Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA)
|
|
- Johan Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA) GOLONGAN NARKOTIKA 1. Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja). 2. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin). 3. Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein). 24 Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I, yaitu ; - Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain - Ganja atau kanabis, marihuana, hashis - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka. 24 GOLONGAN PSIKOTROPIKA Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sidroma ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan yaitu : 1. Psikotropika Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD) 2. Psikotropika Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin). 3. Psikotropika Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
2 mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam). 4. Psikotropika Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG). 24 Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain : - Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu. - Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain. - Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom. Pemakai psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian. Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 disebutkan, yang dimaksud dengan Psikotropika adalah : " zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melaui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 25 Dalam Pasal 2 disebutkan : Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi sindroma ketergantungan. Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantun sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digolongkan menjadi : psikotropika golongan I psilkotropika golongan II psikotropika golongan III psikotropika golongan IV Jenis jenis psikotropika tersebut dilampirkan dalam undang-undang ini yang
3 merupakan bagian tak terpisahkan. 25 Adapun yang menjadi tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 yaitu : - Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. - Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. - Memberantas peredaran gelap psikotropika. Didalam Pasal 4 disebutkan : - Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentinga.n pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. - Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan. - Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, psikotropika dinyatakan sebagai barang terlarang. 25 Ketentuan Pidana. Para pelaku yang melibatkan diri dalam penyalahgunaan Narkotika,Psikotropika baik dari pihak pengguna sampai dengan tingkat yang lebih tinggi,di samping dirinya sebagai korban namun juga menjadiobjek dari hukum,bahwa walaupun pelaku yang menderita dari akibat akibat buruk penggunaan Narkoba maka yang bersangkutan juga di ancam oleh hukuman sebagaimana ketentuan Per Undang Undangan.Dalam memerangi kejahatan penyalahgunaan Narkoba Pemerintah telah menetapkan Undang Undang yang mengatur terhadap kejahatan Narkoba. 1) Tindak Pidana Narkotika Mengingat betapa besarnya bahaya penyalahgunaan Narkotika ini,maka perlu di ingatkan dasar dasar hukum yang diterapkan Sbb: a) Undang Undang R.I. No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. b) Undang Undang R.I. No.7 tahun 1997 tentang pengesahan United Nation Convention Against lllicit Traffic In Narcotic Drug and Pssychotropic Substances,1988.
4 c) Undang Undang R.I. No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika sebagai Pengganti UU R.I. No. 9tahun Untuk point yang c dapat di kalsifikasikan Sbb: (1) Sebagai pengguna Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 78 dan 79 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika,Dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun. (2) Sebagai pengedar Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika,Dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun/seumur hidup/mati+denda. (3) Sebagai produsen Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 80 UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika,Dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun / seumur hidup/ mati + denda. 2) Tindak Pidana Psikotropika Mengingat betapa besarnya peredaran Psikotropika ini,maka perlu di ingatkan dasar dasar hukum yang diterapkan Sbb: a) UU R.I No.8 tahun 1996 tentang pengesahan Konvensi Psikotropika b) UU R.I No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika c) UU R.I No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan d) Peraturan Menteri Kesehatan No. 124 /Menkes /II/ 1993 tanggal 8 Febuari tentang obat keras tertentu. e) Odinasi Obat Keras Stbl Nomor.419 tahun f) Skep Menteri Kesehatan No. 43 /Menkes/Sk /II/ 1988 tanggal 9
5 Febuari tentang cara pembuatan obat.( hubungannya dengan kasus Pemalsuan ). g) Pasal 204,205,53,386,480 KUHAP. h) Instruksi Bersama manteri kesehatan R.I. dengan Kapolri tgl 7 Maret 1984 No: 75/ Menkes.Ins.B/II 1984 Dan No.Pol.: Ins/03/III 1984 Untuk penyalahgunaan Psikotropika dapat di kenakan UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika hal ini dapat di klasifikasikan Sbb: a) Sebagai pengguna Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 62 UU No. 5 tahun 1997 tentang, Psikotropika Dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan paling lama 15 tahun +denda. b) Sebagai pengedar Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 60 UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,Dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun +denda. c) Sebagai Produsen Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 80 UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika Dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun +denda. 3) Bahan Bahan Berbahaya demikian pula terhadap bahan berbahaya ada beberapa ketentuan / peraturan yang perlu di ingatkan Sbb: a. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 453/Menkes /Pen /XI/1983 tanggal 16 September 1983, tentang bahan bahan berbahaya. b. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 86/Menkes /Pen /IV/1977, tentang minuman Keras.
6 c. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 329/Menkes /Pen /IV/1976, tentang makanan. d. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. 220/Menkes /Pen /IX/1976, tentang kosmetika. e. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 239/Menkes /Pen /V/1985, tentang zat zat warna tertentu yang di nyatakan sebagai bahan berbahaya. f. Pasal 204, 205, 300, 538, 382bis, 386, 501, 522 KUHP Dalam Undang-undang Psikotropika, diatur secara khusus ketentuanketentuan pidana sebagaimana disebutkan dalam BAB XIV dari Pasal 59 sampai Pasal 72. Tindak pidana di bidang psikotropika antara lain berupa perbuatan perbuatan seperti memproduksi, atau mengedarkan secara gelap maupun penyalahgunaan psikotropika yang merugikan masyarakat dan negara. Memproduksi dan mengedarkan secara liar yang pada akhirnya akan dikonsumsi oleh orang lain dan orang yang mengkonsumsi nya dengan bebas akan menjadi sakit. Pemakaian psikotropika yang demikian ini bilamana jumlahnya banyak, maka masyarakat akan menjadi lemah. 26 Dilihat dari akibat kejahatan tersebut, pengaruhnya sangat merugikan bagi bangsa dan negara yang dapat menggoyahkan ketahan nasional. Karena itu terhadap pelakunya diancam dengan pidana yang tinggi dan berat yang bertujuan agar orang yang akan melakukan perbuatan pidana di bidang psikotropika agar berpikir dua kali untuk melakukannya. 25,26 Apabila diteliti lebih lanjut maka terhadap psikotropika golongan I diancam dengan ketentuan Pasal 59 yaitu : 1. Barang siapa : a. menggunakan psitropika golongan I selain yang dimaksud alam pasal 4 ayat 2 b. memproduksi dan / atau menggunakan dalam proses produksi psikotropikka golongan I sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, atau
7 c. mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 12 ayat 3 atau d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau e. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/ atau membawa psikotropika golongan I. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 ( empat )tahun, paling lama 15 (lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp dan paling banyak Rp Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada yaitu 1 dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana matt atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun dan pidana denda sebesar Rp Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, maka kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp Dari ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 59, dapat dijatuhkan ketentuan pidana maksimal, dan dibatasi dengan ketentuan pidana minimal. Ketentuan pidana minimal tersebut hanya terdapat dalam ayat 1 Pasal 59 dan hanya dikhususkan terhadap perbuatan yang dilakukan terhadap psikotropika golongan I. Sedangkan terhadap psikotropika golongan lainnya tidak ditemui ancaman pidana minimal. 26
STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA SAMARINDA DALAM MENANGGULANGI PENGGUNAAN NARKOBA DI KELURAHAN SUNGAI PINANG DALAM KOTA SAMARINDA
ejournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (2): 943-955 ISSN 2338-3651, ejournal.ip.fisip.unmul Copyright 2013 STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA SAMARINDA DALAM MENANGGULANGI PENGGUNAAN NARKOBA DI KELURAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman reformasi sekarang ini, berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika akhir-akhir ini telah menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai implikasi dan dampak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba 2.1.1. Sejarah Umum tentang Narkoba Kurang lebih tahun 2000 SM di Samaria ditemukan sari bunga opion atau kemudian lebih dikenal dengan nama opium (candu = papavor somniferitum).
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA A. PENGGOLONGAN NARKOTIKA 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perlindungan korban tindak pidana dalam sistem hukum nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan korban tindak pidana dalam sistem hukum nasional nampaknya belum memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya hak-hak korban tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
Lebih terperinciMENGENAL NAPZA KONSEP DASAR KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN & KETERGANTUNGAN NAPZA 05/02/2016 JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN. MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN & KETERGANTUNGAN NAPZA By: MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns. MENGENAL NAPZA Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif lainnya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976 Berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran narkoba secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang
Lebih terperinciREHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.
REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.GSK) Oleh : Arkisman ABSTRAK Narkotika adalah obat/ bahan berbahaya, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara
Lebih terperinciSMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan Soal 4.2
1. Amfetamin bagi tubuh manusia berfungsi sebagai... SMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan Soal 4.2 Sebagai zat adikitif Sebagai stimulan Pencegah rasa sakit Sebagai obat penenang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Telah menjadi life style dalam masyarakat ketika individu mengalami
BAB I PENDAHULUAN Penyalahgunaan obat-obatan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Peningkatan yang sangat besar dari kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Lebih terperinciPENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 MUHAMMAD AFIED HAMBALI Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROCEDDING A. Latar Belakang. Penyalahgunaan narkoba
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.
344 BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah penulis menguraikan pembahasan ini bab demi bab, berikut ini penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 1. Dalam Hukum Islam narkoba (al-mukhaddirat)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciWALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.
Lebih terperinciLANGKAH-LANGKAH APARAT KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PENYELUNDUPAN SABU-SABU DI SEBATIK KABUPATEN NUNUKAN
ejournal Sosiatri - Sosiologi, 2015, 3 ( 4 ): 98-107 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id Copyright 2014 LANGKAH-LANGKAH APARAT KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PENYELUNDUPAN SABU-SABU DI SEBATIK
Lebih terperinciDalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :
Apa sanksi hukum penyalahguna narkoba? Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Pasal 111 UU RI No. 35 Tahun 2009 [bagi tersangka kedapatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Lampiran 1 KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Sekarang saya sedang menyusun sebuah Skripsi dengan judul Survei Mengenai Self Efficacy pada Warga Binaan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1961, 2015 KEJAGUNG. Lembaga Rehabilitasi. Pecandu. Korban. Narkoba. Penanganan. Juknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/12/2015 TENTANG
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciBUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015
BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dunia saat ini semua barang kebutuhan sehari-hari dapat ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun dari media
Lebih terperinciPELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
1 PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI (Studi Di Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi) Disusun Oleh : Agus Darmawan Pane, 10.10.002.74201.020,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009
BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 A. Undang-Undang Verdoovende Middelen Ordonantie yang Berlaku
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-Undang
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Adapun istilah lainnya yaitu Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN PPM DOSEN
LAPORAN KEGIATAN PPM DOSEN PEMBINAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN NARKOBA DAN SEX BEBAS DIKALANGAN REMAJA DI KECAMATAN PRAMBANAN KLATEN Tim Pengabdi: Erwin Setyo Kriswanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perlindungan korban tindak pidana dalam sistem hukum nasional nampaknya belum memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya hak-hak
Lebih terperinciAPLIKASI ANDROID SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM DUNIA PSIKOTROPIKA
APLIKASI ANDROID SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM DUNIA PSIKOTROPIKA Leli Safitri 1), Dina Agusten 2), Shella Andelica 3) 1),3) Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer & Teknologi Informasi, Universitas
Lebih terperinciNAPZA. Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito
NAPZA Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito POST TEST Apa yang dimaksud dengan Napza? Apa kerugian yang disebabkan oleh pemakaian Napza? Bagaimana cara pencegahan penyalahgunaan narkoba? SAY NO TO NAPZA!
Lebih terperinciEfektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika
Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika MH. Sri Rahayu Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Jl. Letjend
Lebih terperinciMANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS
MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA TERHADAP KONDISI PSIKIS (MANTAN) PECANDU Tri Wahyu Blok Elektif: Drug Abuse Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta 2010 Latar belakang Narkoba (NAPZA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan jenis obat-obatan terlarang yaitu, seperti Dadah (Malaysia/Brunei), Drugs (Inggris), Shabu-shabu
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA UMUM Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, Kemauan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah narkoba tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika
Lebih terperinciPENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 1 Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciUU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA
UU 22/1997, NARKOTIKA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jaksa Penuntut Umum a. Pengertian Kejaksaan Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di masa sekarang ini Pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual manusia
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.11/MEN/VI/2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam
Lebih terperinciNARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif
NARKOBA Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif Narkotika Obat atau zat dari bahan alami, sintetis atau semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat
Lebih terperinciKEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA
KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA S. Dimas Aryo K., S.Psi. Program Manager Rumah Damping Siloam Yogyakarta 2016 APA SIH HUKUM ITU? KEADILAN KEPASTIAN BAGAIMANA PERATURAN DIBENTUK
Lebih terperinciPENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Pendahuluan Penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat dan permasalahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.hukumonline.com UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciKEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL *49090 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 116 TAHUN 1999 (116/1999) TENTANG BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga
BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena peredarannya melingkupi disemua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi lmiah diperlukan suatu produksi narkotika
Lebih terperinciBUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU
BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN BAHAN ADIKTIF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera
Lebih terperinciOVERVIEW DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF
OVERVIEW DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF Struktur Organisasi Badan POM Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Struktur Organisasi DITWAS NAPZA Direktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika
Lebih terperinciBAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan
BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.
Lebih terperinciPELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika 1. Pengertian tindak pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan mempunyai ancaman sanksi pidana
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG P S I K O T R O P I K A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG P S I K O T R O P I K A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di segala bidang, dalam rangka membangun Indonesia seutuhnya dan mewujudkan suatu masyarakat
Lebih terperinci~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG
~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP
Lebih terperinciTESIS PENGATURAN DAN PENERAPAN SANKSI PIDANA PADA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
TESIS PENGATURAN DAN PENERAPAN SANKSI PIDANA PADA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA Oleh : ROY TIRTO HUSODO NIM : 12108008 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA
Lebih terperinciBAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang
BAB IV TINDAK HUKUM PIDANA ISLAM BAGI ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA YANG BELUM CUKUP UMUR MENURUT PASAL 86 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1997 A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA
BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA Gambar 7.1, terdiri dari rokok, minuman keras dan obat-obatan yang semuanya tergolong pada zat adiktif dan psikotropika Gambar 7.1: Zat adiktif dan psikotropika 1.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciZat Adiktif dan Psikotropika
Bab 11 Zat Adiktif dan Psikotropika Sumber: image.google.com Gambar 11.1 Berbagai jenis zat adiktif dan psikotropika Di era modern ini banyak sekali kasus penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik ditingkat global, regional dan nasional, sejak lama telah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara suatu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini peredaran narkoba semakin merajalela, dan dalam menjalankan aksinya pun para pengedar menggunakan berbagai macam cara. Untuk mengatasi tindak pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah yang di perkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan kajian-kajian per bab yang telah Penulis uraiakan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengenai Kualifikasi Tindak Pidana terhadap Penyalahguna Narkotika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinci1. Undang-Undang Verdoovende Middelen Ordonantie yang Berlaku Pada Masa Belanda di Indonesia Tahun 1927
37 BAB II PERKEMBANGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Peraturan-Peraturan Sebelum Lahirnya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 1. Undang-Undang Verdoovende
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN NARKOTIKA. yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang
BAB II TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN NARKOTIKA A. Pengertian Narkotika Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal
Lebih terperinci