Sat.Intelkam STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL I. PENDAHULUAN Bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu yang tidak bisa hidup sendiri dan juga merupakan makhluk sosial yang selalu ingin hidup berkelompok dan bermasyarakat. Dalam
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang
248 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Penelitian ini mengkaji tentang Internalisasi Nilai Integrasi untuk Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Dari hasil analisis
Lebih terperinciDINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK
DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Pengertian dan Batasan Konflik (1) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan definisi konflik 2 Secara
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. Bahwasanya kehidupan di dunia ini pada kodratnya diciptakan dalam bentuk yang
63 BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor yang Melahirkan Konflik Berdasarkan pemaparan landasan teoritis tentang konflik antar agama di atas. Bahwasanya kehidupan di dunia ini pada kodratnya diciptakan dalam
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciBudaya dan Komunikasi 1
Kejujuran berarti integritas dalam segala hal. Kejujuran berarti keseluruhan, kesempurnaan berarti kebenaran dalam segala hal baik perkataan maupun perbuatan. -Orison Swett Marden 1 Memahami Budaya dan
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat
BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT Eva Fauziah Sonny Andrianto INTISARI Peneltian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,
Lebih terperinciASUMSI DAN PROSES KONFLIK
ASUMSI DAN PROSES KONFLIK ASUMSI MENGENAI KONFLIK K.Buruk dan Merusak Asumsi K. Baik dan Diperlukan K.Netral Konflik Buruk Dan Merusak Konflik itu harus dicegah Stephen P.Robbins Asumsi konflik itu negatif
Lebih terperinciTUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA
TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Konflik
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Konflik Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
Lebih terperinciPROSES SOSIAL E K O N U G R O H O, S. P T, M. S C FA K U LTA S P E T E R N A K A N U N I V E R S I TA S B R AW I J AYA S E M E S T E R G A N J I L
PROSES SOSIAL EKO NUGROHO, S.PT, M.SC FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA SEMESTER GANJIL 2013/2014 Pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama Perubahan-perubahan dalam struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi etnis, bangsa yang kaya dengan keanekaragaman suku bangsa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
Lebih terperinci2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Teori Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompokkelompok
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang dimilikinya. Keragaman memang indah dan menjadi kekayaan bangsa yang. dari pada modal bangsa Indonesia (Hanifah, 2010:2).
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang beragam, masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, ataupun kelompok etnis. Keragaman
Lebih terperinciOleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA
Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA Jakarta, 6 Oktober 2016 VISI KABINET KERJA: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN
Lebih terperinciPlenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions
Delegasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Parliamentary Event on Interfaith Dialog 21-24 November 2012, Nusa Dua, Bali Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of
Lebih terperinci